refleksi kasus forensik dea

26
LAPORAN REFLEKSI KASUS STASE ILMU FORENSIK Disusun Oleh : Dea Lita Barozha, S.ked FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG Page 1

Upload: deabarozha

Post on 15-Jul-2016

47 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dea

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus Forensik Dea

LAPORAN REFLEKSI KASUS

STASE ILMU FORENSIK

Disusun Oleh :

Dea Lita Barozha, S.ked

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

2016

Page 1

Page 2: Refleksi Kasus Forensik Dea

FORM REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

______________________________________________________________________________

Nama dokter muda : Dea Lita Barozha

Stase : Ilmu Forensik

Identitas Pasien

Nama / Inisial : Ny. W No Surat Visum :379/VER/4.13/III/2016

Umur : 43 tahun Jenis kelamin :Perempuan

Diagnosis/ kasus : Vulnus Excoriatum/Kekerasan Fisik dalam Rumah Tangga

Jenis Refleksi:

a. Ke-Islaman*

b. Etika/ moral

c. Medikolegal

d. Sosial Ekonomi

e. Aspek lain

Form uraian

1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang

diambil ).

Satu hari sebelum Ny. DS (korban) memeriksakan diri ke Rumah Sakit, korban telah

melakukan pengintaian di rumah kos Tn.P (suami korban) di Teluk tanggal 12

Desember 2015. Kemudian pada tanggal 13 desember 2015 pukul 07.30 WIB Ny. W

mengintai kembali rumah kos Tn.P dan melihat motornya berada di kos. Kebetulan

Tn.P hari tersebut sedang libur. Ny. W keluar dari gang rumah kos Tn.P untuk pergi

bekerja. Saat itu, Ny. W melihat perempuan yang diduga teman selingkuh Tn.P

datang dan masuk ke kamar kosnya di lantai 2. Ny.W menghubungi temannya untuk

menjadi saksi. Ketika temannya datang, Ny. W sedang dianiaya di depan kamar kos

Tn.P.

Ny.W pada hari Sabtu 13 Oktober 2016 berobat ke RS dan selanjutnya Ny. W

Page 2

Page 3: Refleksi Kasus Forensik Dea

melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak kepolisian Resor Kota Bandar Lampung.

Ny.W diduga telah menjadi korban kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang

diduga dilakukan oleh suaminya yang bernama Tn.P dengan cara Ny.W dijambak,

dipukul, diinjak dengan menggunakan tangan kosong. Pada korban ditemukan :

a. Pada pipi kanan atas, dua centimeter garis pertengahan depan dan dua

centimeter dibawah sudut mata kanan teraba benjolan disertai memar warna

merah keunguan dengan diameter dua koma lima centimeter

b. Pada lengan bawah kiri sisi depan, tiga centimeter dari lipat siku terdapat tiga

luka lecet dengan ukuran masing-masing sepanjang satu setengah centimeter,

dua sentimeter dan satu setengah sentimeter

c. Pada punggung atas sisi kanan, lima centimeter dibawah puncak bahu dan 3

centimeter dari garis pertengahan belakang, teraba benjolan disertai memar

berwarna merah keunguan dengan diameter dua centimeter.

2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus

Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus meningkat dari tahun ke

tahun (Gumelar, 2011). Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang tak

pernah habis dibahas karena meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari

Internasional sampai pada tingkat nasional belum mampu menekan angka kasus

Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi.

Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada awal tahun 2004 menunjukkan

peningkatan serius dalam jumlah kasus kekerasan berbasis gender yang menimpa

perempuan. Pada tahun 2001 terdapat 3.169 kasus yang dilaporkan ke lembaga

pengada layanan tersebut.Pada tahun 2002 angka itu meningkat menjadi 5.163 kasus

dan tahun 2003 terdapat 5.934 kasus. Sedangkan tahun 2006, catatan dari Ketua

Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Kamala Chandrakirana menunjukkan

kekerasan terhadap perempuan (KTP) sepanjang tahun 2006, mencapai 22.512

kasus, dan kasus terbanyak adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga sebanyak

16.709 kasus atau 76%. Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke

tahun Kekerasan Dalam Rumah Tangga cenderung meningkat karena kekerasan

yang dihadapai perempuan juga meningkat.

