24025699 limfoma hodgkin

34
Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 200 7 BAB I PENDAHULUAN Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup system limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar system limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian yaitu: Table 1. klasifikasi limfoma Limfoma Hodgkin (LH) Limfoma non Hodgkin (LNH) Histiositosis x Mycosis fungoides Dalam praktek, yang dimaksud dengan limfoma adalah LH dan LNH, sedang Histiositosis x dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan. Di negara maju limfoma maligna relatif jarang yaitu kira-kira 2 % dari kanker yang ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini 1

Upload: dina-akmalia

Post on 05-Dec-2014

44 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup system

limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan

umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan

sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar system limfatik

dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain. Dalam garis

besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian yaitu:

Table 1. klasifikasi limfoma

Limfoma Hodgkin (LH)

Limfoma non Hodgkin (LNH)

Histiositosis x

Mycosis fungoides

Dalam praktek, yang dimaksud dengan limfoma adalah LH dan LNH, sedang

Histiositosis x dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.

Di negara maju limfoma maligna relatif jarang yaitu kira-kira 2 % dari kanker

yang ada. Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini

merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit.

Pada sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan

penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan

faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan

radioterapi. Akhir-akhir ini angka harapan kehidupan 5 tahun meningkat dan bahkan

sembuh (kuratif) berkat manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan

radioterapi. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut dan jelas tentang limfoma

Hodgkin (LH).3

3 Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 88-89. 1995.

1

Page 2: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Penyakit Hodgkin adalah keganasan system limforetikuler dan jaringan

pendukungnya yang sering menyerang kelenjar getah bening dan disertai gambaran

histopatologi yang khas. Ciri histopatologis yang dianggap khas adalah adanya sel Reed –

Steinberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan gambaran pleimorfik kelenjar

getah bening1

2.2. KLASIFIKASI LIMFOMA HODGKIN

Tabel 2. klasifikasi limfoma Hodgkin.

Limphocyte-predominan (LP)

Mixed cellularity (MC)

Lymphocyte-depletion (LD)

Noduler-sclerosis (NS)

Dalam manajemen penyakit ini identifikasi subtype histopatologi merupakan

prosedur penting. Sebab ada kaitannya dengan terapi dan prognosis. Parameter identitas

subtype lebih banyak pada kuantitas sel datia Reed-Steinberg, limfosit dan reaksi jaringan

ikat.3

1 Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p 622. 1996. 3 Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 90. 1995.

2

Page 3: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

2.3. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian Penyakit Hodgkin yang berdasarkan populasi di Indonesia belum

ada. Pada KOPAPDI II di Surabaya tahun 1973 dilaporkan bahwa di bagian penyakit

dalam RS. Dr.Sutomo Surabaya antara tahun 1963-1972 (9 tahun) telah dirawat 26.815

pasien, dimana 81 diantaranya adalah limfoma malignum dan 12 orang adalah penyakit

Hodgkin. Pada KOPAPDI VIII tahun 1990 di Yogya dilaporkan bahwa selama 1 tahun di

bagian penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito dirawat 2246 pasien, 32 di antaranya adalah

limfoma malignum dan semuanya adalah limfoma Hodgkin. Dari laporan-laporan

tersebut di atas terlihat bahwa di Indonesia limfoma non-Hodgkin lebih banyak dari

penyakit Hodgkin, dan pria selalu lebih banyak daripada wanita.1

Pada limfoma non Hodgkin terdapat peningkatan insidensi yang linear seiring

dengan usia. Sebaliknya, pada penyakit Hodgkin di Amerika Serikat dan di negara-

negara barat yang telah berkembang, kurva insidensi spesifik umur berbentuk bimodal

dengan puncak awal pada orang dewasa muda (15-35 tahun). Dan puncak kedua setelah

50 tahun. Penyakit Hodgkin lebih prevalen pada laki-laki dan bila kurva insidensi

spesifik umur dibandingkan dengan distribusi jenis kelamin pasien, maka peningkatan

prevalensi laki-laki lebih nyata pada dewasa muda. Pada penyakit Hodgkin anak,

predominasi laki-laki ini lebih mencolok dengan lebih dari 80% pasien adalah laki-laki.

