referat dengue anak-3

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam dengue adalah wabah infeksi virus paling cepat menyebar yang di sebarkan oleh nyamuk Aedes dan menjadi perhatian dalam departemen kesehatan masyarakat pada lebih dari 100 negara tropis dan subtropics di Timur Laut Asia, Pasifik Barat dan Selatan, serta Amerika Tengah. Lebih dari 2.5 miliar masyarakat dunia terancam oleh demam dengue dan bentuk yang lebih parah-dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dengue shock syndrome (DSS). Lebih dari 75% dari pasien ini, atau sampai dengan 1.8 miliar, hidup di daerah Timur Laut Asia. Ketika penyakit ini menyebar ke daerah geografik yang baru, frekuensi wabah meningkat bersamaan dengan perubahan epidemiologinya. Diperkirakan 50 miliar kasus demam dengue timbul pada saat-saat tertentu dan setengah miliar penderita DHF harus masuk rumah sakit tiap tahunnya, dan jumlah yang sangat luar biasa ( mencapai 90%) merupakan pasien anak dengan usia kurang dari 5 tahun. Kira-kira 2.5% yang terinfeksi dengue, meninggal karena penyakit ini. (Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever, WHO 2011) Pada awal abad ke 20, epidemic demam dengue biasa terjadi di Amerika, Eropa, Australia, dan Asia. Namun kini demam dengue telah menjadi endemic di Asia Tropis, Africa Tropis, Carribbean, Amerika Tengah dan Selatan. Menurut World Health Organization, 1

Upload: diah-ayu-pitaloka

Post on 03-Jan-2016

171 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Comprehensive Guidelines forPrevention and Control of Dengue andDengue Haemorrhagic FeverRevised and expanded edition 2011

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Dengue Anak-3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Demam dengue adalah wabah infeksi virus paling cepat menyebar yang di sebarkan oleh

nyamuk Aedes dan menjadi perhatian dalam departemen kesehatan masyarakat pada lebih dari

100 negara tropis dan subtropics di Timur Laut Asia, Pasifik Barat dan Selatan, serta Amerika

Tengah. Lebih dari 2.5 miliar masyarakat dunia terancam oleh demam dengue dan bentuk yang

lebih parah-dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dengue shock syndrome (DSS). Lebih dari

75% dari pasien ini, atau sampai dengan 1.8 miliar, hidup di daerah Timur Laut Asia. Ketika

penyakit ini menyebar ke daerah geografik yang baru, frekuensi wabah meningkat bersamaan

dengan perubahan epidemiologinya. Diperkirakan 50 miliar kasus demam dengue timbul pada

saat-saat tertentu dan setengah miliar penderita DHF harus masuk rumah sakit tiap tahunnya, dan

jumlah yang sangat luar biasa ( mencapai 90%) merupakan pasien anak dengan usia kurang dari

5 tahun. Kira-kira 2.5% yang terinfeksi dengue, meninggal karena penyakit ini. (Comprehensive

Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever, WHO 2011)

Pada awal abad ke 20, epidemic demam dengue biasa terjadi di Amerika, Eropa, Australia,

dan Asia. Namun kini demam dengue telah menjadi endemic di Asia Tropis, Africa Tropis,

Carribbean, Amerika Tengah dan Selatan. Menurut World Health Organization, jumlah kasus

demam dengue dan dengue hemorrhagic fever yang biasanya terjadi di seluruh dunia berkisar

antara 50-100miliar. Diperkirakan 2000 kematian karena kasus ini dikarenakan komplikasinya.

Wabah Demam Dengue ini pertama kali muncul di Pakistan dan tercatat pada tahun 1994-1995

di Karachi. Setelah itu, wabah yang berbeda tercatat terjadi di daerah lain di Pakistan khususnya

Karachi dan Lahore. Meski anak-anak adalah grup utama yang biasanya terinfeksi oleh penyakit

ini, namun data tentang penyakit ini yang menginfeksi anak-anak di Asia Selatan sangat sedikit.

