referat torch safit (pembimbing dr. mayor. m. birza rizaldi sp.og)

31
Dokter Pembimbing : dr. M. Birza Rizaldi , Sp.OG. Disusun Oleh: Safitri Rahayu, S.Ked KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT TK II. MOHAMMAD RIDWAN MAUREKSA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 12 NOVEMBER 2012 JAKARTA REFERAT INFEKSI T.O.R.C.H PADA KEHAMILAN

Upload: cacicut

Post on 08-Aug-2015

253 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Dokter Pembimbing :

dr. M. Birza Rizaldi , Sp.OG.

Disusun Oleh:

Safitri Rahayu, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT TK II. MOHAMMAD RIDWAN MAUREKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

12 NOVEMBER 2012

JAKARTA

REFERAT

INFEKSI T.O.R.C.H PADA KEHAMILAN

Page 2: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

BAB I

PENDAHULUAN

TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan oleh

(Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), Herpes simplex virus II and

Others). Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan

(fertilitas) baik pada wanita maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya

kehamilan. 1,2,3

Infeksi TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik

dapat mengakibatkan kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa

timbul akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf,

mata, kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik,

hidrosefalus, dan lain sebagainya. 1,2,3

Diagnosis dilakukan dengan tes ELISA. Ditemukan bahwa antibodi IgM

menunjukkan hasil positif 40 (10.52%) untuk toksoplasma, 102 (26.8%) untuk

Rubella, 32 (8.42%) untuk CMV dan 14 (3.6%) untuk HSV-II. Antibodi IgG

menunjukkan hasil positif 160 (42.10%) untuk Toxoplasma, 233 (61.3%) untuk

Rubella, 346 (91.05%) untuk CMV dan 145 (33.58%) untuk HSV-II. 1,2,3

Page 3: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TOKSOPLASMOSIS

2.1.1. Definisi

Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

parasit Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi

pada bayi baru lahir yang berasal dari ibu yang terinfeksi. Bayi tersebut

biasanya asimptomatik, namun manifestasi selanjutnya bisa menjadi

korioretinitis, strabismus, epilepsy dan retardasi psikomotor. 1,2,3

2.1.2. Etiologi

Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraseluler

yang menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing di

seluruh dunia.1,2,3

2.1.3. Patogenesis

Tahap utama daur hidup parasit adalah pada kucing (hospes

definitif). Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual

(skizogoni) dan daur seksual (gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan

ookista yang dikeluarkan melalui tinja. Bila ookiosta tertelan oleh hospes

perantara maka pada berbagai jaringan akan terjadi pembelahan cepat

menjadi takizoit → bereplikasi pada seluruh sel kecuali di eritrosit →

bradizoit (masa infeksi laten) → stadium istirahat (kista jaringan). 1,2,3

Page 4: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat

memasuki tiap sel yang berinti. Takizoit pada manusia adalah parasit

obligat intraseluler. Takizoit berkembang biak dalam sel secara

endodiogeni. Bila sel pennuh dengan takzoit maka sel menjadi pecah dan

takizoit memasuki sel sekitarnya atau di fagositosis oleh makrofag. Kista

jaringan dibentuk didalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah

membentuk dinding. Kista jaringan ini bisa bertahan seumur hidup

terutama di otak, otot jantung, dan otot lurik. 1,2,3

Page 5: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Bila kista jaringan yang mengandung bradizoit atau ookista

yang mengandung sporozoit terlelan oleh hospes, parasit akan bebas dari

kista → didalam eritrosit, parasit transformasi, peningkatan invasif

takizoit → parasit menyebar ke jar. Limfatik, otot lurik, miokardium,

retina, plasenta, dan SSP → terjadi infeksi → replikasi → invasi sel

sekitar → kematian sel dan nekrosis fokal + inflamasi akut. 1,2,3

Pada hospes imunokompromais atau pada janin, faktor-faktor imun

yang dbutuhkan untuk mengontrol penyebaran penyakit jumlahnya rendah.

Page 6: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Akibatnya takizoit menetap dan penghancuran progresif berlangsung dan

terjadi kegagalan organ. 1,2,3

Toxoplasma gondii dapat menular ke manusia melalui beberapa rute,

yaitu:

• Pada  toksoplasmosis  kongenital  →    transmisi  terjadi  in  utero  

melalui   plasenta,   bila   ibu   mengalami   infeksi   primer   saat  

hamil.  

