refrat-limfoma

16
BAB 1. PENDAHULUAN Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain. Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya. 4 Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan histopatologis dari kedua penyakit di atas, di mana pada limfoma hodgkin terdapat suatu gambaran yang khas yaitu adanya sel Reed-Sternberg. 5 Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi.

Upload: rimbawani

Post on 02-Feb-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

oma

TRANSCRIPT

Page 1: refrat-limfoma

BAB 1. PENDAHULUAN

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup

sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan

kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali,

hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra

nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus,

paru, kulit dan organ lain.

Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia

menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya

mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang

erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan

antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.4

Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma

hodgkin dan limfoma non-hodgkin. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan

histopatologis dari kedua penyakit di atas, di mana pada limfoma hodgkin terdapat

suatu gambaran yang khas yaitu adanya sel Reed-Sternberg.5

Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan

penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih

merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis

kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup 5 tahun

meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan

tersedianya kemoterapi dan radioterapi.

Page 2: refrat-limfoma

1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel

limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena

jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan

limfoma dapat dimulai dari organ apapun.2

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua

jenis5, yaitu:

a. Limfoma Hodgkin (LH)

Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular

predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat

subtipe menurut Rye, antara lain:

Nodular Sclerosis

Lymphocyte Predominance

Lymphocyte Depletion

Mixed Cellularity

b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin

menjadi tiga kelompok utama, antara lain:

Limfoma Derajat Rendah

Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil,

limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler

campuran sel belah besar dan kecil.

Limfoma Derajat Menengah

Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel

besar, limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel

besar dan kecil, dan limfoma difus sel besar.

Page 3: refrat-limfoma

2

Limfoma Derajat Tinggi

Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma

imunoblastik sel besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel

tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-

Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-

Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda

(binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan

sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya

anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes),

yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.5

(a) (b)

Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg

dan (b) Limfoma Non Hodgkin

2.3 Epidemiologi

Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-

negara berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu

mixed cellularity dan limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang

sudah maju lebih banyak limfoma hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma

Page 4: refrat-limfoma

3

hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan distribusi usia

antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun.1

Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan

menempati urutan ke-7 dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia.

Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.

Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di atas 50 tahun.6

Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia

menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya

mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang

erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan

antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.4

2.4 Etiologi

Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum

diketahui secara pasti1,2,6

. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab

penyakit ini antara lain:

a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)

b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida,

bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.

c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun

d. Faktor genetik

2.5 Anatomi Sistem Limfatik

Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem

saraf pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus,

limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung,

dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.

Page 5: refrat-limfoma

4

Gambar 2. Anatomi Sistem Limfatik

Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat

kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan

(yang terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda

termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua

per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di

dalam tractus gastrointestinal.

Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar

bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas

inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan

melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus

limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax,

Page 6: refrat-limfoma

5

dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher

kanan.

Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid

lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk

mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh

serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.2

2.6 Patofisiologi

Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada

sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi

terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor

tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.

Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi

pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang

produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor

tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,

kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat

dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi

inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi

tanpa henti.

Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur

apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen

yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang

terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi

regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan

seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi

regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya

gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan

menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.5

Page 7: refrat-limfoma

6

Gambar 3. Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan

2.7 Gejala Klinis

Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin

dapat dilihat pada tabel berikut ini.1,7

Page 8: refrat-limfoma

7

Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma

Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin

Anamnesis

Asimtomatik limfadenopati

Gejala sistemik (demam

intermitten, keringat malam,

BB turun)

Nyeri dada, batuk, napas

pendek

Pruritus

Nyeri tulang atau nyeri

punggung

Asimtomatik limfadenopati

Gejala sistemik (demam

intermitten, keringat malam,

BB turun)

Mudah lelah

Gejala obstruksi GI tract dan

Urinary tract.

Pemeriksaan Fisik

Teraba pembesaran limonodi

pada satu kelompok kelenjar

(cervix, axilla, inguinal)

Cincin Waldeyer & kelenjar

mesenterik jarang terkena

Hepatomegali &

Splenomegali

Sindrom Vena Cava Superior

Gejala susunan saraf pusat

(degenerasi serebral dan

neuropati)

Melibatkan banyak kelenjar

perifer

Cincin Waldeyer dan kelenjar

mesenterik sering terkena

Hepatomegali &

Splenomegali

Massa di abdomen dan testis

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga

dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi

Costwell.1,3,6

Page 9: refrat-limfoma

8

Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell

Keterlibatan/Penampakan

Stadium

I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ

ekstralimfatik (IE)

II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang

letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)

III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma

ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)

IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ

ekstralimfatik

Suffix

A Tanpa gejala B

B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan

sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya

Demam intermitten > 38° C

Berkeringat di malam hari

X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm,

atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal

maximum pada foto polos dada PA

Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor

Page 10: refrat-limfoma

9

2.8 Diagnosis

Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan

melalui prosedur-prosedur di bawah ini.3

1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat

malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6 bulan.

2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar

getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit

atau infeksi.

3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan

hitung trombosit.

4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat,

laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.

5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus

(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan

dinding dada.

6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.

7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.

8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan

area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.

9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.

10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.

2.9 Diagnosis Banding

Citomegalovirus

Mononukleosis infeksiosa

Ca Paru

Artritis rheumatoid

Sarkoidosis

Serum Sickness

Sifilis

Lupus Eritematosus Sistemik

Toxoplasmosis

Tuberculosis

Page 11: refrat-limfoma

10

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,

yaitu:

a. Pembedahan

Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang

terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma,

seperti limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada

resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih

menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan

untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.7

b. Radioterapi

Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan

limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini

lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah

banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti

radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan

antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen

spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan radioisotope

menggunakan 131

Iodine atau 90

Yttrium untuk irradiasi sel-sel tumor secara

selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium limfoma

itu sendiri1, yaitu:

Untuk stadium I dan II secara mantel radikal

Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi

Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation

Untuk stadium IV secara total body irradiation

Page 12: refrat-limfoma

11

Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi

c. Kemoterapi1,6,7

Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan

banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap

limfoma.

Pengobatan Awal:

1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.

o Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8

o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8

o Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14

o Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4

2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus

o Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15

o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15

o Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15

o Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15

3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus

o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11

o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11

o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12

o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12

o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9

Page 13: refrat-limfoma

12

o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11

o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering

of pada minggu ke 11,12

4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus

o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8

o Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3

o Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1

o Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1

o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8

o Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7

o Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14

Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:

1. ICE regimen

a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2

b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2

c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2

d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3

2. DHAP regimen

a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama

b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2

c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4

3. EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan

doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara

berkesinambungan.

a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4

b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4

c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4

d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5

e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6

Page 14: refrat-limfoma

13

d. Imunoterapi

Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana

interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun

akibat pemberian kemoterapi.7

e. Transplantasi sumsum tulang

Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma

tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien

mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan

transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.

Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai

dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara

kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai

dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara

autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita

yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk

selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat

menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.2

2.11 Komplikasi

Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma

maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi

karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu

sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung,

kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord,

kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal,

nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan

komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan

muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah,

toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom

lisis tumor.1,6

Page 15: refrat-limfoma

14

2.12 Prognosis

Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin

ditentukan oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:

Serum albumin < 4 g/dL

Hemoglobin < 10.5 g/dL

Jenis kelamin laki-laki

Stadium IV

Usia 45 tahun ke atas

Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3

Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih

Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,

sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan

hidupnya hanya 59%.1

Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi

prognosisnya antara lain:

usia (>60 tahun)

Ann Arbor stage (III-IV)

hemoglobin (<12 g/dL)

jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and

serum LDH (meningkat)

yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah

(memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan

resiko buruk (memiliki 3 atau lebih faktor di atas).6

Page 16: refrat-limfoma

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. [25 Juli 2010].

2. Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].

http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/. [25 Juli 2010].

3. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical Concepts of

Disease Processes, Sixth Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari

dan Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.

Jakarta: EGC

4. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. “Limfoma Non-Hodgkin”. Disunting

oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

5. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th

Edition.

Philadelphia: Elsevier & Saunders

6. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010].

7. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma.

Swiss Med Wkly (134) : 472-480.