terapi realitas

24
TEORI-TEORI KONSELING TERAPI REALITAS OLEH: 1. Ni Kadek Yuli Adnyani (1111011006) 2. Ni Luh Putu Ayu Juliarti (1111011008) 3. I Nengah Budhi Saputra (1111011009) 4. Ni Luh Gede Mudiyathi Mawar Sari (1111011010) 5. Ida Bagus Mugi Raharja (1111011011) 6. Kadek Septian Oshiani (1111011012) JURUSAN BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2012

Upload: ooddeemawar

Post on 09-Feb-2016

1.026 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: terapi realitas

TEORI-TEORI KONSELING

TERAPI REALITAS

OLEH:

1. Ni Kadek Yuli Adnyani (1111011006)

2. Ni Luh Putu Ayu Juliarti (1111011008)

3. I Nengah Budhi Saputra (1111011009)

4. Ni Luh Gede Mudiyathi Mawar Sari (1111011010)

5. Ida Bagus Mugi Raharja (1111011011)

6. Kadek Septian Oshiani (1111011012)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2012

Page 2: terapi realitas

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa

atas berkat rahmat dan karunia-Nya dan juga usaha dari kami akhirnya kami dapat

menyelesaikan makalah sederhana yang berjudul “Terapi Realitas”.

Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada

Prof. Dr. Gede Sedanayasa, M.Pd. selaku dosen pengajar mata kuliah Teori-teori

Konseling yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahannya. Kami juga

mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa, serta pihak lain yang

turut membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari

segi isi dan penyusunannya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kami dalam

hal pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan

makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi

mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, Desember 2012

Penyusun

Page 3: terapi realitas

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2

1.3 Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pandangan teori realita mengenai konsepsi tentang manusia ................ 3

2.2 Pokok-pokok teori konseling realita ..................................................... 6

2.3 Ciri-ciri terapi realitas .......................................................................... 7

2.4 Tujuan konseling realita ....................................................................... 8

2.5 Fungsi konselor ................................................................................... 9

2.6 Peran konselor dalam konseling terapi realitas ..................................... 9

2.7 Pengalaman konseli dalam proses konseling ........................................ 10

2.8 Hubungan konselor dengan konseli ...................................................... 11

2.9 Proses konseling realita........................................................................ 11

2.10 Tahap-tahap konseling realita .............................................................. 13

2.11 Teknik-teknik konseling realitas .......................................................... 16

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan ................................................................................................. 20

3.2 Saran ....................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: terapi realitas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terapi realitas memiliki perbedaan yang sangat besar dengan sebagian

besar pendekatan konseling yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Terapi

realitas telah merai popularitas dikalangan konselor sekolah, para guru dan

pimpinan sekolah dasar dan sekolah menengah serta pekerja rehabilitas. Terapi

realitas menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling yang menjadi dasar

pertanyaan-pertanyaan seperti : apa kenyataan itu? Haruskah konselor mengajar

klieannya? Apa yang harus diajarkannya? Model apa yang harus disediakan oleh

konselor? Filsafat siapa yang harus diajarkan? Apa peran nilai-nilai dalam

konseling?

Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku

sekarang. Konselor berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan

konseli dengan cara-cara yang bisa membantu konseli mengadapi kenyataan dan

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun

orang lain. Inti dari terapi realitas adalah menerimaan tanggung jawab pribadi

yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Glasser mengembangkan terapi

realitas dari kenyakinannya bahwa psikiatrik konvensional sebagaian besar

berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru. Terapi realitas yang menguraikan

prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirangcang untuk membantu orang-

orang dalam mencapai suatu “identitas berhasil, dapat diterapkan pada psikoterapi

konseli, pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan lembaga,

dan perkembangan masyarakat.

Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tinkah laku karena,

terutama dalam penerapan-penerapan institusionalnya pada dasarnnya ia

merupakan tipe pengondisian peran yang tidak ketat. Salah satu sebab mengapa

Glasser bisa meraih popularitasnya adalah keberhasilannya dalam menerjemahkan

sejumlah konsep modifikasi tingkah laku kedua model yang relatif sederhana dan

tidak berbelit-belit.

1

Page 5: terapi realitas

1.2. Rumusan masalah

Dari latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana pandangan teori realita mengenai konsepsi tentang

manusia?

