referat alergi makanan

Upload: ryan-arifin-suryanto

Post on 10-Oct-2015

151 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

referat alergi makanan stase kulit

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Prevalensi penyakit alergi dilaporkan meningkat, diperkirakan lebih dari 20% populasi di seluruh dunia menderita penyakit yang diperantarai oleh IgE, seperti asma, rinokonjungtivitis, dermatitis atopik atau eksema, dan anafilaksis. Untuk kasus asma, WHO memperkirakan terjadi pada 5%-15% populasi anak di seluruh dunia.1 Di Indonesia prevalensi penyakit alergi yang telah diteliti pada beberapa golongan masyarakat atau rumah sakit menunjukkan variasi, misalnya data dari Poliklinik Alergi-Imunologi Anak RSCM dari pasien anak yang menderita alergi, sekitar 2,4% berupa alergi susu sapi.2 Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan dengan sel mast. Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen.3 Paparan berulang oleh alergen spesifik akan mengakibatkan reaksi silang terhadap sel mast yang mempunyai ikatan dengan afinitas kuat pada IgE. Sel mast akan teraktivasi dengan melepaskan mediator terlarut seperti histamin untuk kemudian menuju target organ, menimbulkan gejala klinis sesuai dengan target organ tersebut. Penyakit tersebut berhubungan erat dengan faktor genetik dan lingkungan. Alergen dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara seperti inhalasi, kontak langsung, saluran cerna, atau suntikan. Kondisi lingkungan yang semakin kompleks membuat jumlah alergen meningkat. Penelitian mengenai alergi pada anak di RSUP Dr. Kariadi masih sangat terbatas. Data dari catatan medik pasien rawat jalan poliklinik Alergi THT RSUP Dr. Kariadi dari Juli 1996-Juni 1999 menunjukkan jumlah kasus rata-rata 313 kasus per tahun dari 20.630 kasus THT, meliputi kasus anak hingga dewasa.4 Data dermatitis atopik pada tahun 1996-2000 menunjukkan angka tertinggi pada usia kurang dari 5 tahun (62,6%), dan pada kelompok umur 5-14 tahun 37,4%.5 Salah satu alat diagnostik alergi adalah dengan pemeriksaan uji tusuk kulit terhadap alergen dengan membuktikan reaksi wheal dan flare, suatu reaksi hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh IgE yang spesifik terhadap alergen yang diuji. Hasil tes harus dihubungkan dengan riwayat klinis pasien.

B. Tujuan Mengetahui dan memahami tentang reaksi alergi makanan pada anak, mengenai etiologi, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksaan.

C. Manfaat1. Diharapkan menjadi salah satu bahan masukan bagi instansi kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan di masa mendatang.2. Diharapkan menjadi bahan pembelajaran yang baik mengenai alergi makanan bagi mahasiswa kepaniteraan klinik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso Kota Pontianak.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi The American Academy of Allergy and Immunology dan The National Institute of Allergy and Infectious Disease membuat batasan mengenai reaksi simpang makanan, alergi makanan, dan intoleransi makanan6:1. Reaksi Simpang MakananReaksi simpang makanan adlaah suatu istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi tersebut bisa merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan atau intoleransi makanan.62. Alergi Makanan Alergi makanan adalah reakasi imunologik yang menyimpang, sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitivitas tipe 1.63. Intoleransi MakananIntoleransi makanan adalah reaksi nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diiginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan seperti kontaminan toksik (misalnya histamine pada keracunan ikan, toksin yang disekresi oleh salmonella, shigela, dan kampilobakter), zat farmakologik yang terkandung dalam makanan (misalnya kafein pada kopi, tiramin pada keju), atau kelainan pada penjamu sendiri,misalnya gangguan metabolism pada defisiensi lactase dan maltase.6

Gambar 1. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and immunology dan The National Institute of Allergy and infections disease1

B. Epidemiologi Prevalensi alergi makanan tertinggi pada infant dan anak-anak (6-8%) dan menurun seiring bertambahnya usia. Pada usia dewasa hanya sekitar 4% yang mengalami alergi terhadap makanan.7 Alergi makanan menyebabkan reaksi anafilaksis sehingga diperlukan penanganan departemen emergensi di eropa barat dan Amerika Serikat. Alergi makanan di Amerika Serikat bermanifestasi pada reaksi anafilaksis sekitar 30,000 kasus, 2000 dirawat di rumah sakit dan memiliki potensi sebagai penyebab kematian 200 jiwa setiap tahunnya. Pada anak-anak, alergi makanan merupakan penyebab anafilaksis paling sering. Anak-anak dengan riwayat dermatitis atopi sedang hingga berat memiliki prevalensi alergi yang lebih tinggi di mediasi oleh IgE.7 Diketahui 10-30% kasus anak yang memiliki dermatitis atopi mengalami alergi terhadap makanan. Alergi makanan muncul pula sekitar 90% pada pasien anak esofagitis eosinofilia.7