Hal ini menyebabkan beberapa peneliti beranggapan bahwa terdapat peningkatan

kerentan yang berhubungan dengan faktor genetik terkait seks dan hormonal.2

2.4. PATOLOGI

1 Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, p 623-624. 1996. 2 Isselbacher K J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 1984. 2000.

3

Page 4: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan

limfoma malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit

Hodgkin ada baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut4

Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan

Butler sesuai keputusan symposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut

klasifikasi ini penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

1. Tipe Lymphocyte Predominant

Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel

limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed-Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak

muda. Prognosisnya baik.

2. Tipe Mixed Cellularity

Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil,

neutrofil, limfosit dan banyak didapatkan sel Reed-Sternberg. Dan merupakan

penyakit yang luas dan mengenai organ ekstranodul. Sering pula disertai gejala

sistemik seperti demam, berat badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih

buruk.

3. Tipe Lymphocyte Depleted

Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed-Sternberg banyak

sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung

merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.

4. Tipe Nodular Sclerosis

Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering

dilaporkan sel Reed-Sternberg yang atifik yang disebut sel Hodgkin. Sering

didapatkan pada wanita muda / remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.

Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan

Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant NS=LP-

NS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan sebagainya.

4 Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p 160. 1996.

4

Page 5: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

Demikian pula golongan Mixed Cellularity (MC), ada yang limfositnya banyak (LP-MC),

ada yang sedikit (LD-MC).1

Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah limfonodus perifer tunggal dan

perkembangan selanjutnya dengan penjalaran di dalam system limfatik. Mungkin bahwa

sel Reed-Sternberg yang khas dan sel lebih kecil, abnormal, bersifat neoplastik dan

mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan menunjukkan

respon.hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan dalam limfonodus untuk jangka

waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah menyebar ke jaringan

non limfatik 4

2.5. PATOGENESIS

Asal-usul penyakit Hodgkin tidak diketahui. Pada masa lalu, diyakini bahwa

penyakit Hodgkin merupakan reaksi radang luar biasa (mungkin terhadap agen infeksi)

yang berperilaku seperti neoplasma. Tetapi, kini secara luas diterima bahwa penyakit

Hodgkin merupakan kelainan neoplasi dan bahwa sel Reed-Sternberg merupakan sel

transformasi. Tetapi asal-usul sel Reed-Sternberg tetap menjadi teka-teki. Sel Reed-

Sternberg tidak membawa penanda permukaan sel B atau T. Tidak seperti monosit, tidak

memiliki komplemen dan reseptor Fc. Beberapa pengkaji telah menentukan berdasarkan

dari penderita dengan jalur sel penyakit Hodgkin, yang agaknya berasal dari sel Reed-

Sternberg.5

Sel-sel yang mirip Reed-Sternberg dari perbenihan ini tampak menimbulkan

antigen permukaan dengan sejumlah kecil sel “dendrit” pada daerah parafolikel nodus

limfatik. Mungkin termasuk kelas antigen HLA II sel dendrit positif, yang aktif dalam

pengenalan antigen oleh sel T ?. Berkurangnya kapasitas “memberitahukan” antigen

1 Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. JIlid II. Edisi 3. Bagian IlmuPenyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 4 Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1995 5 Diehl, V., et al. : Characteristic of Hodgkin`s disease derived cell lines. Cancer Treat. Rep. 66:615, 1982

5

Page 6: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

berkaitan dengan transformasi neoplasi sel “dendritik”, mungkin menjelaskan adanya

gangguan imunitas sel-T, yang begitu umum terjadi pada penyakit Hodgkin.

Meskipun demikian, saran-saran tentang asal-usul sel Reed-Sternberg ini kini

harus dianggap belum memadai, sampai ada bukti yang lebih meyakinkan.

