referat dr cahya

63
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. 1 Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien. 3 Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan, ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri. Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan resiko

Upload: intan-octaviani

Post on 26-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jiwa

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Dr Cahya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang

untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.1

Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam

beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai

gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks

situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini

biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan

stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru

atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.3

Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari

sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya

menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan,

ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.

Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi

medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan

resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami

bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang membutuhkan pengakuan

dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup

bagi pasien mereka.3,4

Kebalikan dari insomnia adalah Hypersomnia atau yang lebih dikenal

dengan EDS (Excessive Daytime Sleepines) adalah suatu gejala yang muncul

sewaktu waktu dari kecendrungan untuk mengantuk atau sampai jatuh tertidur

disaat intensitas dan ekspektasi untuk tetap terjaga dan bangun pada saat

tersebut.11

Penelitian menunjukkan EDS berpengaruh besar pada kesehatan individu

baik secara fisik maupun metal dan juga berpengaruh luas pada keluarga ,

lingkungan kerja dan bidang ekonomi.

Page 2: Referat Dr Cahya

BAB II

ISI

I. INSOMNIA

1.1. Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan

beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola

dunia disebut sebagai irama sirkadian1,4.

Tidur tidak dapat diartikan sebagai meanifestasi proses deaktivasi sistem

Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-

neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi

terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut

sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang

menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang

otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Page 3: Referat Dr Cahya

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu

diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM

terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam

empat stadium, antara lain:

Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium

ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran

kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7

siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.

Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu

tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle

shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik,

lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini,

orang dapat dibangunkan dengan mudah.

Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG

menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga

2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat

nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran

EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada

jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur

dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak

dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.1,4

Page 4: Referat Dr Cahya

Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya

terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya

perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata

dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra

chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi

pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol, growth

hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun tidur. NSC

bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari

cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi

peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jila

malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang

mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula

pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan

mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan

kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus

meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi.5

Page 5: Referat Dr Cahya

Perubahan tidur akibat proses menua

Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur (

berbaring lama di tempat tidur sebelum tidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih

pendek waktu tidur nyenyaknya.

Pada penelitian di laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami

waktu tidur yang dalam lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih

lama. Hasil uji dengan alat polysomnographic didapatkan penurunan yang

bermakna dalam slow wave sleep dan rapid eye movement (REM). Orang usia

lanjut juga lebih sering terbangun di tengah malam akibat perubahan fisik karena

usia dan penyakit yang dideritanya sehingga kualitas tidur secara nyata menurun.

Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu

menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama

sirkadian yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan

temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat

pada siang hari dan temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut,

ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan

kurang menonjol. Melatonin menurun dengan meningkatnya umur.

Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang sehat, juga

tergantung pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari sibuk

dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya,

sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif,

malamnya akan sulit tidur.5

Page 6: Referat Dr Cahya

Hypnograms memerlihatkan perbedaan karakter tidur pada orang muda dan orang

tua. Dibandingkan dengan orang muda, Orang tua cenderung memiliki onset tidur

yang lama, tidur yang terfragmentasi, bangun terlalu dini di pagi hari dan

menurunnya tidur tahap 3 dan 4.5

1.2 Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal

kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif

yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan

signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International

Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan

memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu

selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep

Page 7: Referat Dr Cahya

Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,

disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia

adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau

mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.

Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki

berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian

obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan

suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

1.3 Klasifikasi Insomnia

Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah

tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali

menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi

medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu

masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1

dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga

dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu

penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun

penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang

menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu

International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of

Page 8: Referat Dr Cahya

Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders

(ISD).

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:

Organik

Non organik

- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)

- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti

mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)

Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia

disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan

sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain

2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum

3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu

4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali

dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini

menetap dan diderita minimal 1 bulan.

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,

insomnia diklasifikasikan menjadi:

a. Acute insomnia

b. Psychophysiologic insomnia

c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)

d. Idiopathic insomnia

e. Insomnia due to mental disorder

f. Inadequate sleep hygiene

g. Behavioral insomnia of childhood

Page 9: Referat Dr Cahya

h. Insomnia due to drug or substance

i. Insomnia due to medical condition

j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,

unspecified (nonorganic)

k. Physiologic insomnia, unspecified (organic) 10

1.4. Etiologi Insomnia

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga

dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk

tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit

dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat

menyebabkan insomnia.

• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan

kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,

termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,

stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung

kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat

menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu

seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering

menyebabkan terbangun di tengah malam.

• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan

bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami

insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.

Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung,

penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit

Parkinson dan penyakit Alzheimer.

• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh

atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama

Page 10: Referat Dr Cahya

sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai

jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan

tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh

tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka

berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak

mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,10

1.5 Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko

insomnia meningkat jika terjadi pada:

Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon

selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama

menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering

mengganggu tidur.

Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia

meningkat sejalan dengan usia.

Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,

kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu

tidur.

Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang

seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan

insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan

risiko terjadinya insomnia.

Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari

sering meningkatkan resiko insomnia.1,4

1.6 Tanda dan Gejala Insomnia

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

Sering terbangun pada malam hari

Bangun tidur terlalu awal

Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

Page 11: Referat Dr Cahya

Iritabilitas, depresi atau kecemasan

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

Ketegangan dan sakit kepala

Gejala gastrointestinal 1,3,7

1.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

Pola tidur penderita.

Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

Tingkatan stres psikis.

Riwayat medis.

Aktivitas fisik

Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan

pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan

pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu

tidur Anda selama 2 minggu.

Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu

permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah

juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang

bisa menyebabkan insomnia.

Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan

pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi,

gerakan mata, dan gerakan tubuh.6

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ7

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

Page 12: Referat Dr Cahya

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,

atau kualitas tidur yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1

bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan

terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan

penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial

dan pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak

menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan

adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan

yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”)

tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0)

atau gangguan penyesuaian (F43.2)

1.8 Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan

mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku

ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk

penderita insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi

- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

- Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback,

dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi

kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol

pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

Page 13: Referat Dr Cahya

- Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan

pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling

tatap muka atau dalam grup.

- Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di

tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.3,6

- Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk

beraktivitas.

Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:8

1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca,

menonton televisi, makan atau bekerja.

2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu

20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan

tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang

membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa

mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di

tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang

membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat

tidur.

3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa

lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal

tidur-bangun (kontrol waktu).

4. Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

Page 14: Referat Dr Cahya

Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan

pernapasan atau beribadah

Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan

tidur pada malam hari.

Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti

menghindari kebisingan

Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit

setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

Menghindari makan besar sebelum tidur

Cek kesehatan secara rutin

Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik1,2,3,6

2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan

yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Page 15: Referat Dr Cahya

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Page 16: Referat Dr Cahya

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”

yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)

Misalnya pada gangguan anxietas

- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk

kembali ke proses tidur selanjutnya)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-

Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan

Tetrasiklik)

Misalnya pada gangguan depresi

- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan

terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-

Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan

benzodiazepine (Long acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis

- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi

tidur.

- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan

dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off

(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)

- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih

perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi

- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3

kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia

lanjut

Lama Pemberian

- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak

lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan

Page 17: Referat Dr Cahya

lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang

menetap sekitar 6 bulan lamanya.

- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological

Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah

gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-

insomnia (waktu paruh) :

- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) gejala

rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik

- Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan

- Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala

“hang over” pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime

sleepiness”

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat

terjadi “disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”

Interaksi obat

- Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan

potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation

and respiratory failure”

- Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal

enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang

menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

- Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol

atau “CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Page 18: Referat Dr Cahya

Perhatian Khusus

- Kontraindikasi :

o Sleep apneu syndrome

o Congestive Heart Failure

o Chronic Respiratory Disease

- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko

menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)

khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan

melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)1,3,9

1.9 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.

Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi

Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan

reaksi kecelakaan.

Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

Kelebihan berat badan atau kegemukan

Daya tahan tubuh yang rendah

Page 19: Referat Dr Cahya

Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya

tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

1.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada

gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.

II. HIPERSOMNIA

2.1 Pengertian

Klasifikasi internasional gangguan tidur edisi kedua (American Academy of Sleep

Medicine, 2005a) menjelaskan hipersomnia sebagai sekelompok gangguan

dimana keluhan utamanya adalah kantuk di siang hari yang berlebihan (EDS),

yang tidak disebabkan oleh gangguan tidur malam atau irama sirkadian.

3.1 Etiologi

Hipersomnia atau EDS dapat terjadi karena efek primer dari system saraf

pusat yakni seperti narcolepsy atau idiopatik hypersomnia atau efek sekunder dari

gangguan tidur , efek obat, penggunaan narkotika, Obstruksi Sleep Apnea (OSA)

dan berbagai obat lain serta kondisi psikiatri. Primer hypersomnia lebih jarang

terjadi dibandingkan sekunder hypersomnia13

Page 20: Referat Dr Cahya

I. Primer:

1) Narcolepsy

Prevalensi dari narkolepsi diperkirakan 0.03-0.05 %. EDS biasanya

merupakan gejala yang muncul dari narcolpepsy, tetapi pada beberapa

pasien memiliki karakteristik khusus yang muncul yakni Cataplexy

( kehilangan tonus otot secara mendadak dan tiba tiba , biasanya

merupakan respon pada stimulus emosi), sleep paralysis, hypnagogic atau

hypnopompic hallucination dan gangguang tidur pada malam hari

(disrupted nocturnal sleep).

Patofisiologi narkolepsi:

Narkolepsi terbagi menjadi 2 yakni narcolepsy dengan cataplexy

dan narcolepsy tanpa cataplexy.Patofisologi terjadinya 2 keadaan tersebut

berbeda.Penelitian menunjukkan bahwa kekurangan dari hypocretin-1

secreting cell di hypothalamus yang disebabkan karena proses autoimun

Page 21: Referat Dr Cahya

berperan penting pada sebagian besar kasus. CSF hypocretin-1 biasanya

normal pada narkolepesi tanpa catapelexy, dan mengalami penurunan saat

cataplexy muncul.Hal ini menunjukkan penyebab narcolepsy tanpa

cataplexy tidak melibatkan hypocretin-secreting hypothalamic

neuron.Patofisiologi dan patogenenesis dari narkolepsi terlihat jelas pada

gangguan pada tidur fase REM yang terjadi di menit-menit awal tidur.Hal

ini disebut tanda electrophysiology dari narcolepsy. Narcolepsy dipercaya

terjadi karena kelainan monoaminergic regulasi dari kolinergic pada

mekanisme yang terjadi pada tidur fase REM.14

2) Idiopathic CNS hypersomnia

Pada gangguan ini dikarakterisikan dengan adanya EDS namun tanpa

ditemukan adanya cataplexy atau kekurangan tidur saat malam. Idiopathic

CNS hypersomnia lebih jarang ditemukan daripada narcolepsy, namun

prevalensinya masih belum diketahui pasti karena belum adanya kepastian

marker penegakan diagnosa. Onset gejalanya terutama pada remaja.

