dermatitis kontak alergi (new)_2

45
DERMATITIS KONTAK ALERGI I. PENDAHULUAN Kulit adalah organ kompleks yang melindungi host dari lingkungannya dan pada waktu yang bersamaan memungkinkan interaksi dengan lingkungan. Luas kulit orang dewasa kira-kira 1,5 m 2 dengan berat kurang lebih 15% berat badan. Keadaan tersebut menjadikan kulit menjadi organ yang esensial dan vital. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. 1,2 Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorbsi, eksresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan keratinisasi. Kulit yang berbatasan langsung dengan lingkungan juga berisiko terkena paparan dan gangguan bahan kimia serta agen fisik eksogen. 1,2,3 Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin 1

Upload: mohamad-rifaie-ramli

Post on 21-Jan-2016

136 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

dermatitis kontak allergi

TRANSCRIPT

Page 1: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

DERMATITIS KONTAK ALERGI

I. PENDAHULUAN

Kulit adalah organ kompleks yang melindungi host dari lingkungannya dan

pada waktu yang bersamaan memungkinkan interaksi dengan lingkungan. Luas kulit

orang dewasa kira-kira 1,5 m2 dengan berat kurang lebih 15% berat badan. Keadaan

tersebut menjadikan kulit menjadi organ yang esensial dan vital. Kulit juga sangat

kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan

juga bergantung pada lokasi tubuh.1,2

Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorbsi, eksresi, persepsi, pengaturan

suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan

keratinisasi. Kulit yang berbatasan langsung dengan lingkungan juga berisiko terkena

paparan dan gangguan bahan kimia serta agen fisik eksogen.1,2,3

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan

klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,

likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan

mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi

kronis. Dermatitis disebabkan oleh berbagai faktor (multifaktorial).1,2,4

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau

substansi yang menempel pada kulit dan merupakan salah satu kelainan kulit paling

umum yang berkaitan dengan pekerjaan. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA) dan keduanya

dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi

peradangan kulit nonimunologik yang tidak melibatkan stimulasi sel T, jadi

kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya,

dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi

terhadap suatu alergen yang melibatkan stimulasi terjadap sel T.2,5,6,7,8,9

1

Page 2: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Asumsi awal berbagai penelitian adalah bahwa DKI lebih sering terjadi

dibandingkan dengan DKA yaitu sekitar 70-80%. Namun, beberapa penelitian terbaru

menemukan DKA lebih banyak ditemukan. DKI merupakan efek toksik yang lokal

ketika kulit kontak dengan bahan iritan kimia seperti sabun, bahan pelarut, asam dan

alkali. DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang didapat ketika kulit

kontak dengan bahan kimia pada orang yang sebelumnya telah tersensitasi. Respon

kulit terhadap DKA dan DKI tergantung pada bahan kimia, durasi dan sifat dasar dari

kontak serta kelemahan individu. Bahan kimia yang menyebabkan dermatitis kontak

ditemukan pada perhiasan, produk untuk perawatan diri, tanaman, pengobatan topikal

ataupun sistemik. Gambaran klinik antara DKA dan DKI sulit dibedakan, dibutuhkan

tes tempel untuk membantu mengidentifikasi alergen atau meniadakan alergen yang

dicurigai. 1,2,3,7,8,9

II. DEFINISI

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul

setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Alergen yang menyebabkan

DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul yang umunya rendah.

DKA terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau

antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang

yang telah tersensitasi sebelumnya. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi

hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell

dengan perantaraan sel limfosit T.2,5,6,7,8, 9,10,11

III. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi dermatitis kontak pada populasi umum diperkirakan sekitar 26-

40% pada orang dewasa dan 21-36% pada anak-anak. Kejadian DKA meningkat

seiring pertambahan umur, namun angka sensitisasi tertinggi terjadi pada anak-anak

umur 0-3 tahun. Pada studi yang dilakukan North American Contact Dermatitis

Group antara tahun 1998-2000 didapatkan 60% kasus DKA, sementara hanya 32%

yang disebabkan oleh zat iritan.1,2,6,10

2

Page 3: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Sebuah penelitian yang dilakukan di negara Kopenhagen ditemukan bahwa

