laporan kasus anak dengan demam dengue
DESCRIPTION
Dengan Demam DengueTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan presentasi kasus dengan
judul anak dengan Demam Dengue dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka
memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu
kesehatan anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja periode 1 april 2013 sampai 8 juni 2013.
Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Riza Mansyoer, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan presentasi kasus dan sebagai salah
satu pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.
Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan menerima kririk
dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Mei 2013
Penyusun
Arianti Anggraini
1
CASE
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KOJA
Nama Mahasiswa : Arianti Anggraini
NIM : 030.08.037
Dokter Pembimbing : Dr. Riza Mansyoer Sp.A
IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. N
• Umur : 5 th 8 bulan
• JK : Perempuan
• TTL : Jakarta 29/7/2007
• Agama : Islam
• Suku : Sunda
• Alamat : Jl. Deli lorong 25 Jakarta Utara
• Tanggal masuk RS : 6 April 2013
Orang tua/wali
Ayah
• Nama : Tn A
• Agama : Islam
• Suku : Sunda
• Pekerjaan : Buruh
2
• Alamat Pekerjaan : -
• Penghasilan : ±Rp.1.500.000/bulan
Ibu
• Nama : Ny. L
• Agama : Islam
• Suku : Sunda
• Pekerjaan : IRT
• Alamat Pekerjaan : -
• Penghasilan : -
Wali
Nama : -
Agama : -
Pekerjaan : -
Alamat Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Suku bangsa/bangsa : Sunda
3
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien, pada tanggal 7 April
2013, pk 17.00 WIB
KELUHAN UTAMA :
Demam sejak 6 hari yang lalu
KELUHAN TAMBAHAN :
Mual muntah, seluruh tubuh terasa sakit
RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus
menerus. Os merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini,
tiap hari muntah 3x/hari. Muntahnya berisi makanan, satu kali muntah ¼ gelas, warnanya
kuning. Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan badan
Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit. Pasien tidak mengeluh gusi berdarah,dan tidak
pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua hari. Pasien tidak
memiliki riwayat kejang.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :
KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Tidak ada
Perawatan Antenatal Teratur 1 bulan sekali
KELAHIRAN Tempat Kelahiran Rumah praktek bidan
Penolong Persalinan Bidan
4
Cara Persalinan Spontan
Masa Gestasi Cukup Bulan
Keadaan Bayi - Berat lahir: 3400 gr
- Panjang: 50 cm
- Ling.kepala: 33 cm
- Langsung Menangis
- Nilai Apgar: tidak ada
- Kelainan Bawaan: tidak ada
Kesan riwayat kehamilan/kelahiran : tidak ada kelainan bermakna
RIWAYAT PERKEMBANGAN
● Pertumbuhan gigi I : 8 bulan
● Psikomotor
- Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : 24 bulan
- Duduk : 9 bulan - Mengoceh : 11 bulan
- Berdiri : 11 bulan - Membaca/Menulis : 6 tahun
● Perkembangan Pubertas
- Rambut Pubis : belum berkembang
- Payudara : belum berkembang
- Menarche : belum berkembang
●Gangguan Perkembangan Mental/Emosi
Bila ada, jelaskan : -
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik
5
RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0-2 V
2-4 V
4-6 V
6-8 V V V V
8-10 V V V V
10-12 V V V V
2 tahun V V V V
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi/Pengganti 3x/hari, sedang
Sayur 3x/hari, sedang
Daging 2-3x/minggu, sepotong
Telur 6x/minggu, sebutir sehari
Ikan 4x/minggu
Tahu 5x/minggu
Tempe Jarang (<1x/minggu)
Susu (merk/takaran) Jarang (<1x/minggu)
Lain-lain
Kesulitan makan : -
Nafsu makan : nafsu makan Os baik
Kesan : pola makan baik.
6
RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi
Waktu Pemberian
Bulan Tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 6 12
BCG II
DPT I II III
Polio (OPV) I II III IV V
Hepatitis B I II III
Campak I
MMR I II
Kesan: Riwayat imunisasi dasar lengkap.
RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)
No Tgl Lahir
(umur)
Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
Mati
Abortus Mati
(sebab)
Keterangan
Kesehatan
1 5 tahun Perempuan V Sehat
Anggota Keluarga lain yang Serumah: ayah dari ibu Os
Perumahan
- Milik sendiri
- Keadaan rumah : tinggal berempat ayah, ibu dan kakek.
- Daerah/lingkungan : padat penduduk, sekitar rumah tidak ada yang menderita
penyakit yang serupa. Pasien memakai sumber air dari
PDAM.
7
Kesan : Perumahan dan lingkungan baik, namun cukup padat.
Ayah/Wali Ibu/Wali
Nama Tn.A Ny.L
Perkawinan ke- I I
Umur saat menikah 27 22
Pendidikan terakhir (tamat – kelas/tingkat) SMA SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kosanguitas - -
Penyakit, bila ada - -
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam
Berdarah
- Kejang - Darah -
Demam
Thypoid
- Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 7 April 2013, Pukul 10.00 WIB )
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
8
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 103 cm
Lingkar Kepala : 44 cm
Lingkar Dada : 47 cm
Lingkar Lengan Atas : 15 cm
Status Gizi (CDC) : BB/U = 16 kg
15/18 x 100%
88 %
TB/U = 103 cm
103/108 x 100%
95%
BB/TB = 16/17 x 100%
94 %
Kesan: Gizi normal
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 120x/menit, reguler, isi cukup, equal.
Suhu Tubuh : 36,8oC
Frekuensi Napas : 30x/menit, reguler
Tekanan Darah : -
Kepala :
Bentuk dan ukuran : Normocephali, ubun-ubun normal
Rambut dan kulit kepala : Hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
9
Mata : palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat,
sclera tidak ikterik, reflek cahaya langsung +/+,
reflek cahaya tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia, tidak tampak serumen dan tidak tampak
sekret.
Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
Bibir : Tidak kering, tidak sianosis
Mulut : Stomatitis (-), mukosa mulut tidak kering, gigi
geligi lengkap
Lidah : tidak kotor,
Faring : tidak hiperemis
Leher : KGB tidak teraba Trakea lurus di tengah
Toraks:
Dinding toraks : Bentuk normal, retraksi sela iga (-), iga vertikal,
simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus simetris, dan teraba sama keras di kedua
lapang paru
Perkusi : Sonor pada paru kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi +/+,
wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial garis
midclavicularis sinistra, tidak teraba thrill
Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada splitting, tidak
ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen:
10
Inspeksi : datar, tidak tampak distensi, tidak tampak vena collateral
Palpasi : ada nyeri tekan pada kuadran kiri bawah, hepar dan lien tidak
teraba, turgor kulit baik, lemas
Perkusi : Timpani , shifting dulnes (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Anus dan rectum : tidak ada kelainan
Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Genitalia : perempuan
Anggota gerak : atas : akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
bawah : akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Kulit : warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik
Pemeriksaan Laboratorium
Tangggal 6 april 2013 jam 10.02 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,0 11,2-15,7 g/dl
Lekosit 3100 3900-10.000 /uL
Hematokrit 35 34-45 %
Trombosit 78000 182.000-369.000 /uL
DIABETES
Glukosa sewaktu 91 60-100 mg/dl
ELEKTROLIT
Na 128 134-146 mmol/L
K 3,64 3,4-4,5 mmol/L
Cl 99 96-108 mmol/L
IgG dengue Positif Negative
11
IgM dengue Negative Negative
Pemeriksaan laboratorium tanggal 7 april 2013 jam 17.45 WIB
HEMATOLOGI Hasil Nilai normal Satuan
Hemoglobin 12,1 12,0-16,0 g/dl
Lekosit 6000 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 35 36-46 %
Trombosit 77.000 140.000-440.000 /uL
Pemeriksaan laboratorium tanggal 8 April 2013 jam 13.45 WIB
HEMATOLOGI Hasil Nilai normal Satuan
Hemoglobin 13,0 12,0-16,0 g/dl
Lekosit 8.900 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 39 36-46 %
Trombosit 70.000 140.000-440.000 /uL
Resume
Anak perempuan 5 tahun 8 bulan, demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien datang
dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam nya terus menerus. Os
merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini, tiap hari
muntah 2x/hari. Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
dan badan Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit serta nyeri kepala. pasien tidak mengeluh
gusi berdarah dan tidak pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua
hari ini.Pasien tidak memiliki riwayat kejang, berkeringat pada malam hari pun disangkal, pada
pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 120 x/menit, , suhu 36.8 C, frekuensi nafas
30x/menit, BB/TB 94% (gizi normal), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah perut, shifting
dullness negtife. Tanpa manifestasi perdarahan dan Uji tourniquet negatife.
