referat alergi susu sapi kedokteran

32
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya referat ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada dr. Khainir Akbar, SpA selaku pembimbing sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Haji Medan. Penulis berharap referat ini juga dapat menjadi literatur atau sumber informasi pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak khususnya mengenai penyakit Alergi Susu Sapi Pada Anak. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, penulis menyadari banyak kekurangan didalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna demi penyusunan referat selanjutnya. Medan, 17 desember 2013 Penulis 1

Upload: chandrasiska

Post on 13-May-2017

238 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya referat

ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih

kepada dr. Khainir Akbar, SpA selaku pembimbing sehingga referat ini dapat

terselesaikan dengan tepat waktu.

Referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi

kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Haji Medan. Penulis

berharap referat ini juga dapat menjadi literatur atau sumber informasi

pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak khususnya mengenai penyakit Alergi Susu

Sapi Pada Anak.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, penulis menyadari banyak

kekurangan didalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang berguna demi penyusunan referat

selanjutnya.

Medan, 17 desember 2013

Penulis

1

Page 2: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR……………………………………………………………..2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………3

BAB I. PENDAHULUAN….…..………………………………………………....4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………...………………………………………..6

BAB III. KESIMPULAN….……………………………………………………..26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………27

2

Page 3: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

BAB I

PENDAHULUAN

Sumber nutrisi terbaik bagi bayi baru lahir adalah air susu ibu (ASI).

Setelah melalui masa pemberian ASI secara ekslusif yang umumnya berlangsung

3-6 bulan, bayi mulai diberikan susu formula sebagai pengganti air susu ibu

(PASI). PASI lazimnya dibuat dari susu sapi, karena susunan nutriennya dianggap

memadai dan harganya terjangkau. (1)

Alergi merupakan masalah penting yang harus diperhatikan karena

terdapat pada semua lapisan masyarakat dan insidennya meningkat pada tiga

periode terakhir. Pada usia tahun pertama kehidupan, sistim imun seorang anak

relatif masih imatur dan sangat rentan. Bila ia mempunyai bakat atopik akan

mudah tersensitisasi dan berkembang menjadi penyakit alergi terhadap alergen

tertentu misalnya makanan dan inhalan.(7)

Pada sumber lain dikatakan bahwa alergi terhadap protein susu sapi/Cow’s

milk protein allergy (CMPA) terjadi pada 2-6% dari anak-anak, dengan prevalensi

tertinggi pada usia tahun pertama. Sekitar 50% anak telah ditunjukkan sembuh

dari CMPA pada usia tahun pertama, atau 80-90% dalam tahun kelimanya. Alergi

pada susu sapi 85% akan menghilang atau menjadi toleran sebelum usia 3 tahun.

Penanganan alergi terhadap susu sapi adalah menghindari susu sapi dan makanan

yang mengandung susu sapi, dengan memberikan susu kedelai sampai terjadi

toleransi terhadap susu sapi. Perbedaan kontras antara penyakit alergi terhadap

susu sapi dan makanan lain pada bayi adalah bahwa dapat terjadi toleransi secara

spontan pada anak usia dini.(2),(3),(5)

Alergi protein susu sapi dapat berkembang pada anak-anak yang diberi

ASI atau pada anak-anak yang diberi susu formula. Namun, anak-anak yang

diberi ASI biasanya memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menjadi alergi

terhadap makanan lainnya. Biasanya, anak yang diberi ASI dapat mengalami

alergi terhadap susu sapi jika bayi tersebut bereaksi terhadap kadar protein susu

sapi yang sedikit yang didapat dari diet ibu saat menyusui. Pada kasus lainnya,

3

Page 4: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

bayi-bayi tertentu dapat tersensitisasi terhadap protein susu sapi pada ASI ibunya,

namun tidak mengalami reaksi alergi sampai mereka diberikan secara langsung

susu sapi. (4)

Pada makalah ini akan dibahas mengenai alergi susu sapi pada anak,

sehingga pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang definisi, manifestasi

klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan alergi susu sapi pada anak.

4

Page 5: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Alergi susu sapi adalah suatu penyakit akibat reaksi imunologik, timbul

setelah pemberian susu sapiatau makanan yang mengandung susu sapi. Reaksi ini

dapat terjadi melalui reaksi hipersensifitas tipe 1 fase cepat maupun lambat.3

Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi

hipersensitivitas pada anak.13 Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen

protein yang dapat merangsang produksi antibodi manusia.14 Protein susu sapi

terdiri 2 fraksi yaitu casein dan whey.14 Fraksi casein yang membuat susu

berbentuk kental (milky) dan merupakan 76% sampai 86% dari protein susu

sapi.15 Fraksi casein dapat dipresipitasi dengan zat asam pada pH 4,6 yang

menghasilkan 5 casein dasar yaitu a, ad , b , k dan g (3)

