refrat kelainan skull
TRANSCRIPT
KELAINAN SKULL
Referat Bagian Bedah Plastik
Pembimbing:
dr. Amru Sungkar, Sp.BP
Oleh:
Amora Fadila G0008003
Ariesia Dewi C G0007042
Fariziyah Dwi Safitri G0007197
Yoni Frista V G0008039
Pradana Nur G0007128
Hardiyanti Ari W G0007081
Anisa Charismawati G0006179
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2012
1
KELAINAN SKULL
A. Pendahuluan
Variasi biologis memungkinkan karakter kraniofasial yang unik dan banyak
ditemukan ketidaksimetrisan dalam setiap individu. Wajah manusia memiliki pola
kraniofasial yang lebih banyak dibandingkan dengan spesies lain.
Tulang-tulang tengkorak pada bayi saling berhubungan yang disebut dengan
sutura. Sutura-sutura ini ada yang membujur dan ada pula yang melintang. Titik
silang celah-celah itulah yang membentuk ubun-ubun depan (besar) dan ubun-ubun
belakang (kecil). Ubun-ubun dan sutura-sutura ini normalnya menutup antara usia
6-20 bulan. Jika di bawah usia 6 bulan sutura tulang tengkoraknya sudah menutup,
bisa dikatakan menutup terlalu cepat. Istilah medis untuk penutupan sutura ini
disebut craniosynostosis. Craniosynostosis sering menimbulkan kelainan bentuk
tengkorak (skull) (Raj dan Amy, 2010).
B. Anatomi
Tengkorak disusun dari beberapa tulang yang saling bersendi pada sendi
yang tidak bergerak disebut sutura. Jaringan ikat di antara tulang-tulang disebut
ligamentum sutura. Tulang-tulang tengkorak dapat dibedakan dalam cranium dan
wajah. Calvaria adalah bagian atas dari cranium, dan basis cranii adalah bagian
paling bawah dari cranium (Snell, 2006).
Tulang tengkorak terdiri atas tabula eksterna dan tabula interna dari
substantia compacta tulang dan dipisahkan oleh selapis substantia spongiosa yang
disebut diploe. Tabula interna lebih tipis dan lebih rapuh daripada tabula eksterna.
Tulang-tulang ini diliputi dari permukaan luar dan dalam oleh periosteum (Snell,
2006).
Cranium terdiri dari tulang-tulang berikut ini, dua diantaranya berpasangan:
- Os. Frontale 1
- Os. Parietale 2
- Os. Occipital 1
- Os. Temporal 2
- Os. Sphenoidal 1
2
- Os. Ethmoidal 1
Tulang-tulang wajah terdiri atas tulang-tulang berikut ini, dua diantaranya
adalah tunggal:
- Os. Zygomaticum 2
- Os. Maxilla 2
- Os. Nasale 2- Os. Lacrimale 2- Os. Vomer 1- Os. Palatinum 2- Os. Concha nasalais inferior 2- Os. Mandibula 1
Gambar 1. Anatomi Tengkorak(http://www.britannica.com/EBchecked/topic/547812/skull)
3
C. Gejala Klinis
Kelainan primer pertumbuhan tengkorak dan deformitas tengkorak sekunder atas
lesi intrakranial atau gangguan perkembangan otak harus dibedakan.
Kraniosinostosis adalah kelainan primer pertumbuhan kranial dan biasanya
menunjukkan gejala berikut:
1. deformitas tengkorak
2. peninggian TIK
3. tanda okuler
4. retardasi mental
5. gangguan motor
6. sindaktili yang menyertai
Deformitas kranial yang menyertai dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok:
(1) deformitas kranial sekunder terhadap lesi yang meluas intrakranial
(hidrosefalus, lesi yang meluas difus, dan tumor atau sista, lesi yang meluas
terbatas) dan (2) deformitas kranial sekunder terhadap lesi yang mengurangi
volume kandung intrakranial (hipoplasia otak atau atrofi serebral dan hipoksia atau
infarksi).