1.2.2 Apa saja pokok-pokok teori konseling realita?

1.2.3 Apa saja ciri-ciri terapi realitas?

1.2.4 Apa saja tujuan konseling realita?

1.2.5 Apa saja fungsi konselor?

1.2.6 Apa saja peran konselor dalam konseling terapi realitas?

1.2.7 Apa saja pengalaman konseli dalam proses konseling?

1.2.8 Apa hubungan konselor dengan konseli?

1.2.9 Apa saja proses konseling realita?

1.2.10 Apa saja tahap-tahap konseling realita?

1.2.11 Apa saja teknik-teknik konseling realitas?

1.3. Tujuan

Dari rumusan masalah tersebut didapatkan tujuan sebagai berikut:

1.3.1 Dapat mengetahui pandangan teori realita mengenai konsepsi

tentang manusia

1.3.2 Dapat mengetahui pokok-pokok teori konseling realita.

1.3.3 Dapat mengetahui ciri-ciri terapi realitas.

1.3.4 Dapat mengetahui tujuan konseling realita.

1.3.5 Dapat mengetahui fungsi konselor.

1.3.6 Dapat mengetahui peran konselor dalam konseling terapi realitas.

1.3.7 Dapat mengetahui pengalaman konseli dalam proses konseling.

1.3.8 Dapat mengetahui hubungan konselor dengan konseli.

1.3.9 Dapat mengetahui proses konseling realita.

1.3.10 Dapat mengetahui tahap-tahap konseling realita.

1.3.11 Dapat mengetahui teknik-teknik konseling realitas.

2

Page 6: terapi realitas

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pandangan Teori Realita Mengenai Konsepsi Tentang Manusia

Pandangan Tentang Sifat Dasar Manusia

Seperti halnya teori–teori psikodinamik konseling realita memandang

bahwa kesulitan atau problema perilaku manusia berakar pada pengalaman pada

masa kanak-kanak. Untuk dapat berkembang dengan sehat anak perlu berada

ditengah-tengah orang dewasa yang dapat memberinya kasih sayng secara penuh.

Kasih sayang yang memungkinkan anak untuk memeperoleh kebebasan

kemampuan, dan kesenangan dalam cara-cara yang bertanggung jawab. Oleh

karena itu, sejak tahun-tahun awal dalam kehidupannya, anak seharusnya

memperoleh dukungan untuk membentuk sikap dan keyakinan bahwa ia mampu

untuk mengenali dan memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang positif.

Konseling ralita memandang manusia pada dasarnya dapat mengarahkan

dirinya sendiri (self-determining). Glasser juga memiliki keyakinan bahwa

individu memiliki kemampuan untuk menangani kesulitan-kesulitannya. Seperti

dikatakan Glasser “we are ralely the victims of what happened to us in the past”.

Manusia yang tidak mau belajaruntuk memenuhi kebutuhan mereka pada tahun-

tahun awal kehidupan cenderung berpotensi mengalami kesulitan dikemudian

hari. Pandangan optimistik Glasser tersebut menegaskan bahwa manusia dapat

mengubah perasaan, tindakan dan nasib kehidupannya sendiri. Namun, itu dapat

dilakukan hanya jika manusia telah menerima tanggung jawab dan bersedia

mengubah identitasnya.

Glasser dan Wubbolding memiliki keyakinan bahwa semua manusia

ketika dilahirkan membawa lima kebutuhan dasar atau genetik yang membuat

mereka dapat mengembangkan kualitas kepribadian yang berbeda, sebagai

berikut:

1. Yakni kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, dan kebutuhan untuk

berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain.

3

Page 7: terapi realitas

2. Kebutuhan untuk merasa mampu atau berprestasi, yakni kebutuhan untuk

merasa berhasil dan kompeten, berharga, dan dapat mengendalikan atau

mengkontrol kehidupan sendiri.

3. Kebutuhan untuk mendapatkan kesenangan, yakni kebutuhan untuk bisa

menikmati kebutuhan hidup, untuk bisa tertawa dan bermain.

4. Kebutuhan untuk memperoleh kebebasan atau kemandirian, yaitu

kebutuhan untuk mampu membuat pilihan, untuk bisa hidup tanpa batas-

batas yang berlebihan atau tidak perlu.

5. Kebutuhan untuk hidup, yakni termasuk didalamnya memperoleh

kesehatan, makanan, udara, perlindungan, rasa aman dan kenyamanan

fisik.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat saling tumpang tindih satu sama lain.

Oleh karena itu, memenuhi suatu kebutuhan mungkin dapat memicu atau

mempercepat kebutuhan yang lain. Bagaimanapun antara kebutuhan-kebutuhan

tersebut mungkin saja terjadi konflik. Contohnya, orang yang bekerja keras untuk

mencapai prestasi atau keberhasilan dalam mencapai kemandirian dan kekuasaan,

mungkin mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan yang menyenangkan

dengan orang lain.

Perilaku Bermasalah

Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu

itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas

lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak

tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan

karena ketidak mampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya

kehilangan ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu

sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya,

tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan realitas.

Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia

dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan

istilah ”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan,

penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak

bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.