nikel merupakan alergen yang paling banyak ditemukan. Diperkirakan ada 4-5%

populasi umum yang alergi terhadap nikel dan 1-3% yang alergi terhadap bahan-

bahan kosmetik. Sebuah penelitian di India juga mengungkapkan sekitar 66% yang

positif terhadap uji tempel kosmetik.1,5

Pada studi yang dilakukan di Amerika Serikat, Templet, Hall dan Belsito

mencatat bahwa dermatitis pada tangan merupakan salah satu alasan rujukan pasien

ke pusat pemeriksaan uji tempel. Studi yang dilakukan pada sekitar 1934 pasien

selama 8 tahun, ditemukan 32% mengalami dermatitis pada tangan yang mana 54%

diantaranya merupakan DKA dan hanya 27% yang didiagnosa menderita DKI.1

DKA lebih banyak ditemukan pada kelompok pekerja. Pada pemeriksaan uji

tempel yang dilakukan pada pekerja tukang batu didapatkan bahwa para pekerja ini

mengalami dermatitis kontak alergi terhadap semen dan karet. Sebuah studi tentang

prevalensi DKA pada perawat dan mahaiswa keperawatan ditemukan 34,8% perawat

dan 19% mahasiswa keperawatan mengalami gejala dermatitis kontak serta sebagian

besar bereaksi positif terhadap nikel sulfat dan thimerosal.7,12,13

Di Eropa dan sebagian besar negara di dunia, alergen yang paling sering

mensensitisasi adalah nikel, thiomersal dan parfum. Alergi terhadap nikel ditemukan

sebanyak 13-17% pada orang dewasa, 10% pada remaja, dan 7-9% pada anak-anak.

Wanita lebih berisiko alergi terhadap nikel dibanding laki-laki.4,10

IV. ETIOLOGI

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul

umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses, disebut

hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga

mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam

timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah

yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum,

dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan

3

Page 4: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang

menderita sakit, terpajan sinar matahari).1,2,14

Alergen penyebab dermatitis kontak alergi yang umum pada pekerja yaitu

logam (nikel, kromium, kobalt, merkuri, emas dan platinum), karet tambahan (pedal

gas: mercaptobenzothiazole, carbamates, thiurams dan thioureas, Antioksidan: N-

phenyl-N-isopropyl-paraphenylenediamine), plastik dan damar (Epoxy, phenolic dan

acrylic monomers, amine, anhydride dan peroxide catalysts, colophony, turpentine,

catechols), biosida (Formaldehyde dan glutaraldehyde, isothiazolinones,

methyldibromoglutaronitlire, iodopropynyl butylcarbamate), kosmetik

(paraphenylenediamine, glyceryl thioglycolate, cocamidopropylbetaine, paraben dan

pengawet lainnya, parfum dan minyal esensial) dan tanaman (pentadecylcatehols,

heptadecylcatehols dan sesquiterpene lactones)3

V. PATOGENESIS

Pada dermatitis kontak alergi terjadi reaksi tipe IV (hipersensitivitas tipe

lambat) pada lebih dari 3700 bahan kimia eksogen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV

(delayed atau cytotoxic type cell mediated hypersensitivity) ini dijalankan oleh

komponen imunitas seluler yaitu limfosit T. Sel T yang telah tersensitisasi oleh suatu

antigen tertentu, pada pemajanan berikutnya dengan antigen yang sama akan

teraktivasi dan mengeluarkan sitokin. Sitokin yang diproduksi antara lain

macrophages chemotactic factor, macrophages inhibitory factor, interleukin 1, tumor

necrosis factor alpha (TNF α) dan interpheron gamma (IFN γ). Sitokin ini akan

berfungsi merekrut sel-sel radang terutama sel T dan makrofag di tempat antigen.1,4

4

Page 5: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Gambar 1. Mekanisme Hipersensitivitas tipe IV.16

Patogenesis DKA melalui 2 fase yaitu fase induksi (fase sensitisasi) dan fase

elisitasi. Fase induksi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit

mengenal dan memberi respons memerlukan waktu 2-3 minggu. Sedangkan fase

elisitasi ialah saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai

timbul gejala klinis.2,16,17

Gambar 2. Peristiwa imunologi pada dermatitis kontak alergi. Gambar sebelah

kiri merupakan fase sensitisasi dan sebelah kanan merupakan fase elisitasi.17

5

Page 6: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

1. Fase Sensitisasi1,2,3,4,8,17

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi

sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka oleh bahan kontaktan yang

disebut alergen kontak.

Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan

ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi

oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi

antigen lengkap. Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan istirahat dan hanya

berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi

setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan

melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel Langerhans sehingga mampu

menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel Langerhans dan

meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misalnya IL-1) serta ekspresi molekul

permukaan sel termasuk MHC kelas I dan II, ICAM-1, LFA-3, dan B7. Sitokin

proinflamasi lain yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF, yang dapat

mengaktivasi sel T, menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan

sitokin juga meningkatkan MHC kelas I dan II.

TNF menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada

epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel

Langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat

melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel Langerhans mempresentasikan

kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T penolong spesifik, yaitu yang

mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel Langerhans dan

kompleks reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau

tidak adanya sel T spesifik ini ditentukan secara genetik.

Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T untuk mensekresi

IL-2 dan mengekspresi reseptor-IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulai

proliferasi sel T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel T-

memori (sel-T teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke

6

Page 7: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi. Fase ini rata-rata

berlangsung 2-3 minggu.

Menurut konsep, bahwa sinyal antigenik murni suatu hapten cenderung

menyebabkan toleransi sedangkan sinyal iritannya menimbulkan sensitisasi. Dengan

demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang

dapat berasal dari alergen kontak sendiri, dari ambang rangsang yang rendah terhadap

respons iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang, atau kombinasi

dari ketiganya. Jadi sinyal ‘bahaya’ yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari

sinyal antigenik sendiri, melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan

mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.

Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai

resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.

2. Fase Elisitasi2,3,4,17

Jika seseorang telah tersensitisasi mengalami paparan alergen berulang, Hal

ini berarti bahwa sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen

dermis. Reaksi klinik yang terjadi biasanya sangat cepat dan terjadi dalam kurun

waktu 24-48 jam, namun hal ini juga tergantung pada derajat sensitivitas, penetrasi

dan faktor lainnya.

Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk

mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1

dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular

adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta

sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk

melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat.

Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula

yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan

terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh

enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan

7

Page 8: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Prostaglandin E-1 dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma.

PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 sel T serta mencegah kontak sel T dengan

keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat

puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek

merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme

lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau

meredakan peradangan. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

Gambar 3. Patofisiologi Dermatitis Kontak.9

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis kontak alergi dapat ditegakkan dari hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

A. Anamnesis

8

Page 9: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan pada kelainan kulit

yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular disekitar umbilikus

berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan

apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari

logam (nikel). Paparan alergen pewarna rambut pada pasien harus ditanyakan seperti

penggunaan anastesi, ester, sulfonilurea dan lainnya. Data yang berasal dari

anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan,

obat sistemik, kosmetika, daerah predileksi, durasi, gaya hidup, sumber alergi, alergi

terhadap bahan-bahan tertentu, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit

kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis)1,2,14

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola

kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya pada

muka oleh bahan kosmetik, kepala oleh pewarna rambut, ketiak oleh deodoran,

dipergelangan tangan oleh jam tangan dan dikedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan

hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan

kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. Diagnosis dari DKA jelas terlihat

ketika area inflamasi merupakan daerah yang tepat ditutupi oleh alergen. Hal yang

sama mungkin timbul pada dermatitis pada tangan, namun banyak kasus dermatitis

alergi dan dermatitis iritan tangan tidak dapat disingkirkan dengan hanya melihat

manifestasi klinisnya. Inflamasi pada tangan, apapun penyebabnya, meningkat pada

paparan lebih lanjut oleh bahan kimia, mencuci, goresan, pengobatan dan infeksi.

Inflamasi pada bagian dorsum tangan lebih sering iritan atau atopik dibanding

alergi.2,14

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada

keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Durasi dari DKA bervariasi pada setiap

9

Page 10: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

orang. DKA akan bertambah parah selama alergen terus kontak dengan kulit. Ada

beberapa tipe dari dermatitis kontak alergi:2,4

1. Akut1,2,3,4

Eritema yang berbatas tegas dan edema, vesikel, dan/atau papul. Pada reaksi

yang hebat dapat berupa bula, erosi dengan serum, dan krusta.

2. Subakut3

Plak dengan eritema ringan, bersisik, kadang dengan papul yang kecil, merah,

dan berkelompok.

3. Kronik2,3,4

Plak dengan likenifikasi (penebalan epidermis dengan garis kulit yang

mendalam dengan pola pararel atau rhomboidal), pengelupasan dengan papul

yang kecil, padat, berkelompok, ekskoriasi, eritema, dan pigmentasi.

Daerah predileksi untuk dermatitis kontak alergi adalah :

1. Tangan dan lengan.

Dermatitis pada tangan biasanya disebabkan karena banyak faktor,

mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan

untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Sekitar dua pertiga dari seluruh kasus

dermatitis kontak melibatkan tangan yang merupakan tempat penting untuk

dermatitis kontak alergi dan iritan. Dermatitis dengan gambaran bergaris-garis

pada jari, punggung tangan, dan lengan bawah biasanya disebabkan karena

tanaman. Pada pekerjaan yang basah (kontak lama dengan air), misalnya

memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut di salon, angka

kejadian dermatitis tangan lebih tinggi. Lengan terkena alergen yang sama

seperti tangan, tetapi biasanya belakangan. Jika sarung tangan digunakan saat

bekerja, lengan bawah biasanya merupakan tempat utama dari dermatitis

okupasional.1,2,4,8

10

Page 11: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Gambar 4. Dermatitis kontak alergi pada tangan akibat alergen racun ivy.