C. Etiologi 1. Faktor GenetikAlergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 20 40%, ke dua orang tua alergi resiko meningkat menjadi 40 - 80%. Sedangkan bila tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua maka resikonya adalah 5 15%. Pada kasus terakhir ini bisa saja terjadi bila nenek, kakek atau saudara dekat orang tuanya mengalami alergi. Bisa saja gejala alergi pada saat anak timbul, setelah menginjak usia dewasa akan banyak berkurang.3

2. Maturitas UsusAlergi makanan sering terjadi pada usia anak dibandingkan pada usia dewasa. Fenomena lain adalah bahwa sewaktu bayi atau usia anak mengalami alergi makanan tetapi dalam pertambahan usia membaik. Hal itu terjadi karena belum sempurnanya saluran cerna pada anak. Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur (tidak matang) system pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan allergen masuk ke dalam tubuh. Pada bayi baru lahir sel yang mengandung IgA, Imunoglobulin utama di sekresi eksternal, jarana ditemui di saluran cerna. Dalam pertambahan usia akan meningkat sesuai dengan maturasi (kematangan) sistem kekebalan tubuh. Dilaporkan persentasi sampel serum yang mengandung antibodi terhadap makanan lebih besar pada bayi berumur kurang 3 bulan dibandingkan dengan bayi yang terpapar antigen setelah usia 3 bulan. Penelitian lain terhadap 480 anak yang diikuti secara prospektif dari lahir sampai usia 3 tahun. Sebagian besar reaksi makanan terjadi selama tahun pertama kehidupan.11

3. Pajanan AlergiPajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi. Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan pada tahun pertama kehidupan. Beberapa jenis makanan yang dikonsumsi ibu akan sangat berpengaruh pada anak yang mempunyai bakat alergi. Pemberian MPASI (makanan pendamping ASI) meningkatkan angka kejadian alergi.11

4. Pencetus Alergi MakananPenyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui mekanisme hapten-carrier. Perlakuan fisik misalnya pemberian panas dan tekanan dapat mengurangi imunogenisitas sampai derajat tertentu. Pada pemurnian ditemukan allergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu glikoprotein dengan berat molekul 180.000 dalton. Pemurnian pada udang didapatkan allergen-1 dan allergen-2 masing-masing dengan berat molekul 21.000 dalton dan 200.000 dalton. Pada pemurnian alergen pada ikan diketahui allergen-M sebagai determinan walau jumlahnya tidak banyak. Ovomukoid ditemukan sebagai allergen utama pada telur. Pada susu sapi yang merupakan alergen utama adalah Betalaktoglobulin (BLG), Alflalaktalbumin (ALA), Bovin FERUM Albumin (BSA) dan Bovin Gama Globulin (BGG). Albumin, pseudoglobulin dan euglobulin adalah alergen utama pada gandul. Diantaranya BLG adalah alergen yang paling kuat sebagai penyabab alergi makanan. Protein kacang tanah alergen yang paling utama adalah arachin dan conarachi.11Beberapa makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala alergi yang berbeda pula, misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan gangguan kulit berupa urtikaria, kacang tanah menimbulkan gangguan kulit berupa papula (bintik kecil seperti digigit serangga) atau furunkel (bisul). Sedangkan buah-buahan menimbulkan gangguan batuk atau pencernaan. Hal ini juga tergantung dengan organ yang sensitif pada tiap individu. Meskipun demikian ada beberapa pakar alergi makanan yang berpendapat bahwa jenis makanan tidak spesifik menimbulkan gejala tertentu. Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi, tapi juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti tubuh sedang terinfeksi virus atau bakteri, minuman dingin, udara dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari, olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan. Hal ini ditunjukkan pada seorang penderita autisme yang mengalami infeksi saluran napas, biasanya gejala alergi akan meningkat. Selanjutnya akan berakibat meningkatkan gangguan perilaku pada penderita. Fenomena ini sering dianggap penyebabnya adalah karena pengaruh obat.11Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Tanpa paparan alergi maka faktor pencetus tidak akan terjadi. Bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai dengan adanya pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan, kelelahan atau aktifitas berlebihan seorang penderita asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya keluhan alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi dingin pada anak adalah tidak sepenuhnya benar.11

