refka 3

13
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Palu, Oktober 2014 FKIK Universitas Tadulako Rumah Sakit Daerah Madani REFLEKSI KASUS Nama : Siti Rahma, S. Ked Stambuk : N 101 10 020 Pembimbing Klinik : dr. Mardianto, Sp.KJ DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2014

Upload: echa-aditya

Post on 24-Sep-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

refka

TRANSCRIPT

Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu, Oktober 2014FKIK Universitas TadulakoRumah Sakit Daerah Madani

REFLEKSI KASUS

Nama:Siti Rahma, S. Ked Stambuk:N 101 10 020Pembimbing Klinik:dr. Mardianto, Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS TADULAKOPALU2014

REFLEKSI KASUSIdentitas PasienNama: Tn. SAJenis kelamin: Pria Usia: 39 tahun Alamat: Kec. Bumi Raya MorowaliStatus pernikahan: MenikahPendidikan terakhir: SMPPekerjaan: WiraswastaAgama: IslamTanggal Pemeriksaan: 20 Oktober 2014

I. Deskripsi KasusTn. SA, dirawat di RSD Madani atas permintaan kepolisian untuk dilakukan visum et repertum. Pasien ditahan di Polsek Bumi Raya Kabupaten Morowali karena memukul istrinya yang sedang hamil 7 bulan pada tanggal 1 Oktober 2014. Dua minggu yang lalu pasien gelisah dan mengamuk. Pasien dibawa ke RSD Madani pada tanggal 17 Oktober 2014.Selama 5 hari dilakukan observasi pasien tampak tenang. Saat dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20 Oktober 2014, pasien dalam keadaan tenang. Pasien mengaku perasaannya tenang dan tidak ada keluhan kejiwaan lainnya. Menurut pasien, ia memukul istrinya karena merasa istrinya berselingkuh. Namun, setelah itu ia sadar bahwa istrinya tidak selingkuh. Pasien mengaku saat memukul istrinya, ada seorang perempuan yang menyuruhnya dan masuk ke tubuhnya. Pasien mendengarkan sekaligus merasakan perempuan tersebut. Pasien juga mengaku dapat melihat makhluk gaib.Sekitar satu tahun yang lalu, pasien mengalami kecelakaan motor di Morowali dan menderita cedera kepala. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD Undata dan dirawat selama 1 bulan. Saat itu, bagian tubuh sebelah kanan pasien menjadi lumpuh, tidak bisa berbicara, dan terkadang lupa dengan orang. Semenjak kejadian tersebut, bagian tubuh sebelah kanan pasien menjadi lemah. Namun, pasien masih dapat melakukan aktivitas dasar secara mandiri.II. Emosi yang terlibatKasus ini menarik untuk dibahas karena kita dapat belajar mengenai visum et repertum pada bidang ilmu kedokteran jiwa atau visum et repertum psychiatricum.

