referat pk analisis cairan pleura

37
REFERAT ANALISA CAIRAN PLEURA Oleh : Dewi Anggraini Elfrida Sihaloho Jayanti Supriyatin Meta Gapila Preceptor : dr. Syuhada, Sp. PK, M.Kes 1

Upload: meta-gapila

Post on 30-Nov-2015

288 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

REFERATANALISA CAIRAN PLEURA

Oleh :

Dewi Anggraini

Elfrida Sihaloho

Jayanti Supriyatin

Meta Gapila

Preceptor :

dr. Syuhada, Sp. PK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF PATOLOGI KLINIKFAKULTAS KEDOKTERAN UNILA

RSUD DR. H. ABDOEL MULUKAGUSTUS 2013

1

Page 2: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pleura merupakan membran serosa intratoraks yang membatasi rongga pleura,

secara embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrionik; terdiri dari

pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral dan parietal merupakan

jaringan berbeda yang memiliki inervasi dan vaskularisasi berbeda pula.

Pleura secara mikroskopis tersusun atas selapis mesotel, lamina basalis,

lapisan elastik superfi sial, lapisan jaringan ikat longgar, dan lapisan jaringan

fibroelastik dalam. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas menimbulkan

tekanan transpulmoner yang memengaruhi pengembangan paru dalam proses

respirasi. Cairan pleura dalam jumlah tertentu berfungsi untuk memungkinkan

pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi.

Keseimbangan cairan pleura diatur melalui mekanisme hukum Starling dan

sistem penyaliran limfatik pleura (Pratomo dan Yunus, 2013).

Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam ruang pleura yang

dihasilkan dari produksi cairan yang berlebihan atau penurunan penyerapan

(Rubbin et al, 2012). Rongga pleura merupakan rongga potensial yang dapat

mengalami efusi akibat penyakit yang mengganggu keseimbangan cairan

pleura (Pratomo dan Yunus, 2013). Efusi pleura merupakan manifestasi paling

umum dari penyakit pleura, dengan etiologi mulai dari gangguan

cardiopulmonary, penyakit inflamasi atau keganasan yang memerlukan

evaluasi pengobatan yang mendesak. Sekitar 1,5 juta efusi pleura didiagnosis

di Amerika Serikat setiap tahun. Prognosis dalam efusi pleura bervariasi

sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi ini (Rubbin et al, 2012).

Temuan seluler dan biokimia dalam cairan dapat menjadi indikator prognosis

karena membantu dalam ketepatan diagnosis dan terapi.

2

Page 3: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

B. Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada kepanitraan klinik bagian

Patologi Klinik RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

C. Manfaat Penulisan

Menambah pengetauan penulis mengenai pemeriksaan cairan pleura dan

interpretasinya.

3

Page 4: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Pleura

Gambar 1. Rongga Pleura

Gambar 1. Anatomi Cairan Pleura

Ruang pleura berbatasan dengan parietal dan pleura visceral. Pleura parietalis

menutupi permukaan bagian dalam rongga dada, termasuk mediastinum,

diafragma, dan tulang rusuk. Pleura visceral menyelimuti seluruh permukaan

paru-paru, termasuk celah interlobar. Ruang pleura kanan dan kiri dipisahkan

oleh mediastinum (Rubbin et al, 2012).

Struktur Mikroskopis Pleura

Pleura terbagi menjadi lima lapisan, yaitu lapisan selapis mesotel, lamina

basalis, lapisan elastik superfisial, lapisan jaringan ikat longgar dan lapisan

jaringan fibroelastik dalam. Kolagen tipe I dan III yang diproduksi oleh

lapisan jaringan ikat merupakan komponen utama penyusun matriks

ekstraseluler pleura dan merupakan 80% berat kering struktur ini. Lapisan

jaringan fibroelastik dalam menempel erat pada iga, otot-otot dinding dada,

4

Page 5: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

diafragma, mediastinum dan paru. Lapisan jaringan ikat longgar tersusun atas

jaringan lemak, fibroblas, monosit, pembuluh darah, saraf dan limfatik.

Pengamatan pada hewan domba mengungkapkan bahwa ketebalan pleura dari

permukaan rongga pleura dengan lapisan jaringan ikat yang menaungi

pembuluh kapiler dan pembuluh limfatik adalah 25 – 83 μm pada pleura

viseral dan 10 – 25 μm pada pleura parietal. Proses inflamasi mengakibatkan

migrasi sel-sel inflamasi harus melewati lapisan jaringan ikat longgar menuju

lamina basalis kemudian menuju rongga pleura setelah melewati mesotel

(Pratomo dan Yunus, 2013).

B. Fisiologi Cairan Pleura

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang

ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas

akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan

memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan

paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi

recoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses

respirasi (Pratomo dan Yunus, 2013).

Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan

oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura

serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya

ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura (Pratomo

dan Yunus, 2013).

Fisiologi tekanan pleura

Tekanan pleura secara fisiologis memiliki dua pengertian yaitu tekanan cairan

pleura dan tekanan permukaan pleura. Tekanan cairan pleura mencerminkan

dinamik aliran cairan melewati membran dan bernilai sekitar -10 cmH2O.

Tekanan permukaan pleura mencerminkan keseimbangan elastik rekoil

dinding dada ke arah luar dengan elastik rekoil paru ke arah dalam. Nilai

tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih negatif

5

Page 6: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

di apeks paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada

dengan paru dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura

secara vertikal; perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan

apeks paru dapat mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolus relatif rata di seluruh

jaringan paru normal sehingga gradien tekanan resultan di rongga pleura

berbeda pada berbagai permukaan pleura. Gradien tekanan di apeks lebih

besar dibandingkan basal sehingga formasi bleb pleura terutama terjadi di

apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan. Gradien ini juga

menyebabkan variasi distribusi ventilasi (Pratomo dan Yunus, 2013).

Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul

fosfolipid yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili

mesotel sehingga terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi.

Proses tersebut bersama tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan

oleh gaya Starling dan tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak antara

pleura viseral dan parietal walaupun jarak antarpleura hanya 10 μm. Proses

respirasi melibatkan tekanan pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir

melalui jalan napas dipengaruhi tekanan pengembangan jalan napas yang

mempertahankan saluran napas tetap terbuka serta tekanan luar jaringan paru

(tekanan pleura) yang melingkupi dan menekan saluran napas. Perbedaan

antara kedua tekanan (tekanan jalan napas dikurangi tekanan pleura) disebut

tekanan transpulmoner. Tekanan transpulmoner memengaruhi pengembangan

paru sehingga memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi (Pratomo dan

Yunus, 2013).

Fisiologi cairan pleura

Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial

paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan rongga

peritoneum. Neergard mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan pleura

sepenuhnya bergantung perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik kapiler

sistemik dengan kapiler pulmoner. Perpindahan cairan ini mengikuti hukum

Starling berikut :

6

Page 7: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Jv = Kf × ([P kapiler – P pleura] - σ [π kapiler – π pleura])

Jv : aliran cairan transpleura, Kf : koefisien filtrasi yang merupakan perkalian

konduktivitas hidrolik membran dengan luas permukaan membran, P : tekanan

hidrostatik, σ : koefisien kemampuan restriksi membran terhadap migrasi

molekul besar, π : tekanan onkotik. Perkiraan besar perbedaan tekanan yang

memengaruhi pergerakan cairan dari kapiler menuju rongga pleura

ditunjukkan pada Gambar 2 (Pratomo dan Yunus, 2013).

Tekanan hidrostatik pleura parietal sebesar 30 cmH2O dan tekanan rongga

pleura sebesar -5 cmH2O sehingga tekanan hidrostatik resultan adalah 30 – (-

5) = 35 cmH2O. Tekanan onkotik plasma 34 cmH2O dan tekanan onkotik

pleura 5 cmH2O sehingga tekanan onkotik resultan 34 – 5 = 29 cmH2O.

Gradien tekanan yang ditimbulkan adalah 35 – 29 = 6 cmH2O sehingga terjadi

pergerakan cairan dari kapiler pleura parietal menuju rongga pleura. Pleura

viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga koefisien filtrasi

pleura viseral lebih kecil dibandingkan pleura parietal. Koefisien filtrasi kecil

pleura viseral menyebabkan resultan gradien tekanan terhadap pleura viseral

secara skematis bernilai 0 walaupun tekanan kapiler pleura viseral identik

dengan tekanan vena pulmoner yaitu 24 cmH2O (Pratomo dan Yunus, 2013).

Perpindahan cairan dari jaringan interstitial paru ke rongga pleura dapat terjadi

seperti akibat peningkatan tekanan baji jaringan paru pada edema paru

maupun gagal jantung kongestif. (Pratomo dan Yunus, 2013).

7

Page 8: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Gambar 2. Skema tekanan dan pergerakan cairan pada rongga pleura manusia

Gambar 3. Skema fisiologis aliran cairan transpleura

Hipotesis Neergard tidak sepenuhnya menjelaskan eliminasi akumulasi cairan

pleura karena tidak menyertakan faktor jaringan interstitial dan sistem limfatik

pleura. Jaringan interstitial secara fungsional mengalirkan cairan ke sistem

penyaliran limfatik. Cairan pleura yang difiltrasi pada bagian parietal

mikrosirkulasi sistemik masuk ke jaringan interstitial ekstrapleura menuju

rongga pleura dengan gradien tekanan (aliran cairan) yang lebih kecil 8

Page 9: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

(Gambar 3). Rongga pleura secara fisiologis terbagi menjadi lima ruang yaitu

sirkulasi sistemik parietal, jaringan interstitial ekstrapleura, rongga pleura,

jaringan interstitial paru dan mikrosirkulasi viseral. Membran endotel sirkulasi

viseral membatasi mikrosirkulasi viseral dengan jaringan interstitial paru dan

membran endotel sirkulasi sistemik parietal membatasi sirkulasi sistemik

dengan jaringan interstitial rongga pleura. Rongga pleura dibatasi oleh pleura

viseral dan pleura parietal yang berfungsi sebagai membran. Penyaliran

limfatik di lapisan submesotel pleura parietal bercabang-cabang serta

berdilatasi dan disebut lakuna. Lakuna di rongga pleura akan membentuk

stoma. Aliran limfatik pleura parietal terhubung dengan rongga pleura melalui

stoma dengan diameter 2 – 6 nm. Stoma ini berbentuk bulat atau celah

ditemukan pada pleura mediastinal dan interkostalis terutama pada area

depresi inferior terhadap tulang iga bagian inferior dengan kepadatan 100

stomata/cm2 di pleura interkostalis dan 8.000 stomata/cm2 di pleura

mediastinal (Pratomo dan Yunus, 2013).

Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler

di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura

parietal. Senyawa-senyawa protein, sel-sel dan zat-zat partikulat dieliminasi

dari rongga pleura melalui penyaliran limfatik ini. Menurut Stewart (1963),

nilai rerata aliran limfatik dari satu sisi rongga pleura adalah 0,4 mL/kg berat

badan/jam pada tujuh orang normal, sementara Leckie dan Tothill (1965)

menemukan bahwa nilai rerata alisan listrik limfatik sebesar 0,22 mL/jam

pada tujuh pasien dengan gagal jantung kengestif. Dalam kedua penelitian ini,

variabilitas yang mencolok dijumpai antar-pasien. Bila hasil pada pasien

dengan gagal jantung kongestif diekstrapolasi ke individu normal, seseorang

dengan berat badan 60 kg akan memiliki nilai aliran limfatik dari masing-

masing sisi rongga pleura sebesar 20 mL/jam atau 500 mL/hari. 4 Peningkatan

volume tidal maupun frekuensi respirasi meningkatkan eliminasi limfatik

pleura. Kapasitas eliminasi limfatik pleura secara umum 20 – 28 kali lebih

besar dibandingkan pembentukan cairan pleura. Akumulasi berlebih cairan

9

Page 10: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

pleura hingga 300 mL disebut sebagai efusi pleura (Pratomo dan Yunus,

2013).

Akumulasi cairan yang berupa transudat terjadi apabila hubungan normal

antara tekanan kapiler hidrostatik dan tekanan koloid osmotik menjadi

terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi

reabsorpsi oleh pleura lainnya (Rubbin et al 2012).

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler

yang permiabel abnormal (meninggi) dan berisi protein berkonsentrasi tinggi.

Terjadinya perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya

peradangan pada pleura. Akibat meningkatnya permeabilitas kapiler dapat

menyebabkan bocornya pembuluh darah menyebabkan cairan eksudat kaya

akan protein dan sel. Peningkatan permeabilitas kapiler pleura karena radang,

bertambah masuknya protein dan cairan ke rongga pleura, sistem limfe yang

tidak adekuat dan metastase tumor ganas dapat menambahkan jumlah cairan

dan konsentrasi protein dan sel-sel di rongga pleura. Eksudat diproduksi oleh

berbagai kondisi inflamasi dan sering memerlukan evaluasi lebih luas dan

pengobatan dibandingkan transudat (Rubbin et al 2012).

C. Akumulasi Cairan Pleura

Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampauai

absoprsi (drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada

mekanisme yang telah dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk

dari pleura visceral atau rongga peritoneum (melalui lubang kecil di

diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila terjadi kelebihan

produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal, dan

rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik)

(Mechem, 2013).

Akumulasi pleura adalah indikator dari proses patologi yang mungkin berasal

dari proses primer di paru atau berhubungan dengan sistem organ yang lain

10

Page 11: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

atau juga karena penyakit sistemik, dapat terjadi secara akut maupun kronis

dan tidak merupakan diagnosis tersendiri.

Cairan pleura yang normal memiliki ciri-ciri :

Jernih

Ph 7.60-7,64

Kandungan proteinnya < 2 % (1-2 g/dl)

Kandungan eritrositnya <1000 /mm3

Kandungan glukosanya mirip dengan plasma

Kadar Laktat dehidrogenase (LDH) <50 % plasma

Konsentrasi Na,K, dan Ca mirip dengan cairan interstitial

Mekanisme yang berperan dalam pembentukan akumulasi cairan pleura adalah:

Perubahan permeabilitas membran pleura (misal: proses inflamasi,

penyakit keganasan, emboli paru)

Penurunan tekanan onkotik intravaskular (misal : hipoalbuminemia, sirosis

hepatis)

Meningkatnya permeabilitas kapiler atau kerusakan vaskular (misal:

trauma, penyakit neoplasma, proses inflamasi, infeksi, infark paru,

hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)

Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler sistemik atau sirkulasi paru

(misal: CHF, Sindroma vena cava superior)

Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga paru tidak dapat

mengembang (misal : atelektasis, mesotelioma)

Ketidakmampuan paru untuk mengembang

Penurunan atau blokade aliran limfatik, termasuk sumbatan duktus

torasikus ataupun ruptur (misal : keganasan , trauma )

Meningkatnya cairan pada rongga peritonium sehingga cairan tersebut

berpindah ke rongga diafragma melalui kelenjar limf (misal: sirosis

hepatis, peritonial dialisis)

Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseralis

11

Page 12: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Peningkatan tekanan onkotik cairan pleura yang menetap akibat dari efusi

pleura menyebabkan penumpukan cairan yang lebih banyak

Penyebab iatrogenik

(Djojodibroto, 2010)

D. Pemeriksaan Laboratorium Cairan Pleura

Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab efusi pleura diperlukan

beberapa macam pemeriksaan laboratorium, antara lain:

1. Pemeriksaan makroskopis

2. Pemeriksaan mikroskopis

3. Pemeriksaan kimia

4. Bakteriologis

Makroskopis

Volume :

Ukurlah volume yang diperoleh apabila seluruh cairan dikeluarkan, maka

volume itu dapat memberi petunjuk tentang luasnya penyakit.

Warna :

Carian yang hanya terdiri dari serum/plasma berwarna kuning muda/tua

tergantung dari kadar bilirubin dalam plasma tersebut. Warna transudat

biasanya kekuningan tergantung kadar bilirubin plasma, warna eksudat

tergantung causa dan beratnya radang.

Pus putih kuning

Chylous seperti susu

Darah merah cokelat

Bakteri pyogeneous biru kehijauan

Kejernihan :

Tergantung dari banyak sedikitnya partikel-partikel sel darah yang terkandung

dalam efusi

Lekosit menyebabkan kekeruhan yang ringan sampai berat

12

Page 13: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Eritrosit menyebabkan kekeruhan yang kemerah-merahan

Butir-butir lemak menyebabkan kekeruhan seperti susu

Pada eksudat, jika mungkin sebutkan kekeruhan itu misalkan :

- Serofibrineus

- Seropuruent

- Fibrineus

- Haemorrhagis dst.

Bau :

Transudat maupun eksudat biasanya tidak mempunyai bau yang berarti, kecuali

bila terjadi pembusukan protein. Bau seperti tinja karena kuman anaerob,

Escherichia coli.

Berat jenis :

Harus segera ditentukan sebelum terjadi bekuan. Dapat ditentukan dengan

urino meter (bila volume cairan <= 25 ml). bila cairan sedikit, gunakan

refraktometer.perhatikan kemungkinan terjadinya bekuan yang bias bersifat

halus/berkeping-keping ini dibentuk oleh fibrin yang berdapat dalam cairan itu.

Transudat jarang terjadi bekuan / lambat terjadi, sedangkan eksudat cepat

terjadi bekuan (kecuali bila fibrin telah dirusak oleh bakteri / enzyme sel

misalnya pada proses purulent). Untuk menghindari terjadinya bekuan maka

diberi 1 ml larutan .Na Citrat 20 % untuk 100 ml cairan.

Mikroskopis

Menghitung jumlah sel dalam cairan eksudat atau transudat tidak selalu

mendatangkan manfaat.

Hitung jumlah leukosit

Hanya dilakukan pada cairan yang jernih atau agak keruh saja, karena hitung

jumlah sel pada cairan keruh tidak bermanfaat. Sel yang dihitung biasanya

hanya leukosit (bersama sel berinti lain, misalnya sel mesotel, sel plasma). Sel

eritrosit tidak dihitung, karena tidak bermakna. Bahan pengencer ialah NaCl

13

Page 14: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

0,9% bukan larutan Turk, karena larutan Turk mungkin menyebabkan bekuan.

Pada cairan jernih dilakukan pengenceran sebagaimana hitung jumlah lekosit

dalam cairan otak(pengenceran 10/9), bila cairan agak keruh, gunakan

pengenceran yang sesuai. Transudat : <500/mm3 Eksudat : >500mm3

Differential Cell Count

Limfositosis cairan pleura, dengan nilai-nilai limfosit lebih besar dari 85% dari

jumlah sel berinti, menunjukkan TB, limfoma, sarkoidosis, radang selaput dada

arthritis kronis, sindrom kuku kuning, atau chylothorax. Nilai limfosit pleura

50-70% dari sel-sel berinti menunjukkan keganasan.

Pleural Fluid Eosinofilia (PFE), dengan nilai eosinofil lebih dari 10% dari sel-

sel berinti, terlihat pada sekitar 10% dari efusi pleura dan tidak berkorelasi

dengan darah perifer eosinofilia. PFE paling sering disebabkan oleh udara atau

darah dalam rongga pleura. Darah di pleura ruang menyebabkan PFE mungkin

akibat emboli paru dengan infark atau jinak asbes efusi pleura. PFE dapat

berhubungan dengan penyakit nonmalignant lainnya, termasuk penyakit parasit

(terutama paragonimiasis), infeksi jamur (coccidioidomycosis, kriptokokosis,

histoplasmosis), dan berbagai obat-obatan.

Kehadiran PFE tidak mengecualikan efusi ganas, terutama pada populasi

pasien dengan prevalensi tinggi keganasan. Kehadiran PFE membuat pleuritis

TB tidak mungkin dan juga membuat perkembangan efusi parapneumonic ke

empiema mungkin.

Sel mesothelial ditemukan dalam jumlah bervariasi pada efusi, tetapi kehadiran

mereka di lebih dari 5% dari total sel-sel berinti membuat diagnosis TB kurang

mungkin. Nyata peningkatan jumlah sel mesothelial, terutama di berdarah atau

eosinofilik efusi, menunjukkan emboli paru sebagai penyebab effusion (Rubbin

et ll, 2012)

14

Page 15: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan kimia

a. Protein

Protein dalam transudat hanya fibrinogen saja, dalam transudat kadar

fibrinogen rendah : 300 – 400 mg / dl, sedangkan kadar protein eksudat : 4-6

g/dl

Tes Rivalta :

Seromucin yang terdapat dalam exudat dan tidak terdapat dalam transudat

akan bereaksi dengan asam asetat encer membentuk kekeruhan yang nyata.

Cara :

- Ke dalam sebuah slilinder kita campur 100 ml aquadest + 1 tetes

- Teteskan satu 1 tetes cairan yang akan kita periksa ke dalam campuran

di atas, dilepaskan kira-kira 1 cm dari atas permukaan

- Perhatikan reaksi yang terjadi

Penilaian :

- Bila tidak terjadi kekeruhan sama sekali tes negative

- Kekeruhan ringan seperti kabut halus tes positive lemah

- Kekeruhan nyata seperti kabut / timbul precipitat putih tes positif

b. Glukosa

Pemeriksaan glukosa pada transudat-eksudat sebagaimana pemeriksaan

glukosa pada plasma darah. Transudat mempunyai kadar glukosa sama

dengan plasma darah, sedangkan eksudat mengandung sedikit glukosa,

terutama bila eksudat tersebut banyak mengandung leukosit.

c. Lemak

Transudat biasanya tidak mengandung lemak kecuali bila tercampur dengan

chylous. Eksudat karena proses tuberculosis mungkin mengandung lemak

karena dinding kapiler permeable dan dapat ditembus lemak.