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang

Page 3

Page 4: Refleksi Kasus Forensik Dea

berarti"anggota" "kelompok kerabat". Keluarga inti (“nuclear family”) terdiri dari

ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Menurut UU No. 23 Tahun 2002, keluarga adalah

unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan

anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam

garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. Kekerasan adalah

perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun

dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang

merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikendaki oleh korban.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau biasa juga disebut sebagai kekerasan

domestik (domestic violence) merupakan suatu masalah yang sangat khas karena

kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada semua lapisan masyarakat mulai dari

masyarakat berstatus sosial rendah sampai masyarakat berstatus sosial

tinggi.Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan, apakah istri atau anak

perempuan dan pelakunya biasanya ialah suami (walaupun ada juga korban justru

sebaliknya). Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan

perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan

secara fisik, seksual, psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan

atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan

umum atau dalam kehidupan pribadi (POLRI, 2005).

Di sebagian besar masyarakat Indonesia, KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah

Tangga belum diterima sebagai suatu bentuk kejahatan.Artinya penanganan segala

bentuk kekerasan dalam rumah tangga hanya menjadi urusan domestik setiap

keluarga saja, dan Negara dalam hal ini tidak berhak campur tangan ke lingkup

intern warga negaranya. Namun, dengan berjalannya waktu dan terbukanya pikiran

kaum wanita Indonesia atas emansipasi, akhirnya sudah mulai muncul titik

terangnya yaitu disusunnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga. Namun masih banyak kasus KDRT yang bergulir

sebagaimana kasus fenomena yang terselubung.Ketertarikan pemilihan kasus ini

terkait dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidaklah mudah karena

pemerintah berhadapan dengan akar budaya tradisonal patriarki yang membawa

dampak kepada marginalisasi, diskriminasi dan sub-ordinasi kaum perempuan dan

Page 4

Page 5: Refleksi Kasus Forensik Dea

anak-anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Refleksi dari aspek etika moral /medikolegal/ sosial ekonomi beserta penjelasan

evidence / referensi yang sesuai *

Semakin besarnya peranan lembaga-lembaga sosial atau WCC dalam

menanamkan kesadaran akan hak dan memberikan pendampingan serta perlindungan

kepadakorban kasus KDRT dipengaruhi oleh lahirnya peraturan perundang-

undangan di Indonesia.

Lahirnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Peraturan

Pemerintah No. 4Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan

Korban KDRT, Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional

Terhadap Perempuan, Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban, dan peraturanperundangan lainnya yang memberikan tugas dan

fungsi kepada lembaga-lembaga yangterkoordinasi memberikan perlindungan hukum

terhadap kasus KDRT dan termasuklembaga-lembaga sosial yang bergerak dalam

perlindungan terhadap perempuan. Bahkandalam rencana pembentukan peraturan

perundang-undangan tersebut tidak terlepas dari peranlembaga sosial.

A. Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

RumahTangga

Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

dalam RumahTangga yang selanjutnya disebut sebagai UU PKDRT diundangkan

tanggal 22 September2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 No. 95. Fokus UU PKDRTini ialah kepada upaya pencegahan,

perlindungan dan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga.UU PKDRT

Pasal 3 menyebutkan Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

dilaksanakanberdasarkan :

a. Penghormatan hak asasi manusia

b. Keadilan dan kesetaraan gender

c. Nondiskriminasi

d. Perlindungan korban.