Diketahui bahwa sel Reed-Sternberg mewakili komponen maligna penyakit

Hodgkin. Apakah yang menyebabkan transformasi ini ?. Selama bertahun-tahun etiologi

infeksi penyakit Hodgkin telah diduga. Beberapa laporan telah menghubungkan infeksi

virus Epstein-Barr (EBV) dengan penyakit Hodgkin. Tetapi tidak ada rangkaian asam

nukleat EBV pada sel RS yang dibiakkan, tidak mendukung peran EBV sebagai

penyebab penyakit Hodgkin. Perhatian terhadap etiologi infeksi penyakit Hodgkin telah

diperhatikan akibat laporan yang menunujukkan kemungkinan adanya suatu

“pengelompokan” penyakit Hodgkin diantara pelajar sekolah menengah tertentu.6

Tetapi penelitian lain telah gagal memastikan dugaan penyebaran horizontal

penyakit Hodgkin.3

Pada banyak pasien, penyakit terlokalisasi pada mulanya pada daerah limfonodus

perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran didalam system lmfatik.

Mungkin bahwa sel Reed-Sternberg yang khas dan sel lebuh kecil, abnormal yang

menyertai (sekarang diduga berasal dari histiosit) bersifat neoplastik dan mungkin bahwa

sel radang yang terdapat bersamaan menunjukkan respon hipersensitivitas oleh hospes,

manfaat yang menentukan pola evolusi. Pokok ini dibicarakan lebih lanjut pada

klasifikasi histologis. Setelah tersimpan dalam limfonodus untuk jangka waktu yang

bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah menyebar untuk mengikutsertakan

jaringan non-limfatik.4

2.6 ETIOLOGI

6 Vianna, N. J, and Polan, A.K : Epidemiologic evidence for transmission of Hodgkin`s disease N. Engl. J. Med. 289:499, 1973 3 Gutensohn N, and Core, P. Epidemiologic of Hodgkin’s disease, Seamaoned 7 : 92, 1980.

4 Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1996.

6

Page 7: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

Banyak kemajuan telah dicapai dalam bidang biologi penyakit ini. Meskipun

masih banyak yang belum mapan. Seperti pada keganasan yang lain penyebab penyakit

Hodgkin ini multifaktorial dan belum jelas benar.

Perubahan genetic, disregulasi gen-gen factor pertumbuhan, virus dan efek

imunologis, semuanya dapat merupakan factor tumorigenik penyakit ini.

Tentang asal usul sel datia Reed-Sternberg masih ada silang pendapat sampai

sekarang. Kejangkitan limfoma Hodgkin ataupun limfoma non Hodgkin kemungkinan

ada kaitannya dengan keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga menderita limfoma

Hodgkin, maka resiko anggota lain terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan

orang lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada orang hidup berkelompok insiden

limfoma Hodgkin cenderung lebih banyak.1

2.7. GAMBARAN KLINIS (SIMTOMATOLOGI)

Penyakit Hodgkin biasanya timbul sebagai penyakit local dan kemudian

menyebar ke struktur limfoid didekatnya dan akhirnya meluas ke jaringan non limfoid

dengan kemungkinan kematian pasien. Pasien penyakit Hodgkin umumnya datang

dengan adanya massa atau kelompok kelenjar limfe yang padat, mudah digerakkan dan

biasanya tidak nyeri tekan. Sekitar separuh pasien datang dengan adenopati di leher atau

daerah supraklavikula dan lebih dari 70 persen pasien datang dengan pembesaran

kelenjar getah bening superfisial. Karena kelenjar tersebut umumnya tidak nyeri, maka

deteksi oleh pasien mungkin terlambat sampai kelenjar limfe cukup besar. Sekitar 60

persen pasien datang dengan adenopati mediastinum. Hal ini kadang-kadang pertama kali

dideteksi pada pemeriksaan sinar-x toraks rutin. Kelenjar limfe yang terkena pada

penyakit Hodgkin cenderung sentripetal atau aksial dan berlainan dengan yang terkena

pada limfoma non Hodgkin yang memperlihatkan kecenderungan sentrifugal mengenai

kelenjar limfe epitroklear, cincin waldeyer dan abdomen.