12
Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan
6 april 2013 7 april 2013 8 april 2013
Hemoglobin 12,0 12,1 13
Lekosit 31000 6000 8900
Hematokrit 35 35 39
Trombosit 78000 77.000 70.000
igG Positif
igM Negative
Diagnosis
Diagnosis Kerja : Demam dengue
Diagnosis Banding
Demam berdarah dengue
ITP
Rencana Pemeriksaan Lanjutan
Foto rontgen RLD
PENATALAKSANAAN dengan BB 16 kg
IVFD RL 80 cc/ jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PCT syr 3 x11/ 2 cth
Neciblok syr 3x1/3 cth
PROGNOSIS
13
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Follow up tanggal 6 april 2013
S:- demam tinggi
- Belum BAB 1 hari
- Seluruh tubuh terasa sakit
- Nafsu makan menurun
- Menggigil
- Mual, muntah 3x/ hari
O : BB : 16 kg
- Suhu : 37,8 0 C
- Nadi : 116 x/menit
- RR : 24 x /menit
- Kepala : normocepali
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah , shifting dullness (-)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
- Inj Ranitidin 2x 20 mg
- PCT syr 3 x 1 1/2 cth
14
Follow up harian tanggal 7 april 2013
S : - demam sudah turun tapi bila malam hari meningkat (f7)
- belum BAB udah 2 hari
- Seluruh tubuh bertambah sakit
- Nafsu makan menurun
- Menggigil
- Mual, muntah 2x/ hari
O : BB : 16 kg
Suhu : 36,8 0 C
Nadi : 120 x/menit
RR : 30 x /menit
Kepala : normocepali
Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah , shifting dullness (-)
Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : demam dengue
15
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PCT syr 3 x 1 1/2 cth
Neciblok syr 3x1/3 cth
Pemeriksaan laboratorium 6 april 2013
Hasil
Hemoglobin 12,o
Lekosit 3.100
Hematokrit 35
Trombosit 78.000
IgG Positif
IgM Negatife
Follow up harian tanggal 8 april 2013
S : - sudah tidak lagi demam(f8)
- sudah BAB
- Sakit seluruh tubuh mulai menurun
- Nafsu makan tetap menurun
- Sudah tidak Menggigil dan berkeringat
- Masih Mual
O : BB : 15 kg
Suhu : 36,7 0 C
16
Nadi : 96 x/menit
RR : 26 x /menit
Kepala : normocepali
Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah, shifting dullness(-)
Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PCT syr 3 x 1 1/2 cth
Neciblok syr 3x1/3 cth
Pemeriksaan laboratorium tanggal 7 april 2013
Pemeriksaan laboratorium
Hasil
Hemoglobin 12,1
Lekosit 6.000
Hematokrit 35
Trombosit 77.000
17
Follow up harian tanggal 9 april 2013
S : -sudah tidak demam (f9)
- Sudah tidak merasa seluruh tubuh sakit dan sakit kepala
- Nafsu makan tetap menurun
- Sudah tidak Menggigil dan berkeringat
- Sudah tidak Mual muntah
O : BB : 16 kg
Suhu : 36,6 0 C
Nadi : 104 x/menit
RR : 28 x /menit
Kepala : normocepali
Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
Abdomen : suel, BU (+), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah,shifting dullness (-)
Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah
A : demam dengue
P : IVFD RL 80 cc/jam
Inj Ranitidin 2x 20 mg
PCT syr 3 x 1 1/2 cth
18
Neciblok syr 3x1/3 cth
Pemeriksaan laboratorium tanggal 8 april 2013
Hasil
Hemoglobin 13,0
Lekosit 8.900
Hematokrit 39
Trombosit 70.000
ANALISA KASUS
Anak perempuan 5 tahun 8 bulan, demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien datang
dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam nya terus menerus. Os
merasa menggigil. Pasien juga memiliki mual dan muntah, muntah sudah 2 hari ini, tiap hari
muntah 2x/hari. Nafsu makan pasien menurun sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit
19
dan badan Os terasa lemas dan badan Os terasa sakit serta nyeri kepala. pasien tidak mengeluh
gusi berdarah dan tidak pernah mimisan. Batuk pilek tidak ada, dan Os belum bab selama dua
hari ini.Pasien tidak memiliki riwayat kejang, berkeringat pada malam hari pun disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 120 x/menit, , suhu 36.8 C, frekuensi nafas
30x/menit, BB/TB 94% (gizi normal), nyeri tekan pada kuadran kiri bawah perut, shifting
dullness negtife. Tanpa manifestasi perdarahan dan Uji tourniquet negatife.
