referat mbo

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian didefinisikan sebagai berhentinya seluruh fungsi tubuh secara irreversible. Sebelum ada teknologi modern, kematian terjadi ketika jantung berhenti berdetak dan napas berhenti (1). Namun kemudian berbagai teknik ditemukan untuk mempertahankan detak jantung dan pernapasan seperti teknik resusitasi jantung-paru dan penggunaan ventilator. Sehingga fungsi vital tubuh dapat dipertahankan walaupun otak telah mengalami kerusakan ireversibel dan tidak berfungsi. Oleh karena itu munculah persepsi baru yaitu kematian tidak lagi didefinisikan sebagai hilangnya fungsi jantung dan paru melainkan hilangnya fungsi otak (2). Otak merupakan organ vital tubuh yang mengatur seluruh fungsi tubuh. Oleh karena itu kematian pada otak bisa disamakan dengan kematian seluruh tubuh, walaupun mungkin jaringan tubuh lainnya masih bertahan (1). Kematian otak dapat diartikan sebagai hilangnya seluruh fungsi sereberum dan batang otak. Secara umum kematian otak ditandai dengan koma irreversible, hilangnya refleks batang otak dan apnue. Kematian otak harus didiagnosis secara akurat untuk menentukkan kapan pemberian bantuan hidup dihentikan dan waktu pengambilan suatu organ jika pasien tersebut ingin mendonorkan organ tersebut untuk transplantasi (3). Oleh 1

Upload: ichsani-tamaya

Post on 19-Feb-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mati batang otak

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Mbo

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kematian didefinisikan sebagai berhentinya seluruh fungsi tubuh secara irreversible.

Sebelum ada teknologi modern, kematian terjadi ketika jantung berhenti berdetak dan

napas berhenti (1). Namun kemudian berbagai teknik ditemukan untuk mempertahankan

detak jantung dan pernapasan seperti teknik resusitasi jantung-paru dan penggunaan

ventilator. Sehingga fungsi vital tubuh dapat dipertahankan walaupun otak telah

mengalami kerusakan ireversibel dan tidak berfungsi. Oleh karena itu munculah persepsi

baru yaitu kematian tidak lagi didefinisikan sebagai hilangnya fungsi jantung dan paru

melainkan hilangnya fungsi otak (2).

Otak merupakan organ vital tubuh yang mengatur seluruh fungsi tubuh. Oleh karena itu

kematian pada otak bisa disamakan dengan kematian seluruh tubuh, walaupun mungkin

jaringan tubuh lainnya masih bertahan (1). Kematian otak dapat diartikan sebagai

hilangnya seluruh fungsi sereberum dan batang otak. Secara umum kematian otak

ditandai dengan koma irreversible, hilangnya refleks batang otak dan apnue. Kematian

otak harus didiagnosis secara akurat untuk menentukkan kapan pemberian bantuan hidup

dihentikan dan waktu pengambilan suatu organ jika pasien tersebut ingin mendonorkan

organ tersebut untuk transplantasi (3). Oleh karena itu penting bagi tenaga medis untuk

mengetahui dan mengerti cara mendiagnosis kematian otak karena ini adalah kriteria

utama untuk menentukkan kematian seseorang selain dari berhentinya fungsi jantung dan

paru.

1.2. Tujuan Penulisan

Mengingat pentingnya pengetahuan tentang hal tersebut maka penulis mencoba

memaparkan tentang kematian otak yang penulis dapatkan dari berbagai sumber.

Penulisan makalah tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai

kematian otak secara singkat

1

Page 2: Referat Mbo

1.3. Manfaat Penulisan

Pada penulisan makalah ini penulis berharap dapat memberikan pengetahuan

pada pembaca mengenai kematian otak secara lebih mendalam.

2

Page 3: Referat Mbo

BAB II

ISI

2.1. Definisi

Kematian otak (Brain Death) adalah hilangnya seluruh fungsi otak secara irreversible,

termasuk batang otak (4). Terdapat 3 tanda penting pada kematian otak yaitu coma

unresponsif, hilangnya refleks batang otak dan apnu. Evaluasi kematian otak sebaiknya

sangat dipertimbangkan pada pasien yang menderita kerusakan otak berat yang

irreversibel Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak

diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks

batang otak dan tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat (3).

2.2. Etiologi

Penyebab dari kematian otak adalah kerusakan akut dan irreversible dari system saraf

pusat yang pada umumnya disebabkan oleh iskemia, trauma dan hipoksia. Selain itu

kerusakan otak yang luas dan permanen juga dapat disebabkan oleh infeksi dan tumor.

