referat ilmu penyakit kulit & kelamin

25
BAB 1 PENDAHULUAN Apa itu psikodermatologi? Disebut juga psikokutaneus, adalah cabang ilmu subspesialisasi yang masih kurang diapresiasi karena relatif masih baru yakni kurang lebih baru sepuluh tahun namun hal yang perlu diperhatikan ada pada interaksi antara dermatologi dan psikiatri. Lebih sederhananya, hal tersebut adalah interaksi antara pikiran dan kulit. Lebih dari sepertiga pasien yang berobat dengan gangguan kulit memiliki masalah kejiwaan yang mendasari keadaan kulit mereka. Meskipun tingginya prevalensi masalah psikodermatologi ini dalam praktek sehari-hari, namun hal tersebut masih belum well-recognized atau dipahami betul oleh kebanyakan dokter. Menurut survei dari para dokter di Washington State menunjukkan bahwa hanya 18 % dari dermatologis dan 21 % dari psikiater melaporkan pemahaman yang jelas dari psikodermatologi. Selain itu, hanya 42 % dermatologis dan 22 % dari psikiater yang menanggapi survei tersebut, dilaporkan "sangat nyaman" dalam mendiagnosis dan mengobati gangguan psikokutaneous. Dengan demikian, tampak ada kurangnya pemahaman dan keyakinan antara dermatologis dan psikiater dalam membahas, mendiagnosis, dan mengobati pasien psikodermatologi. Ketika banyak 1

Upload: rizkyumar

Post on 27-Dec-2015

128 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Referat Psikodermatologi

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

BAB 1

PENDAHULUAN

Apa itu psikodermatologi? Disebut juga psikokutaneus, adalah cabang

ilmu subspesialisasi yang masih kurang diapresiasi karena relatif masih baru yakni

kurang lebih baru sepuluh tahun namun hal yang perlu diperhatikan ada pada

interaksi antara dermatologi dan psikiatri. Lebih sederhananya, hal tersebut adalah

interaksi antara pikiran dan kulit. Lebih dari sepertiga pasien yang berobat dengan

gangguan kulit memiliki masalah kejiwaan yang mendasari keadaan kulit mereka.

Meskipun tingginya prevalensi masalah psikodermatologi ini dalam praktek

sehari-hari, namun hal tersebut masih belum well-recognized atau dipahami betul

oleh kebanyakan dokter. Menurut survei dari para dokter di Washington State

menunjukkan bahwa hanya 18 % dari dermatologis dan 21 % dari psikiater

melaporkan pemahaman yang jelas dari psikodermatologi. Selain itu, hanya 42 %

dermatologis dan 22 % dari psikiater yang menanggapi survei tersebut, dilaporkan

"sangat nyaman" dalam mendiagnosis dan mengobati gangguan psikokutaneous.

Dengan demikian, tampak ada kurangnya pemahaman dan keyakinan antara

dermatologis dan psikiater dalam membahas, mendiagnosis, dan mengobati pasien

psikodermatologi. Ketika banyak dermatologis mendengar kata psikodermatologi,

pikiran pertama yang mungkin muncul adalah pasien aneh yang datang ke klinik

dengan mengeluh kutu merayap keluar dari kulitnya. Meskipun hal tersebut

adalah memang bagian dari psikodermatologi, istilah psikodermatologi sendiri

sebenarnya mencakup spektrum yang luas, contohnya dari mulai stres yang dapat

memperburuk penyakit eksim. Karena spektrum dan bahasan dari istilah ini jauh

dan lebar, timbul suatu dorongan untuk membuat penggolongan untuk istilah

psikodermatologi. Kita dapat mengkategorikan gangguan psiko-kutaneous ke

dalam kategori yang berbeda terhdap kondisi psikodermatologi dan gangguan

kejiwaan yang mendasari yang dapat memperburuk kondisi kulit.

