stereotactic radiosurgery pada skull base tumor
TRANSCRIPT
287
23
Stereotactic Radiosurgery Pada Skull Base Tumor
1Rima Novirianthy, 2Henry Kodrat
1Bagian Radiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh 2Fakultas Kedokteran, Universitas Pelita Harapan, Jakarta
Abstrak
Skull base tumor merupakan suatu tantangan bagi klinisi, terutama terkait
dengan penatalaksanaannya. Hal ini disebabkan karena dasar tengkorak
merupakan area yang sulit dilakukan pendekatan secara pembedahan dan
memiliki banyak struktur kritis di sekitarnya. Stereotactic
radiosurgery dapat menjadi pilihan pada skull base tumor, baik itu
sebagai terapi primer, pada pasien yang tidak dapat dilakukan tindakan
pembedahan atau menolak tindakan pembedahan, maupun sebagai terapi
ajuvan pasca tindakan pembedahan. Stereotactic radiosurgery terbukti
dapat mengontrol pertumbuhan tumor dengan efek samping yang
minimal.
Kata Kunci: stereotactic radiosurgery, skull base tumor
288
Pendahuluan
Skull base tumor adalah tumor yang muncul di dasar tengkorak,
baik itu berasal dari struktur dasar tengkorak itu sendiri, struktur
neurovaskuler, meningen, maupun dari luar tengkorak yang menjalar ke
dasar tengkorak. Beberapa skull base tumor yang sering dijumpai antara
lain: meningioma, adenoma hipofisis, kraniofaringioma, dan schwanoma
vestibular. Secara histologi Skull base tumor umumnya bersifat jinak
meskipun juga terdapat jenis ganas.
Gejala pada skull base tumor bervariasi tergantung lokasi dan
jenis tumornya. Gejala umumnya disebabkan kompresi ke jaringan saraf
sekitarnya dan hanya dapat berkurang bila kompresi tersebut dihilangkan.
Penatalaksaan utama skull base tumor adalah pembedahan. Namun
pembedahan pada tumor ini sulit dilakukan dan beresiko karena terdapat
banyak struktur kritis di daerah ini.
Tabel 1. Klasifikasi skull base tumor
Tempat asal tumor Jenis Patologi Struktur neurovaskuler dan meningen basalis Meningioma
Schwanoma Adenoma hipofisis Kraniofaringioma Paraganglioma Hemangioperisitoma
Basis kranii Chordoma Kondrosarkoma Osteosarkoma Plasmasitoma Metastasis
Subkranial dengan ekstensi ke atas Karsinoma sinonasal Neuroblastoma olfaktorius
289
Angiofibroma juvenile Karsinoma nasofaring Karsinoma adenoid kistik Sarkoma
Stereotactic radiosurgery adalah suatu teknik radioterapi dimana
radiasi dosis tinggi diberikan secara tepat dan konformal pada target
intrakranial sehingga menghasilkan respon radiobiologi yang diinginkan
dengan meminimalkan dosis pada jaringan normal di sekitarnya.
Stereotactic berasal dari bahasa Yunani “stereos” berarti solid dan
“taxis” berarti pengaturan atau urutan orientasi. Sehingga bisa
disimpulkan prinsip stereotactic radiosurgery adalah imobilisasi pasien,
akurasi target, pemberian dosis radiasi yang tinggi dan distribusi dosis
yang heterogen dengan gradient dosis yang curam (rapid fall-off).
SRS dapat dilakukan dengan peralatan GammaKnife® atau linear
accelerator khusus yang memiliki spesifikasi pendukung. GammaKnife
menggunakan 201 sumber cobalt-60 terkolimasi.
Gambar 1. Pesawat GammaKnife
Stereotactic radiosurgery (SRS) menyiratkan pemberian radiasi
tunggal dengan dosis besar, yang bersifat tumorisidal, ablatif dan/atau
290
menyebabkan sclerosis pembuluh darah. SRS dapat menghambat
pertumbuhan tumor dan regresi tumor terjadi karena proses kematian sel.
Tumor growth control diperoleh pada > 90% pasien skull base tumor
dengan histologi jinak. Selain itu tumor jinak juga cenderung menyusut
perlahan-lahan selama bertahun-tahun setelah tindakan SRS. Oleh karena
SRS bersifat hanya menghambat pertumbuhan tumor, skull base tumor
dengan gejala neurologik yang disebabkan karena kompresi saraf harus
dilakukan terapi dengan pembedahan terlebih dahulu.