2.2 Prevalensi dan Insidensi

Dalam survei nasional ahli alergi anak, tingkat prevalensi alergi susu sapi

dilaporkan 3,4% di Amerika Serikat. Sedangkan di Denmark, pada studi kohort

dari 1.749 bayi baru lahir dari pusat Kota Odense yang dimonitor secara

prospektif untuk pengembangan intoleransi terhadap protein susu sapi selama

tahun pertama kehidupan, dilaporkan besarnya insidensi dalam 1 tahun adalah

2,2%. (6)

Sebuah penelitian prospektif menunjukkan bahwa 42% bayi yang

mengalami gejala akibat intoleransi protein susu sapi terjadi dalam waktu 7 hari

(70% dalam waktu 4 minggu) setelah pemberian susu sapi. Intoleransi protein

susu sapi telah didiagnosis pada 1,9-2,8% dari populasi umum bayi berumur 2

tahun atau lebih muda di berbagai negara di Eropa bagian utara, namun kejadian

turun menjadi sekitar 0,3% pada anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun. (6)

2.3 Patofisiologi dan Manifestasi KlinisProtein susu sapi adalah salah satu dari alergen utama yang terlibat dalam kedua jenis alergi, dan diagnosis yang tepat sangat

penting untuk manajemen yang tepat. (5) Susu sapi mengandung lebih dari 20 fraksi protein. Dalam dadih, dapat diidentifikasi 4 kasein (yaitu,

5

Page 6: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

S1, S2, S3, S4) yang jumlahnya sekitar 80% dari protein susu. 20% protein sisanya, pada dasarnya adalah protein glubular (misalnya,

laktoalbumin, lactoglobulin, bovine serum albumin), yang terkandung dalam air dadih. Kasein sering dianggap kurang imunogenik karena

strukturnya yang fleksibel, tidak padat. Secara historis, lactoglobulin merupakan alergen utama dalam intoleransi protein susu sapi. Namun,

polisensitisasi beberapa protein terjadi pada sekitar 75% dari pasien dengan alergi terhadap protein susu sapi.(6)

PROTEIN

COMPONENT

MOLECULAR

WEIGHT (kD)

PERCENTAGE

OF TOTAL

PROTEIN

ALERGINISITAS

STABILITY IN

THE

TEMPERATURE

100 C

β -lactoglobulin 18.3 10 +++ ++

Casein 20-30 82 ++ +++

α -lactalbumin 14.2 4 ++ +

Serum albumin 67 1 + +

Immunoglobulins 160 2 + -

Tabel 2.1 Karakteristik komponen protein pada susu sapi.(2)

Anak-anak adalah kelompok usia yang paling sering terkena penyakit ini

dan harus diikuti dengan hati-hati karena adanya komplikasi yang parah dari

pembatasan diet seperti keterlambatan pertumbuhan berat badan, kwashiorkor,

hipokalsemia dan rakitis. Istilah "intoleransi protein sapi" sering digunakan dalam

kasus-kasus gejala non spesifik yang dikaitkan dengan susu, apakah termasuk

jenis reaksi imun mediasi IgE atau non-IgE, mekanisme patologi ini disebabkan

oleh reaksi imun terhadap protein susu. (5)

Alergi terhadap makanan (atau dalam hal ini susu sapi) mengacu pada

reaksi imun terhadap protein dalam makanan dan dapat dibagi menjadi 2 (dua)

jenis mekanisme yaitu reaksi mediasi IgE dan non-IgE (kebanyakan adalah

selular) (gambar 2.1). Reaksi mediasi IgE dapat diketahui melalui tes diagnostik

yang telah disahkan, sedangkan reaksi imun mediasi non IgE yang dapat timbul

dalam saluran gastrointestinal belum diketahui dan dijelaskan dengan baik dan

lebih sulit untuk dikenali. Beberapa reaksi dapat juga melibatkan kedua jenis

mekanisme tersebut atau berevolusi sekunder menuju alergi mediasi IgE. (5)

2.3.1 Alergi Susu Mediasi IgE

A. Patofisiologi

6

Page 7: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

Alergi susu mediasi IgE terjadi ketika organisme gagal untuk

mendapatkan daya tahan (toleransi) terhadap alergen makanan. Alergen makanan

utama pada anak-anak ialah panas, asam, dan protease yang stabil, glikoprotein

yang water soluble dengan ukuran 10-70 kd. Contohnya yaitu protein dalam susu

(kasein), kacang (vicilin), dan telur (ovumucoid) dan protein transfer lemak yang

tidak spesifik yang ditemukan pada buah apel (Mald 3). (5)

Ketika antigen makanan dicerna, makanan diproses dalam usus dimana

terdapat banyak mekanisme fisik yang kompleks (lendir, asam, sel epitel dan

asam) dan proteksi imunologis. Hilangnya pelindung seperti keadaan netralisasi

pH lambung dapat membuat alergi. Serupa seperti pada bayi dimana pelindung-

pelindung usus (aktivitas enzim dan produksi IgA) masih belum matang sehingga

meningkatkan prevalensi alergi makanan pada masa bayi. (5)

Antigen presenting cells (APC), khususnya sel epitel usus dan sel

dendritik, dan sel T memiliki peran utama pada daya tahan oral melalui ekspresi

IL-10 dan IL-4. Bakteri komensal usus juga mempengaruhi respon imun mukosa.