1

Page 2: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kategorisasi Psikodermatologi

Psikodermatologi membahas interaksi antara pikiran dan kulit. Psikiatri

lebih fokus pada "internal" penyakit yang tak kasat mata dan dermatologi

difokuskan pada penyakit yang kasat mata. Menghubungkan 2 disiplin ilmu

tersebut adalah interaksi yang kompleks antara neuroendokrin dan sistem

kekebalan tubuh yang telah digambarkan sebagai NICS (Neuro-immuno-

cutaneous system). Interaksi antara kulit sistem saraf dan kekebalan tubuh

telah dijelaskan oleh pelepasan mediator dari NICS. NICS juga dilaporkan

turut berperan buruk dalam perjalanan beberapa penyakit inflamasi kulit dan

kondisi kejiwaan. Pada lebih dari sepertiga pasien dermatologi, manajemen

yang efektif dari kulit kondisi melibatkan pertimbangan faktor-faktor

psikologis yang terkait. Dermatologi telah menekankan perlunya konsultasi

kejiwaan pada umumnya, dan faktor psikologis dapat menjadi perhatian

khusus dalam kondisi dermatologi keras kronis seperti eksim, prurigo, dan

psoriasis.

Di antara banyak kondisi, psikodermatologi digolongkan menjadi 4

subkategori: gangguan psiko-fisiologis, gangguan kejiwaan primer, gangguan

kejiwaan sekunder, dan gangguan sensoris kulit. Masing-masing dari macam

gangguan ini nantinya akan dibahas secara individu. Antara subkategori

2

Page 3: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

penyakit psikodermatologi satu dengan lainnya tidak saling eksklusif.

Misalnya, jerawat dapat dipicu oleh stress dan kondisi psiko-fisiologis.

Jerawat juga dapat menyebabkan kecemasan sosial dan depresi karena cacat

pada kulit penderitanya, yang akan dikategorikan sebagai kondisi kejiwaan

sekunder.

Gambar 1. Diagram Venn yang menunjukkan overlap antara dermatologi dan

psikiatri.

Gangguan psiko-fisiologis

Ini adalah gangguan kulit murni yang tampaknya dipeburuk oleh stres

dan/atau faktor emosional. Contoh yang paling umum adalah psoriasis,

eksim, dan hiperhidrosis. Griesemer dkk telah melakukan survei terhadap

4.576 subjek dan bertanya apakah pemicu emosional memperburuk keadaan

kulit mereka. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemicu emosional bervariasi

dengan kondisi kulit yang berbeda, mulai dari 0% untuk nevus dan 100%

untuk hiperhidrosis.

3

Page 4: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

Gangguan Jiwa Primer

Kondisi dimana gangguan kejiwaan menyebabkan tanda-tanda self-induce

dan gejala pada kulit. Tidak ada lesi kulit primer. Kategori ini adalah

gangguan psikodermatologi paling khas yang mendapat perhatian

dermatologis. Beberapa contoh dari gangguan kejiwaan utama termasuk

trikotilomania, waham parasitosis, dan neurotic excoriations.

Gangguan Jiwa Sekunder

Gangguan ini adalah kondisi kejiwaan, seperti depresi, kecemasan, dan fobia

sosial yang merupakan konsekuensi dari penyakit kulit. Beberapa gangguan

kulit, seperti jerawat dan alopecia areata, meskipun tidak mengancam jiwa,

tetapi memiliki dampak psikososial yang berat pada kualitas hidup pasien.

Gangguan Sensory Cutaneous

Ini adalah sensasi kulit yang tidak normal pada pasien tanpa lesi kulit primer

atau identifikasi diagnosis yang bertanggung jawab untuk sensasi abnormal

4

Page 5: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

yang dirasakan. Berbeda jenis sensasi mungkin termasuk gatal, rasa terbakar,

menggigit, menyengat atau merayap.

2.2 Gangguan Jiwa Yang Mendasari

Gangguan Psikokutaneus dapat dikategorikan dengan gangguan kejiwaan

yang mendasari yang memberikan kontribusi untuk kondisi kulit. Beberapa

dermatologis merasa kurang nyaman dalam membuat diagnosis psikiatri pada

pasien mereka. Untungnya, ada hanya beberapa diagnosis psikiatri yang secara

signifikan dapat berdampak kulit. Kondisi ini juga biasanya cukup terlihat dan

sulit untuk diabaikan. Empat poin paling penting dalam gangguan kejiwaan

yang umum terlihat dalam dampak dermatologis adalah kecemasan, depresi,

gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan psikosis.

