laporan pendahuluan limfoma

26
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA KASUS LIMFOMA 1. Konsep Penyakit a. Pengertian Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan. LNH adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit hodgkin. Penyebabnya tidak diketahui: kemungkinan virus. Terdapat hubungan dengan keadaan imunosupresi ( mis, AIDS dan terapi imunosupresi untuk tranplatasi organ). Pada penderita AIDS ; semakin lama hidup semakin besar resikonya menderita limpoma.

Upload: memey-saranghae-aguss-oppaa

Post on 21-Jan-2016

2.057 views

Category:

Documents


67 download

DESCRIPTION

limfoma

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM ENDOKRIN PADA KASUS

LIMFOMA

1. Konsep Penyakit

a. Pengertian

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem

limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan

umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan

kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar

sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ

lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin

(LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam

praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan

mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.

LNH adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai

keganasan jaringan limfoid selain penyakit hodgkin. Penyebabnya tidak diketahui:

kemungkinan virus. Terdapat hubungan dengan keadaan imunosupresi ( mis, AIDS dan

terapi imunosupresi untuk tranplatasi organ). Pada penderita AIDS ; semakin lama

hidup semakin besar resikonya menderita limpoma.

Penyakit lymfoma non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam

kasus intern. Kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal

sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah

bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus

dilakukan untuk mengembangkan kasus ini (Brunner & Suddart: 2002).

Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan

dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga

muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem

limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis

limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)

(Mansjoer, A. 2001).

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

b. Etiologi

1) Abnormalitas genetic

2) Genetik

3) Faktor lingkungan

4) Infeksi Virus

Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, (sebuah

penyakit yang bisa ditemukan di Afrika).

Infeksi HTLV – 1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1)

Faktor Predisposisi

1.      Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang

mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan

UV

2.      Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi

terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini

disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.

(Mansjoer, A. 2001).

c. Klasifikasi

Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahun-

tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport

membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan

pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982

muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan

rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan

kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982

yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid

Neoplasms (REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working

Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan,

dan prognosis.

Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit

Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang

mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana

pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.

1. Limfoma Non-Hodgkin

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH

indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening), tidak

nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada

LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal,

menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan

keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di

perut.

Stadium Limfoma Maligna

Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I

dan II  sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara

stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.

a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu

kelenjar getah bening.

b. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok

kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh

dada atau perut.

c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok

kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.

d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening

setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru,

atau otak. Stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala

konstitusionalerupa penurunan berat badan, febris, dan keringat malam.

A = tanpa gejala konstitusional

B = dengan gejala konstitsional

Staging ini penting untuk penatalaksanaan,  dimana untuk stadium Ia,

Ib, maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga

stadium IV, diberikan kemoterapi.

Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:

1. Untuk Low grade NHL

a) regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison)

b) Fludarabin

c) Rituximab

2. Untuk High grade NHL

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

a) Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan

prednison)

b) Regimen CHOP + Rituximab

c) transplantasi sum-sum tulang.

2. Limfoma Hodgkin

Terbagi atas 4 jenis, yaitu:

a) Nodular Sclerosing limfosit

b) mixed cellularity

c) rich lymphocyte

d) limphocyte depletio

Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian Perjalanan Penyakit

Limfosit Predominan

Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada banyak limfosit

3% dari kasus

Lambat

Sklerosis Noduler

Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg & campuran sel darah putih lainnya; daerah jaringan ikat fibrosa

67% dari kasus

Sedang

Selularitas Campuran

Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang sedang & campuran sel darah putih lainnya

25% dari kasus

Agak cepat

Deplesi Limfosit Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit limfosit jaringan ikat fibrosa yang berlebihan

5% dari kasus

Cepat

LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di

mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi metastasis

melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal, expansi

jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum

tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan NHL

d. Manifestasi klinik

Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut : 

1.      Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran

kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada

leher, ketiak atau pangkal paha)

2.      Demam 

3.      Sering keringat malam

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

4.      Penurunan nafsu makan 

5.      Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)

6.      Kelemahan, keletihan

7.      Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai

sumsum tulang secara difus 

e. Patofisiologi

Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau

penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening

(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).

Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah

digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat

dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat

segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem

limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar

limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.

Biasanya berawal sebagai :

pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi

sangat besar.

Nodus limfe mediastinal dan retroperitonial kadang membesar menyebabkan gejala

penekanan berat pada tekanan terhadap trakea menyebabkan sulit bernafas,

penekanan terhadap esofagus menyebabkan sulit menelan, pada syaraf

menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena

mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi

pleura, pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif.

Akhirnya limpa menjadi teraba dan hati membesar. Terkadang penyakit bermula di

nodus mediastinum atau peritonial dan tetep terbatas disana. Pada pasien lain

pembesaran limpa merupakan satu-satunya lesi

Kemudian terjadi anemia progresif. Jumlah leukosit biasanya tinggi dengan jumlah

polimorfomoklear ( PMN ) meningkat secra abnormal dan peningkatan eosinofil.