Kondisi medis yang rumit seperti ganguan elektrolit atau asam basa berat serta

intoksikasi obat berat harus dikoreksi terlebih dahulu agar hasil evaluasi kematian otak

akurat. Karena kondisi-kondisi merupakan penyebab koma dan henti napas yang

reversibel (1)

2.3. Patofisiologi

Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat tekanan

intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK meningkat

mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral (TPS) mendekati

nol, maka perfusi serebral akan terhenti yang kemudian akan menyebabkan kerusakan

sitotoksik permanen pada jaringan neuronal intrakranial (2)

3

Page 4: Referat Mbo

Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata

sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Penghentian aliran darah ke

otak secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10

detik. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang

kemudian langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang

terhenti untuk menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel

(5).

2.4. Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis kematian otak adalah (6):

a. Tidak bereaksi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive coma).

Ditandai dengan hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi dan

dekortikasi

b. Hilangnya kemampuan bernapas spontan.

c. Hilangnya refleks batang otak.

d. EEG datar.

2.5. Langkah-Langkah Penentuan Kematian Otak

1. Identifikasi riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan untuk mengetahui

penyebab jelas dari disfungsi otak

Penentuan kematian otak membutuhkan identifikasi dari penyebab terdekat

dan koma irreversibel. Penentuan ini dapat melalui hasil anamesis,

pemeriksaan fisik, neuroimaging dan tes laboraturium. Penyebab potensial

hilangnya fungsi otak ireversibel adalah cedera kepala berat, intraserebelar

hipertensif hemoragik, perdarahan aneurisma subaraknoid, hipoksia-iskemia

otak dan kegagalan hati fulminant (3).

2. Eksklusi kondisi-kondisi yang mungkin mengacaukan pemeriksaan fungsi

kortikal atau batang otak (3).

Kondisi-kondisi yang dapat mengacaukan diagnosis klinis kematian otak

adalah sebagai berikut :

4

Page 5: Referat Mbo

a. Shock atau hypotensi (tekanan sistolik < 100 mmHg atau mean arterial

pressure < 65 mmhg)

b. Hipotermia (temperature < 32o C)

c. Obat yang mempengaruhi fungsi neuromuscular dan test

electroencephalographic, seperti obat anestesi, obat neuroparalitic, obat

hipnotik , barbiturate, benzodiazepine dan alcohol

d. Penyakit yang memblokade fungsi neuromuscular seperti Gullian-barre

syndrome

e. Gangguan elektrolit dan endokrin yang berat seperti Ensefalopathy yang

disebabkan gagal hati, uremia dan koma hiperosmolar

3. Lakukan pemeriksaan neurologis. Komponen pemeriksaan tersebut ialah

sebagai berikut :

a. Pemeriksaan kesadaran

Pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk mengetahui apakah pasien dalam

keadaan koma. Koma unresponsive ditandai dengan tidak adanya respon

motorik terhadap stimulus nyeri. Stimulus nyeri diberikan adalah stimulus

nyeri standar seperti penekanan nervus supraorbita, sendi

temporomandibuler, pada manubrium sterni atau bantalan kuku pada jari.

Pada koma unresponsive tidak ditemukannya adanya respon motorik

seperti tidak adanya membuka atau bergeraknya mata, tidak ada gerakan

spontan, postur deserebrasi dan dekortikasi, kejang serta gemetaran

terhadapa ransangan nyeri tersebut (3).

Gambar 1 : tes rangsang nyeri

b. Pemeriksaan Refleks batang otak

Pada pasien mati otak reflex batang otak akan menghilang, berikut reflex-

refleks batang otak yang menghilang (7):

5

Page 6: Referat Mbo

a) Refleks pupil (nervus kranialis III)

Tidak terdapat respon terhadap cahaya atau refleks cahaya negatif baik

refleks cahaya langsung maupun reflex cahaya tidak langsung. Refleks

cahaya langsung adalah miosisnya pupil pada mata yang disenter.

Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual miosisnya

pupil pada mata yang tidak disenter (3). Ukuran pupil dapat midposisi

(4 mm) sampai dilatasi (9 mm) (2).

b) Refleks kornea (nervus kranialis III)

Pemeriksaan reflex kornea dilakukan dengan cara menyentuhkan ujung

kapas ke kornea. Reflex kornea negatif jika kedua mata tidak berkedip

saat kornea disentuh, sedangkan normalnya akan ada reflek berkedip (3)

(2).

c) Reflex oculochepalic (nervus kranialis III, IV dan VI)

Pemeriksaan reflex oculochepalic atau yang biasa dikenal dengan

respon doll’s eye ini dilakukan dengan menggerakkan kepala dengan

cepat 90o kearah kiri dan kanan dari posisi tengah. Pada pasien koma

yang tidak memiliki lesi di batang otak, normalnya mata akan

mengalami deviasi konjugasi kearah yang berlawanan. Sedangkan, pada

kematian otak tidak ada gerakan mata yang terlihat. Tes ini hanya dapat

dilakukan jika tidak terdapat trauma servikal (3) (2).

