referat myeloradiculopathy

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Myeloradiculopathy merupakan penyakit medula spinalis dan radiks nervus spinalis. Myeloradiculopathy merupakan kerusakan atau sindrom klinik karena kerusakan pada medula spinalis ataupun pada akar persyarafan. Gangguan dapat disebabkan oleh faktor kongenital, infeksi, neoplasma dan audiopati atau autom. Jadi, secara struktural Myelopati merupakan gangguan fungsi atau struktur dari medula spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Gangguan ini dapat berupa akibat dari cedera atau trauma, infeksi lokal, ataupun penyakit sistemik. Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma. Cedera medula spinalis akut merupakan kondisi yang kompleks, terutama mengenai kelompok usia muda. Sedangkan, Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks atau akar akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal. 1.2 TUJUAN 1

Upload: mia

Post on 22-Dec-2015

243 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

mia

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT MYELORADICULOPATHY

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Myeloradiculopathy merupakan penyakit medula spinalis dan radiks nervus spinalis.

Myeloradiculopathy merupakan kerusakan atau sindrom klinik karena kerusakan pada

medula spinalis ataupun pada akar persyarafan. Gangguan dapat disebabkan oleh faktor

kongenital, infeksi, neoplasma dan audiopati atau autom.

Jadi, secara struktural Myelopati merupakan gangguan fungsi atau struktur dari

medula spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit. Gangguan ini dapat berupa akibat

dari cedera atau trauma, infeksi lokal, ataupun penyakit sistemik. Cedera medula spinalis

merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis akibat trauma. Cedera medula

spinalis akut merupakan kondisi yang kompleks, terutama mengenai kelompok usia muda.

Sedangkan, Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan

fungsi dan struktur radiks atau akar akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau

lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

1.2 TUJUAN

1.2.1 TUJUAN UMUM

Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya di bagian neurologi RSU Dok II

Jayapura

1.2.2 TUJUAN KHUSUS

Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, klasifikasi,

diagnosis dan penatalaksanaan pada myeloradiculopathy.

1

Page 2: REFERAT MYELORADICULOPATHY

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Kolumna vertebralis dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra :

7 servikal

12 thorakal

5 lumbal

5 Sakral

4 coccygeus

2

Page 3: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri

dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus

vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh

dua "kaki" atau pediculus dan dua

lamina, serta didukung oleh penonjolan

atau procesus yakni procesus articularis,

procesus transversus, dan procesus

spinosus. Procesus tersebut membentuk

lubang yang disebut foramen vertebrale.

Ketika tulang punggung disusun,

foramen ini akan membentuk saluran

sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang

punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.

3

Page 4: REFERAT MYELORADICULOPATHY

2.1.1 Tulang cervical

Gambar tulang cervikal

Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus

(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang

procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari

cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis.

Setiap mamalia memiliki 7 tulang cervikal, seberapapun panjang lehernya.

4

Page 5: REFERAT MYELORADICULOPATHY

2.1.2 Tulang thorax

Gambar vertebra thorakal.

Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan

memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga

sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam

konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1

hingga T12.

2.1.3 LUMBAL

5

Page 6: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung

beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi

tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil. Pada daerah lumbal facet letak

pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan

posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat

sehingga gerakan kalateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi

kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke

lateral berputar.

2.1.4 Sacral

Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki celah

atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.

6

Page 7: REFERAT MYELORADICULOPATHY

2.1.5 Coccygeal

Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa

hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu disebut tulang

punggung kaudal (kaudal berarti ekor).

Discus Intervertebralis

Gambar. Diskus intervertebralis

Diantara dua buah tulang vertebrae terdapat diskus intervertebralis yang berfungsi

sebagai bentalan atau “shock absorbers” bila vertebra bergerak. Diskus intervertebralis terdiri

7

Page 8: REFERAT MYELORADICULOPATHY

dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang membungkus nucleus pulposus, suatu

cairan gel kolloid yang mengandung mukopolisakarida. Fungsi mekanik diskus

intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan diantara ke dua telapak

tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebrae maka tekanan itu

akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada

satu sisi yang lain, nucleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada

sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra

seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi .

Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum posterior.

Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar dan

kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang

lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus vertebrae,

yang juga turut membentuk permukaan anterior kanalis spinalis. Ligamentum tersebut

melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal yaitu setinggi L 1, secara

progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 – S ligamentum tersebut tinggal sebagian

lebarnya, yang secara fungsional potensil mengalami kerusakan. Ligamentum yang mengecil

ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya statistik bekerja dan dimana gerakan

spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi cidera kinetik.

Bangunan anatomis vertebrae yang sensitive terhadap rasa nyeri:

PLL = Ligamentum posterior longitudinalis

8

Page 9: REFERAT MYELORADICULOPATHY

VB = badan vertebrae

FA = facet artikulasi

NR = Nerve root

Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang sensitive

terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris. Kecuali ligament flavum,

discus intervertebralis dan Ligamentum interspinosum ; karena tidak dirawat oleh saraf

sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti

tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluhan nyeri. Bila seseorang membungkuk untuk

mencoba menyentuh lantai dengan jari tangan tanpa fleksi lutut, selain fleksi dari lumbal

harus dibantu dengan rotasi dari pelvis dan sendi koksae. Perbandingan antara rotasi pelvis

dan fleksi lumbal disebut ritme lumbal-pelvis. Secara singkat punggung bawah merupakan

suatu struktur yang kompleks; dimana tulang vertebrae, discus intervertebralis, ligamen dan

otot akan akan bekerjasama membuat manusia tegak, memungkinkan terjadinya gerakan dan

stabilitas. Vertebrae lumbalis berfungsi menahan tekanan gaya static dan gaya kinetik

(dinamik) yang sangat besar maka dari itu cenderung terkena ruda paksa dan cedera.

9

Page 10: REFERAT MYELORADICULOPATHY

10

Page 11: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Pola dermatom berguna untuk mengingatkan bahwa :

- Struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal.

- Belakang kepala, servikal ke 2.

- Leher, servikal ke 3.

- Area di atas pundak, servikal ke 4.

- Area deltoid, servikal ke 5.

- Lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke 6.

- Telunjuk dan jari tengah, servikal ke 7.

- Jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke 8 dan torakik

ke 1.

- Putting, torakik ke 5.

- Umbilikus, torakik ke 10.

- Selangkangan, lumbal ke 1.

- Sisi medial lutut, lumbal ke 3.

- Jari kaki besar, lumbal ke 5.

- Jari kaki kecil (kelingking), sacrum ke 1.

- Belakang paha, sacrum ke 2.

- Area genitor-anal, sarkum ke 3,4, dan 5.

2.2 DEFINISI

Myelopathy adalah gangguan fungsional atau struktur atau perubahan patologis

dari medula spinalis. Sedangkan radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan

dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat

mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

Myeloradiculopathy adalah kerusakan atau gangguan atau trauma pada medula

spinalis dan gangguan pada akar medula spinalis (radiks).

11

Page 12: REFERAT MYELORADICULOPATHY

2.3 KLASIFIKASI

2.3.1 Myelopati

Cedera medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplit dan tidak komplit berdasarkan

ada atau tidaknya fungsi yang dipertahankan dibawah lesi.

Table 1. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inklomplet

Karakteristik Lesi Komplet Lesi Inkomplet

Motorik Hilang dibawah lesi Sering (+)

Protopatik (nyeri,suhu) Hilang dibawah lesi Sering (+)

Propioseptik (joint position,

vibrasi)

Hilang dibawah lesi Sering (+)

Sakral sparing

- Anal reflex

- Sadde hipertensi

- Tao reflex (untuk

mencukupi posisi

dan arah)

Negative Positif

Ro. Vertebra Sering fraktur, luksasi atau

listesis

Sering normal

Cedera medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan

ada atau tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Terdapat 5 sindrom utama cedera

medulla spinalis inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Assocation yaitu :

1. Cetral Cord Syndrome

2. Anterior Cord Syndrome

3. Brown Sequard Syndrome

4. Cauda Equina Syndrome, dan

5. Conus Medullaris Syndrome

12

Page 13: REFERAT MYELORADICULOPATHY

6. Lee, menambah lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu

Posterior Cord Syndrome.

Central Cord Syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah cedera hiperekstensi. Sering

terjadi pada individu diusia pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi

yang paling sering adalah medulla spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra

C4-C6. Sebagai kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang. Mekanisme

terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medulla spinalis oleh ligamentum flavum

di posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medulla

spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak

yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome,bagian yang paling menderita gaya

trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang

ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen dibawah dan diatas titik pusat cedera.

Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yag lebih prominen pada

ekstermitas atas disbanding ektermitas bawah. Pemulihan fungsi ekstermitas bawah

biasanya lebih cepat, sementara pada ekstermitas atas sangat sering dijumpai

disabilitas neurologic permanent. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera

paling sering adalah VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medulla spinalis C6

dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan

permanen yang unilateral.

Table 2. Komarasi Karakteristik Klinik Sindrom Cedera Medulla Spinalis

Karakteristik

Klinik

Central Cord

Syndrome

Anterior

Cord

Syndrome

Brown

Sequard

Syndrome

Posterior

Cord

Syndrome

Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat jarang

Biomekanika Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi

Motorik Gangguan

bervariasi,

jarang paralisis

komplet

Sering

paralisis

komplet

(gangguan

Kelemahan

anggota gerak

ipsilateral lesi,

gangguan

Gangguan

bervariasi,

gangguan

tactus

13

Page 14: REFERAT MYELORADICULOPATHY

tractus

descenden)

biasanya

bilateral

tractus

desencenden

(+)

descenden

ringan

Protopatik Gangguan

bervariasi tidak

khas

Sering hilang

total

Sering hilang

total

Gangguan

bervariasi

biasanya

ringan

Propioseptik Jarang sekali

terganggu

Biasanya utuh Hilang total

ipsilateral,

gangguan

tactus

ascenden

Terganggu

Perbaikan Sering nyata

dan cepat, khas

kelemahan

tangan dan jari

menetap

Paling buruk

diantara

lainnya

Fungsi buruk,

namun

independensi

paling baik

NA

2.3.2 Radikulopati

2.3.2.1 Radikulopati Lumbar

Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang

disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati

lumbar sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri

punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.

2.3.2.2 Radikulopati Servikal

Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan

kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati

servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.

2.3.2.3 Radikulopati Torakal

14

Page 15: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf

pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok

seperti pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih

jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan

pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.

2.4 ETIOLOGI

Penyebab dari medulla spinalis, disebabkan karena trauma pada spinal menyebabkan

penurunan sensasi dan paralisis, trauma dapat terjadi akibat kecelakaan, olahraga. Kondisi

degenerative dapat menyebabkan gangguan ini dengan variasi derajat kehilangan sensasi dan

kemampuan mobilisasi dan koordinasi. Penyebab lainnya antara lain hernia diskus yaitu

pengurangan diameter kanala tulang belakang dan kompresi sum-sum tulang belakang,

instabilitas spinal, kongenital stenosis. Degenerasi akibat penuaan tulang belakang dan sistem

peredaran darah juga menjadi penyebab mylopati.

Selain itu masalah pada vertebra, sehingga diskus infertebral dapat menjadi kolaps,

terbentuknya osteofit pada saluran saraf dan mengurangi luas kanalis spinalis yang ada dan

meningkatkan permukaan penahan beban pada tulang dan area itu mengurangi kekuatan

efektif yang ad. Selain pembentukkan osteofit yang berlebihan, ligamentum tulang dapat

menjadi kaku dan dapat menyebabkan kompresi langsung pada tulang belakang dan

mengakibatkan myelopati.

Penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif, proses inflamasi, dan proses

degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses patologis.

1. Proses Kompresif

Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :

a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus

b. Dislokasi traumatik

c. Fraktur kompresif

d. Skoliosis

e. Tumor medulla spinalis

f. Neoplasma tulang

15

Page 16: REFERAT MYELORADICULOPATHY

g. Spondilosis

h. Spondilolistesis dan Spondilolisis

i. Stenosis spinal

j. Spondilitis tuberkulosis

k. Spondilosis servikal

2. Proses Inflamasi

Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :

a. Guillain–Barré syndrome

b. Herpes Zoster

3. Proses Degeneratif

Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah Diabetes

Mellitus.