Daya tahan dibentuk dalam 24 jam pertama setelah lahir dan memproduksi

molekul imunomudulator yang memiliki efek bermanfaat dalam pembentukan

imun respon. Studi saat ini telah menunjukan bahwa ketidakseimbangan

komposisi dari bakteri mikrobiota menjadi faktor utama terjadinya alergi, asma

atau inflammatory bowel disease. (5)

Alergi yang dimediasi IgE dimulai dari sensitisasi. Alergen dicerna,

diinternalisasi dan diekspresikan pada permukaan APC. APC berinteraksi dengan

limfosit T dan menghasilkan transformasi dari limfosit B menjadi sel sekretori

antibodi. Setelah dibentuk dan dilepaskan ke sirkulasi, IgE mengikat, melalui

bagian Fc, ke reseptor sel mast yang memiliki afinitas yang tinggi, meninggalkan

reseptor spesifik alergen mereka yang ada untuk berinteraksi dengan alergen di

masa depan suatu saat nanti. (5)

Proses alergi yang dibentuk tanpa dimediasi oleh IgE kurang begitu

dimengerti namun fase pengenalan antigen awal kemungkinan adalah sama, dan

merangsang reaksi inflamasi utama melalui mediasi sel T dan eosinofil, meliputi

aktivasi sitokin-sitokin yang berbeda seperti IL-5.(5)

7

Page 8: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

Hubungan yang terbentuk dari sejumlah sel mast/antibodi IgE yang

berikatan dengan basophil yang cukup oleh alergen merangsang proses intra-

seluler, hal ini menyebabkan degranulasi sel, dengan pelepasan histamin dan

mediator peradangan lainnya. (5)

B. Manifestasi Klinis

Alergi susu sapi ditandai oleh berbagai variasi manifestasi klinis yang

terjadi setelah meminum susu. Manifestasi paling berbahaya dari reaksi mediasi

IgE akibat alergi susu ialah anafilaksis. Setelah degranulasi sel mast, pelepasan

mediator inflamasi mempengaruhi berbagai sistem organ. (5) Gejala yang dapat

timbul ialah pruritus, urtikaria, angio-edema, muntah, diare, nyeri perut, sulit

bernapas, sesak, hipotensi, pingsan, dan syok.(5) Gejala pada kulit merupakan

gejala paling sering, meskipun, sampai 20% reaksi anafilaksis dapat muncul tanpa

adanya manifestasi pada kulit khususnya pada anak-anak. Onset munculnya gejala

dari reaksi anafilaksis yang diinduksi makanan bervariasi namun mayoritas reaksi

muncul dalam hitungan detik sampai 1 jam pertama setelah terpapar. (5)

Diantara gejala-gejala akibat alergi makanan, seringkali terdapat dermatitis

atopi. Memang, telah diketahui bahwa 30% anak-anak yang menderita dermatitis

atopi yang sedang sampai berat memiliki hubungan dengan alergi makanan yang

memperparah eksema. Makanan yang berpengaruh ialah susu sapi, dengan

ditemukannya IgE spesifik pada kebanyakan pasien. (5)

Reaksi cepat Reaksi Lambat

Anafilaksis

Urtikaria akut

Akut angioedema

Sesak

Rhinitis

Batuk kering

Muntah

Edema laryngeal

Dermatitis atopi

Diare kronis, diare berdarah, anemia

defisiensi besi, konstipasi, muntah kronis,

kolik

Terganggunya pertumbuhan

Enteropati dengan kehilangan protein

dengan hipoalbuminemia

Sindrom enterokolitis8

Page 9: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

Asma akut dengan stres

pernapasan

Esofagogastroenteropati eosinofilik yang

diketahui dari biopsy

Tabel 2.2 Onset reaksi cepat dan lambat alergi susu sapi pada anak-anak.(3)

Gambar 2.2 Dermatitis atopi pada bayi pada wajah akibat alergi protein. (7)

2.3.2 Alergi Susu Sapi Gastrointestinal

A. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang mengarah pada alergi belum diketahui dengan

baik. Berbagai faktor, yag berhubungan dengan pasien (faktor genetik, flora usus)

dan yang tidak berhubungan (seperti waktu, dosis, frekuensi eksposure alergen)

yang saling berinteraksi dengan patogenesis penyakit. Alergi gastrointestinal,

kebanyakan pasien mengalami reaksi hipersensitivitas tipe IV dengan respon yang

abnormal dari limfosit TH2. Produk ini meningkatkan jumlah mediator inflamasi,

seperti IL-4 dan IL-5, seperti kemokin, yang menyebabkan aktivasi eosinofil.