Page 5

Page 6: Refleksi Kasus Forensik Dea

UU PKDRT Pasal 4 menyebutkan Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

bertujuan :

a. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga

b. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga

c. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga

d. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

B. Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan

terhadapPerempuan

Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti

Kekerasanterhadap Perempuan yang selanjutnya disebut sebagai Perpres Komnas

Perempuan ialahmerupakan penyempurnaan Keputusan Presiden No. 181 Tahun

1998 tentang KomisiNasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Perpres

Komnas Perempuan Pasal 24 telahmencabut dan menyatakan tidak berlaku

Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang KomisiNasional Anti Kekerasan terhadap

Perempuan. Komnas Perempuan ini dibentuk berdasarkan prinsip negara hukum

yang menyadaribahwa setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan

salah satu bentukpelanggaran atas hak-hak asasi manusia sehingga dibutuhkan

satu usaha untuk mencegah danmenanggulangi terjadinya kekerasan terhadap

perempuan.

Ketentuan Pidana

Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-undang

RepublikIndonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT sebagai

berikut :UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44

1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah

tanggasebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana

penjara palinglama 5 (Lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,-

(Lima belas juta rupiah).

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

korbanjatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun atau

denda palingbanyak Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).

3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan

Page 6

Page 7: Refleksi Kasus Forensik Dea

matinyakorban, dipadana penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau denda

paling banyakRp45.000.000,-(Empat puluh lima juta rupiah).

4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami

terhadapisteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untukmenjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-

harian,dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda

paling banyakRp 5.000.000,-(Lima juta rupiah).

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 45

1. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga

sebagaimanadimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara

paling lama3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta

rupiah).

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami

terhadapisteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untukmenjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian atau kegiatan sehari-hari,

dipidanakan penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak

Rp3.000.000,-(Tiga juta rupiah).

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana

dimaksud dalamPasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua

belas) tahun atau dendapaling banyak Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah).

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 47

Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya

melakukanhubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana

dengan pidanapenjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama

15 (lima belas) tahunatau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00-(dua belas juta

rupiah) atau paling banyak Rp300.000.000,00-(tiga ratus juta rupiah).

UU Nomor UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 48

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan 47

mengakibatkan korbanmendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh

Page 7

Page 8: Refleksi Kasus Forensik Dea

sama sekali, mengalami gangguandaya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya

selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1(satu) tahun tidak berturut-turut, gugur

atau matinya janin dalam kandungan, ataumengakibatkan tidak berfungsinya alat

reproduksi, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan pidana

penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda palingsedikit Rp 25.000.000,00-

(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00-(lima ratus juta

rupiah).

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 49

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling

banyak Rp15.000.000,00-(lima belas juta rupiah), setiap orang yang:

a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana

dimaksuddalam Pasal 9 ayat (1);

b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 50

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan

pidanatambahan berupa :

a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari

korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari

pelaku;

b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga

tertentu.

Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Pemulihan korban berdasarkan kepada Undang-undang No. 23 tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga :

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 39

Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:

a. Tenaga kesehatan;

b. Pekerja sosial;

c. Relawan pendamping; dan/atau

d. Pembimbing rohani.

Page 8

Page 9: Refleksi Kasus Forensik Dea

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 40

a. Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya

b. Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan

danmerehabilitasi kesehatan korban.

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 42

Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial,

relawanpendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama.

Yang dimaksud dengan upaya pemulihan korban Peraturan Pemerintah RI

No. 4 Tahun2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban

Kekerasan dalam RumahTangga pada Pasal 1 ayat 1 ialah :

“Segala upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih

berdaya baiksecara fisik maupun psikis”.

PP PKPKKDRT Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan pemulihan

ialah:Segala tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan korban KDRT.

PP PKPKKDRT Pasal 2 ayat 1 menyebutkan :

Bahwa penyelenggaraan pemulihan terhadap korban dilaksanakan oleh instansi

pemerintahdan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan

fungsi masing-masing,termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk

pemulihan korban. Hal yang samadisebutkan dalam PP RI Pasal 19 yang

menyebutkan :

Untuk penyelenggaraan pemulihan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan

tugasdan fungsi masing-masing dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau

lembagasosial, baik nasional maupun internasional yang pelaksanaannya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari ketentuan ini, lembaga sosial mendapat kesempatan untuk berperan dalam

melakukanupaya pemulihan korban KDRT.