1 Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996.

7

Page 8: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

Pada 2-5 persen pasien, kelenjar limfe atau jaringan lain yang terkena penyakit

Hodgkin dapat tersa nyeri setelah minum minuman beralkohol. Pertumbuhan kelenjar

limfe cukup bervariasi, beberapa lesi dapat menetap dalam jangka lama, sedangkan pada

kelenjar yang lain terjadi regresi spontan dan temporer.

Sebagian besar pasien penyakit Hodgkin tidak atau sedikit mengalami gejla yang

berkaitan dengan penyakitnya. Gejala terssering adalah demam ringan yang mungkin

disertai keringat malam. Untuk sebagian pasien, keringat malam mungkin merupakan

satu-satunya keluhan. Beberapa pasien mungkin mengalami demam naik turun disertai

banyak keringat malam (demam Pel-Epstein). Demam ini dapat menetap selama

beberapa minggu, diikuti oleh interval afebris. Demam dan keringat malam lebih sering

ditemukan pada pasien tua dan pada pasien dengan penyakit stadium lanjut.

Gejala awal penting lainnya adalah penurunan berat badan lebih dari 10 persen

dalam 6 bulan atau kurang tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang sering ditemukan

adalah rasa lemah, malaise dan cepat lelah. Pruritus terdapat pada sekitar 10n persen

pasien pada saat diagnosis, gejala ini biasanya generalisata dan mungkin berkaitan

dengan ruam kulit atau walaupun jarang merupakan satu-satunya gejala penyakit.

Kelainan mediastinum, paru, pleura atau pericardium mungkin disertai batuk,

nyeri dada, sesak napas atau osteoartropi hipertrofik, keterlibatan tulang mungkin disertai

nyeri tulang. Kadang-kadng pasien datang dengan gejala sumbatan vena kava superior

sebagai gejala awal. Kompresi mendadak korda spinalis dapat merupakan gejala awal

tetapi biasanya merupakan penyulit penyakit progresif stadium lanjut. Nyeri kepala atau

gangguan penglihatan dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit Hodgkin

intrakranium dan ketrlibatan abdomen menimbulkan nyeri abdomen, gangguan usus dan

bahkan asites.2

2 Isselbacher K J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2000.

8

Page 9: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

2.8. STADIUM PENYAKIT.

Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging :

Clinical staging

Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.

Pathological staging.

Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada

jaringan yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil

biopsi organ, yaitu : hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang,

kulit.

Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di

modifikasi sesuai konferensi Cotswald.1

Table 3. Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.

Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur

limfoid (missal : limpa, timus, cincin Waldeyer).

Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi

diafragma, jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip

angka, misal : II2, II3, dsb.

Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah

diafragma.

III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal

1 Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996.

9

Page 10: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.

Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang

tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).

A : bila tanpa gejala sistemik

B : bila disertai gejala sistemik yaitu: panas badan ≥ 38˚C yang tak jelas

sebabnya; penurunan berat badan 10 % atau berkeringat malam atau setiap

kombinasi dari 3 gejala itu selama 6 bulan terakhir penyakit ini.

X : bila ada bulky mass (≥ 1/3 lebar thorax dan ≥ 10 cm untuk ukuran kelenjar).

S : bila limpa (spleen) terkena.

Untuk menentukan luasnya penyakit diperlukan prosedur staging tertentu.

