referat mushroom poisoning
DESCRIPTION
Keracunan makanan (Jamur)TRANSCRIPT
Referat
Mushroom Poisoning
Oleh:
Sukamto
NIM: 1408465568
Pembimbing:
dr. Deddy Satriya Putra, Sp.A (K)
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Keracunan adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan, inhalasi atau kontak langsung yang menimbulkan tanda dan
gejala klinis yang khas. Pada dasarnya semua zat kimia dapat menimbulkan
keracunan tergantng pada jumlah dan cara masuknya ke dalam tubuh.
Keracunan pada bayi dan anak adalah keadaan gawat darurat medik dan
keterlambatan bertindak akan membawa akibat fatal. Keracunan dapat dibagi
menjadi keracunan bahan kimia, keracunan makanan, keracunan tanaman dan
gigitan hewan berbisa.1
Salah satu bentuk keracunan pada makanan adalah keracunan pada jamur.
Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam bebas
terutama muncul pada waktu musim penghujan atau di tempat lembab lainnya.
Banyak sekali jamur yang dimakan manusia dan sebanyak itu pula yang
mengandung racun, yang kadar dan jenisnya tergantung pada jenis, musim, letak
geografik, umur tanaman, serta proses memasaknya.1,2
Cara menentukan satu jenis jamur apakah dapat dikonsumsi sangatlah
sulit. Ada beberapa jenis racun/toksin pada jamur beracun.dan menyebabkan
bermacam-macam dampaknya pada kesehatan manusia, yaitu Amatoxin/Amanatin
(Cyclopeptida), Gyromitrin, Orellanine, Ibotenic Acid, Muscimol, Psilocybin,
Coprine.2 Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan dari keracunan jamur berupa
manifestasi pada saluran cerna, manifestasi pada saluran kemih/ginjal, dan
sindroma neuropsikiatrik. Kebanyakan keracunan pada jamur hanya menimbulkan
manifestasi keracunan ringan dan sedang, tetapi ada beberapa jamur yang dapat
menyebabkan gejala keracunan berat dan kematian.1,3
Diagnosis keracunan jamur biasanya ditentukan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis dan pemeriksaan jenis racunnya sendiri. Prinsip pengobatan
keracunan secara umum adalah Menentukan secepat mungkin penyebab
keracunan, mengeluarkan racun dari lambung, dengan cara membuat penderita
muntah atau tindakan bilas lambung, pemberian antidotum yang sesuai serta
pengobatan simptomatik dan suportif.1,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip penatalaksanaan terhadap racun yang tertelan5
Dekontaminasi lambung (menghilangkan racun dari lambung) efektif bila
dilakukan sebelum masa pengosongan lambung terlewati (1-2 jam, termasuk
penuh atau tidaknya lambung).5
Keputusan untuk melakukan tindakan ini harus mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian (risiko) yang mungkin terjadi akibat tindakan
dekontaminasi dan jenis racun. Dekontaminasi lambung tidak menjamin semua
bahan racun yang masuk bisa dikeluarkan, oleh karena itu tindakan dekontaminasi
lambung tidak rutin dilakukan pada kasus keracunan.
Kontra indikasi untuk dekontaminasi lambung adalah:
~ Keracunan bahan korosif atau senyawa hidrokarbon (minyak tanah, dll) karena
mempunyai risiko terjadi gejala keracunan yang lebih serius
~ Penurunan kesadaran (bila jalan napas tidak terlindungi).
Periksa anak apakah ada tanda kegawatan dan periksa gula darah
(hipoglikemia).
Identifikasi bahan racun dan keluarkan bahan tersebut sesegera mungkin. Ini
akan sangat efektif jika dilakukan sesegera mungkin setelah terjadinya
keracunan, idealnya dalam waktu 1 jam pertama pajanan.
Jika anak tertelan minyak tanah, premium atau bahan lain yang mengandung
premium/minyak tanah/solar (pestisida pertanian berbahan pelarut minyak
tanah) atau jika mulut dan tenggorokan mengalami luka bakar (misalnya
karena bahan pemutih, pembersih toilet atau asam kuat dari aki), jangan
rangsang muntah tetapi beri minum air.
Jika anak tertelan racun lainnya Berikan arang aktif (activated charcoal) jika
tersedia, jangan rangsang muntah. Arang aktif diberikan peroral dengan atau
tanpa pipa nasogastrik dengan dosis seperti pada Tabel 1. Jika menggunakan
pipa nasogastrik, pastikan dengan seksama pipa nasogastrik berada di lambung.
