spondylolisthesis lumbal
TRANSCRIPT
Spondylolisthesis Lumbal
BAB I
PENDAHULUAN
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus
vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya
diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau displastik, isthmus, degeneratif,
traumatik, dan patologis.
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Kira-kira
82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. Spondylolisthesis kongenital
(tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada perempuan dengan permulaan
gejala muncul pada usia remaja.
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran tersebut.
Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe
pergeseran dan usia pasien. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran
(slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi.
Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua dan muncul
dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau
gabungan beberapa gejala tersebut.
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena
1Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
merupakan gejala khas. Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat
sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan
kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal position).
Melalui referat ini, penulis ingin menjelaskan lebih lanjut tentang
hidrokel. Referat ini disusun sebagai bahan informasi bagi pembaca, khususnya
bagi kalangan medis agar dapat mendiagnosa dan memberikan penatalaksanaan
yang tepat pada kasus spondylolisthesis.
2Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
BAB II
ISI
A. Anatomi
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7
columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra
lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra
sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25
tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal
cord merupakan struktur yang sangat sensitif dan penting karena menghubungkan
otak dan sistem saraf perifer.
Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis
atau corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan
di posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua
bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.
Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di
pinggir processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian
dari facet joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit.
Setelah melengkung secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal
di bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu foramen
intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh discus
intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian inferior.
3Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
Facet Joint adalah persendian kecil yang menghubungkan tulang vertebra
dengan yang lainnya. Sendi faset merupakan sendi diartrosis yang membolehkan
tulang belakang bergerak. Oleh karena kelenturan dari kapsul sendi, tulang
belakang mampu bergerak dalam batas wajar dengan arah yang berbeda-beda.
Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal
dibatasi oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke
bagian kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit
recessus lateralis, dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis,
dan perubahan degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan
akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis.
Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong
dura setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari
canalis spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-
tiap titik ini dapat terjadi penekanan.
4Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
B. Definisi
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus
vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya
terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip)
diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi.
Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau
displastik, isthmus, degeneratif, traumatik, dan patologis. Banyak kasus dapat
diterapi secara konservatif. Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati,
klaudikasio neurogenik, abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak behasil
dengan penanganan non-operatif, dan terdapatnya pergeseran yang progresif,
pembedahan dianjurkan. Tujuan pembedahan adalah untuk menstabilkan segmen
spinal dan dekompresi elemen saraf jika dibutuhkan
5Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
C. Epidemiologi
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Karena
gejala yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai
dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai.
Sering penderita mengalami perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme otot,
kelemahan, dan ketegangan otot betis (hamstring muscle).
Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat
predisposisi kongenital dalam terjadinya spondilolisthesis dengan prevalensi
sekitar 69% pada anggota keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga
berhubungan dengan meningkatnya insidensi spina bifida sacralis
Kira-kira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3%
terjadi di L4-L5. Kelainan kongenital, seperti spina bifida occulta berkaitan dengan
munculnya isthmic spondylolisthesis.
Degenerative spondylolisthesis terjadi lebih sering terjadi seiring
bertambahnya usia. Vertebrae L4-L5 terkena 6-10 kali lebih sering dibanding
lokasi lainnya. Sakralisasi L5 sering terlihat pada degenerative spondylolisthesis
L4-L5. Tipe ini biasanya muncul 5 kali lebih sering pada wanita dibanding pria,
dan sering pada usia lebih dari 40 tahun.
Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering
terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. Tipe
ini biasanya terjadi sekitar 14-21% dari semua kasus spondylolisthesis.
D. Etiologi dan klasifikasi
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
6Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran tersebut.
Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis:
a. Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital) dan terjadi
akibat kelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan L5
inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
b. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus
atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna
pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis
tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika
satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan
ini disebut dengan spondylolisthesis.
Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
- Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress
spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur rekuren
yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan stress fracture
pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-laki.
- Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars
interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars
interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana fraktur
mengisinya dengan tulang baru.
- Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam
menegakkan diagnosis kelainan ini.
7Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
c. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibat
degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi tersebut
akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe
spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III,
spondylolisthesis degeneratif pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
d. Tipe IV, spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada
elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan
fraktur pada bagian pars interartikularis.
e. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang
sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya
E. Patofisiologi
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondylolisthesis. Pertama
sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik yang berat
seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala
dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik
pada pria. Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami
spondylolisthesis, sangat jarang anak-anak tersebut didiagnosis dengan
spondylolisthesis. Spondylolisthesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun.
8Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang
aktivitas sehari-hari mengakibatkan spondylolisthesis sering dijumpai pada remaja
dan dewasa.
Spondylolisthesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana
masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe
displastik, isthmik, degeneratif, traumatik, dan patologik. Spondylolisthesis
displatik merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi
lumbosacral joints dengan permukaan persendian yang kecil dan inkompeten.
Spondylolisthesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi cenderung
berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis
berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus
cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk
fusi pada bagian posterolateral.
Spondylolisthesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum
bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida
occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya
(slip) minimal. Spondylolisthesis isthmic merupakan bentuk spondylolisthesis yang
paling sering. Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis
spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka
prevalensi 5-7%. Fredericson et al menunjukkan bahwa defek spondylolistesis
biasanya didapatkan pada usia 6 - 16 tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi
lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang progresif, meskipun
suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas pergeseran
dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan. Telah
dianggap bahwa kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi
9Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu studi/penelitian jangka panjang
yang dilakukan oleh Fredericson et al yang mempelajari 22 pasien dengan
mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan,
mendapatkan bahwa banyak diantara pasien tersebut mengalami nyeri punggung,
akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis
isthmik. Secara kasar 90% pergeseran ishmus merupakan pergeseran tingkat
rendah(low grade: kurang dari 50% yang mengalami pergeseran) dan sekitar 10%
bersifat high grade ( lebih dari 50% yang mengalami pergeseran).
Sistem pembagian/grading untuk spondylolisthesis yang umum dipakai adalah
sistem grading Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut
didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior
hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan
dengannya pada foto x ray lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai
panjang korpus vertebra superior total:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 25-50%
- Grade 3 adalah 50-75%
- Grade 4 adalah 75-100%
- Spondiloptosis- lebih dari 100%
10Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan
spondilosis menjadi spondylolisthesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan
postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis. Lordosis
lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam perkembangan
defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars inerartikularis pada pasien
muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak
dengan timbulnya defek pada pars interartikularis.
Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit
diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan
spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3
kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua
11Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat stenosis resesus
lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau permukaan sendi.
Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang terkena/mengalami
fraktur, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.
Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau
berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan
mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior
sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada
penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor.
F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada
tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya
berupa back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong,
terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat
pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental
yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan
mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari pergeseran
serabut saraf (biasanya S1). Progresifitas listesis pada individu dewasa muda
biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa:
- Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
- Kekakuan otot hamstring
- Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
- Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.12
Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
- Hiperkifosis lumbosacral junction.
- Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
- Kesulitan berjalan
Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua dan
muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio
neurogenik, atau gabungan beberapa gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling
sering terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi L3-4. Gejala radikuler sering terjadi
akibat stenosis resesus lateralis dan hipertropi ligamen atau herniasi diskus. Cabang
akar saraf L5 sering terkena dan menyebabkan kelemahan otot ekstensor hallucis
longus. Penyebab gejala klaudikasio neurogenik selama pergerakan adalah bersifat
multifaktorial. Nyeri berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang
dengan duduk. Fleksi memperbesar ukuran kanal/saluran dengan menegangkan
ligamentum flavum, mengurangi overriding lamina dan pembesaran foramen. Hal
tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi nyeri
yang timbul
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis.
1. Gambaran klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala
khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas
membuat nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat menguranginya.
Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri
spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak
13Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra.
Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya
tidak berhubungan dengan penyakit atau kondisi lainnya.
2. Pemeriksaan fisik
Postur paisen biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi
bersifat ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur.
Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme
otot. Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan
nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan,
kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana lesi
mulai timbul.
Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja
pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika
palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri dan
kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien, lokalisasi
nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada
posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal
position). Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Fleksi tulang belakang
seperti itu membuat massa otot paraspinal lebih tipis pada posisi tersebut. Pada
beberapa pasien, palpasi pada defek tersebut kadang-kadang sulit atau tidak
mungkin dilakukan.
Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondylolisthesis
biasanya negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali
pada pasien dengan sindrom cauda equina yang berhubungan dengan lesi derajat
tinggi.
14Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
3. Pemeriksaan radiologis.
Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan awal
dalam diagnosis spondilosis atau spondylolisthesis. X ray pada pasien dengan
spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP,
Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada
lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam
mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka
pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri. Pada
beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti Bone scan atau CT scan
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada pars
interartikularis sangat mudah terlihat dengan CT scan.
Bone scan ( SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi
stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan
foto polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah
dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif
akan terjadi.
CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik,
akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak ( diskus,
kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
15Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
H. Penatalaksanaan
Sering dokter menggunakan satu pengobatan atau kombinasi beberapa
jenis pengobatan dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian analgetik
untuk mengontrol nyeri. Hal tersebut bervariasi dari pemberian ibuprofen hingga
acetaminofen, akan tetapi pada beberapa kasus berat, NSAIDs digunakan untuk
mengurangi pembengkakan dan inflamasi yang dapat terjadi. Jadi terapi untuk
spondylolisthesis tingkat rendah masih bersifat konservatif, dengan
istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian anti-inflamasi secara bersamaan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus, intervensi bedah mungkin dibutuhkan.
1. Terapi konservatif
Terapi konservatif ditujukan untuk mengurangi gejala dan juga termasuk:
- Modifikasi aktivitas, bedrest selama eksaserbasi akut berat.
- Analgetik (misalnya NSAIDs).
- Latihan dan terapi penguatan dan peregangan.
- Bracing
16Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
Angka keberhasilan terapi non-operatif sangat besar, terutama pada
pasien muda. Pada pasien yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade
slip) yang diakibatkan oleh degenerasi diskus, traksi dapat digunakan dengan
beberapa tingkat keberhasilan. Salah satu tantangan adalah dalam terapi pasien
dengan nyeri punggung hebat dan menunjukkan gambaran radiografi
abnormal. Pasien tersebut mungkin memiliki penyakit degeneratif pada diskus
atau bahkan pergeseran ringan (low grade slip, <25%), dan biasanya nyeri
yang terjadi tidak sesuai dengan pemeriksaan fisik dan gambaran radiografi.
Nyeri punggung merupakan masalah kesehatan utama dan penyebab
disabilitas yang paling sering. Adalah sangat penting untuk
mempertimbangkan faktor tingkah laku dan psikososial yang berperan
terhadap timbulnya disabilitas pada pasien tersebut.
2. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat
simtomatis yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana
gejalanya menyebabkan suatu disabilitas.
Jika gejala dapat secara langsung diketahui akibat dari defek pada
pars interartikularis, dan kemudian repair secara pembedahan terhadap defek
tersebut, melalui beberapa prosedur pembedahan, akan dapat mengurangi
nyeri yang disebabkan oleh defek tersebut. Tujuan terapi adalah untuk
dekompresi elemen neural dan immobilisasi segmen yang tidak stabil atau
segmen kolumna vertebralis. Umumnya dilakukan dengan eliminasi
pergerakan sepanjang permukaan sendi(facets joints) dan diskus
intervertebralis melalui arthrodesis (fusi).
17Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
Jika terjadinya subluksasi ringan dan degenerasi diskus yang dapat
diidentifikasi dengan MRI, fusi spinal , biasanya bersaman dengan
instrumentasi spinal merupakan pilihan terapi. Karena pilihan terapi terbaik
untuk beberapa pasien bervariasi diantara beberapa ahli bedah berpengalaman,
konsultasi dengan ahli bedah tersebut merupakan pendekatan terbaik bagi
pasien yang simtomatis, sebagai second opinion.3
Pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi (high grade
spondilolysthesis) dengan gejala yang menetap dan dengan deformitas
spinal/vertebra berat, intervensi pembedahan dengan berbagai pendekatan
mungkin dibutuhkan. Hal tersebut termasuk spinal instrumentation dan fusi.
Usaha untuk meningkatkan alignment spinal/kesejajaran vertebra didasarkan
pada beratnya deformitas spinal pada pasien tersebut dan risiko yang terjadi
akibat penggunan pendekatan pembedahan tersebut.1
Indikasi fusi spinal berbeda antara populasi pediatrik dan populasi
dewasa. Pada pasien yang lebih muda, faktor dibawah ini diketahui
berhubungan dengan meningkatnya progresifitas pergeseran vertebra (slip
progression):
- Usia muda (< 15 tahun).
- Listesis grade tinggi (high grade listhesis>50%).
- Jenis kelamin perempuan.
- Tipe displastik.
- Hipermobilitas lumbosacral.
- Ligamentous laxity.
Meskipun demikian banyak pasien muda diterapi dengan
immobilisasi atau modifikasi aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang
18Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
signifikan. Dengan tidak adanya tingkat pergeseran yang berat (high grade
slip), gejala yang ringan, fusi biasanya tidak diindikasikan pada populasi
tersebut.
Sebelum operasi dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan
spondylolisthesis degeneratif, tanda neurologis minimal, atau hanya nyeri
punggung mekanik (mechanical back pain), terapi konservatif harus diberikan
pertama sekali, dan pertimbangan faktor psikososial dan sosial harus
dipertimbangkan.
Meskipun demikian banyak pasien muda diterapi dengan
immobilisasi atau modifikasi aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang
signifikan. Dengan tidak adanya tingkat pergeseran yang berat (high grade
slip), gejala yang ringan, fusi biasanya tidak diindikasikan pada populasi
tersebut.
Sebelum operasi dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan
spondylolisthesis degeneratif, tanda neurologis minimal, atau hanya nyeri
punggung mekanik (mechanical back pain), terapi konservatif harus diberikan
pertama sekali, dan pertimbangan faktor psikososial dan sosial harus
dipertimbangkan.
Indikasi intervensi bedah (fusi) pada pasien dewasa adalah:
1. Tanda neurologis- radikulopaty (yang tidak berespon dengan terapi
konsrvatif)
2. klaudikasio neurogenik.
3. Pergeseran berat(high grade slip > 50%)
4. Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas,
progresifitas listesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif.
19Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
5. Spondylolisthesis traumatik.
6. Spondylolisthesis iatrogenik.
7. Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
8. Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan(gait abnormality).
I. Fusi
Terdapat berbagai metode untuk mendapatkan fusi intersegmental pada
tulang lumbosacral. Berbagai metode tersebut antara lain:
1. Posterolateral (intratransversus): umumnya arthrodesis bersamaan
dengan penggunaan autograft crista iliaka atau dengan allograft.
Instrumentasi spinal segmental membuat fiksasi kaku pada segmen fusi
dan kemungkinan dilakukannya reduksi segmen dengan listesis tersebut.
2. Lumbar interbody fusion: hal tersebut dapat meningkatkan stabilitas
segmen spinal/vertebra dengan ,menempatkan/meletakkan bone graft
untuk kompresi kolumna anterior dan media dan meningkatkan
permukaan fusi tulang secara keseluruhan.
3. Repair pars interartikularis: umumnya dengan menggunakan teknik
Scott Wiring technique atau modifikasi Van Darm.
II. Fiksasi
Meskipun pemakaian/penggunaan instrumentasi spinal pada pasien
dengan skeletal immature dipertimbangkan sebagai pilihan terapi bagi
beberapa pasien dengan spondylolisthesis isthmic, banyak ahli bedah
vertebra/spinal yakin bahwa fiksasi kaku tersebut dibutuhkan untuk
mendapatkan fusi solid yang valid. Untuk spondylolisthesis degeneratif,
fiksasi menunjukkan angka arthrodesis solid yang tinggi.
20Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
III. Dekompresi
Biasanya digunakan pada spondylolisthesis traumatik atau degeneratif,
dekompresi elemen neural baik sentral maupun perifer, diatas serabut
saraf diindikasikan. Dekompresi optimal biasanya didapatkan melalui
laminectomy posterior atau facetectomy total dengan dekompresi radikal
serabut saraf(misalnya Gill prosedure).
IV. Reduksi
Beberapa ahli bedah berupaya mengurangi spondylolisthesis untuk
meningkatkan alignment(kesejajaran) sagital dan memperbaiki
biomekanik vertebra/spinal. Hal tersebut memiliki manfaat dalam
memperbaiki posisi saat berdiri dan mengurangi tekanan/kekakuan pada
massa fusi posterior sehingga mengurangi insidensi nonunion dan
progresifitas spondylolisthesis.
I. PROGNOSIS
Fusi lumbal sebagai salah satu terapi pembedahan pada spondylolisthesis
telah sering digunakan di Amerika Serikat, dengan berbagai variasi pertimbangan.
Variasi tersebut bergantung pada banyak faktor, dari tersedianya instrumentasi
yang baik hingga pemahaman tentang penyembuhan tulang. Kurangnya indikasi
jelas dalam dilakukannya fusi lumbal juga merupakan faktor lain yang juga ikut
berperan dalam menentukan perlu tidaknya fusi lumbal. Bukti yang mendukung
perlunya fusi pada spondylolisthesis tipe I,II,III, dan IV dan spondylolisthesis
iatrogenik sangat kuat. Akan tetapi terdapat beberapa kontroversi pada beberapa
individu dengan tipe spondylolisthesis degenratif (tipe III), skoliosis degeneratif
dan nyeri punggung mekanik(mechanical back pain).
21Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
Hasil terapi terhadap spondylolisthesis tipe isthmic yang merupakan
spondylolisthesis yang banyak terjadi belumlah menjanjikan. Banyak peneliti
melaporkan angka outcome yang baik sekitar 75-90%. Pasien yang mendapatkan
pembedahan melaporkan peningkatan kualitas hidup dan berkurangnya
rasa/tingkatan nyeri yang dialami. Menariknya, luaran/outcome yang didapatkan
tidak berhubungan dengan derajat spondylolisthesis atau besarnya sudut pergeseran
yang terjadi. Beberapa penelitian yang memfokuskan pada follow up jangka
panjang mendukung terapi konservatif terhadap anak-anak dan dewasa dengan
spondylolisthesis yang asimptomatik (tipe I, tipe II), meskipun demikian banyak
peneliti menyarankan untuk dilakukannya tindakan fusi bilamana pergeseran
tersebut bersifat simptomatik, tidak berespon dengan terapi konservatif dan jika
pergeseran yang terjadi berada dalam derajat tinggi (high grade spondylolisthesis).
22Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
BAB III
KESIMPULAN
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus
vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Kira-kira 82%
kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3% terjadi di L4-L5.
Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis yaitu tipe I disebut dengan
spondylolisthesis displastik (kongenital), tipe II isthmic atau spondilolitik, tipe III
merupakan spondylolisthesis degenerative, tipe IV spondylolisthesis traumatic, tipe V
spondylolisthesis patologik.
Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan
berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa: terbatasnya pergerakan tulang
belakang, kekakuan otot hamstring, tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut
yang berekstensi penuh, hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal, hiperkifosis
lumbosacral junction, pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit
(spondiloptosis), kesulitan berjalan.
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan spondylolisthesis dibagi menjadi terapi
konservatif dan terapi bedah.
Pasien yang mendapatkan pembedahan melaporkan peningkatan kualitas hidup
dan berkurangnya rasa/tingkatan nyeri yang dialami. Banyak peneliti menyarankan
untuk dilakukannya tindakan fusi bilamana pergeseran tersebut bersifat simptomatik,
tidak berespon dengan terapi konservatif dan jika pergeseran yang terjadi berada dalam
derajat tinggi
23Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011
Spondylolisthesis Lumbal
DAFTAR PUSTAKA
1. Linda J. Vorvick, MD.Spondylolisthesis. Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov
/pubmedhealth/PMH0002240/. Diakses tanggal 20 November 2011
2. Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis Dalam:
http://emedicine.medscape.com/article/1266860-overview. Diakses Tanggal 20
November 2011
3. Mc Donald J, Management of Spondilolysthesis Dalam: www.bmjjournals.com.
Diakses Tanggal 20 November 2011
4. Jason CE,MD.Spondylolisthesis.Dalam http://www.medicinenet.com/
spondylolisthesis/article.htm. Diakses Tanggal 21 November 2011
5. R.Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Wim de Jong. Edisi ke-2. EGC. 2005
24Kepanitraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD Kota Semarang Periode 24 Oktober 2011-31 Desember 2011