referat dikaaa

17
HERNIA DIAFRAGMATIKA PENDAHULUAN Herniasi isi perut ke dalam rongga dada dapat terjadi sebagai akibat defek trauma ataupun kongenital pada diafragma. Gejala dan prognosisnya tergantung pada lokasi defek dan anomali yang menyertainya. Defek ini bisa pada hiatus esophagus (hiatus hernia), berdekatan dengan hiatus (paraesofagus), retrosternal (Morgagni), dan posterolateral. Walaupun semua defek ini kongenital, istilah hernia kongenital diafragmatika menjadi sinonim dengan herniasi melalui foramen posterolateral Bochdaiek. Lesi ini biasanya terdapat pada distres pernafasan berat pada masa neonatus, yang disertai dengan anomali sistem organ lainnya, dan mempunyai mortalitas yang tinggi. ANATOMI Diafragma merupakan struktur muskulotendineus antara toraks dan abdomen yang berhubungan di sebelah dorsal dengan tulang belakang Ll sampai dengan L3, di sebelah ventral dengan sternum bagian kaudal, dan di sebelah kiri dan kanan dengan lengkung iga. Diafragma ditembus oleh beberapa struktur. Hiatus aorta yang terletak di sebelah dorsal setinggi torakal XII dilalui aorta, duktus torasikus, dan vena azigos. Hiatus esofagus yang terletak di sebelah ventral hiatus aorta setinggi torakal X dilalui oleh esofagus dan kedua nervus vagus. Hiatus vena kava di sebelah ventrolateral kanan, setinggi torakal IX, dilalui oleh vena kava inferior dan cabang kecil nervus frenikus. Diafragma mendapat darah melalui kedua arteri frenikus dari aorta dan arteri interkostalis disertai cabang terminal arteri mammaria internal. 1

Upload: liamhrdk

Post on 27-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

HERNIA DIAFRAGMATIKA

PENDAHULUAN

Herniasi isi perut ke dalam rongga dada dapat terjadi sebagai akibat defek trauma ataupun

kongenital pada diafragma. Gejala dan prognosisnya tergantung pada lokasi defek dan anomali yang

menyertainya. Defek ini bisa pada hiatus esophagus (hiatus hernia), berdekatan dengan hiatus

(paraesofagus), retrosternal (Morgagni), dan posterolateral. Walaupun semua defek ini kongenital, istilah

hernia kongenital diafragmatika menjadi sinonim dengan herniasi melalui foramen posterolateral

Bochdaiek. Lesi ini biasanya terdapat pada distres pernafasan berat pada masa neonatus, yang disertai

dengan anomali sistem organ lainnya, dan mempunyai mortalitas yang tinggi.

ANATOMI

Diafragma merupakan struktur muskulotendineus antara toraks dan abdomen yang berhubungan

di sebelah dorsal dengan tulang belakang Ll sampai dengan L3, di sebelah ventral dengan sternum bagian

kaudal, dan di sebelah kiri dan kanan dengan lengkung iga. Diafragma ditembus oleh beberapa struktur.

Hiatus aorta yang terletak di sebelah dorsal setinggi torakal XII dilalui aorta, duktus torasikus, dan vena

azigos. Hiatus esofagus yang terletak di sebelah ventral hiatus aorta setinggi torakal X dilalui oleh

esofagus dan kedua nervus vagus. Hiatus vena kava di sebelah ventrolateral kanan, setinggi torakal IX,

dilalui oleh vena kava inferior dan cabang kecil nervus frenikus. Diafragma mendapat darah melalui

kedua arteri frenikus dari aorta dan arteri interkostalis disertai cabang terminal arteri mammaria internal.

1

Otot diafragma disarafi oleh nervus frenikus yang berasal dari C2 — C5. Pada jejas lintang sumsum

belakang tingkat servikotorakal, otot pernafasan interkostal turut lumpuh. Tetapi umumnya diafragma

sanggup untuk menjaminkan ventilasi secara memadai.

