realitas pengawasan di tubuh pemerintahan desa …

20
153 Abstrak - Realitas Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terha- dap Korupsi Tujuan Utama - Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengawasan realisasi anggaran desa menghadapi korupsi. Metode – Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Be- berapa pihak yang terkait dalam proses realiasai anggaran desa menjadi informan dalam penelitian ini. Temuan Utama – Penelitian ini menemukan bahwa secara menyeluruh pengawasan yang terjadi di tingkat desa sudah berjalan dengan baik dan pengendalian korupsi bisa berjalan. Hanya saja masih terdapat kelemahan yang berkaitan dengan pengawasan yaitu sumber daya ma- nusia yang kurang mampu. Selain itu, korupsi pemerintah desa dalam realisasi penganggaran desa memang ada walaupun tidak banyak Implikasi Teori dan Kebijakan – Pelatihan peningkatan kapasitas perlu dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan perangkat desa dalam mengawal keuangan desa. Pada sisi lainnya, sosialisasi kepada masyarakat mengenai seluruh rencana dan realisasi program desa diper- lukan supaya pengawasan berjalan secara maksimal. Kebaruan Penelitian - Penelitian ini mengevaluasi pengawasan desa yang sudah berjalan dalam menghadapi korupsi. Abstract - The Reality of Supervision in the Village Government against Corruption Main Purpose - This study aims to determine the supervision of realizing the village budget against corruption. Method - This study uses a qualitative descriptive method. Several parties involved in the village budget realization process become the informants. Main Findings - This study finds that overall supervision at the village level was running well and corruption control was working. It is just that there are still weaknesses related to supervision, namely inadequate hu- man resources. In addition, village government corruption in the village budget realization does exist, although not much. Theory and Practical Implications - Capacity building training needs to be carried out to increase the capacity of village officials in guarding vil- lage finances. On the other hand, socialization to the community regarding all plans and realization of village programs is needed so that supervision runs optimally. Novelty - This study evaluates existing village surveillance in the face of corruption. Volume 12 Nomor 1 Halaman 153-172 Malang, April 2021 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879 Mengutip ini sebagai: Anisah, H. N., & Falikha- tun. (2021). Realitas Peng- awasan di Tubuh Peme- rintahan Desa terhadap Korupsi Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 12(1), 153-172. https://doi. org/10.21776/ub.ja- mal.2021.12.1.09 REALITAS PENGAWASAN DI TUBUH PEMERINTAHAN DESA TERHADAP KORUPSI Helmi Nur Anisah, Falikhatun Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No.36, Surakarta 57126 Tanggal Masuk: 22 November 2020 Tanggal Revisi: 21 April 2021 Tanggal Diterima: 30 April 2021 Surel: [email protected] Kata kunci: anggaran, desa, korupsi, pengawasan Jurnal Akuntansi Mulparadigma, 2021, 12(1), 153-172

Upload: others

Post on 28-Mar-2022

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

153
Abstrak - Realitas Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terha- dap Korupsi Tujuan Utama - Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengawasan realisasi anggaran desa menghadapi korupsi. Metode – Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Be­ berapa pihak yang terkait dalam proses realiasai anggaran desa menjadi informan dalam penelitian ini. Temuan Utama – Penelitian ini menemukan bahwa secara menyeluruh pengawasan yang terjadi di tingkat desa sudah berjalan dengan baik dan pengendalian korupsi bisa berjalan. Hanya saja masih terdapat kelemah an yang berkaitan dengan pengawasan yaitu sumber daya ma­ nusia yang kurang mampu. Selain itu, korupsi pemerintah desa dalam realisasi penganggaran desa memang ada walaupun tidak banyak Implikasi Teori dan Kebijakan – Pelatihan peningkatan kapasitas perlu dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan perangkat desa dalam mengawal keuangan desa. Pada sisi lainnya, sosialisasi kepada ma syarakat mengenai seluruh rencana dan realisasi program desa diper­ lukan supaya pengawasan berjalan secara maksimal. Kebaruan Penelitian - Penelitian ini mengevaluasi pengawasan desa yang sudah berjalan dalam menghadapi korupsi. Abstract - The Reality of Supervision in the Village Government against Corruption Main Purpose - This study aims to determine the supervision of realizing the village budget against corruption. Method - This study uses a qualitative descriptive method. Several parties involved in the village budget realization process become the informants. Main Findings - This study finds that overall supervision at the village level was running well and corruption control was working. It is just that there are still weaknesses related to supervision, namely inadequate hu- man resources. In addition, village government corruption in the village budget realization does exist, although not much. Theory and Practical Implications - Capacity building training needs to be carried out to increase the capacity of village officials in guarding vil- lage finances. On the other hand, socialization to the community regarding all plans and realization of village programs is needed so that supervision runs optimally. Novelty - This study evaluates existing village surveillance in the face of corruption.
Volume 12 Nomor 1 Halaman 153-172 Malang, April 2021 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879
Mengutip ini sebagai: Anisah, H. N., & Falikha­ tun. (2021). Realitas Peng­ awasan di Tubuh Peme­ rintahan Desa terhadap Korupsi Jurnal Akun tansi Multipara digma, 12(1), 153­172.https://doi . org/10.21776/ub. ja ­ m a l . 2 0 2 1 . 1 2 . 1 . 0 9
REALITAS PENGAWASAN DI TUBUH PEMERINTAHAN DESA TERHADAP KORUPSI Helmi Nur Anisah, Falikhatun
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No.36, Surakarta 57126
Tanggal Masuk: 22 November 2020 Tanggal Revisi: 21 April 2021 Tanggal Diterima: 30 April 2021
Surel: [email protected]
Kata kunci:
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 2021, 12(1), 153-172
154 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
Korupsi adalah permasalahan serius yang banyak terjadi di negara­negara Asia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya berita dan pengungkapan kasus korupsi di ma­ syarakat luas. Perilaku korupsi pu blik ter­ jadi diakibatkan oleh beberapa faktor seper­ ti kepentingan pribadi, status, serta faktor lingkungan (Azim et al., 2017). Korupsi bisa terjadi sewaktu­waktu dalam pengelolaan keuangan desa. Tindak korupsi sangat ren­ tan terjadi dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban kare­ na itu perlu memperhatikan pengawasan akuntansi. Kegiatan akuntansi pemerintah publik sangat penting yang me rupakan inti dalam kegiatan penyusun an dan pelaksa­ naan keuangan pemerintah desa. Keuangan desa perlu dikelola de ngan asas transparan­ si, partisipatif, akuntabel serta dilaksanakan secara tertib dan disiplin anggaran. Adan­ ya transparansi dan akuntabilitas dalam pencatatan akuntansi diharapkan desa bisa mengelola keuangan serta melakukan pelaporan secara transparan baik dalam pendapatan maupun pengelolaan pembelan­ jaan anggaran (Kuruppu et al., 2016; Moon­ ti & Ahmad, 2019). Selain itu, desa bisa menyediakan informasi lengkap dan akurat yang bisa dipertanggugjawabkan serta bisa digunakan sebagai evaluasi ekonomi masa lalu dan bahan pertimbangan pengambilan keputusan ekonomi bagi pihak eksternal di masa yang akan datang. Penyampaian in­ formasi dalam bentuk laporan keuangan secara terbuka oleh pemerintah desa atas semua aktivitas pengelolaan sumber daya publik sangat penting untuk dilaksanakan. Ketika proses perencanaan hingga tanggung jawab dilaksanakan dengan baik dan diiringi dengan pengawasan yang ketat diharapkan bisa terhindar dari tindak korupsi.
Undang­Undang Republik Indonesia Nomor 6 pasal 72 Tahun 2014 telah meng­ amanatkan bahwa dana desa harus menjadi bagian dari pertimbangan pemerintah pusat kepada daerah. Selama tahun 2015 sampai 2019 dana desa telah dimanfaatkan untuk membangun 191 ribu km jalan desa, 50 ribu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 8.900 unit pasar­pasar desa, 24 Pos Pelayanan Ter­ padu (Posyandu),irigasi sebanyak 58 ribu, dan embung sebanyak 4.100. Penggunaan keuangan desa sudah terealisasi de ngan baik tetapi fakta yang terjadi menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat belum maksimal atau bisa dikatakan pelaksanaan keuangan desa tidak sesuai dengan regulasi
yang berlaku. Terlihat saat penyusunan Ren­ cana Anggaran Biaya Desa (RAB Desa) tidak selaras dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), volume rencana kegiatan tidak sesuai dengan pagu anggaran kabupaten, dan tim penyusun ser­ ta pelaksana tidak sesuai dengan kualifikasi yang ada dalam peraturan pemerintah dan menteri. Anggaran desa memberikan sum­ bangan terbesar kasus korupsi dibanding­ kan sektor lain. Korupsi tersebut menjadi salah satu kerugian terbesar.
Faktor penyebab korupsi yaitu pro­ ses pembinaan dan pengawasan dari pusat masih lemah, sumber daya manusia dalam melaksanakan pengelolaan keuangan ku­ rang ahli (Antlöv et al., 2016; Sour, 2020; Yulianto, 2016). Maka, dapat disimpulkan bahwa pengawasan terhadap pengelolaan dan pelaporan APBDes masih lemah. Jika pengawasan dari pemerintah pusat terhen­ ti atau tidak terstruktur dengan baik akan menyebabkan kondisi desa semakin buruk seperti pertanggungjawaban tidak terarah, korupsi semakin banyak, dan penggunaan dana tanpa melihat pagu. Terdapat bebe rapa kelemahan pengelolaan keuangan desa me­ liputi keterbatasan sumber daya yang ber­ kompeten, pelaksanaan kegiatan keuang­ an yang belum sesuai regulasi, program pembangunan dan pemberdayaan belum terlaksana de ngan seimbang, serta kurang­ nya pengendalian internal baik oleh kepala desa maupun perangkat desa (Nguyen et al., 2017). Ada nya kondisi tersebut masih terjadi korupsi besar yang dilakukan oleh aparatur desa (Lo, 2020). Terbukti selama berjalan­ nya peme rintahan masih banyak terjadi penyimpang an, korupsi, dan konflik kepen­ tingan (Doig, 2014). Maka, perlu dilihat bagaimana peng awasan yang dilaksanakan di desa tersebut selama periode pelaksanaan keuangan desa.
Sudah dilaksanakan banyak penelitian mengenai korupsi bidang keuangan desa. Penelitian tersebut mengenai pemahaman dan peran masyarakat mengenai penting nya mencegah korupsi dengan melaksanakan pengamatan serta membandingkannya de­ ngan peraturan yang berlaku (Anggreni et al., 2020). Pertanggungjawaban kepala desa juga perlu diketahui berhubungan dengan pengelolaan keuangan desa (Funk & Owen, 2020; Hemtanon & Gan, 2020; Mimba et al., 2013). Proses pendeteksian kecurangan da­ lam pengelolaan keuangan desa perlu dilak­ sanakan supaya bisa menemukan solusi
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 155
untuk keberlanjutan keuangan pemerintah desa (Rakhman, 2019). Banyak faktor yang mempengaruhi tindakan korupsi seperti motivasi, rasionalisasi, kompetensi sumber daya manusia, dan pengawasan (Feldman, 2020; Woodside, 2020). Jika beberapa pene­ litian tersebut hanya mencari tahu mengenai pemahaman, faktor­faktor, dan cara men­ deteksi terjadinya kecurangan akuntansi di pemerintahan desa. Oleh karena itu, penu­ lis menilai bahwa penelitian tersebut hanya sebatas mendeteksi terjadinya kecurangan akuntansi ataupun korupsi. Korupsi pada dasarnya merupakan kejadian yang sangat berbahaya. Pengawasan sangat diperlukan untuk menghindari tindakan korupsi terse­ but. Pembeda penelitian ini dengan sebe­ lumnya yaitu untuk melihat dan mendalami proses pengawasan yang berjalan di Angga­ ran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dalam menghadapi korupsi serta memberi­ kan solusi jika terdapat permasalahan da­ lam pengawasan APBDes.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami proses pengawasan di tingkat pemerintah desa dalam mengelola Anggar­ an Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) supaya terhindar dari kecurangan akuntan­ si dan korupsi. Harapannya dengan pelak­ sanaan penelitian ini bisa membantu desa untuk meningkatkan kedisiplinan proses akuntansi. Kemudian, hasil penelitian bisa digunakan sebagai pedoman evaluasi bagi peraturan mengenai pengelolaan keuangan ditingkat pemerintah desa.
METODE Pendekatan studi kasus digunakan
oleh peneliti untuk mengungkapkan pene­ litian yang meringkas dan menggambarkan
kondisi pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Desa Kedung­ lengkong dipilih sebagai objek penelitian karena salah satu desa maju dan memiliki tempat wisata serta pengolahan limbah se­ cara mandiri. Proses pengambilan data ada­ lah dengan observasi dan wawancara secara langsung. Proses wawancara dilaksanakan secara semistruktur (in-depth interview) de­ ngan menyiapkan garis besar pertanyaan se­ suai kondisi. Saat pelaksanaan wawancara peneliti mengembangkan pertanyaan sesuai jawaban informan (Broadhurst, 2015; Elman et al., 2016). Tahapan pengumpulan data pertama yaitu observasi untuk memastikan secara pasti mengenai langkah­langkah pe­ nelitian yang akan dilaksanakan. Kedua, tahap eksplorasi yaitu penentuan objek pe­ nelitian yang akan dijadikan tempat peneli­ tian. Ketiga, yaitu tahap pengumpulan data dengan narasumber yang sudah diperoleh. Tahap keempat adalah tahap konfirmasi data penelitian untuk menguji kebenaran data yang sudah dikumpulkan dengan regu­ lator.
Teknik analisis data penelitian dilak­ sanakan diawali dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan pengambi­ lan simpulan atas data yang sudah dipapar­ kan serta membandingkan hasil penelitian dengan penelitian terdahulu (Dumez, 2015; Elman et al., 2016). Pengujian kebenaran data peneliti menggunakan teknik tria ­ ngu l asi data dengan beberapa narasumber yang berbeda yaitu perangkat desa, BPD, Ma syarakat dan Dinas Pemberdayaan dan Ma syarakat Desa (Dispermades). Proses pe­ ngumpulan data yang dilaksanakan pada 1 januari 2020 melibatkan banyak pihak dan melakukan proses perpanjangan untuk me­
Tabel 1. Daftar Informan (Samaran)
Nama Informan Jabatan Keterangan Suyamto Sekretaris Desa Koordinator keuangan desa Widodo Bendahara Desa Pembantu koordinator keuangan
desa Suryanto Tim Pelaksana Keuangan Desa Pelaksana lapangan keuangan
desa Tining Dinas Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa (Dispermasdes) Boyolali Regulator
Agus Wakil Pendamping desa kecamatan Pembina Keuangan Desa Keca­ matan Simo
Isti Badan Permusyawaratan Desa Penerima manfaat Keuangan Desa
156 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
menuhi kebutuhan data. Tujuannya adalah supaya data yang diperoleh valid. Adapun Tabel 1 menyajikan informan yang ber­ hubungan dengan penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi pengawasan keuangan
desa terhadap korupsi. Peristiwa korupsi keuangan desa merugikan negara karena pada dasarnya keuangan desa adalah mi­ lik negara. Pemberantasan tindak korupsi keuangan desa perlu dilaksanakan. Upaya yang bisa dilakukan yaitu mengajak kelom­ pok dari Inspektorat Daerah dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa untuk melaksanakan sosialisasi berkaitan dengan bahaya korupsi keuangan desa. Selain itu, sosialisasi bermanfaat untuk menguatkan kapasitas pemerintah desa membangun pengelolaan keuangan desa tanpa korupsi. Sesuai Permendagri 20/2018 kegiatan so­ sialisasi wajib dilaksanakan dalam setiap proses kegiatan desa. Pemerintah desa juga bisa melaksanakan evaluasi setiap pelak­ sanaan kegiatan. Evaluasi dilaksanakan se suai dengan peraturan desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Kegiatan evalusai dilaksanakan oleh bupa­ ti/walikota yang melibatkan kepala desa. Dokumen yang dievaluasi oleh bupati/ wa­ likota yaitu berkaitan dengan rancangan peraturan APB Desa. Setelah evaluasi sele­ sai dokumen tersebut harus dijadikan pera­ turan desa mengenai APB Desa. Selain pera­ turan desa, evaluasi juga dilaksanakan oleh sekretaris desa yang berhubungan de ngan laporan keuangan dan kegiatan. Setelah evaluasi oleh sekretaris desa selesai, hasil­ nya harus diserahkan kepada kepala desa untuk disetujui. Adanya kegiatan sosialisasi dan evaluasi sangat penting untuk diperha­ tikan. Kedua proses tersebut dapat mem­ bantu desa bebas dari tindakan kecurangan.
Keuangan desa diatur dalam Permen­ dagri 20/18 mengenai Pengelolaan Keuang­ an Desa. Permendagri tersebut mengatur tentang teknis pengelolaan keuangan da­ lam desa berawal dari tahap perencanaan hingga pertanggungjawaban yang meli­ batkan masyarakat dan seluruh pemerin­ tah desa. Kekuasaan dalam pengelolaan keuang an desa dipegang oleh kepala desa dan didukung oleh tim Pelaksana Penge­ lolaan Keuangan Desa (PPKD). Sumber keuang an desa yang dikelola oleh tin PPKD ber asal dari berbagai sumber di antaranya pendapat an transfer, pendapatan asli desa,
dan pendapatan lain. Selain itu, keuangan desa digolongkan untuk penerimaan pem­ biayaan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA), pencairan dana cadangan, dan hasil penjual an kekayaan desa. Ada juga penge­ luaran pembiayaan yaitu pendirian dana cadangan serta penyertaan modal.
Pendapatan, belanja, dan pembiayaan dikelola dengan beberapa tahapan. Perta­ ma, melaksanakan perencanaan di mana sekretaris desa melaksanakan koordina­ si perancangan sesuai kebijakan, prinsip, teknis,dan hal khusus lainnya. Perencanaan rancangan keuangan melibatkan ba nyak pi­ hak untuk mewujudkan keterbukaan pada seluruh lapisan masyarakat. Kedua, tahap pelaksanaan keuangan desa yang dilaku­ kan melalui rekening kas desa. Bagi desa yang tidak mempunyai rekening desa pro­ ses transaksi menggunakan pengesahan dalam bentuk tanda tangan kaur keuangan dan kepala desa. Ketiga, tahap penatau­ sahaan dilaksanakan oleh kaur keuangan dengan membuat laporan keuangan. Lapor­ an tersebut diverifikasi oleh sekretaris desa yang kemudian akan disampaikan kepa­ da kepala desa. Keempat, tahap pelaporan yang di sampaikan setiap satu semester ke­ pada Bupati dan masyarakat dengan mem­ buat papan penguguman serta pertemuan. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat bisa mengetahui dan mengontrol kegiatan desa secara tidak langsung. Kelima, tahap pertanggungjawab an yang dilaksanakan se­ tiap akhir tahun berupa laporan keuangan, lapora daftar program sektoral , dan realisa­ si kegiatan serta program lain yang berada di desa. Lapor an tersebut adalah laporan terakhir dalam penyelenggaraan pemerin­ tahan (Indrawati, 2017). Berkaitan dengan pelaksanaan tahap pengelolaan keuangan, pemerintah desa diberikan hak otonomi ya­ itu hak untuk mengelola keuangan desanya secara mandiri dan bertanggung jawab.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) adalah rencana keuangan ta­ hunan Pemerintah Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2018 me ngenai Pengelolaan Keuangan Desa memberikan penjelasan bahwa proses pengawasan dan pembinaan dikoordinasi pertama kali oleh Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa dan Inspektorat Jenderal Kementerian Da­ lam Negeri. Kedua dilaksanakan oleh peme­ rintah daerah provinsi yang berfokus pada komposisi keuangan desa. Ketiga dilak­ sanakan oleh bupati/walikota yang berkoor­
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 157
dinasi dengan APIP daerah kabupa ten untuk mengawasi jalannya pengelolaan keuangan desa.
Koordinasi pengelolaan keuangan desa dipegang oleh kepala desa yang berperan menetapkan kebijakan dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB­ Desa), kebijakan mengenai pengelolaan barang yang dimiliki desa, melaksanakan kegiatan untuk menciptakan biaya dalam APB Desa, menetapkan pelaksana keuang­ an desa hingga menyetujui anggaran yang diajukan. Kepala desa dalam pelaksanaan keuangan desa dibantu oleh tim Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD). PPKD terdiri atas sekretaris, kaur, kasi, dan kaur keuangan desa. Tugas sekretaris desa ada­ lah mengoordinasi penyusunan dan pelak­ sanaan kebijakan, rancangan, peraturan, perubahan, dan (APBDesa). Selain itu, tugas sekretaris untuk mengoordinasi tugas dari perangkat desa sebagai tim TPKD dan pe­ nyusunan laporan keuangan. Verifikasi RAK Desa serta bukti penerimaan dan pengeluar­ an juga menjadi tugas sekretaris desa.
Selama proses pengelolaan keuang­ an desa tidak semuanya berjalan dengan bersih teratur seratus persen dari penyim­ pangan­penyimpangan. Salah satu tindak­ an yang terjadi yaitu korupsi yang banyak dilakukan oleh pejabat pemerintah desa terutama kepala desa. Kejadian korupsi di Kabupaten Boyolali sudah terjadi beberapa kali. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Ti­ ning pada pernyataan sebagai berikut:
“...di Boyolali ada sih mbak penye­ lewengan korupsi di APBDes­nya. Kemarin ada kepala desa yang menggelapkan keuangan desa un­ tuk kepetingan pribadi...ya kami tidak berani menyebutkan sia­ pa dan di mananya mbak. Kasus yang udah terjadi kayak peng­ gelapan pajak, PAD, dan sedikit di dana desa, bahkan sempat ada kepala desa yang ditahan karena korupsi...ooo iya pada dasarnya mbak korupsi itu didukung ba­ nyak faktor. Menurut kami faktor yang peluang menimbulkan ko­ rupsi seperti kebutuhan pribadi, adanya kesempatan, keinginan mendalam dari pelaku eee, dan kerja sama antarrekan yang pal­ ing riskan mbak...” (Tining).
Pernyataan Tining diperkuat dengan hasil wawancara dengan Agus dan Isti di kecamatan dan BPD yang memberikan ke­ terangan bahwa memang korupsi itu ada di dalam pemerintahan desa. Bentuk korupsi bisa bebagai macam tidak hanya dari segi uang saja tetapi bisa dalam bentuk lainnya. Adapun pernyataan lebih rinci ditunjukkan pada kutipan berikut ini:
“...apalagi sekarang dengan ada­ nya keuangan desa yang bersum­ ber dari dana desa mbak. Sejak 2017 saya disini ada beberapa perangkat desa pintar mencari celah bagaimana kegiatan bisa masuk kebidang dana desa, se­ perti ada desa yang memasukkan sarana prasarana olahraga. Itu kan salah satu korupsi kecil...” (Agus).
“...eee masalah pelaksanaan keuangan desa yang bebas dari korupsi itu mungkin bisa dibilang, gimana ya mbak hmmm.. mungkin bebas korupsi tapi masih ada se­ dikit penyelewengan namun tidak cukup merugikan desa maupun rakyatya...” (Isti).
Pernyataan Agus dan Isti menunjukkan bahwa korupsi memang dapat terjadi dalam kondisi kegiatan terkecil seperti pembelian sarana prasarana, hingga kondisi terbesar seperti pembangunan infrastruktur desa. Korupsi keuangan desa dilatarbelakang i oleh beberapa hal yaitu adanya peluang melakukan, kebutuhan mendesak, keingin­ an untuk memasukkan seluruh kegiatan ke dalam keuangan desa, dan adanya fak­ tor dukungan atau kerja sama di satu pe­ merintah desa serta kurangnya kemampuan dalam mengelola keuangan. Feldman (2020) dan Woodside (2020) menyebutkan bahwa tingginya sifat rasionalisasi dan rendahnya kompetensi SDM akan menyebabkan terjadi korupsi di keuangan desa. Banyak perilaku yang bisa dilakukan oleh pengelola keuang­ an desa untuk melancarkan tindakan ko­ rupsi, mulai dari penambahan akun dalam laporan keuangan dan memasukkan kegiat­ an yang tidak semestinya dalam pelaksa­ naan lapangan.
Pada dasarnya kegiatan korupsi bisa dilakukan sewaktu­waktu. Desa Kedung­
158 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
lengkong selama ini berjalan lancar tan­ pa penyelewengan, tetapi tidak dipungkiri suatu saat akan ada korupsi. Hal itu sesuai penjelasan Suyamto dan Widodo sebagai berikut:
“...memang selama ini kami dalam melaksanakan keuangan desa berjalan dengan lancar mbak, be­ bas dari penyelewengan dan tin­ dakan kecurangan apa pun itu. Tetapi kami tidak memungkiri ke depannya mungkin akan ada sebuah korupsi mbak, karena kan kondisi berbeda­beda mbak. Emm maksudnya kondisi sese­ orang beda, mungkin setelah ini ada perangkat desa yang menye­ lewengkan anggaran tanpa keta­ huan bisa saja karena kebutuh­ an, pengetahuan yang dimiliki rendah, dorong an teman­teman. Ya intinya kita tetap berusaha untuk menghindari, tetapi kalau masalah terjadi atau tidak mung­ kin tergantung situasi mbak...” (Suyamto).
“...sebagai bendahara yang ber­ tanggung jawab atas seluruh keuangan desa emang angel mbak, ya sebisa mungkin me­ nertibkan pelaksanaan keuangan desa agar sesuai dengan RAB yang sudah dibuat dan terhindar dari korupsi. Pengalaman saya selama ini memang susah menjalankan keuang an desa yang baik, apala­ gi menjalankan realisasi lapang­ an itu butuh pengawasan ketat supaya penyimpangan yang tidak diinginkan terjadi mbak...” (Wido­ do),
Pernyataan Suyamto dan Widodo diperkuat dengan penjelasan dari Agus yang menyatakan bahwa selama ini belum ada ko­ rupsi di desa­desa kecamatan Simo. Bahkan Agus juga menyatakan bahwa belum ada ke­ giatan yang menunjukkan indikasi korupsi di Desa Kedunglengkong. Hasil wawancara­ nya disajikan sebagai berikut:
“...kalau kami melihat pengelo­ laan keuangan di Kedunglengkong berjalan dengan lancar,belum ada tindakan korupsi ataupun
penyelewengan lainnya. Kare­ na kami selalu membimbing dan mengawasi setiap kegiatan yang dilaksanakan. Desa pun juga me­ minta petunjuk dari kami selaku pembimbing jika ada kesulitan...” (Agus).
Desa Kedunglengkong selama ini aman dari tindakan kecurangan korupsi. Pelaksa­ naan keuangan dilaksanakan sesuai pera­ turan yang berlaku dan bersih. Koordinator keuangan desa menjelaskan bahwa memang tindakan korupsi tidak akan bisa dihindari oleh siapa pun. Hal ini bergantung kondisi dan situasi serta siapa yang akan melak­ sanakan pengelolaan keuangan desa. Ko­ rupsi keuangan desa bisa terjadi kapan saja sesuai keadaan lingkungan (Mookherjee, 2014; Walton, 2016). Luasnya kekuasaan seseorang dalam organisasi juga akan men­ dorong korupsi (Antlöv et al., 2016).
Desa Kedunglengkong memiliki tim PPKD pengelolaan keuangan desa yang se­ mentara ini ditempati oleh sekretaris desa karena jabatan kepala desa masih kosong. Sekretaris desa sebagai penanggung jawab penuh dalam pengelolaan dibantu oleh kaur dan kasi. Pengelolaan keuangan desa dikua­ sai oleh kaur keuangan desa. Pelaksanaan keuangan pemerintah desa Kedunglengkong selama ini terlaksana selaras dengan pera­ turan yang berlaku. Proses penyusunan RAK Desa dipimpin oleh kepala desa pada awal tahun. Pelaksanaan dan koordinasi mengenai pelaksanaan keuangan desa oleh sekretaris desa. Ketika proses keuangan desa seluruh masyarakat ikut serta pastisi­ pasi di setiap kegiatan yang diwakilkan ke­ pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Seluruh kegiatan dipertanggungjawabkan melalui pertemuan­pertemuan rutin yang diadakan oleh desa.
Pemahaman mengenai keuangan desa di Kedunglengkong sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Proses pengelolaan juga dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku. Perencanaan RAK desa dimulai dengan tingkat RT yang akan mengumpul­ kan masyarakat untuk diajak diskusi ber­ sama. Setelah RT memperoleh usulan dari masyarakat hasilnya akan dibawa ke disku­ si tingkat dusun yaitu Musyawarah Dusun (Musdus). Kegiatan Musdus akan dikumpul­ kan aspirasi dari semua masyarakat desa, kemudian akan dipilih mana yang menjadi skala prioritas terlebih dahulu untuk dilak­
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 159
sanakan. Program yang dihasilkan dalam Musdus akan dibawa ke musyawarah ting­ kat desa yaitu musyawarah rencana pem­ bangunan desa (musrengbangdes). Mus­ rengbangdes adalah kegiatan penting dalam mendukung keberhasilan keuangan desa. Musrengbangdes desa Kedungkong dihadi­ ri oleh kepala desa, bendahara, sekretaris, kaur dan kasi, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai perwakilan masyarakat. Konsep dari desa sesuai dengan peratur­ an menteri desa yang berfokus pada prio­ ritas utama desa. Adanya ketertiban proses pelaksanaan membuat korupsi yang terjadi sangat minim atau hampir tidak ada selama periode berjalan. Hal ini sesuai dengan pen­ jelasan Suryanto dan Widodo pada kutipan sebagai berikut.
“...proses berjalan kan, ya kan kayak bulan Januari di sini kita mengadakan musrengbangdes. Lha musrengbangdes kita meng­ undang masyarakat RT RW dan tokoh masyarakat. Dari tokoh masyarakat dan sebagainya itu kita menerima usulan dari mereka mbak. Mereka di bidang pemba­ ngunan mana, prioritas di mana. Misalnya di sini kita kan mengam­ bil keputusan dari proses musya­ warah tersebut” (Suryanto).
“...selama periode saya di sini se­ jak 4 tahun terakhir, alhamdulil­ lah mbak belum ada kejadian yang mngarah ke korupsi. Palingan ada masalah sitik saat pertanggung­ jawaban dilaksanakan, kadang ada yang junjing mbak. Nah itu go- lek i siji-siji mbak ndi sing kurang ndi sing luwih...” (Widodo).
Partisipasi sangat penting di Desa Ke­ dunglengkong saat proses pengambilan keputusan. Hampir di setiap kegiatan meli­ batkan banyak partisipasi dari masyarakat, perangkat desa, dan pihak yang berkepen­ tingan dalam kegiatan desa (Jacka & Chen­ grui, 2016). Anggreni et al. (2020) mene­ mukan bahwa partisipasi sangat penting dilaksanakan dalam setiap kegiatan untuk menghindari korupsi. Proses keuangan desa dilakukan dengan musyawarah bersama masyarakat di seluruh desa yang menja­ di unsur penting (Triani, 2018). Partisipasi masyarakat di pengelolaan keuangan dana
desa adalah salah satu bentuk dan upa­ ya memberikan peran dalam pembangun­ an desa (Wahyudi et al., 2019). Partisipasi masyarakat meliputi tiga aspek yaitu Mus­ rengbagdes, pelaksanaan pengawasan pro­ gram, dan pelaksanaan program dana desa sendiri. Partisipasi masyarakat bisa dire­ alisasikan dengan tenaga, pikiran, pera­ latan, dan kemampuan sesuai bidang yang dimiliki (Sofe, 2020). Sesuai keadaan mas­ yarakat Kedunglengkong tidak sepenuhnya mengenai keuangan desa, tetapi masyarakat itu pen ting dalam mendukung pengawasan keuang an desa. Pada dasarnya masyarakat desa sudah berkomitmen untuk memaha­ mi dan menjalankan seluruh kegiatan desa melalui sarana dan prasarana yang dise­ diakan. Kegiatan Musrengbangdes juga sa­ ngat penting dalam membentuk pengelolaan keuangan desa yang bebas dari korupsi. Ke­ dunglengkong melaksanakan kegiatan mus­ rengbangdes dengan melibatkan seluruh ba­ gian masyarakat tujuannya supaya seluruh lapisan masyarakat memiliki peran dalam kegiatan pengawasan desa. Walaupun masih ada beberapa pihak masyarakat yang belum mengetahui secara penuh pentingnya peng­ awasan pengelolaan keuangan desa, tetapi pemerintah Desa Kedunglengkong berusaha untuk selalu memberikan pembinaan dan pelatihan. Secara menyeluruh dapat dilihat bahwa pengawasan pengelolaan keungan desa dengan melibatkan partisipasi ma­ syarakat dan pihak eksternal sangat ampuh dalam menghadapi korupsi.
Pemerintah desa sadar akan ada­ nya pengawasan dari berbagai pihak. Pen­ ting untuk mengetahui mengenai penga­ wasan keuangan desa dan fungsinya secara menyeluruh. Selain itu, desa memiliki kon­ sep uang dari rakyat dan untuk rakyat. Pendirian pemerintah desa kuat pada keya­ kinan tersebut. Masyarakat, regulator, dan stakeholder juga memiliki hak dan kewa­ jiban ikut serta mengawasi kondisi keuang­ an desa. Hal ini sesuai yang diterangkan Suyamto dan Widodo sebagai berikut:
“Sebelumnya Anggaran Pendapat­ an dan Belanja Desa (APBDes) sendiri adalah dana yang bersum­ ber dari APBN untuk desa. Pro­ ses pembentukan APBDes melalui musrenbangdes yang dihadiri oleh RT, RW, tokoh agama, tokoh pendidikan, kelompok kesehatan, dan kelompok PKK. APBDes terdi­
160 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
ri atas Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DDs). Kalau ADD digunakan untuk gaji, tunjangan, pemberdayaan, kader kesehatan, dan lainnya yang tidak berhubun­ gan dengan pembangunan, se­ dangkan DDs itu digunakan khu­ sus untuk pembangunan. Nah, mbak dari situ kita bisa melihat bahwa pengawasan APBDes mer­ upakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan untuk terlaksana­ nya seluruh dana yang diperoleh desa...kemudian setiap transak­ si pengeluaran sekarang melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM­ Des), jadi seluruh pembelian misal material melalui BUMDes. Kemu­ dian ketika ingin mendapatkan keuntungan maka pihak BUMDes bisa membeli barang di toko milik pribadinya tetapi dengan harga yang sama sesuai ketentuan yang telah ditetapkan” (Suyamto).
“...njih mbak, saya sebenarnya pemahaman tentang pengawasan perlu diketahui. Desa selalu mem­ berikan keterbukaan pada ma­ syarakat, pembina desa, maupun daerah untuk mengecek secara rutin tentang keuangan kita ter­ utama Desa Kedunglengkong ini. Gini mbak, enten ee pengawasan niku saget membantu desa di­ siplin sehingga korupsi tidak akan terjadi. Selain itu bisa mem­ permudah saya mbak membuat lapor an...”(Widodo).
Peran aktif faktor­faktor pendukung pengawasan keuangan desa memang sa ngat penting. Pernyataan Suyamto dan Widodo dikuatkan dengan penjelasan dari Ti ning bahwa pemahaman mengenai APBDes, ke­ terbukaan, dan kedisiplinaan itu sangat penting dalam mendukung pengawasan. Adapun pernyataan lengkapnya sebagai berikut:
“...nek masalah keterbukaan dan pengawasan yang saya ketahui desa­desa selama ini sudah ter­ buka dan mengawal dengan baik. Pemantauan kami lakukan me­ mang tidak setiap saat tapi kami selalu memperhatikan bagaimana
desa bertindak karena itu adalah tanggung jawab besar kami mbak, nggeh sebisa mungkin kami akan selalu memberikan terbaik. Toh nanti kalau terjadi korupsi kami juga yang akan mengurusi mbak...” (Tining)
Pernyataan Tining menunjukkan bah­ wa selama ini desa dan pemerintah memang benar ikut dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa. Hal ini memperkuat bah­ wa desa memiliki pengawasan yang ketat dari berbagai penjuru untuk terhindar dari korupsi. Selama ini pelaksanaan keuangan Desa Kedunglengkong menunjukkan bahwa pemerintah desa sebagai pelaksana keuang­ an desa memiliki kewajiban untuk melak­ sanakan proses keuangan bebas korupsi karena dapat merugikan banyak pihak. Da­ lam proses pengelolaan terdapat beberapa kelemahan yaitu kemampuan sumber daya manusia masih terbatas, sosialisasi masih kurang, dan pelatihan khusus pemerintah desa belum terlaksana dengan baik. Kurang­ nya kompetensi sumber daya manusia dapat menimbulkan permasalahan di bidang per­ tanggungjawaban. Sesuai hasil penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Abidin (2015) dan Wijayanti & Hanafi (2018) bahwa pengetahuan mengenai keuangan desa sa­ ngat penting demi keberhasilan pengawasan dalam pemerintah desa. Jika pengetahuan perangkat desa dan masyarakat kurang me­ ngenai keuangan desa dapat menyebabkan celah korupsi. Perlu dilaksanakan sosialisasi mengenai makna dan fungsi keuangan desa di setiap desa. Rendahnya sosialisasi dapat menyebabkan masyarakat tidak mengetahui sumber dan penggunaan keuangan desa. Dari situ dapat timbul tindak pidana korup­ si karena perangkat desa akan meremehkan ketika masyarakat tidak tahu dan korupsi makin besar. Bidang pertanggungjawaban yang lemah dapat membuat manipulasi data oleh perangkat desa. Lemahnya pengawasan akan menyebabkan pertanggung jawaban kurang serta kecurang an akuntansi sema­ kin meningkat.
Masyarakat memiliki sifat yang per­ hatian pada seluruh tindakan yang dilak­ sanakan oleh pemerintah desa. Sekecil apapun tindakan yang dilakukan desa, maka masyarakat ikut memperhatikan. Ti­ dak hanya masyarakat tetapi pihak inspek­ torat juga akan terjun langsung ketika men­ dengar adanya tindakan korupsi keuangan
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 161
desa. Hal ini sesuai yang dijelaskaan oleh Widodo sebagai berikut:
“Kemudian, mengenai korupsi adalah kegiatan kecurangan yang merugikan masyarakat maupun perangkat desa itu sendiri. Mi­ salnya mbak menjadi kepala desa nah di situ mbak melakukan ko­ rupsi terhadap dana desa pasti akan merugikan banyak pihak. Tidak hanya itu, bahkan pemba­ ngunan tidak akan sesuai kuali­ tas jadi infrastruktur cepat rusak seperti yang terlihat. Alhamdu­ lillah selama saya menjabat se­ bagai bendahara belum ada kasus korupsi, karena di sini ketika in­ gin malaksanakan pembangunan atau kegiatan maka uangnya akan diberikan di akhir sesudah acara selesai atau ketika membangun itu dalam bentuk material tidak uang. Di sini sangat takut untuk melaksanakan korupsi karena kita itu punya tiga pengawas dan pelaporan yaitu kecamatan, Dinas Perhubungan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes), dan yang sangat rentan yaitu inspektorat pajak” (Widodo).
Perwakilan masyarakat juga memberi­ kan penjelasan bahwa kegiatan kecil dalam setiap kegiatan pengelolaan dan pengawasan keuangan desa sangat berarti. Tidak perlu banyak tindakan, tetapi dengan memulai pengelolaan keuangan dengan tertib maka akan terhindar dari penyelewengan. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan Isti pada kuti­ pan sebagai berikut:
“... saya selalu ikut mbak nek ada acara­acara desa. Papan pengu­ muan tentang uang desa untuk apa biasanya ditempel dipojok prapatan desa mbak e, ya saya se­ bagai pekerja guru sekaligus BPD tentunya harus sadar mbak ten­ tang pentingnya ikut partisipasi dan mengawasi desa. kalau bu­ kan dimulai dari kita masyarakat kecil, siapa lagi gitukan ya mbak. Eee saya berudaha untuk selalu mengontrol masyarakat dengan memberikan arahan pada seti­ ap RT untuk meminta keluhan
atau masukanuntuk desa melalui Musyawarah Dusun...” (Isti).
Pernyataan Widodo menjelaskan bah­ wa Desa Kedunglengkong dalam melak­ sanakan keuangan desa selalu berhati­hati. Pihak pemerintah desa sadar bahwa banyak pihak yang akan dirugikan jika sampai ter­ jadi korupsi. Selain itu, pengawasan yang ketat dari berbagai pihak juga menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan keuang­ an desa. Pada sisi lainnya, Isti menerangkan masyarakat mengetahui apa yang ada di desa melalui MMT atau papan pengumuman yang ditempel di setiap desa. Sebagai ma­ syarakat kecil sudah sepatutnya ikut mem­ perhatikan desanya, karena perhatian kecil dari masyarakat akan meningkatkan kes­ ejahteraan desa maupun masyarakat. Isti juga menjelaskan bahwa selama ini sebagai koordinator antara masyarakat dengan pe­ merintah desa selalu meminta dan mengum­ pulkan masyarakat untuk ikut memberikan masukan walaupun secara tidak langsung melalui musyawarah dusun. Terdapat juga pendamping kecamatan yang terus berputar dari satu desa ke desa lainnya supaya pelak­ sanaan keuangan desa terarah.
Pendamping desa melakukan tugas pendampingan meliputi proses perencanaan hingga pertanggungjawaban, pelaksanaan pengelolaan layanan sosial, pengembang an usaha milik desa, pengembangan sarana, dan masih banyak lagi. Peningkatan kemampuan pemerintah desa, pengorganisasian kelom­ pok masyarakat, dan peningkatan keahlian kader untuk mendorong kader baru yang berkualitas juga salah satu pendamping an yang dilaksanakan. Selain itu, koordniasi antarpendamping desa dan kecamatan sa­ ngat perlu dilaksanakan untuk keberhasilan tugas yang dilaksanakan. Pendamping Ke­ camatan Simo sebagai pihak yang diberi tu­ gas untuk memberikan pendampingan desa juga memberikan keterangan mengenai pen­ gawasan pengelolaan keuangan desa yang telah berjalan. Pendamping desa bertugas untuk mengawal dalam seluruh pembinaan mulai dari perencanaan hingga pertang­ gungjawaban harus ikut serta dalam mem­ perbaiki pengawasan pengelolaan keuangan desa terhadap korupsi. Korupsi sangat pen­ ting untuk diperhatikan sesuai kajian yang dilakukan oleh Kadir & Moonti (2018) dan Satriajaya et al. (2017) yang menunjukkan bahwa korupsi keuangan dana desa memili­ ki dampak pada pemerintah desa. Terdapat
162 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
banyak dampak meliputi saat pembuatan RAB tidak selaras dengan kesepakatan awal, kejadian kepala desa mempertanggung­ jawabkan pembiayaan tidak sesuai sumber­ nya, melakukan peminjaman dana sementa­ ra dengan mealihkan ke tabungan pribadi, pemangkasan sumber dana desa oleh orang yang tidak bertanggung jawab, membentuk kegiatan fiktif, melakukan mark-up honor, pembayaran ATK yang melebihi harga nyata, penghasilan pajak tidak dimasukkan ke da­ lam keuangan, dan lainnya.
Pengawasan dan pendampingan APB­ Des memiliki peran krusial dalam rangka menghindari korupsi. Hal ini menjadi penga­ kuan dari Tining dan Agus dalam melakukan tugasnya. Mereka merasa bahwa pendam­ pingan dan pengawasan membuat setiap kegiatan desa dapat terpantau. Adapun per­ nyataan lengkapnya tercermin pada kutipan sebagai berikut:
“...kami sebagai pihak tertinggi di Kedinasan desa­desa Boyolali se­ lalu mengawasi jalannya keuang­ an desa mbak. Setiap kegiatan selalu kami minta pertanggungja­ bannya melalui pembuatan lapor­ an. Ya memang pemerintah pusat hanya ingin mengetahui penyerap­ annya sebarapa, tidak ingin tahu untuk apa dan bagaimana. Dari situ kami diberi perintah untuk mengawal, makanya kami mem­ berikan syarat berupa pemberian laporan akhir disetiap kegiatan supaya kami tahu sampai mana­ nya dengan terperinci mbak...” (Ti­ ning).
“...proses pengawasan tidak ha­ nya dari pendamping kecamatan, tetapi juga ada pengawasan dari pemerintah Boyolali. Setiap pe­ ngelolaan keuangan desa dilapor­ kan per­semester untuk mengen­ dalikan korupsi. Selain itu mbak, proses pencairan keuangan desa dilakukan setelah SPJ dibuat. Pemerintah juga menyediakan pelatihan rutin, pendamping seti­ ap satu desa dipegang satu pen­ damping...” (Agus). Pernyataan Tining dan Agus menun­
jukkan bahwa selama ini pemerintah sudah memberikan pendampingan kepada setiap
desa. Selain itu, setiap desa juga disediakan pendamping untuk menjalankan fungsi pe­ ngelolaan maupun pengawasan. Dukungan dari pemerintah pusat Boyolai juga dibe­ rikan pada setiap desa berupa pembuatan laporan akhir yang wajib setiap kegiatan. Desa Kedunglengkong mendapatkan pelatih­ an dari pemerintah daerah dan berhak un­ tuk meminta bantuan pendamping desa jika menemui kesulitan. Dari situ terlihat bahwa memang pengawasan pemerintah selama ini berjalan secara rutin baik melalui pelatihan maupun pendampingan desa.
Sesuai penelitian terdahulu menunjuk­ kan bahwa desa mempunyai sistem keuang­ an berbeda yang terhubung ke Pendapat­ an Asli Desa (PAD) dan APBN (Sugiharti & Ramdan, 2019). Pelaksanaan pengelolaan keuang an desa oleh pemerintah telah se­ laras dengan peraturan yang berlaku. Su­ dah banyak desa yang bisa patuh pada pera­ turan peng awasan pengelolaan keuangan desa. Proses pelaksanaan keuangan desa sudah ada perbaikan baik dari administra­ si, pelaporan, maupun pencapaian program (Abidin, 2015). Indikator pengukuran setiap proses pengelolaan keuangan desa terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, penatau­ sahaan, pelaporan, dan pertanggungjawab­ an (Rakhman, 2019). Pelaksanaan pen­ gawasan kecamatan Simo sudah berjalan dengan baik. Banyak pihak yang terlihat dalam proses pengawasan yaitu kabupaten Boyolali dan pendamping desa. Tidak hanya mendam ping i, tetapi juga memberikan arah­ an, pelatihan ketika pemerintah desa tidak mampu melaksanakan tugas. Demi meng­ hindari korupsi, proses pencairan keuangan desa dilaksanakan di akhir setelah Sistem Pertanggungjawaban (SPJ) terbentuk dan ter laporkan ke pusat.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) merupakan salah satu organisasi yang memiliki tugas untuk membantu pelaksanaan urusan pemerintah daerah yang berkaitan dengan bidang pem­ berdayaan masyarakat dan desa. Salah satu tugas Dispermasdes yaitu mengawal jalan­ nya keuangan desa dan melaporkannya ke pusat. Dinas tersebut memberikan pelatihan secara langsung setiap satu tahun sebanyak dua sampai tiga kali. Kegiatan tersebut se­ bagai salah satu cara memantau pelaksa­ naan keuangan desa. Kegiatan pengawasan juga dilaksanakan pada setiap usaha yang dimiliki oleh desa karena tempat tersebut merupakan salah satu bagian yang juga fatal
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 163
saat terjadi korupsi. Selama ini dinas melak­ sanakan pengawasan ke Desa Kedungleng­ kong melalui pendamping desa, tidak secara langsung. Hanya beberapa kasus dinas akan melaksanakan peninjauan secara langsung. Walaupun begitu, dinas tetap melaksanakan peninjuauan dengan rutin dan selalu siap membantu. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Tining pada pernyataan sebagai berikut:
“...pada dasarya tahapan keuang­ an desa itu sudah diatur pelak­ sanaan dan akibat jika terjadi sebuah penyelewengan, Kami se­ laku pembina daerah tetap ikut serta dalam pengawasan, wa­ laupun tidak secara langsung mbak, Pertemuan rutin selalu kami laksanakan. Transparan­ si selalu kami utamakan dalam memimpin. Dibayangkan saja ya mbak, bagaimana desa akan melaksanakan penyelewengan jika peraturan sudah menegas­ kan bahwa setiap pelaksanaan keuangan pasti terkontrol kare­ na proses LPJ dilakukaan setelah kegiatan selesai. Kebijakan dari kabupaten, yang jelas dana desa setiap tahun akan kami kawal. BUMDes juga kita kawal...penga­ wasan tidak hanya dilaksanakan dari pusat. Kenyataannya setiap kegiatan tokoh masyarakat di­ syaratkan harus diikutkan. Mulai dari proses perencanaan hingga tanggung jawab. Jadi dari situ kecil kemungkinan akan terjadi penyelewengan...oh ya mbak me­ mang ada beberapa kasus korupsi yang terjadi di lingkup kabupaten Boyolali. Kasusnya ada desa yang menyelewengkan, di mana kepa­ la desa tidak memasukkan hasil penjualan bengkok ke Pendapatan Asli Desa (PAD) dan menyeleweng­ an pendapatan pajak...” (Tining).
Pernyataan Tining menunjukkan bah­ wa tindakan korupsi sangat kecil kemung­ kinan dilaksanakan secara besar­besaran jika desa taat pada aturan yang berlaku. Dukungan kepala desa dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa mempunyai pe­
ran yang sangat penting untuk keberhasilan pengawasan oleh daerah.
Hal ini selaras dengan penelitian ter­ dahulu yang menemukan bahwa pemerin­ tah kabupaten memberikan arahan supaya kepala desa tidak melakukan tindakan se­ wenang­wenang, serta harus bertanggung jawab penuh pada desa yang di pimpimnya (Mimba et al., 2013). Anggreni et al. (2020) menerangkan bahwa pencegahan korupsi dilaksanakan salah satunya dengan meli­ batkan peran masyarakat dalam setiap ke­ giatan yang telah diatur dalam permendagri. Imawan et al. (2019) menyatakan bahwa akuntabilitas kepada pemerintah kabupa­ ten dilaksanakan dengan pembentukan SPJ berkala dan memasang banner, publikasi program yang sudah terealisasi melalui pa­ pan pengumuman setiap dusun. Tujuannya agar pemerintah percaya pada pemerintah desa dan dapat meningkatkan keikutserta­ an masyarakat dalam kegiatan desa. Sesuai hasil wawancara dengan pihak pemerintah kabupaten bahwa pengawasan oleh pemer­ intah kabupaten di Desa Kedunglengkong terlaksana dengan baik melalui pendam­ ping desa. Memang pihak kabupaten tidak dapat terjun langsung ke lapangan teta­ pi menyediakan sarana untuk menunjang pelaksanaan keuangan desa. Kegiatan pela­ tihan rutin untuk perwakilan pemerintah desa dilaksanakan hampir disetiap periode. Perangkat desa diberikan pelatihan berupa pengelolaan keungan desa yang benar dan baik selaras dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, desa juga dikawal oleh pemerin­ tah kabupaten dalam pendirian Badan Usa­ ha Milik Desa (BUM Desa). Pelatihan pem­ bentukan BUM Desa memang belum bisa terealisasi di lapangan karena masih banyak desa yang kesusahan dalam menentukan BUM Desa sesuai potensi yang dimiliki desa. Kedunglengkong juga mengalami kesulitan dalam mengembangkan BUM Desa sesuai potensi desa yang dimiliki.
Pernyataan Tining juga menunjukkan bahwa memang terdapat penyelewengan ko­ rupsi terjadi di beberapa desa. Namun, di Desa Kedunglengkong sampai saat ini belum ada tindakan korupsi yang terjadi. Pelaksa­ naan pengelolaan keuangan desa yang di­ pimpin oleh sekretaris desa berjalan dengan lancar. Memang terdapat sedikit keterlam­ batan dalam hal pelaporan SPJ, tetapi hal
164 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
tersebut tidak menjadi masalah. Pemerintah Desa Kedunglengkong tetap menjalankan kegiatan yang ada di desa dengan memper­ hatikan etika yang tercantum dalam pera­ turan bupati Boyolali.
Pengawasan keuangan desa sangat penting untuk mencegah tindakan korup­ si. Pengawasan dilaksanakan dari ber bagai pihak, mulai dari Inspektorat Jenderal (Ke­ menDes, KemenKeu, dan KemenDagri), Badan Pengawasan Keuangan dan Pemban­ gunan (BPKP), dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD menjadi wakil masyarakat sebagai pengawas. Setiap pembentukan dan pelaksanaan program BPD selalu memberi­ kan masukan serta pendampingan. Tindak pidana korupsi di Desa Kedunglengkong ma­ sih minim terjadi sesuai dengan penjelan Isti dan Tining pada kutiipan sebagai berikut:
“...selaku BPD kami selalu in­ gin melihat keberhasilan desa. Pelaksanaan program desa un­ tuk menyejahterakan masyarakat sampai saat ini belum ada keja­ dian yang berarti. Di mana ma­ sih aman mbak...saya sendi­ ri me nyadari bahwa memang pelaksanaan keuangan desa itu berat karena banyak mata yang akan memperhatikan. Mulai dari pro ses musdus hingga mus­ des ma syarakat ikut mengawasi. Kemudian mbak, proses musreng­ bangdes seluruh lapisan pemerin­ tah desa dan masyarakat ikut jadi satu. Desa Kedunglengkong ada­ lah salah satu desa yang selama ini belum pernah terjadi tindakan penyelewengan...” (Isti).
“...bimbingan itu sangat penting untuk kami berikan kepada setiap desa mbak. Setelah kita bimbing tentunya harapan ke depan desa bisa lebih amanah dalam menge­ lola keuangan desa. Cuma yang harus diperhatikan desa­desa itu mengenai komitmen pelaksanaan supaya tidak tejadi korupsi mbak. Kita sebagai pengawas pusat sela­ lu memberikan arahan pada desa secara langsung saat pertemuan dilaksanakan” (Tining).
Pernyataan Isti menunjukkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa memiliki pe­
ran yang begitu penting dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa. BDP Desa Ke­ dunglengkong selalu berharap desanya maju dan bebas dari korupsi. BPD menganggap memang masyarakat juga memiliki peran aktif dalam mengawasi jalannya keuangan desa baik proses hingga pelaporan. BPD selalu diikutsertakan untuk memberikan masukan, evaluasi dan bimbingan dalam perencanaan keuangan desa dan pelaksa­ naan keuangan desa oleh tim PPKD secara terus menerus, sehingga seluruh kegiatan tidak terlepas dari pengawasan. Adapun penjelasan Tining menggambarkan juga bahwa pemerintah kabupaten juga memili­ ki peran yang sangat penting dalam proses pengawasan keuangan desa. Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu disebutkan bah­ wa BPD mempunyai peran penting sehinga dibutuhkan dalam pengawasan keuangan desa (Hooper, 2017; Jayasinghe & Wickra­ masinghe, 2011). Pengawasan oleh BPD se­ lama ini hanya formalitas saja, tetapi tetap penting karena merupakan salah satu per­ wakilan masyarakat dalam memantau pe­ merintah desa melaksanakan tugas (Sour, 2020). Pelaksanaan pengawasan yang lemah akan mengakibatkan penyelewengan akan meningkat. Desa kedungkong selama pelak­ sanaan keuangan desa memang mengalam i beberapa hambatan seperti kemampuan SDM yang tidak memenuhi. Proses pelapor­ an juga tenjadi sedikit masalah, di mana terjadi keterlambatan karena pelaksanaan lapangan yang tidak tepat waktu. Koordina­ si yang kurang menyebabkan Tim Pelaksa­ na Keuangan Desa (TPKD) bekerja kurang maksimal, sehingga meyebabkan sedikit pembengkakan anggaran. Kelemahan terse­ but tidak menyebabkan Desa Kedungleng­ kong lemah dan terjadi korupsi karena BPD serta anggota pemerintah desa selalu ikut menyelesaikan permasalahan bersama­sa­ ma.
Kegiatan pengawasan dilaksanakan supaya kegiatan penyelenggaraan kegiatan berjalan sesuai per­Undang­udangan. Un­ dang­udang Hukum Pidana telah menyebut­ kan masyarakat memiliki peran dalam upaya pencegahan korupsi. Pembinaan dan penga­ wasan diatur dalam Permendagri 20/2018 bab V. Peraturan tersebut menunjukkan bahwa menteri melaksanakan kegiatan pem­ binaan dan pengawasan dikoordinasi oleh pihak Direktur Jenderal Bina Peme rintah Desa dan Inspektur Jenderal Kemen terian Dalam Negeri selaras dengan fungsi dan tu­
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 165
gas. Kegiatan desa sangat beresiko terhadap tindakan korupsi. Sekecil apa pun kesalahan desa masyarakat akan ikut memberikan ma­ sukan. Desa Kedunglengkong telah melak­ sanakan program desa dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Setiap bulan perangkat desa melaksakanan program den­ gan memberikan kesempatan masyarakat ikut berpartisipasi. Hal ini se suai yang di­ jelaskan oleh Suyamto, Isti, dan Tining pada kutipan sebagai berikut:
“APBDes perlu diawasi agar ti­ dak terjadi penyalahgunaan dana karena hal itu bisa merugikan banyak pihak. Misal mbak ada pembangunan kemudian membeli material dengan kualitas rendah, sudah pasti akan cepat rusak dan masyarakat akan protes pada kita. Jadi sebelum pembangunan kita pastikan material sesuai atur­ an dan setelah pembangunan kita akan ukur pakai alat” (Suyamto).
“...iya memang mbak masyarakat selalu ikut berpartisipasi walau­ pun secara tidak langsung melalui RT...” (Isti).
“... yang dikebayanan atau RT itu belum ada pengumuman menge­ nai realisasi APBDes. Selain itu, juga seharusnya desa lewat kadus setiap pertemuan disampaikan kepada masyarakat pengertian APBDes dan ini biaya dari mana ya seharusnya dijelaskan terlebih dahulu mbak...” (Tining).
Pernyataan ketiga informan tersebut menunjukkan bahwa pemahaman perang­ kat desa mengenai APBDes sudah sesuai Permendagri No. 20 Tahun 2018. Penga­ wasan terhadap dana desa cukup ketat se­ suai yang telah dijelaskan bahwa ketika pe­ rancangan diikuti oleh beberapa pihak yaitu RT, RW, Tokoh Agama, dan PKK. Terlihat bahwa masyarakat ikut serta dalam penga­ wasan keuangan desa. Selain itu, pemerin­ tah mempunyai peran penting juga dalam mencegah korupsi baik dalam pengelolaan maupun penyampaian informasi kepada pi­ hak yang berkepentingan. Pemerintah pusat dan daerah mempunyai peran yang sangat penting dalam pengawasan agar desa tidak bertindak dengan semena­mena (Mimba et
al., 2013). Setiap tahun selalu ikut men­ dampingi dan mengawal jalannya keuang­ an desa. Perangkat desa memiliki fungsi penting dalam pengelolaan keuangan desa, maka penting melaksanakan penguatan ke­ mampuan (Kadir & Moonti, 2018). Adanya perangkat yang memiliki kemampuan se­ cara mendalam akan mendukung penga­ wasan terhadap pelaksanaan APBDes be­ rawal dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Proses keuangan desa tersebut dilaksanakan secara teratur. Oleh karena itu, akan semakin banyak desa yang mematuhi aturan sehingga secara otomatis terhindar dari korupsi (Harun et al., 2019).
Pemerintah dinas selalu berusaha un­ tuk membimbing desa supaya berjalan de­ ngan jujur. Mendukung desa terhindar dari korupsi, maka dinas memfailitasinya de­ ngan mengadakan laporan berteknologi. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Tining dan Suyamto pada pernyataan sebagai berikut:
“...kami memberikan tugas kepa­ da desa berupa pelaporan SPJ. Memang pemerintah pusat tidak mensyaratkan adanya SPJ. Pusat hanya ingin mengetahui terserap berapa persen. Maka kami dibe­ bani untuk mengawal, ya kami memberikan syarat seperti itu. Se­ lain itu, pertanggungjawaban se­ lama ini difasilitasi dengan peng­ gunaan Sistem keuangan Desa (Siskeudes). Disana sudah ada format dana ini untuk apa saja dan masuknya kebagian mana saja mbak jadi enak...mendukung sistem keuangan desa kami selalu melakukan pelatihan dan menye­ diakan pendamping masing­ma­ sing kecamatan jika mengalami kesulitasn mbak...” (Tining).
“...setiap kegiatan akan dilapor­ kan melalui komputerisasi mbak, sampai sekarang sistemnya sis­ kuedes mbak,...” (Suyamto).
Pernyataan Suyamto sesuai dengan jawaban Tining bahwa sistem pelaporan per­ tanggungjawaban keuangan desa sudah di­ fasilitasi dengan sistem keuangan desa (Sis­ keudes). Siskeudes di setiap desa berjalan efektif sejak tahun 2017 hingga sekarang. Siskeudes diciptakan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar
166 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
meningkatkan tata kelola keuangan desa. Di dalam sistem ini terdapat dokumen yang cukup banyak seperti Perdes Desa, RAB APBDes, realisasi APBDes, laporan pertang­ gungjawaban yang berkaitan dengan pelak­ sanaan APBDes, laporan kekayaan yang dimiliki desa dan sumber dana desa, serta laporan lainnya. Penerapan sistem ini tidak terlepas dari adanya pelatihan. Setiap peri­ ode pelatihan selalu dilaksanakan oleh dis­ permasdes. Pelatihan dilaksanakan dengan tujuan agar pengguna sistem tidak meng­ alam i kesulitan. Di setiap kecamatan juga disediakan koordinator yang khusus me­ layani bimbingan Siskeudes, sehingga jika terjadi kesulitasn bisa bertanya langsung tanpa harus pergi ke kabupaten.
Walaupun memang secara teknologi sudah disediakan lengkap tetapi SPJ dalam bentuk fisik harus dilaporkan. Tujuannya adalah supaya dispermasdes bisa memini­ malisasi korupsi. Memang pemerintah pusat selama ini tidak pernah mensyaratkan SPJ, tetapi dispermasdes yang diberikan tangg­ gungjawab penuh untuk mendampingi desa mensyaratkannya supaya tetap terkontrol. Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa untuk mendukung gerak­ an pengelolaan keuangan desa dari korupsi memang paling tepat dengan pengawasan melalui teknologi tepat guna (Kadir & Moonti, 2018). Sistem keuangan desa memiliki peran yang sangat penting dalam proses pertang­ gungjawaban pemerintah desa dan peng­ awasan oleh pihak kabupaten Dilham et al., 2020). Tujuan dari aplikasi Siskuedes ada­ lah untuk membantu pemerintah desa. Jika penyelenggaraan tata kelola berjalan dengan baik harapannya masalah hukum dapat ter­ hindar (Triani, 2018). Desa Kedunglengkong melaksanakan pelaporan keuangan melalui apliakasi Siskeudes. Mulai dari pelaporan rancangan keuangan desa, laporan perse­ mester kegiatan, dan laporan akhir keuang­ an desa. Sistem Keuangan Desa memiliki manfaat yang banyak bagi bendahara desa dalam meringankan tugas pelaporan. Selain itu, pemerintah kabupaten dapat memantau perkembangan secara penuh melalui sistem tersebut.
Sistem memang mendukung penga­ wasan desa, tetapi pemeriksanaan secara manual juga penting dilaksanakan. Perang­ kat Desa Kedunglengkong selalu melaku­ kan pencegahan keuangan desa terhadap tindak an korupsi dengan melaksanakan pemeriksaan berkala. Salah satu kegiatan­
nya yaitu kegiatan pemeriksaan barang/ jasa yang digunakan supaya tidak terjadi penyelewengan korupsi. Hal ini sesuai yang dijelaskan Widodo dan Agus pada kutipan sebagai berikut:
“...kalau mengenai pengawasan dilakukan setiap saat mbak, ter­ gantung kondisi dan kegiatanya. Kalau kegiatan bulanan maka pengawasannya melalui pelapor­ an bulanan, terus kalau kegiat­ an seluruhnya atau satu periode biasanya ketika ada kejanggalan maka pihak inspektorat akan langsung ke sini. Ya agar tidak ter­ jadi korupsi, itu tadi kami melaku­ kan upaya dengan uang diakhir jadi setelah selesai baru akan me­ nerima uangya. Atau ketika pem­ bangunan dalam bentuk materi­ al dan harus dicek berkala jalan pembangunannya. Pengecek an dilakukan agar tidak terjadi jual barang seenaknya oleh pihak yang tidak bertanggung jawab...” (Wido­ do).
“...pengawasan juga dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat bisa melihat hasil rancangan dan reali­ sasi di papan penguguman. Bi­ asanya kami print dalam bentuk MMT sehingga masyarakat bisa mengetahui danmengawal semua jalannya kegiatan...contoh mbak ketika ada satu kadus yang tidak setuju dengan pembagian dana desa maka mereka bisa melaku­ kan pengajuan protes melalui Lokdus” (Agus).
Pernyataan Widodo dan Agus memper­ lihatkan bahwa Desa Kedunglengkong sela­ lu memberikan informasi kepada pihak yang memiliki kepentingan dengan memasang MMT. Siapa saja dapat mengakses informasi yang disediakan oleh desa. Ketika terdapat perbedaan pendapat, maka pihak yang ber­ sangkutan bisa langsung menyampaikan dalam pertemuan yang rutin diadakan. Pada prinsipnya Desa Kedunglengkong telah beru­ saha semaksimal mungkin untuk mewadahi aspirasi dan memberikan akses pada pihak berkepentingan. Tinggal pengawasan dilak­ sanakan agar tidak terjadi penyeleweng an korupsi dana oleh pihak yang tidak bertang­
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 167
ggung jawab dan seluruh kegiatan berjalan dengan lancar.
Proses pengawasan bisa mencegah tindakan penyimpangan dalam pemalsu­ an catatan akuntansi yang dapat menim­ bulkan ketidakwajaran dalam pengelolaan keuangan desa (Jones & Beattie, 2015). Menghindarkan korupsi dari pemerintah desa bisa dilaksanakan dengan memben­ tuk kelompok pengawas internal yang ber­ fungsi melaksanakan pengawasan di setiap kegiatan, baik perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban (Zhang & Holzer, 2020). Pengawas internal tersusun atas kepala desa, sekretaris desa, benda­ hara desa, kaur, kadus, ataupun staf yang ikut berperan di pemerintah desa. Kesatuan desa bisa berjalan bersama dengan baik jika diiringi dengan kekompakan.
Proses pengawasan dilakukan secara langsung dan tertulis melalui pelaporan setiap kegiatan dan akhir tahun di Desa Kedung lengkong. Hal ini sesuai dengan per­ nyataan Suyamto dan Tining pada kutipan sebagai berikut:
“pada umumnya pengawasan dilaksanakan di setiap kegiatan, terutama pada saat proses pelak­ sanaan penyaluran hasil dana desa dariAPBN ke kadus­kadus. Kebe tulan di sini ada 21 RT dan 5 RW. Di situ ketika kegiatan mu­ lai dilakukan maka akan dilak­ sanakan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Seperti pembangunan talut akan dimintai pertanggung jawaban berupa foto ketika pihak perangkat desa ti­ dak bisa langsung terjun ke lapa­ ngan, itu adalah salah satu ben­ tuk peng awasan kami. Kami juga memilih perwakilan masyarakat yang bisa dipercaya untuk meme­ gang kegiat an yang berhubungan de ngan dana desa. Kami juga me­ nyalurkan dana untuk pendidikan masyarakat seperti ada komunitas ibu­ibu membuat kukusan atau tempat untuk menanak nasi dari bambu. Berhubungan dengan ke­ giatan tersebut kami selalu meng­ adakan pertemuan dan menanya­ kan kemajuan setiap keahliannya sehingga tidak membuang uang desa dengan percuma...sedang­ kan pengawasan kecamatan seti­
ap bulan. Kemudian pengawasan dari Inspektorat sesuai waktu atau biasaya satu tahun ang­ garan, atau bahkan dilaksanakan sewaktu­waktu saat ada kegiatan yang menjanggal dan menuju tin­ dakan korupsi...” (Suyamto).
“...pengawasan iki sangat penting mbak dalam pelaksanaan semua kegiatan, tidak hanya keuangan desa tapi di semua organisasi...” (Tining).
Pernyataan Suyamto dan Tining menunjukkan bahwa pengawasan dilaku­ kan sewaktu­waktu dengan bantuan tokoh masyarakat yang terpercaya. Semua pihak selalu terangsang terhadap sedikit tindakan yang memicu korupsi. Baik masyarakat, ke­ camatan maupun pihak inspektorat perlu waspada. Pengawasan dilaksanakan bisa melalui foto, pertemuan rutin, dan selalu memantau perkembangan setiap kegiatan. Selaras dengan hasil penelitian sebelum­ nya ditunjukkan bahwa pihak kabupaten, inspektorat, dan masyarakat juga ikut ser­ ta dalam pengawasan (Sugiharti & Ram­ dan, 2019). Pengawasan tertulis dilakukan dengan pelaksanaan administrasi keuang­ an secara tertib waktu dan merealisasikan penye rapan keuangan desa sesuai dengan program yang telah ditetapkan (Abidin, 2015). Kegiatan pengawasan tidak tertulis yaitu dengan meningkatkan nilai­nilai ke­ arifan lokal (Jones & Beattie, 2015), inovasi (Dilham et al., 2020), serta keagamaan. Kea­ rifan lokal yang ada di Desa Kedunglengkong yaitu pengadaan tahlilan bersama, pengaji­ an setiap malam kamis secara bergilir, dan adanya acara wiwit desa demi terlaksananya desa yang baik. Inovasi Desa Kedungleng­ kong yaitu dengan mengadakan pembuatan kerajinan dan pelatihan bersama­sama di balai desa seperti pembuatan produk baru, pelaksanaan keuangan desa dengan cara baru, dan lainnya. Tidak lepas dari kegiat­ an spiritual yaitu selalu melaksanakan iba­ dah berjamaah di masjid. Pemerintah desa meyakini bahwa selalu ada pengawasan dari sang pencipta. Keyakinan sangat penting da­ lam penghindaran kosupsi.
Kemungkinan tindakan korupsi mun­ cul dalam pemerintahan desa cukup besar. Namun, dengan pengawasan yang ketat akan memperkecil adanya tindakan korupsi keuangan desa. terlihat bahwa pengawasan
168 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
di pemerintah Desa Kedunglengkong sudah terlaksana dari berbagai penjuru dari ting­ kat masyarakat desa hingga pemerintah pusat. Jika tindakan korupsi terjadi maka akan diberikan sanksi kepada pihak yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pen­ jelasan Suyamto, Widodo, dan Tining pada pernyataan sebagai berikut:
“...ketika penyelewengan sudah terjadi maka pemerintah desa harus melakukan tindakan tegas bagi kepemimpinan selanjutnya agar baik dan tidak terjadi korup­ si. Karena pada dasarnya korupsi akan menghilangkan kepercayaan masyarakat pada perangkat desa, bahkan yang tidak melakukan akan terkena imbasnya mbak...” (Suyamto)
“Jika penyelewengan telah terjadi maka perangkat yang berkaitan akan diberhentikan dari jabatan­ nya. Selama ini alhamdulillah be­ lum pernah ada kejadian korupsi secara besar­besaran. Tetapi dulu sebelum periode saya ini pernah terjadi kegiatan yang menyele­ weng. Namun, kita akan melihat seberapa besar penyelewengan terjadi. Ketika hanya kecil tidak merugikan, maka akan disuruh mengganti sebesar penyeleweng­ an. Tetapi saat penyelewengan merugikan banyak pihak, maka akan diberhentikan dari jabatan” (Widodo).
“...eh ya jika korupsi benar­benar terjadi dan nyata di sebuah desa maka kami akan tegas membe­ rikan sanksi sesuai yang ada di undang­undang, bahkan hukum­ an penjara bisa diambil jika ko­ rupsi mengarah ke tindakan yang menimbulkan kerugian besar mbak...” (Tining).
Tindakan korupsi sangat fatal da­ lam pemerintahan desa. Bagi pelaku akan langsung mendapatkan hukuman bahkan pemecatan secara tidak hormat Sesuai ha­ sil wawancara dapat diambil kesimpulan bahwa ketika perangkat yang sudah keta­ huan melakukan penyimpangan maka akan ditindak lanjut bahkan pidana. Mookherjee
(2014) menemukan bahwa memang korup­ si sangat rentan terjadi di sebuah oganisasi khususnya pemerintahan. Saat korupsi ter­ jadi, tidak hanya mendapatkan rugi sesaat tetapi hinaan lisan dari masyarakat bah­ kan hukuman berat ketika penyelewengan sampai ke tingkat inspektorat (Mimba et al., 2013). Maka, dalam penghindaran korupsi dilakukan proses sistem pencairan setelah selesai kegiatan. Meningkatkan kepercayan publik pentingnya pelaksanaan keuangan desa sesuai etika yang ada (Nikmatuniayah, 2015). Desa harus selalu berhati­hati da­ lam melaksanakan kegiatan keuangan desa. Sekretaris desa sebagai wakil dari kepala desa selalu mengingatkan anggotanya untuk melaksanakan tugas dengan disiplin sesuai peraturan yang berlaku.
Fakta pengawasan dan cara peng- hindaran korupsi dalam pengelolaan keuangan desa. Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa selama ini sudah berjalan dengan lancar tanpa adanya korupsi dan belum ada tindakan yang dapat merugikan berbagai pihak. Pengawasan berjalan de­ ngan lancar dalam perencanaan, pelaksa­ naan, penatausahaan dan pertanggung­ jawaban. Hanya terdapat beberapa faktor yang memperlemah pengawasan desa yaitu kurangnya kemampuan SDM dan kurang­ nya edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengawasan bersama. Desa bisa meningkatkan pengawasan dalam pengelo­ laan keuangan tidak lepas dari dukungan dari anggotanya. Maka perlu dilaksanakan beberapa upaya untuk lebih meningkatkan kemampuan SDM dan masyarakat. Cara untuk mengatasi permasalahan yang terja­ di yaitu dengan melakukan pelatihan dan memberikan edukasi pada masyarakat.
Kualitas sumber daya harus dipenuhi karena jika tidak akan menyebabkan penge­ lolaan keuangan desa tidak maksimal. Se­ lain itu, dampak rendahnya kualitas sumber daya manusia menyebabkan pengawasan melemah. Perlu dilakukan pelatihan khu­ sus meningkatkan kualitas perangkat desa se perti pelatihan peningkatan ka pasitas perangkat desa dan Badan Permu syawaratan Desa (BPD). Baik secara praktik maupun te­ ori yang dilandaskan pada peraturan yang berlaku. Deng (2017) menyatakan bahwa memang kualitas sumber daya manusia sa­ ngat mempengaruhi penghindar an fraud saat pengelolaan keuangan desa, terutama dari segi kompetensi yang dimiliki masing­ma­ sing perangkat desa. Kualitas pemahaman
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 169
sumber daya manusia me ngenai keuangan desa juga perlu diperhatikan. Pemahaman perangkat desa dan pihak berkepentingan sangat penting di dalam pencegahan ko­ rupsi keuangan desa (Mir et al., 2019). Per­ lu diperhatikan yaitu keseimbangan antara hukum dan sudut pandang seluruh perang­ kat desa mengenai pentingnya kepatuhan. Dasar hukum yang perlu dipahami yaitu un­ dang­undang, peraturan pemerintah, pera­ turan bupati, peraturan desa, dan peratur­ an larangan tindakan korupsi. Pemahaman tersebut dapat meminimalisasi korupsi dan meningkatkan kewaspadaan dalam menge­ lola keuangan desa.
Selama ini mata masyarakat hanya ter­ tuju pada realisasi pembangunan fisik, tidak mengawasi realisasi non­pembangunan. So­ sialisasi perlu diberikan kepada masyarakat supaya mengetahui sumber, pelaksanaan, dan realisasi keuangan desa. Setelah pe­ ngetahuan masyarakat meningkat mengenai keuangan desa, maka keikutsertaan ma­ syarakat dalam mengawasi keuangan desa semakin meningkat. Perlu ditanamkan pada pemerintah desa dan masyarakat penting­ nya pengawasan bersama. Alawattage et al. (2019) dan Kim (2018) menyebutkan bah­ wa memberikan edukasi berupa pelatihan penyu sunan APBDes sangat penting bagi semua pihak yang ikut dalam kegiatan peng­ a wasan desa.
Jika tindakan korupsi terlanjur terjadi, penghindaran korupsi bisa dengan melak­ sanakan pengawasan secara rutin, melaku­ kan manajemen perencanaan dengan ter­ struktur, dan melakukan evaluasi atas dana desa yang sudah terserap. Jika korupsi belum terjadi, peran satuan tugas dana desa harus ditingkatkan, pemerintah dan ma syarakat bersama mengawal dana desa, BPD meminta pasrtisipasi mayarakat dan pengawasan te­ rus dilakukan. Pada dasarnya pendamping­ an desa memiliki tujuan untuk meningkat­ kan efektivitas, kapasitas, dan akuntabilitas di pemerintah desa, meningkatkan kesadar­ an masyarakat dalam menggunakan hak partisipatifnya meningkatkan program an­ tarsektor dalam desa, serta meng optimalkan aset desa tanpa membedakan satu dengan yang lainnya. Pendamping an dilaksanakan secara bertahap pada ma syarakat sesuai dengan kebutuhan wilayah, nilai APBDesa, dan jangkauan kegiatan. Pemerintah provin­ si, daerah, dan desa melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat dengan melak­ sanakan program berkelanjutan baik dari
sumber daya manusia, penyediaan sarana, maupun manajemen. Pencegahan korupsi bisa dilakukan juga dengan melaksanakan Sistem Pengendalian Internal (SPI) secara tertib dan berkesinambungan, peningkatan kompetensi yang dimiliki perangkat desa da­ lam mengelola keuangan desa (Purnamawa­ ti & Adnyani, 2019), melakukan hubungan langsung dengan badan pengawas keuangan independen yang diamanati oleh pemerintah pusat dalam pengawasan keuangan desa yang sudah disusun (Mookherjee, 2014), serta perlu adanya dukungan moralitas kepada perangkat desa (Wijayanti & Hana­ fi, 2018), dan melakukan pemisahan tugas dalam pemerintahan (Prabowo & Suhernita, 2018). Selain itu, pemerintah bisa melaku­ kan peng awasan dengan evaluasi faktor risiko kecurangan dengan lebih signifikan (Boyle et al., 2015; Krah & Mertens, 2020). Mencegah adanya korupsi selain dengan pengawasan, pemerintah bisa meningkat­ kan sistem desentralisasi dalam pemerin­ tahan (Lui & Li, 2015). Hal tersebut penting dilakukan karena desentralisasi memiliki peran yang sa ngat penting dalam pelaksa­ naan pengelolaan keuangan desa.
SIMPULAN Secara menyeluruh pengawasan yang
terjadi di tingkat desa sudah berjalan de ngan baik dan pengendalian korupsi bisa ber­ jalan. Hanya saja masih terdapat kelemah­ an yang berkaitan dengan pengawasan yaitu SDM kurang mampu. Korupsi pemerintah desa dalam APBDes memang ada walaupun tidak banyak. Kejadian tersebut disebab­ kan oleh beberapa hal yaitu adanya pelu­ ang untuk melakukan, tekanan dari kebu­ tuhan atau teman, dan rasionalisasi yaitu membenarkan seluruh penyimpangan yang dilakukan. Maka, perlu adanya peningka­ tan pengawasan di tingkat pemerintah desa secara langsung dan tidak langsung dengan menunjuk orang terpercaya, menerapkan sistem teknologi modern, dan menyalurkan keuangan dalam bentuk non­tunai. Kegiat­ an ini dapat mendeteksi korupsi dengan ce­ pat sehingga pihak yang tidak bertanggung jawab tidak bisa menyalahgunakan keuang­ an yang berada di desa secara berkelanjut­ an. Keberhasilan pengawasan desa bisa terdukung dengan adanya pembinaan dan pengawasan dari pemerintah kabupaten, pendamping kecamatan, dan pemerintah pusat serta dukungan internal pemerintah desa.
170 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
Secara global penelitian ini memberi­ kan implikasi keharusan bagi pemerintah desa untuk mengupayakan peningkatan kuali tas pengawasan. Pemerintah daerah dan pusat juga harus melaksanakan kewa­ jiban membimbing jalannya keuangan desa de ngan menciptakan sistem pengawasan de­ ngan dukungan regulasi dan teknologi mo­ dern. Moralitas dan kedisplinan serta nilai Pancasila harus ditingkatkan untuk men­ dukung keberhasilan keuangan desa tanpa korupsi. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dapat menggambarkan bagaimana keadaan pengawasan secara umum desa yang ada di Indonesia.
UCAPAN TERIMA KASIH Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Terima kasih ke­ pada teman­teman yang bersedia ikut serta membantu dokumentasi penelitian. Teri­ ma kasih juga pada pihak pemerintah Desa Kedunglengkong dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat yang sudah bersedia meluang­ kan waktu dalam proses wawancara pene­ litian.
DAFTAR RUJUKAN Abidin, M. Z. (2015). Tinjauan atas Pelak­
sanaan Keuangan Desa dalam Men­ dukung Kebijakan Dana Desa. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, 6(1), 61­76. https://doi.org/10.22212/jekp. v6i1.156
Alawattage, C., Graham, C., & Wickra­ masinghe, D. (2019). Microaccountabil­ ity and Biopolitics: Microfinance in a Sri Lankan Village. Accounting, Organi- zations and Society, 72, 38­60. https:// doi.org/10.1016/j.aos.2018.05.008
Anggreni, N. M. M., Ariyanto, D., Suprasto, H. B., & Dwirandra, A. A. N. B. (2020). Successful Adoption of the Village’s Financial System. Accounting, 6(6), 1129­1138. https://doi.org/10.5267/j. ac.2020.7.005
Antlöv, H., Wetterberg, A., & Dharmawan, L. (2016), Village Governance, Community Life, and the 2014 Village Law in Indo­ nesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 52(2), 161­183. https://doi.or g/10.1080/00074918.2015.1129047
Azim, M. I., Sheng, K., & Barut, M. (2017). Combating Corruption in a Microfi­ nance Institution. Managerial Auditing Journal, 32(4/5), 445­462. https://doi. org/10.1108/MAJ­03­2016­1342
Boyle, D. M., Dezoort, F. T., & Hermanson, D. R. (2015). The Effect of Alternative Fraud Model Use on Auditors’ Fraud Risk Judgments. Journal of Account- ing and Public Policy, 34(6), 578­596. https://doi.org/10.1016/j.jaccpub­ pol.2015.05.006
Broadhurst, K. (2015). Qualitative Inter­ view as Special Conversation (Af­ ter Removal). Qualitative Social Work, 14(3), 301–306. https://doi. org/10.1177/1473325015578501
Deng, F. (2017). Anti­Corruption in Chinese Urban Planning: The Case of Adjust­ ing FAR. Cities, 70, 65­72. https://doi. org/10.1016/j.cities.2017.06.022
Doig, A. (2014). Roadworks Ahead ? Address­ ing Fraud, Corruption and Conflict of Interest in English Local Government. Local Goverment Studies, 40(5), 670­ 686. https://doi.org/10.1080/030039 30.2013.859140
Dilham, A., Yulinda, & Sembiring, B. K. F. (2020). Village Office Development Model for E­Government Based Vil­ lage Apparatus Performance. Interna- tional Journal of Management, 11(5), 358­365. https://doi.org/10.34218/ IJM.11.5.2020.035
Dumez, H. (2015). What is a Case, and What is a Case Study? Bulletin of Sociological Methodology, 127(1), 43–57. https:// doi.org/10.1177/0759106315582200
Elman, C., Gerring, J., & Mahoney, J. (2016). Case Study Research: Putting the Quant Into the Qual. Sociological Methods & Research, 45(3), 375–391. https://doi. org/10.1177/0049124116644273
Feldman, D. L. (2020). The Efficacy of An­ ti­Corruption Institutions in Italy. Pub- lic Integrity, 22(6), 590­605. https:// doi.org/10.1080/10999922.2020.1739 362
Funk, K. D., & Owen, E. (2020). Consequenc­ es of an Anti­Corruption Experiment for Local Government Performance in Bra­ zil. Journal of Policy Analysis and Man- agement, 39(2), 444­468. https://doi. org/10.1002/pam.22200
Harun, H., Mir, M., Carter, D., & An, Y. (2019). Examining the Unintended Out­ comes of NPM Reforms in Indonesia. Public Money and Management, 39(2), 86­94. https://doi.org/10.1080/09540 962.2019.1580892
Hemtanon, W., & Gan, C. (2020). An Empir­ ical Analysis of Thai Village Funds and
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terhadap Korupsi 171
Saving Groups’ Financial Performance. Banks and Bank Systems, 15(2), 153­ 166. https://doi.org/10.21511/ bbs.15(2).2020.14
Hopper, T. (2017). Neopatrimonialism, Good Governance, Corruption and Account­ ing in Africa: Idealism vs Pragmatism. Journal of Accounting in Emerging Economies, 7(2), 225­248. https://doi. org/10.1108/JAEE­12­2015­0086
Imawan, A., Irianto, G., & Prihatiningtias, Y. W. (2019). Peran Akuntabilitas Pemer­ intah Desa dalam Membangun Keper­ cayaan Publik. Jurnal Akuntansi Multi- paradigma, 10(1), 156­175. https://doi. org/10.18202/jamal.2019.04.10009
Jacka, T., & Chengrui, W. (2016). Village Self­Government and Representation in Southwest China. Journal of Contempo- rary Asia, 46(1), 71­94. https://doi.org /10.1080/00472336.2015.1047252
Jayasinghe, K., & Wickramasinghe, D. (2011). Power Over Empowerment: En­ countering Development Accounting in a Sri Lankan Fishing Village. Criti- cal Perspectives on Accounting, 22(4), 396­414. https://doi.org/10.1016/j. cpa.2010.12.008
Jones, G., & Beattie, C. (2015). Local Gov­ ernment Internal Audit Compliance. Australasian Accounting, Business and Finance Journal, 9(3), 59­71. https:// doi.org/10.14453/aabfj.v9i3.5
Kadir, Y., & Moonti, R. M. (2018). Pencega­ han Korupsi dalam Pengelolaan Dana Desa. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan. 6(3), 430­442. https://doi. org/10.29303/ius.v6i3.583
Kim, Y. (2018). Analyzing Account­ ability Relationships in a Cri­ sis: Lessons from the Fukushima Disaster. American Review of Public Ad- ministration, 48(7), 743­760. https:// doi.org/10.1177/0275074017724224
Krah, R., & Mertens, G. (2020). Democracy and Financial Transparency of Local Governments in Sub­Saharan Africa. Meditari Accountancy Research, 28(4), 681­699. https://doi.org/10.1108/ MEDAR­08­2019­0539
Kuruppu, C., Adhikari, P., Gunarathna, V., Ambalangodage, D., Perera, P., & Karunarathna, C. (2016). Participatory Budgeting in a Sri Lankan Urban Coun­ cil: A Practice of Power and Domina­ tion. Critical Perspectives on Accounting,
41, 1­17. https://doi.org/10.1016/j. cpa.2016.01.002
Lo, S. S. H. (2020). Comparative Corruption Scandals in Macau: The Cases of Ao Man­Long and Ho Chio­Meng. Public Administration and Policy: An Asia-Pa- cific Journal, 23(1), 47­57. https://doi. org/10.1108/PAP­11­2019­0034
Lui, H., & Li, X. (2015). Government De­ centralisation and Corporate Fraud : Evidence from Listed State­Owned Enterprises in China. China Journal of Accounting Studies, 3(4), 320­347. https://doi.org/10.1080/21697213.20 15.1100090
Mimba, N. P. S. H., Helden, G. J. V., & Til­ lema, S. (2013). The Design and Use of Performance Information in Indonesian Local Governments under Diverging Stakeholder Pressures. Public Adminis- tration and Development, 33(1), 15­28. https://doi.org/10.1002/pad.1612
Mir, M., Harun, H., & Sutiyono, W. (2019). Evaluating the Implementation of a Mandatory Dual Reporting System: The Case of Indonesian Local Govern­ ment. Australian Accounting Review, 29(1), 80­94. https://doi.org/10.1111/ auar.12232
Mookherjee, D. (2014). Accountability of Lo­ cal and State Governments in India: An Overview of Recent Research. Indian Growth and Development Review, 7(1), 12­41. https://doi.org/10.1108/IGDR­ 12­2013­0049
Moonti, R. M., & Ahmad, I. (2019). Bud­ get Supervision and Mechanism by an Administrative Village in Indonesia. Sriwijaya Law Review, 3(2), 176­186. https://doi.org/10.28946/slrev.Vol3. Iss2.252.pp176­186
Nguyen, T. V., Bach, T. N., Le, T. Q., & Le, C. Q. (2017). Local Governance, Corruption, and Public Service Quality: Evidence from a National Survey in Vietnam. In- ternational Journal of Public Sector Man- agement, 30(2), 137­153. https://doi. org/10.1108/IJPSM­08­2016­0128
Nikmatuniayah. (2015). Kinerja dan Etika Pelayanan Sektor Publik dalam Up­ aya Meningkatkan Kepercayaan Ma­ syarakat. Jurnal Akuntansi Multipa- radigma, 6(3), 341­551. https://doi. org/10.18202/jamal.2015.12.6030
Prabowo, H. Y., & Suhernita, S. (2018). Be Like Water: Developing a Fluid Corrup­
172 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hlm 153-172
tion Prevention Strategy. Journal of Fi- nancial Crime, 25(4), 997­1023. https:// doi.org/10.1108/JFC­04­2017­0031
Purnamawati, I. G. A., & Adnyani, N. K. S. (2019). Peran Komitmen, Kompetensi, dan Spiritualitas dalam Pengelolaan Dana Desa. Jurnal Akuntansi Multipa- radigma, 10(2), 227­240. https://doi. org/10.18202/jamal.2019.08.10013
Rakhman, F. (2019). Budget Implementa­ tion in a Risky Environment: Evidence from the Indonesian Public Sector. Asian Review of Accounting, 27(2), 162­ 176. https://doi.org/10.1108/ARA­01­ 2018­0020
Satriajaya, J., Handajani, L., & Putra, I. N. N. A. (2017). Turbulensi dan Legalisasi Kleptokrasi dalam Pengelolaan Keuang­ an Desa. Jurnal Akuntansi Multipa- radigma, 8(2), 244­261. https://doi. org/10.18202/jamal.2017.08.7052
Sofe, A. A. (2020). Assessment of Corrup­ tion in the Humanitarian Assistance in Puntland State of Somalia. Journal of Fi- nancial Crime, 27(1), 104­118. https:// doi.org/10.1108/JFC­02­2019­0017
Sour, L. (2020). New Development: Integra­ tion of Budget and Governmental Ac­ counting in Mexican States. Public Mon- ey and Management, 40(7), 519­522. https://doi.org/10.1080/09540962.20 20.1763066
Sugiharti, D. K., & Ramdan, A. (2019). Mewujudkan Desa Bebas Korupsi Melalui Pengelolaan Keuangan Desa Terpadu. Pandecta: Jurnal Penelitian Ilmu Hukum, 14(6), 57­72. https://doi. org/10.15294/pandecta.v14i1.16729
Triani, N. N. (2018). Praktik Pengelolaan Keuangan Dana Desa. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9 (1), 136­155. https:// doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9009
Wahyudi, S., Achmad, T., & Pamungkas, I. D. (2019). Whistljeblowing System and Fraud Early Warning System on Village Fund Fraud: The Indonesian Experi­ ence. International Journal of Financial Research, 10(6), 211­217. https://doi. org/10.5430/ijfr.v10n6p211
Walton, G. W. (2016). Silent Screams and Muffled Cries: The Ineffectiveness of An­ ti­Corruption Measures in Papua New Guinea. Asian Education and Develop- ment Studies, 5(2), 211­226. https:// doi.org/10.1108/AEDS­01­2016­0005
Wijayanti, P., & Hanafi, R. (2018). Pencegah­ an Fraud pada Pemerintahan Desa. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9(2), 331­345.https://doi.org/10.18202/ja­ mal.2018.04.9020
Woodside, A. G. (2020). Interventions as Experiments: Connecting the Dots in Forecasting and Overcoming Pandem­ ics, Global Warming, Corruption, Civil Rights Violations, Misogyny, Income In­ equality, and Guns. Journal of Business Research, 117, 212­218. https://doi. org/10.1016/j.jbusres.2020.05.027
Yulianto, T. P. (2016). Good Governance Pe ngelolaan Keuangan Desa Me­ nyongsong Berlakunya Undang­Un­ dang No. 6 Tahun 2014. Berkala Akun- tansi dan Keuangan Indonesia (BAKI), 1(1), 1­14. https://doi.org/10.20473/ baki.v1i1.1694