III. Ikhtisar Penemuan Bermakna Pasien memukul istrinya yang sedang hamil Pasien mengaku memukul istrinya karena disuruh oleh seseorang Pasien mengaku dapat mendengar, melihat, dan merasakan seseorang tersebut Saat pemeriksaan dan selama 5 hari observasi, pasien tampak tenang Pasien juga mengatakan bahwa ia merasa tenang dan tidak ada keluhan lain.IV. AnalisisA. Tinjauan pustakaPsikiatri forensik merupakan subspesialisasi ilmu kedokteran yang menalaah mental manusia dan berfungsi membantu hukum dan peradilan. terhadap suatu perkara, di dalam sidang pengadilan penghimpunan alat bukti merupakan bagian penting untuk memberikan keyakinan pada hakim dalam pengambilan keputusan hukum. Alat bukti yag sah, antara lain: (1)a. Pengakuan terdakwab. Keterangan saksi/saksi ahlic. Alat bukti suratd. Alat bukti petunjuke. Alat bukti terdakwaKeterangan ahli ada dua jenis yaitu, lisan yang disampaikan saksi ahli dalam kesaksiannya di dalam sidang pengadilan dan keterangan tertulis yang di dalam sidang pengadilan dan keterangan tertulis di dalam bidang kedokteran yang disebut visum et repertum. Visum et Repertum adalah hasil pemeriksaan medis dilakukan oleh seorang dokter atau sebuah tim dokter dan ditujukan untuk kepentingan peradilan sebagai sarana pembuktian. Visum et repertum untuk bidang psikiatri disebut Visum et Repertum Psychiatricum. Visum et Repertum Psychiatricum diterbitkan hanya atas suatu permintaan dan yang berhak meminta adalah hakim, jaksa, polisi, dan yang bersangkutan (pelaku, korban, atau walinya). (1)Persyaratan untuk kelengkapan pembuatan visum et repertum psychiatricum, adala berita acara. Apabila kelengkapan ini telah dipenuhi maka terdakwa atau tergugat dsb., setelah memenuhi persyaratan perawatan di rumah sakit dapat dimasukkan di dalam ruang perawaan untuk di observasi. Dalam hal ini, status terdakwa, tergugat, dst. berubah menjadi terperiksa. Dalam ruang observasi inilah terperiksa dan diobservasi untuk jangka waktu tertentu. (1)Pedoman pembuatan visum et repertum psychiatrum dari Direktorat Kesehatan Jiwa menyebutkan jangka waktu observasi adalah 14 hari. Jangka waktu ini visum et repertum, dapat diperpanjang 14 hari lagi. UU Kesehatan Jiwa tahun 1965 menyebutkan jangka waktu observasi antara 3 minggu 6 bulan, yang didasarkan pada kemungkin penyesuaian diri (adaptasi) terperiksa pada lingkungan baru yaitu ruang perawatan. KUHAP berdasarkan atas hak asasi manusia yang masa penahanan tidak dapat melebihi 90 hari maka jangka waktu observasi harus sependek mungkin. Pedoman pembuatan visum et repertum psychiatricum dari Direktorat Kesehatan Jiwa menyesuaikan jangka waktu observasi dengan yang ditentukan oleh KUHAP. (1)Selama observasi terperiksa tidak diberi terapi kecuali dalam keadaan tertentu yang bersifat darurat, seperti keadaan agresif, destruksif, kecenderungan bunuh diri, sakit fisik yang gawat, dll. Pemberian terapi harus dilaporkan kepada pihak yang minta visum, dan dilaporkan pula di dalam Visum et Repertum Psychiatricum. Bentuk baku Visum et Repertum adalah sebagai berikut. (1)i. Identitas pemeriksaii. Identitas pemintaiii. Identitas terperiksaiv. Laporan hasil pemeriksaan1. Anamnesis2. Status internistik3. Status neurologik4. Status psikiatrik5. Pemeriksaan tambahan6. Diagnosisv. KesimpulanPosisi dokter dalam hal ini adalah sebagai berikut: (1)Posisi medis: hubungan dokter dengan orang yang diperiksa merupakan hubungan dokter-pasien. Pemeriksaan hanya dilakukan dokter dalam upaya menentukan kondisi kesehatan pasien untuk kemudian menentukan berbagai macam terapi. Pasien adalah orang bebas, tidak mempunyai status hukum tertentu dan ikatannya dengan dokter berdasarkan saling percaya. Dokter akan mengemukakan alternatif-alternatif tindakan yang akan dilaksankan, sedangkan pasien akan memilih atau menolak tindakan yang ditawarkan oleh dokter. Dokumen yang dihasilkan adalah dokumen medis, yang merupakan milik pasien dan biasanya dipercayakan untuk disimpan oleh dokternya.(1)Posisi legal: dokter mendapatkan posisi legal melalui surat dari lembaga hukum (pengadilan, kejaksaan, dan polisi) yang meminta dokter untuk memeriksa seseorang yang telah mempunyai status hukum tertentu: terdakwa, saksi, penggugat, dan sebagainya. Pemeriksaan dilaksanakan dokter untuk dibuat menjadi suatu laporan yang akan dipakai oleh lembaga hukum yang meminta dalam proses hukum (peradilan). dalam kedudukan posisi legal ini hubungan dokter dengan orang yang diperiksa bersifat netral, dan tetap mempunyai ikatan kerahasiaan kecuali terhadap lembaga huku yang meminta. Dokumen yang dihasilkan merupakan dokumen hukum, yang seharusnya disimpan oleh lembaga hukum yang meminta. (1)Ada suatu kedudukan saat seorang dokter mempergunakan ilmu kedokterannya