(Dengue Fever Outbreak 2011: Clinical Profile of Children Presenting at Madina teaching

Hospital Faisalabad, WHO 2011)

Sejumlah 2.5 miliar masyarakat di seluruh dunia tinggal di negara dengan endemic dengue

dan beresiko menderita penyakit DF/DHF. 1.3 billion tinggal di 10 negara WHO di daerah Timur

Laut Asia yang memiliki daerah endemic dengue. Sampai tahun 2003, hanya 8 negara di daerah

tersebut yang melaporkan kasus dengue. Pada tahun 2009, seluruh Negara anggota WHO kecuali

1

Page 2: Referat Dengue Anak-3

Republik Demokratis (DPR) Korea melaporkan wabah dengue. Timor-Leste melaporkan wabah

pertama kali muncul pada tahun 2004. Bhutan juga melaporkan wabah pertama kali menyerang

pada tahun 2004. Hampir sama, Nepal jugab melaporkan kasus dengue ini pada November 2004.

Kasus dengue dan kematian yang dilaporkan tahun 1985 sampai 2009 di 10 negara WHO di

daerah SEA (South East Asia) (semua kecuali DPR Korea) mengurangi perhatian kesehatan

masyarakat terhadap penyakit ini di daerah ini.

Jumlah kasus dengue telah meningkat lebih dari tiga sampai lima tahun terakhir ini, dengan

epidemic yang muncul kembali. Selain itu, terdapat peningkatan proporsi pada kasus dengue

terkait dengan tingkat keparahan, khususnya di Thailand, Indonesia, dan Myanmar.

(Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic

Fever, Revised and Expanded edition, WHO,2011)

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah:

1. Sebagai tugas wajib SMF Ilmu Anak kepanitraan klinik kami di RSUD dr. Moh. Saleh

Probolinggo.

2. Sebagai bahan referensi bagi para dokter muda dalam memahami infeksi virus dengue.

3. Sebagai bahan referensi bagi kami dan kolega kami dalam pencegahan, penatalaksanaan,

dan edukasi kepada masyarakat terkait infeksi virus dengue.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penulisan ini sebagai berikut:

1. Sebagai referensi bagi kolega medik dan paramedik dalam memahami infeksi virus

dengue.

2. Sebagai bahan perbandingan di pusat pelayanan kesehatan masyarakat dalam

penatalaksanaan pada pasien yang terkena infeksi virus dengue.

3. Sebagai bahan referansi teman sejawat dalam mencegah dan membuat program kesehatan

di klinik dan daerah di sekitarnya terkait dengan infeksi virus dengue.

2

Page 3: Referat Dengue Anak-3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai

oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok. (Sudoyo, 2006).

2.2 Virus Dengue

Transmisi virus dengue bergantung pada factor biotik dan abiotik. Factor biotik terdiri

dari virus, vektor dan host. Sedangkan factor abiotik terdapat factor suhu, kelembaban, dan

musim hujan (WHO,2011).

a. Virus

virus dengue termasuk genus Flavivirus dan Famili Flaviviridae. Virus kecil ini terdapat single-

strand RNA sebagai genom. Virion terdiri dari nukleokapsid dengan kubik simetris yang

terbungkus oleh lipoprotein envelope.

Ada empat tipe serotif pada dengue virus, yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.

Keempat tipe serotif ini menyebabkan demam dengue namun memiliki karakteristik keparahan

yang berbeda.

b. Vektor Dengue

Aedes (Stegomyia) aegepti (Ae. Aegepti) dan Aedes ( Stegomyia) albopictus (Ae. Albopictus)

adalah 2 vektor penyakit dengue yang paling penting.

Kompetensi vektor

Kompetensi vektor memiliki:

Kerentanan untuk terinfeksi virus

Kemampuan untuk mereplikasi virus

Kemampuan untuk menyebarkan virus ke host lain

Kapasitas Vektor

3

Page 4: Referat Dengue Anak-3

Kapasitas vektor ditentukan oleh lingkungan dan karakteristik biologic spesies dan 2

spesies ini memliki kapasitas vektor yang berbeda.

Ae aegepty besifat domestik, anthrophophilic yang sangat kuat, nervous feeder (menggigit

lebih dari satu host untuk melengkapi satu porsi makan darah) dan merupakan discordant species

(membutuhkan lebih dari satu kali makan untuk melengkapi siklus gonotropik). Sebaliknya Ae.

