referat hartanto

36
REFERAT ILMU KEDOKTERAN JIWA Penguji : Dr. dr. Tuti Herwini, Sp. KJ dr. Sadya Wendra, Sp. KJ Disusun Oleh : Hartanto NIM.2009.04.0.0023 1

Upload: hartantoo-ooww

Post on 20-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

referat jiwa

TRANSCRIPT

STATUS PSIKIATRI

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN JIWA

Penguji : Dr. dr. Tuti Herwini, Sp. KJ dr. Sadya Wendra, Sp. KJ

Disusun Oleh :HartantoNIM.2009.04.0.0023

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA2014

I. Skizofrenia

a. Definisi: Skizofrenia adalah penyakit jiwa yang secara klinis adanya syndrome psikotik yang ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran, afek tumpul, afek tidak wajar atau perilaku bizarre. (K. Tirka N.)

b. Sejarah singkat skizofreniaIstilah skizofrenia berasal dari bahasa jerman, yaitu Schizo (=perpecahan/split) dan Phrenos (=mind/jiwa). Jadi skizofrenia diartikan sebagaisuatu perpecahan pikiran, perilaku dan perasaan. (K. Tirka N)Beberapa tokoh penting berkaitan dengan konsep skizofnia antara lain:1. Teori adolf meyer Skizofrenia adalah suatu reaksi yang salah (maladaptasi) sehingga terjadi disharmoni / disorganisasi kepribadian, sehingga akibatnya penderita menjauhkan diri dari kenyataan (autisme). (Tuti H.)Teori Adolf Meyer: Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah kata meyer (1906), sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat menemukan kelainan patologis-anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau suatu penyakit badaniah dapat memengaruhi timbulnya maladaptasi. Oleh karena itu, timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan. Hipotesis Meyer ini kemudian memperoleh banyak penganut di Amerika Serikat dan mereka memakai istilah "reaksi skizofrenik". (Maramis, 2009)

2. Teori Sigmund FreudPenyebab skizofrenia adalah : Id berkuasa : terjadi regresi ke fase narsisistik (sangat mencintai & memperhatikan diri sendiri) seperti pada bayi & anak kecil Kelemahan ego Superego dikesampingkan sehingga tak bertenaga lagi (Tuti H.)

Id adalah tempat dorongan naluri (insting) dan berada di bawah pengawasan proses primer. Karena itu id bekerja sesuai dengan prinsip kenikmatan tanpa mempedulikan kenyataan. Seorang bayi pada waktu lahir telah mempunyai id. Ia tidak mempunyai kemampuan untuk menghambat, mengawasi atau memodifikasi dorongan nalurinya. Karena itu ia sangat tergantung pada ego orang lain di lingkungannya. (Maramis, 2009)

Ego lebih teratur organisasinya dan tugasnya adalah untuk menghindari ketidaksenangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan nalurinya. agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Pertentangan utama terletak antara id dan ego. Ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan, misalnya: supresi, salah-pindah (displacement), rasionalisasi, penyangkalan, regresi, identifikasi, dan sebagainya. Freud menganggap bahwa kemampuan ego untuk mempertahankan hubungan dengan dunia luar termasuk dalam fungsi utamanya. Hubungan ini ditandai dengan sifat-sifat: rasa kenyataan (sense of reality), uji kenyataan (reality testing), dan penyesuaian atau adaptasi pada kenyataan. Mula-mula bayi tidak sanggup membedakan badannya dari dunia luar. Ego mulai terbentuk bilamana anak mulai merasa adanya perbedaan itu, yaitu sewaktu ia berumur kira-kira 1 tahun. (Maramis, 2009)Superego mulai nyata waktu kompleks oedipus diselesaikan dan dengan ini identifikasi dengan orang tua dari sex yang sama dipercepat. Identifikasi ini berdasarkan pergulatan anak itu dalam menindas maksud-maksud instingtual. Usaha untuk menolaknya memberi kepada superego sifat menolak atau sifat menghalangi. Selama masa laten dan sesudahnya, individu itu meneruskan dengan perkembangannya yang berdasarkan identifikasi sebelumnya, tetapi sekarang identifikasi dengan guru, pahlawan dan orang lain dikaguminya. Ajaran, norma dan hukuman yang diletakkan kepadanya oleh orang tuanya dari luar, dimasukkkan ke dalam superego (internalisasi), yang selanjutnya menilai dan membimbing perilakunya dari dalam biarpun orang tuanya tidak ada lagi di sampingnya. Superego yang mulai terbentuk pada umur 5-6 tahun, membantu ego dalam pengawasan dan pengaturan pelepasan impuls dari id. (Maramis, 2009)