• Pada  infeksi  akuisita   infeksi  dapat  terjadi  bila  makan  daging  

mentah  atau  kurang  matang.  

• Infeksi   dapat   terjadi   dengan   transplantasi   organ   dari   donor  

yang  menderita  toksoplasmosis  laten.  

• Transfusi  darah  lengkap  juga  dapat  menginfeksi  

• Transmisi   melalui   ookista   juga   dapat   menginfeksi,   seekor  

kucing   yang   terinfeksi   dapat   mengeluarkan   sampai   dengan  

10juta   butir   ookista   setiap   hari   selama   2   minggu.   Ookista  

menjadi   matang   dalam   waktu   1-­‐5hari   dan   dapat   lebih   dari  

1tahun  di   tanah  yang  panas  atau   lembab.  Ookista  mati  pada  

suhu  45-­‐55C.    

Toksoplasma menginfeksi hospes melalui mukosa saluran

cerna, hal ini akan merangsang sistem imun untuk membentuk IgA

spesifik. T.gondii dengan cepat akan merangsang IgM dan IgG.

Immunoglobulin ini dapat membunuh takizoit ekstraseluler. IgG dapat

terdeteksi sejak dua sampai tiga minggu setelah infeksi, mencapai puncak

pada enam sampai delapan minggu dan kemudian menurun perlahan

sampai batas tertentu dan bertahan seumur hidup. IgM dapat terdeteksi

kurang lebih satu minggu setelah infeksi akut dan menetap selama

beberapa minggu atau bulan, bahkan antibody ini dapat masih terdeteksi

sampai lebih dari satu tahun. IgA terdeteksi segera setelah IgM, dan

bertahan selama 6-7 bulan. 1,2,3

Page 7: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

2.1.4. Manifestasi Klinis Toksoplasmosis

Gejala yang dapat timbul pada toksoplsmosis adalah fatigue,

nyeri otot dan kadang-kadang limfadenopati, tetapi seringkali infeksi

terjadi subklinis. .Infeksi toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu

sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu

(misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan

obat penekan respon imun).1,2,3

Jika wanita hamil terinfeksi toxoplasma maka akibat yang

dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%)

atau bayi menderita toxoplasmosis bawaan. Pada toxoplasmosis bawaan,

Page 8: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan telinga,

retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis. 1,2,3

Page 9: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Sedangkan bila janin lahir setelah ibu terinfeksi selama

kehamilan, bayi bisa lahir dalam keadaan hidrosefalus, berat bayi lahir

rendah, hepatospleenomegali, ikterus dan anemia. Gejala defisit

neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intracranial, retardasi mental

dan hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi

korioretinitis. 1,2,3

• First   half   of   pregnancy   :   dapat   menyebabkan  malformation  

pada   CNS,   microcephali,   hydrocephalus   dan   perinatal  

mortality.    

• Second  half   of   pregnancy   :   Ringan/asymtomatic,   demam   (flu  

like  syndrome,   limfadenopati   servikal  ataupun  aksila,  namun  

tidak  sakit.    

• Gejala-­‐gejala   ini   beberapa   minggu   s/d   bulan.     Anemia,  

leukopenia,  kadang   leukositosis.  Dapat   terjadi  chorioretinitis  

dan  kelainan  pada  CNS  setelah  beberapa  bulan  atau  beberapa  

tahun  kemudian.    

• Congenital  Toxoplasmosis   :   Anak   hidup  dengan   kemunduran  

mental  yang  parah,  kejang-­‐kejang,  strabismus  dan  kebutaan.  

2.1.5. Diagnosis Prenatal Toksoplasmosis

Diagnosis pranatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan

14-27 minggu. Aktivitas diagnosis meliputi ; 1,2,3

1. Kordosentesis   (pengambilan  sampel  darah   janin  melalui   tali  

pusat)   ataupun   amniosentesis   (aspirasi   cairan   ketuban)    

dengan  tuntunan  Ultrasonografi.  

2. Pembiakan  darah  janin  ataupun  cairan  ketuban  dalam  kultur  

sel   fibroblast,   ataupun   diinokulasi   ke   dalam   ruang  

peritoneum   dan   diikuti   isolasi   parasit.   Pemeriksaan   dengan  

PCR  untuk  mendeteksi  adanya  DNA  Toksoplasma  gondii  pada  

darah   janin   ataupun   cairan   ketuban.   Pemeriksaan   dengan  

teknik  ELISA  pada  darah  janin  guna  mendeteksi  antibodi  IgM  

janin  spesifik  (antitoksoplasma)    

Page 10: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Pola hasil

pemeriksaan

intepretasi komentar Saran

Page 11: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

IgG- IgM+ Rentan infeksi akut Rentan infeksi akut Pencegahan dan

infeksi berkala

IgG+ igM- Infeksi lama Tidak ada risiko

infeksi kongenital

BIla terjadi pada

trimester pertama dan

kedua umumnya

mengindikasikan

infeksi akut sebelum

konsepsi

IgG- igM+ 1. infeksi  akut  

2. antibody  

alami  

3. positif  palsu  

Beresiko infeksi

kongenital

b-c tidakada resiko

infeksi kongenital

Lakukan tes

konfirmasi

IgG+ igM+ 1. infeksi   akut  

atau  lama  

2. positif  palsu  

1. berisiko  

infeksi  

kongenital  

2. tidak   ada  

resiko  

infeksi  

kongenital  

Perhatikan usia

kandungan. Lakukan

tes konfirmasi.

Dikutip dari : Montoya JG dan sensini A.

2.2. RUBELA

2.2.1 Definisi

Infeksi ini juga dikenal dengan campak Jerman dan sering diderita

anak-anak. Rubela yang dialami pada tri semester pertama kehamilan 90

persennya menyebabkan kebutaan, tuli, kelainan jantung, keterbelakangan

mental, bahkan keguguran. Ibu hamil disarankan untuk tidak berdekatan dengan

orang yang sedang sakit campak Jerman. 4,5,6

Page 12: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

2.2.2. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella, sebuah togavirus yang

menyelimuti dan memiliki genom RNA beruntai tunggal. 3,4,5 Virus ini ditularkan

melalui rute pernapasan dan bereplikasi dalam nasofaring dan kelenjar getah

bening. Virus ini dapat ditemukan dalam darah 5 sampai 7 hari setelah infeksi

dan menyebar ke seluruh tubuh. Virus memiliki sifat teratogenik dan mampu

menyeberangi plasenta dan menginfeksi janin di mana sel-sel berhenti dari

berkembang atau menghancurkan mereka. 4,5,6

2.2.3. Manifestasi Klinis 4,5,6

1. Gejala yang di timbulkan adalah demam, ruam pada kulit , batuk, nyeri sendi,

nyeri kepala, limfadenopati post auricular and suboccipital

2. Gejala klinis biasanya ringan dan 50-75% kasus, gejala tdk tampak

2.2.4. Dampak Terhadap Kehamilan 4,5,6

Page 13: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko

infeksi janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak

besar terhadap janin. Infeksi fetal :

1. Tidak  berdampak  terhadap  bayi  dan  janin  dilahirkan  dalam  

keadaan  normal    

2. Abortus  spontan    

3. Sindroma  Rubella  kongenital    

Secara spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya

sindroma rubella kongenital sebesar 25% ( 50% resiko terjadi pada 4

minggu pertama ), resiko sindroma rubella kongenital turun menjadi 1%

bila infeksi terjadi pada trimester II dan III :

Dampak-dampak Sindroma Rubela Kongenital:

1. Intra   uterine   growth   retardation   simetrik,   gangguan  

pendengaran,   kelainan   jantung   :PDA   (Patent   Ductus  

Arteriosus)  dan  hiplasia  arteri  pulmonalis  

2. Gangguan  Mata  :  Katarak,  Retinopati,  Mikroptalmia  

3. Hepatosplenomegali,   gangguan   sistem   saraf   pusat,  

mikrosepalus,   panensepalus,   kalsifikasi   otak,   retardasi  

psikomotor,  hepatitis,  trombositopenik  purpura  

Infeksi rubella tidak merupakan kontra indikasi pemberian ASI.

Waktu

terinfeksi

(mgg)

Frekuensi

janin

terkena

(%)

0-4 50

Page 14: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

4-8 <25

8-12 10

>12 <1

2.2.5 Diagnosis 4,5,6

Diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan

pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi

pemeriksaan Anti-Rubella IgG dan IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat

digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika

ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan

Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut

pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan. 4,5,6

Deteksi IgM mencapai puncak pd 7-10 hari setelah onset dan perlahan

-lahan menurun selama 4-8 minggu. Infeksi janin dpt dideteksi dgn memeriksa

IgM dlm darah janin setelah usia kehamilan 22 minggu. 4,5,6

Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa pasca

persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh karena

20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya respon

pembentukan antibodi dengan baik.

Page 15: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

2.3. Cytomegalovirus (CMV)

2.3.1. Definisi 6,7,8

Cytomegalovirus (infeksi sitomegalovirus) adalah penyakit yang

disebabkan oleh sitomegalovirus. Virus ini termasuk dalam keluarga besar

virus herpes. Penyakit ini termasuk penyakit yang mewabah di seluruh negara

dan menular melalui kontak manusia. Hampir 4 dari 5 orang yang berumur 35

tahun pernah terinfensi CMV.6,7,8

2.3.2. Etiologi6,7,8

Sitomegalovirus termasuk virus asam deokisiribunokleat dan sensitif –

eter.6,7,8

2.3.4. Manifestasi Klinis 6,7,8

1. Mononukleos sitomegaloviru disertai dengan demam

tinggi yang tidak teratur selama 3 minggu atau lebih (orang dewasa).

Infeksi CMV terdisemisasi bisa menyebabkan koriorenitis (kebutaan),

koloitis atau ensafilitis (jika pasien juga mengalami acquired

immunedeficiency syndrome). Infeksi virus CMV pada bayi yang

berusia 3 – 6 bulan, biasanya terinfeksi , seperti : asimtomati/disfungsi

hepatitik, hepatosplenomegali, angioma laba – laba, pneumonitis,

imfadenotenopati, kerusakan otak

2.3.5. Infeksi CMV pada kehamilan 6,7,8

Transmisi dari ibu ke janin dpat terjadi selama kehamilan dan infeksi

pada umur kehamilan kurang dari 16 minggu menyebabkan kerusakan yang

serius. Infeksi CMV kongenital berasal dari infeksi maternal eksogen maupun

endogen. Infeksi eksogen dapat bersifat primer yaitu terjadi apabila ibu hamil

Page 16: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

dalam pola imunologik seronegatif, dan nonprimer bila ibu hamil dalam

keadaan seropositif. Infeksi endogenous adalah hasil dari reaktivasi virus yang

sebelumnya dalam keadaan paten. Infeksi maternal primer akan memberikan

akibat klinik yang jauh lebih buruk pada janin dibandingkan infeksi rekurens.

Pemeriksaan laboratorium dapat ditegakkan baik dengan metode

serologik atau dengan virologik. Dengan metyode serologik, diagnosis infeksi

maternal primer dapat ditujukkan degan adanya perubahan dari seronegatif

menjadoi seropositif (tampak adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai

pemeriksaan hasil serial dengan iinterval kira-kira 3minggu. Dalam metode

serologik infeksi primer bisa juga ditentukan dengan Low IgG Avidity , yaitu

antibodi klas IgG menunjukan fungsional aviditasnya yang rendah serta

berlangsung selama 20minggu setelah infeksi primer. Dengan metode

virologik, viremia maternal dapat ditegakkan dengan menggunakan uji imuno

floresens. Uji ini menggunakan monoklonal antibodi yang mengikat antigen

Pp 65, suatu protein polipetida dengan berat molekul 65kilo dalton dari CMV

di dalam sel leukosit ibu.

2.3.6. Diagnosis Pranatal Citomegalovirus

Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi

karena pengobatan dengan antivirus (ganciclovir) tidak efektif dan memuaskn.

Diagnosis pranatak dilakukan dengan metode PCR dan isolasi virus pada

cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Amniosentesis pada

hubungan ini palong baik dikerjakan pada usia kehamilan 21-23 minggu

karena tiga hal berikut:

1. Mencegah   hasil   negatif   palsu   sebab   diuresis   janin   belum  

sempurna   sebelum   usia   20minggu   sehingga   janin   belum  

optimal   mengeksresikan   virus   melalui   urine   ke   dalam  

cairan  ketuban.  

2. Dibutuhkan   waktu   6-­‐9minggu   setelah   terjadinya   infeksi  

maternal  agar  virus  dapat  ditemukan  dalam  cairan  ketuban.  

Page 17: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

3. Infeksi   janin   yang   berat   akibat   transmisi   CMV   pada  

umumnya   bila   infeksi   maternal   terjadi   pada   umur  

kehammila  12  minggu.    

1.  

2.4. HEPATITIS DALAM KEHAMILAN

2.4.1 Definisi 9,10,11

Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati karena toxin, seperti

kimia atau obat ataupun agen penyebab infeksi seperti virus. Hepatitis yang

berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang

berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis".

2.4.2 Etiologi

Page 18: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Virus–virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis akut yaitu

virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC), E (VHE) dan virus-virus hepatitis

yang menyebabkan hepatitis kronis yaitu hepatitis B dan C. 9,10,11

Infeksi virus hepatitis yang sering menimbulkan masalah yang

berhubungan dengan kehamilan adalah, Virus Hepatitis B (VHB) dan Virus

Hepatitis E (VHE). Meskipun masalah yang ditimbulkan pada kehamilan oleh

VHB dan VHE hampir sama, tetapi terdapat perbedaan pada endemisitas, cara

penularan, cara pencegahan dan morbiditas serta mortalitas. 9,10,11

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama

kali ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen

Australia yang termasuk DNA virus. VHB merupakan partikel 2 lapis

berukuran 42 nm yang disebut “Partikel Dane”, Lapisan luar terdiri atas antigen

HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada partikel ini terdapat

hepatitis B core antigen (HBcAg) dan hepatitis B antigen (HBeAg). Antigen

permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat imunologiknya

protein virus hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan aye.

Subtype ini secara epidemiologis penting karena menyebabkan perbedaan

geografikdan rasio dalam penyebaran. 9,10,11

Sumber penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa

penderita virus, feses dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat

kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. Penularan VHB melalui

berbagai cara yaitu parenteral dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa

kemudian secara non parenteral yaitu karena persentuhan yang erat dengan

benda yang tercemar virus hepatitis B. secara epidemiologi penularan VHB dari

ibu yang HBsAg nya positif kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa

perinatal, dan secara horizontal yaitu penularan infeksi VHB dari seorang

Page 19: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

pengidap virus kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan

seksual. 9,10,11

2.4.3 Patogenesis

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis . Virus

hepatitis mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar

kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam

sitoplasma virus hepatitis melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan

nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di

dalam inti asam nukleat virus hepatits akan keluar dari nukleokapsid dan akan

menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya

DNA virus hepatits memeritahkan hati untuk membentuk protein bagi virus

baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke

peredarahan darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik

disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. 9,10,11

2.4.4 Kehamilan Dengan Infeksi Virus Hepatits B

Prevalensi pengidap VHB pada ibu hamil berkisar antara 1-5

%. Penularan VHB Vertikal dapat dibagi menjadi: 9,10,11

• Penularan  in-­‐utero  atau  intra  uterine  (  pada  saat  bayi  didalan  

kandungan).  Kalau   ini   terjadi  umumnya   tidak  dapat  dicegah  

dengan  imunisasi.    

• Penularan   perinatal   ,   terjadi   pada   persalinan,   karena  

terkontaminasi  darah  ibu  yang  mengandung  VHB.    

• Penularan   post   natal,   penularan   ini   tidak   begitu   penting  

artinya  karena  selain  membutuhkan  titer  virus  dalam  jumlah  

yang   tinggi,   vaksinasi   yang   diberikan   segera   setelah   lahir  

dapat  menghasilkan  anti  Hbs  yang  dapat  mengeliminasi  VHB.  

Faktor  prediposisi  terjadinya  penularan  vertikal:  

a. Titer   DNA-­‐VHB   tinggi   atau   HbeAg   positif   pada   ibu,  

makin  tinggi   jumlah  VHB  makin  besar  kemungkinan  

bayi  tertular.  

b. Terjadinya   infeksi   akut   terutama   pada   kehamilan  

Page 20: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

trimester  ketiga.  

c. Persalinan  lama  cenderung  meningkatkan  penularan  

vertikal  (  lebih  dari  9  jam).  

2.4.5 Masalah Yang Ditimbulkan Pada Ibu dan Bayi

Pada pengidap kronik VHB, kehamilan tidak akan memperberat

infeksi virus hepatitis. Tetapi jika terjadi infeksi akut pada kehamilan bisa

mengakibatkan terjadinya hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan

mortalitas tinggi pada ibu dan bayi. Pada ibu dapat menimbulkan abortus dan

terjadinya perdarahan pasca persalinan (HPP) akibat adanya gangguan

pembekuan darah karena gangguan fungsi hati yang berat. 9,10,11

Pada bayi masalah yang serius, tidak terjadi pada masa neonatus,tetapi

pada masa dewasa karena jika terjadi penularan vertikal VHB 60-90 % bayi

kemungkinan akan menjadi Pengidap kronik VHB, dan 30 % kemungkinan

akan mengidap kanker hati atau sirosis hati sekitar 40 tahun kemudian . 9,10,11

2.4.6. Penanganan pada Kehamilan dan Persalinan

Persalinan pengidap VHB tanpa infeksi akut tidak berbeda

Page 21: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

dengan penanganan persalinan umumnya. Tetapi jika ibu hamil dengan

ikterus, waspadai kemungkinan infeksi akut VHB dan adanya hepatitis

fulminan ( sangat ikterik, nyeri perut kanan atas, kesadaran menurun dan

hasil periksaan urine ; warna seperti teh pekat , urobilin dan bilirubin

posif, sedangkan pemeriksaan darah selain urobilin dan bilirubin positip

SGOT dan SGPT sangat tinggi (biasanya diatas 1000). Persalinan pada

ibu hamil dengan titer VHB tinggi ( 3,5 pg /mL) atau HBeAg positif lebih

baik seksio Sesarea pada persalinan yang lebih dari 14 jam. Pada infeksi

akut persalinan per vaginam usahakan dengan trauma sekecil mungkin

dan rawat bersama dengan Ahli Penyakit Dalam (Hepatoloog). 9,10,11

Mengenai menyusui bayi, tidak ada masalah untuk menyusui

bayinya. Jika bayi telah divaksinasi segera setelah lahir, maka tubuh bayi

akan membentuk antibodi sehingga tidak terjadi penularan dari ibu ke

bayi . Pada penelitian telah dibuktikan bahwa penularan melalui saluran

cerna membutuhkan titer virus yang jauh lebih tinggi dari penularan

parenteral. 9,10,11

2.5. SIFILIS

2.5.1. Definisi

Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam

uterus dari ibunya yang menderita sifilis.3 Infeksi sifilis terhadap janin

dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan.

Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18

minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin

terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop

elektron dapat ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10

minggu.12,13,14

Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul

pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua

tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.

12,13,14

Page 22: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

2.5.2. Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn

dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo

Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk

seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri

dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi

sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak

secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga

puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar

badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah

untuk transfusi dapat hidup tujuh puluh dua jam. 12,13,14

Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :

1. Kontak  langsung     :  -­‐  sexually  tranmited  diseases  (STD)  

2. Non-­‐sexually       :   Transplasental,   dari   ibu   yang  

menderita  sifilis  ke  janin  yang  dikandungnya.  

3. Transfusi       :   Syphilis   d’   emblee,   tanpa   primer  

lesi8,9  

2.5.3. Patofisiologi

Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun

sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in

Page 23: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium

sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis kongenital

biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam

keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental,

sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat,

serta cairan amnion. 12,13,14

Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam

peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian

berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang

akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga

terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada

berbagai tingkat kehidupan intrauterin maupun ekstrauterin. Seperti

terlihat pada bagan berikut ini : 12,13,14

Page 24: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

2.5.4 Tanda dan Gejala

Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya

infeksi tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati

dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya sengan keadaan sehat.

Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus

dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau

menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-

4 kehamilan. 12,13,14

Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi

menjadi sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata.

Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2

tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata

adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan

dua stadium tersebut. 12,13,14

1. Sifilis   kongenital   dini:   Gambaran   klinis   sifilis   kongenital  

dini   sangat   bervariasi,   mengenai   berbagai   organ   dan  

menyerupai   sifilis   stadium   II.   Karena   infeksi   pada   janin  

melalui   aliran   darah   maka   tidak   dijumpai   kelainan   sifilis  

primer.   Pada   saat   lahir   bayi   dapat   tampak   sehat   dan  

kelainan  timbul  setelah  beberapa  minggu,  tetapi  dapat  pula  

kelainan  ada  sejak  lahir.  Pada  bayi  dapat  dijumpai  kelainan  

Page 25: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

berupa  kondisi  berikut  :  12,13,14  

1. Pertumbuhan  intrauterine  yang  terlambat  

2. Kelainan   membrane   mukosa   :   Mucous   patch   dapat  

ditemukan  di  bibir,  mulut,   farings,   laring  dan  mukosa  

genital.   Rinitis   sifilitika   (snuffles).   Hidung   menjadi  

tersumbat  sehingga  menyulitkan  pemberian  makanan.  

3. Kelainan  kulit,  rambut  dan  kuku  Dapat  berupa  makula  

eritem,  papula,  papuloskuamosa  dan  bula.  Bula  dapat  

sudah   ada   sejak   lahir,   tersebar   secara   simetris,  

terutama   pada   telapak   tangan   dan   telapak   kaki.  

Makula,   papula   atau   papulomatous   tersebar   secara  

generalisata   dan   simetris.   Pada   kasus   yang   berat  

tampak   kulit   menjadi   keriput   sehingga   bayi   tampak  

seperti   orang   tua.   Rambut   jarang   dan   kaku,   alopesia  

areata   terutama   pada   sisi   dan   belakang   kepala.  

Onikosifilitika  yaitu  kuku  menjadi  terlepas.  Kuku  baru  

yang   tumbuh   berwarna   suram,   tidak   teratur   dan  

menyempit  pada  bagian  dasarnya.  

4. Kelainan  tulang  Pada  6  bulan  pertama,  osteokondritis,  

periostitis,   dan   osteitis   pada   tulang-­‐tulang   panjang  

merupakan  gambaran  yang  khas.    

5. Kelainan   kelenjar   getah   bening   :   terdapat  

limfadenopati  generalisata  

6. Kelainan  alat-­‐alat  dalam  :  hepatomegali,  splenomegali,  

nefritis,  nefrosis,  pneumonia  

7. Kelainan  mata  :  Korioretinitis,  glaukoma  dan  uveitis  

8. Kelainan   hematologi   :   anemia,   eritroblastemia,  

retikulositosis,   trombositopenia,   diffuse   intravascular  

coagulation  (DIC).  

Page 26: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

2. Sifilis kongenital lanjut : Sifilis ini biasanya timbul setelah umur

2 tahun, Gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat di bedakan

dalam 2 tipe : 12,13,14

a. Inflamasi sifilis kongenital lanjut.

Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi

kornea, tulang, dan sistem saraf pusat.

b. Stigmata sifilis kongenital

Adanya trias Hutchinson, yaitu :

1. Perubahan   pada   gigi   insisivus   menjadi   datar   dan  

seperti  gergaji    

2. Opasitas   kornea   (kornea   ditutupi   kabut   berwarna  

putih)  tanpa  ilserasi  permukaan  kornea.    

3. Ketulian  karena  ganguan  nervus  akustikus  (N.VIII).  

Ketulian  biasanya  terjadi  mendekati  

Page 27: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

2.5.5 Diagnostik

Gejala klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan

laboratorium berupa: 12,13,14

1. Preparat    basah  yang  diambil  dari  lesi  dengan  pemeriksaan  

lapangan   gelap   (dark   field   microscope),   akan   tampak  

bayangan  treponema.    

2. Bahan  apusan  dari  lesi  difiksasi  dan  diberi  label  fluoresensi  

dan  diperiksa  dengan  mikroskop  fluoresensi.    

3. Penentuan  antibodi  dalam  serum:  

1. uji   yang   menentukan   antibodi   nonspesifik   :   uji  

Wasserman,   uji   Kahn,   uji   VDRL   (Veneral   Diseases  

Research  Laboratory),  uji  RPR  (Rapid  Plasma  Reagin)  

dan  uji  Automated  Reagin.  

2. Antibodi   terhadap   kelompok   antigen   yaitu:   uji   RPCF  

(Reiter  Protein  Complement  Fixation)    

3. Uji   yang   menentukan   antibodi   spesifik   yaitu:   uji   TPI  

(Treponema   Pallidum   Immobilization);   uji   FTA-­‐ABS  

(Fluorescent   Treponema   Absorbed)   ;   uji   TPHA  

(Treponema   Pallidum  Haemogglutination   Assay)   dan  

uji  Elisa  (Enzyme  linked  immuno  sorbent  assay)  

Pemeriksaan skrining dapat dilakukan memakai uji

Page 28: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

Wasserman-Kahn, VDRL dan RPR dan dilakukan ulang pada umur

kehamilan 28 – 32 minggu. Semua uji ini akan positif 3–6 minggu setelah

adanya infeksi. Uji positif palsu bisa disebabkan oleh : penyakit kolagen,

infeksi mononukleosus, malaria, lepra, penyekit dengan panas, akibat

vaksinasi, pecandu obat dan umur tua. Akan tetapi bila uji positif harus

dilanjutkan dengan uji antibodi yang spesifik. 12,13,14

Page 29: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Others

(HIV, Sifilis), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus

(HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain

yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella,

Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).

Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat

mengakibatkan keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil

bisa akan sulit mendapatkan kehamilan. Infeksi TORCH bersama dengan

paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan kerusakan

pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat TORCH yang

menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata, kelainan pada

otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik, hidrosefalus, dan

lain sebagainya.

3.2 Saran

Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara

mengetahui media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari

kemungkinan tertular. Hidup bersih dan makan makanan yang dimasak

dengan matang. Rencanakan skrining TORCH untuk pranikah untuk

menghindari kemungkinan tertular infeksi TORCH.

Page 30: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dubey JP, Beattie CP. Toxoplasmosis of animals and man. Boca Raton,

FL: CRC Press, 1988.

2. Evans R. Life cycle and animal infection. In: Ho-Yen DO, Joss AWL,

editors. Human toxoplasmosis. Oxford: Oxford University Press,

1992. pp. 26-55.

3. Christine AB, Allam AA, Aref MK, El-Muntasser IH, El-Nageh M :

Pregnancy hepatitis in Libya. Lancet 1975; 2 : 827.

4, D'Cruz IA, Balani SC, Iyer LS : Infectious hepatitis and pregnancy.

Obstet Gynecol 1968; 31 : 449.

5. Peretz A, Paldi E, Brandstaedter S, Barzilai D : Infectious hepatitis in

pregnancy. Obstet Gynecol 1959; 14 : 435.

6. Siegler AM, Keyser H. Acute Hepatitis in Pregnancy. Am J Obstet

Gynecol 1963; 86 : 1068.

7. Siregaar, FA., Hepatitis B ditinjau dari kesehatan masyarakat dan upaya

pencegahan. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Sumatera

Utara, 2003.

8. Cunningham G, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom KD, et

al. Williams Obstetrics [ebook]. Edisi ke-21. New York: McGraw-Hill; 2007.

9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of

Pediatrics [ebook]. Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2008.

Page 31: Referat Torch Safit (Pembimbing Dr. Mayor. m. Birza Rizaldi Sp.og)

10. Alpers CE, Anthony DC, Aster JC, Crawford JM, Crum CP, Girolami UD.

Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease [ebook]. Edisi ke-7.

Philadelphia: Elsevier; 2005.

11. Kaur R, Gupta N, Nair D, Kakkar M, Mathur MD.Screening for TORCH

Infections in Pregnant Women: A Report from Delhi. Southeast Asian J

Trop Med Public Health. 1999 Jun; 30(2):284-6. [diunduh 7 April 2012].

Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10774696

12. Turbadkar D, Mathur M, Rele M. Seroprevalence of TORCH Infection in

Obstetric History. Indian Journal of Medical Microbiology. 2003; 21

(2):108-110. [diunduh 5 April 2012]. Tersedia dari:

http://medind.nic.in/iau/t03/i2/iaut03i2p108.pdf

13. Karkata K, Suwardewa TGA. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP

Sanglah Denpasar. Lab/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia. Cermin

Dunia Kedokteran 2006; 151. [diunduh 5 April 2012]. Tersedia

dari:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_151_InfeksiTorchPadaIbuHamil.p

df/05_1 51_InfeksiTorchPadaIbuHamil.pdf

14. Yayasan bina pustaka Sarwono prawirohardjo Buku Panduan Praktis

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta 2002