Albopictus masih mempertahankan sifatnya dan menyerang daerah pinggir di perkotaan,

sehingga menggigit pada manusia dan hewan. Nyamuk jenis ini adalah pemakan yang agresif

dan concordant spesies. Oleh karena itu Ae. Albopictus merupakan vektor yang buruk di daerah

epidemic perkotaan.

c. Host

Virus dengue, telah berevolusi dari nyamuk, lalu beradaptasi di nonhuman primate dan

kemudian manusia. Viraemia (virus yang sudah memasuki aliran darah) pada manusia dibentuk

dengan titer yang tinggi 2 hari sebelum mulainya panas (non-febris) dan hari ke 5-7 terakhir

setelah onset panas (febrile). Hanya pada 2 periode ini spesies vektor ini dapat terinfeksi.

Kemudian, manusia menjadi tempat pemberhentian transmisi. Penyebaran infeksi dimulai

melalui perpindahan host dan vektor.

d. Tranmisi virus Dengue

Tranmisi virus dengue dimulai dengan 3 siklus:

1. Enzootic cycle

2. Epizootic cycle

3. Epidemic cycle

(Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic

Fever, Revised and Expanded edition, WHO 2011)

4

Page 5: Referat Dengue Anak-3

2.3 Mekanisme Infeksi Virus Dengue

Mekanisme cara penularan yang terjadi dalam kasus DBD melalui 4 tahapan , yakni:

1. Masa Penularan Pada Manusia

Orang yang terinfeksi DBD, yang masih dalam periode 3-7 hari setelah demam,

kemudian digigit oleh nyamuk Aedes betina, lalu nyamuk itu menyebarkan virus DBD di

dalam tubuhnya

2. Masa Inkubasi Pada Nyamuk

Nyamuk menggigit tubuh manusia yang telah terinfeksi virus dengue, kemudian virus

tersebut terinkubasi di dalam tubuh nyamuk selama 7 hari.

3. Masa Penyebaran Penyakit

Hanya dalam 7 hari nyamuk yang membawa virus dengue, dapat menyebarkan penyakit

DBD ke dalam tubuh manusia.

4. Masa Penularan Kepada Orang Baru

Masa inkubasi pada pasien baru terjadi dalam waktu 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari) Selama

masa ini, belum menampakkan gejala penyakit.

(Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue at www.puskel.com )

2.4

Klasifikasi Infeksi Dengue

5

Page 6: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.1 Manifestasi Infeksi Virus Dengue (Comprehensive Guidelines for Prevention and

Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever, Revised and Expanded edition 2011)

2.5 Epidemiologi

Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada

tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus

pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue

(DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh

propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus

DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% pada tahun 1968,

menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991. (Soedarmo, 2012)

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan

beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus

dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak

terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada

anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola

distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur

<15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia dewasa muda

meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis

besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari dengan mencapai puncaknya

pada bulan Januari (Soedarmo, 2012)

6

Page 7: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.1 Negara dengan resiko transmisi dengue (WHO, 2011)

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah

dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat,

infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta

mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan demam

berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue

dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor, tingginya angka

kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan tersebar di seluruh area

(WHO, 2011).

Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada

tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02 per

100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum mencapai

target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk (Depkes, 2008).

7

Page 8: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes, 2008)

2.6 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus

Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari

asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012)

Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat

menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di

Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada

8

Page 9: Referat Dengue Anak-3

perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue

dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus

dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes

albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan. Nyamuk

Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah,

yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah. Nyamuk ini

sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya menggigit pada siang hari,

terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes

albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar

rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang,

pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50

meter (Rampengan, 2008)

Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)

2.7 Patofisiologi

9

Page 10: Referat Dengue Anak-3

a. Volume Plasma

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan

membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis

hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131

Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes

selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya

pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat

bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.

Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi

sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga

serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah

meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa

yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi

cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema (Soedarmo, 2012).

Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif

dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan

cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi

secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding

pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan

dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh

mediator farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi

kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang

mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan

binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia

(Soedarmo, 2012).

b. Trombositopenia

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian

besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai

terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa

konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit.

10

Page 11: Referat Dengue Anak-3

Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam

sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya

destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi

megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran

trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan

destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu

virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi

sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi

trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti

ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi

trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD

(Soedarmo, 2012).

c. Sistem koagulasi dan fibrinolisis

Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa

perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang

teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII,

VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan Fibrinogen

Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan

adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa

menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti

fibrinogen da faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar

fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi

juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan

dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen.

Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa (Soedarmo, 2012) :

1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis

2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi juga DBD

tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan

dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi

syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan

mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan

11

Page 12: Referat Dengue Anak-3

memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ

vital yang biasanya diakhiri dengan kematian.

3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi

trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan

mekanisme yang lebih komplek seperti trombositopenia, gangguan faktor

pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan

syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.

4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan

antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang (Soedarmo, 2012).

d. Sistem Komplemen

Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3,

C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat

hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini

menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui

jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat

bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen

dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini

menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast

untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan

peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik.

Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit

dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma,

syok, dan perdarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk

memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin

(IL-2 dan IL-1) (Soedarmo, 2012).

Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah

(1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya

kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik pada DBD derajat

ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan

derajat berat penyakit (Soedarmo, 2012).

e. Respon Leukosit

12

Page 13: Referat Dengue Anak-3

Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan

limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit plasma

biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi

dengue mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara

hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada

DBD dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB

merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T. (Soedarmo, 2012)

2.8 Patogenenis

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi demam

berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang

percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada

manusia. Hingga kini sebagaian besar masih menganut the secondary heterologous infection

hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi

apabila seseorang telah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan

virus serotype lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun. (Soedarmo, 2012)

13

Page 14: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.5 Hipotesis secondary heterologus infections ( Soegijanto, 2006 )

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau

Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar, endotel

pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini.

Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer (Soegijanto, 2006).

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.

Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan

bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen

perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus

dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel

(Soegijanto, 2006)

Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari Ig G yang berfungsi

menghambat replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing – antibody dan neutralizing

14

Page 15: Referat Dengue Anak-3

antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yang dibedakan berdasarkan adanya virion

determinant spesificity, yaitu (Soedarmo, 2012):

1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu

replikasi virus

2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi

virus.

Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan menyebabkan

terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori

ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda

cenderung menimbulkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah meningkatnya reaksi

imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut

(Soedarmo, 2012):

a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer merupakan

tempat utama terjadinya infeksi virus pertama

b. Antibodi non neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat pada sel,

bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel

fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.

c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah

terinfeksi

d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati,

lumpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter

perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terkena infeksi

e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan

sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi

permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut

mekanisme efektor.

Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat rangsang

monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon α dan γ. Pada

infeksi sekunder oleh virus dengue, Limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan interferon

15

Page 16: Referat Dengue Anak-3

α. Interferon α selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan

monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue, monosit

akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang akan menyebabkan kebocoran plasma

dan perdarahan (Soedarmo, 2012).

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan

“cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti

dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus

DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus

tersebut, tetapi tidak ada “cross protectif” terhadap serotip virus yang lain (Soegijanto, 2006)

2.9 Manifestasi Klinis

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010; WHO, 2011):

1. Silent dengue atau Undifferentiated fever

Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali

mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa dibedakan dari infeksi virus lainnya.

Bercak maculopapular biasanya mengiringi demam. Biasanya juga muncul gejala saluran

pernafasan atas dan gejala gastrointestinal.

2. Demam dengue klasik

Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih sering pada

anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum, manifestasi berupa demam akut,

terkadang demam bifasik disertai dengan gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash,

leukopenia, dan trombositopenia. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan

gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang endemis, insidensi

jarang muncul pada penduduk lokal

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)

Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang dari 15 tahun

pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan infeksi virus dengue berulang.

