120710687 referat dermatitis kontak alergi

38
Hv`UGAS REFERAT BLOK DMS DERMATITIS KONTAK ALERGI Kelompok 4 Tutor : dr. Susiana Candrawati, SpKO Anggota Kelompok : Imelda Widyasari Situmorang G1A011002 Fiska Praktika Widyawibowo G1A011010 Yefta G1A011066 Previasari Zahra P G1A011068 M Haris Yoga I G1A011069 Dzurratun Naseha G1A011076 Daniel Pramandana Lumunon G1A011081 Aulia Tri Puspitasari Widodo G1A011085 Elena Wandantyas G1A011100 Kania Kanistia G1A011114 Ika Suhartati G1A008009 1

Upload: darmaisutra

Post on 05-Dec-2014

43 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

Hv`UGAS REFERAT BLOK DMS

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Kelompok 4

Tutor : dr. Susiana Candrawati, SpKO

Anggota Kelompok :

Imelda Widyasari Situmorang G1A011002

Fiska Praktika Widyawibowo G1A011010

Yefta G1A011066

Previasari Zahra P G1A011068

M Haris Yoga I G1A011069

Dzurratun Naseha G1A011076

Daniel Pramandana Lumunon G1A011081

Aulia Tri Puspitasari Widodo G1A011085

Elena Wandantyas G1A011100

Kania Kanistia G1A011114

Ika Suhartati G1A008009

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2012

1

Page 2: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS REFERAT BLOK DMS

“DERMATITIS KONTAK ALERGI”

Oleh :

Kelompok 5

Imelda Widyasari Situmorang G1A011002

Fiska Praktika Widyawibowo G1A011010

Yefta G1A011066

Previasari Zahra P G1A011068

M Haris Yoga I G1A011069

Dzurratun Naseha G1A011076

Daniel Pramandana Lumunon G1A011081

Aulia Tri Puspitasari Widodo G1A011085

Elena Wandantyas G1A011100

Kania Kanistia G1A011114

Ika Suhartati G1A008009

Disusun untuk memenuhi persyaratan blok Dermato Musculo Sceletal

Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan

Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

diterima dan disahkan,Purwokerto, 26 November 2012

Pembimbing,

dr. Susiana Candrawati, SpKONIP 1979082220005012002

ii

2

Page 3: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

DAFTAR ISI

Judul.....................................................................................................................i

Halaman Pengesahan..........................................................................................ii

Daftar Isi..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Tujuan.....................................................................................................2

BAB II ISI...........................................................................................................4

A. Definisi....................................................................................................4

B. Etiologi dan Predisposisi.........................................................................4

C. Patofisiologi ...........................................................................5

D. Penegakan Diagnosis .............................................................................9

1. Anamnesa..........................................................................................9

2. Pemeriksaan Fisik.............................................................................10

3. Pemeriksaan Penunjang....................................................................14

4. Gold Standard Diagnosis ..................................................................19

E. Penatalaksanaan......................................................................................20

F. Prognosis.................................................................................................21

G. Komplikasi..............................................................................................21

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................24

iii

3

Page 4: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai

respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,

menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,

edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda

polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya

beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis

(Sularsito, dkk, 2011).

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan

atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis

dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis

kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun kronik.

Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik,

sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses

sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang

yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen (Sularsito, dkk,

2011).

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih

sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka

(hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin

bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung

bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai

prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga

berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat (Sularsito, dkk,

2011).

Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak

80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat

menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi

yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian

ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dari

4

Page 5: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

pada DKA akibat kerja (Sularsito, dkk, 2011). Usia tidak mempengaruhi

timbulnya sensitisasi, tetapi umumnya DKA jarang ditemui pada anak-

anak. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki.

Bangsa kaukasian lebih sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain

(Sumantri, dkk, 2005).

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat

molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang

belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat

menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya

(sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya

potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena,

lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan

pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak

(keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik

(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari) (Sularsito, dkk,

2011).

Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA

bertujuan untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi

bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen

(dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh

alergen yang tidak mungkin dihindari(misalnya berhubungan dengan

pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita) dapat

menyebabkan prognosis menjadi kurang baik. Oleh karena itu penting

untuk diketahui apa dan bagaiman DKA sehingga dapat menurunkan

morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.