Pada beberapa pasien, alergi campuran dari mediasi IgE dan non IgE dapat terjadi

dan tes diagnostik harus dilakukan untuk kedua jenis alergi tersebut. (5)

B. Manifestasi Klinis

Pasien dengan alergi susu gastrointestinal dapat muncul dengan berbagai

macam gejala, berdasarkan lokalisasi dari inflamasi (Tabel 2.3). (5)

Alergi Pada

Usus Mediasi

Non IgE atau

Campuran

Gejala-Gejala Komplikasi Tes Diagnostik Evolusi Penatalaksanaan

Kolitis Makanan

Dan Susu

Perdarahan rectum

dengan pengeluaran

lendir pada bayi

Anemia Eliminasi diet untuk

ibu atau hydrolyzed

milk (bayi yang tidak

diberi ASI), biopsy

kolon jika resisten

Resolusi

dalam 6-12

bulan

Diet eliminasi

diikuti tes

pemberian ulang

setelah 6 bulan

9

Page 10: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

terhadap kultur feses

Esofagus

Eosinofilik

Regurgitasi, refluks,

anoreksia, disfagi

atau menolak

makanan, muntah,

nyeri lambung

Kegagalan

pertumbuhan,

kehilangan berat

badan, striktur

esophagus

Endoskopi, biopsy,

tes kutaneus dan

epikutaneus, diet

asam amino dan tes

provokasi oral

Terus

menerus ada

Diet eliminasi,

steroid sistemik

atau topical

(ditelan)

Food Protein-

Induced

Enterocolitis

Syndrome

(FPIES)

Muntah terus-

menerus dan/atau

diare 2-4 jam setelah

makan/minum

Leukositosis, syok

hipovolemik,

asidosis metabolic,

hipotensi

Riwayat sugestif, tes

epikutaneus dan/atau

tes provokasi oral

Resolusi

dalam 2-5

tahun

Diet eliminasi

diikuti tes

pemberian ulang

Food Protein

Induced

Enteropathy

Gejala insidious,

abdominal

discomfort, disfagia,

kehilangan berat

badan, muntah, diare

Hipereosinofilia,

hematemesis/rectal

bleeding, anemia

defisiensi besi,

hipoalbuminemia,

kegagalan

pertumbuhan

Endoskopi, biopsy,

tes skin prick’s dan

epikutaneus, tes

provokasi oral

Resolusi

dalam 1-2

tahun

Diet eliminasi

Tabel 2.3 Alergi makanan mediasi non IgE

Gastroenteropathies Eosinofilik

Gastroenteropathies eosinofilik didefinisikan infiltrasi eosinofil pada

dinding usus. Terdapat 3 (tiga) bentuk keadaan klinis yang dijelaskan: kolitis yang

diinduksi susu, oesophagitis eosinofilik dan enterocolitis yang diinduksi protein

makanan. Prevalensi kelainan-kelainan tersebut semakin meningkat. Diagnosis

banding dari eosinofilia usus sangat luas dan meliputi inflamatory bowel disease,

infeksi parasit, sindrom hipereosinofilia dan hipersensitivitas obat. Tidak ada tes

diagnostik yang patognomonis dan diagnosis alergi eosinofilia gastroenterologi

harus berdasarkan keadaan klinis, tes kulit, biopsi dan/atau oral food challenges.

Colitis Akibat Makanan dan Susu Sapi (Food and cow’s milk colitis)

Alergi susu sapi merupakan salah satu penyebab yang umum dari

terjadinya kehilangan darah kronis dan anemia pada masa neonatal, dengan darah

samar atau perdarahan rectum pada feses dan diare, meskipun begitu diare

berdarah yang masif jarang terjadi.7 Pendarahan rektal merupakan gejala yang

mengkhawatirkan tetapi pada umumnya jinak dan self limiting tetapi dapat

dikaitkan dengan alergi susu pada sekitar 20% kasus. Bayi yang terkena dapat

10

Page 11: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

timbul dengan pendarahan anus yang terisolasi dengan mengeluarkan lendir pada

jam pertama kehidupan, dapat melalui dalam rahim, atau sebelum 3 sampai 6

bulan pertama kehidupan tetapi biasanya tetap dalam kondisi umum yang sangat

baik. Biopsi rektal menunjukkan peradangan eosinofilik yang khas dengan erosi

epitel, microabscess atau fibrosis. Gejala diakibatkan oleh protein susu sapi yang

terkandung dalam susu formula atau ASI, dan setengah dari pasien ini didiagnosis

ketika menggunakan ASI eksklusif. (5)

Kebanyakan dari bayi hanya alergi terhadap susu tapi sekitar 20% juga

dapat bereaksi terhadap telur, dan protein makanan lain walaupun jarang.

Kemajuan klinis biasanya sangat baik seiring dengan perbaikan gejala dalam

waktu lima hari setelah diet bebas susu sapi bagi ibu. Bila diet pada ibu

mengalami kegagalan, diet bebas telur juga dapat dilakukan. Alergi ini biasanya

sembuh dalam beberapa bulan, sehingga pemberian susu kembali dapat dilakukan

antara 6 dan 12 bulan. (5)

Oesofagitis Eosinofilik (Eosinophilic oesophagitis)

Penyakit ini baru diidentifikasi dalam 15 tahun terakhir dan studi

menunjukkan prevalensi yang semakin meningkat. Penyakit ini terutama

mempengaruhi orang-orang berusia dekade kedua atau ketiga, tetapi semakin

banyak pula dilaporkan dalam literatur-literatur pediatrik. Penyakit ini

didefinisikan dengan terjadinya suatu infiltrasi eosinofil pada esofagus, dan terkait

dengan gejala refluks yang resisten terhadap terapi proton pump inhibitor (PPI). (5)

Pasien biasanya mengeluhkan gejala sakit seperti ketidaknyamanan,

disfagia dan cenderung untuk menghindari makan makanan berserat atau kering.