4

Page 8: terapi realitas

Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu

para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang

mencangkup “kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk

merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring

lain”.

Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu

“kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas

keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas.

Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa

mengubaha cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa

mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah

laku.

Maka jelaslah bahwa terapi realitas yidak berpijak pada filsafat

deterministik tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia

adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Perinsip ini menyiratkan bahwa

masing-masing orang memilkiki tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-

konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi apa yang

ditetapkannya.

Konseling Realita memandang individu dalam prilaku yang dapat diamati

tetapi bukan dalam arti paradigma stimulus respon seperti halnya pandangan para

konselor prilaku pada umumnya, dan bukan pula dalam arti fenomenologis seperti

pandangan konselor humanistik. Konseling realita melihat perilaku melalui

standart obyektif yang disebut realita (realiti). Realita ini dapat bersifat praktis

(realitas praktis), realita sosial (realitas sosial), dan realita moral (realitas moral).

Jadi, para konselor konseling realita memandang individu dalam arti apakah

perilakunya sesuai atau tidak sesuai dengan realita prakis, realita sosial, dan realita

moral. Lengkapnya, Glasser mendasarkan sistem teorinya pada apa yang ia sebut

dengan “3R”. 3R tersebut merupakan akronim dari reality (realita), responsibility

(tanggung jawab), right and wrong (benar salah). Namun demikian, Glasser

sebenarnya masih menambahkan 2R yang lain, yakni: relatedness (hubungan

sosial) dan respect (penghargaan).

5

Page 9: terapi realitas

2.2. Pokok-pokok Teori Konseling Realita

a. Pendapat tradisi yang beranggapan bahwa seseorang berprilaku tidak

bertanggung jawab disebabkan oleh gangguan mental ditolak oleh Glasser.

Justru ia berpendapat bahwa orang mengalami gangguan mental karena ia

berprilak tidak bertanggungjawab. Terapi realitas menekankan pada

masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada

konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan

pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan

mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa

ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.

b. Pengalaman masa lalu diabaikan karena terapi realitas mengarahkan

pandangan penilaiannya pada bagaimana perilaku saat ini dapat memenuhi

kebutuhan konseli. Dengan kata lain terapi realitas berfokus pada tingkah

laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak

penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku

sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran (teaching process) dan

bukan proses penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi realitas

sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar

konseli dapat menyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya.

c. Faktor alam bawah alam sadar sebagaimana ditekankan pada psikologi-

analisis Freud tidak diperhatikan karena Glesser mementingkan ‘apa”

daripada “mengapa”-nya.

d. Terapi realitas menolong individu untuk memenuhi, mendefinisikan, dan

mengklarifikasi tujuan hidupnya.

e. Terapi realitas menolak alasan tertentu atas perbuatan yang dilakukan.

Misalnya, orang yang mencuri tidak boleh beralasan bahwa ia terpaksa

atau kepepet, dsb.

6

Page 10: terapi realitas

2.3. Ciri-Ciri Terapi Realitas

Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas

sebagai berikut :

1. Terapi realitas Menolak adanya konsep sakit mental tetapi yang ada adalah

perilaku tidak bertanggungjawab tetapi masih dalam taraf mental yang

sehat bagi yang mendapatkan gangguan metal sedangkan kesehatan mental

memiliki tingkah laku yang bertanggung jawab. Misalnya siswa yang

memiliki hayalan yang belum tentu bisa di capai oleh siswa tersebut.

2. Terapi realitas Berfokus pada perilaku nyata mencapai tujuan yang akan

datang penuh optimisme. Berorientasi pada keadaan yang akan datang

dengan fokus pada perilaku yang sekarang yang mungkin diubah,

diperbaiki, dianalisis dan ditafsirkan. Perilaku masa lampau tidak bisa

diubah tetapi diterima apa adanya, sebagai pengalaman yang berharga.

3. Terapi realitas Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada

masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa

diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang

akan datang.

4. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Berfokus

pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam

menentukan apa yang membantu masalah-masalah yang dialaminya.

5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memanadang

konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Iya

memandang transferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap

bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para terapis

menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri

sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien. Transferensi

merupakan fenomena dalam psikoanalisis yang ditandai dengan

pengalihan perasaan alam bawah sadar dari satu orang ke orang lain. Salah

satu definisi transferensi adalah "pengulangan tidak tepat yang terjadi dan

memiliki hubungan yang penting dengan masa kecil seseorang." definisi

lain adalah "pengalihan perasaan dan keinginan, khususnya yang

dipertahankan secara tidak sadar dari masa kanak-kanak menuju objek

7

Page 11: terapi realitas

baru. Misalnya tidak boleh di depan pintu nanti tidak dapat jodoh tapi

dalam realitanya kalau kita duduk di depan pintu nanti ada orang yang mau

masuk tidak bisa masuk karena dihalangi.