PP PKPKDRT Pasal 4 menyebutkan Penyelenggaraan kegiatan pemulihan korban

meliputi :

a. Pelayanan kesehatan

Page 9

Page 10: Refleksi Kasus Forensik Dea

b. Pendampingan korban

c. Konseling

d. Bimbingan rohani

e. Resosialisasi

Perlindungan Saksi Dan Korban Kekerasan Dalam RumahTangga

Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

RumahTangga Pasal 10, korban berhak mendapatkan :

a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,

advokat,lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan

penetapanperintah perlindungan dari pengadilan

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis

c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkatproses

pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

e. Pelayanan bimbingan rohani

Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

RumahTangga Pasal 15, setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai

dengan bataskemampuannya untuk :

a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;

b. Memberikan perlindungan kepada korban;

c. Memberikan pertolongan darurat; dan

d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

yangselanjutnya disebut dengan UU PSK berlaku sejak tanggal 11 Agustus 2006

setelahdiundangkan di Lembaran Negara RI No. 64 Tahun 2006. Pokok materi UU

PSK ini meliputiperlindungan dan hak saksi dan korban, lembaga perlindungan saksi

dan korban, syarat dantata cara pemberian perlindungan dan bantuan, serta ketentuan

pidana. UU PSK inidikeluarkan karena pentingnya saksi dan korban dalam proses

pemeriksaan di pengadilansehingga membutuhkan perlindungan yang efektif,

profesional, dan proporsional terhadapsaksi dan korban.

Page 10

Page 11: Refleksi Kasus Forensik Dea

Perlindungan saksi dan korban dilakukan berdasarkan asas penghargaan atas

harkat danmartabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian

hukum.Perlindungan saksi dan korban berlaku pada semua tahap proses peradilan

pidana dalamlingkungan peradilan yang bertujuan untuk memberikan rasa aman

pada saksi dan/ataukorban dalam memberikan keterangan pada setiap proses

peradilan pidana.Perlindungan saksi dan korban juga dilakukan karena adanya hak-

hak seorang saksi dankorban yang harus dilindungi seperti:

a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan hartabendanya,

serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yangakan, sedang,

atau telah diberikannya

b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan

dukungankeamanan

c. Memberikan keterangan tanpa tekanan

d. Mendapat penerjemah

e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat

f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus

g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan

h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan

i. Mendapat identitas baru

j. Mendapatkan tempat kediaman baru

k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan

l. Mendapat nasihat hokum

m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan

berakhir,dan/atau

n. Bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dalam hal saksi dan korban

mengalamipelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Dampak Jangka Pendek Kekerasan Terhadap Perempuan

Umumnya yang dimaksud dengan dampak jangka pendek kekerasan

adalah cedera fisik yang diderita oleh korban (luka-luka, patah tulang,

kehilangan fungsi alat tubuh atau indera, keguguran kandungan, dll), gejala sisa di

bidang kesehatan dan psikologis (anxietas, depresi, battered woman trauma

syndrome, rape trauma syndrome, alcohol and drug abuse, dan resiko

Page 11

Page 12: Refleksi Kasus Forensik Dea

melakukan bunuh diri), serta dampak terhadap pendidikan dan pertumbuhan

anak – terutama bila dalam kasus kekerasan rumah tangga.

Kekerasan terhadap perempuan juga dapat menimbulkan dampak jangka

panjang, terutama pada kekerasan yang berulang dan berlangsung lama seperti pada

kekerasan dalam rumah tangga. Dampak tersebut dapat berupa

ketidakharmonisan keluarga yang berakibat kepada terganggunya pertumbuhan dan

perkembangan anak, child abuse, “cycle of violence”gangguan perkembangan

mental dan perilaku seksual, dll

Dampak Kekerasan Jangka Panjang

Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa anak-anak yang tumbuh

dari keluarga yang biasa dengan kekerasan terhadap perempuan atau juga

terhadap anak, akan melakukan perbuatan yang sama pada saat mereka menjadi

dewasa dan berumahtangga sendiri. Anak laki-laki belajar dari ayahnya dalam

melakukan kekerasan terhadap isterinya, sedangkan anak perempuan belajar dari

ibunya untuk menjadi korban kekerasan. Masyarakat luas telah menerima teori

bahwa kekerasan adalah perilaku yang diperoleh dari belajar dan bersifat siklik.

