refrat mata

9
BAB 1 PENDAHULUAN Konjungtivitis papiler raksasa (Giant papillary conjunctivitis) merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penggunaan lensa kontak. Konjungtivitis pailer raksasa merupakan tipe dari konjungtvitis alergi. Hal ini terjadi karena mata bersentuhan dengan alergen. Sistem kekebalan tubuh akan bereaksi tidak normal akibat zat tertentu atau dikenal dengan alergen. Tanda-tanda alergi yang menyertai perubahan papiler pada konjungtiva palpebra tarsal okular merupakan bagian dari immunoglobulin E (IgE) menimbulkan reaksi hipersensitivitas. Rata-rata 1-3% dari pengguna kontak lensa akan mendapatkan gejala simptom GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva, sekret mukoid, gatas, debris pada tear film, lapisan lensa, pandangan kabur, dan pergerakan lensa yang berlebihnan. Selain komplikasi dari penggunaan lensa, konjungtivitis papiler raksasa juga merupakan komplikasi dari mata buatan atau prostesis dan jahitan yang digunakan pada operasi mata.Beberapa reaksi yang ditimbulkan seperti pada okuler prostheses, penekanan terhadap sklera, pembukaan sutura di ocular, dan bahkan meniggikan bekas luka pada kornea.

Upload: sudjatiadhinugroho

Post on 01-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

pterygium

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

Konjungtivitis papiler raksasa (Giant papillary conjunctivitis) merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penggunaan lensa kontak. Konjungtivitis pailer raksasa merupakan tipe dari konjungtvitis alergi. Hal ini terjadi karena mata bersentuhan dengan alergen. Sistem kekebalan tubuh akan bereaksi tidak normal akibat zat tertentu atau dikenal dengan alergen.Tanda-tanda alergi yang menyertai perubahan papiler pada konjungtiva palpebra tarsal okular merupakan bagian dari immunoglobulin E (IgE) menimbulkan reaksi hipersensitivitas. Rata-rata 1-3% dari pengguna kontak lensa akan mendapatkan gejala simptom GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva, sekret mukoid, gatas, debris pada tear film, lapisan lensa, pandangan kabur, dan pergerakan lensa yang berlebihnan.Selain komplikasi dari penggunaan lensa, konjungtivitis papiler raksasa juga merupakan komplikasi dari mata buatan atau prostesis dan jahitan yang digunakan pada operasi mata.Beberapa reaksi yang ditimbulkan seperti pada okuler prostheses, penekanan terhadap sklera, pembukaan sutura di ocular, dan bahkan meniggikan bekas luka pada kornea.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIKonjungtivitis pailer raksasa merupakan tipe dari konjungtvitis alergi yang merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat atopi.(elias)

B. ETIOLOGIAntigen sebagai penyebab terjadi konjungtivitis papiler raksasa (Giant papillary conjunctivities) belum teridentifikasi hingga saat ini. Hingga saat ini terjadinya konjungtivitis papiler raksasa dipercaya disebabkan oleh iritasi mekanik dan atau stimulus yang disebabkan oleh antigen dari conjungtiva tarsal yang disebabkan ada kontak dengan lensa kontak. Debris pada permukaan lensa kontak mungkin merupakan penyebab terjadinya konjungtivitis papiler raksasa. Hal tersebut dikarenakan adanya inflamasi bakteri sehingga menyebabkan perubahan bentuk dan membuat terjadinya inflamasi yang lanjut.

C. EPIDEMIOLOGISebuah penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa angka kejadian konjungtivitis papiler raksasa di Amerika Serikat, gel lensa kontak merupakan penyebab terjadinya konjungtivitis papiler raksasa sebesar 85% dari 221 pasien, sedangkan hanya 15% yang disebabkan oleh penggunaan kontak lensa itu sendiri. (Medscape)Secara Internasional, angka kejadian konjungtivitis papiler raksasa menyerupai penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat. Jenis kelamin tidak mempengaruhi prevalensi dari terjadinya konjungtivitis papiler raksasa.

D. PATOFISIOLOGIMenurut Liesegang et al. (2004), konjungtivitis alergi menggambarkan suatu respon imun spesifik sekunder pada antigen yang disebut sebagai alergen, yang menginduksi respon efektor IgE sel mast secara akut. Ketika respon promer berlangsung, alergen spesifik sel-sel B disebar ke area tertentu di berbagai lokasi MALT (Mucusal Assocoated Lymphoid Tissue). Di lokasi tersebut, sel B dengan bantuan sel T mengubah produksi antialergen IgM menjadi IgE. IgE selanjutnya dilepaskan pada tempat itu dan berikatan dengan reseptor Fe di permukaan sel mast. Perjalanan alergen berikutnya terjadi di tempat yang berbeda dari perjalanan awal, yang menyebabkan alergen bisa menembus melewati epitel konjungtiva superficial menuju daerah subepitel, lalu antigen akan mengikat spesifik alergen IgE tersebut pada permukaan sel mast. Selanjutnya dalam 60 menit akan terjadi degranulasi, diawali dengan pelepasan mediator-mediator yang dapat menyebabkan chemosis dan rasa gatal di konjungtiva. Pada reaksi fase lambat, yaitu terjadi antara 4-24 jam berikutnya, ditandai dengan pengerahan sel-sel limfosit, eosinofil dan neutrofil.