B. Tujuan

1. Mengetahui definisi dan epidemiologi pada penyakit Dermatitis

Kontak Alergi

2. Mengetahui etiologi dan predisposisi pada penyakit Dermatitis Kontak

Alergi

3. Mengetahui patofisiologi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi

5

Page 6: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

4. Mengetahui penegakan diagnosis pada penyakit Dermatitis Kontak

Alergi

5. Mengetahui penatalaksanaan pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi

6. Mengetahui prognosis pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi

7. Mengetahui komplikasi pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi

6

Page 7: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit)

yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi

(Siregar, 2004).

B. Etiologi dan Predisposisi

1. Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling

sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000

Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul

dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan

luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2005).

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari

tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami

sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya

poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung

urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl

cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam),

potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga),

formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan),

mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin

(cat rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2003).

2. Predisposisi

Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.

Misalnya antara lain:

a. Faktor eksternal (Djuanda, 2011):

1) Potesi sensitisasi allergen

2) Dosis per unit area

3) Luas daerah yang terkena

4) Lama pajanan

5) Oklusi

7

Page 8: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

6) Suhu dan kelembaban lingkungan

7) Vehikulum

8) pH

b. Faktor Internal/ Faktor Individu (Djuanda, 2011):

1) Keadaan kulit pada lokasi kontak

Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum

korneum.

2) Status imunologik

Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar

matahari.

3) Genetik

Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya

mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena

alergi nickel (Thysen, 2009).

4) Status higinie dan gizi

Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain

yang masing – masing dapat memperberat penyakit atau memperingan.

Sebagai contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun

apabila satus higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka

potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya.

Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan

perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi

individu yang rendah. Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi lain yang

menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan

integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis (Baratawijaya, 2006).

C. Patofisiologi

Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara

berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia

yang sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat

sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus

lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan

8

Page 9: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang

terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening

yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali

konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan.

Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang

sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya

sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh

limfokin (Price, 2005).

Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan

fase elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini

akan melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNFα,

leukotrien, IFNγ, dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang

mengenai kulit tersebut. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan

menimbulkan manifestasi klinis khas khas yang hampir sama seperti

dermatitis lainnya. DKA ini akan terlihat jelas setelah terpajan oleh

alergen selama beberapa waktu yang lama sekitar berbulan- bulan bahkan

beberapa tahun (Price, 2005).

Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus,

kemerahan dan penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya

vesikel-vesikel yang relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang

mula-mula tampak nyata dan jika mengenai wajah, genitalia atau

ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema. Edema memisahkan sel-sel

lapisan epidermis yang lebih dalam (spongiosus) dan dermis yang

berdekatan. Lebih sering mengenai bagian kulit yang tidak memiliki

rambut terutama kelopak mata (Price, 2005).

9

Page 10: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

Skema Patogenesis DKA

10

Kontak Dengan Alergen secara Berulang

Alergen kecil dan larut dalam lemak disebut

hapten

Menembus lapisan corneum

Difagosit oleh sel Langerhans dengan

pinositosis

Hapten + HLA-DR

Membentuk antigen

Dikenalkan ke limfosit T melalui CD4

Sel langerhans keluarkan sitokin

IL-1, ICAM-1, LFA-3,B-7, MHC I dan II

Sitokin akan memproliferasi sel T

dan menjadi lebih banyak dan memiliki

sel T memori

Sitokin akan keluar dari getah bening

Beredar ke seluruh tubuh

Individu tersensitisasi

Fase Sensitisasi (I)

2-3 minggu

Page 11: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

11

Fase Elitisasi (II)

24-48 jam

Pajanan ulang

Sel T memori

Aktivasi sitokin inflamasi lebih kompleks

Proliferasi dan ekspansi sel T di kulit

IFN – γ → keratinosit → LFA -1, IL-1, TNF-α

Eikosanoid (dari sel mast dan keratinosit

Dilatasi vaskuler dan peningkatan

permeabilitas vaskuler

Molekul larut (komplemen dan klinin) → ke epidermis

dan dermis

Faktor kemotaktik, PGE2 dan OGD2, dan leukotrien B4 (LTB4) dan eiksanoid

menarik → neutrofil, monosit ke dermis

Respons klinis DKA

Page 12: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

D. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesa

Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat

dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal

(Sularsito, 2010).