Gejala pada anak-anak biasanya tidak khas, seperti sakit perut, muntah atau

regurgitasi dan anoreksia, atau kegagalan pertumbuhan. Endoskopi dapat

menampilkan berbagai gambaran dari area normal sampai putih atau merah

merata dengan beberapa striktur esofagus, dengan aspek tracheiformis yang khas.

Biopsi menunjukkan infiltrasi padat dari dinding oleh eosinofil (> 15-20/

Lapang pandang). Esofagitis ini dapat sipersulit oleh adanya stenosis esofagus dan

impaksi makanan. Eosinofilik esofagitis biasanya disebabkan oleh alergi makanan

dengan campuran mediasi IgE dan non IgE, khususnya pada anak-anak dan

remaja. (5)

11

Page 12: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

Identifikasi alergen harus dikoordinasikan dengan spesialis karena dapat

melibatkan berbagai antigen. Diet bebas unsur asam amino atau formula semi-

unsurnya dapat menyebabkan perbaikan gejala sebanyak 30-70% pada pasien ini.

Namun demikian, penggunaan steroid topikal atau sistemik sering dibutuhkan,

terutama jika makanan penyebab tidak dapat diidentifikasi secara jelas atau jika

peradangan sudah berlangsung lama. (5)

Enterokolitis yang Diinduksi Protein Makanan (Food protein-induced

enterocolitis)

Alergi ini dapat muncul dengan gejala yang luar biasa seperti muntah terus

menerus dan/atau diare lendir berdarah yang dapat membuat lemas dan syok

hipovolemik. Gejala dapat muncul seringkali 2 (dua) jam setelah makan atau

minum. Anak-anak dengan gejala-gejala ini seringkali menjadi suspek terjadinya

sepsis. Jumlah hitung darah selama fase akut adalah leukositosis yang dipenuhi

oleh sel-sel muda (neutrofil non segmen). Mekanismenya belum jelas namun

diketahui dipengaruhi oleh reaksi mediasi IgE dan non IgE. Biopsi kolon

memperlihatkan abses kripta dengan infiltrasi inflamasi yang difus. Alergi ini

dapat juga disebabkan oleh protein pada makanan daripada susu, seperti halnya

reaksi terhadap kedelai, ikan, nasi, kentang dan ayam. (5)

Riwayat dari eneterocolitis yang diinduksi susu biasanya membaik setelah

usia 2-3 tahun, namun perubahan penyakitnya dapat lebih panjang pada pasien

dengan enterokolitis yang diinduksi protein padat. Pasien dengan manifestasi

klinis yang tidak jelas harus dilakukan tes diagnostik menggunakan endoskopi dan

biopsi yang bertujuan untuk menghilangkan diagnosis penyakit eosinofilik. (5)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Selain dari manifestasi klinis yang ada, untuk mendiagnosis adanya alergi

susu sapi pada anak dapat dilakukan beberapa tes penunjang atau tes diagnostik.

Berikut ini adalah tes untuk menilai alergi terhadap susu sapi, yaitu:

2.4.1 Skin Prick Test (SPT)

SPT merupakan tes yang cepat dan tidak mahal untuk mendeteksi

sensitisasi mediasi kelainan IgE dan dapat dikerjakan pada bayi dengan baik. Nilai

12

Page 13: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

prediksi negatif adalah baik (>95%) dan dipastikan dengan tidak adanya reaksi

mediasi IgE. Meskipun, hasil respon yang positif tidak pasti menunjukan bahwa

makanan merupakan penyebabnya (kurang spesifik), dan hanya menunjukan

sensitivitas terhadap makanan (atopi, pada keadaan tidak adanya gejala alergi). (5)

SPT kurang begitu berguna pada kelainan alergi usus yang sensitif

terhadap makanan daripada alergi yang dimediasi oleh IgE. Pada alergi mediasi

non IgE, seperti Food protein-induced enterocolitis atau colitis akibat susu

menghasilkan hasil tes yang negatif. Meskipun begitu, SPT bergunan dalam

mengeluarkan diagnosis banding alergi mediasi IgE atau dalam keadaan patologi

yang disebabkan mekanisme kombinasi, khususnya esofagitis eosinofilik dimana

SPT dapat membantu mengetahui penyebab dari alergennya.

Gambar 2.3 Skin Prick’s Test.

