referat-xeroftalmia

58
REFERAT Xeroftalmia Pembimbing: dr. Bagas Kumoro Sp.M dr. Iwan Dewanto Sp.M Disusun Oleh : Annisa Kinant Asti 1120111010 Muhammad Izat Fuadi 112011101059 Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya Lab/ SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD dr. Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER LAB/SMF ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER 1

Upload: annisa-kinanti-asti

Post on 13-Apr-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat xeroftalmia

TRANSCRIPT

Page 1: Referat-Xeroftalmia

REFERAT

Xeroftalmia

Pembimbing:

dr. Bagas Kumoro Sp.M

dr. Iwan Dewanto Sp.M

Disusun Oleh :

Annisa Kinant Asti 1120111010

Muhammad Izat Fuadi 112011101059

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik MadyaLab/ SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD dr. Soebandi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBERLAB/SMF ILMU KESEHATAN MATA

RSD dr. SOEBANDI JEMBER2015

1

Page 2: Referat-Xeroftalmia

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………........i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………....ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

A. Adneksa Mata ..........................................................................2

B. Bola Mata ................................................................................3

1.2 Lapisan (Film) Air Mata ……………………………………........7

1.3 Penyakit pada Konjungtiva ………………………………………7

1.4 Penyakit pada Kornea…………………………………………....10

1.5 Penyakit pada Retina…………………………………………......11

1.6. Vitamin A………………………………………………………...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Xeroftalmia

A. Definisi………………………………………………………13

B. Etiologi………………………………………………………13

C. Klasifikasi……………………………………………………14

D. Epidemiologi…………………………………………………15

E. Patofisiologi………………………………………………….16

F. Diagnosa……………………………………………………...17

G. Penatalaksanaan……………………………………………...21

H. Komplikasi…………………………………………………...24

BAB III DISKUSI

3.1. Kesimpulan .................................................................................25

3.2. Saran ...........................................................................................27

2

Page 3: Referat-Xeroftalmia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena

rahmatnya kami dapat menyelesaikan referat dengan judul “ Xeroftalmia“ yang

kami susun dalam 2 minggu ini. Referat yang telah kami susun ini diharapkan

mampu membantu setiap pembacanya untuk lebih mengerti mengenai gangguan

tuli-bisu pada anak dan bagaimana menanganinya melalu deteksi sedini mungkin

pada anak.

Referat dengan judul “ Xeroftalmia “ kami awali dengan penjelasan

tentang anatomi dan fisiologi mengenai mata sehubungan dengan gangguan-

gangguan pada mata dan lapisan air mata yang terjadi pada pasien dengan

xeroftalmia, kerja vitamin A pada mata, penyakit-penyakit yang umumnya pada

kornea, konjungtiva maupun retina, dan mengenai xeroftalmia itu sendiri.

Referat ini kami susun berdasarkan sumber-sumber seperti buku-buku

maupun artikel-artikel dari internet. Sumber-sumber untuk menyusun refarat ini,

meskipun terbatas jumlahnya dan memiliki banyak kekurangan dalam

penyusunannya namun kami harapkan mampu menjabarkan dan menjelaskan

dengan baik hal-hal penting yang patut untuk diketahui mengenai gangguan tuli-

bisu.

Demikian refarat ini telah kami susun, apabila ada kesalahan kami mohon

maaf dan kami harapkan kritik dan saran dari para pembaca sehingga refarat ini

dapat menjadi lebih baik lagi, demikian kami sampaikan dan terima kasih.

Salam Sejahtera

Penyusun

3

Page 4: Referat-Xeroftalmia

BAB I

PENDAHULUAN

Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di

seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur

terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan

berbagai jenis penyakit yang merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat

mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti

menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit.

Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya

terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di

negara berkembang.

KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi

Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang,

termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA

mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak,

cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun

masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini

terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua/ibu tentang gizi yang baik.

Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini

sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang

berkepanjangan akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi

karena kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang

cukup.

Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian

yang serius. Meskipun hasil survei Xeroftalmia (1992) menunjukkan bahwa

berdasarkan kriteria WHO secara Klinis KVA di Indonesia sudah tidak menjadi

masalah kesehatan masyarakat (< 0,5%). Namun pada survei yang sama

4

Page 5: Referat-Xeroftalmia

menunjukkan bahwa 50% balita masih menderita KVA Sub Klinis (serum retinol

< 20 ug/dl). Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan

tahun 1997, dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di berbagai daerah

mengakibatkan masalah KVA muncul kembali. Berdasarkan laporan dari

beberapa propinsi antara lain dari NTB dan Sumatera Selatan menunjukkan

munculnya kembali kasus Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat

bahkan menyebabkan kebutaan.

Ibarat fenomena gunung es dikhawatirkan kasus xeroftalmia masih banyak

di masyarakat yang belum ditemukan dan dilaporkan oleh tenaga kesehatan. Oleh

karena itu, penting sekali untuk mendeteksi secara dini dan menangani kasus

xeroftalmia ini dengan cepat dan tepat agar tidak terjadi kebutaan seumur hidup

yang berakibat menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia.

1.1. Anatomi dan Fisiologi Mata3,7

A. Adneksa Mata

1. Alis Mata

2. Kelopak Mata

Palpebra ( kelopak mata ) superior dan inferior adalah modifikasi

lipatan kulit yang dapat menutupi dan melindungi bola mata bagian

anterior.

Kelopak mata terdiri atas 5 bidang jaringan yang utama. Dari

superficial ke dalam terdapat lapisan kulit, jaringan aerolar subkutan,

lapisan otot striata, jaringan aerolar submuskular, jaringan fibrosa,

lapisan fibrosa nonstriata. Pada palpebra terdapat tepian yang di bagi

menjadi dua yaitu tepi palpebra anterior dan tepi palpebral posterior.

Punctum lacrimale terdapat di ujung medial tepian posterior palpebra

yang berfungsi menghantarkan air mata menuju saccus lacrimalis.

Terdapat beberapa kelenjar yang terletak pada kelopak mata

diantaranya:

- Kelenjar meibom: disebut juga kelenjar tarsal dan merupakan

kelenjar sebasea yang termodifikasi. Kelenjar ini mensekresikan

lapisan minyak yang terdapat pada lapisan air mata

5

Page 6: Referat-Xeroftalmia

- Kelenjar zeis: kelenjar ini juga merupakan kelenajr sebasea yang

terletak pada folikel bulu mata

- Kelenjar moll:merupakan kelenjar keringat yang termodifikasi dan

terletak dekat dengan folikel rambut didaerah mata

- Kelenjar wolfring: merupakan kelenjar lakrimal aksesorius

3. Apparatus Lakrimalis

Aparatus lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal utama, kelenjar

lakrimal aksesorius, dan jalur lakrimal yang terdiri dari pungtum

lakrimal, kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.

Kelenjar lakrimalis nantinya berfungsi untuk mengeluarkan air mata.