d) Reflex oculovestibuler (nervus kranialis III, IV dan VI)

Pemeriksaan reflex oculovestibuler dilakukan dengan memposisikan

kepala pada sudut 30o lalu mengirigasi liang telinga luar dengan 20-50

ml air dingin kemudian diobservasi. Pemeriksaan ini disebut dengan tes

kalori. Hasil tes ini negative jika setelah 1 menit diobservasi tidak

muncul gerakan mata. Pemeriksaan ini dilakukan pada kedua sisi liang

telinga dengan interval waktu 5 menit (3) (2).

e) Sensasi facial dan respons motorik fasial (aferen nervus kranialis V dan

efferent nervus kranialis VII)

Tidak adanya pergerakan otot fasial terhadap stimulus nyeri.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan melakukan penekanan dalam

pada condilus sendi temporomandibular atau penekanan dalam pada

6

Page 7: Referat Mbo

peninggian supraorbita. Hasilnya negative jika tidak didapatkan

pergerakan otot wajah atau meringis (3) (2).

f) Gag reflex dan Refleks faring (nervus kranialis IX dan X)

Pemeriksaan gag reflek dilakukan dengan memberikan stimulasi pada

faring posterior dengan spatel lidah jika positif maka akan timbul

refleks muntah, sebaliknya jika negative tidak timbul refleks muntah .

Sedangkan pemeriksaan reflex faring dilakukan dengan melihat apakah

ada respon batuk saat memasukkan kateter suction ke trakea. Hasilnya

negative jika tidak didapatkan adanya respon batuk (3) (2).

Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Batang Otak

Manifestasi berikut terkadang tampak namun tidak boleh diinterpretasikan

sebagai bukti adanya fungsi batang otak (8):

a. Kedutan pada wajah. Gerakan semi ritmik pada wajah yang

disebabkan oleh deinervasi saraf wajah.

b. Gerakan spontan ekstremitas selain dari respon fleksi atau ekstensi

patologis

c. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan

punggung, ekspansi interkosta tanpa volume tidal yang bermakna)

d. Berkeringat, kemerahan, takikardi

e. Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis, atau

peningkatan mendadak tekanan darah

7

Page 8: Referat Mbo

f. Babinski Abnormal. Respon fleksi pada sendi panggul, lutu dan

pergelangan kaki pada stimulasi kaki

4. Tes Apnue

Secara umum, tes apnue merupakan tahap akhir dalam menentukkan kematian

otak. Tes ini dilakukan setelah koma irreversible dan hilang reflex batang otak

ditegakkan Sebelum dilakukan tes apnue, tenaga medis harus memastikan

bahwa pasien dalam kondisi berikut ini (8) :

a. Suhu inti ≥ 36,5oC atau 97,7 o F

b. PaCO2 : 35-45 mmHg

c. PaO2 normal. Hal ini dapat dilakukan dengan pre-oksigenasi minimal

10 menit dengan oksigen 100 % sehingga PaO2 > 200 mmHg

d. Normotension : berikan cairan atau jika perlu vasopressor hingga

tekanan sistolik ≥ 100 mmHg atau mean arterial pressure ≥ 65 mmHg

Setelah keadaan-keadaan diatas terpenuhi tes apnue dapat dilakukan. Berikut

langkah-langkah tes apnue (8):

a. Sambungkan pulse oxymetri pada pasien dan lepaskan ventilator dari

pasien

b. Berikan O2 100 % ke dalam trakea dengan cara meletakkan kanula

setinggi carina.

c. Observasi secara seksama apakah ada gerakan pernapasan yaitu berupa

gerakan abdomen atau dada yang dapat menghasilkan volum tidal

ayang adekuat.

d. Periksa PO2, PCO2 dan pH setelah kira-kira 8 menit kemudian

sambungkan lagi ventilator pada pasien

e. Menentukkan hasil tes apnue :

i. Hasil Positif jika selama observasi tidak ditemukan gerakan

pernapasan dan PO2 arteri ≥ 60 mmHg atau PCO2 meningkat 20

mmHg diatas normal. Hal ini mendukung diagnosis kematian

otak.

8

Page 9: Referat Mbo

ii. Hasil Negatif jika selama observasi terdapat gerakan pernapasan

dan PO2 arteri < 60 mmHg dan peningkatan PCO2 < 20 mmHg.

Hal ini tidak mendukung diagnosis kematian otak

Gambar 3 : Tes Apnue

5. Tes Atropin

Tes atropin dilakukan untuk mengetahui aktivitas parasimpatis pada aktivitas

jantung pada pasien kematian otak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menginjeksikan 2 mg atropine pada pasien kemudian EKG pasien dimonitoring

terus-menerus selama 10 menit. Hasil tes atropine negative jika denyut jantung

tidak meningkat lebih dari 3 % dari perekaman EKG sebelumnya (2).