2.5 PATOFISIOLOGI

Pada myelopati dalam kondisi normal diskus merupakan penyerap getaran dan dapat

menangani tekanan gravitasi dan stress akibat pekerjaan sehari-hari. Seiring dengan

bertambahnya usia maka diskus akan kehilangan konsentrasi air dan akan berakibat

berkurangnya kemampuan untuk menyerap goncangan. Perubahan pertama adalah

munculnya annulus, penyembuhan annulus menimbulkan jaringan parut yang lebih lemah

dibandingkan jaringan normal. Trauma yang berulang adanya annulus menyebabkan

terjadinya penurunan elastisitas diskus dan tidak dapat berfungsi efektif sebagai penyerapan

getaran. Perubahan terus menerus pada diskus menyebabkan diskus kolaps, jarak invetebra

menjadi sempit sehingga mempengaruhi persendian antar vertebra. Seiring dengan waktu

pada vertebra terjadi proses penipisan dan perubahan osteoarthritis, osteofit akan muncul

pada vertebra ataupun persendiaan vertebra. Osteofit akan menyebabkan penekanan pada

saraf dan akar saraf.

16

Page 17: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Pada radykulopati Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis :

Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering

terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan bagian

atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat.

Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa

remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus.

Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior, medial, atau ke

lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.

Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks. Protusi

diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma

sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit.

Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi

penebalan dari ligamentum flavum.

Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra

lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk “trefoil

axial shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis

kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.

Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan degeneratif

dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

2.6 TANDA DAN GEJALA

Myelopati biasanya berkembang secara diam dan perlahan serta mulai terjadi saat

mulai menurunkan aktifitas sehingga sulit dideteksi. Myelopati sering kali disalah artikan

sebagai masalah sendi, sebab myelopati menunjukan gejala mirip masalah sendi antara lain

mulai diketahui ketika seseorang mulai kesulitan dalam koordinasi, berjalan seperti naik

turun pada tangga, nyeri daerah leher, kelemahan.

Lesi UMN :

Kerusakan pada kolumna putih lateralis medulla spinalis dapat menimbulkan tanda-

tanda lesi neuron motoric atas (UMN). Tanda ini meliputi paralisis atau paresis yang sifatnya

spastik, kadang disertai oleh otot-otot yang atrofi, reflek tendon heperaktif, reflex superfisial

berkurang atau menghilang dan reflek patologik sebagai reaksi terhadap oenarikan diri

17

Page 18: REFERAT MYELORADICULOPATHY

(withdrawal) terutama reflek plantar ekstensor (Babinski) dapat ditemukan. Lesi UMN

menujukan gejala parese, spatis, tonus meninggi, hiperefleksia, reflex patologis meningkat,

reflex fisiologis meningkat, dan atropi (-).

Lesi LMN :

Lower motor neuron (LMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal

dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.

Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem

neuromuscular tubuh. Sistem ini yangmemungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara

terencana dan terukur.1

Komponen LMN bermula pada sel-sel motorik (motoneuron<) di kornu anterior,

berlanjut sebagai akson yang memasuki radiks anterior saraf spinalis.

Dibagian distal pada konus, segmen-segmen medula spinalis dapat katakan

berhimpit-himpitan, di mana jaras kortikospinalis anterior tinggal sedikit , sehingga dapat

dikatakan bahwa bahwa lesi pada segmen tersebut akan menimbulkan kelumpuhan tipe

LMN.

Medula Spinalis bila dilihat penampang melintangnya tampak simetris, demikian pula letak

bangunan-bangunan di dalamnya. Untuk dapat memahami perjalanan sesuatu proses

patologis di medula spinalis, letak dan fungsi bangunan-bangunan tersebut harus dipahami

benar-benar. Proses patologis yang berawal didaerah sentral akan memberikan gejala klinis

yang berbeda dengan apabila proses tersebut berawal di daerah tepi (permukaan) Medula

Spinalis . Demikian juga mengenai arah perluasan prosesnya: proses yang berkembang dari

daerah sentral kedorsal akan memberikan gejala klinis yang berbeda dengan apabila proses

tersebut berkembang ke lateral/ventral.

Disamping hal-hal tersebut di atas, tentunya perlu dipahami pula mengenai jaras-

jaras yang asenden, khususnya yang membawa rangsang sensibel, serta hal penataan

dermatom pada tubuh yang penting artinya untuk penentuan letak atau tingginya suatu lesi.

18

Page 19: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Perbedaan Lesi UMN dan LMN

Tanda-tanda UMN LMN

Reflex Fisiologis Meningkat Menurun-hilang

Reflex Patologis + -

Tonus Hipertonus Hipotonus

Atrofi Tidak ada Atrofi

Fasikulasi - +

Klonus + -

2.7 MANIFESTASI

Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang

leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien sering mengatakan takut kalau

leher atau punggungnya patah. Cedera saraf spinal dapat menyebabkan gambaran paraplegia

atau quadriplegia. Akibat dari cedera kepala bergantung pada tingkat cedera pada medulla

dan tipe cedera.

Tingakat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan motorik

bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik bagian bawah mengalami paralysis sensorik

19

Page 20: REFERAT MYELORADICULOPATHY

dan motorik otak, kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar (biasanya terjadi retansi

urin dan distensi kandung kemih , penurunan keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan

tekanan darah diawali dengan retensi vaskuler perifer. Pada pernapasan timbul gejala napas

pendek,kekurangan O2,sulit bernapas,dan timbul tanda pucat,sianosis.

2.8 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting

memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada

pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :

Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan

saraf perifer dan segmental.

Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan spasme

otot).

Perubahan refleks.

Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya

neoplasma dan infeksi di luar vertebra.

Pada kasus-kasus myelopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan hal yang

sangat penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis pada pasien cedera medulla spinalis

mengacu pada pada panduan dari American Spinal Injury Association/ASIA.

Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Assosiation)

Grade A : motoris (-), gangguan sensoris (-), termasuk pada segmen sacral.

Grade B : hanya gangguan sensoris (-)

Grade C : motoris (+) dengan kekuatan otot < 3

Grade D : motoris (+) dengan kekuatan otot > 3

Grade E : motoris dan gangguan sensorial normal

Cidera medulla spinalis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi cedera, antara lain:

1. Cidera servikal

Lesi C1-C4 : otot trapezius, strernomastoideus dan otot plasma masih

berfungsi. Otot diagfragma dan intercostal mengalami paralisis dan tidak ada

gerakan involunter. Dibawah transaksi spinal tersebut, kehilangan sensori pada

tingkat C1-C3 meliputi oksipital, telinga, dan beberapa daerah wajah. Pasien

pada quadriplegia C1, C2, dan C3 membutuhkan perhatian penuh karena

20

Page 21: REFERAT MYELORADICULOPATHY

ketergantungan pada/terhadap ventilator mekanis. Pasien ini juga

ketergantungan semua kebutuhan sehari-harinya. Quadriplegia pada C4

mungkin juga membutuhkan ventilator mekanisme tetapi dapat dilepas. Jadi

penggunaanya secara intermitten saja.

Lesi C5 : bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi

diagfragma rusak sekunder terhadap pascatrauma akut. Paralisis intertinal dan

dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernafasan. Quadriplegia pada

C5 biasanya mengalami ketergantungan dalam melakukan aktifitas seperti

mandi, menyisir rambut, mencukur tetapi pasien mempunyai koordinasi

tangan dan mulut yang baik.

Lesi C6 : pada lesi segmen C6, distress pernafasan dapat terjadi karena

paralisis interstinal dan edema asenden dari medulla spinalis, biasanya terjadi

gangguan pada otot bisep, trisep, deltoid, dan pemulihannya tergantung pada

perbaikkan posisi lengan. Umumnya pasien masih dapat melakukan aktivitas

hygiene secara mandiri, bahkan masih dapat memakai dan melepas baju.

Lesi C7 : memungkinkan otot diagfragma dan aksesoris untuk

mengkompresasi otot abdomen dan intracostal. Pemindahan mandiri, seperti

berpakaian dan melepas pakaian melalui ekstremitas atas dan bawah, makan,

mandi, pekerjaan rumah yang ringan dan memasak.

Lesi C8 : hipotensi postural bias terjadi bila pasien ditinggikan pada

posisi duduk karena kehilangan kontrol vasomotor. Hipotensi postural dapat

diminimalkan dengan pasien berubah secara bertahap dari berbaring ke posisi

duduk. Quadriplegi C8 harus mampu hidup mandiri, mandiri dalam

berpakaian, melepaskan pakaian, mengemudikan mobil, merawat rumah, dan

perawatan diri.

2. Cidera thorakal

Lesi T1-T5 : lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernafasan dengan

diafragmatik. Fungsi inspirasi paru meningkat sesuai tingkat penurunan lesi pada

21

Page 22: REFERAT MYELORADICULOPATHY

thoraks. Hipotensi postural biasanya muncul. Timbul paralisis parsial dari otot

adductor pollici, interoseus, dan ototlumrikal tangan, seperti kehilangan sensori

sentuhsn, nyeri dan suhu.

Lesi T6-T12 : lesi pada tingkat T6 menghilangkan semua reflex abdomen,

dari tingkat T6 ke bawah, segmen-segmen individual berfungsi, dan pada tingkat

12, semua reflex abdominal ada. Ada paralisis spastik pada tubuh bagian bawah.

Pasien dengan lesi pada tingkat torakal harus berfungsi secara mandiri.

Batas atas kehilangan sensori pada lesi thorakal adalah :

T2 : seluruh tubuh sampai sisi dalam dari lengan atas.

T3 : aksilla.

T5 : putting susu.

T6 : prosesus xifoid.

T7, T8 : margin kostal bawah.

T10 : umbilicus.

T12 : lipat paha.

Cidera lumbal

3. Cidera lumbal

Kehilangan sensori lesi pada lumbal, antara lain:

Lesi L1 : semua area ekstermitas bawah, menyebar ke lipat paha dan bagian

belakang dari bokong.

Lesi L2 : ekstermitas bagian bawah kecuali sepertiga atas aspek anterior paha.

Lesi L3 : ekstermitas bagian bawah dan daerah sandel.

Lesi L4 : sama dengan L3, kecuali aspek anterior paha.

Lesi L5 : aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstermitas bawah dan

daerah sadel.

4. Cidera sacral

22

Page 23: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari

telapak kaki. Dari S3-S5, tidak terdapat paralisis dari otat kaki. Kehilangan sensasi

meliputi area sadel, skrotum, danglans penis, perineum, area anal, dan sepertiga

aspek posterior paha.

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Servikal

Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan :

1. Terbatasnya “range of motion” leher.

2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).

3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan menekan

kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke

lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan foramen

intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebra

yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.

Lhermitte’s Test

4. Tes Distraksi

Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian

terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi

penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.

23

Page 24: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Distraction Test

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar

1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.

b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi)

pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap

ekstensi.

c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).

d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan

stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).

e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum

timbul rasa sakit dan tahanan.

f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum

tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada

radikulopati lumbal).

2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s Sign)

Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai

dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki

(Sicard’s Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial

menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan

Sicard’s sign disebut Spurling’s sign.

24

Page 25: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Lasegue’s Sign (SLR’s Test)

a) Bragard’s sign b) Spurling’s sign

3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test

Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes positif

bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih

besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).

4. Nerve Pressure Sign

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)

kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.

b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea

hingga pasien mengeluh adanya nyeri.

c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau

sepanjang nervus iskiadikus.

25

Page 26: REFERAT MYELORADICULOPATHY

5. Naffziger Tests

Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan

harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi

vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan

40 mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan

tekanan intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal,

dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang

menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri

radikular pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan

berbaring atau berdiri.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.9.1 Radiografi atau Foto Polos Roentgen

Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan

struktural.

2.9.2 MRI dan CT-Scan

MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan

diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis

dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan

degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan

dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran

hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan

prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan

structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.

CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan

baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra.

Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi

herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.

2.9.3 Myelography

Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen

osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan

26

Page 27: REFERAT MYELORADICULOPATHY

penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes

preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.

2.9.4 Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)

NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk

menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.

Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks

saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis,

maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.

2.9.5 Laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase

alkali/asam, dan kalsium.

Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

2.10 PENATALAKSANAAN

Terapi pada cedera medulla spinalis terutama ditunjukkan untuk meningkatkan dan

mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medulla spinalis komplet

yang hanya memilki peluang 5% untuk kembali normal lesi medulla spinalis komplet yang

tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya

buruk.

Cedera medulla spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik.

Apabila fungsi sensoris dibawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali beijalan

adalah lebih dari 50%(7).

Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medulla

spinalis traumatik dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di amerika

Serikat.Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cedera medulla spinalis

traumatik masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi. Kajian

oleh Braken dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa methilprednisolon dosis tinggi

27

Page 28: REFERAT MYELORADICULOPATHY

merupakan satu -satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3

sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai rerapi cedera medulla spinalis traumatik.9

Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera

medulla spinal is. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikeijakan

seawall mungkin.Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range

ofMovement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot - otot yang ada.

Pasien dengan Central Cord Syndrome/ CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot

ektremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak(9).

Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi

ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari - hari/ activities of

dailyliving (ADL).Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan

alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien(9).

Penelitian prospektif selama 3 tahun(9) menunjukkan bahwa suatu program rehabilitasi

yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan kandung

kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status fungsional pada

penderita cedera medulla spinalis.

Terapi pada radiculopathy

1. Terapi Non Farmakologi

a. Akut :

- Imobilisasi

- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)

- Pemijatan

- Traksi (tergantung kasus)

- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)

b. Kronik

- Terapi psikologis

- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)

- Latihan kondisi otot

- Rehabilitasi vokasional

28

Page 29: REFERAT MYELORADICULOPATHY

- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

2. Terapi Farmakologi

- NSAIDs

Contoh : Ibuprofen

Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara

menurunkan sintesis prostaglandin

Dosis dan penggunaan :

Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800

mg IV setiap 6 jam jika dibutuhkan

- Tricyclic Antidepressants

Contoh : Amitriptyline

Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau

norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan

konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri

kronis dan neuropatik tertentu.

Dosis dan penggunaan :

Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari

- Muscle Relaxants

Contoh : Cyclobenzaprine

Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral

dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang

mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.

Dosis :

Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

- Analgesik

Contoh : Tramadol (Ultram)

Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah

persepsi serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake

norepinefrin dan serotonin

Dosis :

29

Page 30: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika

diperlukan

- Antikonvulsan

Contoh : Gabapentin (Neurontin)

Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari

penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA),

yang mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.

Dosis :

Dewasa : Neurontin

Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari

Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)

Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

3. Invasif Non Bedah

- Blok saraf dengan anestetik local

- Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi

pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf

2.10 PROGNOSIS

Sebuah penelitian prostektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata

harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah di banding populasi normal.

Penurunan rata - rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab

kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli

paru, septikemia, dan gagal ginjal.

Penelitian Muslumanoglu dkk, terhadap 55 pasien cedera medulla spinalis

traumatic 37 pasien dengan lesi inkomplet selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien

dengan cedera medulla spinalis inkomplit akan mendapatkan perbaikan motorik,

sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama.

Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula Spinalis tanpa kelainan

radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar menunjukkan

hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan adanya edema.

30

Page 31: REFERAT MYELORADICULOPATHY

Seluruh pasien dikelola secara konservatif, dengan hasil: 1 orang meninggal dunia, 15

orang mengalami perbaikan dan 1 orang tetap tetraplegia.

Pemulihan fungsi kandungan kemih baru akan tampak pada 6 bulan pertama pasca

trauma pada cedera medula spinalis traumatik. Curt dkk mengevaluasi pemulihan fungsi

kandung kemih 70 penderita cedera medula spinalis, hasilnya menunjukkan bahwa

pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien pada 6 bulan pertama. Skor

awal ASIA berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih.

Prognosis penyakit myeloradikulopati yaitu:

- Quo ad vitam : dubia ad malam karena penyakit ini dapat mengancam hidup

jika diobati dan pengobatannya dilakukan tidak menyeluruh, tekun dan

konsisten.

- Quo ad functionam : dubia ad malam karena pada penyakit ini fungsi-fungsi

belum tentu dapat kembali normal apabila diobati dengan benar.

- Quo ad sanationam : malam karena penyakit ini tidak dapat sembuh sempurna.

31

Page 32: REFERAT MYELORADICULOPATHY

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Myeloradiculopathy adalah kerusakan atau gangguan atau trauma pada medula spinalis

dan gangguan pada akar medula spinalis (Radiks). Trauma pada medula spinalis adalah

cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari

ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya

3.2 Saran

Pemenuhan fasilitas kesehatan terkait alat - alat penunjang diagnostik terutama berupa

alat -alat neuroimaging sebaiknya mendapat perhatian khusus.Selain dapat menunjang

ketepatan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, dapat juga meningkatkan

deteksi dini adanya lesi komplet atau tidak komplet (keseluruhan atau sebagian dari

tulang belakang) yang secara bermakna dapat menurunkan angka mortalitas akibat

penyakit ini.

32