Tampak kulit mengalami eritema disertai bulla pada daerah ekstremitas

superior8

2. Wajah

Wajah selalu terpapar oleh sejumah besar alergen. Dermatitis pada wajah

dapat terjadi sendiri atau berhubungan dengan eksema pada tangan.Semua alergen

yang kontak dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak mata, dan leher pada

waktu menyeka keringat. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh

bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel

(tangkai kacamata), dan alergen lain yang kontak dengan tangan. Dermatitis yang

terjadi karena kosmetik biasanya diawali dengan kulit kering, kaku, dan gatal.

Banyak wanita yang segera mengganti produk kosmetik mereka pada tahap ini

dan tidak menemui dokter spesialis.1,2,4,8

11

Page 12: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Gambar 5. Dermatitis kontak alergi di wajah akibat hipersensifitas terhadap

phosphorus sesquisulphide. Wajah tampak eritem.6

3. Telinga

Anting atau jepit telinga yang terbuat dari nikel merupakan penyebab

dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai

kaca mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar

dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-

anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari

nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase

sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis

kontak kronik.2,4,8

12

Page 13: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Gambar 6. Dermatitis kontak alergi di daerah telinga akibat dari reaksi

hipersensitifitas terhadap nikel. Tampak makula eritema di sekitar telinga.8

4. Badan.

Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna

kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau

pewangi pakaian.1,2,4,8

Gambar 7. Dermatitis kontak alergi di daerah badan disebabkan oleh reaksi

hipersensitifitas terhadap nikel pada ikat pinggang. Tampak papul eritema pada

regio abdomen8

13

Page 14: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

5. Genitalia

Penyebabnya adalah antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut

wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila

mengenai daerah anal mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid.2,4

Gambar 8. Dermatitis kontak alergi. Tampak edema dan eritema

pada distal penis akibat penggunaan neomisin topikal.1

6. Paha dan tungkai bawah.

Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci

(nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal.Pada kaki dapat

disebabkan oleh sepatu dan kaus kaki pada athlete’s foot, antiseptik, dan

antiperspiran.1,2,4,8

14

Page 15: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Gambar 9. Dermatitis kontak alergi pada kaki. Makula hiperpigmentasi dan

madidans pada daerah digitorum pedis dekstra et sinistra.8

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan histopatologis

Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi,

menginvasi dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis atau

spongiosis epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi tidak

spesifik.1,15

a. Epidermis:15

Dalam epidermis, spongiosis adalah tanda yang hampir selalu ada

akibat akumulasi cairan di sekitar keratinositdan akibatnya peregangan

kompleks antar desmosom. Spongiosis secara fokal merata sepanjang

epidermis dan terbatas hanya pada lapisan bawah atau memanjang dari basal

ke lapisan granular. Dalam beberapa kasus, saluran folikel sel-sel keringat

biasanya terlibat dalam proses spongiotik. Dengan demikian, pada dermatitis

kontak alergi.

Spongiosis vesikuler dapat didefinisikan sebagai rongga

intraepidermal dengan dinding yang tidak teratur dan terdapat spongiosis di

sekitarnya. Sel-sel inflamasi bermigrasi ke dalam epidermis (eksositosis). Sel-

15

Page 16: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

sel ini, terutama limfosit dan kadang-kadang polimorfonuklear neutrofil dan

eosinofil, yang terakumulasi dalam vesikel spongiotik. Beberapa vesikel

berbentuk bulat dan berada dalam stratum spinosum, sedangkan yang

lainberbentuk datar dan terletak di stratum korneum. Pada akhirnya vesikel ini

pecah di permukaan epidermis..

b. Dermis15

Pada stratum papiler seringkali terdesak dan melebar sehingga

menyebabkan dilatasi pembuluh limfatik dan ini sangat mencolok pada

beberapa kasus. Edema dermal menonjol karena adanya deposit asam

mukopolisakarida. Sel mononuklear biasanya terdapat di sekitar pembuluh

darah lapisan bawah dermis dan bahkan sampai ke dalam jaringan subkutan.

Sel-sel bermigrasi dari ruang perivaskular ke epidermis dan ditemukan di

seluruh jaringan kulit. Infiltrasi dermal sering terlihat di sekitar folikel rambut

dan saluran sebaseus, yang menunjukkan terjadinya spongiosis dan degenerasi

selular. Hal ini dikarenakan oleh penetrasi langsung alergen.