Peran Tenaga Kesehatan

Para dokter dapat menemukan kasus dengan melakukan wawancara

(anamnesa) yang terarah secara efisien tetapi efektif, menemukan tanda

kekerasan yang khusus atau mencurigakan, mendokumentasikan temuannya,

menilai keselamatan di masa datang dan mengkomunikasikan kepada korban

pilihan penyelesaian yang realistik. Beberapa pertanyaan dapat dijadikan

pertanyaan rutin penapis dalam rangka diagnostik. Diagnosis juga dapat

ditegakkan dengan melihat ciri-ciri tertentu.Tracy (1996) melaporkan

pengalamannya menerapkan pertanyaan “rutin” penapis terhadap pasien-pasien

ginekologis yang tidak ada hubungannya dengan KDRT, tentang apakah pernah

mengalami kekerasan fisik selama dalam perkawinannya. Dari 8 pasien yang

datang berurutan ternyata semuanya pernah mengalami kekerasan fisik pada tahun-

tahun sebelumnya.

Tenaga kesehatan juga dapat menilai besarnya risiko bahaya kekerasan

di masa mendatang dengan menilai : meningkatnya frekuensi kekerasan,

Page 12

Page 13: Refleksi Kasus Forensik Dea

meningkatnya ancaman pembunuhan atau bunuh diri dari pasangannya, adanya

senjata api atau mulai digunakannya senjata tajam, dan catatan kriminal

pelaku.Dalam menatalaksana korban KDRT, selain melakukan terapi di bidang

medis tenaga kesehatan juga dapat melakukan hal-hal :

1. Menyatakan atau memperlihatkan bahwa ia juga memperhatikan keselamatan

korban / pasien guna menumbuhkan kepercayaan korban.

2. Memberikan nasihat atau merujuk pasien untuk terapi medis khusus,

penanganan mediko-legal, konseling psikologis dan atau psiko-sosial,

Contoh pertanyaantersebut adalah :

Apa yangterjadi apabilaterdapat ketidaksepakatan antara Anda dengan suami /

pacar di rumah?

Pernahkah Anda menerima kekerasan atau tindakan serupa dari suami atau

pacar?

Pernahkah Anda mengalami ancaman, intimidasi atau dibuattakut oleh

pasangan?

Apakah Anda merasa aman dan selamat bila berada di rumah?

Apakah Anda merasa takut atas keselamatan Anda atau anak Anda yang

diakibatkan oleh ulah orang yang hidup di rumah Anda? dan

Pernahkah Anda pergi ke dokter karena mengalami kekerasan atau ketakutan

di rumah?

Beberapa ciri dapat disebutkan :

cedera bilateral atau multipel,

beberapa cedera dengan beberapatahap penyembuhan,

tanda kekerasan seksual,

keterangan pasien yangtidak sesuai dengan cederanya,

keterlambatan berobat, atau

berulangnya kehadiran di rumah saki t akibat trauma.

3. Membatasi terapi obat penenang atau obat tidur kecuali atas indikasi yang

tepat.

4. Menilai perlu atau tidaknya pelaporan ke pihak berwenang

Page 13

Page 14: Refleksi Kasus Forensik Dea

4. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai

Pemukulan terhadap istri dalam masyarakat patriarkhis selalu dianggap sebagai

suatu hal yang biasa dan lumrah. Bahkan oleh sebagian masyarakat pemukulan

terhadap istri hampir selalu diterjemahkan sebagai bentuk pengajaran suami terhadap

istri dalam rangka pembinaan rumah tangga. Dan yang lebih parahnya lagi

masyarakat sering melegitimasikan kekerasan tersebut dengan dalih agama,

khususnya Islam.Persoalannya apakah memang agama melegitimasi hal tersebut?