Tabel 1. Dosis arang aktif5
Usia Dosis Arang AktifAnak sampai usia 1 tahun 1 g / kgbbAnak umur 1 tahun sampai 12 tahun 25 – 50 gRemaja dan dewasa 25 – 100 g
Larutkan arang aktif dengan 8-10 kali air, jika mungkin berikan sekaligus, jika anak tidak suka dapat diberikan secara bertahap.
2.2 Keracunan Jamur (Mushroom Poisoning)
2.2.1 Definisi
Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam
bebas terutama muncul pada waktu musim penghujan atau di tempat lembab
lainnya. Banyak sekali jamur yang dimakan manusia dan sebanyak itu pula yang
mengandung racun, yang kadar dan jenisnya tergantung pada jenis, musim, letak
geografik, umur tanaman, serta proses memasaknya.1,2
2.2.2 Identifikasi6
Identifikasi jenis jamur beracun sulit untuk dilakukan dan tidak terlalu
bermakna dalam tatalaksana pertama pasien dengan keracunan jamur. Kerjasama
yang baik dengan ahli mikologis. Walaupun identifikasi jamur bisa dilakukan,
konsentrasi toksin dapat sangat bervariasi tergantun pada spesies jamu, musim,
dan bagian tertentu dari jamur yang tertelan. Prognosis juga tergantung pada usia,
waktu dari konsumsi untuk munculnya gejala, dan cepatnya menerima
penanganan kesehatan.6
2.2.3 Klasifikasi dan penatalaksanaan
Keracunan jamur dapat dikelompokkan menjadi tujuh jenis (Tabel 2), dua
jenis keracunan
dengan onset gejala
lambat, dan lima
jenis keracunan
dengan onset gejala
cepat. Klasifikasi ini
didasarkan pada
keracunan jamur
jenis jamur tunggal,
apabila keracunan jamur campuran (lebih dari satu jenis) bisa memprovokasi
kedua gejala baik gejala onset cepat maupun gejala onset lambat.4
Tabel 2. Tujuh grup racun jamur yang biasanya terkonsumsi4
Grup 1 – Cyclopeptide (Amatinin)
Cyclopeptide mengandung amatoxins, phallotoxins dan virotoxins.
Setidaknya 5 subtipe amatoxins diketahui, satu-satunya racun alpha-amatoxin
yang menghambat RNA polimerase II dan sintesis protein. Alpha-amatoxin cepat
diserap oleh saluran pencernaan dan dapat mengalami resirkulasi enterohepatik.
Racun ini diekskresikan dalam urin dan dapat dideteksi dalam muntahan dan
kotoran pasien. Kerusakan hepatoseluler mungkin disebabkan oleh pembentukan
intermediet radikal bebas.4,7
Phalloides Amanita, Amanita virosa, Amanita verna, Amanita bisporigera,
Galerina autumnalis, dan Galerina sulcipes adalah jamur yang paling umum
terlibat dalam kerusakan hati dan kematian di antara jamur yang mengandung
amatoxin.3,7
Grup Racun Jamur
1 Cyclopeptide (Amanitin)
2 Gyromitrin (Monomethylhydrazine)
3 Coprine
4 Muscarine
5 Ibutenic Acid – Muscimol
6 Psilocybin
7 Iritasi Gastrointestinal
Keracunan yang disebabkan amatoxins memiliki karakteristik dengan
periode laten yang panjang 6 – 24 jam dimana selama itu korban tidak
menunjukkan tanda-tanda keracunan. Gejala keracunan terdiri dari empat fase:2
a. Fase laten/tidak menunjukkan gejala (<24 jam dan biasanya 12 jam setelah
tertelan)
b. Fase gastrointestinal (6 – 24 jam setelah tertelan) : rasa nyeri perut, muntah,
diare yang berair, hypovolemia, gangguan elektrolit, gangguan asam basa,
penurunan masa protrombin.
c. Period of well-being (24 – 48 jam setelah tertelan) : fungsi hati dan ginjal
menurun.
d. Fase hepatik (3 – 5 hari setelah tertelan) : peningkatan LFT/Liver Function Test
(gangguan fungsi hati), gagal hati akut dan ginjal akut.