Diferensiasi jenis mikrosefalik kraniosinostosis dari mikrosefali primer dibuat
berdasar temuan klinis dari (1) peninggian TIK, (2) digital marking dan garis
sutura, dan (3) choked disc atau atrofi optik. Kraniosinostosis primer terjadi
sebelum lahir pada kebanyakan kasus, namun diagnosisnya sulit karena ukuran
yang kecil dari deformitas cranial saat lahir. Berat otak menjadi dua kali pada usia
delapan bulan dan tiga kali saat dua tahun, dan deformitas tengkorak paling jelas
pada tahap tersebut. Birth molding adalah deformitas kranial yang tampak saat lahir
dan biasanya hilang dalam seminggu. Positional molding terjadi bila kepala tetap
pada posisi yang sama dan jangan disalahdiagnosiskan dengan sinostosis lamdoid.
D. Klasifikasi
Istilah kraniosinostosis pertama diperkenalkan Virchow dan digunakan untuk
penutupan dini satu atau lebih sutura kranial. Pertumbuhan perpendikuler tulang
terhadap sutura yang terkena terganggu (teori Virchow). Keadaan ini biasanya tampak
saat lahir dan mungkin bersamaan dengan anomali lain.
4
Kraniosinostosis dapat dibagi dalam jenis primer dan sekunder. Kraniosinostosis
primer akibat dari abnormalitas intrinsik sutura kranial dan dapat diklasifikasikan
menurut sutura yang terkena. Delapan jenis memiliki bentuk yang khas:
Brakhisefali : kepala terkompres dan datar akibat penutupan dini sutura koronal
bilateral (sinostosis koronal).
Skafosefali : kepala memanjang dan sempit akibat penutupan dini sutura sagital
(sinostosis sagital).
Plagiosefali : kepala tak seimbang atau serong akibat penutupan dini sutura
koronal unilateral.
Trigonosefali : Kening segitiga atau sempit akibat penutupan dini sutura frontal
atau metopik.
Oksisefali, akrosefali, turrisefali : kapala runcing atau menjulang akibat
penutupan dini semua sutura.
Kraniosinostosis paling sering adalah sinostosis sagital, diikuti sinostosis koronal. Ada
perbedaan kelamin; rasio laki/wanita adalah 4:1 pada sinostosis sagital dan 2:3 pada
sinostosis koronal.
1. Brakhisefal
Brakhisefali merupakan jenis dari sinostosis koronal yang biasanya unilateral dan
menyumbang sekitar 18% dari craniosynostosis. Angka kejadian pada wanita lebih
banyak dibandingkan pada laki-laki. Deformitas sering kali berisi punggungan
supraorbital dan frontal tulang sehingga mempengaruhi posisi orbit, sehingga
penyimpangan luar dari orbit di sisi abnormal dan amblyopia. Bilateral koronal
synostosis menghasilkan brachycephaly dengan dahi lebar dan pipih dan lebar
tengkorak, menyempitnya. Kedalaman orbital sering menurun, sehingga exorbitism.
5
2. Skafosefali
Skafosefali merupakan kelainan dimana kepala memanjang dan sempit akibat
penutupan dini sutura sagital. Synostosis sagital adalah craniosynostosis paling umum,
dengan kelahiran prevalensi 1 dalam 5000. Synostosis sagital diidentifikasi dengan
karakteristik dolichocephaly atau scaphocephaly (yaitu perahu berbentuk tengkorak,
terdapat pengurungan diameter biparietal dan peningkatan lingkar kepala). Kepala
yang memanjang dengan komandoisme frontal dan sebuah tonjolan tombol atau peluru
oksipital.
6
3. Plagiosefali
Merupakan kelainan dimana kepala tak seimbang atau serong akibat penutupan dini
sutura koronal unilateral.
Koronal synostosis menghasilkan plagiocephaly dengan karakteristik cekung merata dari
dahi dan margin supraorbital tinggi pada yang terkena dampak sisi dan komandoisme
tulang frontal pada sisi yang berlawanan. Deformitas sering kali berisi punggungan
supraorbital dan frontal tulang sehingga mempengaruhi posisi orbit, sehingga
penyimpangan luar dari orbit di sisi abnormal dan amblyopia.