memberi ulasan terhadap suatu kondisi tanpa memeriksa orang atau kondisi tersebut. Dasar yang dipakai sebagai data untuk diulas adalah keterangan atau berita-berita atau yang dibaca dari media. Dalam hal ini, dokter tersebut sesungguhnya bukan seseorang yang melaksanakan profesi dokter, tetapi seorang sarjana kedokteran yang mencoba melakukan rekonstruksi ilmiah dengan mempergunakan ilmu kedokterannya. Ia tidak terikat profesi dokter, tetapi lebih terikat kepada etika sebagai ilmuwan, dengan terutama mengingat bahwa objek telaahnya adalah manusia, yaitu individu dengan segala perilakunya. Harus pula ia memperhatikan azas-azas: profesionalnya (ilmiah dan objektif), manfaat untuk umum, serta kehormatan dan harga diri pada orang yang menjadi objek penelaahan. (1)Kesaksian ahli psikiatri akan dimintakan apabila pada salah satu pihak yang berperkara diduga terdapat gangguan jiwa. Untuk hal tersebut, diperlukan batasan antara keadaan normal dan tidak normal ditinjau dari aspek psikiatri. Dalam ilmu psikiari, seseorang dianggap normal apabila ia masih menunjukkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mampu memenuhi tuntutan lingkungannya sesuai dengan norma dan nilai lingkungan tersebut, serta menunjukkan produktifitas yang wajar. Kriteria normal ini masih harus dipertimbangkan dari aspek umur, tempat, dan jangka waktu. (1)Pada garis besarnya, kasus-kasus hukum yang sering dimintakan Visum et Repertum Psychiatricum adalah sebagai berikut. (1)1. Kasus pidana a. Terperiksa sebagai pelakub. Terperiksa sebagai korban2. Kasus perdataa. Pembatalan kontrakb. Hibahc. Perceraiand. adopsi3. Kasus-kasus laina. Kompetensi untuk diinterviewb. Kelayakan untuk diajukan di sidang pengadilanBeberapa pemeriksaan yang lazim dilaksanakan dalam psikiatri forensik adalah sebagai berikut. (1)1. Pemeriksaan kemampuan bertanggung jawabDalam menentukan kemampuan bertanggung jawab seseorang kita harus menentukan hal-hal berikut ini.a. Diagnosis: adanya gangguan jiwa saat pemeriksaanb. Diagnosis: dugaan adanya gangguan jiwa pada saat pelanggaran hukumc. Dugaan bahwa tindakan pelanggaran hukum merupakan bagian atau gejala dari gangguan jiwanya.d. Penentuan kemampuan tanggung jawab:1) Tingkat kesadaran pada saat melakukan pelanggaran hukum,2) Kemampuan memahami nilai perbuatannya,3) Kemampuan memahami nilai risiko perbuatannya, dan4) Kemampuan memilih dan mengarahkan kemauannya.Tingkat-tingkat kemampuan bertanggung jawab, antara lain.a. Yang tidak mampu bertanggung jawab:1) Yang tidak menyadari, tidak memahami, dan tidak dapat memilih dan mengarahkan kemauannya. Misalnya, pelaku yang menderita epilepsi lobus temporalis.2) Yang menyadari, tetapi tidak memahami dan tidak mampu memilih dan mengarahkan kemauannya, seperti pada kasus-kasis yang pelakunya adalah penderita psikosis.b. Yang bertanggung jawab sebagian:1) Yang menyadari, memahami tetapi tidak mampu memilih dan mengarahkan kemauannya, seperti pada penderita kompulsi.2) Yang menyadari, memahami dan sebenarnya mampu memilih dan mengarahkan kemauannya tetapi tidak mendapat kesempatan untuk berbuat seperti itu karena adanya dorongan impuls yang kuat, seperti yang terjadi pada tindakan-tindakan yang impulsif atau mata gelap.c. Yang mampu bertanggung jawab penuh:1) Yang melakukan suatu pelanggaran hukum tanpa merencanakan lebih dulu.2) Yang melakukan pelanggaran hukum dengan suatu perencanaan terlebih dahulu.2. Pemeriksaan kompetensi (cakap) dalam lalu lintas hukum3. Penentuan hubungan sebab akibat (kausalitas) antara suatu kondisi dengan timbulnya suatu gangguan jiwa4. Kompetensi untuk ditanya dan kelayakan untuk diajukan di sidang pengadilanB. DiagnosisMenurut konsep gangguan jiwa: (2)1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa:a. Sindrom atau pola perilakub. Sindrom atau pola psikologik2. Gejala tersebut menimbulkan penderitaan (distress)3. Gejala tersebut menimbulkan disabilitas (disability)Untuk kasus ini, masa observasi baru berlangsung selama 5 hari dan berdasarkan hasil autoanamnesis pasien menunjukkan tidak adanya gangguan jiwa. Namun dugaan bahwa terperiksa mengalami gangguan jiwa saat melakukan tindakan kekerasan terhadap istrinya yang sedang hamil masih belum dapat ditangguhkan.V. KesimpulanBerdasarkan kasus ini, hal yang bisa dijadikan sebagai pembelajaran adalah kasus-kasus yang berkaitan dengan peradilan juga membutuhkan keahlian seorang dokter. Oleh karena itu, sebagai calon dokter umum sebaiknya proses yang berkaitan dengan peradilan misalnya visum et repertum juga harus diketahui.

Referensi1. Darmabrata W, Nurhidayat A W. Psikiatri Forensik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.2. Maslim R (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT Nuh Jaya; 2001.