6. Terapi realitas menekankan asapek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek

ketaksadaran. Terapi realitas menekankan ketaksadaran berarti mengelak

dari pokok masalah yang menyangkut ketidak bertanggung jawabana klien

dan memaafkan klien atas tindakannya menghindari kenyataan.

7. Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa

pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif, dan bahwa

hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan

perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan

terapeutik.

Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser sebagai

“kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya

dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi

kebutuhan-kebutuhan mereka”. Glasser (1965) menyatakan bahwa mengajarkan

tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas.

2.4. Tujuan Konseling Realita

Tujuan konseling realita dapat dibagi menjadi 2(dua), yaitu:

a. Tujuan umum konseling realita dari sudut pandang konselor menurut

Burks (1979) menekankan bahwa konseling realita merupakan bentuk

mengajar dan latihan individual secara khusus. Secara luas, konselor

membantu konseli dalam mengembangkan sistem atau cara hidup

yang kaya akan keberhasilan. Selain itu juga konseling realita

bertujuan untuk membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada

dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi

kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan

dukungan internal.

b. Tujuan konseling realitas secara khusus adalah :

1. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya

dapat menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.

8

Page 12: terapi realitas

2. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul

segala resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan

keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

3. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian

kepribadian yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-

nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.

5. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran

sendiri.

2.5. Fungsi Konselor

Fungsi konselor yaitu: melibatkan diri dengan klien untuk

mengembangkan hubungan dengan mereka yang akan merupakan landasan kerja

dari proses konseling. Konselor berfungsi sebagai guru berlaku aktif dalam sesi

konseling dengan cara :

1. Memformulasikan rencana perbuatan yang spesifik. Disini

dimaksudkan bahwa konseli yang merencanakan tujuan hidupnya

sedangkan konselor yang mengarahkan.

2. Menawarkan pilihan-pilihan perilaku.

3. Mengajarkan teori kontrol. Kontrol ini artinya pengendallian tingkah

laku manusia. Dalam hal ini konselor wajib mengajarkan teori kontrol

agar konseli bisa memilih pilihan yang ada sesuai dengan kemampuan

konseli dan agar terkendali, tidak memilih pilihan yang salah.

2.6. Peran Konselor dalam Konseling Terapi Realitas

1. Konselor terlibat dengan konseli membawa konseli menghadapi

realita. Seorang konselor hendaknya bisa membuat konseli untuk

memutuskan apakah mereka akan atau tidak akan menempuh jalan

yang bertanggung jawab.

2. Tidak membuat pertimbangan nilai dan keputusan bagi konseli. Hal

ini dilakukukan agar konseli tidak menyingkirkan tanggung jawab

9

Page 13: terapi realitas

yang mereka miliki, dan agar ada pembatas peran antara konselor

dengan konseli.

3. Mengajarkan konseli membuat rencana yang sesuai dengan

kemampuan & ketrampilan yang mereka miliki.

4. Bertindak tegas. Hal ini dilakukan oleh konselor agar konseli bisa

menerima kenyataan.

5. Pembimbing

6. Memberi hadiah. Hadiah disini dalam artian memberikan pujian

apabila konseli mampu bertindak dengan bertanggung jawab.

7. Pemberi kontrak. Penyelenggaraan kontrak sebagai suatu tipe

pemasangan batas, hal ini bisa mencakup laporan dari konseli

mengenai keberhasilan maupun kegagalan dalam pekerjaan diluar

situasi konseling.

2.7. Pengalaman Konseli Dalam Proses Konseling

Adapun pengalaman yang dapat diperoleh konseli pada konseling realitas

adalah :

1. Konseli memfokusikan diri pada tingkah laku saat ini dengan mengalihkan

perasaan dan sikapnya, disini seorang konselor menantang konseli untuk

membuat pilihan-pilihan yang sesuai dengan tujuan hidupnya.

2. Konseli menyadari apa yang telah dilakukannya sekarang itulah yang

membuatnya menjadi cemas, disini diperlukan kesadaran dari konseli

bahwa apa yang dilakukan sekarang itulah yang membuatnya menjadi

cemas.

3. Konseli melakukan penilaian atau evaluasi atas apa yang telah

dilakukannya selama proses konseling, hal yang ditinjau dalam evaluasi ini

adalah adanya perubahan tingkah laku dari konseli.

4. Konseli mengambil keputusan untuk berubah, mengubah tingkah laku

yang gagal menjadi berhasil.

