referat cahya peb dr irsam

31
REFERAT “PREEKLAMSIA BERAT” Di susun Oleh : Cahya Daris Tri Wibowo H2A008008 FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: cahya-daris-triwibowo

Post on 08-Aug-2015

88 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Cahya PEB Dr Irsam

REFERAT

“PREEKLAMSIA BERAT”

Di susun Oleh :

Cahya Daris Tri Wibowo

H2A008008

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2012

Page 2: Referat Cahya PEB Dr Irsam

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia eklamsia ( di samping penyakit infeksi ) masih merupakan

sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena

itu diagnosis dini preeklamsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia dan

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu

dan anak. Jadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan rutin sangat

perlu untuk mencari tanda – tanda preeklamsia.

Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan disertai

proteinuria setelah usia gestasi 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala

ini dapat juga timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblast.

Dahulu adanya edema merupakan gejala penting dari preeklamsia. Namun

sekarang, untuk menegakkan diagnosis preeklamsia gejala tersebut tidak harus

ada.

Komponen hipertensi pada penyakit ini adalah bila tekanan darah sistolik

≥140 mmHg, atau bila tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita yang

biasanya memiliki tekanan darah yang normal sebelum hamil. Diagnosa

preeklamsia memerlukan paling sedikit 2 kali pemeriksaan tekanan darah yang

abnormal, yang diukur sedikitnya dalam selang waktu 6 jam.

Proteinuri timbul bila konsentrasi protein urin menunjukkan nilai > 300

mg selama 24 jam. Pengumpulan urin 24 jam merupakan pemeriksaan yang

penting untuk menegakkan diagnosa preeklamsia. Namun bila pemeriksaan tidak

mungkin dilakukan, maka kadar ≥ 30 mg/dL ( sedikitnya +1 pada tes dipstick )

dalam sedikitnya 2 kali pemeriksaan sample urin secara acak, dengan jarak

masing – masing 6 jam, dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa

preeklamsia.

Page 3: Referat Cahya PEB Dr Irsam

BAB II

PEMBAHASAN

Preeklamsia dapat diklasifikasikan menjadi preeklamsia ringan dan berat.

Preeklamsia berat sering dihubungkan dengan oliguria, gangguan serebral atau

visual, edema paru atau sianosis, nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas

abdomen, gangguan fungsi hati, trombositopenia, atau gangguan pertumbuhan

janin. Pada preeklamsia ringan, terdapat hipertensi dan proteinuria, tapi tidak

terlalu menonjol dan pasien juga tidak menunjukkan adanya disfungsi organ –

organ yang lain.

1. DEFINISI

Preeklamsia ialah patologi kehamilan yang ditandai dengan trias

hipertensi, edema dan proteinuria yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu

sampai segera setelah persalinan.

2. EPIDEMIOLOGI

Frekuensi preeklamsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak

faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,

tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklamsia

sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa

kejadian preeklamsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per

1.000 kelahiran (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklamsia

lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.

Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklamsia dan eklamsia di RSU

Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama

periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklamsia sebesar 61

kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai

pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola

hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan

Page 4: Referat Cahya PEB Dr Irsam

obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia (Trijatmo,

2005). Peningkatan kejadian preeklamsia pada usia > 35 tahun mungkin

disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan

superimposed PIH (Campbell, 2006). Di samping itu, preeklamsia juga

dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30

sampel pasien preeklamsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak

terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling

banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.

Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal,

maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan

preeklamsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita

dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk

daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).

3. Etiologi Preeklamsia

Etiologi preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan

penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”. Teori sekarang yang

dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori “iskemia plasenta”.

Kelemahan teori ini yaitu belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan

dengan penyakit ini. Adapun teori-teori tersebut adalah ;

a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial

plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin

meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul

vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat

perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%,

hipertensi dan penurunan volume plasma.