Etiologinya masih belum jelas diketahui namun penyakit yang disebabkan

virus dikatakan sebagai salah satu penyebabnya. Selain itu genetic

disebutkan juga berpengaruh dengan ditemukannya penigkatan HLA-Cw2

pada pasien. Polysomography menunjukkan pemendekan initial latensi

tidur, peningkatan waktu total tidur dan normal grafik tidurnya. MSLT

menurun, biasanya pada range 8-10 menit.17

3) Kleine-Levin syndrome

Kleine levin syndrome merupakan kelainan yang jarang ditemukan.

Kelainan ini berupa periodic hypersomnia dan kebanyakan terjadi pada

anak usia remaja. Ciri cinya adalah EDS, hyperfagia, sikap agresif, dan

hypersexuality, dan terjadi dalam hitungan hari sampai minggu lalu

berselanghitungan minggu dan bulan untuk serangan selanjutnya, selama

periode simptomatik didapatkan EDS lebih dari 18 jam per hari dan

Page 22: Referat Dr Cahya

didapatkan rasa kantuk bingung dan mudah terganggu pada waktu pasien

bangun.17

II. Sekunder

1) Sleep Deprivation

Sleep deprivation merupakan penyebab yang paling sering dari EDS.

Gejala dapat ditemukan pada orang sehat setelah keterbatasan waktu untuk

tidur walaupun hanya sedikit. Penelitian menunjukkan pembatasan tidur pada

orang dewasa sehat untuk tidur 6 jam permalam selama 14 hari menunjukkan

gangguan fungsi neurobiological yang signifikan. Gejala dari sleep

deprivation dapat terjadi setelah hanya 1 hari kehilangan waktu tidur,dan bagi

orang dengan sleep deprivation secara kronik kadang tidak merasa bahwa

sebenarnya sudah terjadi penurunan fungsi kognitifnya. Secara bertentangan

pada hampir semua insomnia kronik berhubungan dengan daytime

hyperarousal disbanding EDS. 13

2) Medication And Drug Effects

Rasa kantuk merupakan efek samping obat paling sering dari obat

yang bekerja pada CNS. Meskipun tidak ada neurotransmitter tunggal yang

dapat diidentifikasikan sebagai neurotransmitter yang berperan dalam

mengontrol tidur, namun hampir semua obat degan mekanisme kerja sedative

akan berefek pada satu atau lebih nuerotransmiter central yang berimplikasi

pada neuromodulasi dari tidur dan bangun yakni seperti dopamine,

epinephrine, acetycholine , serotonin, histamine, glutamate, γ-aminobutyric

acid, and adenosine.16

Page 23: Referat Dr Cahya

(Mc Carty et al, 2012)

3) OSA (Obtructive Sleep Apnea)

EDS merupakan gejala yang paling sering didapatkan pada OSA.

Gangguang tidur (sleep disorder) disebabkan blokade jalan nafas atas, OSA

menyebabkan apneau atau penurunan aliran udara (hypopneau) dan dapat

menyebabkan lebih dari atau sama dengan 5 episode apneau dan hypopneau

tiap jam tidur, hal ini menyebabkan hypoxia recurrent dan bangun berulang

dari tidur. Pada orang dewasa usia 30-60 tahun prevalensi OSA diestimasi 9%

pada wanita dan setidaknya 23% pada wanita dan 16% pada pria akan

mengalami EDS. Dan kebanyakan tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap

OSA.OSA dapat didiagnosa dengan menggunakan kriteria AHI (Apnea-

hypopnea index) yakni jumlah apneau dan hyponeau per jam selama tidur.16

AHI = 0-4 Normal rangeAHI = 5-14 Mild sleep apneaAHI = 15-30 Moderate sleep apneaAHI > 30 Severe sleep apnea

Page 24: Referat Dr Cahya

Faktor resiko OSA:18

Orang dengan overweihght (BMI 25-29,9) dan obesitas (BMI

≥30)

Pria atau wanita dengan ukuran leher yang besar, untuk pria ≥

17 inci untuk wanita ≥16

Pria usia pertengahan dan usia tua, dan wanita post-menopouse

Orang dengan abnormalitas tulang dan struktur soft tissue pada

kepala dan leher

Anak dan dewasa muda dengan down syndrome

Anak dengan pembesaran tonsil dan adenoid

Memiliki keturunan OSA

Gangguan endokrin seperti hypothyroidism dan acromegaly

Perokok

Sumbatan hidung seperti abnormal morfologi atau rinitis

4) Sebab lain

Termasuk di dalamnya trauma kepala, tumor, stroke, kondisi inflamasi,

encephalitis dan genetic serta penyakit neurodegenerarif dapat menyebabkan

EDS, kondisi psikiatri terutama depresi, gangguan tidur seperi gangguan ritme

cyrcardian (jetlag dan shift work), periodic limb movement, dan restlesnees

leg syndrome dapat meyebabkan EDS.16

(Hari Purnomo, 2013)