Gambar 10. Spongiotik vesikuler pada epidermis dengan eksositosis sel

mononuklear dan edema dermal9

16

Page 17: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

2. Uji tempel2,3,5,8,10,14,18

Untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak alergi perlu dilakukan

uji tempel yang merupakan gold standart. Tes ini digunakan untuk

mendeteksi hipersensitivitas pada bahan-bahan yang berkontak dengan kulit.

Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas di antara 70-80 %. Tempat

untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji

tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya

Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E. Test, keduanya buatan Amerika

Serikat.

Gambar 11. Antigen standar buatan pabrik yang siap digunakan, TRUE

test.18

Terdapat pula antigen standar bikinan pabrik di Eropa dan negara lain.

Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia,

dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari

rumah, lingkungan kerja, atau tempat rekreasi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:

17

Page 18: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

1. Dermatitis harus sudah tenang. Sebab bila masih dalam keadaan akut atau berat

dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif palsu, atau

dapat juga mengakibatkan penyakit yang dideritanya semakin memburuk.

2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu setelah pemakaian kortikosteroid

(topikal dan sistemik) dihentikan sebab dapat memberikan reaksi negatif palsu

(toleransi pemakaian prednisone <20mg/hari atau dosis yang ekuivalen dengan

itu). Luka bakar karena sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2 minggu

sebelum tes dilakukan juga dapat memberikan hasil negatif palsu.

3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca.

4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi

longgar karena dapat memberi hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi

sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering

setelah dibuka uji tempelnya hingga pembacaan selesai.

5. Tidak melakukan uji pada penderita dengan riwayat urtikaria dadakan.

Gambar 12. A. Menempatka alergen pada kit. B. Menempelkan sediaan uji

pada punggung atas. C. Menandai daerah uji tempel. D. Sediaan uji telah

ditempelkan pada punggung atas.18

18

Page 19: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Gambar 13. Notasi hasil postif terhadap uji tempel menurut International

Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). (?+) reaksi meragukan, (+) reaksi

lemah, (++) reaksi kuat, (+++) reaksi ekstrim, (IR) reaksi iritan.10

Gambar 14. Hasil uji tempel pada punggung atas. A. Uji tempel masih

berlangsung dan sesaat setelah pelepasan salah satu kit. B. Pelepasan kit

setelah penempelan selama 2 hari, reaksi positif (++) terhadap nikel (N),

reaksi positif (+++) terhadap campuran parfum (F). E. Pada hari ke-3,

reaksi yang meragukan (+?) terhadap phenylediamine (P). D. Setelah hari

ke-4, perkembangan lebih jauh pada reaksi terhadap nikel (+++) dan

phenylediamine (+).10

19

Page 20: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Uji tempel dilekatkan selama 48 jam. Kemudian dilakukan pembacaan hasil

uji tempel pada: menit 15-30, jam 72-96, >96 jam. Reaksi tersebut dinilai sebagai:

1+ : eritema.

2+ : eritema, edema, papul.

3+ : eritema, edema, papul, vesikel.

4+ : sama dengan 3+, tetapi disertai vesikel yang berkonfluensi.

5+ : sama dengan 4+, tetapi keadaan mandidans dengan atau tanpa nekrosis.

Interpretasi pada pemeriksaan uji tempel biasanya membingungkan antara

DKA dan DKI meskipun ini merupakan standar penilaian, pembacaannya harus

dilakukan dua kali.9

3. Uji kulit intradermal19

Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin disuntikkan

secara superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan

konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur

masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15

mm. Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.Tes

alergi pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin

untuk aeroallergens dan makanan, tetapi mungkin untuk mendeteksi  racun dan

diagnosis alergi obat. Ini membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan

dengan tenaga medis yang berkompeten melalui pelatihan spesialis.

4. Uji tusuk19

Uji tusuk (skin prick test/SPT): Uji tusuk dapat dilakukan pada alergen hirup,

alergen di tempat kerja, dan alergen makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar

lengan bawah dengan jarak minimal 2 cm dari lipat siku dan pergelangan tangan.

Setetes ekstrak alergen dalam gliserin diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan

superfisial kulit ditusuk dan dicungkit ke atas dengan jarum khusus untuk uji tusuk.6

Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2 mm. Preparat antihistamin,

20

Page 21: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan β-agonis dapat mengurangi reaktivitas kulit,

sehingga harus dihentikan sebelum uji kulit. Uji kulit paling baik dilakukan setelah

pasien berusia tiga tahun.