Sekitar separuh pasien mengalami demam ringan, dengan suhu melebih 38,30C

( 1010F ).

Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat

mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 400C ( 1040F )

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa

minggu.

Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan

menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema

anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti

terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan.

Namun biasanya penyakit ini sudah menyebar keseluruh sistem limfatik

sebelum pertama kali terdianogsa. Apabila penyakit masih terlokalisasi, radiasi

merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat keterlibatan umum, dipakai kombinasi

kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada penderita HIV positif dianjurkan untuk

mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit

Hogkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan sistem saraf pusat juga sering

terjadi.

Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh

meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah

normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan

lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma. Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar

lain:

1. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC

2. Sering keringat malam

3. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan

f. Pathway

Abnormalitas genetic, factor

lingkungan, infeksi virus

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

Sumber : (Mansjoer, A. 2001) Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.

g. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening

yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk

Intoleransi aktivitas

Hipertermi

Resiko terjadinya

infeksi

Penurunan nafsu

makan

Pembesaran kelenjar

getah bening

Mendesak pembuluh darah

Gangguan termoregulasi

Resiko terjadinya

Mendesak sel sarafMendesak jaringan sekitar

Sistem pernapasan Sistem saraf Sistem pencernaan Sistem

muskuluskletal

Respons psikososial

Pa O2 menurun

PCO2 meningkat

Sesak napas

Peningkatan

produksi sekret

Penurunan

imunitas

Paralisis faringeal Sesak napas

Tindakan invasif

Efek hiperventilasi

Kecemasan

Koping tidak

efektif

Pola napas tidak

efektif

Jalan nafas tidak

efektif

Kesulitan menelan

Penurunan suplai

oksigen kejaringanProduksi asam

lambung

meningkat

Peristaltik

menurun

Mual, nyeri

lambung konstipasi

Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

umum,odem

Peningkatan

metabolisme

anaerob

Peningkatan

produksi asam

laktat

Nyeri

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,

biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah

cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma.

Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :

1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang

membesar.

2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan

jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap

pengobatan.

3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk

melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

h. Penatalaksanaan & Therapy

Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan

tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan

pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati

yang bukan merupakan ancaman.

1. Radioterapi

Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat

disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada

pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat

utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi

dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi

anatomis. 

Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,

penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding

dengan khemoterapi.

2. Khemoterapi 

a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten

yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna

keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat

lanjut.Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan

prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi

kombinasi MOPP:

M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.

O = Oncovin = vincristine 1,0 – 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8.

P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.

P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.

Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari.

i. Komplikasi

Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan

penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan

dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,

stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang

paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari

kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.

Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila

pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal

sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan

produksi saliva.

Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin

terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.

2. Konsep Askep

a. Pengkajian

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status

perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan

diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila

ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan,

berkeringat di malam hari. Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan

penurunan BB.

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti

pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal

atau jantung.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan

pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM,

Hipertensi, dan lain-lain.

b. Data dasar pengkajian pasien

1) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari,

dan menurunnya BB.

b. Kulit, rambut, kuku

( tidak ada perubahan )

c. Kepala dan leher

Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan.

d. Mata dan mulut

Tidak ada masalah/perubahan.

e. Thorak dan abdomen

Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada  thorak 

maupun abdomen.

f. Sistem respirasi

Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada

benjolan.

g. Sistem gastrointestinal

Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat

menelan makanan, sehingga pasien sering mengalami penurunan BB.

h. Sistem muskuluskeletal

Pada pasien ini tidak ada masalah.

i. Sistem endokrin

Terjadi pembesaran kelenjar limfe.

j. Sistem persyarafan

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang

dideritanya.

c. Pemeriksaan Penunjang

1. USG

Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.

2. Foto thorak

Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.

3. CT- Scan

Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma

4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati /

ginjal secara rutin).

5. Laparatomi

Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah

bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan

stadiumnya.

d. Diagnosa Keperawatan

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat ( mual, muntah)

2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.

3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap

inflamasi

5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan

kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur

6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

e. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan

Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan

Kriteria Hasil : BB meningakat Nafsu makan

pasien meningkat Gangguan

penelanan berkurang

Rasa sakit pada waktu menelan berkurang

1. Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarganya.

2. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebabnya dari rasa sakit dan cara mengurangi rasa sakit.

3. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya dan akibatnya jika ia tidak makan.

4. Anjurkan pada kelurga untuk memberikan makanan tambahan yang ringan untuk dicerna

5. Obervasi TTV6. Kolaborasi dengan tim kesehatan

dan ahli gizi

1. pasien dan keluarga lebih kooperatif.