Kecemasan

Kecemasan ditandai dengan kekhawatiran yang berlebihan atas peristiwa atau

kegiatan yang sulit dikendalikan pasien. Gejala terkait mungkin termasuk

sering buang air kecil, sesak napas, gelisah, lekas marah, kelelahan, kesulitan

berkonsentrasi, ketegangan otot dan gangguan tidur. Ketika seorang pasien

datang dengan keluhan "tertekan" atau "tegang", penting untuk menelusuri

gangguan kecemasan yang mendasari keluhan tersebut.

Depresi

Depresi ditandai dengan mood depresi, yang mungkin dikaitkan dengan

hilangnya minat atau kesenangan. Terkait gejala depresi mungkin termasuk

perubahan selera makan, perubahan dalam tidur, kelelahan, psikomotor

retardasi atau agitasi, perasaan putus asa, tidak berdaya dan tidak berharga,

kesulitan berkonsentrasi, dan pikiran berulang tentang kematian atau ide-ide

tentang kematian, bunuh diri. Gejala-gejala depresi ini biasanya

menyebabkan penurunan yang signifikan dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

5

Page 6: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

Obsesive-Compulsive Disorder

OCD ditandai dengan obsesi dan dorongan yang kuat. Obsesi mengacu pada

pikiran yang terus-menerus dan mengganggu yang menyebabkan banyak

kesulitan yang dirasakan sebagai hal asing dan tidak pantas

bagi pasien. Biasanya, pasien mencoba untuk menekan pikiran yang tidak

diinginkan melalui ritual atau perilaku lainnya. Dorongan didefinisikan

sebagai perilaku repetitif atau tindakan fisik bahwa orang tersebut merasa

didorong untuk melakukan dengan atau tanpa obsesi. Sebuah tanda terkait

dari OCD, adalah bahwa pasien memiliki wawasan ketidaktepatan akan

obsesi dan dorongannya. Jika pasien tidak memiliki tilikan/insight sama

sekali akan hal ini, diagnosis yang berbeda seperti gangguan waham atau

psikosis harus dipertimbangkan.

Psikosis

Psikosis didefinisikan oleh ide-ide palsu atau khayalan pada yang menetap

pada pasien. Dalam waham murni, pasien tidak memiliki tilikan atau insight

bahwa pikiran atau idenya adalah salah. Menurut definisi, pasien dengan

waham tidak dapat mengutarakan keyakinannya. Pasien dengan OCD

mungkin menyerupai pasien gangguan waham karena preokupasi dengan

kondisi kulit mereka. Namun, perbedaannya adalah bahwa pasien OCD

memiliki wawasan yang lebih bersifat irrasional dari pikiran dan perilaku

mereka.

2.3 Kegunaan Psikologik Kulit

Stimulasi kulit tertentu merupakan kebutuhan dasar setiap organisme. Sebagai

contoh yang dapat dikemukakan, bahwa neonatus menghisap dan menjilat.

Pelukan atau usapan mengakibatkan emosi normal. Pada daerah erogen emosi

akan berlebih, misalnya: perasaan pada sentuhan dan perubahan suhu,

sebaliknya juga rasa pruritus atau nyeri.

6

Page 7: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

PRURITUS

Pruritus merupakan hasil stimulasi gradasi ringan pada serat saraf. Bila

gradasi berubah, maka mungkin tidak akan timbul pruritus, tetapi rasa nyeri.

Sensitivitas pruritus bervariasi, bergantung pada perbedaan perseorangan dan

regio yang terkena. Garukan memperingan rasa gatal, karena merubah impuls

aferen pada korpus spinalis. Keadaan emosional penderita dapat

mempengaruhi ambang rangsang apresiasi sadar terhadap pruritus. Gosokan

merupakan stimulasi kutan. Respon terhadap stimuli dari lingkungan

merupakan varietas pelbagai reaksi, misalnya vasokonstriksi dan vasodilatasi

arteriolar.