D. Patofisiologi Alergen makanan akan dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya mengekspresikan pada sel T secara langsung atau melalui sitokin. Sel T tersensitisasi dan akan merangsang sel B menghasilkan antibody dari berbagai subtype.8 Allergen yang utuh akan diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk antibody di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus, yang pada kebanyakan anak-anak membentuk antibody dari subtype IgG, IgA dan IgM.8,9 Pada anak-anak atopi cenderung membentuk IgE lebih banyak yang selanjutnya mengadakan sensitisasi sel mast pada saluran cerna, saluran nafas dan kulit. Bayi yang sangat atopi juga mendapatkan sensitisasi melalui air susu ibu terhadap satu makanan yang dikonsumsi ibu.9 Bayi-bayi dengan alergi awal terhadap suatu makanan, misalnya susu, juga mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembang menjadi alergi terhadap makanan lain. Pembuatan antibody IgE dimulai sejak paparan awal fdan berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi.komplemen akan mulai mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibody.9,10

Gambar 2.Immunopatogenesis Alergi Makanan. (A) generasi respon imun meliputi ligasi dari reseptor sel T dengan kompleks peptida-MHC yang muncul pada molekul kostimulan (CD 80 dan CD86) serta sitokin. (B) dengan dosis tinggi dari antigen oral. Cross linking Sel T reseptor dapat terjadi ketika hilangnya kostimulan atau munculnya ligan yang menginhibisi (CD95 dan ligan CD95), menyebabkan anergy atau delesi (C) dosis yang rendah antigen oral menyebabkan aktivasi dari sel T regulator, yang mensupresi respon imun melalui permukaan sel yang berhubungan dengan sitokin yang bersifat supresif (IL-10 dan TGF).9

Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel T.11 Sitokin mempunyai berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya neutrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan. Aktivasi komplemen dan terjadinya kompleks imun akan menarik neutrofil.11 Kombinasi allergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi ketka IgE telah melekat pada sel mast, atau ketika IgE masih belum melekat pada sel mast, atau IgE telah melekat pada sel mast kemudian diaktivasi oleh pasangan nonspesifik. Kombinasi ini akan menimbulkan degranulasi mediator. Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang ditimbulkannya.11,12

E. Manifestasi Klinis

Reaksi efek samping dari makanan merupakan efek yang berdampak luasyang bermanifestasi sebagai respon abnormal dan berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi. Efek ini diklasifikasikan sebagai intoleransi makanan atau alergi makanan berdasarkan mekanisme patofisiologinya. Intoleransi makanan berhubungan dengan respon fisiologis pada makanan dan kemungkinan disebabkan komposisi dari makanan tersebut, (Contohnya : terkontaminasi toxin, komponen farmakologi aktif) atau karakteristik dari hospes (contohnya penyakit metabolik, respon idiosinkras, dan kelainan psikologis).7 Dipercaya bahwa intoleransi makanan merupakan mayoritas efek samping dari makanan. Alergi makanan berhubungan dengan imunitas abnormal dari makanan yang terjadi pada hospes yang suseptibel.7 Reaksi ini terbentuk setiap kali makanan dikonsumsi dan mekanisme ini tidak tergantung dengan dosis/jumlah makanan. Berdasarkan mekanisme imunologis yang berperan, (a) alergi makanan dimediasi oleh antibodi imunoglobulin E (IgE) yang merupakan reaksi alergi paling sering terjadi, (b) mediasi dari sel ketika komponen sel imun bertanggung jawab pada alergi makanan dan kebanyakan berefek pada sistem gastrointestinal, (c) campuran antara IgE-kompleks sel imun yang berperan dalam reaksi alergi makanan. Berikut ini dapat dilihat pada gambar 3 mengenai reaksi efek samping yang ditimbulkan akibat makanan.7

Gambar 3. Reaksi Efek Samping Makanan7

E.1. Jenis Alergi Makanan Berdasarkan Manifestasi KlinisAlergi makanan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (1) dengan keterlibatan (diperantarai) IgE, yang secara klinis dikenal sebagai alergi makanan jenis tetap (fixed atau immediate type) dan (2) tanpa keterlibatan (tidak\ diperantarai) IgE, yang secara klinis dikenal sebagai alergi makanan jenis siklik (cyclic atau delayed type).13