6. Pemeriksaan konfirmasi jika terdapat indikasi

Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan

pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan refleks

batang otak dan tes apnea dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa pasien

dengan kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium, instabilitas

kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya pemeriksaan

klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu dilakukan tes

konfirmatif (2).

Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung pada

pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian yang

mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain (9):

a. Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic

resonance, dan radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila

9

Page 10: Referat Mbo

tidak terdapat pengisian intraserebral (intracerebral filling) setinggi

bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi

b. Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan apabila

tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit

c. Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak

terdapat ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan atau vasculature,

bergantung teknik isotop (hollow skull phenomenon)

b. Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan

apabila tidak terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus

medianus

c. Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak

ditegakkan oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada

awal sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau reverberating

flow, mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi (very high

vascular resistance) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang

besar.

7. Dokumentasi

Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati batang otak,

bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti berdenyut (10).

Semua tahap penentuan kematian otak harus didokumentasikan dengan jelas di

rekam medis.. Hal-hal yang harus didokumentasikan adalah (11) :

a. Etiologi

b. Koma irreversible

c. Tidak adanya respon motorik terhadap nyeri

d. Tidak adanya refleks batang otak selama dua waktu pemeriksaan yang

terpisah minimal 6 jam

e. Tidak adanya respirasi dengan PCO2 ≥ 60 mmHg

f. Hasil dari tes konfirmasi yang digunakan

10

Page 11: Referat Mbo

Gambar 3 : contoh dokumentasi kematian otak

8. Penghentian bantuan cardio-respiratory

Setelah seseorang ditetapkan mati batang otak, maka semua terapi bantuan hidup

harus segera dihentikan. Dalam hal pasien merupakan donor organ, terapi

bantuan hidup diteruskan sampai organ yang dibutuhkan diambil (10).

11

Page 12: Referat Mbo

2.6. Faktor Perancu

Kondisi-kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang otak,

sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan pasti

hanya berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini pemeriksaan

konfirmatif direkomendasikan (8):

a. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat

b. Kelainan pada mata sebelumnya sebelumnya seperti kornea yang edem dan

kering serta trauma pada mata yang berat

c. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik,

antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi, atau agen blokade

neuromuskular

d. penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2

12

Page 13: Referat Mbo

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Otak merupakan organ vital tubuh yang mengatur seluruh fungsi tubuh. Oleh karena itu

kematian pada otak bisa disamakan dengan kematian seluruh tubuh, walaupun mungkin

jaringan tubuh lainnya masih bertahan. Kematian otak dapat diartikan sebagai hilangnya

seluruh fungsi sereberum dan batang otak. Secara umum kematian otak ditandai dengan

koma irreversible, hilangnya refleks batang otak dan apnue. Diagnosis kematian otak

dapat dilakuakn secara primer dengan pemeriksaan fisik, namun jika terdapat factor

perancu seperti trauma servikal berat, kelainan pupil, toksisitas obat sedative dan

penyakit paru berat dapat digunakan tes konfirmasi untuk memastikan diagnosa

kematian otak.

3.2. Saran

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai praktisi klinis

diharapkan dapat memahami keadaan kematian otak dan dapat menegakkan diagnosis

kematian otak secara tepat bila kita menemukan kasus ini.

13

Page 14: Referat Mbo

Daftar Pustaka

1. Jan, Mohammed M. Brain death criteria, The neurological determination of death.. 2008, Neurosciences, pp. 350-355.

2. Machado, Calixto. Diagnosis Brain Death. NCBI. [Online] 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3093212/.

3. Goila, Ajay Kumar and Pawar, Mridula. The Diagnosis of Brain Death. NCBI. [Online] 2009. [Cited: Oktober 26, 2014.] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2772257/.

4. Hamid, Abdul, et al.Brain death. 2006, Malaysian Medical Council, pp. 1-20.

5. Guyton, AC and Hall, JE. Aliran darah serebral, cairan serebrospinal dan metabolisme otak. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC, 1996, pp. 975-983.

6. Nakagawa, Thomas A Determination of Brain Death.. 2012.

7. Wijdicks, , Eelco F.M., et al Evidence-based guideline update: Determining brain death in adults.. 2009, American Academy of Neurology, pp. 1911-1918.

8. Wijdicks, Eelco F.M.Pratice Parameter Determining Brain Death in Adult. 1995, American Academy Neurology Journal, pp. 1-5.

9. young, Bryan G, et al. Brief Review : The role of ancillary test in neurogical determination of death. 2006, Canadian Journal of Anesthesia.

10. Menkes RI. Penentuan Kematian Dan Pemanfaatan Organ Donor . Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 . 2014.

11. anonym. Guidelines For Determining Brain Death. s.l., New York, United state : New York State Department Of Health, 2011.

14