Pada pemeriksaan laboratorium nilai trombosit pada 3 hari pemeriksaan
78.000/uL,77.000/uL,70.000/uL. Dan IgG positife ,IgM negative pada demam hari ke 6
MASALAH Dasar Penetapan Masalah Hipotesa
Infeksi virus
-Demam 2- 7 hari terus menerus tanpa manifestasi perdarahan ( uji tourniquet
negatife)-Trombositopeni tanpa tanda plasma leakage ( hematokrit tidak > 20 % )
- IgG positif( dulu pernah kena infeksi virus dengue )
- IgM negative ( tidak terkena virus dengue saat ini atau terkena virus dengue dengan serotype yang sama saat ini)
- Demam dengue
Gizi normal -BB/TB= 94 % (Gizi Normal) - Intake cukup
MASALAHPlanning: Non
MedikamentosaMedikamentosa
Demam dengue Tirah baring IUFD RL 80 cc/jam
20
Minum 1-1,5 liter per hari
Pct 3x 1,5 cth
Terapi dan Dasar Pemilihan Obat
Terapi cairan
Pemberian cairan dipilih sesuai kondisi pasien , berat badan dan kehilangan cairan
Pada kasus ini dipilih cairan kristaloid ( RL) dengan dosis 5 cc/ kg BB/ jam sesuai dengan ∆HMT sebesar 11% dan berat badan 16 kg sehingga 5cc x 16 kg = 80 cc/ jam
Ranitidine: Golongan AH2. Melindungi mukosa lambung dengan menghambat perangsangan sekresi asam lambung.
- Dosis: 2 x 20mg.- Efek samping:sakit kepala, pusing, gangguan GI, ruam kulit.
Paracetamol : Parasetamol bekerja sebagai antipiretik, yang berarti dapat memengaruhi bagian otak (hipotalamus) yang mengatur suhu tubuh. Parasetamol juga berefek menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat postaglandin perifer.
- Dosis : 10- 15 mg /kg bb diberikan 3-4 kali perhari- Efek samping: mual, muntah, lemas, dan memicu kerusakan hati
Neciblok : Pengobatan jangka pendek (sampai dengan 8 minggu) ulkus lambung, ulkus duodenum, & gastritis kronis.
- Sediaan : 500mg/5ml x 200ml (3x1/3 cth)
- Efek samping: gatal-gatal, kemerahan pada kulit, vertigo
Diagnosis Banding
1. Demam berdarah dengue
Demam Berdarah Dengue Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan
gejala umum yang khas, hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari adanya
manifestasi perdarahan. Pada uji tourniquet didapatkan hasil yang positif. Peningkatan
hematokrit > 20 %
Pada pasien tidak ada manifestasi perdarahan dan peningkatan hematokrit < 20 %
21
2. ITP
Purpura trombositopenia idiopatik (autoimmune thrombocytopenic
purpura; morbus Wirlhof; purpura hemorrhagica) merupakan sindrom
klinis berupa manifestasi perdarahan (purpura, petekie, perdarahan
retina, atau perdarahan nyata lain) disertai trombositopenia (penurunan
jumlah trombosit) dan pemeriksaan fisik anak tidak terlihat sakit.