2.4.2 Atopy Patch Test

Pada tes ini, makanan diberikan selama 48 jam pada kulit menggunakan

patch yang tertutup. Tes positif menunjukan terjadinya eritema, indurasi dan/atau

lesi vesikulus yang muncul 24 -48 jam kemudian pada lokasi patch. Secara teoritis

mekanismenya sama dengan mekanisme limfosit sel T yang serupa dengan

terjadinya mekanisme enteropati. Meskipun begitu, sel T dari lokasi yang berbeda

mengekspresikan marker awal yang berbeda, seperti CLA (Cutaneus Lymphocyte

Antigen) untuk kulit dan α4β7-integrin untuk usus, yang mana dapat merubah

sensitivitas dan spesifisitas dari tes. Tes ini telah diteliti pada kasus dermatitis

yang parah dimana sensitivitasnya sekitar 65%. Telah ditunjukkan bahwa tes ini

membantu untuk mengetahui penyebab makanan pada esofagitis pada anak-anak

tetapi seringkali hasilnya negatif pada pasien dewasa. (5)

13

Page 14: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

Gambar 2.4 Atopy Patch Test.

2.4.3 Diet Eliminasi dan Tes Tantangan Pemberian Makanan (Oral Food

Challenge)

Bila diagnosis masih belum jelas, oral food challenge merupakan standar

emas. Sebuah protokol diterbitkan oleh Bock SA pada tahun 1988 dan protokol

standar telah diusulkan oleh European Academy of Allergy and Clinical

Immunology pada tahun 2004. Pasien mencerna, lebih dari 2 jam, secara progresif

meningkatkan jumlah dari makanan yang diduga membuat alergi. Prosedur

dihentikan ketika muncul gejala klinis (tes positif) atau setelah jumlah makanan

yang dimakan sudah mencapai batasnya dan reaksi alergi tidak muncul. Karena

terdapat reaksi anafilaksis, tes ini harus dipimpin secara ketat, oleh tenaga medis

yang terlatih, dan kesiapan peralatan resusitasi. Protokol ini lama, mahal, dan

dapat menyebabkan kecemasan atau ketidaknyamanan reaksi klinis, namun

pemeriksaan ini merupakan indikasi pasti pada pasien dengan diagnosis yang

tidak jelas. (5)

Dasar dari diagnosis food-induced gastrointestinal allergy ialah respon

terhadap diet eliminasi, dengan timbulnya gejala yang berulang ketika diberikan

makanan atau susu. Disebabkan reaksi alergi biasanya tertunda, diet eliminasi

harus dilakukan untuk setidak-tidaknya 1 (satu) bulan sebelum diberikan

tantangan makanan (food challenge). Namun, identifikasi penyebab makanan 14

Page 15: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

seringkali berat dan dokter kadang-kadang harus meresepkan diet ketat yang

"oligo-antigen". (5)

Pada beberapa sindrom alergi seperti food protein-induced enterocolitis,

tantangan pemberian makanan dapat menyebabkan reaksi klinis berbahaya yang

mengarah kepada syok hipovolemik. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk

memasang jalur intravena dan memiliki supervisi medis dengan fasilitas resusitasi

dan penatalaksanaan segera. (5)

2.4.4 Uji In Vitro

Dalam uji in vitro seperti ECP (Eosinophilic Cationic Protein), tes aktivasi

basophil atau tes proliferasi limfosit tidak menunjukkan sensitivitas atau

spesifisitas dalam mendiagnosis alergi makanan. (5)

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Edit Hidvégi dan rekan-

rekan (2001) yang menyimpulkan bahwa normalisasi kadar serum ECP dapat

menjadi indikasi berhentinya alergi susu sapi. Oleh karena itu, pengukuran serum

ECP mungkin dapat membantu dalam menentukan waktu yang optimal untuk

mengulang uji pemberian tantangan makanan, sehingga hasilnya akan cenderung

lebih negatif. Penurunan kadar yang signifikan dari serum ECP 2 jam setelah uji

awal pemberian tantangan makanan dapat dijelaskan oleh fakta bahwa protein ini

dikeluarkan ke dalam lumen usus.

2.4.5 Dosis Antibodi Serum IgE

Pemeriksaan kuantitif dari antibodi IgE spesifik terhadap makanan sering

menjadi langkah yang berikutnya. Alergen yang diduga diikat ke matriks padat

dan dipaparkan ke serum pasien. Antibodi IgE spesifik untuk alergen mengikat ke

matriks protein dan dideteksi menggunakan antibodi spesifik sekunder pada

bagian Fc dari IgE manusia. Hampir sama dengan skin test, sensitisasi dapat

muncul tanpa reaksi klinis, dan tes tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis

alergi makanan tanpa adanya riwayat klinis alergi makanan. Meskipun begitu,

meningkatnya konsentrasi dari spesifik IgE akibat makanan berhubungan dengan

meningkatnya kemungkinan reaksi klinis.