5. Konseli membuat rencana-rencana yang spesifik guna mengubah tingkah

lakunya

10

Page 14: terapi realitas

6. Konseli membuat komitmen untuk melaksanakan rencana yang telah

dibuatnya, komitmen dibuat untuk dijadikan acuan agar apa yang mereka

lakukan bisa sesuai dengan rencana.

7. Terlibat aktif dalam pelaksanaan kontrak yang telah dibuat.

2.8. Hubungan Konselor Dengan Konseli

Sebelum proses konseling yang efektif, keterlibatan antara konselor dan

konseli harus berkembang. Adapun prinsip kerangka proses belajar yang terjadi

sebagai hasil dari hubungan antara konselor dan konseli.

1. Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara

konselor dan konseli, dengan adanya hubungan antara konselor dan

konseli, maka konseli akan merasa diperhatikan oleh konselor, sehingga

konseli sanggup untuk mengembangkan sebuah keberhasilan.

2. Perencaan adalah hal yang esensial dalam konseling realitas, sebab

konseling tidak terbatas pada diskusi-diskusi abtara konselor dan konseli,

namun mereka harus membentuk rencana-rencana, dimana jika rencana

tersebut sudah disusun maka harus dilaksanakan. Pelaksaan sebuah

rencana merupakan bagian dari tindakan, dimana dalam terapi realitas

tindakan merupakan bagian yang esensial. Dalam perencanaan hal yang

paling penting adalah membuat konseli mengenali cara-cara yang spesifik

untu mewujudkan rencana-rencana yang sudah dibuat.

3. Komitmen adalah kunci utama dalam konseling realitas

4. Konseling realitas tidak menerima dalih

2.9. Proses Konseling Realita

Pendekatan ini melihat konseling sebagai proses rasional yang

menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseli di tekankan

untuk melihat perilaku yang dapat diamati daripada motif-motif bawah sadarnya.

Dengan demikian konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut cukup

efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak. Jika dirasa perilaku-perilaku

yang di tampilkan tidak membuat konseli merasa puas, maka konselor

mengarahkan konseli untuk melihat peluang-peluang yang dapat dilakukan

11

Page 15: terapi realitas

dengan merencanakan tindakan yang lebih bertanggung jawab. Perilaku yang

bertanggung jawab maksudnya adalah perilaku yang sesuai dengan kenyataan

yang dihadapi, oleh Glasser disebut sebagai penerimaan terhadap realita. Dengan

demikian, dapat membantu konseli mengatasi tekanan-tekanan dan permasalahan

yang di alaminya.

Menurut Glasser, hal-hal yang membawa perubahan sikap dari penolakan

ke peneriman realitas yang terjadi selama proeses konseling adalah:

1. Konseli dapat mengeksplorasi keinginan, kebutuhan, dan apa yang

dipresepsikan tentang kondisi yang dihadapinya. Di sini konseli terdorong

untuk mengenali dan mendifinisikan apa yang merekan inginkan untuk

memenuhi kebutuhannya. Setelah mengetahui apa yang di inginkan, konseli

lalu mengevaluasi apakah yang ia lakukan selama ini memenuhi kebutuhan-

kebutuhan tersebut.

2. Konseli focus pada perilaku sekarang tanpa terpaku pada permasalahan

masa lalu. Tahap ini merupakan kesadaran konseli untuk memahami bahwa

kondisi yang dialaminya bukanlah hal yang bisa dipungkiri. Kemudian

mereka mulai menentukan alternative apa saja yang harus dilakukan. Di sini

konseli mengubah perilaku totalnya, tidak hanya sikap dan perasaan, namun

yang diutamakan adalah tindakan dan pikiran.

3. Konseli mau mengevaluasi perilakunya, merupakan kondisi dimana konseli

membuat penilaian tentang apa yang telah ia lakukan terhadap dirinya

berdasarkan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Apakah yang

dilakukan dapat menolong dirinya atau sebaliknya, apakah hal itu bermanfat,

sudahkah sesuai dengan aturan, dan apakah realistis atau dapat dicapai.

Mereka menilai kualitas perilakunya, sebab tanpa penilaian pada diri sendiri,

perubahan akan sulit terjadi. Evaluasi ini mencakup seluruh komponen

perilaku total.

4. Konseli mulai menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan komitmen

yerhadap apa yang telah direncanakan. Rencana-rencana yang ditetapkan

harus sesuai dengan kemampuan konseli, bersifat konkrit atau jelas pada

bagaimana dari perilakunya yang akan diubah, realistis dan melibatkan

12

Page 16: terapi realitas

perbuatan positif. Rencana itu juga harus dilakukan dengan segera dan

berulang-ulang.

2.10. Tahap-Tahap Konseling Realita

Proses konseling dalam pendekatan realitas berpedoman pada dua unsur

utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur

yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli.