Respon psikologik

Respon psikologik pada pruritus bergantung pada berat pruritus dan dan status

emosional penderita. Bila stimulasi pruritus berlangsung sering, lama, dan

tanpa diketahui penyebabnya, maka akan timbul perasaan takut, tegang, dan

cemas. Lambat laun dapat timbul perubahan pada personalitas penderita.

Manifestasi klinik

Manifestasi klinis dari pruritus adlah tanda-tanda garukan dan ekskoriasi. Pada

garukan akut dapat timbul urtika, sedangkan pada garukan kronik dapat timbul

perdarahan kutan dan likenifikasi. Garukan dengan kuku menyebabkan

ekskoriasi linear pada kulit dan laserasi pada kukunya sendiri. Keringanan

perasaan gatal dengan garukan hanya akan ada, bila kausa pruritus tidak

terletak di alat sentral.

Kausa

Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.

a. Kausa eksogen, misalnya dermatitis kontak (pakaian, logam, benda

asing), rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau skabies,

pedikulus, larva migrans), atau faktor lingkungan, yang membuat kulit

lembab atau kering.

7

Page 8: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

b. Kausa endogen, misalnya reaksi obat atau penyakit. Sebagai contoh

dapat disebut diskriasia darah, limfoma keganasan alat dalam, dan

kelainan hepar atau ginjal. Acapkali kausa secara klinis pada

permulaan belum diketahui.

Pruritus primer

Pruritus primer berarti pruritus tanpa adanya penyakit dermatologik atau

alat dalam dan dapat bersifat lokalisata atau generalisata. Pruritus primer

mungkin bersifat psikogenik, artinya disebabkan oleh komponen

psikogenik, yang meberi stimulasi pada itch center. Hal tersebut dapat

terjadi pada penderita dengan ciri bawaan (trait) perasaan malu, perasaan

bersalah, eksebhisionisme, atau masokisme.

PENGARUH SOMATO-PSIKIS

Lesi-lesi yang merupakan cacat (disfigurasi) terutama pada muka,

merupakan trauma psikologik pada penderita, misalnya akne yang berat

atau pada luka kecelakaan. Pada anak, dermatitis atopik atau prurigo yang

terinfeksi sekunder dapat merupakan trauma pula. Penderita akan menjadi

introspektif, menyendiri, tetapi ada juga penderita yang tidak kooperatif

dan agresif. Disini akan dibicarakan dua kelainan, yakni delusio parasiter

dan fobia.

1. Delusio parasiter

Delusio terhadap parasitosis terutama terdapat pada wanita, berusia

diatas 40 tahun walaupun kadang-kadang juga terdapat pada anak

muda. Penderita yakin benar bahwa pada kulitnya terdapat infestasi

oleh parasit sehingga timbul perasaan bersalah dan ketakutan.

Penderita memiliki personalitas yang obsesional, berarti khayalan tetap

menghantuinya. Keadaannya lebih berat daripaa fobia. Pada penderita

muda dapat disertai skizofrenia, pada orang tua depresi involusional.

8

Page 9: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

Pengobatannya sulit dan penyakit dapat menetap selama bertahun-

tahun.

2. Fobia

Fobia adalah perasaan takut yang spesifik dan neurotik. Penyakit

merupakan simbol konflik neurologik dan akan menghasilkan

kecemasan (anxiety). Kecemasan bersifat obsesif kompulsif.

Contohnya adalah akarofobia dan sifilofobia.

Akarofobia adalah perasaan takut terkena penyakit pada hewan atau

benda kecil tertentu, misalnya tungau, cacing, atau jarum pentul.

Sifilofobia pada umumnya disertai perasaan bersalah dalam bidang

seksual (sexual guilt). Yang aneh ialah, pada penderita yang benar-

benar menderita sifilis biasanya tidak mempunyai perasaan tersebut.

Ada kalanya sifilofobia terdapat pada penderita dengan permulaan

skizofrenia.