- Kelenjar lakrimal utama terdiri atas :

a. Bagian orbita berbentuk kenari, terletak di dalam fossa

glandula lakrimalis di segmen temporal atas anterior orbita

yang dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis

muskulus levator palpebra.

b. Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat diatas segmen

temporal forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius

lakrimal, yang bermuara pada sekitar 10 lubang kecil,

menghubungkan bagian orbita dan palpebra kelenjar lakrimal

dengan forniks konjungtiva superior.

- Kelenjar lakrimal aksesorius

a. Kelenjar Krause

Terletak dibalik konjungtiva palbebra, antara fornix dengan

ujung dari tarsal

b. Kelenjar Wolfring

Terletak dekat batas atas dari permukaan tarsal superior dan

sepanjang batas bawah tarsal inferior.

B. Bola Mata

6

Page 7: Referat-Xeroftalmia

1. Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan

kelopak bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:

1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus

2. Konjungtiva bulbi menutupi sclera

3. Konjungtiva forniks yang merupakan peralihan konjungtiva

tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Secara histologi, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan, mulai dari

luar kedalam terdiri dari lapisan epitel, lapisan adenoid dan laisan

fibrosa.

Terdapat dua jenis kelenjar yang terletak dikonjungtiva yaitu:

- kelenjar penghasil musin. Diantaranya kelenjar penghasil

musin tersebut adalah sel goblet (terletak di lapisan epitel dan

paling tebal di bagian inferonasalis) dan kelenjar manz

(terletak pada konjungtiva bulbar tepatnya konjungtiva daerah

limbus)

- kelenjar lakrimal aksesorius. Terdiri dari kelenjar krause dan

wolfring dan telah dijelaskan dibagian atas.

2. Sklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di

bagian luar, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan

ini padat dan berwarna putih serta berbatasan dengan kornea di

7

Page 8: Referat-Xeroftalmia

sebelah anterior dan duramater nervus opticus di posterior.

Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis

jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak

pembuluh darah yang mendarahi sclera.

3. Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang

tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata

sebelah depan dan terdiri atas lapis:

a. Epitel

b. Membran bowman

c. Stroma

d. Membrane descement

e. Endotel

4. Traktus Uvealis.

Iris

Corpus Siliare

Koroid

5. Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna,

dan hampir transparan sempurna. Lensa tergantung pada zonula di

belakang iris; zonula menghubungkannya dengan corpus ciliare.

6. Sudut Bilik Mata Depan

Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea

perifer dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis

8

Page 9: Referat-Xeroftalmia

schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak di atas kanal schlemm),

dan taji sclera (scleral spur).

7. Retina

Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata.

Retina terdiri dari 10 lapisan dimulai dari sisi dalam keluar sebagai

berikut:

1. Membran limitans retina

2. Lapisan serat saraf

3. Lapisan sel ganglion

4. Lapisan pleksiform dalam

5. Lapisan nukleus dalam

6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan

tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel

horizontal.

7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut

dan batang

8. Membran limitan eksterna

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan yang terdiri dari sel

batang dan sel kerucut yang merupakan modifikasi sel saraf.

Lapisan ini mengandung badan sel batang dan kerucut. Sel batang

merupakan sel khusus yang ramping. Jumlah sel batang lebih

banyak dibandingkan sel kerucut dan terdiri dari segmen luar yang

berbentuk silindris dengan panjang 28 mikrometer mengandung

fotopigmen rhodopsin dan suatu segmen dalam yang sedikit lebih

panjang yaitu sekitar 32 mikrometer. Keduanya mempunyai

ketebalan 1,5 mikrometer. Inti selnya terletak di dalam lapisan inti

luar. Ujung segmen luar tertanam dalam epitel pigmen. Segmen

luar dan dalam dihubungkan oleh suatu leher yang sempit. Dengan

mikroskop electron segmen luar tampak mengandung banyak

lamel-lamel membran dengan diameter yang seragam dan tersusun

9

Page 10: Referat-Xeroftalmia

seperti tumpukan kue dadar. Sel batang ini di sebelah dalam

membentuk suatu simpul akhir yang mengecil pada bagian

akhirnya pada lapisan pleksiform luar yang disebut sferul batang

(rod spherule). Sel batang yang hanya teraktivasi dalam keadaan

cahaya redup (dim light) sangat sensitive terhadap cahaya. Sel ini

dapat menghasilkan suatu sinyal dari satu photon cahaya. Tetapi sel

ini tidak dapat menghasilkan sinyal dalam cahaya terang (bright

light) dan juga tidak peka terhadap warna.

10.Epitelium pigmen retina, merupakan suatu lapisan sel poligonal

yang teratur, ke arah ora serrata bentuk selnya menjadi lebih

gepeng. Inti sel berbentuk kuboid dengan sitoplasmanya kaya akan

butir-butir melanin. Fungsi epitel pigmen adalah

1. Menyerap cahaya dan mencegah terjadinya pemantulan.

2. Berperan dalam nutrisi fotoreseptor

3. Penimbunan dan pelepasan vitamin A

4. Berperan dalam proses pembentukan rhodopsin

Cahaya yang masuk ke dalam retina diserap oleh rhodopsin, suatu

protein yang tersusun dari opsin (protein transmembran) yang terikat

pada aldehida vitamin A. Penyerapan cahaya ini akan menyebabkan

isomerisasi rhodopsin dan memisahkan opsin dari ikatannya dengan

aldehida vitamin A menjadi opsin bentuk aktif. Opsin bentuk aktif

kemudian memfasilitasi pengikatan guanosin triphosphate (GTP)

dengan protein transducin. Kompleks GTP-transducin ini kemudian

mengaktifkan enzim cyclic guanosin monophosphate

phosphodiesterase suatu ensim yang berperan dalam pembentukan

senyawaan cyclic guanosin monophosphate (cGMP). Siklik guanosin

monophosphate (cGMP) ini berperan dalam pembukaan kanal natrium

di dalam plasmalema sel batang dan menyebabkan masuknya natrium

dari segmen luar sel batang menuju ke segmen dalam sel batang.

Keadaan ini akan menyebabkan hiperpolarisasi di segmen dalam sel

10

Page 11: Referat-Xeroftalmia

batang dan merangsang dilepaskannya neurotransmitter dari sel batang

menuju ke sel bipolar. Oleh sel bipolar rangsang kimiawi ini dirubah

menjadi impuls listrik yang akan diteruskan menuju ke sel ganglion

untuk dikirim ke otak.

Sel-sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu mengubah

rangsang cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan lapisan serat

saraf retina melalui saraf optikus hingga akhirnya kekorteks

penglihatan. Pada retina perifer, makula pada retina berfungsi umtuk

penglihatan sentral dan warna (fotopik) sedangkan bagian lainnya yang

sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan untuk

penglihatan perifer dan malam (skotopik). Penglihatan siang hari

diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, pada waktu senja kombinasi sel

kerucut dengan batang dan penglihatan malam hari diperantarai oleh

fotoreseptor batang.

1.2. Lapisan (Film) Air Mata7,13

Lapisan atau film air mata normal dari luar ke dalam terdiri dari lapisan

lipid, lapisan aqueous, lapisan mukus.

a. Lapisan lipid. Lapisan ini merupakan lapisan terluar yang dihasilkan

dari kelenjar meibomian, zeis, dan moll. Lapisan ini mencegah air mata

yang berlebihan, menghambat terjadinya evaporasi dan melubrikasi

kelopak mata saat bergerak.

b. Lapisan aqueous. Lapisan ini merupakan penghasil terbesar film ar mata

yang mengandung air mata yang berasal dari kelenjar lakrimal utama dan

kelenjar aksesorius dan berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi kornea

yang avaskular, membantu dalam menyingkirkan kotoran ataupun debris

dan melindungi permukaan bola mata dari bakteri ataupun antigen

lainnya. Air mata mengandung air dan sejumlah kecil sodium klorida,

gula, urea, protein, alkalin. Selain itu juga mengandung antibakterial

seperti lisozim, betalysin, dan laktoferrin.

11

Page 12: Referat-Xeroftalmia

c. Lapisan mukus (musin). Lapisan ini dihasilkan oleh sel goblet yang

terletak di lapisan epitel konjungtiva bulbaris. Mukus juga dihasilkan

kelenjar Manz yang terletak di lapisan epitel sekitar limbus. Lapisan ini

berfungsi untuk membentuk lapisan pelindung hidrofilik tipis bagi

permukaan kornea, membasahi permukaan bola mata, dan mencegah

mata permukaan bola mata menjadi kering.

1.3. Penyakit pada Konjungtiva1.3.1. Konjungtivitis4,8,12,14

Konjuntivitis dapat dibedakan berdasarkan penyebab dan keadaan

klinisnya. Berdasarkan penyebabnya antara lain:

- Konjungtivitis infeksi

a. Konjungtivitis bakteri

b. Konjungtivitis klamidia

c. Konjungtivitis viral

d. Konjungtivitis jamur

e. Konjungtivitis parasit

- Konjungtivitis alergi

- Konjungtivitis akibat penyakit autoimun

a. Keratokonjungtivitis sika

Keratokonjungtivitis sika merupakan suatu keadaan

keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.

b. Pemfigoid sikatrikal

c. Sindrom Steven Johnson

- Konjungtivitis akibat defisiensi vitamin A

Pada pasien yang kekurangan vitamin A, pasien akan mengeluh

mata kering seperti kelilipan, sakit, buta senja dan penurunan

penglihatan secara perlahan. Terdapat kelainan pada defisiensi

vitamin A yaitu niktalopia dan atrofi serta keratinisasi jaringan

epitel dan mukosa. Pada keratinisasi didapatkan xerosis

12

Page 13: Referat-Xeroftalmia

konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea tukak kornea dan

berakhir dengan keratomalasia. Pada keadaan ini terjadi

ketidakmampuan air mata akibat kerusakan sel goblet sehingga

hasil musin kurang. Terdapat beberapa klasifikasi defisiensi

vitamin A di Indonesia, salah satunya klasifikasi Ten Doeschate,

yaitu:

X0: Hemeralopia

X1: hemeralopia dengan erosis konjungtiva dan bercak bitot

X2: xerosis kornea

X3: keratomlasia

X4: stafiloma, ptisis bulbi

Kelainan pada stadium X0 hingga X2 masih reversible,

sedangkan X3 hingga X4 bersifat ireversibel

- Konjungtivitis iritatif

- Keratokonjungtivitis karena sebab yang tidak diketahui

a. Folikulosis

b. Konjungtivitis folikular kronik

c. Psoriasis

Berdasarkan keadaan klinisnya antara lain:

- Konjungtivitis mukopurulen

- Konjungtivitis purulen akut

- Konjungtivitis serosa

- Konjungtivitis simpel kronis

- Konjungtivitis angular

- Konjungtivitis pseudomembran

- Konjungtivitis papil

- Konjungtivitis folikular

- Oftalmia neonatorum

- Konjungtivitis granulomatosa

- Konjungtivitis ulseratif

13

Page 14: Referat-Xeroftalmia

- Konjungtivitis sikatriks

1.3.2. Kondisi simptomatik pada konjungtiva8

a. Konjungtiva hiperemis

b. Kemosis Konjungtiva

c. Ekimosis Konjungtiva

d. Xerosis Konjungtiva

Merupakan suatu kondisi dimana konjungtiva menjadi kering

dan kusam. Konjungtiva normal dipertahankan kelembabannya

dari sekresi kelenjar aksesorius. Berdasarkan etiologi, xerosis

dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

- Parenkimatosa xerosis

Gangguan ini muncul mengikuti Pembentukan sikatriks yang

dapat disebabkan antara lain oleh adanya destruksi pada

konjungtivitis interstitial yang dapat dilihat pada penyakit

trakoma, konjungtivitis membranosa diphteri, SJS, pempfigus

atau konjungtivitis pemfigoid

- Epitelial xerosis

Timbul akibat adanya hipovitaminosis A. gejala xerosis dapat

dilihat bersamaan dengan gejala buta senja. Pengobatan dapat

diberikan preparat air mata buatan (0.7% metilseluosa atau

0.3% hipromelosa atau polvinil alkohol)

e. Diskolorisasi konjungtiva

1.4. Penyakit pada korneaA. Definisi

Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri,

virus atau jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis

kornea yang terkena seperti keratitis superficial dan profunda atau

berdasasrkan penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air

14

Page 15: Referat-Xeroftalmia

mata, keracunan obat, reaksi alergi pada pemberian obat topikal dan

reaksi terhadap konjungtivitis menahun.4

B. Klasifikasi 4,7,15

Gangguan kornea dapat menyebabkan ulserasi kornea yang

mengakibatkan pembentukan parut pada mata. Hal ini akan berakibat

gangguan penglihatan pada mata. Gangguan ini dapat dihindari dengan

melakukan diagnosis dini, meminimalkan faktor resiko dan pengobatan

segera. Salah satu gangguan kornea umumnya ulkus kornea. Berdasarkan

penyebabnya ulkus kornea dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Infeksi

a. Bakteri

b. Virus

c. Jamur

d. Klamidia

e. Protozoa

f. spirochaeta

2. Non infeksi

a. Ulkus mooren

b. Keratitis alergi (keratokonjungtivitis fliktenular)

c. Keratititis marginal pada penyakit autoimun

d. Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A

Ulkus kornea yang khas pada avitaminosis A terletak di sentral dan

bilateral berwarna kelabu, indolen, kehilangan kilau kornea

disekitarnya, dan sering timbul perforasi. Sering disertai gangguan

konjungtiva berupa keratinisasi epitel konjungtiva yang

menybabkan timbulnya bercak bitot.

e. Keratitis neurotropik

f. Keratitis pajanan

1.5. Penyakit pada Retina

15

Page 16: Referat-Xeroftalmia

1.5.1. Penyakit pada Makula9

a. Degenerasi makula terkait dengan usia

b. Degenerasi makula noneksudatif

c. Degenerasi makula eksudatif

d. Korioretinopati serosa sentralis

e. Edema makula

f. Gangguan peradangan yang mengenai makula

g. Angioid streaks/coreng angioid

h. Degenerasi makula miopik

i. Membran makula epiretina

j. Makulopati traumatik

k. Distrofi macula

1.5.2. Penyakit retina perifer

a. Ablasio retina

b. Retinopati prematuritas

c. Degenerasi retina.