DEFINISI

Hernia diafragmatika adalah herniasi dari organ abdomen ke dalam hemitoraks biasanya sebeiah

kiri-dan disebabkan oleh defek pada diafragma. Diketahui bahwa terdapat tiga tipe hernia hiatus esofagus

yakni hernia sliding, hernia paraesofagus, dan hernia kombinasi atau campuran.

Gangguan fusi bagian sternal dan kostal diafragma di garis media mengakibatkan defek yang

disebut foramen Morgagni. Tempat ini dapat menjadi lokasi hernia retrosternal yang disebut juga hernia

parastemalis. Jika penutupan diafragma tidak terganggu, foramen Morgagni dilalui oleh arteri mammaria

interna dengan cabangnya, arteri epigastrika superior. Gangguan penutupan diafragma di sebelah

posterolateral meninggalkan foramen Bochdalek yang mungkin menjadi lokasi hernia pleuroperitoneal.

2

EPIDEMIOLOGI

Laporan insidensi hernia diafragmatika bervariasi dari 1 dalam 5.000 kelahiran hidup sampai 1

dalam 2.000 jika lahir mati dimasukkan. Insidensi dilaporkan berimbang antara bayi laki-laki dan

perempuan. Hanya sekitar 10% hernia diafragmatika terjadi pada setelah neonatus dan bahkan pada masa

dewasa. Defeklebih sering terjadi pada sisi kiri (70 — 85%) dan kadang-kadang (5%) bilateral. Malrotasi

usus dan hipoplasia pulmo terjadi sebenarnya pada semua kasus dan diperkirakan merupakan komponen

lesi dan tidak terkait anomali. Anomali yang menyertai telah diketahui pada 20-30% dan meliputi lesi

sistem saraf sentral, atresia esofagus, omfalokel, lesi kardiovaskuler, dan sindrom yang telah dikenali. Di

samping trisomi 21, juga dijumpai sindroma trisomi 13, trisomi 18, Fryn, Brachmannde Lange, dan

Pallister-Killian yang mematikan. T. etrasomi 12p mosaikisme (sindroma Pallister-dapat mempunyai

kariotipe darah tepi normal sebagai akibat dari jarang terlibatnya limfosit. Sindroma mematikan ini dapat

didiagnosis dengan kariotipe dari amniosintesis atau sum-sum tulang atau fibroblas neonatus. Laporan

kejadian hernia diafragmatika pada anak kembar, saudara, dan keturunan adalah sporadis. Mode

pewarisan resesif autosom telah dikesankan pada keluarga dengan agenesis total diafragma.

ETIOLOGI

Pemisahan perkembangan rongga dada dan perut disempurnakan dengan menutupnya kanalis

pleuroperitoneum posterolateral selama kehamilan minggu kedelapan. Gagalnya kanalis ini menutup

merupakan mekanisme yang diterirn.a pada terjadinya hernia diafragmatika posterolateral kongenital. Ini

mungkin merupakan mekanisme pada penderita dengan defek diafragmatika yang kecil. Pembentukan

defek

diafragmatika unilateral dan bilateral baru pada binatang percobaan dengan pajanan obat dalam rahim

mengesankan mekanisme tambahan yang bisa menjelaskan defek yang lebih besar. Bagian diafragma dan

parenkim paru berasal dari perkembangan mesenkim toraks, yang jika terganggu, dapat menjelaskan tidak

adanya bagian utama hemidiafragma dan hipoplasia pulmo berat yang biasanya menyertai defek yang

besar tersebut.

PATOLOGI

Perubahan patologi pada bayi dengan hernia diafragmatika kongenital tidak terbatas pada

diafragma. Defek diafragma mungkin kecil dan seperti celah atau meliputi seiuruh hemidiafragma. Kedua

paru kecil dibandingkan dengan umur dan berat badan kontrol, dengan paru pact sisi defek lebih berat

terkena. Ada penurunan jumlah. alveoli dan pembentukan bronkus. Bentuk vaskularisasi paru tidak

normal, dengan penurunan volume dan kenaikan yang nyata massa otot pada arteriol. Walaupun ada

beberapa bukti bahwa kelainan paru karena tekanan oleh visera abdomen dalam dada, namun tidak

3

diterima bahwa kompresi fisik merupakan penyebab satu – satunya atau penyebab primer. Kelainan

perkembangan mesenkim adalah suatu konsep yang muncul dengan pengertian yang sangat berbeda.