Secara praktis, Thompson,et. al. (2004:115-120) mengemukakan delapan

tahapdalam Konseling Realita.

Tahap 1 : Konselor Menunjukkan Keterlibatan dengan Konseli(Be Friend)

Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan sikap otentik,

hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang di bangun. Konselor

harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan sikap hangat

dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan konseli sangat penting,

sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika dia

merasa bahwa konselrnya terlibat, bersahabat, dan dapat dipercaya. Oleh karena

itu, penerimaan yang positif adalah sangat esensial agar proses konseling berjalan

efektif.

Menunjukan keterlibatan dengan konseli dapat ditunjukan dengan perilaku

attending. Perilaku ini tampak dalam kontak mata (menatap konseli), ekspresi

wajah (menunjukkan minatnya tanpa dibuat-buat), duduk dengan sikapterbuka

(agak maju kedepan dengan tidak bersandar), poros tubuh agak condong dan

diarahkan ke konseli, melakukan respon refleksi, memperhatikan perilaku

nonverbal konseli, dan melakukan respon parafase.

Tahap 2 : Fokus pada Perilaku Sekarang

Setelah konseli dapat melibatkan diri pada konselor, maka konselor

menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukannya sekarang. Tahap ini

merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli mengungkapkan

ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu

13

Page 17: terapi realitas

konselor meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja yang telah

dilakukannya dalam menghadapi kondisi tersebut. Secara rinci, tahap ini meliputi:

1. Eksplorasi “picture album” (keinginan), kebutuhan, dan persepsi

2. Menanyakan keinginan-keinginan konseli

3. Menanyakan apa yang benar-benar diinginkan konseli

4. Menanyakan apa yang terakhir oleh konseli tentang yang diinginkan

orang lain dari dirinya dan menanyakan bagaimana konseli melihat hal

tersebut

Tahap 3 : Mengeksplorasi Total Behavior Konseli

Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu: konselor

menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli; cara pandang dalam

Konseling Realita, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya

(doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli mengungkapkan setiap kali

menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang luar biasa. Dalam pandangan

Konseling Realita, yang harus diatasi bukan kecemasannya konseli, tetapi ha-hal

apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian.

Tahap 4 : Konsili Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi

Memasuki tahap keempat, konselor menanyakan kepada konseli apakah

pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Fungsi

konselor tidak untuk menilai benar atau salahnya perilaku konseli, tetapi

membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada

konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut.

Pada tahap ini, respon-respon konselor di antaranya menanyakan apakah

yang dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari permasalahan atau

sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu

didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya. Fungsi konselor tidak

untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk

menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi,

apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut.kemudian bertanya kepada

konseli apakah pilihan perilakunya dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan

14

Page 18: terapi realitas

konseli saat ini, menanyakan apakah konseli akan tetap pada pilihannya, apakah

hal tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realistis, apakah

benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau

dapat terjadi/dicapai, bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, dan

menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseli.

Tahap 5 : Merencanakan Tindakan yang Bertanggungjawab

Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak

menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan

dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih bertangung jawab. Rencana

yang disusun sifatnya spesifik dan kongkret. Hal-hal apa yang akan dilakukan

konseli untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.

Tahap 6 : Membuat Komitmen

Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah

disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.

Tahap 7 : Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan Konseli

Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang

telah disepakati bersama. Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan

perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan

apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak

untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselr mengajak konseli untuk melihat

kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil.

Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang

belum berhasil ia lakukan. Pada tahap ini sebaiknya konselor menghindari

pertanyaan “Mengapa” sebab kecenderungannya konseli akan bersikap defensive

dan mencari-cari alasan.

Tahap 8 : Tindak Lanjut

Merupakan tahap terakhir dalam konseling. Konselor dan konseli

mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau

dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.

15

Page 19: terapi realitas

2.11. Teknik-teknik Konseling Realitas

Ada beberapa teknik-teknik dalam konseling realitas yaitu diantaranya:

a. Terlibat dalam permainan peran dengan klien

Dalam bermain peran dengan klien, dimana konselor berperan sebagai

didaktor dan sekaligus sebagai motivator untuk membantu siswa mengentaskan

segala permasalahan klien/konseli. Dalam hal ini, konselor harus terlebih dahulu

memasuki dunia konseli dan memahami keadaan konseli. Bila konselor

menemukan konseli yang belum bisa menerima kenyataan yang ada, konselor

hendaknya mengarahkan dan memotivasi konseli tersebut. Contoh : Siswa yang

tidak menerima kenyataan, bahwa nilai ulangan dia turun dan bahkan juara yang

dimana pada tahun sebelumnya ia mendapat juara, tapi saat ini dia tidak

mendapatkan juara. Dan bahkan ia memusuhi temannya yang mengambil

kedudukan juaranya dulu. Ini merupakan pola pikir yang tidak realitas dari siswa

ini. Jadi konselor disini memainkan perannya sebagai didaktor dan motivator.