4. Trigonosefali
Sutura metopic adalah sutura pertama yang menutup dan terjadi setelah kelahiran. Pada
trigonosefali terjadi penutupan prematur pada sutura ini, karakteristik menunjukkan
dahi dengan deformitas punggungan garis tengah metopic dari Komandoisme tulang
frontal pusat. Kasus-kasus langka dengan malformasi terkait lobus frontalis
berhubungan dengan keterbelakangan mental.
7
5. Oksisefali
Sebuah bentuk kepala pendek dan sempit merupakan ciri synostosis multisuture yang
paling sering terkena adalah sutura sagital dan koronal. Dalam beberapa kasus,
semua sutura terpengaruh kecuali sutura metopic, sehingga kondisi digambarkan
sebagai tengkorak Kleeblattschadel atau daun semanggi dengan frontal karakteristik
telescoping tengkorak disebut sebagai craniotelecephaly. ICP umumnya tinggi, dan
frekuensi keterbelakangan mental tinggi. Multisuture synostosis dengan ICP tinggi
harus dirawat pada diagnosis untuk menghindari kerusakan lebih lanjut neurologis.
Pembedahan harus dilakukan dengan tim kraniofasial termasuk seorang ahli bedah
saraf dan ahli bedah plastik.
8
Fusi sutura yang berhubungan dengan defek kongenital
Kebanyakan bayi dengan fusi sutura tengkorak tidak memiliki anomali pada bagian
tubuh lainnya. Pada sedikit kasus fusi sutura berelasi dengan sindrom yang berarti
kumpulan dari anomali kongenital yang tidak hanya terdapat pada tulang tengkorak.
Beberapa sindrom terkait dengan mutasi genetik dan keturunan. Berikut ini adalah
beberapa sindrom yang sering terkait dengan craniosynostosis:
1. Apert’s syndrome
Apert sindrom adalah penyakit genetik di mana lapisan antara tulang tengkorak
menutup lebih awal dari biasanya. Hal ini mempengaruhi bentuk kepala dan wajah.
Penyebab Apert sindrom dapat diturunkan melalui keluarga (warisan). Sindrom ini
diwariskan sebagai sifat dominan autosomal. Apert sindrom disebabkan oleh mutasi
pada gen yang disebut fibroblast growth factor receptor 2. Ini cacat gen
menyebabkan beberapa sutura tulang tengkorak menutup terlalu dini, kondisi yang
disebut craniosynostosis.
Gejala:
a. Penutupan awal sutura antara tulang tengkorak
b. Sering infeksi telinga
c. Fusi dari jari 2, 3, dan 4, yang sering disebut "tangan sarung tangan"
9
d. Gangguan pendengaran
e. Terlambat dalam penutupan soft spot di tengkorak bayi
f. Kemungkinan pengembangan, intelektual lambat (berbeda dari orang ke orang)
g. Mata menonjol
h. Gangguan pertumbuhan mid face
i. Kelainan rangka (anggota tubuh)
j. Pendek
k. Fusi dari jari kaki
2. Crouzon syndrome
Sindrom Crouzon adalah kelainan genetik yang ditandai oleh fusi prematur tulang
tengkorak tertentu (craniosynostosis). Fusi ini awal mencegah tengkorak dari tumbuh
normal dan mempengaruhi bentuk kepala dan wajah. Memiliki bentuk tengkorak
seperti sindrom apert dan seringkali pada mata lebih menonjol dan midface kecil
namun tidak ada keterlibatan tangan atau kaki. Titik lunak biasanya kecil atau hilang
sepenuhnya.
Banyak gejala dari Crouzon sindrom berasal dari fusi prematur tulang tengkorak.
Pertumbuhan abnormal tulang-tulang ini menyebabkan pelebaran, mata melotot dan
masalah penglihatan disebabkan oleh eye-socket dangkal, mata yang tidak
menunjukkan ke arah yang sama (strabismus); hidung berparuh, dan pertumbuhan
terhambat dari rahang atas. Selain itu, orang dengan sindrom Crouzon mungkin
memiliki masalah gigi dan gangguan pendengaran, yang kadang disertai dengan
kanal telinga sempit. Beberapa orang dengan sindrom Crouzon memiliki suatu
lubang di bibir dan langit-langit mulut (bibir sumbing dan langit-langit). Tingkat
keparahan dari tanda-tanda dan gejala bervariasi antara orang-orang yang terkena.