1. Benarkah Islam membolehkan seorang suami memukul atau melakukan

kekerasan terhadap istrinya?

Islam tidak pernah membenarkan seorang suami bertindak kejam

terhadap istrinya baik secara lahir maupun batin. Karena islam adalah agama

yang mempunyai nilai-nilai prinsipil seperti nilai egalitarian, keadilan, dan

kemanusiaan. Berikut ini aya-ayat Alqur’an dan hadist nabi yan mengharuskan

suami untuk berlaku sopan, penyayang, lemah lembut kepada istrinya :

a. Dalam QS An-Nisa: 19 yang menyatakan “ Wahai orang yang beriman, tiada

dihalalkan bagimu mempusakai perempuan dengan paksaan dan janganlah

bertindak kejam terhadap mereka,.. sebaliknya bergaullah dengan mereka

secara baik-baik lagi adil. Hiduplah bersama mereka dalam kebajikan.”

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita

Page 14

Page 15: Refleksi Kasus Forensik Dea

dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak

mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,

terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.Dan bergaullah

dengan mereka secara patut.Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka

bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah

menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.

b. Dalam QS Ar-ruum : 21 yang pada intinya menyuruh kepada suami istri untuk

hidup saling sayang menyayangi dan cinta mencintai

Artinya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

berfikir”.

c. Aisyah ra meriwatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda “Yang Paling baik di

kalangan kamu adalah mereka yang paling sopan terhadap istrinya” (HR.

Tirmidzi)

d. “…Para suami yang memukul istrinya bukanlah termasuk orang-orang baik di

antara kamu” ( HR. Abu Daud, Nasa’I dan Ibnu Majah)

e. “ Janganlah kamu memukul hamba-hamba perempuan Allah SWT ( HR. Abu

Daud)

2. Pernahkah Nabi Muhammad SAW melakukan kekerasan terhadap Istri- Istrinya?

Baik di dalam Alqur’an maupun hadist- hadist yang sahih tidak pernah ada dalil

yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW pernah berlaku kejam terhadap seorang

istrinya., meskipun saai tu Rasul merasa kurang senang terhadap sesuatu. Ketika

terjadi konfrontasi antara Rasulullah dengan beberapa istrinya beliau tidak hanya

Page 15

Page 16: Refleksi Kasus Forensik Dea

diam ( tidak memukul), tetapi memilih meninggalkan rumah dan dan tidur di salah

satu ruangan masjid.

Dari sini, dapat ditarik kesimpulan bahwa baik dari pernyataan rasul maupun dari

perlakuannya pada dasarnya Rasul melarang praktek kekerasan terhadap istri.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pesan moral yang ingin disampaikan Alquran

dan hadist-hadist yaitu menolak pandangan bahwa Islam melegitimasi budaya

kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga.

Page 16

Page 17: Refleksi Kasus Forensik Dea

Umpan balik dari pembimbing

Bandar Lampung, 16 April 2013

TTD Dokter Pembimbing

Dr. Handayani Dwi Utami, M. Kes Sp. F

Page 17

Page 18: Refleksi Kasus Forensik Dea

DAFTAR PUSTAKA

• B Gumelar, L., 2011. Kasus KDRT masih tinggi. www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/

11/03/08/168036-linda-gumelar-kasus-kdrt-masih-tinggi (diakses 10 Februari 2016)

• POLRI, 2005.Buku Pegangan Pusat Pelayanan Terpadu POLRI. Jakarta• Shopia, M.S., 2010. Perlindungan Saksi dan Korban

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt54535a1cedd5c/nprt/lt517a1896ccdca/uu-no-31-tahun-2014-perubahan-atas-undang-undang-nomor-13-tahun-2006-tentang-perlindungan-saksi-dan-korban (diakses 10 Februari 2016)

• Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, tentang PenghapusanKekerasan Dalam Rumah Tangga

• Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak

Page 18