Kelainan degenerasi retina berupa distrofi makula ataupun distrofi

sel kerucut dan batang.

1.6. Vitamin A

Vitamin A diperoleh dari asupan makanan yang mengandung

vitamin A. Terdapat 3 bentuk vitamin A yang penting bagi tubuh yaitu

retinol, beta karoten, dan karotenoid. Dalam tubuh retinol merupakan

bentuk dominan dari vitamin A. Begitu diserap dalam saluran pencernaan,

vitamin A dibawa ke hati untuk disimpan.10 Saat dibutuhkan, vitamin A

akan dilepas dalam bentuk retinol yang akan berikatan dengan protein,

bentuk dari ikatan tersebut disebut juga retinol binding protein (RBP). RBP

nantinya akan berikatan dengan sel-sel reseptor yang dituju kemudian

16

Page 17: Referat-Xeroftalmia

protein akan melepaskan retinol sehingga dapat masuk kedalam sel yang

dituju.17

Pada proses penglihatan vitamin A berperan dalam kerja retina,

pembentukan cairan yang melapisi permukaan bola mata, serta dalam

pertumbuhan sel-sel epitel.10

Vitamin A berperan sebagai retinal (retinene) yang merupakan komponen

dari zat penglihat rhodopsin. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang

disebut opsin yang menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinene.

Rhodopsin merupakan zat yang dapat menerima rangsang cahaya dan

mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang indera

penglihatan. Rhodopsin terdapat pada bagian batang (rods) dari sel-sel

retina. Dalam cones (kerucut) terdapat zat sejenis yang komponen

proteinnya berbeda dengan opsin; zat penglihat yang terdapat di dalam

cones disebut porphyropsin.1

Kekurangan vitamin A pada retina berpengaruh terhadap rhodopsin

dalam retina yang berfungsi untuk adaptasi mata dari tempat yang terang

menuju tempat yang gelap. Jika dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan

gejala awal yaitu buta senja.

BAB II

17

Page 18: Referat-Xeroftalmia

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. XeroftalmiaA. Definisi

Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan

vitamin A termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan

fungsi sel retina yang dapat berakibat kebutaan. Xeroftalmia berasal dari

bahasa Yunani (xeros=kering; Opthalmos=mata) yang berarti kekeringan

pada mata akibat mata gagal memproduksi air mata atau yang dikenal

dengan dry eye yang mengakibatkan konjungtiva dan kornea kering.3

B. Etiologi

Penyebab terjadinya xeroftalmia adalah karena kurangnya Vitamin A.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di

Indonesia:

1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup Vitamin A atau

Pro Vitamin A untuk jangka waktu yang lama

2. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif

3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein,

Zn/seng atau zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan

Vitamin A dan penyerapan Vitamin A dalam tubuh

4. Adanya gangguan penyerapan Vitamin A atau Pro Vitamin A

seperti pada penyekit-penyakit antara lain, diare kronik, KEP dan

lain-lain.

5. Adanya kerusakan hati seperti pada kwashiorkor dan hepatitis

kronis, menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol

Binding Protein) dan pre-albumin yang penting dalam penyerapan

Vitamin A.

18

Page 19: Referat-Xeroftalmia

C. Klasifikasi

Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982) yaitu:

- XN (Rabun Senja)1

Terjadi akibat gangguan pada retina sehubungan dengan adanya

defisiensi vitamin A. Dari sudut fungsi terjadi hemeralopia atau

nictalopia yang oleh awam disebut buta senja atau buta ayam

(kotokan) yaitu ketidaksanggupan melihat pada cahaya remang-

remang. Disebut buta senja karena terjadi bila sore hari (senja) anak

masuk dari luar (cahaya terang) ke serambi rumah (cahaya remang-

remang).

- X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22

Umumnya tahap ini selalu diikuti dengan xerosis kornea. Xerosis

terjadi akibat proses keratinisasi lapisan superfisial epitel tanpa sel

goblet yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A.

- X1B (Bercak Bitot / bitot’s spot)4,16,22

Merupakan suatu lapisan putih ireguler seperti sabun atau busa yang

menutupi lesi xerosis konjungtiva terdiri dari deskuamasi epitel yang

mengalami proliferasi dan keratinisasi disertai dengan pertumbuhan

bakteri (seperti corynobacterium xerosis) tanpa disertai sel goblet.

http://motherchildnutrition.org/picture

- X2 (Xerosis Kornea)4,16,17,22

19

Page 20: Referat-Xeroftalmia

Xerosis kornea yaitu adanya keratopati pungtata superfisisal yang

terjadi akibat kekeringan pada daerah kornea. Pada pasien dengan

xerosis kornea yang parah umumnya diikuti dengan defisiensi protein.

- X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,22

Mengenai kurang dari sepertiga dari permukaan kornea. Pada stadium

ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma.

- X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,20,22

Mengenai lebih dari sepertiga dari permukaan kornea. Kerusakan

lapisan sroma pada tahap ini umumnya dapat menyebabkan kebutaan.

- XS (Xeroftalmia Scar)4,16,20,22

Gejala sisa dari lesi kornea atau sikatriks kornea akibat dari proses

perbaikan dari lapisan stroma yang bisa terletak di tepi ataupun di

sentral.

http://webeye.ophth.uiowa.edu.com/picture

- XF (Xeroftalmia Fundus)4,16

Fundus xeroftalmia atau disertai kelainan fundus xeroftalmia yaitu

dimana pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang

tersebar dalam retina, umumnya terdapat di tepi sampai arkade

vaskular temporal. Pada bagian ini hanya dapat diamati dengan

funduskopi

Gambar 5

D. Epidemiologi6,20

20

Page 21: Referat-Xeroftalmia

Xeroftalmia merupakan salah satu dampak dari kekurangan vitamin A

yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun yang menjadi

penyebab utama kebutaan di negara berkembang. KVA pada anak

biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP)

atau Gizi buruk akibat kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG)

sehingga asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam

hal ini vitamin A. 15-25% anak yang menderita KVA mengalami

kebutaan total dan 58-60% mengalami buta sebagian. Anak yang

menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran

pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya

tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi

pada keluarga dengan penghasilan cukup karena kurangnya pengetahuan

orang tua / ibu tentang gizi yang baik ataupun gangguan penyerapan di

saluran cerna. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih

membutuhkan perhatian yang serius. Survei menunjukkan bahwa 50%

balita masih menderita KVA Sub Klinis (serum retinol < 20 ug/dl).

Pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia mendapat penghargaan Helen

Keller Award, karena mampu menurunkan prevalensi xeroftalmia

sampai 0,3%. Keberhasilan tersebut berkat program penanggulangan

KVA dengan suplemen kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI

(merah) sebanyak 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus yang

ditujukan kepada anak balita (1-5 tahun) dan 1 kapsul pada ibu nifas (<

30 hari sehabis melahirkan). Setelah tahun 1997 kemudian sasaran

diperluas kepada bayi umur 6 – 11 bulan dengan pemberian kapsul

vitamin A dosis 100.000 SI (biru). Krisis ekonomi yang melanda

Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 dimana terjadi peningkatan

kasus gizi buruk di berbagai daerah mengakibatkan masalah KVA

muncul kembali. Berdasarkan laporan dari beberapa propinsi antara lain

dari NTB dan Sumatera Selatan menunjukkan munculnya kembali kasus

Xeroftalmia mulai dari tingkat ringan sampai berat.

E. Patofisiologi1,2

21

Page 22: Referat-Xeroftalmia

Gejala kekeringan mata pada defisiensi vitamin A yang disebut

xeroftalmia berturut-turut terdiri atas buta senja, xerosis conjunctiva dan

xerosis kornea yaitu kekeringan epitel biji mata dan kornea karena

sekresi glandula lacrimalis menurun. Kornea kemudian mengoreng

karena sel-selnya menjadi lunak disebut keratomalasia dan dapat

mengakibatkan kebutaan. Pada penyembuhan luka kornea ini dapat

terjadi luka parut yang terdiri atas jaringan yang tidak tembus cahaya.

Luka parut ini kadang-kadang membonjol keputihan (atau kemerahan)

disebut leucoma (biji kapas). Terdapat kelainan pada sklera di sebelah

lateral dari kornea yang disebut bercak Bitot. Kelainan ini tampak

sebagai kumpulan gelembung-gelembung busa sabun yang dapat dihapus

dengan kapas dan meninggalkan epitel kering dengan pigmen kecoklatan.

Xeroftalmia dibagi dalam 4 stadium yaitu stadium I (hemeralopia),

stadium II (xerosis konjungtiva dengan atau tanpa hemeralopia dengan

atau tanpa bercak Bitot), stadium III (stadium II ditambah xerosis kornea

dan sering disertai ulkus kornea), stadium IV (keratomalasi). Pada

stadium III dapat timbul ulkus kornea dan pada stadium IV kornea

menjadi lembek seperti bubur berwarna keputih-putihan dan mudah

mengalami perforasi. Umumnya keratomalasia timbul pada anak dengan

defisiensi vitamin A kronis yang menderita campak atau penyakit berat

lainnya. Penderita xeroftalmia sering juga ditemukan pada penderita

malnutrisi energi protein.

Ciri histopatologis dari xeroftalmia berupa timbulnya bintik-bintik kering

pada epitel kornea dan konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel

goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non-goblet,

peningkatan stratifikasi sel, dan peningkatan keratinisasi.

F. Diagnosa

22

Page 23: Referat-Xeroftalmia

1. Gejala klinis8,14

Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982), gejala klinisnya yaitu :

- XN (Xerosis Nyctalopia)1

Ketidaksanggupan melihat pada cahaya remang-remang.

- X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22

Penderita tidak dapat melihat di sore hari (nocturnal

amblyopia)

Rasa tidak nyaman pada mata seperti terasa panas.

Mata terlihat xerotic

- X1B (Bercak Bitot / bitot’s spot)4,16,22

Terdapat bercak putih kekuningan seperti busa atau sabun

- X2 (Xerosis Kornea)4,16,17,22

Pandangan mata menjadi kabur

Penglihatan pasien menurun pada ruangan terang

Penderita melihat halo pada sekitar objek.

- X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,22

Pada tahap ini, pasien mengalami penurunan penglihatan yang

irreversible.

- X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,20,22

Pada tahap ini pasien tidak dapat melihat apapun (total

blindness).

- XS4,16,20,22

Pada stadium ini gejala yang dirasakan pasien bervariasi

tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya. Keparahan

gangguan penglihatan tergantung dari letak sikatriks.

2. Pemeriksaan Fisik

23

Page 24: Referat-Xeroftalmia

Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait

langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia

seperti gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati.

Yang terdiri dari :

- Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi badan

- Penilaian Status gizi

- Pemeriksaan mata untuk melihat tanda-tanda xeroftalmia. Kelainan

pada mata bergantung dari stadium yang diderita oleh pasien

(klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO), yaitu :

XN (Xerosis Nyctalopia)1

Tidak terlihat ada tanda klinis

X1A (Xerosis Konjungtiva)16,17,20,22

Daerah konjungtiva tampak xerotic dan terdapat

pigmentasi.

Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang

timbul pada konjungtiva bulbi.

X1B (Bercak Bitot / bitot’s spot)4,16,22

Terdapat bercak bitot yaitu bercak putih kekuningan

seperti busa atatu sabun yang umumnya bilateral

dengan letak temporal ke arah limbus.

X2 (Xerosis Kornea)4,16,17,22

Pada mata pasien yang tampak berupa kekeruhan

pada kornea. Kekeruhan akan lebih tampak jelas

ketika mata di tahan untuk berkedip.

X3A (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,22

Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan

stroma pada kornea yang umumnya dari daerah

inferior ke daerah sentral.

X3B (Ulserasi Kornea / Keratomalasia)16,17,20,22

Mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai dengan

vaskularisasi kedalamnya.

24

Page 25: Referat-Xeroftalmia

Ulserasi yang melebihi stadium sebelumnya

Edema pada kornea disertai dengan penonjolan

disekitarnya

Luluhnya kornea dengan komplit yang berakhir

dengan stafiloma kornea atau ptisis.

XS (Xerosis Sikatrik)4,16,20,22

Kornea mata tampak menjadi putih

Bola mata tampak mengecil

Bila luka pada kornea telah sembuh akan

meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan

parut.

XF (Fundus Xeroftalmia)4,16

Pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning

keputihan yang tersebar dalam retina, umumnya

terdapat di tepi sampai arkade vaskular temporal.

- Kelainan pada kulit : kering, bersisik

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes adaptasi gelap5,18,20

Jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya diremangkan tiba-tiba

di dalam ruangan maka kemungkinan pasien mengalami buta senja.

Tes adaptasi gelap juga dapat menggunakan alat yang bernama

adaptometri. Adaptometri adalah suatu alat yang dikembangkan

untuk mengetahui kadar vitamin A tanpa mengambil sampel darah

menggunakan suntikan. Derajat gelap

yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi seseorang yang berada

di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf berukuran

tinggi 10 sentimeter dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam

pada kertas putih.

2. Sitologi impresi konjungtiva8,18

25

Page 26: Referat-Xeroftalmia

Dari pemeriksaan sitologi konjungtiva didapatkan keberadaan sel

goblet dan sel-sel epitel abnormal yang mengalami keratinisasi.