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan

kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa

hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu

ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat

pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari

anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang

pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang

diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami,

riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya

(Sularsito, 2010). Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada

beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA (Sularsito,2010).

Demografi dan riwayat

pekerjaan

Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status

pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,

paparan berulang dari alergen yang didapat saat

kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam

keluarga

Faktor genetik, predisposisi

Riwayat penyakit

sebelumnya

Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-

obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang

spesifik

Onset, lokasi, pengobatan

2. Pemeriksaan Fisik

12

Page 13: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi

dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan

penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel

2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam

tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya

dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk

melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen

(Sularsito, 2010).

Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA (Sularsito,2010).

Lokasi Kemungkinan Penyebab

Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya

memasak makanan (getah sayuran, pestisida)

dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.

Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu

semen, dan tanaman.

Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada

di pakaian.

Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,

alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai

kacamata).

Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.

Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep

mata.

Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai

kacamata, obat topikal, gagang telepon.

Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat

warna pakaian.

Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet

(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut

atau pewangi pakaian.

Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,

13

Page 14: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

pembalut wanita, alergen yang berada di

tangan, parfum, kontrasepsi.

Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,

sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum

dapat diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema,

papulovesikel, vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada

beberapa gambar berikut :

a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan

karena alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang

timbul pada lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa

dan terkadang popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul,

vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi kontak langsung.

b. Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick.

Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada

bibir

14

Page 15: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

c. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab

dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal,

tangkai kaca mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon.

Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta

bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan dermatitis

pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada

emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada

dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis kontak

kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian

leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan

plastik

d. Badan. Dermatitis kontak di badandapatdisebabkanolehtekstil,

zatwarnakancinglogam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen,

bahanpelembutataupewangipakaian. Dermatitis

kontakpadaperutkarenapasienalergipadakaretdari celananya.

15

Page 16: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

Terlihatadanyaeritema yang berbatastegassesuaidengandaerah yang

terkenaalergen.

e. Genitalia.Penyebabnya data antiseptik, obattopikal, nilon, kondom,

pembalut wanita alergen yang berada di tangan, parfum,

kontrasepsi, deterjen. Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah

vulva karena alergi pada cream yang mengandung neomisin, terlihat

eritema

f. Paha dantungkaibawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan

oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal,

semen, sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang

terjadi karena Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab.Kaki

mengalami skuama, krusta

16

Page 17: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji Tempel

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran

morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,

dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis

banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI).

Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan

untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi

(Sularsito, 2010).

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.

Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya

kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung

digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin

dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta

gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut

dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak

mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen,

hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila

pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi,

maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut

yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan

pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn

17

Page 18: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat

bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5

sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena

iritasi (Sularsito, 2010).

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji

tempel (Sularsito, 2010):

1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam

keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau

‘excited skin’ reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan

penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.

2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah

pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun

dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian

prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen

kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif

palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi

hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.

3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca;

pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah

aplikasi.

18

Page 19: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji

tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena

memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi

sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar

punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai

pembacaan terakhir selesai.

5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap

penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan

(immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria

generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam

ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel

dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas,

agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal.

Hasilnya dicatat seperti berikut (Sularsito, 2010):

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan : hanya makula eritematosa

5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT=non tested)

19

Page 20: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu

setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi.

Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara

respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak

lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah

96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk

melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi

(Sularsito, 2010).

Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah.

Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik

biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua,

berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe

crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi

tipe decrescendo) (Sularsito, 2010).

b. Pemeriksaan Histopalogi

Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara(Sularsito, 2010).:

1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang

didapat dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.

2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi,

kulit normal tidak perlu diikutsertakan.