15

Page 16: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

Meskipun memiliki sensitivitas yang baik, pada sebagian kecil pasien

dengan reaksi gejala klinis alergi yang sesuai namun serum IgE spesifik akibat

makanan tidak dapat dideteksi.(5)

2.5 Diagnosis dan Tata Laksana

2.5.1

1. Untuk bayi dengan susu ekslusif

a. Diagnosis ditegakan dengan cara eliminasi protein susu pada diet selama

2-4 minggu

b. Bila gejala menghilang setelah eliminasi perkenalkan kembali dengan

protein susu sapi. Bila gejala muncul kembali maka dapat ditegakan

diagnosis alergi susu sapi.bila gejala tidak menghilang setelah eliminasi,

perlu dipertimbangkan diagnosis lain

c. Tata laksana alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian asi

diteruskan dengan ibu harus menghindari susu sapi dan produk turunanya

dalam kehidupan sehari hariya sampai bayi berumur 9sampai 12 bulan

atau minimal 6 bulan

2. Untuk bayi yang mengonsumsi susu formula standar :

a. Diagnosis ditegakan dengan cara eliminasi protein susu sapi yaitu

dengan mengganti susu formula berbahan dasar susu sapi dengan susu

formula hidrolisat ekstensif (untuk kelompok dengan gejala klinis ringan

sampai sedang atau formula asam amino (untuk kelompok dengan gejala

klinis berat).Eliminasi dilakukan 2 sampai 4 minggu

b. Bila gejala menghilang setelah eliminasi, perkenalkan kembali dengan

protein susu sapi. Bila gejala muncul kembali, maka dapat ditegakan alergi

susu sapi.Bila gejalatidak menghilang setelah eliminasi,perlu ditegakan

diagnosis lain

c. Tata laksana pada alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian

susu formula berbahan dasar sapi dengan susu formula terhidrosilat

ekstensif ((untuk kelompok dengan gejala klinis ringan sampai sedang

16

Page 17: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

atau formula asam amino (untuk kelompok dengan gejala klinis

berat).Eliminasi dilakukan 2 sampai 4 minggu.7

Tabel 2. Persyaratan uji provokasi oral• Penghindaran makanan yang mengandung susu sapiminimal 2 minggu• Penghindaran obat antihistamin selama 3 –7 hari• Penghindaran obat bronkodilator, kromolin, nedokromil dan steroid inhalasi 6-12 jam• Tersedia obat obat untuk mengatasi reaksi anafilaksis yang mungkin terjadi• Pasien dipuasakan selama 2-3 jam sebelum provokasi• Besar dosis permulaan harus kurang dari dosis yang diperkirakan akan menimbulkan reaksi, • Dosis kumulatif 8-10 gram bahan bubuk harus dicapaiuntuk menyatakan hasil negatif• Pasien harus di awasi sampai 2 jam setelah provokasi selesai, bila reaksi IgE mediated, bila timbul lebih lama maka observasi harus disesuaikanDikutip dari Sampson HA,1991.

2.6 Pencegahan

Pencegahan alergi dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat dilakukan

sebelum anak tersensitisasi protein susu sapi, yaitu pada masa intrauterin.

Pencegahan dapat dilakukan dengan mengkonsumsi susu sapi yang hipoalergi

yaitu susu sapi partially hydrolyzed untuk merangsang pembentukan terjadinya

toleransi di masa yang akan datang. Ketika reaksi alergi tetap terjadi setelah

pemberian susu yang hipoalergi, maka pemberian susu harus digantikan oleh susu

lain seperti susu kedelai. (2)

Pada bayi, berdasarkan rekomendasi Eropa dan Amerika sebenarnya

bergantung pada pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan, diikuti dengan

penundaan pengenalan makanan padat pada anak dengan risiko atopik (seperti

atopik orang tua atau saudara kandung, atau anak-anak dengan dermatitis atopik).

Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa bayi yang terkena alergi makanan

17

Page 18: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

(dalam hal ini susu sapi) pada awal kehidupan bayi melalui rute oral cenderung

kurang akan memiliki alergi terhadap makanan dari bayi tanpa eksposur tersebut.

Alergi susu sapi seringkali terdapat pada anak yang memiliki alergi makanan

lainhya pada usia yang lebih tua. Pencegahan dan pengobatan yang baik adalah

penting dalam mencegah alergi terhadap makanan di masa yang akan datang.

Secara umum terdapat 3 (tiga) fase pencegahan terhadap alergi susu, yaitu: (2),(5)

Pencegahan Primer

Yang dilakukan sebelum tersensitisasi. Dilakukan sejak prenatal pada

janin dengan keluarga yang memiliki bakat dermatitis atopi. Menghindari dengan

cara memberikan susu sapi yang hipoalergi, seperti susu sapi partially hydrolyzed,

dengan tujuan untuk merangsang toleransi dari alergi susu sapi pada masa yang

akan datang, disebabkan masih mengandung sedikit partikel dari susu sapi,

sebagai contoh dengan merangsang IgG blocking agent. Tindakan pencegahan ini

juga dilakukan pada makanan alergi makanan lainnya, dan juga menghindari

merokok. (3)