2. pasien mendapat informasi yang tepat.

3. pasien mendapat informasi yang tepat.

4. untuk memudahkan pasien menelan.

5. untuk mengetahui perkembangan pasien

6. untuk menetukan diet yang diperoleh oleh px

2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Tidak terjadi infeksi, dengan Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam

batas normal Tidak ada tanda

inflamasi Keringat

berkurang

1. beri penjelasan tentang terjadinya infeksi

2. beritahu pasien tentang tanda-tanda inflamasi

3. beri kompres basah4. Anjurkan pasien untuk memakai

baju yang menyerap keringat.5. Kolaborasi dengan tim dokter

dalam pemberian obat

1. pasien mengetahui proses terjadinya infeksi

2. pasien mengetahui tanda-tanda inflamasi dan pencegahannya

3. menurunkan suhu tubuh pasien4. agar keringat mudah diserap dan suhu

tubuh tidak meningkat5. diharapkan dapat mempercepat proses

kesembuahn pasien

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

3 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : Nafsu makan

meningkat, porsi habis, BB tidak turun

drastis

1. Observasi nafsu makan klien

2. Beri makan klien sedikit tapi sering3. Beritahu klien pentingnya nutrisi

4. Pemberian diet TKTP

1. Porsi makan yang tidak habis menunjukkan nafsu makan belum membaik

2. Meningkatkan masukan secara perlahan3. Klien dapat memahami dan mau

meningkatkan masukan nutrisi4. Peningkatan energi dan protein pada

tubuh sebagai pembangun

4 Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh klien menurun dengan Kriteria Hasil : TTV dalam batas

normal

1. Observasi suhu tubuh pasien

2. Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur)

3. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.

4. Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat.

5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.

1. Dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

2. Dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh

3. Kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi

4. Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadi seimbang.

5. antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

5 Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Aktivitas dapat terpenuhi selama perawatan dengan kriteria hasil : Laporan secara

verbal, kekuatan otot meningkat dan tidak ada perasaan kelelahan.

Tidak ada sesak Denyut nadi dalam

batas normal Tidak muncul

sianosis

1. Mengevaluasi respon pasien

terhadap aktivitas, mencatat dan

melaporkan adanya dispnea,

peningkatan kelelahan, serta

perubahan dalam tanda vital

selama dan setelah aktivitas.

2. Memberikan lingkungan yang

nyaman dan membatasi

pengunjung selama fese akut atas

indikasi. Menganjurkan untuk

menggunakan memejen stress dan

aktivitas yang beragam.

3. Menjelaskan pentingnya

beristirahat pada rencana tindakan

dan perlunya keseimbangan antara

aktivitas dengan istirahat.

4. Membantu pasien untuk berada

pada posisi yang nyaman untuk

beristirahat dan atau tidur.

5. Membantu pasien untuk memenuhi

kebutuhan self-care. Memberikan

1. Memberikan kemampuan atau

kebutuhan pasien dan memfasilitasi

dalam pemilihan intervensi

2. Mengurangi stress dan stimulasi yang

berlebihan, serta meningkatkan

istirahat.

3. Bedrest akan memelihara tubuh selama

fase akut untuk menurunkan kebutuhan

metabolisme dan memelihara energy

untuk penyembuhan

4. Pasien mungkin merasa nyaman dengan

kepala dalam keadaan elevasi, tidur di

kursi atau istirahat pada meja dengan

bantuan bantal

5. Meminimalkan kelelahan dan menolong

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

aktivitas yang meningkat selama

fase penyembuhan.

menyeimbangkan suplai oksigen dan

kebutuhan.

6 Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan intensitas nyeri berkurang dengan kriteria hasil : Klien merasa

nyaman Skala nyeri

menurun GCS E4V5M6 Tanda-tanda vital

normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)

1. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam

2. Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam

3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)

4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri

5. Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman

6. Kolaborasi dalam pemberian analgetika.

1. menentukan tindak lanjut intervensi.

2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta

tekanan darah meningkat, nadi,

pernafasan meningkat

3. mengalihkan perhatian dari rasa nyeri

4. relaksasi mengurangi ketegangan otot-

otot sehingga mengurangi penekanan

dan nyeri.

5. mengurangi keteganagan area nyeri.

6. analgetika akan mencapai pusat rasa

nyeri dan menimbulkan penghilangan

nyeri.

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing ClinicalCarpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius

Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakartaa: Erlangga

Melia. Penatalaksanaan Penyakit Kanker Limfoma Non Hodgin. http://terapimelia.blogspot.com diakses 14 desember 2013 pukul 09.00 Management for Positive Outcome. 7th edition. St. Louis : Elsevier Saunders.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.

Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga. Jakrta: EGC

Siregar, R. S. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Tiener, Lawrence M, Steohen J, McPhee dan Maxine A. Papadakis. Alih bahasa : Abdul Gofir. 2003. Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN limfoma