Page 5: Referat Cahya PEB Dr Irsam

b. Peran Faktor Imunologis

Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada

kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap

antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklamsia terjadi kompleks imun

humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya

pembentukan proteinuria.

c. Peran Faktor Genetik

Preeklamsia hanya terjadi pada manusia. Preeklamsia meningkat

pada anak dari ibu yang menderita preeklamsia.

d. Iskemik dari uterus.

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

e. Defisiensi kalsium.

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah

f. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting

dalam patogenesis terjadinya preeklamsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel

endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam

darah wanita hamil dengan preeklamsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah

dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan

meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan

4. PATOFISIOLOGI

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyebab preeklamsia belum

diketahui. Sampai sekarang banyak teori yang telah dikemukakan, namun belum

ada yang dapat menjelaskan secara lengkap terjadinya gejala – gajala yang ada

pada preeklamsia.

Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal berikut ini :

1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,

dan mola hidatidosa.

Page 6: Referat Cahya PEB Dr Irsam

2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.

3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian

janin dalam uterus.

4. Sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan berikutnya.

Hilangnya gejala preEklamsia setelah lahirnya plasenta, menunjukkan

kemungkinan bahwa plasenta memiliki peranan utama pada kondisi ini. Ditambah

lagi, wanita yang mengalami peningkatan jaringan plasenta saat hamil, seperti

pada mola hidatidosa dan kehamilan kembar, menunjukkan peningkatan

prevalensi terjadinya preeklamsia. Bahkan, adanya hipertensi dan proteinuri

setelah usia kehamilan 20 minggu harus dicari kemungkinan adanya kehamilan

mola, karena ia meningkatan kemungkinan bertambahnya jaringan plasenta yang

dapat menyebabkan timbulnya gejala preeklamsia. Penyebab lainnya antara lain

penghentian obat atau kelainan kromosom pada janin ( misalnya : trisomi ).

Beberapa teori telah dikemukakan sebagai upaya untuk menerangkan

terjadinya preeklamsia. Sebuah teori menyatakan bahwa gejala pereeklamsia

timbul akibat adanya peningkatan jumlah sirkulasi mediator aktif pada kehamilan.

Misalnya, peningkatan kadar angiotensin II selama kehamilan dapat menyebabkan

terjadinya spasme pembuluh darah. Teori kedua menyatakan bahwa gangguan

perkembangan plasenta menyebabkan disfungsi endotel pembuluh darah plasenta

dan insufisiensi uteroplasental. Disfungsi endotel pembuluh darah menyebabkan

peningkatan permeabilitas, hiperkoagulabilitas, vasospasme yang luas. Teori

lainnya menyatakan bahwa peningkatan cardiac output selama kehamilan dapat

menyebabkan terjadinya preeklamsia. Peningkatan tekanan dan aliran darah

mengakibatkan dilatasi kapiler, yang dapat merusak organ – organ, yang berakhir

pada terjadinya hipertensi, proteinuria, dan edema.

Teori lain yang diajukan berdasarkan penelitian epidemiologi,

menunjukkan adanya peranan penting dari faktor genetik dan imunologik.

Peningkatan prevalensi juga ditemukan pada pasien yang menggunakan

kontrasepsi, wanita multipara dengan pasangan baru, dan wanita nullipara

menunjukkan peran imunologis. Selain itu, analisa pola genetik mendukung

hipotesa adanya penurunan preeklamsia dari ibu ke janin melalui gen resesif.

Page 7: Referat Cahya PEB Dr Irsam

Penelitian terbaru menyatakan bahwa primapaternitas memiliki peran yang

lebih penting daripada primagraviditas.

Patofisiologi terjadinya kejang pada eklamsi tidak diketahui. Namun hal

ini diduga terjadi karena adanya vasospasme serebral, edema , iskemia, dan

perpindahan ion antar kompatemen intraseluler dan ekstraseluler di otak.

Hampir 10 % wanita dengan preeklamsia berat dan 30 – 50% wanita

dengan eklamsia mengalami hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan rendahnya

jumlah trombosit. Semua ini dikenal sebagai HELLP syndrome. Wanita dengan

preeklamsia dan HELLP syndrome menunjukkan nekrosis hepatoselular dan

disfungsi hepar. Mereka juga peningkatan angka kematian, dan sepertiga wanita

dengan preeklamsi berkembang menjadi disseminated intravascular coagulation.

Konsep sekarang mengenai patofisiologi pre-eklampsia adalah kelainan

multisistem yang ditandai dengan vasokonstriksi, perubahan metabolik, disfungsi

endotelial, adanya aktivasi kaskade koagulasi yang bersamaan dengan respon

inflamasi. Sebaiknya gambaran ini dibagi menjadi dua tahap yaitu perubahan

perfusi plasenta dan sindrom maternal.

Pre-eklampsia hanya timbul bila ada plasenta, tidak membutuhkan janin,

karena dapat timbul pada kehamilan mola. Gejala dan tanda berkurang dramatis

setalah plasenta dilahirkan. Plasenta dari kehamilan pre-eklampsia memiliki

banyak infark dan memperlihatkan sklerosis arteriol. Biopsi plasenta dari wanita

pre-eklampsia memperlihatkan tidak adekuatnya invasi trofoblas dari desidua

maternal, menghasilkan saluran sempit, pembuluh darah yang konstriksi.

Selama perkembangan normal plasenta, sitotrofoblas menginvasi arteri

spiralis. Baik endotel maupun muskularis tunika media digantikan selama invasi

tersebut. Arteri spiralis diubah menjadi pembuluh darah yang lebih besar dengan

resitensi yang rendah. Remodeling arteri spiralis diduga mulai pada akhir

trisemester pertama dan lengkap pada minggu ke 18 sampai 20 minggu. Pada pre-

eklampsia, sitotrofoblas kurang menginvasi. Hal ini menyebabkan berkurangnya

perfusi plasenta dan hasilnya insufisiensi plasenta. Penyebab gagalnya trofoblas

menginvasi adalah faktor genetik, imunologi, dan lingkungan.

Page 8: Referat Cahya PEB Dr Irsam

Pada kasus yang berat, juga terjadi penumpukan makrofag dengan

nekrosis fibrinoid, perubahan membaran basal, deposisi trombosit, trombus mural

dan proliferasi sel otot polos yang akan memperkecil diameter. Aliran

uretroplasenta berkurang mencapai 50-75%. Aliran yang turun karena reduksi

anatomis ini diperberat oleh vasospasme.

Disfungsi endotel sistemik adalah kelainan yang paling penting yang

terjadi pada pre-eklampsia. Hipertensi melalui control endotelial yang terganggu,

proteinuria melalui peningkatan permeabilitas vaskular glomerulus, kagolopati

sebagai hasil ekspresi endotel yang abnormal pro dan antikoagulan, serta

disfungsi hati hasil dari iskemia yang disebabkan oleh endotel injury dan

vasokonstriksi. Data dari banyak penelitian mendukung teori bahwa pada pre-

eklampsia, sindrom maternal disebabkan oleh disfungsi endotel generalisata.

Selain itu juga dilaporkan adanya peningkatan sirkulasi fibronektin, faktor VIII

antigen dan trombomodulin yang semuanya adalah marker injury endotel.

Pada wanita dengan pre-eklampsia, dapat terjadi aliran darah ke organ lain

selain plasenta berkurang, perdarahan, dan nekrosis. Hal ini disebabkan oleh

vasokonstriksi, mikrotrombus, dan penurunan volume plasma karena hilangnya

cairan dari intravaskular. Vasokonstriksi terjadi karena peningkatan senstivitas

terhadap agen pressor. Pre-eklampsia juga ditandai dengan aktivasi kaskade

koagulasi. Ukuran trombosit pada pre-eklampsia lebih besar, hal ini menandakan

peningkatan siklus trombosit. Wanita dengan pre-eklampsia mengalami

kehilangan protein lebih cepat dari intravaskular.