20

T.R.U.E. Test® (Mekos Laboratories, Hillerod, Denmark) patch-test.

A. Hasil uji positif terhadap picaridin (KBR) 2,5%.

B. Hasil uji positif terhadap methyl glucose diolate (MGD) 10%.

Page 21: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

3) Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi

adalah lesi primer yang belum mengalami garukan atau infeksi

sekunder.

4) Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.

5) Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/

banyak, lebih baik biopsi lebih dari satu.

6) Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan

jaringan subkutis.

7) Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan

fiksasi, misanya formalin 10% atau formalin buffer, supaya

menjadi keras dan sel-selnya mati.

8) Lalu dikirim ke laboratorium

9) Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-

Eosin(HE). Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein

dan Giemsa.

10) Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X

volume jaringan

11) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan

hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal

dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi

Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi,

menginvasi dermis dan epidermis serta menyebabkan edema

dermis atau spongiosis epidermis. Perubahan-perubahan ini secara

histologi tidak spesifik (Sularsito, 2010).

1) Epidermis (Sularsito, 2010):

a) Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum

korneum.

b) Hiperplastik, akantosis yang luas.

c) Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini

ditandai dengan penonjol dari jembatan antar sel di lapisan

spinosus.

21

Page 22: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

d) Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul

normal.

2) Dermis (Sularsito, 2010):

a) Limfosit perivesikuler

b) Eosinofil: bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi

c) Edema

Histopatologik dermatitis kontak alergi

Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal,

spongiosis sedang dan elongasi akantosis dari pars papilare dermis

yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan

beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis(Sularsito,

2010).

4. Gold Standard Diagnosis

Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu

dilakukan uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di

punggung. Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar

buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test.

Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa

bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal

dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada

sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau

22

Page 23: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh

karena itu, bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan

bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel

dengan bahan yang tidak diketahui (Sularsito, 2010).

E. Penatalaksanaan

1. Non medikamentosa

a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan

pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan

infeksi (Morgan, dkk, 2009)

b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas

yang bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk, 2005)

d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan

perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan

penyebab alergi

2. Medikamentosa

a. Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)

sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09

mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak – anak untuk menghilangkan

rasa gatal

b. Sistemik

1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali

2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika

(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis

3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari

c. Topikal

1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

3. Pencegahan

23

Page 24: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut

(Sumantri, dkk, 2005). :

a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena

dermatitis kontak alergi

b. Menghindari substansi allergen

c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika

tidak ada sabun bilas dengan air

e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen

f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan

pakaian lain

g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen

h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas

yang berisiko terhadap paparan alergen

F. Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan

kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis

bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh

faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia)

(Vorvick, 2011; Sularsito, 2007). Faktor lain yang membuat prognosis

kurang baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari

misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di

lingkungan penderita(Djuanda, 2005).

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh

bakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya

herpes simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku

menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit sehingga

menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu

dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan

24

Page 25: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis (lichen

simplex chronicus) (Bourke, et al., 2009).

25

Page 26: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

BAB III

KESIMPULAN

1. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang

timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.

2. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa

bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga

disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh

potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

3. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut

dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti

edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit

kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur, batasnya tidak

jelas.

4. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji

tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil

positif.

5. Penatalaksanaan dari DKA dapat secara medikamentosa serta

nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk

mengurangi reaktivitas sistim imun dengan terapi kortikosteroid,

mencegah infeksi sekunder dengan antiseptik dan terutama untuk

mengurangi rasa gatal dengan terapi antihistamin. Sedangkan untuk

nonmedikamentosa adalah dengan menghindari alergen.

26

Page 27: 120710687 Referat Dermatitis Kontak Alergi

DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI

Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis: an

update. Tersedia dalam :

http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/

contact%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf.

Diakses pada tanggal 22 November 2012

Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4.

Jakarta: FK UI

Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik

Edisi 2. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses

Penyakit. Jakarta : EGC.

Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

Sularsito dan Djuanda. 2007. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi ke 5. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Jakarta : FKUI.

Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak.

Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM

Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact

Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy

Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,

University of Copenhagen .

Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di

RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan.

Tersedia dalam : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372

diakses pada tanggal 11 November 2012.

27