Table 2. Prosedur yang diperlukan untuk menentukan tingkat (stadium)

penyakit Hodgkin.1

I. Riwayat dan pemeriksaan :

1 Noer HMS, Waspadji S, Rachman A M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1996.

10

Page 11: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

Identifikasi gejala-gejala sistemik

II. Prosedur-prosedur radiologis :

Foto dada biasa

CT-Scan dada (bila foto dada abnormal)

CT-Scan abdomen dan pelvis

Limfografi bipedal

III. Prosedur-prosedur hematologis :

Darah lengkap dan hitung jenis

LED

Aspirasi dan biopsy sumsum tulang

IV. Prosedur biokimiawi

Tes faal hati

Serum albumin, LDH, Ca

V. Prosedur untuk hal-hal khusus :

Laparatomi (diagnostic dan staging)

USG abdomen

MRI

Gallium scanning

Technetium bone scan

Scan hati dan limpa

2.9. DIAGNOSIS KLINIS 2 ,4

1. KLINIS (ANAMNESIS)

2Isselbacher K J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4, Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2000 ,4 Hoffbrand A V, Pettit JE, Darmawan I, editor, Kapita Selakta Haematologi (Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1996.

11

Page 12: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher,

aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai

demam, keringat dan gatal

2. PEMERIKSAAN FISIK

Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular,

aksiler dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu

dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin waldeyer ikut terlibat. Apabila area ini

terlihat perlu diperiksa gastrointestinal sebab sering terlihat bersama-sama.

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian

penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas

penyakit. atau keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta pada

penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik

normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat

besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum tulang sering

terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat, terutama pada pasien dengan gejala dan

biasanya menghilang dengan pengobatan.

Eosinofilia absolute perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien

yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolute limfositopenia absoluit

(<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit stadium

lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak pemeriksaan sebagai indicator

keparahan penyakit.

Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi

pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih terdapat

penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium,

12

Page 13: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain

dalam serum.4

4. SITOLOGI BIOPSI ASPIRASI

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis

pendahuluan limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi

hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma malignum.

Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsy aspirasi LH ataupun LNH adalah

adanya negatif palsu dianjurkan melakukan biopsy aspirasi multiple hole di beberapa

tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai

dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.

5. HISTOPATOLOGI

Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtype

histopatologi walaupun sitologi biopsy aspirasi jelas LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan

bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah jaringan biopsy

tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB

di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan submandibular

tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsy dilakukan dibawah

anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik local terhadap arsitektur

jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan

6. RADIOLOGI

Termasuk didalamnya :

1. foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal

2. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB didaerah iliaka dan

pasca aortal

4 Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, Editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1996.

13

Page 14: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

3. USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan

sekaligus menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi.

4. CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan

LH

7. LAPAROTOMI

Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka

para aotal dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan

teknologi radiology misalnya USG dan CT Scan ditambah sitologi biopsy aspirasi jarum

halus, tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurang-kurangnya diminimalisasi.

2.10. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin

pada pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus,

mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain,

misalnya limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan

adenopati leher local. Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin

dan kanker payudara.

Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain.

Pada pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama

karsinoma sel kecil dan non sel kecil. Medistinitis reaktif dan adenopati hilus akibat

histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut timbul pada pasien

asimtomatik. Penyakit abdomen primer dengan hepatomegali, splenomegali dan

adenopati massif jarang ditemukan, dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non

Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan ini.

14

Page 15: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

2. 11 PENATALAKSANAAN

Terapi dapat dilihat dari beberapa aspek:

a. Penyakit yang sudah atau belum pernah diobati.

b. Penyakit yang dini (st I+II) atau yang sudah lanjut (st III+IV)

c. Akan memakai sarana-terapi-tunggal (radioterapi atau kemoterapi saja)

atau sarana terapi kombinasi (sarana terapi kombinasi bukan kemoterapi-

kombinasi).

Kemoterapi penyakit ini dapat kemoterapi tunggal (memakai satu obat),

kemoterapi kombinasi (memakai banyak obat) dan akhir-akhir ini dikembangkan

kemoterapi dosis tinggi plus pencangkokan Stem Cell Autologus untuk rescue

(penyelamatan) aplasi system darah yang diakibatkan oleh kemoterapi dosis

tinggi tadi. (KDT + rPSC autologus).

I. Kasus-kasus yang sebelumnya belum pernah diobati (terapi awal)

I.1. Radioterapi saja.