3.Uji Schirmer, untuk menilai kuantitas air mata, menilai kecepatan

sekresi air mata dengan memakai kertas filter Whatman 41 bergaris

5 mm–30 mm dan salah satu ujungnya berlekuk berjarak 5 mm

dari ujung kertas . Kertas lakmus merah dapat juga dipakai dengan

melihat perubahan warna. Perbedaan kertas lakmus dengan kertas

filter hanya sedikit. Rata–rata hasil bila memakai Whatman 41

adalah 12 mm (1 mm–27 mm) sedangkan lakmus merah 10 mm (0

mm–27 mm).

a. Uji Schirmer I dilakukan tanpa anestesi topikal, ujung kertas

berlekuk diinsersikan ke sakus konjuntiva forniks inferior pada

pertemuan medial dan 1/3 temporal palpebra inferior. Pasien

dianjurkan menutup mata perlahan–lahan tetapi sebagian

peneliti menganjurkan mata tetap dibuka dan melihat keatas.

Lama pemeriksaan 5 menit dan diukur bagian kertas yang basah,

diukur mulai dari lekukan. Nilai normal adalah 10 mm–25 mm

11, 10 mm–30 mm 12

b. Uji Schirmer II dengan penetesan anestesi topikal untuk

menghilangkan efek iritasi lokal pada sakkus konjuntiva.

Kemudian syaraf trigeminus dirangsang dengan memasukkan

kapas lidi kemukosa nasal atau dengan zat aromatik amonium,

maka nilai schirmer akan bertambah oleh adanya reflek sekresi.

Pemeriksaan ini yang diukur adalah sekresi basal karena

stimulasi dasar terhadap refleks sekresi telah dihilangkan.

4. Pemeriksaan osmolaritas air mata, air mata mempunyai osmolaritas

302 + 6,3 mOsm/l pada individu normal, pada KCS osmolaritas air

mata meningkat antara 330 dan 340 mOsm/l karena penurunan

aliran dan peningkatan evaporasi dari air mata. Osmolaritas air

mata mempunyai sensitivitas 90 % dan spesifisitas 95%, sayang

26

Page 27: Referat-Xeroftalmia

besarnya biaya dan terbatasnya mikroosmolmeter untuk mengukur

osmolaritas air mata mempunyai kegunaan klinis yang terbatas.

5. Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up

Time)8,18,19

Pada pasien xeroftalmia kekurangan musin berakibat tidak

stabilnya lapisan air mata yang mengakibatkan lapisan tersebut

mudah pecah. Hal ini mengakibatkan terbentuk “Bintik-bintik

kering” dalam film air mata (meniskus) sehingga epitel kornea atau

konjungtiva terpajan ke dunia luar. Pada tes ini akan positif

didapatkan sel epitel yang rusak dilepaskan dari kornea sehingga

meninggalkan daerah-daerah yang kecil yang dapat dipulas dan

daerah tersebut akan tampak jika dibasahi flourescein

Pada mata normal, TBUT sekitar > 15 detik dan berkurang pada

penggunaan anastetik lokal, manipulasi mata atau dengan menahan

palbebra tetap terbuka.

Pasien dengan TBUT kurang dari 3 detik dklasifikasikan dalam

mata kering. Jika terdapat defisiensi air, maka film air mata akan

tampak lebih tipis.

6. Pemeriksaan kornea

a.Pemulasan Fluorescein

Pada pasein xeroftalmia fluorescein akan didapatkan positif

daerah-daerah erosi dan terluka epitel kornea.

b.Pemulasan Bengal Rose

Pulasan bengal rose 1% didapatkan sel-sel epitel konjungtiva dan

kornea yang mati yang tidak dilapisi oleh musin secara adekuat

dari daerah kornea.

c.Pemulasan Lissamine hijau

Pemulasan lissamine hijau memiliki fungsi yang sama dengan

bengal rose. Didapatkan hasil positif sel-sel epitel yang mati pada

penderita xeroftalmia.

27

Page 28: Referat-Xeroftalmia

4. Pemeriksaan laboratorium20,21

- Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi pada keadaan

defisiensi protein maupun infeksi didapatkan kadar serum vitamin

A umumnya akan menurun dengan nilai serum retinol < 20 ug/dl.

- Total retinol binding protein (RBP). Pemeriksaan dilakukan

dengan imunologik assay. RBP merupakan komponen yang lebih

stabil dari retinol namun nilainya kurang akurat karena

dipengaruhi oleh serum protein

- Kadar albumin < 2.5 mcg/dl pada penderita xeroftalmia

- Pemeriksaan darah rutin untuk menilai kemungkinan anemia dan

infeksi

Skoring normal:21

Hematokrit: Laki-laki: 40% - 60%; Perempuan: 38% - 48%

Hemoglobin (g/dl): Laki-laki: 13,5 – 18,0 ; Perempuan: 12 – 16

Trombosit (sel-sel x 106/dl): 150 – 350

Leukosit (sel-sel x 103/dl): 4,5 – 11,0

G. Penatalaksanaan

1. Pencegahan

Xeroftalmia disebabkan oleh defisiensi vitamin A dan sering dialami

pada anak. 15-25% defisiensi vitamin A menyebabkan kebutaan total

pada anak dan 58-60% menyebabkan buta sebagian. Karenanya untuk

meminimalkan resiko terjadinya xeroftalmia pencegahan yang dapat

kita lakukan antara lain:

a. Pendekatan jangka pendek

Pemberian vitamin A dosis tinggi secara berkala.

- < 6 bulan dan tidak memperoleh ASI:

pemberian vitamin A 50.000 IU sebelum bayi menginjak umur

6 bulan

- 6-12 bulan:

Pemberian vitamin A 100.000 IU tiap 3-6 bulan

28

Page 29: Referat-Xeroftalmia

- 1-6 tahun:

Pemberian vitamin A 200.000 IU dalam bentuk kapsul

berbasis minyak diberikan setiap 4-6 bulan

- Ibu menyusui:

Pemberian vitamin A satu kali sebanyak 20.000 IU setelah

melahirkan atau 2 bulan setelahnya

b. Pendekatan jangka menengah

Fortifikasi makanan dengan vitamin A seperti penambahan pada

susu dan mentega

c. Pendekatan jangka panjang

Meningkatkan pemberian makanan yang banyak mengandung

vitamin A. Terdapat 2 jenis makanan yang mengandung vitamin

A yaitu:

Vitamin A yang berasal dari derivat hewani yang disebut

retinol merupakan suatu preformed vitamin A yang dapat

langsung digunakan oleh tubuh kita. Contohnya antara lain

hati sapi atau ayam, minyak ikan, susu, keju dan telur.

Vitamin A yang berasal dari buah-buahan ataupun sayuran

termasuk dalam bentuk provitamin A atau beta karoten yang

nantinya akan dikonversi menjadi retinol setelah masuk

saluran pencernaan.contohnya antara lain wortel, tomat,

mangga, kentang manis, bayam dan sayuran hijau lainnya.

2. Pengobatan

Secara garis besar pengobatan xeroftalmia tebagi menjadi 4 hal yaitu:

a. Memberi makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)

Umumnya penderita xeroftalmia merupakan penderita PEM karena

itu diperlukan pendapat ahli gizi untuk memperbaiki gizi anak dan

dalam membantu pengobatan penyakit infeksi yang diderita.

b. Mengobati penyakit infeksi ataupun gangguan yang mendasarinya

29

Page 30: Referat-Xeroftalmia

Umumya anak dengan defisiensi vitamin A diikuti dengan infeksi

ataupun gangguan-gangguan lainnya diantaranya campak,

penyakit paru, gangguan elektrolit, dehidrasi dan gastroentritis.

Karenanya diperlukan juga pengobatan terhadap penyakit-penyakit

infeksi yang diderita anak.

c. Memberi vitamin A (dosis terapeutik)

Pemberian vitamin A yang dilarutkan dalam minyak dapat

diberikan oral sedangkan vitamin A yang dilarutkan dalam air

dapat diberikan dalam bentuk injeksi. Vitamin A dapat diberikan

dengan dosis total 50.000-75.000 IU/kgBB dengan dosis maksimal

400.000 IU. Pemberian vitamin A berdasarkan WHO dijadwalkan

sebagai berikut:

- Usia > 1 tahun:

200.000 IU secara oral atau 100.000 secara injeksi muskular

perlu diberikan segera dan diulang esoknya atau 4 minggu

kemudian.

- Usia < 1 tahun atau berat badan < 8 kg:

Diberikan dosis setengah dari pasien diatas 1 tahun

- Wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak):

Pada wanita yang menderita rabun senja, bercak bitot hingga

xerosis konjungtiva perlu diberikan vitamin A dengan dosis

100.000 IU secara oral setiap harinya selama 2 minggu.

Sedangkan pada penderita dengan gangguan pada korneanya

diberikan dosis vitamin A sesuai dengan dosis pada anak diatas

1 tahun

d. Mengobati kelainan mata

Pada pasien dengan xeroftalmia terjadi kekeringan pada mata baik

kornea maupun konjungtiva disertai dengan gangguan retina karena

itu perlu diberikan terapi diantaranya:

30

Page 31: Referat-Xeroftalmia

- Air mata buatan. Terdapat dalam sediaan tetes mata ataupun

salep. Pemberian air mata buatan tergantung pada tingkat

keparahan. Untuk kasus ringan diberikan air mata buatan 4 kali

dalam sehari sebanyak 1 sampai 2 tetes sedangkan pada pasien

dengan tingkat sedang hingga berat diberikan mulai dari 4 kali

dalam sehari hingga setiap jam. Terdapat beberapa jenis air

mata buatan diantaranya:

o Derivat selulosa untuk kasus ringan

o Alkohol povinil meningkatakan persistensi lapisan air mata

dan berguna untuk defisiensi mukus

o Sodium hyaluronat untuk perbaikan epitel kornea dan

konjungtiva

- Ointment atau salep berguna sebagai pelumas jangka panjang

dan dapat diberikan sewaktu tidur. Telah terbukti aman dan

efektif dalam membantu proses penyembuhan. Sayangnya

penggunaan obat ini meninggalkan bekas.

3. Tindakan Operatif

Tindakan operatif pada xeroftalmia berupa pemasangan sumbatan

di punctum yang bersifat temporer ( kolagen ) atau untuk waktu

yang lebih lama ( silicon ). Tindakan ini untuk menahan sekret air

mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen dapat

dilakukan dengan terapi termal ( panas ), kauter listrik, atau

dengan laser

H. Komplikasi

Pada awal perjalanan xeroftalmia, penglihatan sedikit terganggu. Pada

kasus lanjut dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea dan perforasi.

Sesekali dapat terjadi infeksi bakteri sekunder dan berakibat jaringan parut

serta vaskularisasi pada kornea yang memperberat penurunan penglihatan.

Untuk komplikasi infeksi bakteri sekunder diberikan antibiotik berupa

topikal maupun sistemik. Antibiotik topikal yang dapat diberikan seperti

31

Page 32: Referat-Xeroftalmia

ciprofloxacin (0.3%) atau ofloxacin (0.3%). Sedangkan antibiotik

sisitemik yang dapat diberikan seperti ciprofloxacin 750 mg dua kali

dalam sehari atau sefalosporin.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

32

Page 33: Referat-Xeroftalmia

3.1. Kesimpulan

Xeroftalmia merupakan suatu kelainan pada mata yang terjadi akibat

defisiensi vitamin A. Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua

umur akan tetapi kekurangan yang disertai pada kelaina pada mata

umumnya terjadi pada anak berusia 6 bulan samapai 4 tahun dan sering

ditemukan pada anak dengan PEM (protein energi malnutrisi).4 Gejala

klinik yang ditemukan pada pasien xerophtalmia berupa gangguan

retina berupa rabun senja hingga kekeringan yang terjadi pada

konjungtiva dan kornea yang disebut juga xerosis.

Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO (1982), yaitu:

- X1A

xerosis konjungtiva, umumnya tahap ini selalu diikuti dengan xerosis

kornea. Xerosis terjadi akibat adanya proses keratinisasi lapisan

superfisial epitel tanpa sel goblet yang disebabkan oleh defisiensi

vitamin A. manifestasi klinis berupa daerah konjungtiva yang kering,

dan tampak kusam. Xerosis umumnya berhubungan dengan

penebalan, pengeriputan, dan pigmentasi pada konjungtiva. xerosis

biasanya terjadi pada konjungtiva bulbi didaerah celah kelopak kantus

eksternus. Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul pada

konjungtiva bulbi.

- X1B

bercak bitot (bitot’s spots), merupakan suatu lapisan putih ireguler

seperti sabun atau busa yang menutupi lesi xerosis konjungtiva, terdiri

dari deskuamasi epitel yang mengalami proliferasi dan keratinisasi

disertai dengan pertumbuhan bakteri (seperti corynobacterium xerosis)

tanpa disertai sel goblet.

- X2

xerosis kornea, yaitu adanya keratopati pungtata superfisisal yang

terjadi akibat kekeringan pada daerah kornea. Manifestasi yang

tampak berupa kekeruhan pada kornea akibat adanya lapisan keratin.

33

Page 34: Referat-Xeroftalmia

Pada tahap ini, perkembangan dari gangguan akibat defisiensi vitamin

A diantaranya pandangan mata menjadi kabur, penglihatan pasien

menurun pada ruangan terang, dan pasien melihat halo pada sekitar

objek. Pada pasien dengan xerosis kornea yang parah umumnya

diikuti dengan defisiensi protein.

- X3A

ulserasi kornea / keratomalasia yang mengenai kurang dari sepertiga

dari permukaan kornea. Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan

stroma pada kornea yang umumnya dari daerah inferior ke daerah

sentral.

- X3B

ulserasi kornea / keratomalasia yang mengenai lebih dari sepertiga

dari permukaan kornea. Pada stadium ini mulai terlihat nekrosis pada

kornea disertai dengan vaskularisasi kedalamnya. Kerusakan lapisan

sroma pada tahap ini umumnya dapat menyebabkan kebutaan.