3. Teori Eugene BleulerDalam tahun 1911 Beleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai istilah "skizofrenia", karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan (schizos =pecah-belah atau bercabang, phren=jiwa). (Maramis, 2009)Bleuler mengemukakan bahwa dimensia dalam istilah dimensia prekox tidak dapat disamakna dengan dimensia pada gangguan otak organik atau ganguan inteligensi pada retardasi mental. Ia berpendapat bahwa pada skizofrenia tidak terdapat demensia (awalan "de" berarti kurang atau tidak ada; mensia disini artinya kecerdasan:, tetapi keinginan dan pikiran berlawanan, terdapat suatu disharmoni. (Maramis, 2009)

pertama kali mengajukan istilah skizofrenia, skizos terpecah belah phren jiwa (Tuti H.)

Artinya jiwa yang terpecah belah atau Keretakan/disharmoni antara proses berpikir, perasaan (afek/emosi), perbuatan (kemauan & psikomotor) Gejala skizofrenia menurut bleuler: (Tuti H.) Gejala primer: (4 a)1. Gangguan proses berpikir asosiasi2. Gangguan afek/emosi afek/emosi3. Gangguan kemauan ambivalensi4. Autisme autisme Gejala sekunder1. Waham termasuk gx/ primer 2. Halusinasi (pendengaran)3. Gangguan psikomotor primer syarat:A. Kesadaran tidak menurunB. Intelligensi tidak menurunC. Terdapat double personalitydiagnosa dapat ditegakkan bila didapatkan disharmoni dari unsur-unsur kepribadian (proses berpikir, afek/emosi, kemauan & psikomotor) (Tuti H.)

Bleuler menganggap bahwa gejala-gejala primer merupakan manifestasi penyakit badaniah (yang belum diketahui apa sebenarnya, yang masih merupakan hipotesis), sedangkan gejala-gejala sekunder adalah manifestasi dari usaha penderita untuk menyesuaikan diri terhadap ganguan primer tadi. Jadi gejala-gejala sekunder ini secara psikologis dapat dimengerti. (Maramis, 2009)

4. . Teori kurt schneider Kumpulan gejala kelompok A Kumpulan gejala kelompok B Kesadaran tidak menurun (compos mentis) (Tuti H.)

A. Halusinasi pendengaran Pikirannya dapat didengar sendiri Mendengar suara-suara orang bertengkar Suara-suara yang mengkomentari perilaku penderita (Tuti H) B. Gangguan batas ego Tubuh & gerakannya dipengaruhi/ dikendalikan oleh kekuatan dari luar (delusion of being controlled) Pikirannya diambil/disedot keluar (delusion of withdrawal) Pikirannya dipengaruhi orang lain (delusion of insertion) Pikirannya disiarkan keluar (delusion of broadcasting) Perasaannya dibuat orang lain Kemauannya dipengaruhi orang lain Dorongannya dikuasai orang lain Halusinasi/ilusinya dipengaruhi oleh wahamnya (Tuti H.)

c. D i a g n o s a Menurut E. Bleuler diagnosa dapat ditegakkan bila didapatkan disharmoni dari unsur-unsur kepribadian (proses berpikir, afek/ emosi, kemauan & psikomotor)Proses berpikir p.b.Afek/emosi perasaanKemauan \ perbuatan (Tuti H.)Psikomotor/

d. Hubungan Teori Pakar Psikiatri dengan Penderita (Reygah) Teori Adolf Meyer Skizofrenia adalah suatu reaksi yang salah (maladaptasi) sehingga terjadi disharmoni / disorganisasi kepribadian, sehingga akibatnya penderita menjauhkan diri dari kenyataan (autisme). (Tuti H.)

Penyakit badaniah dapat memengaruhi timbulnya maladaptasi. Oleh karena itu, timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari kenyataan. (Maramis, 2009)

Pada penderita (Reygah) terdapat maladaptasi dari masalah yang dia alami yaitu pada saat ia di putusin oleh pacarnya. Kemudian kepribadian penderita menjadi disharmoni / disorganisasi ditandai dengan kepribadian penderita berubah-rubah kadang pendiam dan kadang bersifat kekanak-kanakan. Akhirnya penderita menjauhkan diri dari kenyataan ditandai dengan adanya pikiran tidak memadai, adanya gejala mutisme, adanya halusinasi dengar, dan gejala-gejala lainnya.

Kesimpulan : Keadaan penderita sesuai dengan teori Adolf Meyer Teori Sigmun Freud Id berkuasa : terjadi regresi ke fase narsisistik (sangat mencintai & memperhatikan diri sendiri) seperti pada bayi & anak kecil Kelemahan ego Superego dikesampingkan sehingga tak bertenaga lagi (Tuti H.)Pada penderita Id pasien berkuasa ditandai dengan adanya regresi yaitu bersifat kekanak-kanakan. Sedangkan kelemahan ego dan super ego yang dikesampingkan ditandai dengan hilangnya sense of reality.

Kesimpulan: keadaan penderita sesuai dengan teori Sigmun Freud

Teori Eugene Bleuler Gejala primer: (4 a) Gangguan proses berpikir Gangguan afek/emosi Gangguan kemauan Autisme Gejala sekunder Waham termasuk gx/ primer Halusinasi (pendengaran) Gangguan psikomotor primer syarat: Kesadaran tidak menurun Intelligensi tidak menurun Terdapat double personalityPada penderita didapatkan ganguan proses berpikir ditandai dengan bentuk pikiran penderita yang tidak realistic, arus pikiran penderita memiliki asosiasi longer sedangkan isi pikiran penderita didapatkan pikiran yang tidak memadai dan adanya waham bizarre.

Sedangkan afek emosi penderita dangkal. Dan kemauan penderita menurun. Sedangkan pada penderita tidak didapatkan tanda-tanda autism.

Sedangkan gejala sekunder, pada penderita tidak terdapat waham bizarre, juga terdapat halusinasi pendengaran, serta psikomotor penderita meningkat

Kesimpulan : Keadaan penderita tidak sesuai dengan teori Eugene Bleuler karena gejala primer tidak semua terpenuhi yaitu pada pasien tidak terdapat autism.

Teori Kurt Schneider Kumpulan gejala kelompok A Kumpulan gejala kelompok B Kesadaran tidak menurun (compos mentis) (Tuti H.)

A. Halusinasi pendengaran Pikirannya dapat didengar sendiri Mendengar suara-suara orang bertengkar Suara-suara yang mengkomentari perilaku penderita (Tuti H) B. Gangguan batas ego Tubuh & gerakannya dipengaruhi/ dikendalikan oleh kekuatan dari luar (delusion of being controlled) Pikirannya diambil/disedot keluar (delusion of withdrawal) Pikirannya dipengaruhi orang lain (delusion of insertion) Pikirannya disiarkan keluar (delusion of broadcasting) Perasaannya dibuat orang lain Kemauannya dipengaruhi orang lain Dorongannya dikuasai orang lain Halusinasi/ilusinya dipengaruhi oleh wahamnya (Tuti H.)

Pada penderita didapatkan kumpulan gejala A. yaitu ditandai dengan adanya halusinasi pendengaran. Dan gejala B yaitu halusinasi dipengaruhi oleh wahamnya, yaitu pada saat penderita mengatakan bahwa ia melihat setan tetapi tidak dapat mendeskripsikan setan tersebut, hal ini berarti halusinasi tersebut berdasarkan waham bizarre yang diderita penderita. Dan kesadaran penderita composmentis

Kesimpulan : Keadaan penderita sesuai dengan teori Kurt Schneider

Penegakan diagnosa menurut teori Eugene Bleuler Menurut E. Bleuler diagnosa dapat ditegakkan bila didapatkan disharmoni dari unsur-unsur kepribadian (proses berpikir, afek/ emosi, kemauan & psikomotor) Proses berpikir p.b. Afek/emosi perasaan Kemauan \ perbuatan (Tuti H.) Psikomotor/

Pada penderita terdapat disharmoni dari proses berpikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor. Pada penderita didapatkan ganguan proses berpikir ditandai dengan bentuk pikiran penderita yang tidak realistic, arus pikiran penderita memiliki asosiasi longar sedangkan isi pikiran penderita didapatkan pikiran yang tidak memadai dan adanya waham bizarre. Sedangkan afek emosi penderita dangkal. Dan kemauan penderita menurun. Psikomotor penderita meningkat.

Kesimpulan : Keadaan penderita sesuai dengan cara penegakan diagnosa menurut E. Bleuler.II. TerapiPendahuluanPsikiatri adalah salah satu cabang ilmu kedokteran, yang mempelajari manusia secara utuh (body and mind), tidak hanya masalah fisik, fisiologis atau patologi yang terjadi saja, tetapi juga melihat hubungan individu dengan lingkungannya. Tetapi dilakukan terhadap penderita gangguan jiwa bersifat eklektik-holistik, yaitu komprehensif meliputi bidang organobiologik, psikoedukatif dan sosiokultural, serta selalu mengikuti kaedah-kaedaj ilmu kedokteraan yang mutakhir. Dalam setiap kondisi tidak mudah untuk menentukan aspek mana yang harus lebih dipriotaskan. Istilah 'biologilac priority' and 'psychological supremacy' sebenarnya bukan dimaksudkan untuk menempatkan satu di atas yang lain, tetapi memperlakukannya sebagai proses berkesinambungan yang tidak terpisahkan. (Wiguna, 2010)Pada topik ini akan dibahas terapi biologik/fisik yang terdiri atas terapi obat/psikofarmaka, ECT/Terapi Kejang Listrik, dan beberapa terapi fisik lainnya. Dibahas tentang cara kerja obat, manfaat dan efek samping yang mungkin terjadi, serta penggunaan klinis praktis. Tetapi psikologik dilakukan dengan psikoterapi yang bersifat individual maupun kelompok, dapat bersifat suportif, reedukatif dan rekonstruktif Terapi psikologik ini tidak dibahas pada bab ini, karena akan dibicarakan secara rinci dan lebih mendalam pada topik khusus tentang psikoterapi. (Wiguna, 2010)

PsikofarmakoterapiTerapi dengan obat-obat psikofarmaka yaitu meliputi obat-obat yang memiliki efek utama terhadap proses mental di susunan saraf pusat, seperti proses pikir, perasaan dan fungsi motorik atau perilaku.Berdasarkan efek klinis, psikofarmaka dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu obat-obat antipsikotik, antidepresan, antitiansietas dan antimanik/mood stabilizer. (Wiguna, 2010)

AntipsikotikObat-obat antipsikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki beberapa efek samping memberi gambaran seperti gangguan neurologis yang disebut pseudoneurologis atau dikenal juga istilah major tranquilizer karena adanya efek sedasi atau mengantuk yang berat. (Wiguna, 2010)

KlasifikasiBerdasarkan rumus kimianya, obat-obat antipsikotik dibagi menjadi golongan fenotiazin misalnya chlorprptomazine, dan golongan nonfenotiazin contohnya haloperidol. Sedangkan menuurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin dibagi menjadi Dopamin reseptor Antagonis (DA) dan Serotonin Dopamin Antagonis (SDA). Obat-obat DA juga sering disebut sebagai antipsikotik tipikkal, dan obat-obat SDA disebut sebagai antipsikotik atipikal. Golongan fenotiazin disebut juga obat-obat berpotensi rendah (low potency), sedangkan golongan nonfenotiazin disebut obat-obat potensi tinggi (high potency) karena hanya memerlukan dosis kecil untuk memperoleh efek yang setara dengan chlorpromazine 100mg. Obat-Obat SDA makin berkembang dan makin menjadi pilihan karena efek klinis yang diperoleh setara dengan obat-obat konvensional disertai efek samping yang jauh lebih ringan. Obat-obat jenis ini antara lain risperidon, clozapin, olanzapin, quetiapin, ziprazidon dan aripiprazol. (Wiguna, 2010)

Penggolongan1) Obat Anti-Psikosis Tipikal (Typical Anti Psycotics)a) Phenothiazinei) rantai Aliphatic : Chlorpromazine (Largactil)ii) rantai Peperazine:Perphenazine(trilafon), Trifluoperazine (stelazine), Fluphenazine (Stelazine)iii) rantai piperidine: Thioridazine (Melleril)

b) Butyrophenone: Haloperidol (Haldol, serenace, dll)c) Diphenyil-butyl-piperidine: Pimozide (Orap) (Maslim, 2007)

2) Obat Anti-Psikosis Atipikal (Atypical Anti Psychotics)a) Benzamide:Supiride (Dogmatil)b) Dibenzodiazepine:Clozapine (Clozaril), Olanzapine (Clozaril), Quetiapine (Soroquel), Zotepine (Ludopin)c) Benzisoxazole:Risperidon (RIsperdal), Aripiprazole (Abilify) (Maslim, 2007)

TIPIKAL ATIPIKAL

U/ GEJALA POSITIF POSITIF & NEGATIF EPS +++ MINIMAL MURAH MAHAL

Indikasi PenggunaanGejala Sasaran (targer syndrome) : Sindrom PsikosisButir-butir diagnostik Sindrom Psikosis Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability). Bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan daya tilikan diri (insight) terganggu. (Maslim, 2007) Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala positif : ganguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham), ganguan persepsi (halusinasi), ganguan terkendali (disorganized), dan gejala negatif : ganguan perasaan (afek tumpul, respons emosi minimal), ganguan hubungan sosial (menarik diri, pasif, apatis), ganguan proses pikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung menyendiri (abulia) (Maslim, 2007) Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala : tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin. (Maslim, 2007)Sindrom Psikosis dapat terjadi pada : SIndrom Psikosis Fungsional=Skizofrenia, Psikosis Paranoid Psikotis Afektif, Psikosis Reaktif Singkat, dll. Sindrom Psikosis Organik=Sindrom Delirium, Dementia, Intoksisasi Alkohol, dll. (Maslim, 2007)

Mekanisme KerjaHipotesis: Sindrom Psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang meningkat. (Hiperaktivitas sistem dopaminergik sentral) (Maslim, 2007)Mekanisme Kerja Obat anti psikosis tipikal adalah mem-blokade Dopamine pada reseptor pasca-sinaptik di neuron di Otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonists_, sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan Obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap "Dopamine D2 Receptors", juga terhadap "Seretonin 5 HT2 Receptors" (Seretonin-dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala Negatif. (Maslim, 2007)

FarmakokinetikMetabolisme obat-obat antipsikotik secara farmakokinetik dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain pemakaian bersama enzyme inducer seperti carbamazepin, phenytoin, ethambutol, barbiturate. Kombinasi dengan obat-obat tersebut akan mempercepat pemecahan antipsikotik sehingga diperlukan dosis yang tinggi. Clearance Inhibitor seperti SSEI (Selective Seretonim Receptor Inhibitor), TCA (Tricyclic Antidepresan), beta Blocker, akan menghambat ekspresi obat-obat anti psikotik sehingga perlu dipertimbangkan dosis pemberiannya bila diberikan bersama-sama. Kondisi stres, hipoalbumin karena malnutrisi atau gagal ginjal dan gagal hati dapat mempengaruhi ikatan protein obat-obat antipsikotik tersebut. (Wiguna, 2010)

FarmakodinamikObat-obat antipsikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin dan seretonin di otak, dengan targe untuk menurunkan gejala-gejala psikotik seperti halusinasi, waham dan lain-lain.Sistem Dopamin yang terlibat yaitu sistem nigrostial, sistem mesolim bokortika,dan sistem tuberoinfundibuler. Karena kerja yang spesifik ini maka dapat diperkirakan efek samping yang mungkin timbul bila sistem-sistem tersebut mengalami hambatan yang berlebih. BIla hambatan pada sistem nigrostriatal berlebihan maka akan terjadi gangguan terutama pada aktivitas motorik, sedangkan sistem mesolimbokortikal mempengarui fungsi kognitif, dan fungsi endokrin terganggu bila sistem tuberoinfundibuler terhambat berlembihan. (Wiguna, 2010)

Efek sampingEfek samping dapat dikelompollan menjadi efek samping neurologis dan nonneurologis. Efek samping neurologis akut berupa akatisia, distonia akut dan parkinsonism (acute extrapyramidal syndrome). Dapat juga menjadi efek samping akut berupa SNM (Syndroma Neuroleptik Maligna) yang merupakan kondisi emergensi karena dapat mengancam kelangsungan hidup pasien. Pada kondisi kronis atau efek samping pengobatan jangka panjang dapat dilihat kemungkinan terjadinya terdif diskinesia. (Wiguna, 2010)

Efek samping obat anti psikosis dapat berupa: Sedasi dan inhibisai psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun. Ganguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan miksi & defakasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan trauma jantung). Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akthisia, sindrom parkinson : tremor, bradikinesia, rigditas). Ganguan endokrin (amenorrhoe gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik (agranuloctyosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang. (Maslim, 2007)Efek samping ini ada yang dapat di-tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang sampai membutuhkan obat simtomatis untuk meringankan penderitaan pasien. (Maslim, 2007)Dalam pengunaan obat anti psikosis yang ingin dicapai adalah "optimal response with minimal side effects".(Maslim, 2007)Efek samping dapat juga 'irreversible" : tardive dykinesia (gerakan berulang involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti psikosis (non dose related). (Maslim, 2007)Bila terjadi gejala tersebut : obat anti psikosis perlahan-lahan dihentikan bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat anti parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti psikosis yang baik adalah Clozapine 50-100 mg/h. (Maslim, 2007)pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. (Maslim, 2007)Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis untuk bunuh diri. Namun demikianuntuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan "lavage lambung" bila obat belum lama dimakan. (Maslim, 2007)

Pemilihan Obat Pada dasarnya semula obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). (Maslim, 2007)

Anti-psikosisMg.Eg.Dosis(Mg/h)Sedasi OtonomikEks. Pir.

Chlopromazine100150-1500++++++++

Thioridazine100100-900+++++++

Perphenazine88-48+++++

Trifluoperazine55-60+++++

Fluphenazine55-60++++++

Haloperidol22-100++++++

Pimozide22-6++++

Clozapine2525-200+++++-

Zotepine5075-100+++

Sulpride200200-1600+++

Risperidone22-9+++

Quetiapine10050-400+++

Olanzapine1010-20+++

Aripiprazole1010-20+++

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dosis ekivalen. Misalnya contoh sbb: Chlorpromazine dan Thioridazine yang efek samping sedatif kuat terutama digunakan terhadap Sindorme Psikosis dengan gejala dominan: gaduh, gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku, dll. Sedangkan Trifluoperazine, Fluphenazin, dan Haloperidol dengan gejala dominan : apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan ini siatif, hipoaktif, waham, halusinasi, dll. Tetapi obat yang terakhir ini paling mudah menyebabkan gejala ekstrapiramidal dengan Thioridazine (dosis ekivalen) dimana efek samping ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai timbul 'tardive dykinesia" obat anti psikosis yang tanpa efek samping ekstrapiramidal adalah Clozapine. (Maslim, 2007) Apabila obat anti-psikosi stertentu tidak memberikan repons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama. (Maslim, 2007) Apabila dalam riwayat tertentu obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek samping-nya , dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. (Maslim, 2007) Apabila gejala negatif ( afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis-atipikal perlu dipertimbangkan . Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai resiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal (neuro-leptic induced medical complication). (Maslim, 2007)

Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan : Onset efek primer (efek klinis: Sekitar 2-4 minggu Onset efek sekunder (efek samping): sekitar 2-6 jam. Waktu paruh : 12-14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari) Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek sampng (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu menggangu kualitas hidup pasien.Mulai dengan "dosis awal" sesuai dengan "dosis anjuran", dinaikkan setiap 2-3 hari -> sampai mencapai "dosis efektif" (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis) -> dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan -> "dosis optimal" -> dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) -> diturunkan setiap 2 minggu -> "dosis maintenance" -> sipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi "drug holiday" 1-2 hari/minggu) -> tapering off (dosis diturunkan 2-4 minggu) -> stop. (Maslim, 2007)

PromazineEfek menghambat dan hipogenik

Levomepromazin

KlopenthixolNeroleptika denganDosis efektif besar

Thioridazin

Klopromazine

HaloperidolReserpin

Trifluoperaxin

FlufenazinPerfenazin

ThioproperazinThiopropazatNeroleptika denganDosis efektif kecil

Efek Anti-Psikosis Dosis efektif tinggi Dosis efektif rendah

ANTIAGITASI PB, A/E, PM. MENINGKAT KEMAUAN, PERSEPSI

Dosis efektif tinggi (d.e.t)Drug of choice : anti agitasiPsikomotor meningkat (gaduh gelisah)

1. Chlorpromazine / c.p.z (tipikal) promactil, largactil, tab. 100 mg, 25 mg injeksi : 25mg, 50mg, 100mg/amp efek samping berbahaya : hipotensi ortostatik shock harus mengikuti prosedur pemakaian chlorpomazine (Tuti H)

prosedur pemakaian chlorpromazine Px difiksasi (diikat) Tensi >120 systole, nadi, rr Injeksi cpz i.m. (jangan i.v.) 25 mg tunggu 20 menit, bila masih gelisah injeksi lagi 25 mg Tidak boleh bangun hipotensi ortostatik awasi tensi Jangan diinjeksi bila panas (s.o.o) Bila tensi drop pasang infus grojok bila perlu dopamin (Tuti H)

2. Thioridazine (tipikal)Melleril 100mg, 50mg (Tuti H)

3. Clozapine (atipikal)Clozaril 25mg, 100mg, 200mg, 300mgMitu: sizoril, luften, clorilex, clopine (Tuti H)

4. Quetiapine (atipikal)Seroquel 25mg, 100mg, 200mg, 300mg (Tuti H)

5. Olanzapine (atipikal)Zyprexa 10mg (Tuti H)

6. Aripiprazole (atipikal)Abilify 10mg, 15mg (d4, 5ht) (Tuti H)

Dosis efektif rendah (d.e.r)Drug of choice : P.b., a/e, kemauan, persepsi

1. Haloperidol (tipikal) Serenace, govotil, lodomer, haldol, SeradolTab 0,5mg, 1,5mg, 2mg, 5 mg,Injeksi short acting (haloperidol hcl, Serenace 10mg, lodomer 5mg/amp)Long acting : haldol decanoas 50mgDrop (serenace, lodomer) 15cc (Tuti H)