Secara histories radioterapi saja dapat kuratif untuk penyakit Hodgkin

dini (st I+II) A. kurabilitasnya menurun bila ada penyakit dibawah diafragma,

karena itu untuk stadium IA dan IIA yang direncanakan akan diberi terapi radiasi

kuratif saja perlu dilakukan staging laparotomy untuk memastikan ada tidaknya

lesi dibawah diafragma. Bila ada lesi di bawah diafragma maka radioterapi saja

tidak cukupperlu ditambah dengan kemoterapi. Apabila bila ada tanda-tanda

prognosis yang buruk seperti : B symptoms dan bulky tumor, perlu kombinasi

radioterapi + kemoterapi (kombinasi sarana pengobatan = combined modality

therapy) karena radioterapi saja tidak lagi kuratif. Untuk kemoterapinya biasanya

MOPP 6x dianggap cukup sebagai adjuvan (tambahan) pada radioterapi. Bila

tidak ada lesi dibawah diafragma (dibuktikan dengan staging-laparotomy) untuk

15

Page 16: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

stadium IA diberikan radioterapi extended field, untuk stadium IIA diberikan total

nodal irradiation (TNI),dianggap cukup kuratif.

I.2. Kombinasi radioterapi + kemoterapi.

Untuk semua keadaan dimana ada penyakit dibawah diafragma radioterapi

harus ditambah dengan kemoterapi adjuvant, baru dianggap kuratif. Terapi

dengan kombinasi modalitas ini juga diindikasikan bila penyakitnya stadium IIA

tetapi pasien menolak laparotomi atau memang tidak akan dilakukan laparotomi

karena ada kontraindikasi.

Untuk stadium yang lanjut (st III dan IV) terapi kuratif utama adalah

kemoterapi. Kalau ada lesi yang besar (bulky mass) dengan tambahan huruf X

pada stadiumnya, maka pada tempat ini ditambahkan radioterapi adjuvant dosis

kuratif, sesudah kemoterapi.

Kombinasi radio + kemoterapi ini juga dianjurkan pada mereka yang

menunjukkan tanda-tanda prognosis yang buruk, yaitu : 1. Massa mediastinum

yang besar. 2. B-symtoms. 3. kelainan dihilus paru. 4. histologinya bukan

Lymphocytic predominant dan 5. Stadium ≥ III.

I.3. Kemoterapi

Semula kemoterapi sebagai terapi utama diberikan untuk stadium III dan

IV saja, namun sering terjadi relaps, terutama bila ada bulky mass karena itu

untuk tempat-tempat yang lesinya bulky sesudah kemoterapi perlu radioterapi

adjuvant pada tempat yang semula ada bulky mass tadi. Dengan cara ini angka

kesembuhan nya cukup tinggi. Banyak ahli Onkologi Medis memberi kemoterapi

sebagai terapi utama sejak stadium II ditambah dengan radioterapi adjuvant pada

bulky mass, dengan demikian keperluan staging laparotomy makin sedikit,

bahkan tidak diperlukan lagi karena tindakan ini terlalu invasif, sedangkan

16

Page 17: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

hasilnya sama saja, namun masih ada silang pendapat terutama antara ahli

radioterapi dengan ahli onkologi medis.

Banyak regimen kemoterapi yang dibuat untuk penyakit Hodgkin. Ada

yang mengunakan alkylating agent, ada yang tidak. Alkylating agent dicurigai

sebagai penyebab timbulnya kanker sekunder dan sterilitas. Adrianisin

menyebabkan kelainan jantung; Bleomisin kelainan paru; terutama bila

dikombinasikan dengan radioterapi mediastinum.

Regimen-regimen yang kuratif selalu menggunakan kombinasi obat. Regimen

yang menggunakan alkylating agent, misalnya :

MOPP : -M = Mustard nitrogen 6mg/sqm i.v. hari ke 1,8

- O = Onkovin = Vinkristin 1,2 mg/sqm i.v. hari ke 1,8

- P = Prokarbazin 100 mg/sqm p.o hari ke 1-14

- P = Prednison 40 mg/sqm p.o. hari ke 1-14 diulang selang 28 hari bila

memenuhi syarat.

Modifikasi regimen MOPP ini juga ada yaitu COPP dan LOPP.

Pada COPP M diganti dengan C + Cyclophosphamide 800 mg/sqm i.v.

hari ke 1,8 atau 3x50 mg/sqm p.o. dd hari ke 1-14. sedangkan pada LOPP M

diganti dengan L + Leukeren = Chlorambucil 8 mg/sm dd p.o. hari ke1-14.

Regimen yang tanpa alkylating agent misalnya ABVD atau ABV saja.

A = Adriamisin 25 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

B = Bleomisin 10 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. hari ke 1 dan 14

(D)= DTIC 150 mg/sqm i.v. hari ke 1-5 diulang selang 4 minggu

Jadi kedua regimen itu dipakai sebagai terapi awal. Kedua regimen itu

tidak cross resistant. Sesuai dengan hipotesis dari Goldie dan Coldman dapat

dipakai MOPP dulu, atau ABV(D) dulu atau begantian MOPP-ABVD-MOPP-

ABVD dst atau regimen hibrida MOPP-ABV(D), hasilnya sama baik, namun

masih ada silang pendapat.

17

Page 18: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

II. Terapi kasus yang telah diobati sebelumnya

Disini dimaksudkan terapi untuk kasus yang relaps, refrakter sejak terapi

awal, atau setelah diobati beberapa kali. Kadang-kadang MOPP atau ABVD

masih dapat dipakai untuk mendapatkan remisi karena dua regimen ini non-cross-

resistant, namun angka remisinya kecil dan cepat kambuh lagi. Kalau kedua

regimen baku itu tidak dapat menolong lagi dipakai regimen-regimen lain yang

digolongkan dalam salvage-therapy (= terapi penyelamatan). Jadi salvage

kemoterapi diberikan untuk mereka yang :

1. mengalami relaps sesudah remisi lengkap

2. resistant terhadap terapi

Tabel beberapa regimen untuk salvage therapy (second line therapy pada

Limfoma Hodgkin yang Relaps atau Resistant)

V = Vinblastin 6 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu

A = Adrianmisin 40 mg/sqm i.v. tiap 3 minggu

B = Bleomisin 15 U 1-v- tiap minggu sekali

C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. tiap 6 minggu

D = Dakarbasin 800 mg/sqm i-v- tiap 3 minggu

C = Lomustin (CCNU) 80 mg/sqm p.o. hari ke 1

E = Etoposid 100 mg/sqm p.o. hari ke 1

P = Prednimustin 60 mg/sqm i.v.hari ke 1, diberi selang 3-6minggu

E = Etoposid 200 mg/sqm p.o. hari ke 1-5

V = Vinkristin 2 mg/sqm i.v. hari ke 1

A = Adriamisin 20 mg/sqm i.v. hari ke 1, diberi selang 3 minggu

18

Page 19: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

M = Metil-GAG 500 mg/sqm i.v. hari ke 1-14

I = Ifosfamid 1 gram/sqm i.v. hari ke 1-5

M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. hari ke 3

E = Etoposid 100 mg/sqm i.v. hari ke 1-4, diberi selang 3 minggu

C = Lomustin 100 mg/sqm p.o. hari ke 1

E = Etoposid 100 mg/sqm h. ke 1-3 dan 21-23

M = Metotreksat 30 mg/sqm p.o. hari ke 1,8,21,28, diberi selang 6 minggu

M = Metotreksat 30 mg/sqm i.v. tiap 6 jam selama 4 hari mulai hari ke1 dan 8

dengan rescue

C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v.h. ke 15

H = Doksorubisin 50 mg/sqm i.v.h ke 15

O = Vinkristin 1 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22

P = Prednison 100 mg/sqm p.o. hari ke 22-26, diberi selang 4 minggu

E = Etoposid 120 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

V = Vinblastin 4 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

A = Ara-C 30 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15

P = Platinum 40 mg/sqm i.v. hari ke 1,8,15, diulang selang 4 minggu

M = Metotreksat 120 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22 plus rescue

O = Vinkristin 2 mg i.v.h. 15 dan 22

P = Prednison 60 mg/sqm p.o. hari ke 1-14

L = Leukovorin rescue

A = Ara-C 300 mg/sqm i.v. hari ke 15 dan 22

C = Siklofosfamid 750 mg/sqm i.v. hari ke 1

19

Page 20: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

E = Etoposid 80 mg/sqm i.v. hari ke 1-3, diberi selang 4 minggu

Regimen-regimen salvage therapy antara lain adalah : VABCD, ABDIC,

CBVD, CEP, EVA, LVB, MIME, M-CHOP, CEM, EVAP, MOPLACE dll. (lihat

table IV). Kemajuan dibidang pencangkokan sumsum tulang atau selbakal (stem-

cell)-autologous memberikan dampak pula pada terapi limfoma yang resisten.

Pada kondisi ini diberikan kemoterapi yang dosisnya sangat tinggi hingga

timbul aplasi sumsum tulang (myeloablative chemotherapy), kemudian dilakukan

penyelamatan dengan pencangkokan sel bakal autologus yang diambil dari darah

tepi setelah sebelumnya diberi Hemopoetic Growth Factors.

Populasi yang memerlukan kemoterapi dosis sangat tinggi plus stem-cell

rescue (KDTrPSC) adalah penyakit Hodgkin yang sudah lanjut dengan disertai

factor-faktor prognosis buruk yaitu antara lain :

1. Mereka yang gagal mendapatkan complete remission (CR) atau partial

(PR) yang baik (stabil) (yang didefinisikan sebagai hal yang sangat

mungkin karena adanya fibrosis residu dengan terapi awal).

2. Mereka yang mengalami Progresive Disease (PD) saat terapi awal.

3. CR yang lamanya kurang dari 1 tahun

4. Relaps berulang (≥ 2x) tanpa melihat lamanya remisi

5. Adanya gejala-gejala B pada relaps yang pertama

6. Relaps sesudah sebelumnya mengalami stadium IV

Faktor-faktor tersebut diatas juga merupakan peramal hasil buruk dengan

pengobatan garis ke 2 (salvage therapy); mereka ini calon-calon yang baik untuk

KDTrPSC tersebut diatas. Mereka yang tanpa fakto-faktor buruk tersebut bila

relaps masih dapat dicoba dengan kemoterapi garis kedua untuk mendapatkan CR

kedua, namun kemungkinannya hanya 35% saja, sisanya akhirnya juga

memerlukan KDTrPSC; bahkan telah mulai diteliti penggunaan KDTrPSC

sebagai terapi awal, namun kesimpulannya masih belum ada.

20

Page 21: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

2.12. PROGNOSIS

Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup

lama dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama,

kemungkinan mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara

lain :

1. timbulnya keganasan kedua atau sekunder

2. disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal

3. penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian

antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)

4. penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga

dose related

5. pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: 24025699 Limfoma Hodgkin

Billy Anthony Tohar – FK UKRIDA 2007

1. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jilid II. Edisi 3. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Balai penerbit

FKUI, 1996.

2. Isselbacher K.J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-

prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta, 2000.

3. Tambunan W G Dr, Handojo M, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis

Kanker Terbanyak di Indonesia. Cetakan III. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta, 1995.

4. Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi

(Essential Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta, 1996.

5. Diehl V, et al : Characteristic of Hodgkin’s disease derived cell lines cancer

treat. Rep. 66: 615, 1982.

6. Vianna N J, and Polan, A K : Epidemiologic evidence for transmission of

Hodgkin’s disease N. Engl J. Med. 289-499, 1973.

7. Gutensohn N, and Core, P. Epidemiologic of Hodgkin’s disease, Seamaoned 7 :

92, 1980.

22