Konselor sebagai didaktor yang mengarahkan konseli akan kesalahan-kesalahan

dari dalam dirinya. Dalam hal ini, kesalahan konseli tidak bisa menerima

kenyataan bahwa dia tidak mendapatkan juara. Konselor memberikan pengarahan

bahwa “sikap kamu seperti ini salah, kamu tidak seharusnya menyalahkan

temanmu yang mengambil kedudukan juaramu. Kesalahan ini terletak dalam diri

kamu sendiri. Dan bahkan kamu telah mrugikan orang lain. Coba intropeksi diri

kamu, sikap saya apakah sudah pantas seperti. Apakah sikap ini akan

mengembalikan kedudukan juara kamu yang dulu”. Sehingga bila siswa sudah

mengerti dan sudah mampu berpikir secara realitas. Hal selanjutnya yang

dilakukan konselor adalah memotivasi siswa tersebut. Bahwa masih banyak

alternative-alternatif lain untuk merubah semua itu. Kamu hendaknya tidak

menyalahkan orang lain atas keadaan yang terjadi sekarang. Bagaimana caranya

kamu untuk bisa mendorong diri kamu untuk merubah keadaan yang terjadi

sekarang sehingga nantinya kamu kembali bisa merebut juara dan meningkatkan

nilai ujianmu.

b. Menggunakan humor

Disini dengan menggunakan humor mampu menciptakan suasana yang

segar dan rileks untuk menciptakan keakraban diantara konselor dan konseli.

16

Page 20: terapi realitas

Konselor dalam melakukan kegiatan konseling bisa menggunakan teknik ini

untuk mempermudah jalannya konseling. Kaitannya dengan contoh diatas :

Ketidakrealistisan konseli dalam keadaan yang terjadi akan dapat memberikan

dampak negatif bagi dirinya maupun orang lain. Maka untuk mempermudah

mengentaskan permasalahan tersebut konselor bisa menggunakan teknik humoris.

Dengan menggunakan sikap humoris segala uneg-uneg yang ada dalam diri siswa

akan bisa tersampaikan dengan jelas tanpa perlu adanya rasa takut dan malu-malu

dalam diri konseli. Contoh : seorang Konselor bertanya kepada konselinya :

kenapa kamu bisa tidak mendapatkan juara? Pasti kamu pacaran ya? (dengan

berbicara yang santai dan sedikit bercanda)

c. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun

Konfrontasi merupakan salah satu respon konselor yang sangat membantu

konseli. Konfrontasi akan membantu konseli untuk menyadari dan menghadapi

berbagai pikiran, perasaan dan kenyataan yang terjadi pada dirinya, yang ingin

disembunyikan /diingkarinya. Dan menolak dalih apapun dalam hal ini yang

dimaksud yaitu menolak segala alasan yang dilontarkan konseli atas kenyataan

sekarang, tanpa perlu adanya pembelaan dalam diri individu. Contoh : Siswa yang

mencuri uang temannya di kelas akan ditegur oleh guru, wali atau konselor di

sekolah. Pastinya dia akan memiliki alasan-alasan tersendiri untuk melakukan

pembelaan atas kesalahan dirinya. Contohnya : dia melakukan itu karna kepepet,

karna terpaksa. Ini merupakan alasan yang tidak realitas atas keadaan yang terjadi

sekarang. Dan konselor disini akan mengonfrontasikan sikap yang salah dan

menolak segala alasan yang dipaparkan individu yang mencuri itu.

d. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi

tindakan.

Dalam hal ini, terapi realitas akan dipusatkan pada upaya konselor

menolong individu dalam membuat rencana yang spesifik bagi perilakunya dan

membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang dibuatnya.

Sehingga nantinya individu dapat memahami dan menerima keterbatasan dan

kemampuan dalam dirinya. Contoh : Dalam kaitannya pada contoh diatas :