5. Hitung eosinofil total19

Pemeriksaan hitung eosinofil total perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis

dan mengevaluasi pengobatan penyakit alergi. Eosinofilia apabila dijumpai jumlah

eosinofil darah lebih dari 450 eosinofil/µL. Hitung eosinofil total dengan kamar

hitung lebih akurat dibandingkan persentase hitung jenis eosinofil sediaan apus darah

tepi dikalikan hitung leukosit total. Eosinofilia sedang (15%-40%) didapatkan pada

penyakit alergi, infeksi parasit, pajanan obat, keganasan, dan defisiensi imun,

sedangkan eosinofilia yang berlebihan (50%-90%) ditemukan pada migrasi larva.

6. Kadar serum IgE total19

Peningkatan kadar IgE serum sering didapatkan pada penyakit alergi sehingga

seringkali dilakukan untuk menunjang diagnosis penyakit alergi. Pasien dengan

dermatitis atopi memiliki kadar IgE tertinggi dan pasien asma memiliki kadar IgE

yang lebih tinggi dibandingkan rinitis alergi. Meskipun rerata kadar IgE total pasien

alergi di populasi lebih tinggi dibandingkan pasien non-alergi, namun adanya

tumpang tindih kadar IgE pada populasi alergi dan non-alergi menyebabkan nilai

diagnostik IgE total rendah. Kadar IgE total didapatkan normal pada 50% pasien

alergi, dan sebaliknya meningkat pada penyakit non-alergi (infeksi virus/jamur,

imunodefisiensi, keganasan).

7. Kadar IgE spesifik19

Pemeriksaan kadar IgE spesifik untuk suatu alergen tertentu dapat dilakukan

secara in vivo dengan uji kulit atau secara in vitro dengan metode RAST (Radio

Allergosorbent Test), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay), atau RAST

21

Page 22: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

enzim. Kelebihan metode RAST dibanding uji kulit adalah keamanan dan hasilnya

tidak dipengaruhi oleh obat maupun kelainan kulit. Hasil RAST berkorelasi cukup

baik dengan uji kulit dan uji provokasi, namun sensitivitas RAST lebih rendah.

D. DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding pada DKA dipengaruhi oleh banyak faktor seperti

gambaran klinik dan distribusi lesi serta manifestasi sistemik. Kelainan kulit DKA

sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai

dermatitis atopik, dermatitis seboroik, psoriasis. Diagnosis banding yang yang

terutama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan.1,7

1. Dermatitis Kontak Iritan

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran

klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga

penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya

DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas,

sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk ini

diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit non imunologik,

jadi kerusakan kulit dapat secara langsung tanpa didahului proses sensitisasi

sebaliknya dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang mengalami sensitisasi

pada suatu alergen. 2

Pada DKI, onsetnya berlangsung cepat sedangkan pada DKA berlangsung

sekitar 12-48 jam setelah tersensitisasi. Selain itu pada DKI pasien mengeluh nyeri

serta rasa terbakar sedangkan pada DKA pasien mengeluhkan rasa gatal.3

22

Page 23: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Gambar 15. Dermatitis kontak iritan. Tampak krusta dan erosi pada tangan.8

2. Dermatitis Atopik

Pada pasien dengan lesi terlokalisir, dermatitis atopik mungkin dicurigai

karena riwayat pribadi yang khas, sejarah keluarga, atau karena adanya stigmata

dermatitis seperti pucat perioral, sebuah lipatan tambahan di bawah kelopak mata

bawah (garis Dennie's), meningkatnya garis-garis pada telapak tangan, dan kejadian

peningkatan infeksi kulit, terutama dengan Staphylococcus aureus. Kelainan kulit

berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,

distribusinya di lipatan (fleksural).1,2

Pedoman diagnosis Dermatitis Atopik yaitu harus ada kondisi gatal ditambah

dengan 3 atau lebih kriteria berikut : riwayat terkena pada lipatan kulit, riwayat asma

bronchial atau hay fever, riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir,

adanya dermatitis yang tampak pada lipatan serta awitan di bawah usia 2 tahun.2

23

Page 24: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

Gambar 16. Dermatitis Atopik pada anak. Tampak papul eritem pada wajah.8

3. Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik merupakan peradangan kronik dan superfisial pada

daerah-daerah predileksi seperti kepala, alis, kelopak mata, lipatan nasolabial,

bibir, telinga, daerah sternal, axilla, lipatan submammae, umbilikus, pangkal

paha, dan lipatan glutea.8

Gambar 17. Dermatitis seboroik. Tampak papul eritema pada dada dan axilla.8

4. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit inflamasi yang umum, sering dan kambuhan pada

kulit dengan karakteristik berupa eritema, kering, plak dengan berbagai ukuran.