Tatalaksana pada keracunan jamur
grup ini mencakup tatalaksana umum dan
tatalaksana khusus seperti pada tabel 3.4
Tabel 3. Tatalaksana pada
keracunan cyclopeptide (Grup 1)4
Tatalaksana TindakanUmum - Pemberian arang aktif 30-100 g tiap 6 jam selama 72 jam
- Menjaga urin output yang adekuat dengan pemberian cairan dan furosemid
- Monitor balance cairanKhusus - Pemantauan fungsi hati dan fungsi ginjal
- Perbaikan fungsi hati – pemberian laktulosa, neomicin, Vitamin K, thiamin
- Perbaikan fungsi ginjal – furosemide, dialisis, silibinin 20-50 mg/kbBB/hari
Gambar 1. Amanita phalloides
Grup 2 – Gyromitrin (Monomethilhidrazine)
Gyromitrin merupakan salah satu grup hidrazin yang mengikat protein,
banyak ditemukan pada genus Gyromitra. Toksin Gyromitrin (N -methyl-
Nformylhydrazone) terurai dengan cepat dalam lambung dan duodenum menjadi
asetaldehida dan N-methyl-N-formylhydrazine, melalui hidrolisis lambat diubah
menjadi monomethylhydrazine (MMH) dan hidrazin lainnya.
Monomethylhydrazine diyakini menjadi penyebab utama dari keracunan jamur
spesies Gyromitra esculenta (the false Morel) dan spesies Gyromitra lainnya
(Gyromitra gigas and G. fastigiata). MMH ini digunakan dalam bahan bakar
roket dan menyebabkan keracunan serupa pada pekerja industri penerbangan.2,4,7
Gejala keracunan biasanya muncul setelah 6 – 12 jam setelah tertelan :2,4,7
a. Periode laten (tidak menunujukan gejala keracunan) : <48 jam setelah tertelan
b. Gejala awal : 2-8 jam setelah terhirup uap jamur yang sedang dimasak, 6-24
jam setelah tertelan: kembung, mual, muntah, kram perut, diare berat
(yang mungkin berdarah).
c. Gejala akhir : vertigo, kehilangan koordinasi otot, demam, penyakit kuning,
kegagalan hati, methemoglobinemia, disfungsi ginjal, seizure, koma.
Pengobatan
dimulai dengan tindakan umum serupa dengan tatalaksana keracunan Amanita
(Tabel 3). Tatalaksana khusus adalah penggunaan piridoksin, 25 mg/kg secara
Gambar 2 Gyromitra esculenta
intravena, setiap hari, untuk membantu membalikkan penghambatan reaksi enzim
yang menggunakan piridoksal fosfat sebagai kofaktor.2,4,6
Grup 3 – Coprine
Genus Coprinus (Coprinus atramentarius, Coprinus cornatus, Coprinus
disseminatus, Coprinus micacues, Coprinus picaceus). Memproduksi toksin
coprine. Efek dari jamur ini tidak seperti jamur pada umumnya, efeknya akan
terlihat jika dikonsumsi bersamaan dengan alkohol (etanol) sedangkan jika
dikonsumsi secara tunggal tidak beracun. Keracunan juga dapat terjadi ketika
alkohol dikonsumsi sesaat sebelum mengkonsumsi coprine, bahkan ketika alkohol
dikonsumsi setelah 72 jam menelan coprine. Gejala keracunan akan terus
berlangsung selama alkohol masih ada di lambung korban. Korban akan sembuh
secara spontan jika alkohol dibebaskan.2
Keracunan Coprine-alkohol terbatas (2-4 jam) dan mungkin tidak
memerlukan pengobatan, tetapi langkah-langkah umum (seperti dengan Amanita)
harus dilakukan. Aritmia jantung dapat terjadi dan dapat diobati secara oral atau
intravena dengan propranolol; hipotensi diobati dengan cairan isotonik.4
Grup 4 – Muscarine
Muscarine/stimulan parasimpatis, adalah yang pertama toksin kimia yang
ditemukan dalam jamur dan pernah dianggap bahan beracun utama di sebagian
besar keracunan jamur. Atropin, berguna melawan toksin ini, dianggap obat
penawar untuk allmushroom intoksikasi. Bahkan, atropin seharusnya hanya
digunakan untuk kelompok toksin ini; penggunaannya dapat meningkatkan
keparahan keracunan dari kelompok jamur lain (misalnya, halusinogen
Amanita).3,4,7
Tatalaksana pada keracunan grup ini dengan tindakan pengobatan umum
seperti pada keracunan Amanita, cairan intravena dan atropin dapat diberikan.
Dosis atropin berkisar 0,5-1 mg diberikan secara intravena untuk orang dewasa,
diulang secara teratur, dan 0,05 mg/kg pada anak-anak. Pengobatan dititrasi untuk
mengontrol output dari sekresi.3-7
Grup 5 – Ibotenic acid – Muscimol
The Fly Agaric (Amanita muscaria) dan Panthercap (Amanita pantherina)
menghasilkan toksin Ibotenic Acid dan Muscimol, keduanya mengandung asam
yang dengan cepat dilepaskan dari tubuh jamur karena proses memasak dan
merebus, namun proses ini tidak menghilangkan semua zat beracun yang
dikandungnya atau tidak memperlihatkan toksisitas yang lebih rendah. Muscimol
5 kali lebih potensial dari Ibotenic Acid.2,7
Timbulnya gejala umumnya terjadi dalam 30-180 menit. Efek toksik bisa
berlangsung 12 jam. Pengaruh utama dari Ibotenic Acid dan Muscimol adalah
disfungsi sistem saraf pusat, biasanya depresi SSP. Diawali dengan gejala mual,
muntah, pusing, vertigo, ketiadaan koordinasi, mengantuk. Gejala-gejala ini
sering diikuti dengan kebingungan, ataksia, euforia mirip keracunan etanol. Gejala
berkembang menjadi aktifitas hiperkinetik, sentakan otot (muscle jerks), spasma
atau kram dan delirium.2,7
Hipereksitasi dengan euforia, agitasi, gangguan penglihatan, dan
halusinasi memerlukan pemberian klorpromazin untuk manajemen. Kejang
mungkin memerlukan diazepam. Atropin merupakan kontraindikasi.4
Grup 6 – Psilocybin
Genus Psilocybe, Panaeolus, Copelandia, Gymnopilus, Conocybe dan
Pluteus memproduksi toksin Psilocybin. Racun utama pada jamur Psilocybe yaitu
psilocybin, psilocin, baeocystin, norbaeocystin yang dapat melepaskan efek
neurotoksik mirip dengan LSD (d-lysergic acid) dengan struktur kimia yang
berkaitan erat dengan serotonin, pengaruhnya terutama pada susunan saraf pusat
(halusinasi) selain itu juga melepaskan beberapa efek pada saraf periferal.
Psilocybin berinteraksi dengan 5-HT (Serotonin) reseptor yang mengikat dengan
afinitas tinggi pada 5-HT2A dan tingkat lebih rendah pada 5-HT1A. Psilocybin,
psilocin, baeocystin, norbaeocystin tidak hilang dengan memasak jamur
tersebut.2,4,7
Gejala keracunan akan berkembang dalam kurun waktu 10 menit sampai 2
jam setelah tertelan:2,4,7
• 10-30 menit pertama akan timbul rasa gelisah, lemah, nyeri otot, dan rasa tidak
nyaman pada perut.
• 30-60 menit timbul visual efek/halusinasi dan distorsi persepsi,
berkeringat, kemerahan pada wajah, dan ketiadaan koordinasi.
• 60-120 menit semua gejala diatas menjadi sering muncul.
Group 7 – Iritasi Gastoenteric
Timbulnya gejala untuk iritasi gastroenteric yang cepat dapat memberikan
karakteristik untuk diagnosis. Gejala dimulai pada 30 menit sampai 2 jam, dengan
durasi 3-6 jam, seperti mual, muntah, sakit perut, dan diare yang bisa disertai
diare berdarah. Penanganan awal berupa tindakan dekontaminasi dan pemberian
arang aktif. Penanganan lanjutan berupa pengelolaan cairan dan elektrolit. Pasien
dengan gejala berat dirawat di rumah sakit untuk observasi dan pemberian arang
aktif.6,7
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Garna Herry, Hadinegoro Sri, Satari Hindra Irawan. Buku ajar
infeksi & pediatri tropis IDAI. Edisi Kedua. 2012. P506-509.
2. Keng Sheng Chew et all. Early Onset Muscarinic Manifestations after
Wild Mushroom Ingestion, Emergency Medicine Department, School of
Medical Sciencies, University Sains Malaysia, Malaysia. 2008
Available : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2657287
3. Henry JA. Management of poisoning. WHO Library Cataloguing in
Publication Data. 1997
4. James R Blackman. Clinical approach to toxin mushroom ingestion. J Am
Board Fam Pract 1994; 7:31-7
5. WHO. Buku saku pelayanan anak di rumah sakit – pedoman bagi rumah
sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. 2005
6. Sirange Gary et al. Mushroom poisoning in Pediatric emerngency
medicine. American College of Emergency Physicians. The McGraw-Hill
Companies, Inc. 1999
7. Horowitz B Zane et al. Mushroom toxicity. American College of Medical
Toxicology
Available : http://emedicine.medscape.com/article/167398