Demam berdarah dengue memiliki karakteristik onset akut demam yang sangat tinggi,

disertai dengan tanda dan gejala yang sama dengan demam dengue. Gejala perdarahan

yang muncul dapat berupa tes torniquet yang positif, ptekie, perdarahan gastrointestinal

16

Page 17: Referat Dengue Anak-3

yang masif. Saat akhir dari fase demam, ada tendensi untuk berkembang menjadi keadaan

syok hipovolemik oleh karena adanya plasma leakage.

Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen, letargi,

oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan hemostasis dan adanya

plasma leakage merupakan tanda utama dari demam berdarah dengue. Trombositopenia

dan peningkatan hematokrit harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.

Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi sekunder virus

dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus dengue DEN-1 dan DEN-3.

4. Dengue Shock Syndrome (DSS)

Manifestasi yang tidak lazim melibatkan berbagai organ misalnya hepar, ginjal,

otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah dilaporkan meningkat pada

berbagai kasus yang tidak memiliki bukti terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut

dikaitkan dengan syok yang berkepanjangan.

2.9.1 Demam Dengue

Masa inkubasi antara 4 – 6 hari (berkisar 3 – 14 hari) disertai gejala konstitusional dan

nyeri kepala, nyeri punggung, dan malaise (WHO,2011).

Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada

anggota badan dan ruam/rash (Soedarmo, 2012).

Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam bersifat bifasik yang

berlangsung sekitar 5-7 hari (WHO, 2011).

Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada, tubuh serta

abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat makulopapular yang

menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari

sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari (Soedarmo, 2012).

Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak nyaman di daerah

epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Gejala klinis lainnya

meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-

77% kasus atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik (Soedarmo, 2012).

17

Page 18: Referat Dengue Anak-3

Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra demam dan

demam, nutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis pada

periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eusinofil menurun atau menghilang pada

permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode

demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya

trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu (Soedarmo, 2012).

Pada daerah endemis, tes torniquet yang positif dan leukopenia ( < 5.000 cell/mm3) dapat

membantu penegakan diagnosis dari infeksi dengue dengan angka prediksi 70 – 80 %. Pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan (WHO, 2011):

Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni

hingga periode demam berakhir

Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan

darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni

Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin meningkat.

Peningkatan hematokrit ringan oleh karena akibat dari dehidrasi dikaitkan dengan demam

yang tinggi, muntah, anoreksia, dan minimnya intake oral.

Penggunaaan analgesik, antipiretik, antiemetik, dan antibiotik dapat mengintervensi

peningkatan hasil laboratorium fungsi hepar dan pembekuan darah.

2.9.2 Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD terdapat

perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah

vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini

demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran

pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi

(Soedarmo, 2012).

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah

lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit.

Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah

hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di

18

Page 19: Referat Dengue Anak-3

daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan

(Soedarmo, 2012)

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga

berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama yang menentukan derajat

penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Soedarmo, 2012)

2.9.3 Expanded Dengue Syndrome /Manifestasi Unusual

Menurut Kalayanarooj dan Nimmannitya tahun 2004 mengklasifikasikan manifestasi

unusual infeksi virus dengue berupa keterlibatan gangguan susunan saraf pusat (SSP), gagal

fungsi hati, gagal fungsi ginjal, fungsi pernapasan, fungsi jantung, infeksi ganda dan kondisi

yang memperberat.

neurologi Ensefalopati/ensefalitis, meningitis aseptik, perdarahan/trombosis

intrakranial, kejang, mental confusion, kaku kuduk, mono-/poli-neuropati,

guillain barre syndrome, mielitis

gastro-intestinal Hepatitis/gagal hati fulminan, acalculous cholecystitis, pankreatitis akut,

febrile diarrhea

Ginjal Hemolytic uremic syndrome

Jantung Miokarditis, gangguan konduksi, perikarditis

Pernapasan ARDS, perdarahan paru

Hati spontaneous splenic rupture, lymphnode infarction

Gambar 1.6 Manifestasi Unusual (Kalayanarooj, 2004)

2.9.4 Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat,

tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak

gelisah.