KELAINAN PSIKO-KUTAN

Pada kelainan psiko-kutan yang merupakan etiologi primer adalah

emosi. Dalam golongan ini termasuk pergerakan kompulsif. Eksoriasi

neurotik, dermatitis artefisialis, hiperhidrosis, trikotilomania.

1. Pergerakan kompulsif

Dalam pergerakan-pergerakan kompulsif (seperti “terpaksa”)

termasuk beberapa manipulasi mekanik, misalnya:

a. Menjilat bibir (lip licking), sehingga pada kulit perioral

tampak penebalan, sisik dan krusta, serta

hiperpigmentasi.

b. Menggali dengan kuku jari tangan atau menggosok

dengan tangan

c. Mengorek kulit kepala hingga timbul nodul (pickerous

nodulus)

d. Menggigit atau menggerogoti kulit

9

Page 10: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

2. Ekskoriasi neurotik

Pada beberapa bagian badan, terutama di muka, lengan atas, dan

punggung tampak ekskoriasi dengan krusta hemoragik atau

supuratif serta sikatriks. Lesi-lesi tersebut ternyata dibuat penderita

sendiri dengan cara menggaruknya. Kebiasaan ini merupakan tic,

misalnya berlangsung setiap hendak tidur selama beberapa menit

sampai sejam.

3. Dermatitis artifisialis

Dermatitis artefisialis dibuat oleh penderita sendiri, misalnya

dengan zat kimia, secara fisis, atau mekanis. Lokalisasi terutama

yang dapat dijangkau oleh tangan penderita sendiri. Dermatitis

mempunyai tepi angular dan timbul dalam waktu relatif cepat

sebab dibuat secara artifisial. Pengobatannya berupa pendekatan

secara psikiatrik. Penderita tidak dapat ditanya secara terus terang

(konfrontatif), sebab hal tersebut akan menimbulkan homeostatis

emosional. Homeostatis berarti pemeliharaan status yang ada

menjadi mantap dengan mengadakan koordinasi proses-poses

fisiologik.

4. Hiperhidrosis lokalisata dengan sumber emosional

Hal tersebut terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, dan regio

aksilaris tanpa ada stimulus suhu (termal). Keadaan demikian dapat

disertai komplikasi, yakni infeksi bakterial atau fungus dan terjadi

reaksi hiperkeratotik.

5. Trikotilomania

Trikotilomania timbul karena penderita setiap kali menarik rambut

pada salah satu area, misalnya rambut kepala, alis, kelopak mata,

ketiak, atau daerah pubis. Pada anak, rambut yang tertarik

kemudian dimakan. Adapula penderita yang memainkan rambut

yang digulung, diantara jari-jari tangan.

10

Page 11: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

2.4 Menghubungkan Antara Dermatologi dan Psikiatri

Pasien psikodermatologi seringkali memberikan tantangan tersedniri bagi

dokter yang menanganinya. Hal ini tidak lain karena sulitnya penggalian

keluhan utama dari anamnesis sehingga menimbulkan frustrasi dan terkadang

juga banyak ketidaksepahaman antara gejala klinis dengan kriteria diagnosis

sehingga lebih menyulitkan dokter untuk mengambil keputusan diagnosis apa

yang tepat untuk pasien tersebut. Menurut jurnal dari Frontline Medical

Communication ada beberapa cara yang mungkin dapat menghindari frustrasi

yaitu :

Empati

Dengan melihat situasi dari sudut pandang pasien, dokter dapat lebih

memahami pasien dan mempersiapkan nasihat pada waktu pengobatan. Hal

ini penting untuk tidak bingung untuk memberikan empati atau simpati, yang

berarti kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Berbeda dengan

simpati, empati tidak terlalu dalam memberikan perhatian terhadap keadaan

emosional atau setuju dengan sudut pandang pasien.

Manajemen Harapan

Penting bagi dokter untuk menyampaikan informasi tentang bagaimana

keadaan sesungguhnya dari penyakit yang diderita pasien tentang bagaimana

rencana perawatan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Menghindari

memberikan harapan palsu kepada pasien juga menjadi hal yang sangat

penting mengingat dampak psikologis yang akan terjadi pada pasien. Jadi cara

terbaik adalah memberikan edukasi di awal pembicaraan tentang bagaimana

kondisi pasien sesungguhnya, risiko pengobatan, dan prognosis pengobatan,

dengan begitu akan lebih mudah bagi kita untuk mengontrol kepatuhan pasien

meminum obat dan mempererat hubungan dokter-pasien.

11

Page 12: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

2.5 Cara pendekatan pasien psikodermatologi

Kondisi psiko-fisiologis

Pengurangan stres adalah pendekatan umum untuk merawat pasien dengan

kondisi psikofisiologis, seperti eksim, hipertrikosis, dan jerawat. Stres tidak dapat

dihindari dalam kehidupan sehari-hari dan dapat disebabkan oleh hubungan,

pekerjaan, anak-anak, kematian anggota keluarga, atau bahkan kematian hewan

peliharaan.

Namun, dari penelitian didapatkan bahwa terdapat beberapa solusi untuk

membantu pasien menemukan cara untuk mengendalikan stres mereka untuk

mencegah memburuknya kondisi kulit mereka. Pilihan tersebut termasuk

farmakologis dan perawatan non-farmakologis. Sebagai contoh, jika seorang

pasien memiliki gangguan kecemasan yang mendasari pencetus kondisi kulit, lini

pertama pengobatan farmakologis adalah untuk mencoba obat anti ansietas,

seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Perawatan nonfarmakologis

meliputi terapi perilaku kognitif atau latihan relaksasi, seperti meditasi atau yoga.

Pasien dapat menangani stres lebih baik ketika mereka menerapkan gaya hidup

hidup seimbang yang meliputi olahraga, hubungan yang sehat dengan teman dan

keluarga, dan karier yang memuaskan.

Kondisi Psikiatri Primer

Pasien dengan kondisi kejiwaan utama bisa menjadi yang paling

menantang untuk mengelola. Secara khusus, pasien dengan delusio parasitofobia

perlu didekati secara berbeda karena mereka memiliki kebutuhan khusus dan tidak

memiliki wawasan tentang kondisi mereka. Menunjukkan empati terhadap delusi

pasien tidak berarti setuju dengan mereka. Berpura-pura setuju dengan mereka

dapat memperkuat ide terpaku atau perilaku. Namun, penting untuk mengakui

gejala dan membiarkan mereka tahu bahwa Anda akan bekerja dengan mereka

untuk menemukan penyebabnya, meskipun mungkin tidak ada kondisi kulit

intrinsik.

12

Page 13: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

Kondisi Psikiatri Sekunder

Pendekatan yang paling efektif untuk pasien dengan kondisi kulit yang

menyebabkan gangguan kejiwaan seperti kecemasan atau depresi adalah dengan

menghilangkan gangguan kulit menggunakan pengobatan agresif. Meskipun

kelainan kulit kronis yang tidak mengancam jiwa, namun dapat memberikan

dampak negatif pada psikososial, fisik, pekerjaan, dan kualitas hidup pasien.

Sebagai contoh, pasien dengan vitiligo telah menderita stigma sosial yang parah

dalam budaya tertentu. Di India, wanita dengan vitiligo sering didiskriminasi

dalam suatu pernikahan, dan mereka sering disebut sebagai penderita kusta putih.

Dengan memperlakukan gangguan kulit secara agresif, kondisi kejiwaan sekunder

lebih meningkat. Langkah berikutnya dalam mengobati pasien dengan kejiwaan

sekunder kondisi adalah manajemen harapan.

Sensory Cutaneous

Ketika seorang pasien merasakan sensasi tidak menyenangkan pada kulit, seperti

gatal-gatal, terbakar, atau menyengat, etiologi organik untuk gejala-gejala ini

harus disingkirkan (neuropati perifer). Oleh karena itu, pasien mungkin perlu

evaluasi perawatan primer atau neurologi untuk memastikan tidak ada kondisi

yang mendasari untuk mendapatkan perawatan, seperti diabetes. Dengan asumsi

tidak ada kondisi medis yang menyebabkan gejala ini, dan pasien memiliki

gangguan sensoris kulit murni, beberapa jurnal menyarankan strategi berikut.

Salah satu pendekatan untuk pasien dengan gangguan sensorik kulit adalah untuk

memeriksa pasien untuk kondisi kejiwaan komorbid, seperti depresi atau

kecemasan..Telah terbukti bahwa pasien dengan depresi dan kecemasan umumnya

mengalami sensasi secara berlebihan. Oleh karena itu, dasar pengobatan kondisi

psikotik ini dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan. Pada pasien yang tidak

memiliki komorbiditas dengan kondisi kejiwaan, antihistamin

atau antidepresan trisiklik dapat digunakan kepada pasien tersebut. Obat-obat ini

adalah merupakan drugs of choice, telah melalui metode "trial and error" dan

bekerja baik terutama untuk gejala seperti terbakar, tersengat atau terasa tergigit.

13

Page 14: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

Jika pasien tidak dapat mentolerir obat-obat ini atau ada sedikit kemanjuran,

percobaan SSRI mungkin bermanfaat.

14

Page 15: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

BAB III

KESIMPULAN

Psikodermatologi telah berkembang sebagai subspesialisasi baru yang muncul

dari psikiatri dan dermatologi. Sayangnya, hubungan antara penyakit kulit dan

jiwa lebih sering dianggap remeh. Lebih dari sekedar cacat kosmetik, gangguan

dermatologi yang dikaitkan dengan berbagai masalah psikopatologis yang dapat

mempengaruhi pasien, keluarganya, dan masyarakat secara bersama-sama.

Peningkatan pemahaman tentang isu-isu, pendekatan biopsikososial, dan

penghubung antara dokter perawatan primer, psikiater dan dematologis bisa

sangat berguna dan sangat bermanfaat terhadap keberlangsungan terapi. Manfaat

dari perawatan pasien yang kompleks bersama dengan psikiater sangat dianjurkan.

Penciptaan unit terpisah antara psikodermatologi dan penelitian multi-center

tentang hubungan kulit dan jiwa dalam bentuk prospektif studi kasus-terkontrol

dan percobaan terapeutik multi-site dapat memberikan wawasan yang lebih

dalam, menarik, dan menyenangkan di bidang kedokteran.

15

Page 16: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, etc. 2008. Fitzpatrick Dermatology in

General Medicine. USA: McGraw-Hill, Seventh edition, pp 362-366.

2. Stulberg DL, Wolfrey J. 2004. Pityriasis Rosea. USA: American Family

Physician, Volume 69, pp 87-92.

3. Gonzales LM, Allen R, Janniger CK, Schwartz RA. 2005. Pityriasis

Rosea: An Important Papulosquamous Disorder. USA: International

Journal of Dermatology, volume 44, pp 757-764.

4. Browning JC. 2009. An Update on Pityriasis Rosea and Other Similiar

Childhood Exanthems. USA: Current Opinion in Pediatrics, volume 21,

pp 481-485.

5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan

Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: RSUD Dr.

Sutomo, hal 91-93.

6. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, edisi ke 6,

hal: 197.

7. Chuch A, L, ee A, Zawar V, etc. 2005. Pityriasis Rosea- An Update.

Indian J Dermatol Venereol Leprol, volume 71 issue 5, pp 311-315

8. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. 2010. Rook’s Textbook of

Dermatology. UK: Wiley-Blackwell, eighth edition, pp 1566-1569

9. Hunter J, Savin J, Dahl M. 2002. Clinical dermatology. Blackwell: third

edition, pp 63-64

10. Zaidi Z, Lanigan SW. 2010. Dermatology in Clinical Practice. Springer,

pp 195-196

11. Mallory SB, Bree A, Chern P. 2005. Illustrated Manual of Pediatric

Dermatology Diagnosis and Management. Taylor & Francis, pp 38-39

12. James WD, Berger TG, Elston DM. 2011. Andrews Disease of the Skin

Clinical Dermatology. Saunders Elesevier: eleventh edition, pp 204-205.

16

Page 17: Referat Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin

13. Wolf K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of

Clinical Dermatology. McGraw-Hill: Sixth Edition, pp 122-124.

17