Stereotactic radiosurgery pada Skull base tumor
a. Meningioma
Meningioma mewakili kira-kira 15% dari neoplasma intra kranial
pada orang dewasa. Reseksi bedah merupakan pengobatan terpilih ketika
pengangkatan tumor total dapat dilakukan dengan morbiditas yang dapat
diterima. Reseksi tumor total mungkin pada 38 -80% dari penderita,
tergantung dari lokasi tumor primer. Lokasi meningioma yang
berdekatan antara dengan struktur neurovaskuler penting menyebabkan
reseksi komplit menjadi sulit tercapai.
SRS menjadi alternatif pada pasien dengan meningioma ukuran
kecil sampai sedang. Studi retrospektif oleh Pollock dkk mendapatkan
progression free survival setelah tindakan SRS sebanding dengan reseksi
meningioma Simpson grade 1 pada pasien dengan meningioma ukuran
kecil sampai sedang dan memberikan kontrol tumor yang lebih superior
pada pasien dengan grade 2 atau grade 3-4. Duma dkk melaporkan 34
pasien meningioma sinus kavernosus yang dilakukan SRS, didapatkan
regresi tumor pada 56% pasien. Tidak dijumpai satu pun pasien yang
mengalami endokrinopati atau parese otot ekstraokuli. Sehingga bisa
291
disimpulkan SRS dapat menjadi alternatif dari microsurgery pada
meningioma sinus kavernosus ukuran kecil – moderat.
Gambar 2. SRS pada meningioma cerebellopontine angle, dosis 12 Gy
b. Neuroma Akustik
Neuroma Akustik (juga dikenal sebagai Schwannoma Vestibular)
merupakan tumor jinak intrakranial ekstra aksial yang berkembang dari
saraf kranial ke delapan, yaitu berasal dari sel schwann pada selaput
myelin dari bagian vestibular dari saraf tersebut. Neoplasma yang
tumbuh lambat ini umumnya berasal dari canalis auditorius internal dan
meluas ke meatus acusticus internal ke sudut cerebellopontine.
Gejala yang umumnya muncul pada tumor ini pada umumnya
adalah kehilangan pendengaran unilateral (90%) dan kadang disertai
tinnitus. Pasien juga dapat mengalami vertigo serta gangguan nervus
trigeminal dan fasialis. Lebih dari 90% dari tumor bersifat unilateral.
Pilihan pengobatan untuk neuroma akustik termasuk observasi,
microsurgery, SRS dan SRT. Strategi watchful waiting penting untuk
dipertimbangkan karena neuroma akustik adalah tumor yang tumbuh
292
lambat dan bahkan ada yang dilaporkan dengan pengecilan spontan.
Akan tetapi, laporan mengenai penurunan fungsi neurologis selama terapi
konservatif mengakibatkan pilihan ini hanya diperuntukkan bagi pasien
dengan ukuran tumor sangat kecil (<7mm) dan asimptomatis.
Reseksi bedah telah digunakan secara luas sebagai pengobatan
dari neuroma akustik. Kontrol lokal yang dilaporkan sangat baik, namun
tergantung ukuran tumor. Reseksi yang komplit memberikan kontrol
lokal yang baik namun resiko kehilangan pendengaran dan cedera saraf
fasialis yang bermakna.
Gambar 3. SRS pada neuroma akustik, dosis 12,5 Gy
Karpinos dkk melaporkan angka neuropati trigeminal atau fasialis
yang rendah dan durasi rawat inap yang rendah pasca SRS dibandingkan
microsurgery. Selain itu SRS juga memberikan preservasi fungsi
pendengaran yang lebih baik dibandingkan microsurgery. Sehingga SRS
dapat menjadi alternatif microsurgery. Pada studi yang dilakukan oleh
Flickinger dkk didapatkan berhentinya pertumbuhan tumor dan
preservasi pendengaran dan morbiditas saraf trigeminal dan fasialis yang
293
minimal setelah dilakukan SRS pada neuroma akustik dengan dosis
perifer 12 – 13 Gy.
c. Adenoma Hipofisis
Gambar 4. Hipofisis dan jaringan di sekitarnya
Adenoma hipofisis merupakan tumor jinak dari adenoma
hypofisis dan mewakili 10%-20% dari semua tumor intrakranial pada
orang dewasa. Tumor ini dapat menyebabkan defek lapangan pandang,
hipopituitarisme dan gejala neurologis yang lain. Adenoma yang
fungsional dapat menyebabkan gangguan metabolik karena hipersekresi
dari hormon hipofisis yang dapat mengancam nyawa ketika terjadi
hipersekresi berat. Reseksi trans-sfenoid merupakan terapi pilihan dari
non prolactin-secreting microadenoma. Terapi agonist seperti
bromokriptin atau carbegoline biasanya digunakan untuk mengontrol
prolactin-secreting microadenoma.