19

Page 20: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.7 Gambaran Skematis Kebocoran Plasma pada DBD

Gambar 1.8 Manifestasi Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue

2.10 Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:

a. Kriteria Klinis

1. Demam

20

Page 21: Referat Dengue Anak-3

Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe demam bifasik

(saddleback).

Gambar 1.9 Demam Bifasik pada Demam Berdarah Dengue

2. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:

a. Uji torniket (+)

b. Petechie, ekhimosis ataupun purpura

c. perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis, perdarahan gusi

d. hematemesis dan melena

3. Hepatomegali

4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat dan lemah,

sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun sampai tidak terukur, kulit

lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), capillary refill time memanjang (>2

detik) dan pasien tampak gelisah.

b. Kriteria Laboratoris

1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)

2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20% setelah mendapat

terapi cairan).

Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2 kriteria klinis

ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit.

Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :

a. Derajat I

Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

21

Page 22: Referat Dengue Anak-3

b. Derajat II

Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan. 

Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

c. Derajat III

Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan

nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan

penderita gelisah.

d. Derajat IV

Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat

diperiksa.

2.12 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan

pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3

sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai

hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari

peningkatan nilai hematokrit (WHO, 2011).

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan

nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat

suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat

dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun

(leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan

pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa

ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan

fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT

memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD (WHO, 2011).

b. Pencitraan

Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan

yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali dan

22

Page 23: Referat Dengue Anak-3

efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica

felea (WHO, 2011).

c. Pemeriksaan Rumple leed test

Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara

mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan kepada dinding

kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh

pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke

dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan

kulit (petechiae). Pemeriksaan ini didefinisikan oleh WHO (2011) sebagai salah satu

syarat yang diperlukan untuk diagnosis demam berdarah. Suatu manset tekanan darah

diterapkan dan meningkat ke titik antara sistolik dan diastolik tekanan darah selama lima

menit. Tes positif jika ada 10 atau lebih ptekia per inci persegi. Pada penderita demam

berdarah tes dengue biasanya memberikan hasil positif yang pasti dengan 20 ptekia atau

lebih. Dewasa ini rumple leed test dianggap tes yang sudah usang atau tidak dapat

diandakan. Akan tetapi tes ini tetap menjadi bagian penting dari penilaian seoang pasien

yang mungkin memiliki demam berdarah dengue.

d. Pemeriksaan lainnya :

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi infeksi virus dengue

yaitu (WHO, 2011):

-Isolasi Virus

Karakteristik serotypic/genotypic

-Deteksi Asam Nukleat Virus

Dengan RT-PCR (Reverse Transcripterase Polymerase Chain Reaction)

-Deteksi Antigen Virus

Deteksi antigen NS1.

23

Page 24: Referat Dengue Anak-3

-Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutination-inhibition (HI), Complement

Fixation (CF), Neutralization Test (NT), Ig M capture enzyme-linked immunosorbent

assay (MAC-ELISA), danpemeriksaan Ig G ELISA indirect

Viremia pada pasien dengan infeksi dengue sangatlah pendek, yaitu muncul pada 2 – 3

hari sebelum onset demam dan bertahan hingga 4 – 7 hari saat sakit. Selama periode ini, asam

nukleat virus dan antigen virus dapat terdeteksi.

Respon antibodi dapat dilihat dari 2 jenis imunoglobulin. Antibodi Ig M dapat terdeteksi

pada 3 – 5 hari setelah onset, meningkat cepat selama 2 minggu, dan menurun hingga tidak

terdeteksi pada 2 – 3 bulan. Antibodi Ig G terdeteksi rendah pada akhir minggu pertama,

meningkat kemudian, dan menetap hingga bertahun – tahun. Pada infeksi sekunder virus dengue,

titer antibodi meningkat cepat. Antibodi Ig G terdeteksi pada level tinggi, pada saat fase inisial,

dan menetap hingga beberapa bulan. Antibodi Ig M biasanya lebih rendah pada infeksi dengue

sekunder. Oleh karena itu, perbandingan Ig M/ Ig G digunakan untuk membedakan antara infeksi

primer dan infeksi sekunder virus dengue. Disebut infeksi primer jika perbandingan Ig M / Ig G

lebih dari 1,2, dan disebut infeksi sekunder jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari 1,2

(WHO, 2011).

Gambar 1.10 Deteksi jumlah Ig M dan Ig G pada Demam Berdarah Dengue

24

Page 25: Referat Dengue Anak-3

2.13 Diagnosis Banding

Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :

a. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya

b. Penyakit virus lainnya

Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein barr virus,

Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus

c. Penyakit bakterial

Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial disease, Scarlet Fever

d. Penyakit parasit : Malaria

Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding meliputi infeksi

spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya dengan diagnosis banding dari

demam dengue. Adanya trombositopenia disertai dengan hemokonsentrasi membedakan demam

berdarah dengue dengan penyakit yang lainnya. Hasil yang normal dari ESR (Erythrocyte

Sedimentation Rate) dapat membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok septik (WHO,

2011).

Gambar 1.11 Manifestasi DBD dibandingkan dengan Demam Chikungunya

25

Page 26: Referat Dengue Anak-3

2.14 Komplikasi dan Penatalaksanaan Komplikasi

a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok, cenderung

terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan diganti dengan cairan yang

tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer

dekstrosa segera ditukar dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk

mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran

cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan

vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl,

mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan

(bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan

pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan

neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder,

makaa untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100

mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat

yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi

obat dalam hati (Novie Homenta, 2011).

b. Kelainan Ginjal

Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.

Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular telah

benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam,

sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1

mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum,

dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga

belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu

dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya (Novie Homenta, 2011).

c. Edema paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan

yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan

26

Page 27: Referat Dengue Anak-3

yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan

plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular,

apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan

hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami

distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran

edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan dengan

perdarahan paru (Novie Homenta, 2011).

2.15 Penatalaksanaan

Pengobatan DBD menurut WHO (2011) bersifat suportif simptomatik dengan tujuan

memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler

Diseminata (KID).

Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah

Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan permeabilitas kapiler

yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan hemostasis. Penatalaksanaan fase demam

pada Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik

dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Berikan nasihat kepada

orang tua agar anak diberikan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain

– lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol. Penggunaan antipiretik

golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan demam. Parasetamol direkomendasikan

untuk mempertahankan suhu di bawah 39 0C dengan dosis 10 – 15 mg/KgBB/kali (WHO, 2011).

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia,

dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam 4 – 6 jam pertama. Setelah

keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan cairan rumatan 80 – 100 ml/KgBB/hari

dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit.

Bila terjadi kejang demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama

masih demam (WHO, 2011).

Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 – 5 yang memperlihatkan

penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya

kehilangan cairan, Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam

sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah

27

Page 28: Referat Dengue Anak-3

ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok (WHO,

2011).

Cairan intravena diperlukan apabila :

1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin

diberikan minum per oral

2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala

Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus selama < 7

hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai penurunan jumlah

trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien dating, berikan cairan kristaloid 7

ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit tiap 6 ja,. Selanjutnya

evaluasi 12 – 24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak

tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam

2 kali pemeriksaan berturut – turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila

dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam

dan akhirnya cairan dihentikan dalam 24 – 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada

perbaikan, yaitu : anak tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang,

tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan menjadi

10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka tetesan di naikkan

menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan

dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress

pernafasan menjadi lebih berat dan ht naik maka berikan koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam, dengan

jumlah maksimal 30 ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10

ml/KgBB/jam (WHO, 2011).

Bila terdapat asidosis, ¼ dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan berisi

0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9 % + glukosa ditambah ¼

Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk

dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 – 8 %)

seperti tertera pada tabel dibawah ini (WHO, 2011):

28

Page 29: Referat Dengue Anak-3

Tabel 1.2 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 – 8 %)

Berat Waktu Masuk (Kg) Jumlah Cairan tiap hari

< 7 Kg

7 – 11 Kg

12 – 18 Kg

> 18 Kg

220 ml/KgBB/hari

165 ml/KgBB/hari

132 ml/KgBB/hari

88 ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi teraba kecil,

lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru, tangan dan kaki dingin, dan tidak ada

produksi urin. Langkah yang harus dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB

secepatnya dalam 30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam

diberikan bersama koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit,

hematokrit dan trombosit tiap 4 – 6 jam, serta periksa pula elektrolit dan gula darah (WHO,

2011).

Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid belum dilanjutkan

20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 – 20 ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB.

Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya.

Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit

tiap 4 – 6 jam. Lakukan pula koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah (WHO, 2011).

Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi

kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan dipertahankan hingga 24 jam

atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7

ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5

ml/Kg/BB/jam dan seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48

jam setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi masih > 40%,

berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan massif, berikan

darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP

pada syok berat kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan

(WHO, 2011)

29

Page 30: Referat Dengue Anak-3

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid

maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 – 20 ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut

antara lain :

1. Dekstan

2. Gelatin

3. Hydroxy Ethyl Starch (HES)

4. Fresh Frozen Plasma (FFP)

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis

untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi

perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya

juga tidak banyak (WHO, 2011).

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi

perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka

pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung

faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar

hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam

intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya

edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar

hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan

kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan

tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfuse (WHO, 2011).

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

30

Page 31: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.12. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

31

Page 32: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.13. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.

32

Page 33: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.14 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.

33

Page 34: Referat Dengue Anak-3

Gambar 1.15. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.

Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarmo, 2012) :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

2. Nafsu makan membaik

3. Tampak perbaikan secara klinis

34

Page 35: Referat Dengue Anak-3

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi

6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat

7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).4

2.16 Prognosis

Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi baik.

Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan

prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab kematian Demam Berdarah Dengue

cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan

antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan

pada anak perempuan daripada laki – laki. Penyebab kematian tersebut antara lain (Rampengan,

2008) :

1. Syok lama

2. Overhidrasi

3. Perdarahan masif

4. Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidak syok

2.17 Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor virus dengue.

Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :

1. Mengurangi populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai

penular penyakit.

2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.

Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan lingkungan yang

termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas untuk

modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah perkembangan

vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo, 2010):

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan, dan monitor

tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga,

35

Page 36: Referat Dengue Anak-3

b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan

c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%

2. Foging Focus dan Foging Masal

a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1

minggu

b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka

waktu 1 bulan

c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan

Swing Fog

3. Penyelidikan Epidemiologi

a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah

menerima laporan kasus

b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan tingkat

II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut,

penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus

pada Puskesmas/ Dinas Kesehatan tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan segera melakukan

penyelidika epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat kemungkinan resiko

penularan (Soedarmo, 2012).

Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko penularan

DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah – langkah upaya penanggulangan berupa :

foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi adalah membunuh larva dengan butir – butir

abate sand granule (SG) 1 % pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion)

yaitu : 10 gram meter 100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat

untuk melakukan kerja bakti dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, 2012).

36

Page 37: Referat Dengue Anak-3

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan Lingkungan.

Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kalayanarooj S, Nimmannitya S. Guidelines for dengue hemorrhagic fever case management.

WHO collaborating centre for case management of Dengue/DHF/DSS and Queen Sirikit

National Institute of Child Health (Children’s Hospital). Bangkok medical publisher

2004.

Nelson waldo E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta : EGC

Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter

Anak Indonesia

Purnama, S. Gede. 2010. Pengendalian Vektor DBD. Denpasar : Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Udayana.

Pusponegoro, Hardiono D. dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter

Anak Indonesia

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC

Smith, Tracy. 2002. Dengue Virus. Nature Publishing Group.

Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.

Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia

Soegijanto, Soegeng. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Surabaya :

Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya

Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus Dengue.

Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya

37

Page 38: Referat Dengue Anak-3

Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi 2. Surabaya : Airlangga University

Press

Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Trihadi, Djoko. 2012. Demam Berdarah Dengue. Semarang : Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Semarang.

WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO

WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue

Haemorraghic Fever. India : WHO

Wibowo, Krisnanto, dkk. 2011. Pengaruh Tranfusi Trombosit terhadap Terjadinya Perdarahan

Masif pada Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

38