PATOFISIOLOGI

Telah dianggap bahwa suatu hernia sliding berkaitan dengan suatu sfingter esofagus distal yang

tidak kompeten, sedangkan hernia hiatus paraesofagus merupakan kelainan anatomik murni dan tiak

berkaitan dengan kardia yang tidak kompeten. Oleh karena itu, terapi bedah diarahkan pada restorasi

fisiologi kardia dalam pasien dengan hernia sliding dan reduksi sederhana dari lambung ke dalam kavum

abdomen dan menutup krura untuk hernia hernia paraesofagus.

Tujuh puluh sampai delapan puluh persen dart hernia diafragmatika kongenital merupakan hernia

posterolateral melalui foramen Bochdalek yang terbentuk akibat kegagalan penutupan kanalis pleuro-

peritoneal pada minggu kesepuluh kehidupan janin dalam kandungan. Usus halus, gaster, limpa, serta

sebagian kolon transversum dari rongga peritoneum dapat masuk ke rongga toraks (90% di sebelah kiri).

Selanjutnya paru-paru di rongga toraks yang bersangkutan tidak berkembang (hipoplasia) dan tidak

berfungsi baik pada waktu lahir. Hernia retrosternal melalui foramen Morgagni hanya sekitar 10% dari

semua kasus hernia diafragmatika dan jarang menimbulkan masalah selama usus halus masuk ke

mediastinum perlahan-lahan.

Uji fisiologis dengan pemantauan pH esofagus 24 jam memperlihatkan hernia hiatus parae

sofagus dapat berkaitan dengan refluks gastroesofagus patologis. Penelitian fisiologis telah

memperlihatkan bahwa kompetensi dari kardia tergantung pada hubungan dari sfingter esofagus distal,

panjang esofagus yang terpanjang pada lingkungan bertekanan positif dari abdomen dan panjang

keseluruhannya. Defisiensi pada salah satu dart karakteristik manometri dari sfingter ini, berkaitan

dengan kompetensi kardia, tanpa mempertimbangkan apakah ada hernia. Penderita dengan hernia

paraesofagus telah memperlihatkan bahwa mereka memiliki sfingter esophagus distal dengan tekanan

normal, tetapi panjang sfingter keseluruhan rnemendek dan bergeser ke luar lingkungan abdomen yang

bertekanan positif.

MANIFESTASI KLINIS

Presentasi klinis dari hernia paraesofagus berbeda dengan hernia sliding. Biasanya ada pre-

valensi yang lebih tinggi dart gejala disfagia dan rasa penuh setelah makan pada hernia paraesofagus,

tetapi gejala khas pirosis dan regurgitasi dominan dalam hernia hiatus sliding. Keduanya disebabkan oleh

defisiensi mekanis yang mendasari pada kardia.

Sekitar sepertiga pasien dengan hernia paraesofagus mengeluh hematemesis yang disebabkan

oleh perdarahan rekuren dan ulserasi mukosa lambung dalam bagian yang berherniasi dari lambung.

4

Komplikasi respiratorius seringkali berkaitan dengan hernia paraesofagus dan merupakan pneumonia

rekuren akibat aspirasi. Dengan bertambahnya waktu, lambung bermigrasi ke dalam dada dan dapat

menyebabkan obstruksi intermiten yang disebabkan oleh rothsi. Adanya hernia paraesofagus dapat

membahayakan jiwa dan menimbulkan perdarahan luas atau volvulus dengan obstruksi lambung akut

atau infark.

Gejala-gejala hernia hiatus sliding biasanya disebabkan oleh abnormalitas fungsional yang

berkaitan dengan refluks gastroesofagus dan mencakup pirosis, regurgitasi, dan disfagia. Pasien ini

mempunyai defek sfingter bawah mekanis.