1. Alergi makanan jenis tetapAlergi makanan jenis ini melibatkan respons IgE yang memberikan gejala dalam waktu beberapa detik sampai beberapa jam setelah kontak dengan 1 alergen. Beberapa penderita mengeluhkan gejala urtikaria yang timbul lambat sampai 24 jam setelah pajanan. Sensitivitas terhadap makanan menetap bertahun-tahun, bahkan dalam waktu yang tak-terbatas. Reaksi yang timbul cepat, jelas, dan sering kali berat. Apabila telah terjadi reaksi sensitisasi, gejala akan selalu timbul jika individu tersebut terpajan alergen yang sama. Gejala yang timbul tidak ditentukan oleh kuantitas makanan yang dikonsumsi; jumlah alergen yang minimal sekalipun dapat menimbulkan gejala. Saat IgE pertama kali ditemukan tahun 1966, beberapa penelitian telah menyokong fakta bahwa alergi makanan jenis tetap ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai IgE. Alergi makanan jenis ini dapat memberikan gejala klinis bermacammacam, seperti flushing, dermatitis atopik, eksema, asma, rinitis alergi, konjungtivitis alergi, urtikaria, angioedema, oral allergy syndrome, gangguan gastrointestinal, hingga reaksi anafilaktik yang fatal.11

2. Alergi makanan jenis siklikTipe ini pertama kali dikemukakan oleh Rinkel, berdasarkan pengamatan klinis terhadap hasil pengaturan diet makanan pada penderita alergi. Pada jenis ini, gejala dapat timbul beberapa jam sampai beberapa hari setelah mengonsumsi makanan. Jenis ini tidak melibatkan IgE dan mewakili 60-80% dari seluruh kasus alergi makanan yang ditemukan dalam klinik. Sementara itu, Boyles menyatakan bahwa 95% kasus alergi makanan tergolong jenis siklik dan sisanya jenis tetap. Reaksi alergi makanan jenis siklik diduga diperantarai IgG dan merupakan reaksi kompleks imun (tipe III). Tipe siklik ini dapat dibedakan dengan tipe tetap berdasarkan ketergantungannya terhadap jumlah makanan yang dikonsumsi dan seberapa sering konsumsi tersebut. Pada beberapa kasus, reaksi akan timbul apabila penderita mengonsumsi makanan dalam jumlah banyak atau sering; dalam hal ini, reaksi hanya akan timbul dengan jumlah alergen yang besar yang dapat membentuk kompleks imun.11 Tipe siklik ini memiliki 9 stadium berdasarkan gejala yang ditimbulkannya :

Stadium 1 - sensitisasi tersamar (masked sensitization)Pada stadium ini, penderita tidak menyadari bahwa ia alergi terhadap makanan yang dikonsumsi, tetapi merasakan gejala alergi yang kronis. Jika makanan tersebut dikonsumsi terusmenerus, kompleks imun akan terus terbentuk dan gejala alergi berlangsung kronik. Pada stadium ini, terdapatfenomena masking, yaitu pemajanan terhadap antigen yang jumlahnya sedikit, tetapi sering tidak menimbulkan gejala. Dengan demikian, penderita merasa sehat-sehat saja, bahkan kadang-kadang ketagihan makanan tersebut. 11,13

Stadium 2 - omissionApabila makanan penyebab alergi tidak dikonsumsi dalam 4-5 hari, antigen yang berada dalam tubuh akan dimusnahkan oleh sistem pencernaan dan aliran darah, tetapi masih terdapat titer antibodi IgG spesifik yang tinggi dalam sirkulasi darah. Hal ini dapat menimbulkan eksaserbasi gejala (withdrawal symptoms). Gejala yang timbul ini dapat sedemikan beratnya serta bisa berlangsung hingga 4 hari karena adanya penurunan titer antigen dan keseimbangan kompleks antigen-antibodi. 11,13

Stadium 3 - hyperacute sensitizationPada stadium ini, terdapat konsentrasi antibodi yang tinggi dalam sirkulasi. Jika terdapat alergen makanan dalam jumlah besar, akan terbentuk kompleks imun yang pada akhirnya menimbulkan gejala. Keadaan ini merupakan dasar bagi tes provokasi makanan (oral challenge). Stadium ini berlangsung selama 4 sampai 12 hari. Tes provokasi makanan dilakukan pada hari ke-4 atau ke-5. Sebelumnya, pasien puasa dari makanan yang akan diuji. Jika tes provokasi dilakukan lewat dari waktu tersebut, reaksi yang timbul menjadi lebih ringan dan sulit diidentifikasi. Namun, apabila tes dilakukan tanpa eliminasi makanan yang dicurigai minimal selama 4 hari, gejala bisa tidak muncul karena fenomena masking. 11,13