- XS

gejala sisa dari lesi kornea atau sikatriks kornea akibat dari proses

perbaikan dari lapisan stroma yang bisa terletak di tepi tanpa

mengganggu penglihatan ataupun di sentral yang dapat mengganggu.

- XF

Fundus xeroftalmia atau disertai kelainan fundus xeroftalmia yaitu

dimana pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang

tersebar dalam retina, umumnya terdapat di tepi sampai arkade

vaskular temporal.

Terdapat 4 hal penting dalam penatalaksanaan xeroftalmia, yaitu:

a. Memberi makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)

b. Mengobati penyakit infeksi ataupun gangguan yang mendasarinya

c. Memberi vitamin A (dosis terapeutik)

Pemberian vitamin A berdasarkan WHO dijadwalkan sebagai berikut:

- Usia > 1 tahun:

34

Page 35: Referat-Xeroftalmia

200.000 IU secara oral atau 100.000 secara injeksi muskular perlu

diberikan segera dan diulang esoknya atau 4 minggu kemudian.

- Usia < 1 tahun atau berat badan < 8 kg:

Diberikan dosis setengah dari pasien diatas 1 tahun

- Wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak):

Pada wanita yang menderita rabun senja, bercak bitot, hingga

xerosis konjungtiva, perlu diberikan vitamin A dengan dosis

100.000 IU secara oral setiap harinya selama 2 minggu. Sedangkan

pada penderita dengan gangguan pada korneanya, diberikan dosis

vitamin A sesuai dengan dosis pada anak diatas 1 tahun

d. Mengobati kelainan mata

- Air mata buatan, diberikan tiap 3-4 jam jika terdapat kekeringan

pada mata

- Retinoic acid 0.1%, satu hingga tiga kali dalam sehari untuk

membantu proses penyembuhan. Namun penggunaan obat ini

meninggalkan bekas.

3.2. Saran

Vitamin A mempunyai peran penting dalam fungsi penglihatan,

metabolism umum, dan membantu dalam proses reproduksi. Karenanya

sangat penting agar kadar vitamin A dalam tubuh terpenuhi dalam

tubuh terutama bagi anak-anak diusia balita. Pada pasien yang sudah

menderita xeroftalmia, pengobatan utama yang diperlukan adalah

vitamin A dengan dosis sesuai dengan usia pasien dan apabila sudah

terjadi kekeringan ataupun ulkus pada kornea maka diperlukan

pengobatan tambahan sesuai dengan gangguan yang terjadi pada mata

pasien.

DAFTAR PUSTAKA

35

Page 36: Referat-Xeroftalmia

1. Sedia Oetama, Achmad Djaeni. Vitamin dalam Ilmu Gizi untuk Mahasiswa

dan Profesi. Jilid I. Jakarta. Dian Rakyat. 2008. Hal. 111-112

2. Abdoerrachman, MH, MB Affandi ,dkk. Oftalmologi dalam Buku Kuliah

Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Info Medika. 1996. Hal. 909-910

3. Ilyas SH. Anatomi dan Fisiologi Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta.

Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal. 1-12

4. Ilyas SH. Mata Merah dengan Penglihatan Normal dalam Ilmu Penyakit

Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal. 140-142

5. Ilyas SH. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata serta Kelainan pada

Pemeriksaan Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

2005. Hal. 38

6. Hamurwono Guntur, Marianas Marias, dkk. Kelainan Mata Pada Anak

dalam Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa

Kedokteran. Jakarta. Sagung Seto. 2002. Hal. 229-230

7. Riordan-Eva Paul, Anatomi dan Embriologi Mata dalam Vaughan & Asbury

Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 8-19

8. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Konjungtiva dalam Vaughan & Asbury

Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 97-123

9. Fletcher EC, Chong NHV, shetlar DJ. Retina dalam Vaughan & Asbury

Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 186-209

10. Ansstas George. Vitamin A Deficiency. 2012. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article

11. Heiting Gary. Vitamin A and Beta Carotene: Eye Benefits. Diunduh dari:

http://www.allaboutvision.com/nutrition/vitamin_a.htm

12. Gumus Koray, Cavanagh DH. The Role of Inflammation and

antiinflammation Therapies in Keratokonjunctivitis Sicca. Clinical

Ophthalmology. Dallas. Dove Medical Press Ltd. 2009. Hal 57-67

13. Gayton JL. Etiology, Prevalence, and Treatment of Dry Eye Disease.

Clinical Ophthalmology. Dallas. Dove Medical Press Ltd. 2009. Hal 405-

412

36

Page 37: Referat-Xeroftalmia

14. Javadi MA, Feizi Sepehr. Dry Eye Syndrome. J Ophtalmic Vis Res. 2011.

Hal 192-198

15. Khurana AK. Disease of Kornea: Comprehensive Ophthalmology. Ed. 4.

New Delhi. New Age International (P) Ltd. 2007. Hal 91-96

16. Khurana AK. Sistemic Ophthalmology: Comprehensive Ophthalmology. Ed.

4. New Delhi. New Age International (P) Ltd. 2007. Hal 434-436

17. Sommer Alfred, West KP. Xerophtalmia and Keratomalacia: Vitamin A

Deficiency Health Survival and Vision. New York. Oxford University Press.

1996. Hal 99-133

18. Sommer Alfred. Xerophtalmia and Keratomalacia: Nutritional Blindness.

1982. New York. Oxford University Press. 1996. Hal 404-411

19. Wijaya Chandra, Terabunan Joses, dkk. Keratitis. 2012. Diunduh dari:

http://www.scribd.com/doc/84409823/keratitis

20. Kurniawan Anie, dkk. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia Pedoman

Bagi Tenaga Kesehatan diunduh dari: http://gizi.depkes.go.id/2003.

21. Anderson Sylvia, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses –

Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta. EGC. 2007. Hal. 740.

22. Gunawan Wasidi. Oftalmologi Pediatri dalam Ilmu Kesehatan Mata. Ed 1.

Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM. Hal. 283-285.

23. WHO. Xerophthalmia and night blindness for the assessment of clinical

vitamin A deficiency in individuals and population. 2014

24. Anastasios et al. 2013. Xerophthalmia and acquired night blindness in a

patient with a history of gastrointestinal neoplasia and normal serum

vitamin A levels. Department of Ophthalmology, University Hospital of

Crete, Crete, Greece.

25. Florentino et al. 1978. Vitamin A deficiency in the Philippine : a study of

Xeroftalmia in Cebu. The American journal of clinical nutrition.

26. VK Agrawal, P Agrawal & Dharmenda. 2013. Prevalence and determinants

of xerophthalmia in rural children of Uttarpradesh, India. Department of

Community Medicine, Rohilkhand Medical College, Bareilly, UP

37

Page 38: Referat-Xeroftalmia

27. Cian E. Collins et al. 2010. Xerophthalmia Because of Dietary-

Induced Vitamin A Deficiency in a Young Scottish Man. From the Princess Alexandra Eye Pavilion, Edinburgh, United Kingdom.

h.D., Thomas L. Fernandez,. Latham,6

38