Orang dengan sindrom Crouzon biasanya memiliki kecerdasan normal.
10
3. Pfeiffer syndrome
Pfeiffer Syndrome adalah kelainan genetik yang ditandai dengan fusi prematur
tulang tengkorak tertentu (craniosynostosis). Fusi ini awal mencegah tengkorak dari
tumbuh normal dan mempengaruhi bentuk kepala dan wajah. Pfeiffer sindrom juga
mempengaruhi tulang di tangan dan kaki.
Banyak fitur wajah pada sindrom Pfeiffer akibat dari fusi prematur tulang tengkorak.
Pertumbuhan abnormal tulang-tulang ini menyebabkan mata menonjol dan kelopak
terbuka lebar, dahi tinggi, rahang atas kurang berkembang, dan hidung berparuh.
Lebih dari setengah dari semua anak dengan sindrom Pfeiffer memiliki gangguan
pendengaran, juga masalah gigi. Pada orang dengan sindrom Pfeiffer, ibu jari tangan
dan ibu jari kaki yang besar lebar dan membungkuk jauh dari jari lainnya. Jari sangat
pendek dan kaki (brakhidaktili) juga umum, dan mungkin ada beberapa anyaman
atau fusi antara jari (sindaktili).
Pfeiffer sindrom dibagi menjadi tiga subtipe. Tipe 1, juga dikenal sebagai sindrom
Pfeiffer klasik, memiliki gejala seperti dijelaskan di atas. Kebanyakan individu
dengan tipe 1 sindrom Pfeiffer memiliki kecerdasan normal dan jangka hidup yang
normal. Jenis 2 dan 3 adalah bentuk yang lebih parah sindrom Pfeiffer yang sering
melibatkan masalah dengan sistem saraf. Fusi prematur tulang tengkorak dapat
membatasi pertumbuhan otak, menyebabkan keterlambatan perkembangan dan
masalah neurologis lainnya. Tipe 2 dibedakan dari tipe 3 dengan kehadiran kepala
berbentuk daun semanggi, yang disebabkan oleh fusi lebih luas tulang pada
tengkorak.
11
4. Saethre-chotzen syndrome
Saethre-Chotzen sindrom adalah suatu kondisi genetik yang ditandai oleh fusi
prematur tulang tengkorak tertentu (craniosynostosis). Fusi ini awal mencegah
tengkorak tumbuh normal dan mempengaruhi bentuk kepala dan wajah.
Kebanyakan orang dengan Saethre-Chotzen mengalami penyatuan tulang tengkorak
sepanjang sutura koronal secara prematur, yaitu garis pertumbuhan yang berjalan di
atas kepala dari telinga ke telinga. Bagian lain dari tengkorak mungkin cacat juga.
Perubahan ini dapat mengakibatkan kepala berbentuk tidak normal, dahi yang tinggi,
garis rambut rendah frontal, kelopak mata murung (ptosis), jarak mata luas, dan
terdapat nasal bridge. Salah satu sisi wajah mungkin muncul tampak berbeda dari
yang lain (wajah asimetri). Kebanyakan orang dengan Saethre-Chotzen sindrom juga
memiliki telinga kecil berbentuk tidak biasa.
Tanda-tanda dan gejala-Saethre Chotzen sindrom sangat bervariasi, bahkan di antara
individu yang terkena dalam keluarga yang sama. Kondisi ini dapat menyebabkan
kelainan ringan pada tangan dan kaki, seperti fusi pada kulit antara jari kedua dan
ketiga masing-masing tangan dan ibu jari kaki yang besar atau ganda. Keterlambatan
perkembangan dan kesulitan belajar telah dilaporkan, meskipun kebanyakan orang
dengan kondisi ini memiliki kecerdasan yang normal. Tanda-tanda umum dan gejala
yang jarang muncul pada Saethre-Chotzen sindrom termasuk perawakan pendek,
kelainan tulang dari tulang belakang (vertebra), gangguan pendengaran, dan cacat
jantung.
Robinow-Sorauf sindrom adalah suatu kondisi dengan fitur serupa dengan Saethre-
Chotzen sindrom, termasuk craniosynostosis dan ibu jari kaki besar atau ganda. Hal
ini pernah dianggap sebagai gangguan yang berbeda, tetapi kini ditemukan hasil dari
12
mutasi pada gen yang sama dan sekarang dianggap sebagai varian ringan Saethre-
Chotzen sindrom.
Positional head deformities (no suture fusion)
Kelainan bentuk kepala akibat posisi ini dapat ditemukan dalam 40-90% jumlah bayi
baru lahir. Penyebab awal mungkin berhubungan dengan proses kelahiran (melewati
jalan lahir). Penyebab lain dari bentuk kepala posisional mungkin akibat kepala bayi
miring terus-menerus ke satu sisi (tortikolis).
E. Terapi
Dibutuhkan sebuah tim dari berbagai ahli untuk menangani kasus ini
diantaranya ahli bedah saraf pediatrik, ahli bedah plastik, dokter anak, dokter gigi,
ahli genetika, ahli THT, dokter mata, psychologis (Emily dan Howard, 2004).
Indikasi operasi adalah untuk mencegah penekanan dari otak, selain itu dari segi
kosmetik (Steven et al., 2010). Menurut Tennessee Craniofacial Center (1997),
waktu yang paling baik untuk melakukan operasi adalah ketika berumur 4 sampai 8
bulan. Periode ini mempunyai keuntungan: lebih mudah terjadi remodelling karena
tulang masih lunak, kecepatan pertumbuhan otak menguntukan remodeling tulang,
defek tulang sembuh dengan cepat. Sekitar 10%-20% pasien memerlukan operasi
kedua untuk mengoreksi deformitas kecil yang tersisa (Children’s Craniofascial
Association, 2005).
Teknik operasi (Steven et al, 2010)
o Sagital synostosis
13
o Coronal synostosis
o Metopic synostosis
14
F. Simpulan
Dengan memahami embriologi normal, variasi morphologi, karakteristik,
tipe dan waktu terjadinya kelainan akan membantu mengenali kelainan skull yang
terjadi. Hal ini penting untuk diketahui secara dini sehingga penanganan yang
diberikan tidak terlambat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2012. Saethre-Chotzen Syndrome. Genetic Home Reference: USA.
http://ghr.nlm.nih.gov/condition/crouzon-syndrome
Anonym. 2012. Pfeiffer Syndrome. Genetic Home Reference: USA.
http://ghr.nlm.nih.gov/condition/pfeiffer-syndrome
Anonym. 2012. Crouzon Syndrome. Genetic Home Reference: USA.
http://ghr.nlm.nih.gov/condition/crouzon-syndrome
Children’s Craniofascial Association. 2005. A Guide to Understanding Craniosynostosis.
Diakses Tanggal 30 April 2012.
Emily B. Ridgway, MD, Howard L. Weiner, MD. 2004. Skull deformities. Pediatr Clin N Am 51 : 359 – 387
Gruss JS, Ellenbogen RG, Whelan MF. Lambdoid synostosis and posterior plagiocephaly.
Harold Chen. 2011. Genetics of Crouzon Syndrome.
http://emedicine.medscape.com/article/942989-overview
In: Lin KY, Ogle RC, Jane JA, editors. Craniofacial surgery: science and surgical
technique. Philadelphia: WB Saunders; 2002
Kinsman SL, Johnston MV. Congenital anomalies of the central nervous system. In:
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007:chap 592.
Raj D. S., Amy K. 2010. Pediatric Craniosynostosis. Emedicine Medscape. Diakses
Tanggal 30 April 2012.
Snell R. S. 2006. Clinical Anatomy for medical Student. Jakarta: EGC, p: 740.
16
Steven R. B., Karin M.M., Carolyn W., Laura Z. 2010. Craniposynostosis & Craniofacial
Surgery: A Parent’s Guide. Department of Surgery University of Michigan.
Tennessee Craniofacial Center. 1997. Craniosyostosis. Erlanger Health System. 1 (800)
418-3223.
Vogels A., Fryns J. P. Pfeiffer syndrome. Belgium: Orphanet J Rare Dis. 2007. 1: 19.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1482682/
17