2.3 Patofisiologi Hipersomnia

Page 25: Referat Dr Cahya

Mekanisme terjadinya hypersomnia sendiri masih belum bisa dipastikan

namun beberapa teori dapat menjelaskan terjadi adanya hypersomnia atau

excessive Daytime Sleepiness15

- EDS ditemukan pada pasien yang terinfeksi virus seperti Guillan Barre

Syndrome, hepatitis, mononucleosis, atypical viral pneumonia,selain itu

beberapa kasus yang bersifat genetic, EDS berhubungan dengan genotype

HLA-cw-2 da HLA-DR11. Namun pada mayoritas pasien ditemukan

dengan riwayat infeksi virus pada keluaga atau riwayat penyakit dahulu

pasien sendiri.15

- Pada penelitian yang dilakukan pada hewan, kerusakan neuron

nonadrenergik pada rostral ketiga dari locus cerleus complex

menyebabkan EDS. Trauma disebutkan memiliki hubungan pada EDS,

metabolit neurotransmitter pada pasien post traumatic EDS tidak berbeda

dengan pasien yang mengidap EDS dengan narkolepsi atau pasien EDS

lainnya. Kerusakan pada neuron adrenergic pada bundel istmus

berhubungan dengan peningkatan yang berarti pada tidur NREM maupun

REM15

- Penelitan menunjukkan pahwa disfungsi system dopamine dapat terjadi

pada pasien narcolepsy yang menyebabkan EDS, selain itu malfungsi dari

system norepeinefrin dapat menyebabkan primary hypersomnia (EDS).

Selain itu penurunan histamin pada CSF telah dilaporkan pada

hypersomnia primer dan narcolepsy namun tidak pada non CNS

hypersomnia, hal ini mengindikasikan histamine dapat dijadikan indikator

pembeda hypersomnia yang berasal dari CNS atau perifer15

- Pada penelitian pada hewa coba, ditemukan gen yang berperan pada

patologi dari hypocretin/ ligand orexin dan reseptorya. Konsentrasi

hypocretin1 dan hypocretin-2 pada HLA DQB*0602 pada CSF juga

ditemukan pada hypersomnia primer dan akan mengganggu pada transmisi

Page 26: Referat Dr Cahya

hcrt-2 dan hal ini akan menimbulkan gangguan, karena hypocretin peptide

mengeksitasi system histaminergic melalui receptor hypocretin 2,

deficiency hypocretin dapat menyebabkan EDS via penurunan fungsi

histaminergic15

(Preda, Adrian 2013)

- Kekurangan vitamin D yang dapat menyebabkan buruknya kualitas tidur

dan menyebabkan EDS16

2.4 Diagnosa

1) Anamnesis

Adanya keluhan yang khas: Rasa mengantuk yang tidak bisa ditahan,

sampai menimbulkan rasa malu dan menurunnya produktivitas, sampai

tabrakan saat mengemudi

2) Subjective Assesment

a. Epworth Sleepiness scale (ESS)

Page 27: Referat Dr Cahya

ESS merupakan instrument penting untuk menilai derajat rasa kantuk

dalam kegiatan sehari-hari. 8 item pertanyaan ,menanyakan pasien

untuk menilai potensi pasien untuk jatuh tertidur selama berbagai

macam aktivitas dan situasi. Nilai 0 (tidak ada rasa kantuk sama sekali)

sampai 3 (rasa kantuk yang amat sangat). Nilai maksimalnya adala 24,

jika nilai>10 dipertimbangkan untuk kemungkinan adanya EDS, jika

nilai>15 maka disimpulkan bahwa adanya EDS berat.13

b. Stanford Sleepiness scale

SSS bernilai 7 point skala likert-type dengan deskripsi dari sangat

terjaga sampai sangat mengantuk.Subjek diperintah untuk memilih hal

yang mendeskripsikan rasa kantuknya pada waktu tertentu. 13,17

c. Clinical Global Impression of Change

Page 28: Referat Dr Cahya

Clinical Global Impression of Change didesain untuk menilai seberapa

berat penyakit dan perubahan kondisi klinis dari waktu kewaktu. 13,17

d. Diary tidur

Data tidur selama beberapa minggu dapat menyediakan informasi

tentang kebiasaan tidur pasien13,17

3) Sleep studies

a. Nocturnal Polysomnography

Keluhan rasa kantuk yang tidak bisa dijelaskan dengan adanya

penyakit lain merupakan indikasi polysomnography, biasanya

nocturnal polysomnography diikuti pemeriksaan MSLT,

polysomnography dilakukan pada pasien bebas obat pada jadwal

regular dan sesudah mendapatkan tidur yang cukup selama 10-21 hari.

Pemeriksaan ini dapat mendiagnosa adanya sleap apneau dan

keparahnnya, periodic limb movement sleep, dan nocturnal sleep

disturbance.Polysomnography pada pasien narcolepsy didapatkan

gagguan tidur, bangun berulang, dan penurunan latensi tidur.SOREMP

(sleep-onset REM period) pada malam hari merupakan indicator

penting pada pasien narcolepsy. 13,14

b. Mean Sleep Latency Time (MSLT)

Page 29: Referat Dr Cahya

MSLT dilakukan selama periode bangun dan dibuat untuk menilai

kecendrungan pasien untuk jatuh tertidur.Untuk kevalidan, MSLT

biasanya dilakukan setelah polysomnography.kriteria narcolepsy

adalah MSL ≤8 menit dan ≥2 SOREMP. MSL yang sangat pendek

menunjukkan adanya kelainan pada CNS.biaasanya MSL sensitive

pada pasien yang kekurangan tidur. Sedangkan SOREMP dapat untuk

mengidentifikasi pasien dengan depresi gangguan jadwal tidur/bangun,

efek samping penghentian obat dan alcohol, serta kekurangan tidur

karena sleap apneau 13,14

c. Maintenance of Wakefulness Test (MWT)

Berlawanan dengan MSLT, MWT meghitung kemampuan pasien

untuk tetap bangun. Protocol MWT adalah 40 menit dengan 4 sesi

dengan interval 2 jam. Pada orang normal tanpa EDS akan tetap

terjaga dan tidak akan jatuh tertidur dengan rata rata 15 menit dalam 4

atau 5 sesi. 13,14

d. Performance Vigilance Testing

Hypersomnia dapat dievaluasi menggunakan pekerjaan pekerjaan

repetitive , seperti simulasi mengemudi dimana akan dievaluasi

performance, vigilance, attention, dan alertness. 14

e. Pupillometry

Metode pengukuran pupil, pada pupil yang konstriksi dan tidak stabil

berhubungan dengan rasa kantuk dan sebaliknya pupil yang dilatasi

berkaitan dengan bangun. 14

f. Actigraphy

Actigraphy dipasang pada lengan untuk memonitoring aktivitas

seseorang.Pergerakan seseorang berkaitan dengan bangun.Actigraphy

dipasang di tangan seperti jam, dan dapat mengevaluasi pola pasie

Page 30: Referat Dr Cahya

tidur dan bangun dan dapat memvalidasi sleep diary. Actigraphy dapat

digunakan untuk mengevaluasi hypersomnia dan insomnia.14

g. Screening blood test

Skrining obat obatan jenis opiate dan benzodiazepine dapat

dipertimbangkan. 13,14

h. Psychiatric evaluation dan tes psikologi

Evaluasi psikiatri dan tes psikologi sangat membantu untuk

memnutkan pasien dengan gangguan mood, psikosis, dan berpura

pura13,14

Diagnosis Menurut PPDGJ III Hipersomnia non organik (F51.1)

1. Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti, yaitu :

a. Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur /

sleep attack (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan atau

transisi yang memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar

sepenuhnya (sleep drunkenness);

b. Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari satu bulan atau

berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan

penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi dalam fungsi social dan

pekerjaan.

c. Tidak ada gejala tambahan narcolepsy (kataplexy, sleep paralysis,

hypnagonic hallucination) atau bukti klinis untuk sleep apnoe (nocturnal

breath cessation, typical intermittent snoring sound, etc);

d. Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa

kantuk pada siang hari.

2. Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa lain,

misalnya gangguan afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gejala yang

mendasarinya. Diagnosis hipersomnia psikogenik harus ditambahkan bila

Page 31: Referat Dr Cahya

hipersomnia merupakan keluhan dominan dari penderita dengan gangguan jiwa

lainnya.

2.5 Manajemen Hipersomnia

a) Insufficient Sleep(Sleep Restriction/Deprivation )

Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur

Kriteria Diagnosis

a. Klinis :

1) Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7

jam (6 jam atau kurang).

2) Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor.

Tata Laksana

a. Non Medikamentosa:

Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih.Kadang kadang

dibutuhkan perubahan pola hidup dan pekerjaan.

b. Medikamentosa:

Page 32: Referat Dr Cahya

Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat

stimulan jangka pendek (Methylphenidate, Ritalin® 5 – 20 mg pagi dan atau

siang hari)

Differential Diagnosis: Hipersomnia sebab lain

Penyulit :

- Pembatasan tidur parsial (4 – 6 jam per-malam), jangka pendek (kurang

dari 2 minggu) menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta

perubahan endokrin seperti peningkatan kadar kortisol dan resistensi

insulin yang ringan.

- Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka

kematian karena penyakit jantung dan kematian pada umumnya.

b) Sedating Medication( Hipersomnia Karena Obat Sedatif)

Kriteria Diagnosis

a. Klinis :

Adanya pemakaian obat-obat yang mempunyai efek sedatif seperti

obat hipnotik, anti psikotik (Chlorpromazine,Thioridazine), anti

depresan golongan trisiklik (amitriptyline, doxepine) anti

konvulsan, anxiolytics (Benzodiazepine), anti histamin

(Chlorpheniramine, Dyphenhidramine), anti hipertensi (Alpha

agonist, Alpha blockers), melatonin, putus obat golongan

amphetamine.

Tata Laksana:

a. Non Medikamentosa:

Menghentikan obat atau ganti dengan golonganlain yang

kurangmempunyai efek sedatif

b. Medikamentosa :

Jika obat tidak dapat dihentikan dicoba dengan pemberian terapi stimulan

antara lain Methylphenidate (Ritalin) 5- 80 mg dosis terbagi,

Dextroamphetamine (Adderall) 5-60 mg dosis terbagi, Modafinil

(Provigil) 100- 400 mg (sekali atau dua kali sehari).

Page 33: Referat Dr Cahya

c) Narkolepsi

Kriteria Diagnosis

a. Klinis

1. Gejala biasanya mulai dekade ke-2 (umur 20 – 30 tahun), walaupun

kadang terjadi sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun).

2. Ada 4 gambaran klasik (Classic tetrad) :

a. Hipersomnia : merupakan gejala utama gejala utama yaitu mengantuk

berlebihan pada siang hari yang segera membaik dan kembali segar

setelah tidur singkat kurang dari 30 menit

b. Cataplexy : mendadak kehilangan tonus otot dan berlangsung sebentar

yang khas terjadi pada saat sedang emosi kuat, misalnya tertawa

terbahak-bahak atau marah yang berlebihan. Kelumpuhan dapat

komplit atau parsial dan biasanya singkat (detik – menit). Terjadi kira-

kira 70% penderita narkolepsi.

c. Sleep paralysis (Jawa: tindihen) yaitu ketidakmampuan untuk bergerak

atau bicara yang terjadi awal (hipnagogic) atau akhir tidur

(hipnopompic).

d. Hipnagogic hallucination yaitu halusinasi penglihatan atau

pendengaran yang muncul sebagai representasi mimpi dan terjadi

segera pada awal tidur, kadang-kadang terjadi pada saat bangun pagi

(hipnopompic). Halusinasi dapat berupa bayangan orang yang

mengancam, binatang atau biasanya hantu/monster disertai rasa takut

yang hebat dengan atau tanpa sleep paralisis.

Gejala penyerta :

Automatic behaviour dan amnesia: yaitu saat penderita mengantuk

dan berusaha mengatasinya tiba-tiba muncul aktifitas yang terjadi

dibawah alam sadar. Ia dapat melanjutkan tugasnya dengan benar

tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang komplek. Kadang

keluar kata-kata yang tidak mengandung arti dan tidak relevan

dengan pembicaraan dan hal ini mengakhiri serangan disertai

Page 34: Referat Dr Cahya

amnesia terhadap apa yang diperbuat tadi. Serangan berlangsung

beberapa detik tetapi kadang sampai beberapa jam, biasanya saat

mengerjakan aktivitas monoton seperti mengendarai mobil,

sehingga sering terjadi kecelakaan. Karena itu kalau mengantuk

sebaiknya berhenti dan tidur singkat (10 – 30 menit) sudah bisa

segar kembali. Dapat terjadi pada orang normal yang sangat

mengantuk seperti dokter yang praktek sampai jauh malam.

Disrupted sleep yaitu terbangun beberapa kali semalam

Sleep apneu: 20% penderita laki-laki.

3. Polisomnografi menunjukkan 1 atau lebih sebab :

1. Sleep latency< 10 menit

2. REM sleep latency< 20 menit

3. MSLT yang menunjukkan rata rata sleep latency< 5 menit

4. Sleep-onsetREM period (SOREM)< 15 menit, paling sedikit pada 2

dari 5 kesempatan tidur kecil selama rekaman Polysomnography.

4. HLA trapto type-DQB1 0602 dan DR2 positif (terdapat pada 90-100%

penderita narkolepsi tergantung ras-nya)

b. Laboratorium

Polisomnografi (PSG)

Khas :

o Pemendekan ‘sleep onset’ dan REM latency

o Gangguan kerangka tidur, sering terbangunsingkat.

o Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur yang dapat

menyebabkan hipersomnia

MSLT : rata-rata sleep latency <5 menit.

Khas :

o Muncul sleep onset REM (SOREM) kurang dari 15 menit paling

sedikit 2 dari 5 kesempatan tidur kecil.

o Pada orang normal MSLT > 10 menit ( 8-10 menit masih

dianggap abnormal.

Page 35: Referat Dr Cahya

o Onset tidur adalah jangka waktu antara lampu dimatikan dan

munculnya gambaran tidur tahap pertama yaitu NREM.

o Pergantian NREM dan REM rata-rata

antara 60-90 menit. Dianggap normal bila REM terjadi kurang

dari 15 menit. Dianggap abnormal bila REM terjadi <15 menit

(SOREM)

Tata Laksana

a. Medikamentosa

1. Obat stimulan

OBAT DOSIS (mg)

Methylphenidate 5 – 60 (dosis terbagi)

Methylphenidate–SR 20 - 60 / hari

Dextroamphetamin 5 - 60 / hari

Pemoline 75 – 150 /hari

Modafiline 100 - 400 ( sekali atau 2 kali sehari)

2. Obat cataplexy

OBAT DOSIS (mg)

Clomipramine 25 – 75

Imipramine 75 - 150

Protryptiline 15 - 20

Fluoxetin 20 - 40

Paroxetine 20 - 40

Sertraline 50 - 200

Venlafaxine 75 - 150

Sodium oxybate 3- 9 ( dosis terbagi pada malam hari)

b. Non Medikamentosa.

1. Informasi

Page 36: Referat Dr Cahya

Narkolepsi adalah ‘kelainan/penyakit’ seumur hidup. Pasien harus

mendapat informasi yang adekuat tentang penyakitnya

Akan lebih baik lagi apabila informasi disampaikan kepada anggota

keluarga, teman, guru, dokter keluarga, dll yang berhubungan dekat

dengan penderita

Beberapa penderita sangat tertolong apabila berkomunikasi dengan sesama

penderita

2. Tidur malam dan tidur siang sebentar

Tidur malam yang cukup, dilakukan pada jam yang teratur untuk

mencegah terjadinya ngantuk siang hari

Tidur siang yang terencana atau tidur singkat di siang hari untuk

mengurangi hipersomnia.

3. Pendidikan dan Pekerjaan

Meskipun narkolepsi tidak mengganggu intelektualitas, hipersomnia dapat

mengganggu konsentrasi dan penampilan di sekolah dan tempat bekerja.

Guru harus diberi informasi tentang keadaan penderita sehingga kesulitan

anak-anak penderita narkolepsi dapat dilakukan pendekatan dengan

simpatik, diberi jadwal aktifitas yang sesuai, dan dapat tidur siang sejenak

apabila memungkinkan.

Pasien memilih pekerjaan tertentu sehingga terhindar dari bahaya untuk

pasien maupun orang lain

Diperlukan aturan hukum yang relevan untuk penderita narkolepsi

misalnya dalam hal mengemudi kendaraan bermotor

4. Terapi psikologis

Keluhan psikologis, terutama depresi sering terjadi pada narkolepsi

sehingga perlu diberi support psikologis.

Prognosis

- Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan

- Kadang-kadang pada beberapa kasus serangan cataplexia dapat menurun

Page 37: Referat Dr Cahya

- Dapat disertai gangguan tidur yang lain seperti OSA, PLMS,dan REM

Sleep/Behaviour Disease.

Aspek umum pengobatan EDS dan obat yang paling penting yang tersedia

Sementara tubuh menjalani pengobatan untuk narkolepsi, studi pengobatan EDS

kecuali untuk narkolepsi masih tidak ada. Setiap terapi harus didahului

dengan pemeriksaan klinis dan identifikasi kausa. Pengobatan simtomatik harus

diberikan ketika semua pilihan lain untuk kausal pengobatan, penyesuaian

regimen seperti sleep hygiene dan tidur siang yang direncanakan pada narkolepsi

telah habis. Berikut kelompok obat yang digunakan untuk kontrol EDS: 

• sistem saraf pusat (SSP) konvensional  stimulan (amphetamine dan turunannya 

termasuk methylphenidate, dextroamphetamine dan pemoline); 

• nonamphetamine stimulan SSP (Modafinil dan armodafinil); 

• natrium oxybate; 

• kafein; 

• antidepresan dengan sifat stimulan (misalnya Atomoxetine); 

• monoamine oxidase (MAO) inhibitor dengan alerting alert (misalnya

selegiline); 

• dopamin / norepinefrin serapan inhibitor mazindol; 

• obat baru dalam uji klinis (misalnya pitolisant dan hypocretin-1).

Stimulan SSP 

Amphetamine dan senyawa seperti amfetamin meningkatkan transmisi

katekolaminergik (dopaminergik, khususnya) dan, dalam dosis yang lebih tinggi,

mekanisme lain mulai memainkan peran, termasuk interaksi dengan transporter

monoamin. Manifestasi overdosis (kecemasan, sakit kepala, motorik

hiperaktif, kegagalan untuk berkonsentrasi, tremor, agresivitas, anoreksia,

peningkatan tekanan darah, dll) tidak terjadi secara sporadis. Gejala psikotik

mungkin juga muncul, meskipun jarang. Di banyak negara, amfetamin tidak lagi

dipasarkan karena memiliki potensi untuk disalahgunakan. Pemoline sering

Page 38: Referat Dr Cahya

digunakan dimasa lalu, namun, kasus hepatotoksisitas mematikan telah

mengakibatkan penarikan dari pasar di banyak negara. 

Methylphenidate merupakan turunan dari piperazine amphetamine yang bekerja

juga dengan cara aktivasi transmisi katekolaminergik. Methylphenidate dikenal

memiliki efek samping yang relatif ringan dan waktu paruh cukup singkat (2-7

jam). Hal ini secara teratur digunakan dalam dosis oral 10-60 mg/hari dalam 1-3

dosis harian (Dosis tunggal maksimum 20 mg). Methylphenidate juga tersedia

dalam bentuk sustained-release. Keamanan methylphenidate lebih baik

dari amfetamin tetapi tidak ada studi keamanan methylphenidate yang reliabel.

Nonamphetamine stimulan SSP 

Modafinil adalah obat yang paling umum digunakan dalam terapi kantuk. Cara

kerjanya masih belum jelas, seharusnya ia bertindak dengan memblokir re-uptake

transporter norepinefrin dan dopamin. Konsentrasi plasma akan mencapai

puncaknya dalam waktu 2-4 jam setelah asupan. Modafinil memiliki profil

farmakokinetik dengan waktu eliminasi dari 9 sampai 14 jam. Ia benar-

benar dimetabolisme di hati dan diekskresi terutama dalam urin. Modafinil aman

dan mudah ditoleransi, efek yang tidak diinginkan (sakit kepala, mual,

kehilangan nafsu makan dan gugup) jarang terjadi dan jarang menyebabkan

penolakan terapi (Roth et al. 2007). Ada pengalaman klinis yang juga

menunjukkan bahwa, dalam beberapa pasien, perlu untuk meningkatkan dosis

setelah penggunaan jangka panjang. Meskipun modafinil adalah induktor enzim

P450, efektivitas kontraseptif steroid dapat dikurangi bila digunakan dalam

kombinasi dengan modafinil. Karena modafinil adalah inhibitor reversibel dari

metabolisme obat enzim CYP2C19, pemberian modafinil bersama dengan obat-

obatan seperti diazepam, phenytoin dan propranolol dapat meningkatkan tingkat

sirkulasi dari senyawa-senyawa tersebut. Selain itu, kekurangan enzim CYP2D6

(yaitu 7-10% dari populasi kulit putih; sama atau lebih rendah pada populasi lain),

tingkat substrat CYP2D6 seperti antidepresan trisiklik dan selective serotonin

reuptake inhibitor, dimetabolisme oleh CYP2C19, dapat ditingkatkan oleh

Page 39: Referat Dr Cahya

koadministrasi modafinil (Food and Drug Administration, 2012). Di Eropa

penggunaan modafinil telah dibatasi hanya untuk orang dewasa karena terdapat

laporan reaksi alergi pada kulit yang serius. Batasan usia telah dikritik

oleh kelompok ahli berdasarkan pengalaman mereka sendiri (Lecendreux et

al. 2012). Dalam oposisi terhadap rekomendasi Eropa, modafinil efisien dan aman

untuk hipersomnia idiopatik seperti narkolepsi (Lavault et al. 2011). Armodafinil

(Lankford, 2008) baru-baru ini menemukan R-enansiomer dari modafinil dengan

efek lebih panjang dan efisiensi dan keamanan yang sama. Terapi armodafinil

membutuhkan dosis yang lebih rendah daripada modafinil dan perlu diminum

hanya sekali sehari. 

Natrium oxybate 

Bentuk farmakologi dari gammahydroxybutyrate, natrium oxybate, memberikan

sebuah efek yang menguntungkan pada kesadaran di narkolepsi. Diberikan dalam

dosis farmakologis, natrium oxybate muncul menjadi agonis dari

gammahydroxybutyrate reseptor dan GABA B agonis reseptor lemah,

konsolidasi tidur malam dengan mengurangi fragmentasi dan meningkatkan

kualitasnya. Dosis natrium oxybate yang disarankan adalah 4,5-9 g sehari dalam

dua kali minum: satu segera sebelum tidur, yang lain 2,5-4 jam

setelahnya. Meskipun tidak diketahui interaksi farmakologis natrium oxybate,

konsumsi alkohol dan lainnya dilarang keras dan natrium oxybate tidak

dianjurkan pada sleep apnea. Natrium oxybate dikenal dengan efek inhibitor pusat

dan potensinya untuk menginduksi ketergantungan dan penyalah-

gunaan. Gammahydroxybutyrate disalahgunakan pada atlet untuk efek

metabolik dan telah digunakan sebagai 'date rape' obat karena sifat penenangnya

yang cepat. Namun, natrium oxybate memiliki risiko yang sangat rendah pada

pasien narkolepsi.  Obat ini dapat dikombinasikan dengan modafinil (Boscolo-

Berto et al. 2011). Natrium oxybate terdaftar sebagai pengobatan

narkolepsi dengan katapleksi di Eropa (European Obat Agency, 2005) dan di

Amerika Serikat untuk pengobatan katapleksi dan EDS yang disebabkan

oleh narkolepsi.

Page 40: Referat Dr Cahya

Kafein 

Kafein adalah turunan xantine dan non spesifik antagonis reseptor

adenosin. Adenosine adalah neurotransmitter yang meningkatkan efek

kesadaran. Efek stimulasi kafein agak ringan. Sebagian besar diambil dalam

bentuk minuman tapi ada juga dalam bentuk tablet yang dijual di apotek. Dua

kali dosis harian 100 mg tampaknya lebih efektif.

Selegiline 

Selegiline adalah selektif ireversibel MAO B inhibitor, yang dimetabolisme

menjadi berbagai senyawa, termasuk amphetamine dan

methamphetamine. Pembatasan diet, ketidak-cocokan dengan triptans dan selektif

serotonin reuptake inhibitor dan antidepresan trisiklik membatasi penggunaan

rutin obat ini.

Mazindol 

Mazindol jarang digunakan karena efek sampingnya (misalnya gugup, takikardia,

mulut kering, anoreksia). Hal ini tidak lagi dipasarkan di banyak negara.

Obat baru 

Pitolisant adalah agonis kebalikan dari reseptor H3 dan aktivitas wake-promotion

dibuktikan dalam kantuk yang berlebihan diurnal pasien dengan narkolepsi dan

penyakit EDS lainnya dengan penurunan The Epworth Sleepiness Scale sebesar

lima unit (Schwartz, 2011).

Hypocretin-1 dikelola oleh jalur intranasal memiliki efek fungsional pada tidur

pasien narkolepsi dengan katapleksi (Baier et al. 2011) dan merupakan salah satu

obat yang menjanjikan di masa mendatang.

Page 41: Referat Dr Cahya

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam

mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan

fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat

mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.

Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan

berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan

kondisi medis.

Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non

farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang

biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan

benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine

Page 42: Referat Dr Cahya

(Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara non farmakologis

dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan pengobatan di

rumah seperti mengatur jadwal tidur.

Hypersomnia atau EDS (excessive Daytime sleeping) adalah suatu gejala

yang muncul sewaktu waktu dari kecendrungan untuk mengantuk atau sampai

jatuh tertidur disaat intensitas dan ekspektasi untuk tetap terjaga dan bangun pada

saat tersebut.

Gangguan tidur dapat menurunkan respon imun, perubahan nafsu makan

dan fungsi metabolic, berpengaruh pada fungsi jantung dan berpotensi

meningkatkan mortalitas.EDS disebutkan juga berhubungan dengan depresi dan

gangguan kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa EDS merupakan sesuatu hal

yang penting untuk dikenali sejak awal.

Etiologi Hypersomnia dapat terjadi karena sebab primer pada CNS yakni

seperti narcolepsy, idiopathic primary hypersomnia, dan Kleine-Levin syndrome

dan sebab sekunder yakni seperti kurang tidur, OSA dan pengaruh obat obatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

2. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.

3. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis. (http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses tanggal 14 Agustus 2014.)

4. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC5. Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

6. Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-medicine Diakses tanggal 14 Agustus 2014.)

7. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Page 43: Referat Dr Cahya

8. Hazzard. 2009. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology 6th ed. New York: McGraw-Hill.

9. Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

10. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University Press

11. Johns,M.W.2009. What is Excessive Daytime Sleepiness.Sleep Deprivation: Causes, Effects and Treatment chapter 2, page 1-37

12. Corson, Richard. Excessive Daytime Sleepiness: overview of diagnosis and Treatment. Perspectives volume 8, issue 1. 2009. Page 10-13

13. Pagel.JS. 2009. Excessive daytime sleepiness. Issues of American Family Physician volume 79 number 5, 1 Maret 2009

14. Avidan , AY. Narcolepsy and idiopathic hypersomnia. ACCP sleep medicine board review course 2008

15. Preda, Adrian. Primary hypersomnia.http://emedicine.medscape.com/article/291699. Diakses 14 Agustus 2014.

16. Mc Carty et al, Vitamin D, race, and Excessive Daytime Sleeping. Journal of clinical Sleep Medicine, vol 8, No.6, 2012

17. Guillemiault C, Brooks SN. Invited review: Excessibe daytime sleepiness a challenge for practising neurologist. Brian (2001), 124, 1482-1491

18. American Academy of sleep medicine. Obstructive sleep Apnea.2008.www.aasmnet.org ©AASM 2008. Diakses tanggal 14 Agustus 2014.