E. PENEGAKAN DIAGNOSISTanda dan gejala yang muncul pada konjungtivitis alergi antara lain (Ilyas, 2010):1. Peradangan (merah, sakit, bengkak, dan panas)2. Gatal3. Silau berulang dan menahun4. Papil besar pada konjungtivaWalaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Sedangkan pada hasil laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan basofil. Selain itu ditemukan juga peningkatan histamin, immunoglobulin G (IgG), IgE, dan immunoglobulin M (IgM). Walaupun demikian, pemeriksaan laboratorium bukanlah merupakan suatu gold standard dalam mendiagnosis konjungtivitis papiler raksasa (medscape, 2013)

F. PENATALAKSANAANSteroid topikal dapat digunakan untuk penanganan dari konjungtivitis pailer raksasa. Lensa kontak hygiene merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada kasus ini. Karena konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh snediri maka perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala dapat member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberikan kerugian jangka panjang. Steroid topikal atau sistemik dapat dipakai untuk mengurangi rasa gatal dan mempunyai efek samping (glaukoma, katarak, dan komplikasi lain) yang sangat merugikan (Vaughan, 2008). Obat kortikosteroid topikal yang digunakan antara lain:1. Hidrokortison asetat, larutan 2,5%2. Prednisolon asetat larutan 0,125% dan 1%3. Prednisolon sodium fosfat, larutan 0,125% dan 1%4. Deksametason sodium fosfat, larutan 0,1%5. Medrison larutan 1%6. Fluorometolon larutan 1%Penggunaan antiinflamasi steroid dalam kasus ini dapat menyebabkan:1. Mengurangkan permeabilitas pembuluh darah2. Mengurangi gejala radang3. Mengurangi pembentukan jaringan parut

Selain golongan kortikosteroid dapat juga digunakan anti inflamasi non steroid. Obat ini diberikan pada mata akibat terbentuknya bahan histamin yang memberikan keluhan gatal, merah berair. Obat dapat berupa naftazolin (vasokonstiktor simpatis) ataupun antazolin (antihistamin yang tidak iritatif). Pada tatalaksana non medikamentosa dapat diberikan edukasi karena terapi untuk alergi adalah menhindari pencetus alergi. Penderita dan keluarganya diberikan pendidikan untuk mampu mengenali pemicu aleri karena sifatnya sangat individual dan alergi sangat sulit untuk disembuhkan, hanya mampu dijaga agar tidak muncul. Pengenalan pemicu ini sangat penting dalam penanganan reaksi anafilaksi khususnya karena dengan menghindari pemicu, kematian dapat dihindarkan. (medscape, 2013)

G. KOMPLIKASIKomplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder (Jatla, 2009).

H. PROGNOSISPrognosis konjungtivitis papiler raksasa tergolong baik. Sebesar 80% dari pasien dapat menggunakan lensa kontak kembali selama konjungtivitis papiler raksasa tertangani dengan baik. Ptosis pada palpebrae bagian atas dan turunnya toleransi dari penggunaan lensa kontak dapat terjadi. Konjungtivitis papiler raksasa merupan penyebab utama dari intoleransi lensa kontak baik bersifat sementara ataupun selamanya. Konjungtivitis papiler raksasa tidak dapat menyebabkan kematian. (medscape, 2013)

BAB IIIKESIMPULAN

1. Konjungtivitis pailer raksasa merupakan tipe dari konjungtvitis alergi yang merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik.2. Hingga saat ini terjadinya konjungtivitis papiler raksasa dipercaya disebabkan oleh iritasi mekanik dan atau stimulus yang disebabkan oleh antigen dari conjungtiva tarsal yang disebabkan ada kontak dengan lensa kontak. 3. Angka kejadian konjungtivitis papiler raksasa di Amerika Serikat, gel lensa kontak merupakan penyebab terjadinya konjungtivitis papiler raksasa sebesar 85% dari 221 pasien, sedangkan hanya 15% yang disebabkan oleh penggunaan kontak lensa itu sendiri.4. Konjungtivitis alergi menggambarkan suatu respon imun spesifik sekunder pada antigen yang disebut sebagai alergen, yang menginduksi respon efektor IgE sel mast secara akut.5. Gejala utama pada konjungtivitis alergi adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas), gatal, silau berulang dan menahun.6. Konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri sehingga perlu dilakukan edukasi untuk menjaga kebersihan dari lensa kontak.7. Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder.