referat psikosomatis

56
Bab I Pendahuluan Banyak fenomena dalam dunia kesehatan yang tidak bisa dijelaskan dengan pengetahuan ilmu kedokteran saja. Bagaimana seseorang yang mengalami penyakit lambung akut dapat berangsur membaik ketika menjalani puasa Ramadhan; mengapa seorang penderita HIV/AIDS dapat bertahan hidup lebih lama dari vonis dokter bila tidak diasingkan, mendapat reaksi yang normal dan tetap berhubungan dengan keluarga mereka. Mengapa dalam lingkungan fisik yang serba sama kelompok anak ayam dengan induk secara rata-rata tumbuh lebih baik daripada kelompok lain yang tidak mempunyai induk atau mengapa toxisitas amfetamin yang disuntikkan pada tikus menjadi 10x lipat bila tikus itu dikurung bersepuluh daripada bila dikurung sendirian. 1 Hal-hal dan faktor-faktor psikologis serta sosial ini dapat mengganggu manusia dengan cara yang sama seperti faktor-faktor yang dapat dilihat dengan secara kasat mata. Faktor-faktor ini hanya dapat dimengerti oleh penderita dilihat sebagai manusia yang memiliki rumah dan keluarga, yang mengalami kesukaran dan kecemasan, yang menghadapi kesulitan ekonomi, yang mempunyai masa lalu dan masa yang akan datang, pekerjaan yang akan dipertahankan atau akan 1

Upload: william-grandinata-soeseno

Post on 28-Oct-2015

540 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

psikosomatis

TRANSCRIPT

Page 1: referat psikosomatis

Bab I

Pendahuluan

Banyak fenomena dalam dunia kesehatan yang tidak bisa dijelaskan dengan

pengetahuan ilmu kedokteran saja. Bagaimana seseorang yang mengalami penyakit

lambung akut dapat berangsur membaik ketika menjalani puasa Ramadhan; mengapa

seorang penderita HIV/AIDS dapat bertahan hidup lebih lama dari vonis dokter bila tidak

diasingkan, mendapat reaksi yang normal dan tetap berhubungan dengan keluarga mereka.

Mengapa dalam lingkungan fisik yang serba sama kelompok anak ayam dengan induk

secara rata-rata tumbuh lebih baik daripada kelompok lain yang tidak mempunyai induk

atau mengapa toxisitas amfetamin yang disuntikkan pada tikus menjadi 10x lipat bila tikus

itu dikurung bersepuluh daripada bila dikurung sendirian.1

Hal-hal dan faktor-faktor psikologis serta sosial ini dapat mengganggu manusia

dengan cara yang sama seperti faktor-faktor yang dapat dilihat dengan secara kasat mata.

Faktor-faktor ini hanya dapat dimengerti oleh penderita dilihat sebagai manusia yang

memiliki rumah dan keluarga, yang mengalami kesukaran dan kecemasan, yang

menghadapi kesulitan ekonomi, yang mempunyai masa lalu dan masa yang akan datang,

pekerjaan yang akan dipertahankan atau akan ditinggalkan. Cara orang tersebut

menyelesaikan konfliknya, cara menyesuaikan diri tergantung pada emosi, inteligensi dan

kepribadiannya.1

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian terhadap berbagai persoalan bukan hanya

menimbulkan gangguan psikis atau mental saja. Gejala gagal dalam melakukan

penyesuaian bisa muncul dalam bentuk gangguan-gangguan yang bersifat ketubuhan/fisik

karena pada dasarnya antara badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan,

sehingga gangguan terhadap salah satu di antananya menimbulkan gangguan pada lainnya.

Inilah yang kemudian sering disebut sebagai gangguan psikosomatik.1

Penyakit-penyakit psikosomatik merupakan gangguan kesehatan yang bukan saja

1

Page 2: referat psikosomatis

umum dijumpai dalam populasi, tapi sering menimbulkan kesalahpahaman di bidang

medis. Medikasi sering memberi kesembuhan secara cepat, namun bukan berarti

persoalannya menjadi beres karena sering kali penyakit tersebut kambuh kembali berulang-

ulang. Ini berkaitan karena sumbernya bukan pada tubuh yang sakit, melainkan pada

persoalan mental yang belum terselesaikan. Penemuan-penemuan terbaru berkaitan dengan

kerja otak semakin menambah keyakinan akan hubungari yang erat antara fisik dan mental.

OIeh karena itu penyembuhan penyakit-penyakit psikosomatik perlu melibatkan interaksi

fisik mental.1

2

Page 3: referat psikosomatis

Bab II

Landasan Teori

Kedokteran psikosomatik menekankan kesatuan pikiran dan tubuh serta interaksi

antara keduanya. Kedokteran psikomatik menganggap faktor psikologis penting di dalam

timbulnya semua penyakit; meskipun demikian, peranannya di dalam predisposisi,

mulainya, perkembangan, atau perburukan suatu penyakit atau reaksi terhadap penyakit

masih menjadi perdebatan dan bervariasi antar gangguan.2

Revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

(DSM-IV-TR) tidak menggunakan istilah psikosomatik DSM-IV-TR menggambarkan

faktor psikologis yang memengaruhi keadaan medis sebagai "satu atau lebih masalah

psikologis atau perilaku yang memiliki pengaruh dengan cara menghambat dan bermakna

terhadap perjalanan dan hasil keadaan medis umum, atau yang meningkatkan risiko

seseorang secara signifikan untuk memperoleh hasil yang merugikan.” Meskipun

demikian, sejumlah kecil orang tidak setuju kalau faktor perilaku atau psikologis

memainkan peranan pada hampir semua keadaan medis.2

2.1 Klasifikasi

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk faktor psikologis yang memengaruhi

keadaan medis ditunjukkan di dalam Tabel 1. Yang tidak termasuk adalah: (1) gangguan

jiwa klasik yang memiliki gejala fisik sebagai bagian dari gangguan (cth., gangguan

konversi, yaitu gejala fisik ditimbulkan oleh konflik psikologis); (2) gangguan somatisasi,

yaitu gejala fisik tidak didasari oleh patologi organik; (3) hipokondriasis, yaitu pasien

memiliki kepedulian yang berlebihan dengan kesehatan mereka; (4) keluhan fisik yang

sering dikaitkan dengan gangguan jiwa (cth., gangguan distimik yang biasanya memiliki

penyerta somatik, seperti kelemahan otot, astenia, lelah, dan keletihan); serta (5) keluhan

fisik yang dikaitkan dengan gangguan terkait-zat (cth., batuk dikaitkan dengan

ketergantungan nikotin).2

3

Page 4: referat psikosomatis

Tabel 1

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Faktor Psikologis yang Memengaruhi

Keadaan Medis Umum2

A. Terdapat keadaan medis umum (diberi kode pada Aksis III).

B. Faktor psikologis memengaruhi keadaan medis secara berlawanan dalam satu atau

lebih cara

1. faktor memengaruhi perjalanan keadaan medis umum, seperti yang ditunjukkan

oleh hubungan waktu yang erat antara faktor psikologis dan timbulnya atau

memburuknya, atau tertundanya pemulihan, keadaan medis umum

2. faktor mengganggu terapi keadaan medis umum

3. faktor merupakan risiko kesehatan tambahan untuk individu

4. respons fisiologis terkait-stres mencetuskan atau rnemperburuk gejala

keadaan medis umum

Pilih nama berdasarkan sifat faktor psikologis (jika ada lebih dar satu faktor, tunjukkan

yang paling menonjol):

Gangguan mental yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum]

(cth., gangguan Aksis I seperti gangguan depresif berat menunda pemulihan dari

infark miokardium

Gejala psikologis yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum]

(cth., gejala depresif rnenunda pemulihan setelah pembedahan; asma yang

diperburuk ansietas)

Ciri kepribadian atau gaya koping yang memengaruhi ...[tunjukkan

keadaan medis umum] (cth., penyangkalan patologis kebutuhan operasi pada

pasien kanker; perilaku tertekan dan bermusuhan yang turut menyebabkan

penyakit kardiovaskular)

Perilaku kesehatan maladaptif yang memengaruhi ...[tunjukkan keadian medis

umum] (cth., makan berlebihan; tidak ada olah raga; seks yang tidak aman)

4

Page 5: referat psikosomatis

Respons fisiologis Terkait-Stres yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan

medis umum] (cth., perburukan ulkus karena stres, hipertensi, aritmia, atau

tension headache)

Faktor psikologis lain atau tidak terinci yang memengaruhi ...[tunjukkan

keadaan medis umum] (cth., faktor interpersonal, budaya, atau religius)

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright

2000, dengan izin.

Tabel 2

Kriteria Diagnostik ICD-10 untuk Faktor Psikologis dan Perilaku Terkait dengan

Gangguan atau Penyakit Diklasifikasikan di Tempat Lain3

Kategori ini harus digunakan untuk adanya faktor psikologis atau perilaku yang

diperkirakan telah bermanifestasi, atau mempengaruhi, gangguan fisik yang

diklasifikasikan pada bab-bab lain dari ICD-10. Setiap gangguan mental yang dihasilkan

biasanya ringan dan sering berkepanjangan (seperti khawatir, konflik emosional, ketakutan)

dan tidak dengan sendirinya menggunakan salah satu kategori yang dijelaskan dalam

bagian akhir buku ini. Sebuah kode tambahan harus digunakan untuk mengidentifikasi

gangguan fisik. (Dalam kasus yang jarang terjadi di mana gangguan jiwa terbuka

diperkirakan telah menyebabkan gangguan fisik, kode tambahan kedua harus digunakan

untuk mencatat gangguan kejiwaan).

(Dicetak ulang dengan izin dari Organisasi Kesehatan Dunia Klasifikasi Internasional

Gangguan Mental dan Perilaku: Kriteria Diagnostik, Organisasi Kesehatan Dunia, Jenewa,

1993).

Di Indonesia yang menggunakan pedoman diagnostik PPDGJ, gangguan

psikosomatik dapat diklasifikasi dalam 305. Gangguan fisik yang diduga asalnya

psikologik (PPDGJ I) yang kemudian dikonversi menjadi 306. Faktor psikologik yang

mempengaruhi malfungsi fisiologis (PPDGJ II), dan dikonversi kembali di PPDGJ III pada

F45.3. yaitu Disfungsi otonomik somatoform. Kriteria diagnostik dijabarkan sebagai

5

Page 6: referat psikosomatis

berikut:

1. adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat, tremor,

muka panas/“flushing”, yang menetap dan mengganggu;

2. gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak

khas);

3. preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya

gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu,

yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaanpemeriksaan berulang, maupun

penjelasan-penjelasan dari para dokter;

4. tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem

atau organ yang dimaksud.

Pada karakter kelima yaitu F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskular

F45.31 = saluran pencernaan bagian atas

F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah

F45.33 = sistem pernapasan

F45.34 = sistem genito-urinaria

F45.38 = sistem atau organ lainnya

2.2 Teori Stres

Pada tahun 1920, Walter Cannon melakukan studi sistematik

pertama mengenai hubungan stres dengan penyakit. Ia menunjukkan bahwa perangsangan

sistem saraf otonom memudahkan organisme untuk respons ``fight or flight" yang ditandai

dengan hipertensi, takikardia, dan meningkatnya curah jantung. Hal ini berguna pada

hewan yang dapat melawan atau lari, tetapi pada orang yang tidak dapat melakukannya

karena beradab, stres berikutnya menimbulkan penyakit (cth., hipertensi yang dihasilkan).2

Pada tahun 1950-an, Harold Wolff (1898-1962) mengamati bahwa fisiologi saluran

gastrointestinal tampak berhubungan dengan keadaan emosional yang khusus. Hiperfungsi

terkait dengan permusuhan, dan hipofungsi dengan kesedihan. Wolff menganggap reaksi

tersebut tidak spesifik, mengingat bahwa reaksi pasien ditentukan oleh situasi kehidupan

umum dan penilaian persepsi terhadap peristiwa yang menimbulkan stres. Lebih dini lagi,

6

Page 7: referat psikosomatis

William Beaumont (1785-1853), ahli bedah militer Amerika, memiliki pasien yang

bernama Alexis St.Martin, yang menjadi terkenal karena luka akibat tembakan senjata yang

menyebabkan fistula lambung yang permanen. Beaumont mencatat bahwa selama keadaan

emosional yang sangat hebat, mukosa dapat menjadi hiperemik atau memucat,

menunjukkan bahwa aliran darah ke lambung dipengaruhi oleh emosi.2

Hans Seyle (1907-1982) mengembangkan suatu model stres yang disebut sindrom

adaptasi umum. Model ini terdiri atas tiga fase: (1) reaksi alarm; (2) tahap resistensi,

idealnya adaptasi dicapai; dan (3) tahap kelelahan, adaptasi atau resistensi yang didapat

bisa hilang. Ia menganggap stres sebagai respons tubuh yang tidak spesifik terhadap

tuntutan apapun yang disebabkan baik oleh keadaan menyenangkan atau tidak

menyenangkan. Seyle yakin bahwa stres, menurut definisi, tidak harus selalu tidak

menyenangkan. Ia menyebut stres yang tidak menyenangkan sebagai "penderitaan". Untuk

menerima kedua jenis stres—menyenangkan atau tidak menyenangkan—membutuhkan

adaptasi.2

2.3 Respon Neurotransmiter terhadap Stres

Stresor mengaktifkan sistem noreadrenergik di otak (paling jelas di locus ceruleus)

dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stresor juga

mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti yang dibuktikan dengan meningkatnya

pergantian serotonin. Bukti terkini mengesankan bahwa meskipun glukokortikoid

cenderung meningkatkan fungsi serotonin secara keseluruhan, mungkin terdapat perbedaan

pengaturan glukokortikoid dengan subtipe reseptor serotonin, yang dapat memiliki kaitan

untuk fungsi serotonergik pada depresi dan penyakit-penyakit terkait. Contohnya,

glukokortikoid dapat meningkatkan kerja serotonin yang diperantarai oleh 5-HT2, sehingga

turut menyebabkan penguatan kerja tipe reseptor ini, yang telah dikaitkan di dalam

patofisiologi gangguan depresif berat. Stres juga meningkatkan neurotransmisi

dopaminergik pada jaras mesoprefrontal.2

Neurotransmiter asam amino dan peptidergik juga terlibat di dalam respons stres.

Sejumlah studi menunjukkan bahwa corticotropin-releasing factor (CRF) (sebagai

neurotransmiter, bukan sebagai pengatur hormonal fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-

7

Page 8: referat psikosomatis

adrenal), glutamat (melalui reseptor N metil-D-aspartat [NMDA]) dan y-aminobutiric acid

(GABA) semuanya memainkan peranan penting di dalam menimbulkan respons stres atau

mengatur sistem yang berespons terhadap stres lainnya seperti sirkuit otak dopaminergik

dan noradrenergik.2

2.4 Respon Endokrin Terhadap Stres

Sebagai respons terhadap stres, CRF disekresikan dari hipotalamus ke sistem

hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis anterior untuk memicu pelepasan

hormon adrenokortikotropin (ACTH). Setelah dilepaskan, ACTH bekerja di korteks adrenal

untuk merangsang sintesis dan pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid sendiri memiliki

jutaan efek di dalam tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam istilah singkat sebagai

meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan aktivitas kardiovaskular dalam respons

"fight or flight", dan menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas.2

Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan pelaku pengendali umpan balik

negatif yang ketat melalui produk akhirnya sendiri (yaitu, ACTH dan kortisol) di berbagai

tingkat, termasuk hipofisis anterior, hipotalamus, dan regio otak suprahipotalamik seperti

hipokampus. Di samping CRF, berbagai secretagogue (yaitu zat yang merangsang

pelepasan ACTH) dikeluarkan dan dapat memintas pelepasan CRF serta bekerja langsung

untuk memutar kaskade glukokortikoid. Contoh secretagogue termasuk katekolamin,

vasopresin, dan oksitosin. Yang menarik, stresor berbeda (cth., stres dingin lawan

hipotensi) memicu pola pelepasan secretagogue yang berbeda, juga menunjukkan bahwa

gagasan respons stres yang sama terhadap stresor umum adalah terlalu disederhanakan.2

2.5 Respon Imun Terhadap Stres

Bagian dari respons stres terdiri atas inhibisi fungsi imun oleh glukokortikoid.

Inhibisi dapat mencerminkan kerja kompensasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal untuk

mengurangi efek fisiologis stres lainnya. Sebaliknya, stres juga dapat menyebabkan aktivasi

imun melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat merangsang pelepasan norepinefrin melalui

reseptor CRF yang terletak di locus ceruleus, yang mengaktifkan sistem saraf simpatis, baik

8

Page 9: referat psikosomatis

sentral maupun perifer, serta meningkatkan pelepasan epinefrin dari medula adrenal. Di

samping itu, terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang bersinaps pada set

target imun. Dengan demikian, di dalam menghadapi stresor, juga terdapat aktivasi imun

yang dalam termasuk pelepasan faktor imun humoral (sitokin) seperti interleukin-1 (IL-1)

dan IL-6. Sitokin ini dapat menyebabkan pelepasan CRF lebih lanjut, yang di dalam teori

berfungsi untuk meningkatkan efek glukokortikoid sehingga membatasi sendiri aktivasi

imun.2

2.6 Perubahan Kehidupan

Peristiwa atau situasi kehidupan, menyenangkan atau tidak menyenangkan

(penderitaan menurut Selye), sering terjadi tanpa disengaja, menimbulkan tantangan yang

harus ditanggapi dengan adekuat. Thomas Holmes dan Richard Rahe membangun skala

penilaian penyesuaian sosial setelah menanyakan ratusan orang dari berbagai latar belakang

untuk mengurutkan derajat relatif penyesuaian yang diperoleh dengan perubahan peristiwa

kehidupan. Helmes dan Rahe mendaftarkan 43 peristiwa kehidupan yang menyebabkan

berbagai gangguan dan stres pada kehidupan rata-rata orang; contohnya, kematian

pasangan, 100 unit perubahan kehidupan; perceraian, 73 unit; perpisahan perkawinan, 65

unit; dan kematian anggota keluarga dekat, 63 unit (Tabel 25-2). Akumulasi 200 atau lebih

unit perubahan kehidupan dalam satu tahun meningkatkan risiko timbulnya gangguan

psikosomatik pada tahun itu. Yang menarik, orang yang menghadapi stres umum dengan

optimis, bukannya pesimis, lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami gangguan

psikosomatik; jika mengalami, mereka lebih mudah pulih.2

Bab III

Gangguan Psikosomatis

9

Page 10: referat psikosomatis

3.1 Definisi

Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang

artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat

(DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor

psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.2,3

Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk

mempelajari interaksi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani

dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan

interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam

keadaan sehat maupun sakit.3

3.2 Etiologi

Setiap fungsi organis/somatis yang terganggu oleh emosi-emosi yang kuat (yaitu

oleh konflik-konflik dan kecemasan hebat) bisa menjadi basis bagi timbulnya bermacam-

macam gangguan psikosomatis.1 Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis:

1. Stres Umum

Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau situasi kehidupan dimana individu tidak

dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, di dalam skala

urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43

peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang

rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian

73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala

dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk

menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan lingkungan

kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres

umum secara optimis bukan secara pesimis adalah tidak cenderung mengalami gangguan

psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.4

2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik

Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefinisikan sebagai kepribadian

10

Page 11: referat psikosomatis

spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang

berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang

pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki

kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).4

3. Variabel Fisiologis

Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel

lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara

kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans

Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi

sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai

hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana

hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar

endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan.

Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa pesan

(messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan

mood.4

3.3 Gangguan Spesifik

Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:

3.3.1. Sistem Kardiovaskuler

Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau

kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa jantung

dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan

putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan darah.1

Gejala-gejala yang sering didapati antara lain: takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri

perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur. Gejala- gejala

seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan kecemasan.1

a. Penyakit arteri koroner

11

Page 12: referat psikosomatis

Penyakit arteri koroner menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung yang

ditandai oleh rasa tidak nyaman, tekanan pada dada dan jantung episodik. Keadaan ini

biasanya ditimbulkan oleh penggunaan tenaga dan stres dan dihilangkan oleh istirahat atau

nitrogliserin sublingual.4

Flanders Dunbar menggambarkan pasien dengan penyakit jantung koroner sebagai

kepribadian agresif-kompulsif dengan kecenderungan bekerja dengan waktu yang panjang

dan untuk meningkatkan kekuasaan. Meyer Fiedman dan Ray Rosenman mendefinisikan

kepribadian tipe A dengan tipe B. Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan

perkembangan penyakit jantung koroner. Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan

berjuang keras untuk mencapai tujuan yang kurang jelas dengan cara permusuhan

kompetitif. Mereka sering agresif, tidak sabar, banyak bergerak dan berjuang dan marah

jika dihalangi. Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka cenderung santai, kurang

agresif, kurang aktif berjuang mencapai tujuannya.4

b. Hipertensi esensial

Orang dengan hipertensi tampak dari luar menyenangkan, dan patuh walaupun

kemarahan mereka tidak diekspresikan secara terbuka, mereka memiliki kekerasan yang

terhalangi, yang ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki presdiposisi untuk

hipertensi, yaitu bila terjadi stres kronis pada kepribadian kompulsif yang terpresdiposisi

secara genetik yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi.

Keadaan ini cenderung terjadi pada kepribadian tipe A.2

c. Gagal jantung kongestif

Faktor psikologis seperti stres, dan konflik emosional non spesifik, sering kali

bermakna dalam memulai atau eksaserbasi gangguan.2

d. Sinkop vasomotor (vasodepressor)

Sinkop vasomotor ditandai oleh kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang

disebabkan oleh serangan vasovagal. Rasa khawatir atau takut akut menghambat impuls

untuk berkelahi atau melarikan diri, dengan demikian menampung darah di anggota gerak

bawah, dari vasodilatasi pembuluh darah didalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan

12

Page 13: referat psikosomatis

penurunan pasokan darah ke otak, sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan

kesadaran.2

e. Aritmia jantung

Aritmia yang potensial membahayakan hidup kadang-kadang terjadi dengan luapan

emosional dan trauma emosional.2

f. Fenomena Raynaud

Fenomena Raynaud seringkali disebabkan oleh stres eksternal. Fenomena Raynaud

ditandai dengan penyempitan abnormal pembuluh darah lokal. Fenomena Raynaud sering

juga dikaitkan dengan penyakit autoimun (reumatoid arthritis, sistemik lupus eritematosus

dan skleroderma), perubahan hormonal (hipotiroid) dan trauma (frostbite).2

g. Jantung Psikogenik

Beberapa pasien adalah bebas dari penyakit jantung tetapi masih mengeluh gejala

yang mengarah ke jantung. Mereka seringkali menunjukkan keprihatinan morbid tentang

jantung mereka dan rasa takut akan penyakit jantung yang meningkat. Rasa takut mereka

dapat terentang dari masalah kecemasan yang dimanifestasikan oleh fobia atau

hipokondriasis parah, sampai pada keyakinan waham bahwa mereka menderita penyakit

jantung.2

3.3.2. Sistem Pernafasan

a. Asma Bronkialis

Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya berperan dalam

menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan

konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang.

Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang

berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diindentifikasi.2,3

b. Sindroma Hiperventilasi

Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nervous (freud), pseudo-asma,

13

Page 14: referat psikosomatis

distonia pulmonal (hochrein). Gambaran klinis berupa:

• Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki

• Gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal

sebagai Blury eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing

• Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan

tidak dapat bernafas bebas

• Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pektoris dan

juga ditemukan pada kelainan fungsional jantungdan sirkulasi

• Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat menganggu, cepat

lelah, lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca.2

c. Tuberkulosis

Onset dan perburukan tuberkulosis sering kali berhubungan dengan stres akut dan

kronis. Faktor psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi

daya tahan pasien terhadap penyakit.2

3.3.3. Sistem Gastrointestinal

a. Penyakit Refluks Gastroesofagus (Gastroesophageal Reflux Disease-GERD)

GERD merupakan gangguan esofagus yang paling lazim ditemukan dan berperan

pada sebagian besar konsumsi antasid yang dijual bebas. Gejala yang dominan adalah nyeri

ulu hati, yang dapat disertai dengan regurgitasi dan nyeri. Berbagai faktor di samping stres

yang tampaknya penting di dalam terjadinya refluks; (I) adanya hernia hiatus, (2)

efektivitas sfingter esofagus bawah untuk menyekat refluks asam lambung; (3) efektivitas

esofagus untuk membersihkan dan menetralkan refluks, (4) kemampuan esofagus untuk

melindungi dirinya dari asam dan pepsin, serta (5) pengosongan lambung yang tertunda

serta hipersekresi asam. Sampai 80 persen pasien dengan GERD memiliki hernia hiatus.

Meskipun demikian, 50 persen pasien dengan hernia hiatus tidak memiliki GERD.

Penderitaan psikologis meningkatkan keparahan gejala pada pasien yang rentan terhadap

penyakit ini. Di dalam survei pada penderita GERD, stres yang berlebihan, terlalu banyak

14

Page 15: referat psikosomatis

kegairahan, argumen keluarga, dan depresi sementara dirasakan dapat memicu gejala.2

b. Penyakit Ulkus Lambung

Ulkus lambung mengacu pada ulserasi mukosa yang meliputi lambung bagian distal

atau duodenum bagian proksimal. Gejala penyakit ulkus lambung mencakup rasa perih atau

nyeri epigastrium seperti terbakar yang terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan dan diredakan

dengan makanan atau antasid. Gejala yang menyertai dapat mencakup mual, muntah,

dispepsia, atau tanda perdarahan gastrointestinal seperti hematemesis atau melena.2

Teori-teori awal mengidentifikasi kelebihan sekresi asam lambung sebagai faktor

etiologic yang paling penting, tetapi kepentingan infeksi oleh Helicobacter pylori sekarang

diakui. H. pylori merupakan penyebab 95 sampai 99 persen ulkus duodenum dan 70 hingga

90 persen ulkus lambung. Terapi antibiotik yang menargetkan H. pylori memberikan hasil

banyaknya angka penyembuhan daripada terapi antasid dan inhibitor histamin yang

digunakan sendirian.2

Studi-studi awal mengenai penyakit ulkus lambung mengesankan bahwa faktor

psikologis memiliki peranan di dalam terbentuknya kerentanan ulkus, diperantarai melalui

peningkatan ekskresi asam lambung yang disebabkan oleh stres psikologis. Studi pada

tawanan perang selama Perang Dunia 11 mendokumentasikan angka pembentukan ulkus

lambung dua kali lebih tinggi daripada kontrol. Faktor psikososial dapat terlibat di dalam

ekspresi klinis gejala, mungkin dengan mengurangi respons imun, yang menimbulkan

kerentanan terhadap infeksi H. pylori.2

c. Kolitis Ulseratif

Kolitis ulseratif adalah penyakit peradangan usus dengan penyebab yang tidak

diketahui yang terutama mengenai usus besar. Gejala yang dominan adalah diare berdarah.

Manifestasi ekstrakolon dapat mencakup uveitis, iritis, penyakit kulit, dan kolangitis

sklerosans primer. Diagnosis ditegakkan terutama dengan kolonoskopi atau proktoskopi.

Reseksi pembedahan pada bagian usus besar atau seluruh usus dapat menghasilkan

penyembuhan pada beberapa pasien. Studi-studi pasien dengan kolitis ulseratif

menunjukkan dominasi ciri obsesif-kompulsif. Mereka rapi, teratur, tepat waktu, dan

memiliki kesulitan untuk mengekspresikan kemarahan. Meskipun demikian, terdapat

15

Page 16: referat psikosomatis

variasi yang luas gambaran psikiatrik pasien dengan gangguan ini.2

d. Penyakit Crohn

Penyakit Crohn adalah penyakit peradangan usus yang terutama mengenai usus

halus dan kolon. Gejala yang lazim mencakup diare, nyeri abdomen, dan penurunan berat

badan. Penyakit ini prevalensinya lebih kecil dibandingkan dengan kolitis ulseratif.

Perjalanan penyakitnya bersifat kronis, sering dengan periode remisi yang diikuti periode

gejala akut. Satu studi mengenai gejala psikiatrik pada penyakit Crohn sebelum onset gejala

fisik menemukan angka yang lebih tinggi (23 persen) adanya gangguan panik sebelumnya

daripada subjek kontrol dan subjek dengan kolitis ulseratif.2

e. Obesitas

Terdapat presdiposisi familial genetika pada obesitas, dan faktor perkembangan

awal ditemukan pada obesitas masa anak-anak. Faktor psikologis adalah penting pada

obesitas hipergrafik (makan berlebihan). Terapi yang dianjurkan adalah pembatasan diet

dan penurunan asupan kalori. Dukungan emosional dan modifikasi perilaku adalah

membantu untuk kecemasan dan depresi yang berhubungan dengan makan berlebihan dan

diet.2

Teknik behaviour modification bertujuan untuk mengubah kebiasaan makan, salah

satu programnya terdiri dari (1) deskripsi tingkah laku untuk mengidentifikasi unsur mana

dalam tingkah laku itu yang dapat diubah, (2) pengendalian stimuli yang mendahului

makan, (3) memperlambat proses makan dan (4) menyediakan nilai untuk pengendalian

yang berhasil.2,5

3.3.4. Sistem Muskuloskeletal

a. Reumatoid Artritis

Stres psikologis mungkin mempresdiposisikan pasien pada artritis rematoid dan

penyakit autoimun melalui supresi kekebalan. Orang artritik merasa terkekang, terikat dan

terbatas. Karena banyak orang artritik memiliki riwayat aktivitas fisik. Mereka seringkali

16

Page 17: referat psikosomatis

memiliki rasa marah yang terekspresi tentang pembatasan fungsi otot-otot mereka, yang

memperberat kekakuan dan imobilitas mereka.6

Kriteria diagnostik untuk rasa sakit psikosomatis adalah :

· Saat rasa sakit bersamaan dengan krisis emosional

· Kepribadian yang khusus

· Perbedaan frekuensi pada pria dan wanita

· Hubungan dengan gangguan psikosomatis yang lain

· Riwayat keluarga

· Hilang timbul

· Hilang pada perubahan lingkungan, pergaulan, kebudayaan

b. Nyeri punggung bawah

Nyeri punggung bawah mengenai hampir 15 juta orang Amerika dan merupakan

salah satu alasan utama untuk tidak masuk bekerja dan untuk keluhan cacat yang

dibayarkan pada pekerja oleh perusahaan asuransi. Tanda dan gejala bervariasi antar

pasien, paling sering terdiri atas nyeri yang menyiksa, gerakan terbatas, parestesia, dan

kelemahan atau baal, semuanya dapat disertai oleh ansietas, takut, atau bahkan panik.

Daerah yang paling sering terkena adalah regio lumbal bawah, lumbosakral, dan sakroilika.

Gangguan ini sering disertai dengan sciatica, dengan nyeri yang menjalar ke bawah ke

salah satu atau kedua bokong atau mengikuti distribusi nervus iskiadikus. Meskipun nyeri

punggung bawah dapat disebabkan oleh ruptur diskus intervertebra, fraktur pada punggung,

defek kongenital spinal bawah, atau ketegangan otot ligamentosa, banyak pula penyebab

yang bersifat psikosomatik. Dokter yang memeriksa terutama harus mewaspadai pasien

dengan riwayat trauma punggung minor disertai nyeri berat. Pasien dengan nyeri punggung

bawah sering melaporkan bahwa nyeri dimulai pada waktu trauma psikologis atau stres,

tetapi yang lainnya (mungkin 50 persen) merasa nyeri secara bertahap dalam periode waktu

berbulan-bulan. Reaksi pasien terhadap nyeri sangat emosional, dengan ansietas dan

depresi berlebihan. Lebih lagi, distribusi nyeri jarang mengikuti distribusi neuroanatomis

normal dan lokasi serta intensitasnya dapat bervariasi.2

Menurut Sarno, patofisiologi yang terlibat adalah vasospasme pembuluh darah yang

17

Page 18: referat psikosomatis

mendarahi otot, saraf, atau tendo yang terlibat. Vasospasme diperantarai oleh sistem saraf

otonom, yang sangat sensitif terhadap perubahan emosi, stres emosional kronis, dan afek

yang tidak disadari. Iskemia dan kurangnya oksigen menyebabkan nyeri di area yang

terlibat. Sebuah analogi dapat diberikan pada vasospasme arteria koronaria yang

menyebabkan angina.2

Terapi mencakup pemberian edukasi kepada pasien mengenai komponen fisiologis

(vasospasme) dan membantu mereka memahami cara kerja pikiran dan konflik yang timbul

dari afek yang tidak disadari, khususnya kemarahan. Pasien mengerti bahwa pikiran

menggantikan nyeri fisik untuk nyeri emosi sehingga pikiran yang disadari tidak harus

menghadapi konflik. Aktivitas fisik harus dilanjutkan sesegera mungkin, dan terapi seperti

manipulasi spinal dan sesi terapi fisik yang diperintahkan digunakan minimal.2

3.3.5. Sistem Endokrin

a. Hipertiroidisme

Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai oleh

perubahan biokimiawi dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari kelebihan hormon

tiroid endogen atau eksogen yang kronis. Gejala medis yang sering muncul berupa

intoleransi panas, keringat berlebihan, diare, penurunan berat badan, takikardi, palpitasi

dan muntah. Gejala dan keluhan psikiatrik yang muncul antara lain ketegangan,

eksitabilitas, iritabilitas, bicara tertekan, insomnia, mengekspresikan rasa takut yang

berlebihan terhadap ancaman kematian.2

b. Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme dan sistem vaskular, yang

ditunjukkan dengan gangguan penanganan glukosa, lemak, dan protein oleh tubuh.

Gangguan ini terjadi akibat gangguan sekresi atau kerja insulin. Riwayat herediter dan

keluarga penting di dalam onset diabetes; meskipun demikian, onset yang tiba-tiba sering

dikaitkan dengan stres emosional, yang mengganggu keseimbangan homeostatik pada

orang yang memiliki predisposisi gangguan ini. Faktor psikologis yang tampak signifikan

adalah yang mencetuskan perasaan frustrasi, kesepian, dan kesedihan. Pasien dengan

18

Page 19: referat psikosomatis

diabetes biasanya harus mempertahan. kan kendali diet di dalam diabetesnya. Ketika

depresi dan sedih, mereka sering makan dan minum berlebihan sehingga merusak diri

sendiri dan menyebabkan diabetesnya di luar kendali. Reaksi ini terutama lazim pada

pasien dengan diabetes juvenil atau tipe I.2

c. Gangguan Endokrin Wanita

Premenstrual syndrome (PMS), ditandai oleh perubahan subjektif mood, rasa

kesehatan fisik, dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Secara

khusus, perubahan kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin dihipotesiskan berperan

penting sebagai penyebab.Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat

secara bertahap, dan mencapai intensitas maksimum kira-kira lima hari sebelum periode

menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan biologis telah terlibat di dalam patogenesis

gangguan.4

Penderitaan menopause (menopause distress), adalah suatu keadaan yang terjadi

setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun yang disebut menopause.

Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause, termasuk kecemasan,

kelelahan, ketegangan, labilitas emosional, mudah marah (iritabilitas), depresi, pening, dan

insomnia. Tanda dan gejala fisik adalah keringat malam, muka kemerahan, dan rasa panas

pada tubuh. Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone

(LH). Fungsi yang tergantung pada estrogen hilang secara berurutan, dan wanita mungkin

mengalami perubahan atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus,

dispareunia, dan stenosis.4

Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium dan

lemak, kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar estrogen, dan perubahan

tersebut mungkin disertai oleh sejumlah masalah medis yang terjadi pada tahun-tahun

pasca menopause, seperti osteoporosis dan aterosklerosis koroner.1

Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan

pemutusan hormon, jumlah deplesi hormon, kemampuan konstitusional wanita untuk

menahan proses ketuaan, kesehatan, dan tingkat aktivitas mereka, serta arti psikologis

ketuaan bagi mereka.1

19

Page 20: referat psikosomatis

Kesulitan psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang selama siklus

kehidupan fase involusional. Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis,

seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup yang rendah, kemungkinan rentan

terhadap kesulitan selama menopause.1

3.3.6. Sistem Imunitas

a. Penyakit Infeksi

Penelitian klinis menyatakan bahwa variabel psikologis mempengaruhi kecepatan

pemulihan dari mononukleosis infeksius dan influensa. Stres dan keadaan psikologis yang

buruk menurunkan daya tahan terhadap tuberkulosis dan mempengaruhi perjalanan

penyakit. Neurosifilis pada pasien imunokompromais yang mengidap HIV merupakan

penyebab gangguan mental, yang dikarenakan oleh invasi kuman Treponema pallidum ke

parenkim otak. Bagian otak yang terkena terutama lobus frontal, sehingga menimbulkan

perubahan kepribadian, menjadi iritabel, mania, kurang perawatan diri, dan demensia

progresif. Sama halnya dengan neurosifilis, meningitis dan ensefalitis sering timbul pada

penderita HIV. Pada meningitis, dapat timbul keadaan konfusi akut, sakit kepala, gangguan

memori dan demam dengan kaku kuduk. Pada ensefalitis, dapat timbul gejala halusinansi,

psikosis dan perubahan kepribadian.2,6 Dengan demikian perkembangan penyakit sangat

dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang.2

b. Gangguan Alergi

Bukti klinis menyatakan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan pencetus

alergi. Asma bronkial adalah contoh utama proses patologis yang melibatkan

hipersensitifitas segera yang berhubungan dengan proses psikososial.2

c. Transplantasi Organ

Pengaruh psikososial seperti kehidupan yang penuh dengan stres, kecemasan dan

depresi mempengaruhi sistem kekebalan yang berperan dalam mekanisme penolakan

transplantasi organ.4

3.3.7. Sistem Integumen

20

Page 21: referat psikosomatis

a. Hiperhidrosis

Hiperhidrosis dipandang sebagai fenomena kecemasan yang diperantarai oleh

sistem saraf otonom. Ketakutan, kemarahan dan ketegangan dapat menyebabkan

meningkatnya sekresi keringat, karena manusia memiliki 2 mekanisme berkeringat yaitu

termal dan emosional. Berkeringat emosional terutama tampak pada telapak tangan,

telapak kaki dan aksila. Berkeringat termal paling jelas pada dahi, leher, punggung tangan

dan lengan bawah.2

b. Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik (juga disebut eksema atopik atau neurodermatitis) adalah

gangguan kulit kronis yang ditandai dengan pruritus dan peradangan (eksema), yang sering

dimulai sebagai erupsi eritematosa, gatal, dan berbentuk makulopapular. Pasien dermatitis

atopik cenderung lebih cemas dan depresi daripada kelompok kontrol klinis dan bebas-

penyakit. Ansietas atau depresi memperburuk dermatitis atopik dengan menimbulkan

perilaku menggaruk, dan gejala depresif tampak memperkuat persepsi gatalnya. Sejumlah

studi pada anak dengan derrhatitis atopik menemukan bahwa mereka dengan masalah

perilaku memiliki penyakit yang lebih berat. Di dalam keluarga yang mendorong

kemandirian, anak-anak memiliki gejala yang lebih ringan, sedangkan sikap terlalu

melindungi dari orang tua mendorong perilaku menggaruk.2

c. Pruritus menyeluruh

Pruritus psikogenik menyeluruh tidak memiliki penyebab organik. Kemarahan

yang terekspresi dan kecemasan yang terekspresi merupakan penyebab paling sering,

karena secara disadari atau tidak mereka menggaruk dirinya sendiri secara kasar. Selain

pruritus menyeluruh, pruritus setempat juga dapat terjadi misalnya pruritus ani dan vulva.4

d. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit kulit kronik dan kambuhan, dengan lesi

yang ditandai oleh sisik berwarna keperakan dengan eritema homogen yang berkilatan di

bawah sisik. Sulit untuk mengendalikan efek merugikan psoriasis pada kualitas hidup. Hal

ini dapat menimbulkan stres yang pada gilirannya akan memicu lebih banyak psoriasis.

21

Page 22: referat psikosomatis

Pasien sering menggambarkan stres oleh karena penyakit akibat kecacatan kosmetik dan

stigma sosial pada psoriasis, bukannya peristiwa kehidupan utama yang menimbulkan stres.

Stres karena psoriasis dapat lebih berhubungan dengan kesulitan psikososial yang ada di

dalam hubungan interpersonal pasien dengan psoriasis daripada dengan keparahan atau ke-

kronisan aktivitas psoriasis.2

Studi terkontrol menemukan bahwa pasien psoriatik memiliki tingkat depresi dan

ansietas yang tinggi dan serta komorbiditas yang signifikan dengan serangkaian gangguan

kepribadian, termasuk skizoid, menghindar, pasif-agresif, dan gangguan kepribadian

obsesif-kompulsif. Laporan pasien mengenai keparahan psoriasis berhubungan langsung

dengan depresi dan gagasan bunuh did, serta depresi komorbid menurunkan ambang untuk

pruritus pada pasien psoriasis. Konsumsi alkohol berat (lebih dari 80 gram etanol setiap

hari) oleh pasien psoriasis laki-laki dapat meramalkan adanya hasil terapi yang buruk.2

e. Ekskoriasi Psikogenik

Ekskoriasi psikogenik (juga disebut pruritus psikogenik) adalah lesi yang

disebabkan oleh menggaruk atau mencubit sebagai respons terhadap gatal atau sensai kulit

lainnya atau karena dorongan untuk menghilangkan kelainan kulit akjbat dermatosis yang

telah ada sebelumnya, seperti jerawat. Lesi secara khas ditemukan di daerah yang dapat

dicapai oleh pasien dengan mudah (cth., wajah, punggung atas, dan ekstremitas atas serta

bawah) dan diametemya beberapa milimeter serta mengeluarkan cairan, berkrusta, atau

berjaringan ikat, dengan kadang-kadang hipopigmentasi atau hiperpigmentasi

pascaperadangan. Perilaku di dalam ekskoriasi psikogenik kadang-kadang menyerupai

gangguan obsesif-kompulsif berupa tindakan berulang, ritualistik, dan mengurangi

tegangan, serta upaya pasien (sering tidak berhasil) untuk melawan ekskoriasi.2

3.3.8. Sistem Neurologis

Sakit kepala adalah gejala neurologis yang paling lazim dan merupakan salah satu

keluhan medik yang paling lazim ditemui. Setiap tahun, kira-kira 80 persen populasi

menderita sedikitnya satu kali sakit kepala dan 10 hingga 20 persen pergi ke dokter dengan

sakit kepala sebagai keluhan utama. Sakit kepala juga merupakan penyebab utama absen

22

Page 23: referat psikosomatis

dari kerja dan penghindaran aktivitas sosial serta pribadi.2

Sebagian besar sakit kepala bukan disebabkan oleh penyakit organik yang

signifikan; banyak orang rentan terhadap sakit kepala pada sail stres emosi. Lebih jauh lagi,

pada banyak gangguan psikiatri, termasuk gangguan ansietas dan depresif, sakit kepala

sering menjadi gejala yang menonjol. Pasien dengan sakit kepala sering dirujuk ke psikiater

oleh dokter umum dan neurologis setelah pemeriksaan biomedis yang ekstensif, yang

sering meliputi MRI kepala. Sebagian besar pemeriksaan untuk keluhan sakit kepala umum

memberikan hasil negatif, dan hasil demikian dapat membuat frustrasi bagi pasien serta

dokter. Dokter yang tidak benar-benar mengetahui kedokteran psikologis dapat berupaya

menenangkan pasien tersebut dengan mengatakan pada mereka bahwa tidak ada penyakit.

Tetapi penenangan mereka dapat memiliki efek sebaliknya—dapat meningkatkan ansietas

pasien dan bahkan meningkat menjadi perdebatan mengenai apakah nyeri tersebut

sesungguhnya atau hanya khayalan. Stres psikologik biasanya memperburuk sakit kepala,

walaupun penyebab primer yang mendasarinya adalah fisik atau psikologis.2

a. Migrain (Vaskular) dan Cluster Headaches

Sakit kepala migrain (vaskular) adalah gangguan paroksismal yang ditandai dengan

sakit kepala unilateral berulang, dengan atau tanpa gangguan visual dan gastrointestinal

(cth., mual, muntah, dan fotofobia) terkait. Sakit kepala ini mungkin disebabkan oleh

gangguan fungsi sirkulasi kranial. Migrain dapat dicetuskan oleh estrogen, yang dapat

menjadi penyebab prevalensi yang tinggi pada perempuan. Stres juga merupakan pencetus,

dan banyak orang dengan migrain bersifat terlalu terkontrol, perfeksionis, dan tidak dapat

mengekspresikan kemarahan. Cluster headache dikaitkan dengan migrain, gangguan ini

unilateral, terjadi sampai delapan kali dalam sehari, dan disertai miosis, ptosis, serta

diaforesis.2

b. Tension (Muscle Contraction) Headache

Stres emosional sering disertai dengan kontraksi lama pada otot leher dan kepala,

yang selama beberapa jam dapat menyempitkan pembuluh darah dan mengakibatkan

iskemia. Nyeri tumpul, kadang-kadang merasa seperti ikatan yang mengencang, sering

dimulai pada suboksipital dan dapat menyebar di seluruh kepala. Kulit kepala dapat nyeri

23

Page 24: referat psikosomatis

bila disentuh, dan sebaliknya dengan migrain, sakit kepala ini biasanya bilateral dan tidak

disertai dengan prodromata, mual, atau muntah. Tension headache dapat bersifat episodik

atau kronis dan perlu dibedakan dengan sakit kepala migrain, terutama dengan atau tanpa

aura.2

Tension headache sering dikaitkan dengan ansietas dan depresi dan dapat terjadi

pada kira-kira 80 persen orang selama periode stres emosional. Kepribadian yang tegang,

lekas gugup, dan kompetitif terutama rentan terhadap gangguan irii. Pada keadaan awal,

orang tersebut dapat diterapi dengan agen antiansietas, relaksan otot, dan pijat atau

pemberian panas di kepala dan leher; antidepresan dapat diresepkan jika ada depresi yang

mendasari. Psikoterapi merupakan terapi yang efektif bagi orang yang mengalami tension

headache kronis. Belajar menghindari atau menghadapi tegangan dengan lebih baik adalah

pendekatan pengelolaan jangka panjang yang paling efektif. Biofeedback dengan

menggunakan feedback elektromiogram (EMG) dari otot frontal ke temporal dapat

membantu beberapa pasien. Latihan relaksasi dan meditasi juga bermanfaat bagi beberapa

pasien.2

3.3.9. Psikonkologi

Psiko-onkologi ingin mempelajari dampak kanker pada fungsi psikologis dan

peranan variabel psikologis serta perilaku pada risiko dan ketahanan kanker. Tonggak riset

psiko-onkologi adalah studi intervensi yang berupaya untuk memengaruhi perjalanan

penyakit pada pasien dengan kanker. Studi penting oleh David Spiegel menemukan bahwa

perempuan dengan kanker payudara metastatik yang menerima psikoterapi kelompok

mingguan bertahan rata-rata 18 bulan lebih lama daripada pasien kontrol secara acak yang

diberikan perawatan rutin. Sementara studi ini membutuhkan replikasi, tidak terdapat

keraguan bahwa bahkan jika ketahanan hidup tidak bertambah, kualitas hidup menjadi

meningkat. Pada studi lain, pasien dengan melanoma maligna yang menerima intervensi

kelompok terstruktur menunjukkan kekambuhan kanker lebih rendah yang secara statistik

bermakna serta angka kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak

mendapatkan terapi tersebut. Pasien melanoma maligna yang menerima, intervensi

kelompok juga menunjukkan sel limfosit granular dan natural killer (NK) yang lebih

banyak, juga indikasi meningkatnya aktivitas sel NK, yang mengesankan adanya

24

Page 25: referat psikosomatis

peningkatan respons imun. Studi lain menggunakan intervensi perilaku kelompok

(relaksasi, guided imagery, dan pelatihan biofeedback) untuk pasien dengan kanker

payudara, yang menunjukkan aktivitas sel NK serta respons mitogen limfosit yang lebih

tinggi daripada kontrol.2

Karena protokol terapi baru pada banyak kasus memiliki kanker yang mengalami

transformasi dari yang tidak dapat disembuhkan menjadi sering kronis dan sering menjadi

penyakit yang dapat disembuhkan, aspek psikiatrik kanker—reaksi pada diagnosis maupun

terapi—semakin penting. Sedikitnya separuh dari satu juta orang dengan kanker di Amerika

Serikat pada tahun 1987 masih hidup lima tahun kemudian. Baru-baru ini, perkiraan 3 juta

orang yang bertahan dari kanker tidak memiliki bukti adanya penyakit ini.2

Kira-kira setengah dari semua pasien kanker memiliki gangguan jiwa. Kelompok

terbesar adalah mereka dengan gangguan penyesuaian (68 persen), dan gangguan depresif

berat (13 persen) serta delirium (8 persen) adalah diagnosis berikutnya yang paling sering.2

Ketika seseorang mengetahui bahwa ia memiliki kanker, reaksi psikologisnya

mencakup rasa takut mati, cacat, dan ketidakmampuan; rasa takut diabaikan dan hilangnya

kemandirian; rasa takut akan gangguan hubungan, fungsi peran, dan kedudukan keuangan;

serta penyangkalan, ansietas, kemarahan, serta rasa bersalah. Meskipun pikiran dan

keinginan bunuh diri sering ada pada orang dengan kanker, insiden bunuh diri yang

sebenarnya hanya sedikit lebih tinggi dari populasi umum. Psikiater harus membuat

pengkajian yang teliti mengenai masalah medis dan psikiatrik pada setiap pasien. Perhatian

khusus harus diberikan pada faktor keluarga, khususnya, konflik di dalam keluarga yang

sebelumnya telah ada, pengabaian keluarga, dan kelelahan keluarga.2

3.4. Pemeriksaan

Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak

didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan

masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis

gejala yang paling sering didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada

badannya dan 45% merasa kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu

ditanyakan beberapa faktor yaitu:4

25

Page 26: referat psikosomatis

1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi,

pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain,

minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.

2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam

hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.

3. Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit,

pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.

4. Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu

penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul.

Cara pemeriksaan dibagi dalam 3 lapangan yaitu lapangan psikis, lapangan sosial

dan lapangan somatis. Yang ditujukan pada lapangan kejiwaan dinamakan psikoterapi

indentik. Yang ditujukan pada lapangan sosial dan somatik disebut psikoterapi non identik,

yang terdiri dari pemeriksaan fisik, mengobati kelainan fisik dengan obat, memperbaiki

kondisi sosial ekonomi, lingkungan, kebiasaan hidup sehat.4

3.5. Penatalaksanaan

Tujuan terapi adalah kesembuhan, maksudnya adalah resolusi gangguan,

reorganisasi gangguan, rerganisasi kepribadian, adaptasi yang lebih matang, meningkatkan

kapasitas fisik dan okupasi serta proses penyembuhan, perbaikan penyakit, mengurangi

secondary gain terhadap kondisi medisnya, serta menjadi patuh dengan pengobatan.7

3.5.1. Aspek Psikiatrik

Terapi gangguan psikosomatik dari pandangan psikiatrik merupakan suatu tugas

yang sulit. Psikiater harus memusatkan terapi pada pemahaman motivasi dan mekanisme

fungsi yang terganggu serta membantu pasien menyadari sifat penyakit mereka serta kaitan

pola adaptif yang merugikan tersebut. Tilikan ini harus menghasilkan pola perilaku yang

berubah dan lebih sehat.2

Pasien dengan gangguan psikosomatik biasanya lebih enggan menghadapi masalah

emosional daripada pasien dengan masalah psikiatrik lain. Pasien psikosomatik mencoba

menghindari tanggung jawab untuk penyakitnya dengan mengisolasi organ yang sakit serta

26

Page 27: referat psikosomatis

datang ke dokter untuk didiagnosis dan disembuhkan. Mereka mungkin memuaskan

kebutuhan infantil untuk dirawat secara pasif, sambil menyangkal kalau mereka dewasa,

dengan semua stres dan konflik yang ada.2

3.5.2. Aspek Medis

Terapi internis gangguan psikosomatik harus mengikuti peraturan

pengelolaan medis yang telah ditegakkan. Umumnya, internis harus menghabiskan

sebanyak mungkin waktu dengan pasien dan mendengarkan banyak keluhan dengan

simpatik; mereka harus bersikap menenangkan dan suportif. Sebelum melakukan prosedur

yang memanipulasi fisik—terutama jika menyakitkan, seperti kolonoskopi—internis harus

menjelaskan pada pasien apa yang akan dihadapi. Penjelasan akan menghilangkan ansietas

pasien, membuat pasien lebih kooperatif, dan akhirnya memudah kan pemeriksaan.2

Sikap pasien terhadap minum obat juga dapat memengaruhi hasil terapi

psikosomatik. Contohnya, pasien dengan diabetes yang tidak menerima penyakitnya dan

memiliki -impuls merusak diri yang tidak mereka sadari dapat dengan sengaja tidak

mengendalikan diet mereka, akibatnya akan mengalami koma hiperglikemik. Pasien lain

menggunakan penyakit mereka sebagai hukuman untuk rasa bersalah atau sebagai cara

untuk menghindari tanggung jawab. Terapi pada kasus seperti ini hams berusaha membantu

pasien meminimalkan rasa takut mereka dan berfokus pada perawatan diri sendiri serta

pembentukan kembali citra tubuh yang sehat.2

3.5.3. Perubahan Perilaku

Peran penting psikiater dan dokter lain yang bekerja dengan pasien psikosomatik

adalah memobilisasi pasien untuk mengubah perilaku dengan cara yang mengoptimalkan

proses penyembuhan. Hal ini memerlukan perubahan umum gaya hidup (cth., berlibur) atau

perubahan perilaku spesifik (cth., berhenti merokok). Terjadi atau tidaknya ini bergantung

pada ukuran besar kualitas hubungan antara dokter dan pasien. Kegagalan dokter

menciptakart rapport yang baik menyebabkan ketidakefektivan untuk membuat pasien

berubah.2

27

Page 28: referat psikosomatis

Rapport adalah perasaan disadari dan spontan mengenai responsivitas yang

harmonis antara pasien dan dokter. Rapport mengesankan pengertian dan kepercayaan di

antara keduanya. Dengan rapport, pasien merasa diterima, meskipun mereka dapat berpikir

aset mereka melebihi kewajiban mereka. Yang sering, dokter adalah orang yang dapat

diajak bicara oleh pasien mengenai hal-hal yang tidak dapat ia bicarakan dengan orang lain.

Sebagian besar pasien merasa bahwa mereka dapat percaya pada dokter, terutama psikiater

untuk menyimpan rahasia. Kepercayaan ini tidak boleh dikhianati. Perasaan yang diketahui,

dimengerti seseorang, dan menerimanya adalah sumber kekuatan yang dapat

memungkinkan pasien memulai perilaku yang sehat, seperti mengikuti Alcoholics

Anonymous (AA) atau mengubah kebiasaan makan.2

3.5.4. Jenis Terapi Lain

Psikoterapi Kelompok dan Terapi Keluarga. Pendekatan kelompok memberikan

kontak interpersonal dengan orang lain yang menderita penyakit yang sama dan

memberikan dukungan untuk pasien yang takut akan ancaman isolasi dan pengabaian.

Terapi keluarga memberikan harapan perubahan hubungan antar anggota keluarga yang

sering mengalami stres dan bersikap bermusuhan pada anggota keluarga yang sakit.2

Teknik Relaksasi. Edmund Jacobson pada tahun 1983 mengembangkan suatu

metode yang dinamakan relaksasi otot progresif untuk mengajarkan relaksasi tanpa

menggunakan instrumentasi seperti yang digunakan di dalam biofeedback. Pasien diajari

untuk merelaksasikan kelompok otot seperti yang terlibat di dalam "tension headache".

Ketika mereka menghadapi dan menyadari situasi yang menyebabkan tegangan pada otot

mereka, pasien dilatih untuk relaksasi. Metode ini adalah suatu tipe desensitisasi sistematik

—suatu tipe terapi perilaku.2

Herbert Benson pada tahun 1975 menggunakan konsep yang dikembangkan dari

meditasi transcendental, di sini pasien dipertahankan pada perilaku yang lebih pasif,

memungkinkan relaksasi terjadi dengan sendirinya. Benson menciptakan tekniknya dari

berbagai praktik dan agama Timur, seperti yoga. Semua teknik ini memiliki kesamaan

posisi nyaman, lingkungan yang damai, pendekatan pasif, dan citra mental yang

28

Page 29: referat psikosomatis

menyenangkan tempat seseorang dapat berkonsentrasi.2

Hipnosis. Hipnosis efektif untuk menghentikan merokok dan menguatkan

perubahan diet. Hipnosis digunakan dalam kombinasi dengan perumpamaan yang tidak

disukai (cth., rokok terasa menjijikkan). Beberapa pasien menunjukkan angka relaps yang

cukup tinggi dan dapat memerlukan pengulangan program terapi hipnotik (biasanya tiga

hingga empat sesi).2

Biofeedback. Neal Miller pada tahun 1969 mempublikasikan tulisan pelopornya

"Learning of Visceral and Glandular Response", yang melaporkan bahwa pada hewan,

berbagai respons viseral yang diatur oleh sistem saraf otonom involuntar dapat dimodifikasi

dengan pencapaian pembelajaran melalui operant conditioning yang dilakukan di

laboratorium. Hal ini membuat manusia mampu mempelajari cara mengendalikan respons

fisiologis involuntar tertentu (disebut biofeedback), seperti vasokonstriksi pembuluh darah,

irama jantung, dan denyut jantung. Perubahan fisiologis ini tampak memainkan peranan

yang bermakna di dalam perkembangan dan terapi atau penyembuhan gangguan

psikosomatik tertentu. Studi seperti itu, faktanya, mengonfirmasi bahwa pembelajaran yang

disadari dapat mengendalikan denyut jantung dan tekanan sistolik pada manusia.2

Biofeedback dan teknik-teknik terkait telah berguna pada tension headache, sakit

kepala migrain, dan penyakit Raynaud. Meskipun teknik biofeedback awalnya memberikan

hasil yang menyokong di dalam menerapi hipertensi esensial, terapi relaksasi telah

menghasilkan efek jangka-panjang yang lebih signifikan daripada biofeedback.2

Acupressure dan Akupuntur. Acupressure dan akupuntur adalah teknik

penyembuhan Cina yang disebutkan di dalam teks medis kuno pada tahun 3000 SM.

Keyakinan dasar pengobatan Cina adalah keyakinan bahwa energi vital (qi atau chi)

mengalir sepanjang jalur khusus (meridian), kira-kira memiliki 350 titik (acupoints), yang

manipulasinya memperbaiki ketidakseimbangan dengan merangsang atau membuang

hambatan terhadap aliran energi. Konsep fundamental lainnya adalah gagasan mengenai

dua medan energi yang berlawanan (yin dan yang), yang harus seimbang untuk memper-

tahankan kesehatan. Di dalam acupressure, acupoints dimanipulasi dengan jari; di dalam

akupuntur, jarum perak atau emas yang steril (berdiameter rambut manusia) dimasukkan ke

dalam kulit dengan kedalaman yang bervariasi (0,5 mm hingga 1,5 cm) dan diputar atau

29

Page 30: referat psikosomatis

ditinggalkan di tempatnya selama berbagai periode waktu untuk memperbaiki setiap

ketidakseimbangan qi. Teknik akupuntur telah digunakan pada hampir semua gangguan

yang disebutkan di bagian ini dengan hasil yang beragam.2

3.5.5 Terapi Spesifik

Sistem kardiovaskular. Pada penyakit arteri koroner, untuk menghilangkan

ketegangan psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi menggunakan obat

psikotropika, contohnya diazepam. Terapi yang digunakan untuk membantu melindungi

terhadap aritmia akibat emosi adalah psikotropika dan obat penghambat Beta seperti

propanolol. Pengobatan psikofarmaka ditujukan bila terdapat gejala yang menonjol pada

penyakit jantung psikogenik. Obat antiansietas dapat digunakan bila kecemasan yang

timbul berat. Derivat benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan

rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas.

Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat

diperlukan, suntikan dapat diulang 2-4 jam dengan dosis 25-100 mg sehari dalam 2 atau 4

pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg sehari; pemberian suntikan dapat diulang tiap

3-4 jam. Klorazepam diberikan secara oral 30 mg sehari dalam dosis terbagi.

Klordiazepoksid tersedia sebagai tablet 5 dan 10 mg. Diazepam berbentuk tablet 2 dan 5

mg. Diazepam tersedia sebagai larutan untuk pemberian rektal pada anak dengan kejang

demam.10

Terapi medis harus suportif dan menentramkan, dengan suatu penekanan psikologis

untuk menghilangkan stres psikis, kompulsivitas dan ketegangan. Psikoterapi supotif dan

dan teknik perilaku (biofeedback, meditasi, terapi relaksasi) telah dilaporkan berguna dalam

pengobatan.

Sistem Pernapasan. Pasien asmatik harus diterapi dengan melibatkan berbagai

disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta

mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan. Pada penderita tuberkulosis,

faktor psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan

pasien terhadap penyakit. Psikoterapi suportif adalah berguna karena peranan stres dan

situasi psikososial yang rumit.

30

Page 31: referat psikosomatis

Sistem gastrointestinal. Pada penyakit Crohn terapi mencakup penggunaan agen

antibiotik, obat imunosupresan, dan kortikosteroid. Penggunaan obat psikotropika umum

dalam pengobatan berbagai gangguan GI. Pengobatan pada pasien dengan penyakit GI

dipersulit oleh gangguan motilitas lambung dan penyerapan, dan metabolisme berkaitan

dengan gangguan GI yang mendasarinya. Efek GI pada obat psikotropika dapat digunakan

untuk efek terapi dengan gangguan GI fungsional. Sebuah contoh dari efek samping

menguntungkan dari penggunaan TCA untuk mengurangi motilitas lambung pada IBS

dengan diare. Psikotropika efek samping GI, bagaimanapun, dapat memperburuk gangguan

GI. Sebuah contoh dari efek samping potensial yang merugikan akan meresepkan sebuah

TCA untuk mengobati pasien depresi dengan refluks gastroesophageal.

Terapi obat psikotropika yang rumit oleh penyakit hati akut dan kronis. Sebagian besar

agen psikotropika dimetabolisme oleh hati. Banyak dari agen dapat dikaitkan dengan

hepatotoksisitas. Ketika perubahan akut pada tes fungsi hati terjadi dengan TCA,

carbamazepine, atau antipsikotik, mungkin perlu untuk menghentikan obat. Selama periode

penghentian, lorazepam atau lithium dapat digunakan, karena mereka diekskresikan oleh

ginjal. Terapi electroconvulsive (ECT) juga dapat digunakan pada pasien dengan penyakit

hati, meskipun ahli anestesi perlu hati-hati memilih agen anestesi dengan risiko minimal

untuk hepatotoksisitas.3

Psikoterapi bisa menjadi komponen kunci dalam pendekatan melangkah perawatan

untuk pengobatan IBS dan gangguan GI fungsional. Beberapa model yang berbeda dari

psikoterapi telah digunakan. Ini termasuk jangka pendek, berorientasi dinamis, psikoterapi

individu, psikoterapi suportif, hipnoterapi, teknik relaksasi, dan terapi kognitif.3

Sistem neurologis. Migrain dan cluster headache paling baik diterapi selama

periode prodromal dengan ergotamine tartrate (Cafergot) dan analgesik. Pemberian

propranolol atau verapamil (Isoptin) profilaktik berguna jika sakit kepala sering terjadi.

Sumatriptan (Imitrex) diindikasikan untuk terapi jangka pendek migrain dan dapat

menghentikan serangan. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) juga berguna untuk

profilaksis. Psikoterapi untuk menghilangkan efek konflik dan stres serta teknik perilaku

tertentu (cth., biofeedback) telah dilaporkan berguna.2

31

Page 32: referat psikosomatis

3.5.6. Psikofarmaka

Terapi penyakit psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara.

Komponen-komponen yang harus dibedakan, ialah:

1. Terapi somatik

Hanya bersifat somanya saja dan pengobatan ini bersifat simtomatik.

2. Psikoterapi dan sosioterapi

Pengobatan dengan memperhatikan faktor psikisnya atau kepribadian secara

keseluruhan.

3. Psikofarmakoterapi

Pengobatan psikosomatik dengan menggunakan obat-obat psikotrop yang bekerja

pada sistem saraf sentral. Tiga golongan senyawa psikofarmaka:

1. obat tidur (hipnotik)

2. obat penenang minor

3. obat penenang mayor (neuroleptik)

4. antidepresan.11

Efek samping yang timbul dari penggunaan obat-obat psikofarmaka:

a) Mudah terjadi ketergantungan psikologis dan fisis, mungkin terjadi ketergantungan

obat.

b) Depresi atau kehilangan sifat menahan diri dapat terjadi, yang akhirnya dapat

menimbulkan kekacauan pikir.

c) Semua depresan sistem saraf sentral merupakan kontraindikasi pada payah paru

(asma, emfisema, dispnea oleh sebab-sebab lain).

d) Gangguan psikomotorik

e) Lekas marah, kegelisahan dan anksietas serinng terjadi bila obat dihentikan.11

Hipnotik sebaiknya diberikan dalam jangka waktu pendek, 2-4 minggu cukup,

walaupun sering timbul insomnia pantulan (rebound), bila pengobatan dihentikan. Oleh

karena itu obat diberikan hanya beberapa malam saja tiap minggu. Yang dianjurkan

senyawa-senyawa benzodiazepin berkhasiat pendek, yaitu:

- Nitrozepam (Dumolid, Mogadon)

- Flurazepam (Dalmadorm)

32

Page 33: referat psikosomatis

- Triazolam (Halcion)

Pada insomnia dengan kegelisahan (ansietas), digunakan senyawa-senyawa fenotiazin,

yaitu:

- Tioridazin (Melleril)

- Prometazin (Phenergan).11

Obat Penenang Minor. Diazepam (valium) digunakan untuk ansietas, agitasi,

spasme otot, delirium tremens hingga pada epilepsy. Pengobatan dengan benzodiazepin

hanya diberikan pada ansietas hebat, dan maksimal 2 bulan sebelum dicoba dihentikan.

Karena berakumulasinya benzodiazepin berkhasiat panjang, hingga khasiat obat

berkurang.11

Obat Penenang Mayor. Kegagalan fungsi otak menimbulkan gangguan-gangguan

kelakuan berupa rasa takut, penderitaan batin, atau menimbulkan kegelisahan, keluyuran,

kegaduhan, agresi hingga kekerasan karena halusinasi dan khayalan. Hal ini bisa diatasi

dengan menggunakan sedatif walaupun pemberian sedatif tidak dianjurkan karena sering

timbul imobilitas. Yang paling sering digunakan ialah senyawa fenotiazin dan butirofenon,

antara lain Klorpromazin (Largactil), Tioridazin (Melleril), dan Haloperidol (Serenace,

Haldol).11

Gejala-gejala psikosomatik sering ditemukan pada depresi. Depresi sering

merupakan komplikasi penyakit fisis. Yang dianjurkan ialah senyawa-senyawa trisiklik dan

tetrasiklik, yaitu Amitriptilin (Laroxyl), Imipramin (Tofranil), Mianserin (Tolvon), dan

Maprotilin (Ludiomil).11

Golongan benzodiazepin umumnya bermanfaat pada gangguan ansietas, yaitu pada

ansietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder - GAD) obat pilihannya ialah

Buspiron. Pada ansietas panik, obat pilihannya ialah alprazolam namun ada beberapa

penelitian anksietas panik dapat diobati dengan antidepresan golongan SSRI (Selective

Serotonin Re-uptake Inhibitor).11

Obsessive Compulsive Disorder (OCD) ialah varian gangguan cemas namun obat

yang efektif untuk gangguan ini adalah golongan antidepresan misalnya Klomipramin

maupun golongan SSRI seperti Sertralin, Paroksetin, Fluoksetin, dan sebagainya.11

33

Page 34: referat psikosomatis

Fobia juga varian gangguan cemas dan berespons baik pada pengobatan

antidepresan. Misalnya fobia sosial membaik dengan pemberian Moklobemid (golongan

RIMA-Reversible Inhibitory Monoamine Oksidase type A). Gangguan campuran ansietas-

depresi juga memberikan perbaikan dengan obat-obat antidepresan. Beberapa obat

antidepresan yang baru seperti telah disebut di atas antara lain:

- Golongan SSRI : sertralin, paroksetin, fluoksetin, fluvoksamin

- Golongan RIMA : moklobemid

- Tianeptine

Penggunaan psikofarmaka hendaknya bersama-sama dengan psikoterapi yang efektif

sehingga hasilnya akan lebih baik.11

34

Page 35: referat psikosomatis

Bab III

Penutup

Psikosomatik, berdasarkan DSM-IV-TR, merupakan faktor psikologis yang

memengaruhi keadaan medis sebagai satu atau lebih masalah psikologis atau perilaku yang

memiliki pengaruh dengan cara menghambat dan bermakna terhadap perjalanan dan hasil

keadaan medis umum, atau yang meningkatkan risiko seseorang secara signifikan untuk

memperoleh hasil yang merugikan.2 Proses psikosomatik berawal dari emosi yang terdapat

di otak dan disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke alat-alat viseral yang

banyak dipersarafi oleh saraf-saraf otonom vegetatif, seperti kardiovaskular, traktus

digestivus, respiratorius, sistem endokrin dan traktus urogenital.4 Stres akan merubah

neurotransmiter, respon imun dan endokrin yang akan mempengaruhi saraf-saraf otonom

vegetatif dan menimbulkan gangguan spesifik pada alat-alat viseral. Manifestasi klinis dari

gangguan psikosomatis terdiri dari suatu kondisi medis umum dan faktor psikologis yang

merugikan mempengaruhi kondisi medis umum. Terapi tidak hanya ditujukan kepada

penyakit, tetapi gangguan psikologis yang diderita. Pemahaman motivasi, membantu pasien

menyadari sifat penyakit dan mobilisasi pasien untuk mengubah perilaku dapat

mengoptimalkan proses penyembuhan pasien.2

35

Page 36: referat psikosomatis

Daftar Pustaka

1. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University

Press; 2004.h.339-71

2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock: buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2.

Jakarta: EGC; 2010.h.387-97.

3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins;

2007.h.814-28.

4. Budihalim S, Sukatman D. Buku ajar ilmu penyakit dalam : Psikosomatis. Jilid II.

Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2006.h.591-2.

5. Lestari, Wiradinata I, Alfian M. Gangguan psikosomatis dan penatalaksanaannya.

Diunduh dari http://www.ziddu.com/download/9082971/A-

17_Gangguan_Psikosomatis_Penatalaksanan.pdf.html. 10 Juni 2012

6. Arsyad Z, Syahbuddin S. Buju ajar ilmu penyakit dalam: Aspek psikosomatis

obesitas. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI; 2006.h.657-8.

7. Chuang L. Mental disorders secondary to general medical conditions. Diunduh

dari http://emedicine.medscape.com/article/294131-overview#aw2aab6b3. 15

Maret 2012

8. Htay TT. Premenstrual dysphoric disorder. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/293257-overview#a0101. 14 Maret 2012

9. Noorhana SW. Buku ajar psikiatri: Faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi

medis (d/h gangguan psikosomatik). Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.287-

64.

36

Page 37: referat psikosomatis

10.Arozal W., Gan S. Psikotropik. Dalam: Departemen Farmakologi dan Terapeutik

FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.h.

169-71.

11.Budihalim S, Sukatman D, Mudjadid E. Psikofarmaka dan psikosomatik. Diunduh

dari http://www.energibiosel.org/psikosomatik.html. 14 Agustus 2011.

36