Gambaran utama pre-eklampsia hipertensi terjadi ketika vasodilatasi

normal tidak terjadi. Walaupun curah jantung meningkat 30-50%, penurunan

resistensi vaskular perifer berakibat penurunan tekanan darah. Pada pre-eklampsia

terjadi peningkatan resistensi vaskular perifer dan perubahan sensitivitas vaskular

pada hormon endogen. Ekspansi volume darah normal sekitar 50% pada

kehamilan berkurang 15-20% pada pasien pre-eklampsia. Abnormalitas volume

darah termasuk redistribusi cairan ekstrasel. Hematrokit meningkat seiring

beratnya pre-eklampsia. Volume darah dipertahankan dengan tonus vaskular yang

meningkat. Aliran filtrasi glomelular menurun, dan pada biopsi ginjal

Page 9: Referat Cahya PEB Dr Irsam

menunjukkan endoteliosis kapiler glomerular yang disertai deposit produk

degenerasi fibrinogen.

5. GAMBARAN KLINIK

Biasanya tanda preeklamsi timbul dalam urutan: pertambahan berat badan

yang diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia berat

ditemukan gejala subyektif separti sakit kepala daerah frontal, diplopia,

penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, penurunan jumlah urin, mual, dan

muntah.

Tekanan darah meningkat karena adanya spasmus pembuluh darah disertai

dengan retensi garam dan air. Dengan biopsi ginjal, Altchek dkk (1968Z)

menemukan spasmus yang hebat pada arteriola glomerolus. Pada beberapa

kasus lumen arteriola begitu kecilnya sehingga hanya dapat dilalui oleh

satu sel darah merah. Bila dianggap bahwa spasmus arteriola juga

ditemukan di seluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah

yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan

perifer, agar oksigenasi jaringan dapat dipenuhi.

Timbulnya edema didahului oleh bertambahnya berat badan yang

berlebihan. Penambahan berat yang perlu dicurigai jika dalam seminggu

peningkatannya 1 kg atau lebih. Tambahan berat yang mendadak serta

berlebihan dan merata selama kehamilan terutama disebabkan oleh retensi

cairan dalam jaringan.

Proteinuria biasanya timbul belakangan dalam perjalanan penyakitnya.

Dapat terjadi wanita tersebut sudah melahirkan sebelum proteinuria

diketahui, maka wanita itu mengalami preeklamsia sejati tanpa proteinuria.

Jika tidak ada penyakit ginjal yang mendasari maka setelah satu minggu

persalinan, proteinuria dan hipertensi membaik.

Oliguria, trombositopenia, edema paru, sianosis, serta HELLP Syndrome

juga mengalami gejala preeklamsi berat.

Page 10: Referat Cahya PEB Dr Irsam

6. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

1. Hipertensi tanpa gejala yang ditemukan selama Ante Natal Care

2. Edema merata memiliki spesifisitas yang tinggi bagi preeklamsia

3. Gejala – gejala neurologis, seperti edema papil dan hiperefleksia harus

ditangani segera, karena dapat merupakan tanda – tanda mulai terjadinya

eklamsia.

4. Ptechiae dan memar dapat menunjukkan koagulopati

5. Perlunakan kuadran kanan atas abdomen atau midepigastrik sebagai akibat

nekrosis hepatuselular.

Diagnosis dini harus diutamakan untuk menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas bagi ibu dan anak. Walaupun preeklamsia sukar dicegah, namun

preeklamia dan eklamsia dapat dihindarkan dengan mengenal dan menangani

penyakit tersebut dengan baik.

7. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kriteria diagnosis untuk pre-eklampsia termasuk peningkatan tekanan

darah yang baru dan proteinuria setelah minggu 20 gestasi. Edema dan peningatan

tekanan darah diatas rata-rata tekanan darah pasien bukan merupakan kriteria

diagnosis lagi. Pre-eklampsia berat diindikasikan dengan adanya peningkatan

tekanan darah dan proteinuria yang besar disertai adanya oliguria, gangguan

serebral dan penglihatan dan edema pulmoner atau sianosis.

Anamnesis

Wanita hamil harus ditanya mengenai faktor resiko pre-eklampsia pada asuhan

prenatal. Selain itu juga ditanya mengenai riwayat obstetri terutama mengenai

hipertensi atau pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya. Kondisi seperti

kencing manis, hipertensi, gangguan vaskular dan jaringan ikat, neuropati, dan

sindrom antibodi antifosfolipid. Selama asuhan prenatal setelah minggu 20 gestasi

harus ditanya mengenai gejala spesifik seperti gangguan penglihatan, sakit kepala

presisten, nyeri perut, dan peningkatan edema.

Page 11: Referat Cahya PEB Dr Irsam

Pemeriksaan fisik

Tekanan darah harus diperiksa setiap asuhan prenatal. Pemeriksaan dilakukan

setelah istirahat 10 menit atau lebih. Pemeriksaan tinggi fundus uteri untuk

melihat retardasi atau oligohidramion. Peningkatan edema fasial dan peningkatan

berat badan yang cepat harus dicatat.

Laboratorium

Penilaian asam urat kurang sensitif dan spesifik untuk diagnosis tetapi dapat

menunjukkan kemungkinan hipertensi kronik. Pemeriksaan laboratorium dasar

harus dilakukan pada awal kehamilan wanita dengan resiko pre-eklampsia yang

termasuk pemeriksaan fungsi hati, trombosit, kreatinin dan urinalisis 24 jam untuk

menilai kadar protein. Saat diagnosis sudah ditegakkan pemeriksaan lanjutan

harus dilakukan.

Diagnosis dapat dibuat bila wanita tersebut sehat sebelum hamil, tanpa hipertensi,

proteinuria atau edema. Adanya koma, kejang, nyeri kepala, gejala neurologist

lokal, dan gangguan visual pada ibu hamil, dapat menjadi bukti adanya

preeklamsia atau terjadinya perdarahan serebral, edema , vasospasme, atau

trombosis. Pasien juga mengeluhkan penurunan jumlah urin dan nyeri abdomen.

Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan:

1. Peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

2. Atau peningkatan tekanan sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15 mmHg

3. Atau peningkatan mean arterial pressure > 20 mmHg, atau MAP > 105

mmHg

4. Diukur pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu 6 jam

5. Proteinuria signifikan, 300 mg/24 jam atau > 1 gram/ml

6. Edema umum atau peningkatan berat badan berlebihan

Disebut preeklamsia berat jika ditemukan satu atau lebih gejala dibawah ini:

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg, atau

kenaikan sistolik > 30 mmHg dan diastolik > 15 mmHg

Page 12: Referat Cahya PEB Dr Irsam

2. Proteinuria ≥ 5 gram atau ≥ 3+ dalam pemeriksaan kualitatif ( tes celup

strip/dipstick )

3. Oliguria < 400cc/24 jam

4. Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan

5. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan abdomen

6. Edema paru dan sianosis

7. Adanya HELLP Syndrome

8. Pertumbuhan janin terhambat

Uji Diagnostik:

1. Uji diagnostik dasar:

- Pengukuran tekanan darah

- Analisis protein urin dengan dipstick atau dalam urin 24 jam

- Pemeriksaan edema

- Pengukuran tinggi fundus uteri

- Pemeriksaan funduskopik

2. Uji laboratorium dasar:

- Evaluasi haematologik ( hematokrit, jumlah trombosit, morfologi

eritrosit pada sediaan hapus darah tepi )

- Pemeriksaan fungsi hati ( bilirubin, protein asam, aspartat

aminotransferase, protombin time, dll)

- Pemeriksaan fungsi ginjal ( ureum dan kreatinin )

3. Uji untuk meramalkan hipertensi:

- Roll over test

- Pemberian infus angiotensin II

4. USG

Untuk melihat perkumbangan fetus. Selain itu, pada wanita yang

menunjukkan gejala dan tanda preeklamsia pada usia kehamilan > 20

minggu, sebaiknya dilakukan pemeriksaaan dengan USG untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan mola.

Page 13: Referat Cahya PEB Dr Irsam

8. PENATALAKSANAAN

Persalinan tetap merupakan terapi utama untuk pre-eklampsia. Walaupun

perlu dipertimbangan resiko ibu dan janin untuk menentukan waktu persalinan.

Jika mungkin persalinan pervaginam lebih dipilih dibandingkan persalinan cesaer

untuk mengurangi stress fisiologis. Partus spontan dihindari karena tenaga

mengedan dapat memicu perdarahan pembuluh darah otak. Oleh karena itu,

kelahiran perlu penggunaan bantuan ekstraktor cunam atau vakum diperbolehkan

apabila memenuhi syarat dan tekanan darah sudah terkontrol. Jika harus dilakukan

persalinan cesaer dipilih anastesi regional, namun jika terdapat koagulopati

anestesi regional merupakan kontraindikasi. Wanita dengan pre-eklampsia dan

kehamilan preterm persalinan dapat ditunda terlebih dahulu dan pasien dirawat

jalan dengan pengawasan ketat ibu dan janin. Pada ibu yang tidak patuh, sulit

akses kesehatan, atau dengan pre-eklampsia berat atau progresif harus dirawat.

Tatalaksana untuk pre-eklampsia berat berupa:

1. Pertimbangkan rawat inap jika tekanan darah sistolik≥ 160 mmHg, atau

tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg, atau hipertensi dan protinuria≥ +, atau

jika terdapat gejala nyeri perut dengan hipertensi +/- proteinuria.

2. Awasi tekanan darah, edema, gejala, fundus optik, refleks +/- klonus,

urinalisis untuk protein, volume urin, balans cairan.

3. Periksa hemoglobin, hematokrit, trombosit, fungsi hati, asam urat, fungsi

koagulasi, urinalisis untuk protein dan bersihan kreatinin, katekolamin.

4. Prinsip tatalaksana:

a. Obati hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 170 mmHg, atau tekanan

darah diastolik ≥ 110 mmHg, atau tekanan arteri rata-rata ≥ 125 mm Hg

dengan target tekanan darah 130-140/90-100 mmHg. Perhatikan CTG

selama dan setelah pemberian obat dalam 30 menit. Obat yang dapat

digunakan berupa hydralazin, labetolol dan nifedipine.

b. Berikan steroid jika gestasi ≤ 34 minggu

c. pertimbangkan pemberian antikonvulsan untuk mencegah timbulnya

kejang-kejang. Sebagai pengobatan dapat diberikan:

Page 14: Referat Cahya PEB Dr Irsam

i. Larutan magnesium sulfas 40% sebanyak 6 gram bolus IV dan

dilanjutkan 2 gram/jam drip

ii. Klorpromazin 50 mg IM

iii. Diazepam 20 mg IM

d. Prinsip keseimbangan cairan

i. Cairan harus diberikan berupa kristaloid namun cairan tambahan

berupa koloid dapat diberikan untuk mencegah hipotensi ibu.

ii. Pemberian cairan dipertahankan 85 mL/jam atau produksi urin lebih

30 mL

iii. Diuretik hanya untuk wanita dengan edema pulmonal

e. Persalinan tergantung kondisi ibu dan janin.

Kategori obat: antikonvulsan digunakan agen yang menghambat otot

polos.

Nama obat

Magnesium sulfat terapi lini pertama untuk profilaksis

kejang. Mengantagonis saluran kalsium dari otot polos.

Diindikasikan pada pre-eklampsia berat, eklampsia, dan pre-

eklampsia hampir term. Diberikan secara IV/IM untuk

profilaksis kejang pada pre-eklampsia. Gunakan IV untuk

onset aksi yang lebih cepat pada eklampsia.

Dosis 4-6 g IV selama 20 menit with maintenance of 1-2 g/h

KontraindikasiHipersensitivitas, blok jantung, penyakit Addison, kerusakan

miokardium, hepatitis berat

Interaksi Penggunaan bersama dengan nifedipin dapat menyebabkan

hipotensi dan blok neuromuskular; dapat meningkatkan blok

neuromuskular akibat aminoglikosida dan mempotensiasi

blok neuromuskular oleh tubokurarin, vekuronium, dan

suksinilkolin; dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas

dari depresan SSP, betametason, dan kardiotoksisitas

Page 15: Referat Cahya PEB Dr Irsam

ritodrin.

Kehamilan Aman dalam kehamilan

Kategori obat: antihipertensif agen ini digunakan untuk menurunkan

resistensi sistemik dan membantu menurunkan insufisiensi uteroplasenta.

Nama obat

Hydralazine terapi lini pertama terhadap hipertensi

preeklamptik. Menurunkan resistensi sistemik langsung

melalui vasodilasi arteriol, mengakibatkan takikardia refleks.

Takikardia refleks dan peningkatan curah jantung yang

diakibatkannya membantu membalikkan insufisiensi

uteroplasenta. Efek samping terhadap fetus jarang.

Dosis 5-10 mg IV; ulangi tiap 20 menit sampai maksimum 60 mg

Kontraindikasi Hipersensitivitas, penyakit jantung rheuma katup mitral

Interaksi

Inhibitor MAO dan penyekat beta dapat meningkatkan

toksisitas hydralazine, efek farmakologik hydralazine dapat

diturunkan oleh indomethacin

KehamilanKeamanan untuk penggunaan dalam kehamilan belum

ditetapkan.

Nama obat

Labetalol terapi lini kedua yang menyebabkan vasodilasi

dan menurunkan resistensi vaskular sistemik. Memiliki efek

antagonis alfa-1 dan beta, serta efek agonis beta-2. memiliki

onset yang lebih cepat daripada hydralazine dan hipotensi

lebih jarang. Dosis dan durasi labetalol lebih bervariasi. Efek

samping terhadap fetus jarang.

Page 16: Referat Cahya PEB Dr Irsam

Dosis 50-100 mg IV; ulangi tiap 30 menit sampai maksimum 300 mg

Kontraindikasi

Hipersensitivitas, syok kardiogenik, edema pulmoner,

bradikardia, blok atrioventrikular, gagal jantung kongestif

tidak terkompensasi, penyakit jalan napas reaktif, bradikardia

berat

Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis, karena etiologi

preeklamsia dan faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum

diketahui.

Tujuan utama dalam pengelolaan ialah :

1. Mencegah timbulnya eklamsia

2. Melahirkan janin hidup, dengan trauma seminimal mungkin

3. Mencegah perdarahan intrakranial serta kerugian pada organ vital lainnya

4. Mencegah hipertensi yang menetap

Penatalaksanaan aktif :

Kehamilan harus segera diakhiri bersamaan dengan pemberian pengobatan

medicinal.

Indikasinya ialah:

- Kehamilan > 37 minggu

- Ada tanda eklamsia mengancam

- Kegagalan terapi pada perawatan konserfatif dalam waktu setelah 6

jam pengobatan medicinal terjadi kenaikan tekanan darah atau

setelah 24 jam pengobatan gejala menetap atau meningkat

- Adanya tanda gawat janin

- Adanya tanda pertumbuhan janin terganggu

- Sindroma HELLP

Pengobatan medicinal:

Page 17: Referat Cahya PEB Dr Irsam

- Segara masuk Rumah Sakit

- Tirah baring, miring ke satu sisi ( kiri )

- Obat anti kejang ( MgSO4 )

- Obat anti hipertensi ( nifedipine, pindolol, dan alfa metil dopa )

- Diuretikum

- Cairan: Dextrose 5 % yang tiap liternya diselingi RL 500cc ( 2:1 )

Cara pemberian MgSO4

Dosis awal : 4 gram MgSO4 intravena sebagai larutan 40 % selama 5 menit.

Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gram larutan MgSO4 50

% masing – masing 5 gram di bokong kanan dan kiri secara IM

dalam, ditambah 1 ml lignokain 2 % pada semprit yang sama.

Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4. Jika

kejang berulang setelah 25 menit, berikan MgSO4 2 gram (larutan

40% ) IV selama 5 menit

Dosis pemeliharaan : MgSO4 1-2 g/jam/infus, 15 tetes/menit atau 5 g MgSO4

IM tiap 4 jam. Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24

jam pasca persalinan atau kejang berakhir.

Syarat pemberian MgSO4:

- Harus tersedia kalsium glukonas 10 % ( 1 gram dalam 10cc ), bila

perlu dibarikan IV 3 menit ( dalam keadaaan siap pakai )

- Refleks patella + kuat

- Frekuensi pernafasan > 16 X/menit

- Produksi urin > 100cc dalam 4 jam sebelumnya

MgSO4 dihentikan bila ada tanda intoksikasi dan setelah 8 – 24 jam pasca

persalinan, yaitu berupa:

- Frekuensi pernafasan < 16 X/menit

- Refleks patella (-)

- Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

Antihipertensi diberikan bila:

Page 18: Referat Cahya PEB Dr Irsam

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg

- Obat antihipertensi yang diberikan dalam bentuk nifedipine 10 mg

sublingual dibuat bubuk.

Dinilai ulang 30 menit, bila tekanan darah tidak turun maka

pemberian nifedipine diulang. Bila 1 jam tekanan darah tidak turun

perlu diberikan pindolol 3 x 5 mg. Diuretikum ( furosemid ) tidak

diberikan kecuali pada : edema paru, PJK, edema anasarka, dan

postpartum.

Penatalaksanaan obstetrik:

Belum inpartu:

1. Induksi persalinan

2. SC, dilakukan bila induksi gagal dan ada kontraindikasi.

Pengelolaan konservatif:

Kehamilan dapat dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan

medicinal:

- Indikasi: kehamilan preterm ( <37 minggu )

- Pengobatan medicinal sama dengan pengelolaan aktif. Bila dalam

3 hari tekanan darah tidak terkontrol, obat antihipertensi dapat

diganti dengan golongan alfa metil dopa 3 X 250 mg

- Pemberian MgSO4 selama 24 jam

9. Pencegahan

1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenai

tanda-tanda sedini mungkin (preeclampsia ringan)lalu diberikan

pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.

2. Harus selalu waspada terhadap kemungkinanterjadinya preeclampsia kalau

ada factor-faktor predisposisi.

3. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.

Istirahat tidak selalu bearti barbaring di tempat tidur, namun pekerjaan

sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan

Page 19: Referat Cahya PEB Dr Irsam

berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat dan garam

serta penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.

4. Mencari pada tiap pemeriksan tanda-tanda preeclampsia dan

mengobatinya segera apabila ditemukan.

5. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke

atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeclampsia tidak juga dapat

dihilangkan.

Page 20: Referat Cahya PEB Dr Irsam

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham dkk. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam Obstetri Williams.

Edisi 18.1989. Jakarta: EGC.

2. Campbell DE. Preeclampsia. Diunduh dari http://www.emedicine.com

pada tanggal 1 September 2012.

3. Wagner LK. Diagnosis and Management of Preeclampsia. American

family physician 2004;70(12): 2317-24.

4. Kumala dkk. Kamus Kedokteran Dorland. Ed. 25. 1998. Jakarta: EGC.

5. Levine Richard J. Circulating Angiogenic Factors in Preeclampsia.

Clinical Obstetrics and Gynecology;48(2):372-386.

6. Aagaard Kjersti M. Eclampsia: Morbidity, Mortality, and Management.

Clinical Obstetrics and Gynecology;48(1):12-23.

7. Di undu dari http://www.emedicine.com/med/topic1905.htm

8. Suyono Joko.Obstetri Williams. Edisi 18, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta, 1995.

9. Wiknojosastro H. Imu Kebidanan. Edisi Ketiga, Cetakan Kelima,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999.

10. Saiffudin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Noenatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002