Stadium 4 - active sensitizationGejala akan timbul jika individu mengonsumsi makanan yang bersifat antigen, dan reaksi yang timbul biasanya tidak begitu berat. Karena itu, tes provokasi makanan dilakukan pada hari ke-5 hingga ke-12 setelah eliminasi. Pajanan terhadap alergen makanan dapat menyebabkan gejala yang ringan atau tanpa gejala sama sekali, kecuali jika terjadi pajanan berulang. 11,13Stadium 5 - latent sensitizationTidak adanya alergen makanan dalam waktu tertentu akan menurunkan konsentrasi antibodi sehingga timbul toleransi. Jika alergen makanan dikonsumsi pada stadium ini, akan timbul gejala ringan atau tidak muncul gejala sama sekali, kecuali jika terjadi pajanan berulang. 11,13

Stadium 6 & 7- tolerance to foodStadium ini timbul setelah 4-5 bulan tubuh tidak terpajan alergen. Konsentrasi antibodi dmikian rendahnya sehingga tidak memunculkan gejala. Pada stadium ini, makanan dapat diberikan dalam diet secara rotasi agar tidak terjadi peningkatan titer antibodi yang dapat mencetuskan gejala. 11,13

Stadium 8 & 9 - sensitizationJika pasien mengonsumsi kembali makanan pencetus alerginya, terjadi peningkatan titer antigen tersebut, yang akan menstimulasi memori limfosit sehingga terbentuklah antibodi yang baru. Kondisi ini menyebabkan peningkatan kompleks imun dan, pada akhirnya, menimbulkan gejala.11,13

F. Diagnosis KlinisJenis alergi makanan di tiap negara berbeda-beda tergantung umur dan kebiasaan memakan makanan tertentu. Hingga kini diagnosis alergi makanan adalah diagnosis klinis yang dibuktikan dengan eliminasi, provokasi makanan, dan pemeriksaan penunjang lain yang mendukung.111. Uji provokasiUntuk melakukan uji provokasi makanan pasien atau orang tua pasien harus diberikan penjelasan rinci mengenai prosedur pemeriksaan, keuntungan, kegunaan pemeriksaan, serta koplikasi yang mungkin terjadi. Sebelum dilakukan uji provokasi eliminasi makanan harus dilakukan terlebih dahulu selama 3 minggu dengan bentuk diet yang disesuaikan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Jika eliminasi tidak dapat menunjukkan gejala alergi makanan maka dapat dilakukan uji provokasi.11a) Uji provokasi makanan terbuka Jika uji kulit negative dan riwayat reaksi terhadap makanan meragukan maka uji provokasi makanan terbuka dapat dilakukan setelah melakukan eliminasi makanan selama 3 minggu. Pemilihan makanan untuk provokasi dilakukan oleh pasien sendiri dan dianjurkan untuk memulai makanan yang paling tidak dicurigai akan menimbulkan reaksi alergi. Setiap kali provokasi dipilih satu jenis bahan makanan dalam bentuk apa saja yang diberikan selama seminggu dalam jumlah seperti biasa dimakan oleh pasien. Provokasi dilakukan di rumah pasien, dan bila terjadi reaksi alergi maka makanan tersebut dihentikan, semua gejala yang muncul tersebut dicatat.11,12b) Uji provokasi makanan buta ganda (double blind placebo controlled food challenge = DBPCFC) Uji provokasi makanan buta ganda merupakan cara yang paling ideal untuk menentukan adanya reaksi alergi pada makanan. Tidak ada pemilihan makanan pada uji tersebut, semua bahan makanan dan cara pemberian disembunyikan agar pasien tidak mengetahui jenis makanan apa yang dimakan. Makanan dapat diubah dalam bentuk kapsul, atau tepung sehingga, bau, rasa dan penampilan makanan tidak dapat diketahui. Pemberian harus bertahap mulai dari jumlah yang diperkirakan tidak menyebabkan serangan gejala alergi, kemudian ditingkatkan 2 kali lipat setiap 15-60 menit sampai timbul gejala yang nyata, atau dihentikan setelah mencapai 8-10 gram makanan kering atau 60-100 gram makanan basah dosis tunggal. Jika provokasi buta ganda sampai 8 gram makanan kering hasilnya negative maka makanan tersebut boleh dicoba secara terbuka yang dianjurkan dilakukan dengan pengawasan. Selama provokasi catat skor gejala yang diamati, selama 2 jam.6,11

Gambar 2. Alogaritma Diagnosis Klinis Menggunakan Uji Provokasi

2. Uji kulitUji kulit dapat dilakukan dengan cara uji gores (scratch test), uji tusuk (prick test), dan uji suntik intradermal. Dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penyaring dengan menggunakan ekstrak allergen yang lazinya ada di lingkungan penderita, misalnya: allergen tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau allergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan)123. Darah tepiHitung jenis leukosit dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi, dan bila eosinofilia >5% atau >500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit