referat radikulopati lumbal
TRANSCRIPT
REFERAT
RADIKULOPATI LUMBALIS
Disusun oleh :
Herdy Rizky S (2006730092)
Dokter Pembimbing :
Dr. Djati S, Sp. S
KEPANITERAAN STASE SARAF
RSUD CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas referat “Radikulopathy Lumbalis”
pada Stase Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Cianjur. Bahan-bahan dalam
pembuatan tugas ini didapat dari buku-buku yang membahas mengenai radikulopathy
lumbalis, internet, dan beberapa sumber lainnya.
Terima kasih kepada dokter pembimbing di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Cianjur, Dr. Djati S, Sp.S yang telah membantu dalam terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tersusunnya tugas ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa penyebab utama sakit punggung akut dan kronis (LBP) berhubungan
dengan radiculopathy. Namun, radiculopathy bukanlah penyebab sakit punggung, melainkan
akar saraf , herniasi, lihat arthropathy sendi , dan kondisi lain penyebab nyeri punggung.
Lumbosakral radiculopathy, seperti bentuk-bentuk lain dari radiculopathy, hasil dari
pelampiasan akar saraf dan / atau peradangan yang telah berkembang cukup untuk
menyebabkan gejala neurologis di daerah yang disediakan oleh akar saraf yang terkena .
Radiculopathy lumbosakral terjadi pada sekitar 3-5% dari populasi, dan laki-laki dan
perempuan yang terpengaruh sama, meskipun laki-laki yang paling sering terkena pada usia
40-an, sedangkan wanita yang paling sering terkena antara usia 50-60. Dari mereka yang
memiliki kondisi ini, 10-25% mengembangkan gejala-gejala yang menetap selama lebih dari
6 minggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi vertebra
Kolumna vertebralis dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra :
7 servikal
12 thorakal
5 lumbal
5 Sakral
4 coccygeus
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh
penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus
spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika
tulang punggung disusun, foramen ini akan
membentuk saluran sebagai tempat sumsum
tulang belakang atau medulla spinalis. Di
antara dua tulang punggung dapat ditemui
celah yang disebut foramen intervertebrale.
Tulang cervical
Gambar tulang cervikal
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus
(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang
procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari
cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis.
Setiap mamalia memiliki 7 tulang cervikal, seberapapun panjang lehernya.
Tulang thorax
Gambar vertebra thorakal.
Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan
memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam
konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
Lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian
paling tegap konstruksinya dan menanggung
beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini
memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh,
dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang
kecil. Pada daerah lumbal facet letak pada bidang
vertical sagital memungkinkan gerakan fleksi dan
ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap
lordosis lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet
saling mendekat sehingga gerakan kalateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada
posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga
memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
Sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki celah
atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
Coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa
hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu disebut tulang
punggung kaudal (kaudal berarti ekor).
Discus Intervertebralis
Gambar. Diskus intervertebralis
Diantara dua buah buah tulang vertebrae terdapat diskus intervertebralis yang
berfungsi sebagai bentalan atau “shock absorbers” bila vertebra bergerak. Diskus
intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang membungkus
nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid yang mengandung mukopolisakarida. Fungsi
mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan diantara ke
dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebrae maka
tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya
bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih
dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam
gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi .
Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum posterior.
Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar dan
kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang
lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus vertebrae,
yang juga turut membentuk permukaan anterior kanalis spinalis. Ligamentum tersebut
melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal yaitu setinggi L 1, secara
progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 – S ligamentum tersebut tinggal sebagian
lebarnya, yang secara fungsional potensil mengalami kerusakan. Ligamentum yang mengecil
ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya statistik bekerja dan dimana gerakan
spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi cidera kinetik.
Bangunan anatomis vertebrae yang sensitive terhadap rasa nyeri:
PLL = Ligamentum posterior longitudinalis
VB = badan vertebrae
FA = facet artikulasi
NR = Nerve root
Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang sensitive
terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris. Kecuali ligament flavum,
discus intervertebralis dan Ligamentum interspinosum ; karena tidak dirawat oleh saraf
sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti
tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluhan nyeri. Bila seseorang membungkuk untuk
mencoba menyentuh lantai dengan jari tangan tanpa fleksi lutut, selain fleksi dari lumbal
harus dibantu dengan rotasi dari pelvis dan sendi koksae. Perbandingan antara rotasi pelvis
dan fleksi lumbal disebut ritme lumbal-pelvis. Secara singkat punggung bawah merupakan
suatu struktur yang kompleks; dimana tulang vertebrae, discus intervertebralis, ligamen dan
otot akan akan bekerjasama membuat manusia tegak, memungkinkan terjadinya gerakan dan
stabilitas. Vertebrae lumbalis berfungsi menahan tekanan gaya static dan gaya kinetik
(dinamik) yang sangat besar maka dari itu cenderung terkena ruda paksa dan cedera.
II.2. RADIKULOPATI
II.2. I. Pendahuluan
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
II.2. 2. Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu proses
kompresif, proses inflammatory, proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi
terjadinya proses.
a. Proses kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus,
tumor medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis
spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa,
cervical spondilosis
b. Proses inflammatory
Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti :
Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster
b. Proses degenerative
Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti Diabetes Mellitus
II.2. 3. Epidemiologi
Frekuensi
Amerika Serikat
Radiculopati lumbosakral terjadi pada sekitar 3-5% dari populasi, dimana angka kejadian
antara laki-laki dan perempuan adalah sama, meskipun laki-laki yang paling sering
terkena pada usia 40-an, sedangkan wanita yang paling sering terkena antara usia 50-60.
Dari mereka yang memiliki kondisi ini, 10-25% mengembangkan gejala-gejala yang
menetap selama lebih dari 6 minggu.
II.2. 4. Tipe-tipe radikulopati
a. Radikulopati lumbar
Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan
oleh iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga sering disebut sciatica.
Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back
pain)
b. Radikulopati cervical
Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf
terjepit merupakan kompresi [ada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher.
Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
c. Radikulopati torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi
saraf pada punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak
lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan
sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah
nyeri pada infeksi herpes zoster.
Pengetahuan anatomi, pemeriksaan fisik diagnostik dan pengetahuan berbagai
penyebab untuk radikulopati sangat diperlukan sehingga diagnosa dapat ditegakkan
secara dini dan dapat diberikan terapi yang sesuai.
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebral
yang disebut saraf spinal. Baik iritasi pada serabut – serabut saraf sensorik di bagian radiks
posterior maupun dibagian saraf spinal itu membangkitkan nyeri radikular yaitu nyeri yang
terasa berpangkal pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan
dermatomal radiks posterior yang bersangkutan
Diskus pada daerah lumbalis menyebabkan iritasi radiks saraf yang terasa sebagai
nyeri dan parestesia pada segmen yang berkaitan. Kerusakan yang lebih berat dari radiks,
menyebabkan defisit sensorik dan motorik segmental.
Sindrom lesi yang terbatas pada masing – masing radiks lumbalis :
o L3 : nyeri, kemungkinan parestesia pada dermatom L3; paresis otot kuadriseps
femoris; fefleks patela menurun atau menghilang
o L4 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L4; paresis otot
kuadriseps dan tibialis anterior; refleks patela berkurang
o L5 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L5; paresis dan
kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis longus, seperti juga otot ekstensor
digitorum brevis; tidak ada refleks tibialis posterior
S1 : nyeri, kemungkinan parestesis atau hipalgesia pada dermatom S1; paresis otot peronealis
dan triseps surae; hilangnya refleks tendon Achilles
II.2. 5. Patofisiologi
Kontruksi punggung yang unik dapat memungkinkan fleksibilitas sementara yang
dapat melindungi sumsum tulang belakang secara maksimal. Lengkungan tulang
belakang akan mengalami guncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Batang
tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot- otot abdominal dan toraks sangat
penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan
struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, dan peregangan berlebihan pendukung
tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada
lanjut usia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Penonjolan diskus
atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari
kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf.
Herniasi diskus intervertebra lumbal, sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1. L5
sering terkena karena mempunyai diameter radiks paling besar dan foramen intervertebranya
lebih sempit daripada lumbal lainnya. Pada proses penuaan pada diskus intervebralis, maka
kadar cairan dan elastisitas diskus akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang diskus
intervebralis makin menyempit, “facet join” makin merapat, kemampuan kerja diskus
menjadi makin buruk, annulus menjadi lebih rapuh.
Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap
nyeri punggung bawah. Gaya yang bekerja pada diskus intervebralis akan makin bertambah
setiap individu tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang berulang-ulang
setiap hari yang hanya bekerja pada satu sisi diskus intervebralis, akan menimbulkan robekan
kecil pada annulus fibrosus, tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala prodromal.
Jika terdapat penonjolan di lateral diskus radik L4-L5, dapat mempengaruhi daerah
nervus L5 saja, tidak daerah L4. Namun jika terjadi di lateral diskus L5-S1, maka akan
mengenai nervus daerah S1 saja.
Dan jika terdapat penonjolan pada bagian tengah diskus L4-L5, maka akan berefek
pada L5, S1, S2, S3, bahkan nervus sacral lainnya, tetapi tidak mengenai L4.
Hernia Nucleus Pulposus
Hernia nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed atau
protruded disc. Keadaan ini diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri
tungkai berulang. Kebanyakan terjadi di antara vertebra L5-S1. Frekuensi yang kurang
terdapat di antara vertebra L4-L5, L3-L4, L2-L3 dan L1-L2. Jarang terdapat pada
vertebra torakal, dan sering pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebab biasanya terjadi
trauma fleksi, tapi pada beberapa penderita dapat berupa tanpa trauma.
Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi discus intervertebral bertambah,
sesuai dengan meningkatnya umur, dapat mengenai daerah cervikal dan lumbal pada
penderita yang sama. Herniasi nucleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu
mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi.
Kebanyakan kasus berumur antara 20-64 tahun dan tersering pada umur 30-39 tahun.
Setelah umur 40 tahun frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat
kemungkinan untuk menderita HNP berbanding wanita. Nukleus pulposus yang menonjol
melalui annulus fibrosus yang robek biasanya pada sis dorsolateral satu sisi atau sisi
lainnya (kadang-kadang pada bagian dorsomedial) menyebabkan penekanan pada radiks
atau radiks-radiks.
Gambar 6. Diskus Herniasi
Kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus atau diskus hernia, stenosis
kanalis, spondylolisthesis dapat mengganggu jalan radiks dan saraf spinal, sehingga
menimbulkan nyeri.
Tipe – tipe nyeri pinggang :
1. Nyeri pinggang yang berasal dari stuktur lumbosakral
Nyeri yang berasal dari stuktur ini menetap dan kurang jelas terlokalisir, tapi sering
dirasakan sekitar daerah yang terkena. Bila berat akan disertai spasme otot sekitarnya
dan ini akan menambah nyeri. Pasien mengenal posisi mana yang enak dan yang
menimbulkan nyeri. Tekanan dan ketokan pada daerah lesi menimbulkan nyeri.
2. Nyeri yang berasal dari spasme otot, sifatnya seperti menekan dan otot terasa kram
dan nyeri, kadang – kadang dapat diraba benjolan dan kontraksi otot lokal.
3. Nyeri rujukan dapat berupa nyeri tulang belakang dirujuk ke struktur extravertebral,
misalnya daerah pantat dan otot fleksor tungkai bawah atau nyeri dari organ
abdominal dan pelvis ( ovarium, uterus, prostat, colon ) dirujuk ke pinggang. Sifat
nyeri ini biasanya difus, kadang – kadang lebih ke permukaan atau seperti di bakar.
Intensitas nyeri sesuai dengan beratnya lesi primernya.
4. Nyeri yang berasal dari radiks atau saraf spinal, biasanya lebih hebat dari nyeri
rujukan dan mempunyai sifat menjalar baik dari proksimal ke distal atau sebaliknya.
Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau nyeri. Ini
dapat terjadi atas latar belakang nyeri yang samar – samar sebelumnya.
Tumor medulla spinalis
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda equine.
Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang
terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya
sebagian kecil berasal dari konus, sebagian besar berasal dari filum terminale yang
kemudian mengenai radiks saraf.
Schwannoma; merupakan tumor primer intraspinal yang sering ditemukan.
Merupakan ekstrameduler intradural tumor yang terdiri dari sel-sel schwann, dan dapat
muncul dari saraf spinal pada setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior dengan
keluhan-keluhan nyeri radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosa diketahui
dengan benar.
Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain seperti buah dada, paru-paru, prostate, tiroid, ginjal, lambung
dan uterus. Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama sekali pada orang tua,laki-laki berusia lebih dari
40 tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama yaitu nyeri
punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat berupakan
osteoblastik tumor, metastase dari buah dada. Osteolitik tumor dapat berasal dari buah
dada, apru-paru, ginjaldan tiroid, menebabkan destruksi tulang dengan akibat “wedge
shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena. Satu atau beberapa radix akan ikut
terlibat.
Spondilolisis dan Spondilolitesis
Spondilolisis adalah proses degeneratif pada kolumna vertebra dan berhubungan
dengan jaringan lunak. Ia adalah garis litik yang menyilang pars interartikularis yaitu
daerah antara prosesus artikularis superior dan inferior. Hal ini ditandai dengan defek
structural dari spina meliputi lamina atau neural arch dari vertebra. Bagian yang paling
sering dipengaruhi adalah spina lumbal. Defek ini terjadi pada bagian lamina di antara
superior dan inferior articular facets yang disebut pars interartikularis. Tekanan mekanis
dapat menyebabkan vertebra yang bersangkutan dapat bergeser mengakibatkan forward
displacement dari defisiensi vertebra yang disebut spondylolisthesis.
Faktor keturunan memainkan peranan penting, dan diduga disebabkan fraktur karena
stress berulang. Akibat dari torsional dan rotasional stress, mikrofraktur dapat terjadi pada
tempat yang dipengaruhi dan bahkan menyebabkan disolusi pada pars interartikularis.
Yang paling sering mengalami spondilolisis dan spondilisthesis adalah vertebra L5.
Spondylolithesis dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan persentase terjadinya
slip atau tergelincir. Derajat pergeseran secara klinis dihitung dari hubungan vertebra
bagian superior terhadap vertebra bagian inferior. Pergeseran sampai 25% merupakan
derajat I, 25-50% derajat II, 50-75% derajat III, lebih dari 75% derajat IV. Terdapat lima
tipe spondilolithesis, yaitu :
Tipe I : Kongenital spondilolithesis
Tipe II : Isthmik spondilolithesis
Tipe III : Degeneratif spondilolithesis
Tipe IV : Traumatik spondilolithesis
Tipe V : Patologik spondilolithesis
Kongenital spondilolithesis atau displastik spondilolisthesis merupakan proses
sekunder dari defek kongental pada sacral superior atau inferior faset L5 atau keduanya
dengan pergeseran yang bertahap pada vertebra L5. Pada tipe isthmik spondilolithesis lesi
terdapat pada isthmus atau pars interartikularis. Degeneratif spondilolisthesis timbul
karena proses degenerasi pada sendi faset lumbal, sering pada usia tua. Traumatik
spondilolithesis berhubungan dengan fraktur elemen posterior (pedikel, lamina atau
faset). Patologik spondilolithesis timbul karena kelemahan struktur tulang, sekunder dari
proses penyakit tumor atau penyakit tulang lain.
Gambar 7. Pergeseran pada Gambar 8. Spondilolithesis
spondilolithesis Grade I
Stenosis spinal
Pada stenosis spinal, canalis spinal mungkin secara congenital sempit atau
menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi faset, atau ligament longitudinal
posterior yang tebal atau mengeras “entrapping” satu nervus yang mengandung
beberapa radix. Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang
pendek karena congenital, lamina dan faset yang tebal, kurva scoliosis dan lordotik.
Kebanyakan kasus idiopatik meskipun banyak kondisi yang berhubungan dengan
lumbar kanal stenosis dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.Lumbar
kanal stenosis dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
Gambar 9 : Stenosis Kanalis
Gambar 10 : Spinal stenosis
Traumatik dislokasi
Pada traumatic yang menimbulkan dislokasi dari facet joint vertebra akan menimbulkan
nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan meyebabkan penyempitan foramen
intervertebal, sehingga radix dan jaringna yang berdekatan mengalami iritasi den
kompresi di dalam kanalnya dengan gejal-gejala radikuler.
Kompresif fraktur
Defisit neurology pada kompresif fraktur, bil;a terjadi penekanan pada radix atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radix.
Skoliosis
Umumnya pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri punggung. Sering
berhubungan dengan lengkungan lumbal dan lengkungan torakolumbal. Nyeri disebabkan
oleh proses degeneratif pada facet joint lengkungan itu sendir.
Proses kompresif pada thorakal dan lumbal spinalis
Spondilitis tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra yang
sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering terinfeksi
dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang dikenal
sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai dengan setelah terjadi fase hematogen atau
reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan penyebaran
berlansung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam korpus vertebra
yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri ini berakhir sebagai
end artery tanpa anastomoses sehingga perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai pada
daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan peridural.
Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena dari korpus
ke luar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomose dengan vena dasar otak, dinding
dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat terjadi akibat
perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil menyebar dari
infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar sepanjang
ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang berdekatan. Infeksi
pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi sehingga pada bentuk sentral
dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk paradiskus akan
menimbulkan kompresi, iskemi dan nekrosi diskus. Pada bentuk anterior terjadi destruksi dari
korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra menjadi bentuk baji dan pasien
diperhatikan adanya “gibbus formation” apabila proses ini telah berjalan lama. Gangguan
neurologist yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus, perkejuan atau
jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang muncul. Nyeri dapat dirasakan
terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf yang terkena.
Proses inflamasi
Gullaine-Barre Syndrome
Disebut juga sebagai acute inflammatory demyelinating polyradiculopathy.. Kelainan
neurologik kemungkinan besar disebabkan oleh reaksi humoral dan “cell-mediated” yang
diarahkan ke myelin saraf perifer. Influks makrofag didahului dengan infiltrasi oleh limfosit
yang berperan di dalam proses destruksi. Akhirnya cirri infiltrasi sel radang dan demyelinasi
segmental dan bebrapa derajat dari degenerasi wallerian. Infiltrasi kadang-kadang menyebar
melalui saraf kanalis, radix anterior dan posterior, ganglion radix posterior,dan sepanjang
keseluruhan saraf perifer. Infiltrasi dari sel-sel radang juga dijumpai dalam kelenjar limfe,
hati, limfa, jantung dan organ-organ lainnya, ini menunjukkan suatu penyakit sistemik.
Manifestasi penyakit berupa hasil suatu reaksi imunologik. Biasanya penyakit ini didahului
oleh infeksi virus exanthema, dan penyakit-penyakit virus lainnya.
Herpes Zoster
Herpes Zoster juga dikenal sebagai Acute Inflammatory demyelinating Polyradiculopathy
disebabkan oleh varicella virus. Dapat terjadi di semua tempat, semua musim, emua umur
pada kedua jenis kelamin. Penyakit ini mempunyai pola dan bentk yang tetap. Infiltrasi
menyebar melalui saraf kranialis, radix anterior dan posterior, ganglion radix posterior, dan
sepanjang keseluruhan saraf perifer. Manifestasi penyakit ini merupakan hasil suatu reaksi
imunologik yang biasanya didahului dengan infeksi virus exanthema dan penyakit-penyakit
virus lainnya terutama pada keadaan imunosupresif.
Penyakit Degeneratif
Penyakit Diabetes Mellitus
Pasien-pasien yang menderita diabetes mellitus merupakan predisposisi dari berbagai
macam gangguan saraf perifer berupa “peripheral neuropathy” yang cenderung progresif dan
irreversible. Terutama polineuropati distal sensoris simetris. Neuropati asimetrik juga dapat
muncul seperti mononeuritis multikompleks, sensitive terhadap kompresi atau neuropati
karena jeratan (entrapment) dan radikulopleksopati akut (lumbal pleksopati). Hal ini
disebabkan oleh gangguan metabolic dan vaskuler.
II.2. 6. Manifestasi Klinis Radikulopati
Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat
tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang distribusi
dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau
bahkan menghilang.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan iskialgia, karena
nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati
setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal
maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri
pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain :
Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis, dan
kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk, bersin,
atau mengedan saat defekasi).
Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang
duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam
keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan.
Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan
satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena (Minor’s sign).
Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan
berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu disangga dengan
bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak
berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang
sakit, dan panggul akan miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja
tubuh penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk menghindari
stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, penderita akan
menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari kaki
(karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk
nyeri). Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi
sendi lutut disebut Neri’s sign.
Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak
lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti
keterlibatan radiks S1.
Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.
Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan
mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan
sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai
gangguan berkemih dan buang air besar.
Gambar 13. Penjalaran nyeri pada radikulopati lumbal
Tabel 1. Common Root Syndromes of Intervertebral Disc Disease
Disc
space
L3-4 L4-5 L5-S1 C4-5 C6-7 C7-T1
Root
affected
L4 L5 S1 C5 C7 C8
Muscles
affected
Quadriceps Peroneals,
anterior
tibial,
extensor
hallucis
longus
Gluteus
maximus,
gastrocne
mius,
plantar
flexor of
toes
Deltoid,
biceps
Triceps,
wrist
exrensors
Intrinsic
hand
muscles
Area of
pain
and
sensory
loss
Anterior
thigh,
medial shin
Great toe,
dorsum of
foot
Lateral
foot, small
toe
Shoulder,
anterior
arm,
radial
forearm
Thumb,
middle
fingers
Index,
fourth
fifth
finger
Reflex
affected
Knee jerk Posterior
tibial
Ankle jerk Biceps Triceps Triceps
Straight
leg
raising
Many not
increase
pain
Aggravates
root pain
Aggravate
s root pain
- - -
II.2. 7. Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Pasien datang dengan nyeri pinggang
Penyebab mekanis Penyebab sistemik(peradangan) Sindrom kauda
ekuina
Gejala klinis: 1.kaku dominan (Penekanan kauda ekuina)
1.Onset mendadak 2.Onset bertahap→progresif 1.Persisten +progresif
2.berkurang dengan istirahat 3. Nyeri meningkat dgn istirahat 2.Nyeri tungkai saat
berjalan
3.Gejala unilateral 4.Tulang belakang kaku 3.denyut nadi tungkai N
4.meningkat bila batuk,bersin 5.Restriksi simetris(nyeri sendi- 4.Nyeri berkurang bila
5.riwayat nyeri punggung bawah -sakroiliaka) membungkuk ke depan
5.gejala neurologis,
berupa:
< 55 th, ada riwayat Onset baru - Gangguan BAK/BAB
>55 th/<20th Pemeriksaan penunjang: - Parapresis
-Lab darah (LED, CRP)
Berikan percobaan terapi - Leukosit, Hb
-Foto polos, MRI, CT scan MRI vertebra L/S
Tinjau setelah 3bulan
90% baik 10% simtomatik Diagnosis: Intervensi bedah
1.Neoplasia
? tanda baru cari penyebab 2.Paget desease
Mencurigakan lain 3.Abses epidural
Pemeriksaan penunjang
Dan terapi yg sesuai
Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan anamnesa
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan trauma atau infeksi
dan rekurensi. Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya, adanya
paresthesia dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti kelemahan
dan atrofi otot). Juga perlu diketahui gejala lainnya seperti gangguan pencernaan dan
berkemih, anestesia rektal/genital.
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis
harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf
perifer atau segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot).
Perubahan refleks.
Prosedur diagnosa khusus untuk pemeriksaan radikulopati lumbal antara lain :
1. Lasegue’s sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : pasien berbaring, secara pasif lakukan fleksi sendi
coxae, sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. Fleksi pada sendi coxae dengan lutut
ekstensi akan menyebabkan stretching n.iskiadikus. Dengan tes ini, pada radikulopati
lumbal, sebelum tungkai mencapai kecuraman 70°, akan didapatkan nyeri (terkadang juga
disertai dengan baal dan paresthesia) pada sciatic notch disertai nyeri dan hipersensitif
sepanjang n.iskiadikus.
Straight-leg-raising-test : dilakukan dengan metode seperti Kernig’s sign.
Bila kedua prosedur tersebut positif, mengindikasikan terdapat iritasi meningen atau
iritasi radiks lumbosakral.
Bonnet’s phenomenon merupakan modifikasi Lasegue’s test, yang mana nyeri akan
lebih berat atau lebih cepat muncul bila tungkai dalam keadaan adduksi dan endorotasi.
Prosedur lain yang merupakan modifikasi Lasegue’s test adalah Bragard’s sign
(Lasegue disertai dengan dorsofleksi kaki) dan Sicard’s sign (Lasegue disertai dengan
dorsofleksi jari-1 kaki). Pada kasus yang ringan, pemeriksaan dengan Lasegue dapat
menunjukkan hasil negatif. Dengan modifikasi ini, stretching n.iskiadikus di daerah tibial
meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign
disebut Spurling’s sign.
Gambar 16 . Test Lasegue
Gambar 17. Spurling’s sign
2. Test Lasegue silang
Pada beberapa pasien radikulopati lumbal, iskialgia pada tungkai yang sakit dapat
diprovokasi dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi lurus.
Test O’Conell : dilakukan Lasegue test pada tungkai yang sehat, nyeri dapat dirasakan
pada sisi yang sehat (Fajersztajn’s sign), namun dengan derajat yang lebih ringan.
Selanjutnya pemeriksaan ini dilakukan pada tungkai yang sakit. Kemudian dilakukan
secara bersamaan pada kedua kaki. Selanjutnya tungkai yang sehat direndahkan
mendekati tempat tidur; hal ini akan menyebabkan eksaserbasi nyeri, kadang juga disertai
dengan paresthesia.
Beberapa ahli menyatakan pemeriksaan ini patognomonik untuk herniasi diskus
intervertebra.
3. Nerve pressure sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegue’s test dilakukan hingga penderita merasakan
nyeri, kemudian lutut difleksikan 20°, dilanjutkan dengan fleksi sendi coxae dan
penekanan n.tibialis pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh nyeri. Test ini positif
bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang n.iskiadikus.
4. Test Viets dan Naffziger
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf.
Tekanan dapat meningkat dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi vena
jugularis. Tekanan harus dilakukan hingga penderita mengeluh adanya rasa penuh di
kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap negatif hingga venous return dihambat selama
2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff,
dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit (Naffziger’s test). Penderita dapat berbaring
atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada
radiks yang bersangkutan.
Sensorik
Penting dicatat bila ada gangguan sensorik dengan batas jelas. Namun
seringkali gangguan sensorik tidak sesuai dermatomal atlas anatomik.
Hal ini disebabkan oleh adanya daerah persarafan yang bertumpang tindih satu sama
lain. Pemeriksaan ini juga menunjukkan tingkat subyektivitas yang tinggi.
II.2. 8. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas, seperti rasa nyeri,
baal, atau paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. Namun demikian gejala-gejala
tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan penatalaksanaan
radikulopati, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain :
a. Rontgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita radikulopati
juga dapat ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan apapun.
b. MRI/CT Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan
radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif
pada diskus intervertebra. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki keunggulan,
yaitu adanya potongan sagital, dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus
intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga MRI merupakan prosedur skrining
yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding gangguan struktural pada medula
spinalis dan radiks saraf.
CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik,
dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun
demikian sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih
kurang bila dibandingkan dengan MRI.
c. Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen osseus
vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan penetrasi pada
ruang subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai test preoperatif,
seringkali dilakukan bersama dengan CT Scan.
d. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf.
Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
e. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor
rematoid, fosfatase alkali/asam, kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti
infeksi.
II.2. 9. Penatalaksanaan Radikulopati
1. Informasi dan edukasi
2. Farmakoterapi
a. Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi epidural.
b. Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid (kalau sangat diperlukan).
3. Terapi nonfarmakologik
a. Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan, posisi tubuh
dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin), masase, traksi (tergantung
kasus), alat bantu (antara lain korset, tongkat).
b. Kronik : terapi psikologik, modulasi nyeri (akupunktur, modalitas termal), latihan
kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan
aktivitas.
4. Invasif nonbedah
Blok saraf dengan anestetik lokal.
Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi pembengkakan
edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks saraf.
5. Bedah
Indikasi operasi pada HNP :
Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri berat /
intractable / menetap / progresif.
Defisit neurologik memburuk.
Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.
Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan
radiologik.
II.2. 10. Prognosis
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Ad Bonam
BAB III
KESIMPULAN
Individu dengan radiculopati lumbal perlu memiliki pemahaman tentang etiologi
kemungkinan rasa sakit mereka. Temuan Pemeriksaan pasien dengan akut LBP sering bisa
sugestif, meskipun tidak ada temuan klinis atau sejarah telah ditemukan secara signifikan
berkorelasi dengan generator nyeri dikonfirmasi.
Tinjau anatomi dasar dan biomekanik tulang belakang dengan pasien. Diskusikan
etiologi gejala pasien. Juga membahas rencana perawatan, termasuk deskripsi dari studi
pencitraan direkomendasikan, obat-obatan, suntikan, dan latihan terapi. Tinjau postur tubuh
yang tepat, biomekanik tulang belakang dalam kegiatan hidup sehari-hari, dan metode
sederhana untuk mengurangi gejala-gejala pasien. Instruksi-instruksi awal dan sederhana
memungkinkan pasien untuk menjadi peserta aktif dalam pengobatan karena ia berkembang
menjadi program rumah lebih komprehensif latihan.
Pasien harus memahami bahwa mereka membuat komitmen seumur hidup untuk
program latihan mereka perawatan, karena yang paling penting faktor risiko episode masa
depan nyeri punggung adalah episode sebelumnya. Pasien pendidikan harus dianggap sebagai
proses yang berkelanjutan yang harus terus disempurnakan. Pendidikan diarahkan harus terus
sampai pasien mandiri dalam bukunya atau program latihan pemeliharaan nya
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, mahar. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta:2004. 322.
2. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview
3. De Jong R. The neurologi examination. 4th ed. Hagerstown: Harper & Row,1979:446-448, 566-568
4. Rowland LP. Merritt’s textbook of neurology. 7th ed. Philadelphia : Lea &Febiger,1984: 304-309
5. Snell, Richard S. Neuroanatomi Klinik. EGC.Jakarta : 2006.