SRS telah digunakan untuk mengobati pasien dengan adenoma
hipofisis selama lebih dari 30 tahun. Tujuan SRS pada adenoma hipofisis
adalah untuk mencegah pertumbuhan lanjut tumor Beberapa studi
294
mencatat lebih dari 95% pasien dengan adenoma hipofisis mengalami
pengecilan tumor atau lesi yang menetap setelah SRS. Remisi secara
biokimia terjadi pada kira-kira 80% pasien dengan adenoma hipofisis
yang mensekresi hormon. Waktu untuk fungsi endokrin berfungsi normal
berkisar 1 sampai 5 tahun. Landolt pertama melaporkan bahwa tingkat
sekresi hormon sekresi menurun secara cepat setelah SRS dengan
Gamma Knife dibandingkan radiasi konvensional.
SRS telah dipakai secara luas pada adenoma hipofisis karena
kemampuannya untuk memberikan fraksi tunggal secara aman dan untuk
mengurangi dosis ke struktur normal kritis. Namun SRS tidak dapat
mengobati lesi yang menempel atau melibatkan kiasma optikum atau
saraf optik. Dalam kondisi ini, radioterapi stereotactic terfraksinasi
dengan dosis konvensional dapat menjadi pilihan.
Karena efek dari SRS bertahap dibandingkan dengan reseksi
bedah, reseksi bedah merupakan pengobatan terpilih untuk tumor besar
yang mengakibatkan hilangnya penglihatan atau pasien dengan penyakit
Cushing atau acromegaly simptomatis. Akan tetapi SRS efektif untuk
pasien adenoma hipofisis dengan residu tumor atau kekambuhan setelah
reseksi bedah, atau pada pasien yang dipertimbangkan memiliki resiko
tinggi untuk prosedur bedah.
Efek samping jangka-panjang dari SRS jarang terjadi, kecuali
hipofungsi dari kelenjar hipofisis. Gangguan penglihatan setelah SRS
jarang terjadi apabila dosis maksimum ke saraf mata dibawah 10 Gy.
295
Gambar 5. Distribusi dosis SRS pada pasien Adenoma hipofisis makroskopik, dosis di tepi tumor 15 Gy (garis kuning), dosis kiasma optikus di bawah 8 Gy
(garis hijau)
d. Kraniofaringioma
Kraniofaringioma biasanya tumbuh lambat, ekstra-
aksial,mempunyai epitel skuamosa, dan kadang-kadang berupa tumor
kistik dengan komponen kalsifikasi yang berasal dari sisa duktus
kraniofaringeal dan atau Rathke cleft. Walaupun kraniofaringioma
merupakan tumor dengan gambaran histologi jinak, tetapi dapat menjadi
agresif, karena tumor ini dapat menginfiltrasi ke struktur jaringan
sekitarnya. Penatalaksanaan bersifat individual tergantung dari gejala
yang muncul dari setiap pasien. Pilihan penatalaksanaan terbaik adalah
reseksi tumor komplit. Pilihan dari pendekatan bedah ditentukan oleh
lokasi tumor primer dan pola penyebaran tumor. Tumor yang menempel
ke struktur vaskuler di sekelilingnya merupakan penyebab yang paling
sering dari pengangkatan tumor inkomplit. Walaupun dengan
pengangkatan total, kraniofaringioma sering kambuh dan memerlukan
penatalaksanaan tambahan. SRS telah digunakan sebagai pendekatan
minimally invasive untuk penatalaksanaan dari kekambuhan
kraniofaringioma atau jika ada residu.
Studi retrospektif oleh Niranjan dkk didapati kesimpulan bahwa
kontrol tumor lokal 5 tahun dengan SRS sama dengan radioterapi
konformal; akan tetapi potensi resiko dari efek samping akut atau lambat,
296
termasuk efek samping endokrin, visual dan kognitif lebih rendah pada
SRS. SRS juga dapat digunakan sebagai terapi utama setelah biopsi pada
pasien dengan tumor berukuran kecil pada lokasi kritis yang
dihubungkan dengan resiko pembedahan yang tinggi. Pada kasus
campuran tumor solid dan kistik, hasilnya akan lebih baik jika komponen
kistik dan solid secara komplit dilingkupi oleh dosis radiasi.
e. Ekstensi dari Subkranial
Ekstensi dari subkranial umumnya berasal dari karsinoma
sinonasal, neuroblastoma olfaktori, angofibroma juvenil, karsinoma
nasofaring, maupun primer lainnya. Ekstensi kelainan tersebut ke dasar
tengkorak, baik itu rekurensi, maupun metastasis, merupakan masalah
yang sulit. Hal tersebut dikarenakan akses yang sulit untuk pembedahan,
respon yang jelek terhadap kemoterapi serta telah mendapatkan radiasi
lengkap. Pada keadaan seperti ini, SRS dapat menjadi pilihan karena
memerikan kontrol lokal yang baik serta mengurangi gejala yang diderita
pasien dengan morbiditas yang dapat diterima. Cmelak dkk melakukan
SRS pada 59 kasus lesi metastasis pada basis kranii dan mendapatkan
SRS dapat menjadi pilihan modalitas dengan respon terapi yang baik.
Daftar Pustaka
1. Flickinger JC, Niranjan A. Stereotactic radiosurgery and Radiotherapy. In: Halperin EC, Perez CA, Brady LW, ed. Principle and Practice of Radiation Oncology 5th ed. Philadephia: Lipincott Williams & Wilkins, 2008; p. 378-388.
2. Roberge D, Menard C, Bauman G, Chan A, Mulroy L et al. Radiosurgery scope of practice in Canada: A report of the Canadian association of radiation oncology (CARO) radiosurgery advisory committee. Radiother Oncol 2010; 95: 123-128.
297
3. Murphy ES, Suh JH. Radiotherapy for vestibular Schwanommas: A critical review. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2011; 79: 985-997.
4. Pollock BE, Stafford SL, Utter A, Giannini C, Schreiner SA. Stereotactic radiosurgery provides equivalent tumor control to Simpson Grade 1 resection for patients with small- to medium-size meningiomas. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2003; 55: 1000-1005.
5. Lim KHC, Lo SS. Pituitary Tumors. In: Brady LW, Lu JJ, ed. Decision Making in Radiation Oncology volume 2. Berlin, Springer, 2011; p. 924-940.
6. Kopp C, Fauser C, Muller A, Astner ST, Jacob V, Lumenta C et al. Stereotactic fractionated radiotherapy and linac radiosurgery in the treatment of vestibular schwanomma – report about both stereotactic methods from a single institution. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2011; 80: 1485-1491.
7. Karpinos M, The BS, Zeck O, Carpenter LS, Phan C et al. Treatment of acoustic neuroma: Stereotactic radiosurgery vs. microsurgery. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2002; 54: 1410-1421.
8. Flickinger JC, Kondziolka D, Niranjan A, MaitzA, Voynov G et al. Acoustic neuroma radiosurgery with marginal tumor doses of 12 to 13 Gy. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2004; 60: 225-230.
9. Radiosurgery Practice Guidelines Initiative. Stereotactic radiosurgery for Patients with Vestibular Schwanomma. Radiosurgery Practice Guideline Report #4-06. International Radio Surgery Association, May 2006.
10. Snead FE, Amdur RJ, Morris CG, Mendenhall WM. Long–term outcomes of radiotherapy for pituitary adenomas. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2008; 71: 994-998.
11. Pollock BE. Radiosurgery for pituitary adenoma. In: Szeifert GT, Kondziolka D, Levivier M, Lunsford LD, ed. Radiosurgery and pathological fundamentals. Prog Neurol Surg. Basel: Karger 2007; 20: 164-171.
12. Choi WH, Biagoli MC. Pituitary Tumors. In: Brady LW, Lu JJ, ed. Radiation Oncology: An Evidence-Based Approach. Berlin: Springer, 2008; p. 501-509.
13. Radiosurgery Practice Guidelines Initiative. Stereotactic radiosurgery for Patients with Pituitary Adenoma. Radiosurgery Practice Guideline Report #3-04. International Radio Surgery Association, April 2004.
14. Niranjan A, Kano H, Manthieu D, Kondziolka D, Flickinger JC e al. Radiosurgery for craniopharyngioma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2010; 78: 64-71.
15. Parsa AT, Bruce JN. Pineocytoma. In: Berger MS, Prados MD, editors. Textbook of Neuro-Oncology. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005, 240-247.
298
16. Lunsfold LD, Witt TC, Kondziolka D, Flickinger JC. Stereotactic radiosurgery of anterior skull base tumor. Clin Neurosurg 1995, 42:99-118.
17. Cmelak AJ, Cox RS, Adler JR, Fee WE, Goffinet DR. Radiosurgery for skull base malignancies and nasopharyngeal carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1997; 37: 997-1003.
18. Duma CM, Lunsford LD, Douglas MD, Harsh GR. Stereotactic radiosurgery of cavernous sinus meningiomas as an addition or alternate. Neurosurg1993, 32: 699-705.
19. McHaffie DR, Khuntia D, Suh JH, Tome W, Mehta MP. Stereotactic irradiation: Linear accelerator and gamma knife. In: Gunderson LS, Tepper JE, ed. Clinical Radiation Oncology 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012, 331-344.
20. Plowmann PN. Pituitary radiotherapy. In: Hay ID, Wass JA, editors. Clinical Endocrine Oncology 2nd ed. Oxford: Blackwell; 2008, 231-236.