Dermatitis pada tangan dapat menyerupai psoriasis. Secara umum, lesi pada psoriasis

24

Page 25: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

cenderung berbatas tajam, kadang-kadang susah dibedakan. Pada psoriasis terdapat

tanda-tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena

tetesan lilin, dan fenomena Auspitz.1,2

Gambar 18. Psoriasis. Tampak skuama kasar yang berlapis-lapis pada kulit

tangan.8

E. PENATALAKSANAAN

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya

pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan

kelainan kulit yang timbul.Selain itu, beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan

pada penderita dermatitis kontak alergi adalah sebagai berikut:1,6,15

1. Terapi farmakologik

a. Terapi sistemik

Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi

peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel

atau bula, serta eksudatif (madidans), misalnya prednisone 30 mg/hari.2

Jika DKA melibatkan daerah kulit yang luas (> 20%), terapi

kortikosteroid sistemik sering diperlukan dan efeknya terjadi dalam waktu 12

sampai 24 jam. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg / kg sehari selama 5

25

Page 26: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

sampai 7 hari, dan jika pasien merasa nyaman, dosis dikurangi sebesar 50%

selama 5 sampai 7 hari berikutnya. Setelah itu, tingkat pengurangan dosis

steroid tergantung pada faktor-faktor seperti keparahan, durasi DKA, dan

seberapa efektif kontraktan dapat dihindari. Efek anti-inflamasi obat ini tidak

mengubah riwayat alami DKA, tetapi obat ini dapat membantu mengatasi

reaksi inflamasi.14

Terapi Prednisone oral20

1) Initial dosis adalah sebanyak 60 mg /per hari diberikan selama 4 hari,

2) Dosis kemudian diturunkan secara bertahap selama 10 hari (50 mg / per

hari diberikan selama 2 hari, 40 mg / diberikan selama 2 hari, 30 mg / per

hari diberikan untuk 2 hari, 20 mg / per hari diberikan selama 2 hari,

kemudian 10 mg / per hari diberikan selama 2 hari).

b. Terapi topikal

Terapi topikal, sabun pengganti dan emolien merupakan terapi DKA

yang telah diterima secara luas. Jika lesi hanya pada daerah kecil di tubuh,

steroid topikal mungkin cukup, tapi jika lebih dari 20% tubuh yang terlibat,

maka terapi sistemik dibenarkan. Salep kortikosteroid terfluorinasi potensi

kuat harus dihindari pada kulit yang lebih tipis (misalnya kelopak mata dan

wajah), penggunaan steroid potensi rendah adalah yang paing baik untuk area

ini. Pasien harus diinstruksikan untuk mengoleskan steroid topikal dengan

tipis dan dilakukan setelah membersihkan kulit (yaitu mandi atau shower).

Penggunaan obat lebih dari dua kali sehari tidak dianjurkan. Lesi akut

berespon baik terhadap steroid potensi sedang sampai tinggi. Ada beberapa

studi yang mengemukakan adanya efek yang terbatas pada penggunaan

steroid yang dikombinasikan dengan antibiotik.5,14

2. Terapi nonfarmakologik

26

Page 27: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

a. Menghindari pajanan

Identifikasi dan hilangkan agen penyebab.1,2,5,6,15

b. Kompres dingin dengan Burrow’s solution

Kompres ini dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel,

kompres ini diganti setiap 2-3 jam. Prinsip pengobatan cairan ialah

membersihkan kulit yang sakit dari debris dan sisa-sisa obat topikal yang

pernah dipakai. Di samping itu terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel, bula,

dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi

kering, permukaan menjadi besih sehingga mikroorganisme tidak dapat

sembuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna untuk

menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh

bermacam-macam dermatosis.14

c. Fototerapi

Fototerapi dilakukan pada pasien dengan DKA yang sulit sembuh dan tidak

responsif terhadap kortikosteroid dan ditujukan untuk pasien yang tidak bisa

menghindari faktor pencetus dari lingkungan.1

F. KOMPLIKASI

Bila tidak diobati, dermatitis kontak dapat berkembang menjadi satu siklus diman

rasa pruritus yang kronis menyebabkan penderita menggaruk dan akhirnya terjadi

trauma mekanis pada kuli hingga bisa menyebabkan timbulnya peradangan dan luka

terbuka. Dalam beberapa kasus, menggaruk berlebihan dapat menjadi port de entry

bakteri atau jamur ke dalam lapisan kulit akibat dari luka terbuka, sehingga bisa

terjadi infeksi yang kronis. Komplikasi termasuk:21

1) Infeksi bakteri atau jamur pada luka terbuka

2) Selulitis (infeksi kulit dan jaringan sekitarnya yang disebabkan oleh

infeksi bakteri atau jamur yang tumbuh)

3) Perubahan permanen pada tekstur kulit dan terjadinya jaringan parut

27

Page 28: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

4) Perubahan warna kulit yang permanen

5) Luka terbuka

Pada individu berkulit hitam dapat timbul area hiperpigmentasi atau

hipopigmentasi dari dermatitis kontak alergi. Depigmentasi terjadi pada daerah

dermatitis kontak alergi yang kontak terhadap bahan kimia tertentu.21

G. PROGNOSIS

Prognosis dermatitis kontak alergi tergantung pada penyebab dan bagaimana

caranya menghindari pajanan alergen yang berulang-ulang.Prognosis dermatitis

kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan.

Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh

faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis atau psoriasis) atau pajanan

dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.2,5

DAFTAR PUSTAKA

28

Page 29: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

1. Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. In: Wolf K., Goldsmith L.A.,

Katz S.I., editors. Fizpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7thEd. New

York: McGrawHill; 2008. P. 135-46

2. Sulastri SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Ed-5. Jakarta: Fk-UI; 2010. H. 129-39

3. Sasseville D. Occupational Contact Dermatitis. Allergy, Asthma, and Clinical

Immunology. 2008;4(2):59-65

4. Beck M.H, Wilkinson S.M. Contact Dermatitis: Allergic. In: Rook’s, Textbook of

Dermatology. 7thEd. Oxford: Blackwell; 2004. P. 20.1-2

5. Bourke J, Coulson I, English J. Guidelines for management of contact dermatitis :

an update. British Journal of Dermatology.2009;160:946-54

6. Imbesi S, Minciullo P.L, Isola S, Gangemi S. Allergic contact dermatitis: Immune

system involvement and distinctive clinical cases. AllergolImmunopathol.

2011;39(6):374-7

7. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Contact Dermatitis. In Thieme Clinical

Companions Dermatology. New York: Thieme New York Publication; 2006. P.

195-203

8. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin Clinical

Dermatology. 10th Ed. Philadelphia: Elsevier Inc 2006. Chapter 6, Contact

Dermatitis and Drug Eruption; P.91-111

9. Nosbaum A, Vocanson M, Rozieres M, Hennino A, Nicolas JF. Allergic And

Irritant Contact Dermatitis. EJD.2009;19(4):325-32

10. Spiewak R. Patch Testing For Contact Allergy And Allergic Contact Dermatitis.

Jagieollonian University Medical College, Krakow Poland. The Open Allergy

Journal. 2008;1:42-51

11. Duarte I, Malvestiti A, Lazzarini R. Evaluation of the permanence of skin

sensitization to allergens in patients with allergic contact dermatitis. An Bras

Dermatol. 2012;87(6):8337

29

Page 30: Dermatitis Kontak Alergi (New)_2

12. Akan A, Toyran M, Erkocoglu M, Kaya A, Kocabas CN. The prevalence of

Allergic Contact Sensitization of Practicing and Student Nurses. International

Journal of Occupational and Environmental medicine. 2012;3(1):10-8

13. Lazzarini R, Sumita J.M. Allergic contact dermatitis among construction workers

detected in aclinic that did not specialize in occupational dermatitis. An Bras

Dermatol. 2012;87(4):567-71

14. Beltrani VS, Bernstein IL, Cohen DE, Fonacier L. Contact Dermatitis: A Practice

Parameter. Annals of Allergy, Asthma & Immunology. 2006;97:1-36

15. Frosch PJ, Menne T, Lepoittevin JP. Histopathological &

Immunohistopathological Features Of Irritant And Allergic Contact Dermatitis.

In: Contact dermatitis. 4th ed. Berlin. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.

P.107-15

16. Shimizu H. Shimizu’s Textbook of Dermatology. Hokkaido: Hokkaido University

Press; 2007. Chapter 3, Immunology of the skin; P.39-47

17. Rustemeyer T, Hoogstraten IM, Blomberg BM, Scheper RJ. Mechanisms in

Allergic Contact Dermatitis. In: Contact dermatitis. 4th ed. Berlin. Springer-

Verlag Berlin Heidelberg; 2006. P.11-33

18. Wahleberg JE, Lindberg M. Patch Testing. In: Contact dermatitis. 4th ed. Berlin.

Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006. P.11-33

19. Sudewi NP, Kurniati N, Suyoko EMD, Munasir Z, Akib AAP, et al. Berbagai

Teknik Pemeriksaan Untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Alergi. Sari

Pediatri. 2009;11(3):174-8

20. Craig K, Susan E. What Is The Best Duration Of Steroid Theraphy For Contact

Dermatitis. The Journal of Family Practice. 2006; 55(2): 166-7

21. Brian M, Contact Dermatitis. British Association of Dermatologists.2009;3:1-5

30