Pada pasien ini tidak ada manifestasi perdarahan dan anak terlihat sakit yang ditandai
dengan adanya demam.
BAB II
Pendahuluan
22
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS). 1
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi infeksi
dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko menderita infeksi
dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta
kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah
dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1 Walaupun demikian tidaklah benar jika
dikatakan DD/DBD adalah penyakit pada anak, pada saat kejadian luar biasa (KLB) tahun 2004
di enam rumah sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus DD/DBD adalah dewasa. 2
Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami penurunan dan saat ini
berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara masih diatas 4% akibat penanganan yang
terlambat.1
Gambar 1. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang dikenal
(DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu imunitas protektif
23
terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan
memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody
dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi
serotipe kedua. 1
Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di
Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan.
Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun
pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh
sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris. 2
Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue
yang berat dan sering kali fatal. 3
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan
bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan
berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 1
Sejarah infeksi dengue dan virus dengue
DD klinis dilaporkan pertama kali oleh Banyamin Reesh pada bulan Agustus -Oktober
1780 (break bone fever) di Philadelphia.4,6 Pada tahun 1954, DBD pertama kali dilaporkan di
Filipina yang kemudian menyebar ke negara-negara kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1980 an
penyakit ini merambah negara-negara di Benua Amerika yang beriklim tropis dan subtropis.6
Di Indonesia, pertama kali dilaporkan kasus DD oleh Bylon di Batavia tahun1779.4
Kasus DBD pertama kali terdiagnosis di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit ini terutama
menyerang anak usia dibawah 15 tahun. Dalam kurun waktu 40 tahun, penyakit ini telah
24
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia.6 Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama
kali digunakan di Filipina tahun 1953 , kasusnya dilaporkan oleh Quintos dkk pada tahun 1954.4,7
Hingga tahun 1956 baru dikenal virus dengue tipe 1 dan 2.4 Virus DEN-1 pertama kali
diisolasi Sabin dan Schlesinger di Honolulu tahun 1943. Pada tahun yang sama, Kimura dan
Hotta berhasil mengisolasi dan mempublikasikan virus DEN-1 selama terjadi epidemi di
Nagasaki.5 Virus DEN-2 berhasil diisolasi oleh sejumlah ahli di New Guinea pada tahun 1944.
Virus DEN-3 dan 4 diidentifikasi oleh Hammon dkk tahun 1960 4 dan dua tahun kemudian
berhasil mengidentifikasi virus DEN- 5 dan 6.5
Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm
dan mengandung RNA rantai tunggal. 8 Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-
1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty
merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang
ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8
25
Gambar 2. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex
Patofisiologi
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan
plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan
trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam
berdarah dengue. 9,10
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas.3 Beberapa teori dan hipotesis
yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :
1. Teori virulensi virus
2. Teori imunopatologi
6. Teori endotoksin
7. Teori limfosit
26
3. Teori antigen antibodi
4. Teori infection enchancing antibody
5. Teori mediator
8. Teori trombosit endotel
9. Teori apoptosis. 9
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi
sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini
berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia
dan limfosit T. 9
Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody
dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 10
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat
memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada
anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun
27
ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu.
Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting
dalam patofisiologi DBD. 10
Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory
Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar
imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama perjalanan
infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus
dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro, teorui ini saat ini dikenal sebagai
”antibody dependent enhancement” (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis
DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder
dengan serotipe virus dengue heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS. 1
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum
tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi. 10
Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:
- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody). 10
28
Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks
imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa
infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro
menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit
akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan
berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga
penyakit cenderung lebih berat.10
Gambar 3. Teori secondary heterologous infection
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun
meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa
kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik
dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.1
29
Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk
kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag).
Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T
(CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk
makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi
ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet,
produksi sitokin (TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.
Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an patogenesis
DBD/DSS
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
30
31
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11
Gambar 5. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia. 11
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam. 4,12
- Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik
yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
- Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau
ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan
berlangsung 3-4 hari. 12
32
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus
atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain
dapat menyertai.4,12
Gambar 6. Spektrum Klinis DD dan DBD
Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut
- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir
- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan
darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat. 8
Demam Berdarah Dengue
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.11 Kasus DBD ditandai 4 manifestasi
klinis yaitu :
- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali
33
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.12
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah
tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi
hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya
tidak ikterik.8
34
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
(Dikutip dari kepustakaan no. 11dan 12)
Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah
Dengue
++
+++
+
++
++
++
+
+
++
+
0
0
+
++++
0
++
+
++
0
Nyeri Kepala
Muntah
Mual
Nyeri Otot
Ruam Kulit
Diare
Batuk
Pilek
Limfadenopati
Kejang
Kesadaran menurun
Obstipasi
Uji tornikuet positif
Petekie
Perdarahan saluran cerna
Hepatomegali
Nyeri perut
Trombositopenia
Syok
+
++
+
+
+
+
+
+
+
+
++
+
++
+++
+
+++
+++
++++
+++
Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga
berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan
DBD dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang
bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.8
35
Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,
saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk (syok)
(dikutip dari kepustakaan no.2)
36
Dengue Shock Syndrome
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat,
tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak
gelisah. 11
Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD
( Dikutip dari kepustakaan no. 13)
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue
yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan
masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang
37
dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat
membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga
catatan medis dapat dibuat lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu
trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :
Kriteria klinis :
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)
- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%. 8
Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :
- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan
penderita gelisah.
38
- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa. 4,7,8,12
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada
DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8
sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau
sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau
syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII,
dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.4
2. Pencitraan pencitraan
2.1 Pemeriksaan rontgen dada
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13
39
Gambar 9. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue
2.2. Pencitraan Ultrasonografis
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak
menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam
perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam
penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk
meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding
kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda
bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV. 13
3. Pemeriksaan Serologi.
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :
- Uji hambatan hemaglitinasi
- Uji Netralisasi
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Hemadsorpsi Immunosorben
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot. 7
Pemeriksaan rapid sero diagnostic test
40
Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian Uji
serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan
keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-3.
Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4
akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali
dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan menurun dalam kadar rendah seumur
hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik
dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke
2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.
Gambar 10. Respon imun terhadap infeksi dengue
Respon imun terhadap infeksi dengue :
Antibodi Ig M :
- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi
- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi primer
singkat
Antibodi Ig G :
41
- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala
- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue
pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G anti
dengue. 14
Gambar 11. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan
mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).13
42
Gambar 12. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit
(dikutip dari kepustakaan no. 2)
Penatalaksanaan Demam Dengue
Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :
- Tirah baring selama fase demam akut
- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami nyeri
yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah. 8
Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue
Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat sehingga
prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan
fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit
yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
43
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. 8 Kunci keberhasilan pengobatan DBD
ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga
ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga
48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam
sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya
dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah.
Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,
Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan
sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada
DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan
Ringer akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan
cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus
disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid
maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan
dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas
mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2
Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD
44
Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2
Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi
45
perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya
juga tidak banyak.2
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi
perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih menandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya
oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar
hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan
kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan
tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2
Gambar 13. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada kapiler yang
harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 13)
46
47
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
48
Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.
49
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.
50
51
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%
52
53
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue
54
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).7
Pencegahan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
- Foging Focus dan Foging Masal
d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog
55
Gambar 14. Kegiatan foging
- Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15
56
Kesimpulan
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman
mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan
laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis
dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien.
Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
57
Daftar Pustaka
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic
Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book
13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-
2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current
Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2006.h. 63-
3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia
: WB Saunders.2009.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 2008
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent
enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2010;
54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita
Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 2008.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2006.
Surabaya : Airlangga University Press 2009.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi :
WHO.2009
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro
SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus
DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,
Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit
Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2008. h. 41-55
58
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro
SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi
pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2009.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/ modules.php?
name= ontent&pa=showpage&pid=33. Diunduh pada tanggal 27 Juni 2010.
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2010.
59