15

Page 16: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Cairan yang berwarna putih seperti susu harus dibedakan apakah warna

putih tersebut berasal dari chylous atau bukan. Untuk membedakan chyolus

bukan chylous (misalkan lecithin)

Cara :

- Cairan dibuat alkalis dengan pemberian NaOH 0,1 N

- Tambahkan ether lemak larut

- Penilaian :

o Bila cairan menjadi jernih lemak warna putih karena chylous

o Bila tidak menjadi jernih warna putih mungkin karena lecithin

Untuk meyakinkan adanya lecithin tsb, kita lakukan tes sbb :

- Encerkan cairan tsb 5 x dengan ethyl alcohol 95%

- Panasilah berhati – hati dalam air kalau menjadi jernih mungkin

lecithin kita lanjutkan

- Saringlah cairan yang telah menjadi jernih itu dalam keadaan masih

panas

- Filtratnya ditampung dan diuapkan dalam air panas sampai volume

menjadi seperti semula (sebelum diberi ethyl alcohol)

- Biarkan menjadi dingin lagi

- Penilaian : kalau menjadi keruh lagi adanya lecithin lebih terbukti,

kekeruhan itu bertambah kalau sudah diberi sedikit air (Hermayanti,

2013).

d. Vascular endothelial growth factor (VEGF)

Vascular endothelial growth factor (VEGF), dikenal juga sebagai vascular

permeability factor atau vasculotropin, adalah sitokin, mempunyai dua

fungsi utama yaitu meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan

sebagai faktor angiogenik dan limfogenik terpenting dalam berbagai kondisi

fisiologi dan patologi. Vascular endothelial growth factor (VEGF)

merupakan mediator penting dalam pembentukan efusi pleura maligna, dan

konsekuensinya, merupakan penanda yang sangat berguna untuk diagnosis

efusi pleura (Satolom dkk, 2012).

16

Page 17: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

e. Adenosin deaminase (ADA)

Adenosin Deaminase (ADA) adalah protein yang diproduksi oleh sel-sel di

seluruh tubuh dan berhubungan dengan aktivasi limfosit, sejenis sel darah

putih yang berperan dalam respon kekebalan terhadap infeksi. Kondisi itu

memicu sistem kekebalan tubuh, seperti infeksi oleh Mycobacterium

tuberculosis, bakteri yang menyebabkan tuberkulosis (TB), dapat

menyebabkan peningkatan jumlah ADA yang akan diproduksi di daerah di

mana bakteri yang hadir. Tes ini mengukur jumlah adenosin deaminase

hadir dalam cairan pleura untuk membantu mendiagnosa infeksi

tuberkulosis dari diagram pleurae.

Adenosin deaminase (ADA) tes bukan tes diagnostik, tetapi dapat

digunakan bersama dengan tes lain seperti analisis cairan pleura, Acid-Fast

Basil (AFB) smear dan kultur, dan / atau pengujian molekuler tuberkulosis

untuk membantu menentukan apakah orang memiliki infeksi

Mycobacterium tuberculosis (TBC atau TB) pada lapisan paru-paru

(pleura) (Labtestsonline, 2013).

f. Lactate Dehydrogenase (LDH)

Aktivitas LDH telah banyak digunakan dalam analisis efusi pleura,

khususnya dalam membedakan antara transudat dan eksudat, dan juga

antara efusi ganas dan nonmalignant. Namun, ditemukan beberapa studi

yang melaporkan analisis isoenzim LDH dalam efusi pleura. Hasil pertama

dari studi tentang nilai diagnostik cairan pola LDH-isoenzim pleura telah

bertentangan. Richterich dan Burger melaporkan bahwa pola isoenzim

LDH efusi jinak mencerminkan pola serum, sedangkan efusi ganas berisi

lebih LDH-4 dan LDH-5. Sebaliknya, yang lain telah melaporkan bahwa

efusi ganas yang ditandai dengan aktivitas enzim maksimal dalam LDH-2,

LDH-3 dan LDH-4, sedangkan efusi jinak ditandai oleh aktivitas enzim

maksimal LDH-4 dan LDH-5 (Drent et all, 1996).

17

Page 18: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

g. Enzim Amilase

Tes ini digunakan untuk membantu untuk mengevaluasi komplikasi yang

berhubungan dengan pancreatitis.

h. PH Cairan Pleura

PH cairan pleura sangat berkorelasi dengan kadar glukosa cairan pleura.

Sebuah pH cairan pleura kurang dari 7.30 dengan tingkat pH darah arteri

normal disebabkan oleh diagnosa sama seperti yang tercantum di atas untuk

glukosa cairan pleura rendah. Namun, untuk efusi parapneumonik, tingkat

pH cairan pleura rendah lebih prediktif efusi rumit (yang memerlukan

drainase) dibandingkan adalah kadar glukosa cairan pleura rendah. Dalam

kasus tersebut, pH cairan pleura kurang dari 7,1-7,2 menunjukkan perlunya

drainase mendesak efusi, sementara pH cairan pleura lebih dari 7,3

menunjukkan bahwa efusi dapat dikelola dengan antibiotik sistemik saja.

Pada efusi ganas, pH cairan pleura kurang dari 7,3 telah dikaitkan dalam

beberapa laporan dengan keterlibatan lebih luas pleura, hasil yang lebih

tinggi pada sitologi, penurunan keberhasilan pleurodesis, dan waktu

kelangsungan hidup lebih pendek (Rubbin et all, 2013).

C. Pendekatan Diagnosis Efusi Pleura

Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter

cairan pleura serta keadaan sistemik. Evaluasi laboratorium pasien dengan

efusi pleura, pada awalnya ditentukan apakah efusi eksudat atau transudat.

Eksudat cenderung menunjukkan penyebab sistem efusi, sedangkan transudat

menunjukkan proses yang lebih lokal. Pengujian berikutnya bertujuan untuk

lebih mengidentifikasi etiologi yang mendasari atau tingkat keparahan

penyakit. Transudat dan eksudat dapat dibedakan dengan mengukur LDH dan

protein, sehingga dapat disimpulkan bahwa eksudat dicirikan dengan (Sahn,

2008) :

1. Rasio protein cairan pleura/serum > 0,5

2. Rasio LDH cairan pleura/serum >0,6

18

Page 19: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

3. LDH cairan pleura lebih dari 2/3 batas atas LDH serum

Perlu pula dilakukan pengukuran gradien protein antara serum dengan pleura,

yang mana gradien yang lebih dari 3,1 g/dL menggambarkan jenis transudat.

Temuan karakteristik eksudat membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, seperti

kadar glukos, hitung jenis, studi mikrobiologis, dan sitologi (Sahn, 2008).

Berikut ini berapa hal lain yang perlu dianalisis (Mechem, 2013) :

Jumlah sel dengan diferensiasi jika terhitung kurang dari 1000/μL

menunjukkan transudate, sedangkan hitungan lebih besar dari 1000/μL

menunjukkan eksudat

Kadar glukosa kurang dari 60 mg / dL menunjukkan efusi parapneumonic

atau efusi karena keganasan, TBC, atau penyakit arthritis

Peningkatan amilase menunjukkan pankreatitis atau perforasi esofagus

(Light, 2011)

Asidosis cairan pleura, yang didefinisikan sebagai pH kurang dari 7.30,

terlihat pada sejumlah kondisi termasuk empiema, arthritis, tuberkulosis,

atau lupus pleuritis, keganasan, urinothorax, atau esofagus pecah (Sahn,

2008)

Analisis sitologi terutama jika diduga keganasan

19

Page 20: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Gambar 4. Algoritma Diagnosis Efusi Pleura (Porcel, 2006)

20

Page 21: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Gambar 4 menggambarkan alur diagnosis efusi pleura menggunakan

algoritma pemeriksaan tertentu. Sebagai contoh, cairan dengan kecenderungan

transudat memerlukan kecurigaan ke arah:

1. Gagal jantung kiri (kongestif), sebab terjadi kongesti cairan di paru akibat

kegagalan pompa jantung mengakibatkan peningkatan tekanan vaskular

paru. NT-proBNP >1500 pg/mL mengonfirmasi efusi pleura akibat gagal

jantung kongestif.

2. Hidrotoraks hepatik, akibat sirosis dan ascites.

3. Emboli paru

4. Sindroma nefrotik

5. Dialisis peritonela

6. Obsgtruksi sindroma kava superior

7. Miksedema

Efusi akibat tuberkulosis sering disebut pleuritis tuberkulosis. Pleuritis

tuberkulosis dikaitkan dengan eksudat yang dominan limfositnya (dapat >90%

sel darah putih), serta marker TB yang sangat meningkat di cairan pleura

(yakni adenosin deaminase/ADA> 40 IU/L atau interferon gamma lebih dari

140 pg/mL). Cairan pleura dapat pula dikultur, biopsi jarum pleura, atau

torakoskopi. Efusi yang banyak mengandung sel darah merah

menggambarkan keganasan, trauma, atau emboli paru. Efusi parapneumonik

dikaitkan dengan pneumonia, abses paru, atau bronkiektasis. Terdapat pula

istilah empiema yang menggambarkan efusi purulen yang masif.

21

Page 22: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

22

Page 23: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan1. Efusi pleura terjadi akibat tingkat pembentukan cairan pleura melebihi

kemampuan eliminasi cairan pleura.

2. Keseimbangan jumlah cairan pleura diatur oleh komponen-komponen gaya

Starling dan sistem penyaliran limfatik pleura.

3. Pemeriksaan analisa cairan pleura yang dapat dilakukan adalah makroskopis,

mikroskopis, kimia, dan bakteriologis.

4. Macam-macam bentuk akumulasi cairan pleura adalah eksudat dan transudat.

5. Cairan dengan kecenderungan transudat memerlukan kecurigaan ke arah:

gagal jantung kiri (kongestif), hidrotoraks hepatik akibat sirosis dan ascites,

emboli paru, sindroma nefrotik, dialisis peritonela, obstruksi sindroma kava

superior,miksedema dan cairan dengan kecenderungan transudat memerlukan

kecurigaan ke arah : Tuberkulosis, malignancy, empiema, parapneumonia,

pulmonary emboli, rheumatoid artritis, pankreatitis, ruptur esofagus.

23

Page 24: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

DAFTAR PUSTAKA

C Crawford Mechem, MD, MS, FACEP  Professor. 2013. Emergent Management of Pleural Effusion. Department of Emergency Medicine, University of Pennsylvania School of Medicine; Emergency Medical Services Medical Director, Philadelphia Fire Department. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/807375-overview#a30 Diakses pada 14 Agustus 2013, pk. 07.00 WIB

Djojodibroto. 2010. Respirology. Diakses pada 13 Agustus 2013 pk.21.00

Drent et all, 1996. Usefulness of lactate dehydrogenase and its isoenzymes as indicators of lung damage or inflammation. European Respiratory Journal. Diakses dari http://erj.ersjournals.com/content/9/8/1736.full.pdf tanggal 14 Agustus 2013

Hermayanti Diah. 2013. Analisa Cairan Pleura. Diunduh dari http://id.scribd.com/doc/43384299/Cairan-Pleura diakses pada 13 Agustus 2013 pk 15.00 WIB

Labtestonline, 2013. Adenosin Deaminase. Diakses dari http://labtestsonline.org/understanding/analytes/adenosine-deaminase tanggal 14 Agustus 2013

Light RW. Pleural effusions. Med Clin North Am. Nov 2011;95(6):1055-70. [Medline].

Porcel JM, Light RW. Diagnostic approach to pleural effusion. Am Fam Physician. 2006; 73(7):1211-20

Pratomo , Irandi Putra dan Yunus, Faisal.2013. Anatomi dan Fisiologi Pleura. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUP Persahabatan, Jakarta, Indonesia

Rubbin et all.2013.Pleural Effusion. Available from http://emedicine.medscape.com/article/299959 August 13, 2013

Sahn SA. The value of pleural fluid analysis. Am J Med Sci. Jan 2008;335(1):7-15. [Medline].

Satolom dkk, 2012. Karakteristik Vascular Endothelial Growth Factor, Glukosa, Lactate Dehydrogenase dan Protein pada Efusi Pleura Non Maligna dan

24

Page 25: Referat Pk Analisis Cairan Pleura

Efusi Pleura Maligna. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, RSU dr. Saiful Anwar Malang. Diakses dari http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/11/jri-2012-32-3-146-54.pdf tanggal 14 Agustus 2013

25