Ada kelompok pasien dengan hernia hiatus sliding yang tidak berkaitan dengan penyakit refluks,

di mana disfagia disebabkan oleh suatu obstruksi dari olus yang ditelan dengan pergeseran diafragmatika

pada lambung yang berherniasi. Pasien - pasien ini biasanya mempunyai sfingter yang kompeten secara

mekanis, tetapi pergeseran diafragma pada lambung dapat menimbulkan pendorongan isi lambung

subdiafragmatika ke dalam esofagus dan faring, menimbulkan regurgitasi faringeal dan aspirasi.

Abnormalitas ini dikacaukan dengan penyakit refluks gastroesofagus tipikal. Bayi yang lahir dengan

hernia diafragmatika tipe Morgagni jarang bergejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya, hernia tipe

Bochdalek akan menyebabkan bayi mengalami distres pernafasan berat dalam usia beberapa jam pertama

sehingga memerlukan pembedahan darurat. Bayi tampak sianosis, tachypnoe, dan menunjukkan bunyi

nafas yang menurun pada sisi hernia. Denyut nadi juga meningkat. Terdapat pergeseran mediastinurn ke

sisi berlawan.an dengan hernia. Penderita dengan manisfestasi terlambat dapat mengalami muntah

sebagai akibat obstruksi usus atau gejala respiratorius ringan. Kadang-kadang, inkarserasi usus akan

menyebabkan iskemia dengan sepsis dan kolaps respiratorik. Hernia diafragmatika yang tidak dikenali

merupakan penyebab kematian mendadak pada bayi dan anak prasekolah. Sering pula hernia Morgagni

dan Bochdaiek menjadi kelainan yang asimptomatik.

DIAGNOSA

Diagnosa dapat ditegakkan langsung pada saat lahir atau setelah 2-3 hari setelah kelahiran dengan

adanya sindroma distres pernafasan. Sisi toraks yang terkena terlihat lebih menonjol. Dada dapat pida

berbentuk barrel chest. Pada perkusi, terdengar suara pekak dan suara nafas penderita akan menghilang.

Mediastinum tergeser ke sisi toraks yang normal. Hal ini ditandai dengan bergesernya bunyi jantung.

Defek yang parah dapat menyebabkan tanda-tanda pneumotoraks. Abdomen akan terlihat skafoid.

Torakosintesis atau torakotomi pipa harus ditunda jika terdapat hernia diafragmatika kongenital.

Foto rontgen dada biasanya diagnostik. Pandangan lateral sering menampakkan usus masuk

melewati diafragma. Pada hernia Morgagni, pemeriksaan foto toraks memperlihatkan massa retrosternal

yaitu viskus yang berisi udara atau

5

gambaran serupa di sebelah dorsal jika terdapat hernia Bochdalek. Kadang-kadang lesi kistik kongenital

paru bisa menghasilkan gambaran radiografi yang sama. Perbedaan dengan hernia diafragmatika bisa

ditegakkan dengan ultrasonografi pascanatal atau injeksi kontras ke dalam lambung atau kateter arteri

umbilikalis untuk mengenali usus di atas diafragma. Pada anak yang iebih tua, dengan gejala tidak khas,

pemeriksaan kontras saluran cerna biasanya diperlukan. Ultrasonografi dan fluoroskopi membantu

membedakan elevasi dari hernia yang sebenarnya dan CTScan dibutuhkan untuk menyingkirkan

kemungkinan pneumatokel atau komplikasi efusi.

Gambar 3. Radiogarfi dari bayi berumur 1 hari dengan hernia diafragmatika kongenital ukuran sedang.

Tampak udara dan lengkung usus berisi cairan pada dada sebelah kiri, pergeseran mediastinum ke dada

kanan, dan posisi selang orogastrik.

Diagnosa prenatal dengan ultrasonografi adalah dilakukan. Evaluasi dengan seksama untuk

anomali lain harus memasukkan ekokardiografi dan amniosintesis. Kadang-kadang, janin dengan

ultrasonografi dalam rahim akan tidak mempunyai kelainan pada. foto rontgen setelah lahir. Orang tua

dengan diagnosa hernia diafragmatika ultrasonografi harus dinasehati secara seksama oleh kelompok

multidisipliner yang sangat berpengalaman dengan keadaan ini jika harus dihindari terminasi yang tidak

perlu dan harapan yang tidak realistik.

6

LABORATORIUM

Selain pemeriksaan gas darah arteri untuk mengukur pH, PaCO2, dan PaO2, perlu dilakukan

pemeriksaan kromosom dan elektrolit serum. Pemeriksaan kromosom perlu dilakukan karena hernia

diafragmatika sering berkaitan dengan kelainan kromosom. Pada kasus-kasus yang jarang, seperti

sindroma Pallister-Killian, gangguan kromosom dapat didiagnosa berdasarkan temuan biopsi kulit.

Pemantauan kadar elektrolit serum, terutama kadar kalsium dan glukosa harus dilakukan sejak awal dan

diulangi sesering mungkin. Mempertahankan kadar glukosa pada batas rujukan dan keseimbangan

kaslium merupakan hal yang penting dalam penanganan.

DIAGNOSA BANDING

Hernia diafragmatika mirip dengan :

· Eventrasio diafragmatika

· Malformasi adenomatoid kistik

· Kelainan kavum toraks dan pleura

· Pneumotoraks

· Hipertensi pulmonal persisten pada neonates

PENATALAKSANAAN

Selama persiapan pembedahan, neonatus harus dipertahankan tetap hangat. Pemeriksaan pH dan

gas darah harus dilakukan. Bila perlu, diberikan terapi ventilasi dengan tekanan ringan. Tersedianya

oksigenasi ekstrakorporeal membran (extracorporeal membrane oxygenation [ECMO ), penggunaan

stabilisasi prabedah, dan kemajuan terapi dalam rahim merupakan rangsangan utama pada terapi agresif.

Dulu hernia diafragmatika dipertimbangkan untuk operasi darurat, dengan operasi akan segera

memberikan hasil yang optimal pada bayi ini. Mengenali peran hipertensi pulmonal di sampi.ng

hipoplasia dan pengaruh perbaikan operatif pada fungsi paru merupakan reevaluasi yang sangat penting

dari strategi tersebut. Sekarang jelas bahwa pengaruh massa hernia visera pascanatal merupakan faktor

kecil dalam gangguan kardiorespiratorik dibandingkan dengan hipertensi pulmonal dan hipoplasia.

Resusitasi awal harus disertai dengan masa. upaya stabilisasi paralisis (pankuronium 100 jig / kg),

hiperventilasi sedang (tekanan parsial CO2 25-30 mmHg) dan sedasi narkotik (fentanil 2-4 u g / kg).

Resusitasi volume, dopamin, dan bikarbonat (urituk mempertahankan pH 7,50) dapat juga menolong. Jika

bayi sudah stabil dan menunjukkan. tahanan vaskuler pulmonal stabil tanpa shunt dari kanan ke kiri yang

berarti, perbaikan diafragma sekarang dilakukan pada umur 12-24 jam. Jika stabilisasi tidak mungkin atau

shunt yang berarti menetap, kebanyakan bayi akan membutuhkan dukungan ECMO (Extracorporeal

Membrane Oxygenation). Obat vasoaktif (tolazolin, prostaglandin, dopamin) bisa memberikan perbaikan

7

sementara tetapi tidak memuaskan seperti terapi definitive untuk hipertensi pulmonal yang disertai

dengan hernia diafragmatika. Pemberian surfaktan juga terbukti menghasilkan perbaikan. sementara

dalam oksigenasi pada beberapa bayi dengan hernia diafragmatika kongenital.

Pengalaman dengan ECMO pada hernia diafragmatika congenital menunjukkan bahwa paralisis

dan sonde lambung untuk pengisapan kontinu dengan tujuan mencegah distensi usus dapat menyebabkan

reduksi dramatis volume visera yang hernia. Lamanya ECMO untuk neonatus dengan hernia

diafragmatika jauh lebih lama daripada pada mereka dengan sirkulasi janin menetap atau aspirasi

mekonium dan bisa berakhir sampai 3-4 minggu. Waktu perbaikan untuk diafragma pada ECMO adalah

kontroversial. Beberapa pusat kesehatan lebih suka perbaikan awal untuk memungkinkan pasca perbaikan

ECMO yang lebih lama, sedangkan beberapa pusat kesehatan lainnya menunda perbaikan sampai bayi

terlihat mampu untuk mentolerasi pen.ghentian ECMO. Pada salah satu kasus, hipertensi pulmonal

berulang memberikan mortalitas yang tinggi dan penghentian dari dukungan ECMO harus secara hati -

hati. Jika penderita tidak bisa dihentikan dari ECMO setelah perbaikan, pilihannya adalah menghentikan

dukungan atau terapi percobaan seperti nitrit oksida atau transplantasi satu paru. Ventilasi semprotan

frekuensi tinggi dan ventilasi osilatori mempunyai keberhasilan terbatas pada neonatus dengan hernia

congenital diafragmatika. Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindak.an darurat juga

perlu bila dijumpai insufisiensi jantung-paru pada neonatus. Dilakukan laparotomi dengan tujuan reposisi

hernia dan penutupan defek memberikan hasil yang baik. Laparotomi merupakan langkah yang baik pada

kasus-kasus dengan malrotasi organ. Malrotasi yang menyertai dapat diarahkan dan dinding perut dapat

dibiarkan terbuka dengan kulit hanya ditutupi dengan kantong. Silastik dipasang jika tekanan perut

diperkirakan berlebihan. Tambalan sintetis (politetrafluoroetelin) sekarang lebih disukai. daripada

pemindahan otot autolog atau penutup primer yang ketat pada defek yang besar.

8

Gambar 4. Hernia diafragmatika peritoneoperikardial

Pasca pembedahan, diperlukan bantuan pernafasan dengan ventilator,

pemeriksaan pH dan gas darah yang cukup sering.

PENYULIT DAN PROGNOSA

Penelitian bayi dengan hernia diafragmatika kongenital yang sudah dalam uterus dilaporkan

ketahanan hidupnya rendah daripada bayi yang sakit dalam kandungan. Penelitian yang ada, tampak

bahwa sebagian besar janin dengan diagnosa hernia diafragmatika kongenital tidak akan bertahan hidup

lama dalam kandungan akibat terminasi elektif. Insiden kematian janin. spontan di antara janin - janin

yang didiagnosa menderita hernia diafragmatika congenital adalah 7 — 10%. Dari mereka yang bertahan

hidup sampai persalinan, ketahanan hidupnya tampak berkisar antara 42 - 66% walaupun dengan cara -

cara sekarang termasuk ECMO. Faktor - faktor yang terkait dengan prognosis yang jeiek adalah anomali

yang besar yang menyertai, gejala - gejala sebelum umur 24 jam, distress cukup berat yang membutuhkan

ECMO, dan persalinan pada pusat nontertieri. Upaya awal dalam perbaikan dalam uterus mengakibatkan

ketahanan hidup yang rendah (29%), walaupun hasil yang terakhir dilaporkan iebih memberikan harapan.

Dahulu, perbaikan pada hernia diafragmatika yang bertahan hidup secara klinis normal, walaupun

beberapa kelainan dapat dideteksi dengan fungsi paru. Dengan cara pengobatan mutakhir, sejumlah bayi

yang bertahan hidup yang berarti diketahui mempunyai sekuele yang serius, terutama paru, neurologis,

dan kelainan pertumbuhan. Adalah secara umum diterima bahwa sekuele jangka panjang ini akibat dari

ketahanan hidup bayi dengan gangguan paru yang lebih berat daripada kemungkinan sekuele sebelumnya.

Sekitar 10 - 20% dari hernia diafragmatika yang bertahan hidup sekarang membutuhkan terapi oksigen

pada saat keluar dad rumah sakit.

Penelitian mencatat kelainan fungsi paru pada masa perioperatif dan beberapa tahun setelah

perbaikan. Penelitian terhadap hernia diafragmatika yang bertahan hidup pada umur 6 -11 tahun

menunjukkan penurunan yang bermakna aliran ekspirasi paksa pada 50% kapasitas vital dan aliran

ekspirasi puncak. Paru pada sisi yang terkena lebih besar daripada yang diperkirakan, memberikan kesan

hiperinflasi dan perfusi menurun. Penderita ini telah mengalami perbaikan sebelum adanya ECMO. Pada

penelitian fungsi paru neonatus, neonatus dengan hernia diafragmatika yang membutuhkan ECMO

menunjukkan penurunan keienturan dinainik dan volume tidal secara bermakna apabila dibandingkan

dengan mereka yang tidak membutuhkan ECMO. Setelah perbaikan, bayi dengan hernia diafragmatika

juga terbukti mempunyai penyakit saluran pernafasan reaktif. Terlihat bahwa hernia diafragmatika

9

kongenital yang bertahan hidup terbukti mepunyai penyakit paru restriktif dan reaktivitas saluran

pernafasan, yang terkait dengan beratnya kegagalan pernafasan awalnya.

Kelainan neurologis telah diketahui pada hernia diafragmatika yang bertahan hidup yang

membutuhkan ECMO. Kelainannya adalah sama dengan kelainan yang terlihat pada neonatus yang

diobati dengan ECMO untuk diagnosa lain dan termasuk keterlambatan perkembangan, kelainan

pendengaran atau penglihatan, kejang-kejang, dan kelainan CT Scan. Sebagian besar kelainan neurologis

yang terdokumentasi diklasifikasikan sebagai ringan atau sedang dan insidensinya sauna dengan penderita

ECMO yang bertahan hidup lainnya.

Pertumbuhan dan nutrisi terganggu pada penderita hernia diafragmatika yang bertahan hidup

yang membutuhkan ECMO. Sekitar 40 — 50% berada pada pertumbuhan kurang dari 5 persentil untuk

berat pada umur 2 tahun. Rasio berat : panjang kurang dari 5 persentil pada 40% yang bertahan hidup

pada umur 1 tahun dan 21% pada 2 tahun. Hampir semua penderita ECMO yang bertahan hidup

menunjukkan bukti klinis adanya refluks gastroesofagus dan 20% atau lebih membutuhkan fundoplikasi.

Dilatasi esofagus dengan perubahan motilitas yang membaik selama usia. satu tahun pertama telah

dikorelasikan degnan riwayat prenatal polihidramnion. Masalah jangka panjang lain terjadi pada

populasi ini termasuk pektus ekskayatum, skoliasis, hipertensi pulmonal menetap, dan herniasi berulang.

Pembentukan hernia berulang sering pada bayi baru lahir dengan defek yang besar yang membutuhkan

perbaikan tambalan sintetis. Reherniasi dilaporkan pada 20 - 40% dari mereka yang membutuhkan

perbaik.an tambalan dan secara khas terjadi pada tahun pertama.

Perbaikan hernia kongenital yang bertahan hidup, terutama yang membutuhkan dukungan

ECMO, mempunyai berbagai kelainan jangka panjang yang tampak membaik dengan bertambahnya

waktu, tetapi membutuhkan pemantauan yang tepat dan dukungan multidisipliner.

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. Jong W., Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hal. 692 – 93.

2. Merenstein GB., Kaplan DW., Buku Pegangan Pediatri Edisi 17, Penerbit Widya

Medika, Jakarta, 2001, hal. 171 – 72.

3. Schwartz S., Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hal. 390 – 93.

4. Nelson WE., Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta, 2001, hal. 1425 – 27.

5.Congenital Diaphragmatic Hernia, eMedicine, available from :

http://www.emedicine.com/ped/topic2603.htm

6. Reksoprodjo S., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta, 1999, hal. 124 – 25.

7. Diaphragmatic Hernia, Lucile Packhard Children's Hospital, available from :

http://www.lpch.org/diseasehealthinfo/healthlibrary/digest/diaphrag.html

8. Oswart.E.2000.Bedah dan Perawatan.FKUI.Jakarta

11