Konselor disini membantu siswa untuk membuat rencana-rencana yang spesifik

bagi perilakunya. Pada contoh tersebut siswa yang belum bis menerima kenyataan

17

Page 21: terapi realitas

bahwa dia tidak mendapatkan juara. Disini konselor bisa menanyakan terlebih

dahulu “ apa yang akan kamu lakukan?”. Dengan pertanyaan itu konseli akan

menjawabnya dan jawaban itu merupakan bagian dari rencana-rencana konseli

dalam mengentaskan masalah yang terjadi. Seperti, faktor-faktor yang

menyebabkan nilai ia turun dan tidak mendapatkan juara (cara belajar yang salah

akan diperbaiki, masalah dalam belajar agar bisa diselesaikan secepat mungkin

dll)

e. Bertindak sebagai model dan guru

Disini konselor bertindak sebagai model guru yang bersifat mendidik. Bila

ditemukan siswa yang tidak bisa berpikir secara realitas, konselor harus bisa

mendidiknya sampai ia dapat berpikir secara realitas. Dan yang paling penting

konselor sebagai model harus bisa menampilkan pribadi yang baik, positif dan

berguna bagi diri maupun orang lain. Sehingga bila konselor yang tidak bisa

menampilkan sosok seperti itu, maka konseli akan mengikuti segala sikap dan

tindakan yang ditampilkan konselor. Contoh : Dalam hal efesiensi waktu.

Konselor yang datang dan pergi dari sekolah seenaknya, ini merupakan contoh

yang tidak baik bagi konseli. Dan tentunya konseli juga akan mengikuti sikap

konselor itu.

f. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi

Disini konselor membatasi perannya dalam membantu konseli. Batas

mana peran kita sebagai konselor untuk membimbing, batas mana perean kita

sebagai motivator dan diktator bagi konseli. Sehingga nantinya kegiatan yang

berjalan bisa berlangsung secara efektif dan efesien.

g. Menggunakan terapi “kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk

mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis

Sarkasme merupakan majas sindiran yang diucapkan secara langsung dan

kasar. Contoh: teknik ini bisa digunakan bagi siswa yang mengalami kesalahan

dalam sikap, tindakan dan pola piker.

Seorang siswa yang tidak membuat PR

Konselor : Apakah kamu sudah membuat PR?

Konseli : Belum Bu (dengan ekspresi wajah gelisah)

Konselor : Kenapa kamu tidak membuatnya?

18

Page 22: terapi realitas

Konseli : PR-nya susah Bu!

Konselor : Bodoh sekali kamu! PR semudah itu kamu tidak bisa

mengerjakan.

h. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang

lebih efektif.

Disini konselor ikut terlibat dalam upaya membantu konseli untuk ia dapat

mencari kehidupannya yang efektif. Contoh : Siswa yang tidak mempunyai

sepeda motor untuk dipakai berangkat ke sekolah. Dia terpaksa untuk menumpang

dengan teman sebayanya berangkat ke sekolah setiap hari. Akan tetapi dia

memiliki perasaan yang tidak enak hati karena seringnya ia menumpang dengan

temannya. Disini tugas konselor membantu siswa untuk ia bisa mencapai

kehidupan yang lebih efektif. Yaitu dengan cara, konselor memberikan informasi,

misalnya dengan kamu mengajukan beasiswa kamu akan bisa mendapatkan

bantuan financial dari pemerintah dan kamu akan bisa memiliki sepeda motor

meskipun tidak baru. Dan untuk itu kamu berusaha untuk bisa membanggakan

orang tuamu dengan belajar yang rajin, sekolah yang rajin. Sehingga kehidupan

yang efektif bisa perlahan-lahan kamu rasakan nanti.

19

Page 23: terapi realitas

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpilan

Terapi realitas tampaknya amat cocok bagi intervensi-intervensi singkat

dalam situasi-situasi konseling krisis dab bagi penanganan para remaja dan orang-

orang dewasa penghuni lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal.

Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari terapi realitas tampaknya adalah

jangka waktu terapinya yang relatif pendek dab berurusan dengan masalah-

masalah tingkah laku sadar. Salah satu kekurangan terapi realitas adalah tidak

memberikan penerangan atau penekanan yang cukup pada dinamika-dinamika tak

sadar dan pada masa lampau individu sebagai salah satu determinan dari tingkah

lakunya sekarang. Glasser disatu pihak tampaknya menrima peran masa lampau

dan ketidaksadaran sebagai faktor-faktor kausal dari tingkah laku sekarang, di lain

pihak dia menolaknilai faktor-faktor tersebut dalam memodifikasi tingkah laku

sekarang. Sebagaimana dinyatakan oleh Glasser “ tentunya para orang tua, seperti

setiap orang lainnya, memiliki alasan-alasan yang mungkin tidak disadari untuk

bertindak dengan cara yang mereka jalankan.

3.2. Saran

Setelah mempelajari mengenai Terapi Realitas, diharapkan kita yang

merupakan calon-calon seorang konselor dapat memiliki wawasan yang luas.

Sehingga dalam pelaksanaan bimbingan konseling kita bisa menjalankan tugas

sesuai dengan teknik-teknik yang ada.

20

Page 24: terapi realitas

DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. Theory and Pratice of Counseling and Psychoterapy (Teori Dan

Praktek Konseling Psikoterapi). Terjemahan oleh E. Koeswara. Bandung :

Eresco. 1988

1