Pencegahan Sekunder

Dilakukan setelah sensitisasi tetapi manifestasi penyakit alergi tidak

muncul. Kondisi sensitisasi ditentukan oleh pemeriksaan IgE spesifik dalam

serum atau darah tali pusat, atau dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal

adalah usia 0-3 tahun. Penghindaran dilakukan dengan cara mengganti susu sapi

menjadi susu sapi non alergenik, seperti susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau

pengganti susu sapi seperti susu kedelai yang tidak membuat terjadinya sensitisasi

terjadinya manifestasi penyakit alergi. ASI eksklusif tampaknya juga dapat

mengurangi risiko alergi. (3)

Pencegahan Tertier

Dilakukan pada anak-anak yang telah mengalami manifestasi sensitisasi

dan menunjukkan penyakit alergi awal seperti dermatitis atopik atau rinitis, tetapi

18

Page 19: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat seperti asma. Saat tindakan

yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun. (3)

Penghindaran juga dilakukan dengan memberikan susu sapi hidrolisat

sempurna atau pengganti susu sapi. Penyediaan obat preventif seperti setirizin,

imunoterapi, imunomodulator tidak direkomendasikan karena belum terbukti

secara klinis bermanfaat. (2)

2.8 Prognosis

Antigenitas dan alergenitas protein susu sapi ini diketahui berkaitan

dengan umur 8 dan alergi yang terjadi kebanyakan berkurang atau menghilang di

usia 2-3 tahun. Bahkan ada pula yang menyatakan alergi susu sapi hanya terjadi

pada tahun pertama kehidupan. Berdasarkan inilah pada usia tersebut dapat dicoba

diberikan lagi susu sapi sedikit-sedikit dan dilihat apakah alergi susu sapi masih

ada atau tidak. (1),(5)

Bayi dengan alergi susu sapi memiliki risiko yang lebih besar untuk

mengalami alergi terhadap bahan makanan lain. Mereka juga memiliki risiko yang

lebih besar untuk mengalami asma atau bentuk alergi lainnya dalam usia

selanjutnya. Untuk itu, bagi anak yang mengalami alergi susu sapi, dianjurkan

untuk menghindari makanan yang juga memiliki sifat alergenitas tinggi, seperti

kacang, ikan, atau makanan laut, sampai usia 3 tahun.4 Walaupun demikian anak

yang memiliki alergi susu sapi tak selalu alergi terhadap daging sapi atau bulu

sapi, bahkan penelitian yang telah dilakukan hanya mendapatkan angka kurang

dari 10% dari penderita alergi susu sapi yang mengalami reaksi terhadap daging

sapi. Di samping itu, proses pemanasan maupun pengolahan juga akan semakin

menurunkan sifat alegenitas daging sapi ; karenanya daging sapi yang dimasak

secara baik sangat jarang menimbulkan masalah pada penderita protein susu sapi.

Dalam kaitannya dengan sifat alergi yang dimilikinya, berbagai penelitian

telah memperlihatkan pola hubungan berkesinambungan proses sensitisasi alergen

dengan perkembangan dan perjalanan alergi yang dikenal dengan nama allergic

march, yaitu perjalanan alamiah penyakit alergi. Secara klinis, allergic march

terlihat berawal sebagai alergi pada saluran cerna (umumnya berupa diare karena

alergi susu sapi) yang akan berkembang menjadi alergi pada lapisan kulit 19

Page 20: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

(dermatitis atopi) dan kemudian alergi pada saluran napas (asma bronkial, rinitis

alergi). (1)

BAB III

KESIMPULAN

Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak

organ dan sistem tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan

keterlibatan mekanisme sistem imun, yang disebabkan oleh kandungan protein di

dalam susu sapi. Alergi susu sapi seringkali diduga terjadi pada pasien, disertai

banyak gejala klnis. Sindrom klinis yang terjadi sebagai akibat alergi pada susu

dapat bermacam-macam, meskipun demikian dapat diketahui dengan baik.

Penatalaksanaan alergi dapat dilakukan kepada bayi maupun juga kepada ibu yang

memberikan ASI-nya. Dan pencegahan saat ini sudah dapat dilakukan semenjak

masih dalam kandungan.

20

Page 21: Referat Alergi Susu Sapi kedokteran

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampson HA. Food allergy. Part I: Immunopathogenesis and clinical

disorders. J.Allergy Clin Immunol 1999;103:717-28 (Repository USU

diunduh : 14 desember 2013)

2. Sampson HA. Food allergy. Part II: Diagnosis and management. J.Allergy

Clin Immunol 1999;103:981-9 (Repository USU diunduh 14 desember

2013)

3. Ikatan Dokter Anak indonesia, Sari Pediatri, Vol. 7, No. 4, Maret 2006:

237 - 243

4. Burks AW, James JM, Hiegel A, Wilson G, et al. Atopic dermatitis and

food hypersensitivity reactions. J Pediatr 1998;132:132-6

5. Bishop MJ, Hasting. Natural history of cow’s milk allergy. Clinical

outcome. J Pediatr 1990;116:862-7

6. and children with IgE associated cow’s allergy. J Pediatr 1999;134:614-22

7. Ikatan Dokter Anak Indonesia, IDAI.or.id diunduh 14 desember 2013

21