2. Trifluoperazine (tipikal)Stelazine, tab 1mg, 5mg (Tuti H)

3. Flufenazine (tipikal)Tab anatensol (5mg),Inj. Modecate (flufenazine decanoas)25mg, 1 bln sekali (Tuti H)

4. Risperidone (atipikal)Risperdal, noprenia, persidal, zofredal, Neripros, rizodal, nodirilTab 1mg, 2mg, 3mg, oral solution, injeksi long acting risperdal consta, 2 minggu sekali (Tuti H)

5. Paliperidone/in vega (3mg, 6mg, 9mg) (Tuti H)

Switching oral Haloperidol Decanoas dan Skizonoate/ Flufenazine Decanoas.

1. Beri Tablet Haloperidol 5 mg atau tablet Flufenazine 5 mg dengan dosis 1-0-1 selama 2 minggu, lalu monitoring apakah ada tanda- tanda EPS (Ekstrapyramidal Syndrome) pada penderita setelah diberi obat tersebut selama 2 minggu. Jika tidak ada tanda-tanda EPS lanjut ke prosedur no 2. 2. Beri Tablet Haloperidol 5 mg atau tablet Flufenazine 5 mg dengan dosis 1-0-1 selama 1 bulan diikuti dengan Injeksi Haloperidol Decanoas 50 mg atau Flufenazine Decanoas 25 mg. Injeksi dilakukan 1 kali. Setelah 1 bulan lanjut ke prosedur no 3.3. Beri Tablet Haloperidol 5 mg atau tablet Flufenazine dengan dosis 1/2-0-1/2 selama 1 bulan diikuti dengan Injeksi Haloperidol Decanoas 50 mg atau Flufenazine Decanoas 25 mg. Injeksi dilakukan 1 kali. Setelah 1 bulan lanjut ke prosedur no 4.4. Beri Tablet Haloperidol 5 mg atau tablet Flufenazine dengan dosis 0--0-1/2 selama 1 bulan diikuti dengan Injeksi Haloperidol Decanoas 50 mg atau Flufenazine Decanoas 25 mg. Injeksi dilakukan 1 kali. Setelah 1 bulan lanjut ke prosedur no 5.5. Stop pemberian tablet Haloperidol atau tablet Flufenazine. Lanjutkan injeksi Haloperidol Decanoas 50 mg atau Flufenazine Decanoas 25 mg sebulan sekali hingga 1 tahun.6. Pada tahun kedua injeksi Haloperidol Decanoas 50 mg atau Flufenazine Decanoas 25 mg 2 bulan sekali hingga 1 tahun.7. Pada tahun ketiga injeksi Haloperidol Decanoas 50 mg atau Flufenazine Decanoas 25 mg 3 bulan sekali hingga 1 tahun.8. Pada tahun keempat injeksi Haloperidol Decanoas 50 mg atau Flufenazine Decanoas 25 mg 4 bulan sekali hingga 1 tahun.9. Pada tahun kelima injeksi Haloperidol Decanoas 50 mg atau Flufenazine Decanoas 25 mg 6 bulan sekali hingga 1 tahun.

Syarat : Jika menggunakan tablet haloperidol pada awal pemberian maka injeksi harus mengunakan injeksi haloperidol decanoas. Jika menggunakan tablet flufenazine pada awal pemberian maka injeksi harus menggunakan injeksi flufenazine decanoas.

Daftar Pustaka

Maramis, R 2009, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi kedua, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.

Maslim, R 2007, Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Edisi ketiga, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta.

Slide Kuliah "Gejala Gangguan Jiwa" Dr. dr. Tuti Herwini Sp KJ bagian Psikiatri FK UHT Subdepkeswa Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

Tirka, N Ilmu Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Dalam Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah, Surabaya.

Wiguna, T 2010, Gangguan stres pasca trauma. Dalam Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,

20