teori realitas
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cTRANSCRIPT

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi KonselingDosen pengampu ;Moh. Syahrir, M.Si
Oleh:
Imam PujiantoMiftahul Jannah
Nihayatus Sa’adah
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DARUL ULUMJOMBANG
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan hidayah-Nya kepada kita sehingga semangat menggali ilmu tidak pernah padam. Shalawat dan salam semoga
senantiasa terlimpah kepada junjunga kita Rasulullah SAW,keluarga,para sahabat,dan segenap pengikut beliau.
Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat mengembangkan krearifitas mahasiswa dalam berfikir tentang diskriminasi dan makna
Gender serta kesetaraan Gender dalam masyarakat.“Tak Ada Gading Yang Tak Retak” kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna.
Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik dari pembaca dan dosen pembimbing demi

kemajuan makalah ini.
Sidoarjo, 03 maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………………………………...1KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………..…..2DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………..…..3BAB I PENDAHULUANA. Latar belakang……………………………………………………………………….…….4B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………….4C. Tujuan……………………………………………………………..………………….…….5BAB II PEMBAHASA
A. Makna Teori Gestalt……………………………………………………………………6B. Tujuan Pendekatan Teori Gestalt………………………………………………………..7C. Macam-macam Teknik Teori Gestalt……………………………………………………8D. Penerapan Terapi Individu Dan Kelompok…………………………………………….9E. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Gestalt ………………………………………………10
BAB III KESIMPULANA. Penutup…………………………………………………………………………………. 11DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….. 12

BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangPsikoterapi Gestalt menitikberatkan pada semua yang timbul pada saat ini. Pendekatan ini tidak memperhatikan masa lampau dan juga tidak memperhatikan yang akan datang. Jadi pendekatan Gestalt lebih menekankan pada proses yang ada selama terapi berlangsung.Dalam buku Geralt Corey menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, urusan yang tak terselesaikan, penghindaran,dan menyadari saat sekarang.Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lalu telah pergi dan masa depan belum terjadi,maka saat sekaranglah yang terpenting. Guna membantu klien untk membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan ”apa” dan “bagaimana” ketimbang “mengapa”, karena pertanyaan mengapa dapat mengarah pada pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan terhadap saat sekarang.Konsep dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran meliputi:1. Kesadaran akan efektif apabila didasarkan pada dan disemangati oleh kebutuhan yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu2. Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.3. Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan sesuatu yang mustahil terjadi.Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan yang tak terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu. Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan mencoba menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan dulu bisa dihadapi saat ini.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Makna teori gestalt?2. Apa tujuan pendekatan teori gestalt?3. Sebutkan macam-macam tehnik teori gestalt?4. Bagaimana penerapan terapi individu dan kelompok?5. Apa kelebihan dan kelemahan teori gestalt?
C. TujuanTujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Makna teori gestaltGestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.PenggunaanTeori gestalt banyak dipakai dalam proses desain dan cabang seni rupa lainnya, karena banyak menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Persepsi jenis ini bisa terbentuk karena:1. Kedekatan posisi (proximity)

2. Kesamaan bentuk (similiarity)3. Penutupan bentuk4. Kesinambungan pola (continuity)5. Kesamaan arah gerak (common fate)
Faktor inilah yang menyebabkan kita sering bisa merasakan keteraturan dari pola-pola yang sebenarnya acak. Misalnya saat seseorang melihat awan, dia dengan mudah bisa menemukan bentuk muka seseorang. Hal ini disebut pragnan.
Teori kedekatan: Kotak akan dikelompokkan menjadi 3, A-B, C-D dan E
Teori kemiripan:Lingkaran akan dikelompokkan terpisah dari kotak
Teori penutupan:Walaupun semu, kotak akan dibentuk dengan menutup garis
Teori continuity: Lingkaran akan membentuk pola garis diagonal walaupun sebenarnya tersusun acakterputus.
B. Tujuan pendekatan teori gestaltTujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut. Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas. Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya

Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
C. Macam – macam teknik teori gestaltTeknik dalam Pendekatan GestaltDalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik konseling Gestalt yaitu:1. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.2. Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang) masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang3. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya.Dalam buku Gerald Corey tahun 1995. Teknik-teknik yang biasanya dipakai yaitu: Permainan DialogTeknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan berlaku sebagai majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong, yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan memerankan top dog maupun under dog sehingga klien dapat merasakan keduanya dan dapat melihat sudut pandang dari keduanya. Teknik PembalikanTeori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam suatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya. Bermain ProyeksiMemantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Tetap dengan PerasaanTeknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien untuk tetap atau menahan perasaan yang ia ingin hindari itu.
D. Penerapan atau Aplikasi Pendekatan GesataltPenerapan dalam Terapi Individu dan KelompokTerapi Gestalt bisa diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam setting individual maupun setting kelompok

Setting Individu, menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012)Sebagai contoh, klien adalah seorang ibu yang terlalu keras mendidik anak perempuannya yang berusia 13 tahun. Aturan keras dari ibu membuat anak merasa ketakutan, cemas dan trauma bahakan beberapa hari tidak pulang kerumah yang tanpa sepengetahuan ibunya ternyata anaknya menginap di rumah nenek. Suaminya yang merasa kecewa dan kewalahan terhadap sikapistrinya yang keras itu akhirnya meminta cerai. Latar bekang yang membuat istrinya keras seperti itu adalah didikan dari orang tua sang istri yang terlalu keras dari kecil sampai remaja. Istri sebenarnya merasa “sakit hati” dengan perlakuan itu dan sangant dendam. Dan didikan keras itulah yang diteruskannya kepada putrinya.Dalam kasus seperti ini, konselor dapat menerapkan teknik permainan dialog yang didalamnya ada teknik kursi kosong. Klien disuruh untuk berperan sebagai under dog yang menjadi korban. Klien di arahkan untuk menjadi sadar akan perbuatannya saat ini bahwa sikapnya yang keras itu hanya sebagai ungkapan balas dendam yang di teruskan kepada putrinya. Selain itu, klien bisa disuruh untuk melakukan permainan ulangan. Mengulang kembali apa yang dialaminya dulu atas sikap kasar orang tuanya dengan upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan tersebut.Setting Kelompok, menurut M.A Subandi dalam bukunya (Psikoterapi)Sebagai contoh, teknik bermain peran di dalam kelompok. Misalnya seseorang yang merasa khawatir akan apa yang di pikirkan orang lain terhadapnya, ia kemudian diminta untuk memerankan orang yang mungkin menilainya itu. Setelah ia memerankan orang yang danggapnya menilai dirinya, ia di minta untuk mengecek kembali pada orang iti. Tidak jarang terjadi bahwa apa yang dianggapnya itu tidak nyata. Semua itu hanya penilaian saja, padahal orang lain tidak menilainya seperti yang dianggapnya.Dalam setting kelompok seperti ini, biasanya anggota akan lebih cepat mengenali keyakinan yang kurang rasional yang selama ini belum pernah dicocokkannya dengan orang lain.
E. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan GestaltMenurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan pendekatan Gestalt adalah:E.1. Kelebihan Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang. Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh. Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah. Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri. Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.E.2. Kelemahan

Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif. Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain. Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi. Para klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
BAB IIIKESIMPULAN
Teori Belajar Gestalt berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku paling langsung ke persepsi dan pemecahan masalah. Pekerjaan Gibson sangat dipengaruhi oleh teori Gestalt. Beberapa contoh dari teori gestalt dapat dilihat dari aplikasinya dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald.1995.Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung: PT. ErescoGudnanto.2012.Pendekatan Konseling.UMK.FKIPSubandi, M.A.Psikoterapi.Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM:Pustaka Pelajarhttp://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-gestalt/ dikutip pada 11 Maret 2012.http:// alifaprilia.blpgspot,com

Makalah Terapi Realitas
TERAPI REALITAS
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dewasa ini, banyak sekali pendekatan-pendekatan terapi yang dipelajari oleh
konselor. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain : Pendekatan Psikoanalitik, Pendekatan
Eksistensial-Humanistik, Pendekatan Client-Centered, Terapi Gestalt, Terapi Tingkah Laku,
Terapi Rasional-Emotif, Terapi Realitas, dan lain-lain. Diantara berbagai pendekatan-
pendekatan dan terapi tersebut, pendekatan dengan Terapi Realitas menunjukkan perbedaan
yang besar dengan sebagian besar pendekatan konseling dan psikoterapi yang ada. Terapi
Realitas juga telah meraih popularitas di kalangan konselor sekolah, para guru dan pimpinan
sekolah dasar dan sekolah menengah, dan para pekerja rehabilitasi. Selain itu, Terapi Realitas
menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling yang menjadi dasar pernyataan-
pernyataan seperti: Apa kenyataan itu? Haruskah terapis mengajar pasiennya? Apa yang
harus diajarkan? Dan sebagainya. Sistem Terapi Realitas difokuskan pada tingkah laku
sekarang. Oleh karena itu, seorang konselor maupun calon konselor wajib mempelajari
Terapi Realitas.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
yaitu :
1. Bagaimana pandangan Terapi Realitas terhadap sifat manusia?
2. Apa sajakah teknik-teknik yang digunakan dalam Terapi Realitas?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk memenuhi kewajiban dalam mata kuliah Teori dan Teknik Konseling
2. Untuk mengetahui pandangan Terapi Realitas terhadap sifat manusia
3. Untuk mengetahui teknik-teknik yang digunakan dalam Terapi Realitas

Bab II. Pembahasan
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Terapi Realitas
Terapi Realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang.
Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara
yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan
tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Terapi Realitas, yang
menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-
orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”, dapat diterapkan pada psikoterapi,
konseling, pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan lembaga, dan
perkembangan masyarakat.
Terapi Realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena dalam penerapan-
penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengkondisian operan yang tidak ketat. Glasser
mengembangkan terapi realitas dan meraih popularitasnya karena berhasil menerjemahkan
sejumlah konsep modifikasi tingkah laku ke dalam model praktek yang relatif sederhana dan
tidak berbelit-belit.
2.1.2 Ciri – Ciri Terapi Realitas
Sekurang – kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut :
1. Terapi realitas menolak tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk
gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban.
Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis. Ia
mempersamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan
mempersamakan kesehatan mental dengan tingkah laku yang bertanggung jawab.
2. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan- perasaan dan
sikaf-sikaf. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting,

tetapi realitas menekankan kesadaran atas yingkah laku sekarang. Terapis realitas juga tidak
bergantung pada pemahaman untuk menubah sikap-sikap tetapi menekankan bahwa
perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.
3. Terapis realitas berfokus pada saat sekarang, bukan pada masa lampau. Karena masa lampau
seseorang telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang
dan masa yang akan datang. Terapis terbuka untuk mengekplorasi segenap aspek dari
kehidupan klien sekarang, mencakup harapan-harapan, ketakutan-ketakutan, dan nilai-
nilainya. Terapi menekankan kekuatan-kekuatan, potensi-potensi, keberhasilan-kebrhasilan,
dan kualitas-kualitas positif dari klien dan tidak hanya meperhatikan kemalangan dan gejala-
gejalanya. Glasser (1965, hlm.31) berpendapat bahwa klien dipandang sebagai “ pribadi
dengan potensi yang kuat, bukan hanya sebagai pasien yang memiliki masalah-masalah”.
4. Terapi realitas menekankan pertinbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan
pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam
menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa
perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan
mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya. Jika para klien menjadi sadar bahwa
mereka tidak akan memperoleh apa yang merek inginkan dan bahwa tingkah laku mereka
merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya perubahan positif, semata-
mata karena mereka menetapkan bahwa alternatif-alternatif bisa lebih baik daripada gaya
mereka sekarang yang tidak realistis.
5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional
tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi sebagai suatu cara
bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para
terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak
memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien. Glassier (1965) menyatakan bahwa para klien
tidak mencari suatu pengulangan keterlibatan di masa lampau yang tidak berhasil, tetapi
mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan
mereka sekarang. Terapis bisa menjadi orang yang membantu para klien dalam memeuhi

kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang dengan membangun suatu hubungan yang personal
dan tulus.
6. Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Teori
psikoanalitik, yang berasumsi bahwa pemahaman dan kesadaran atas proses-proses
ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bagi perubahan kepribadian, menekankan
pengungkapan konflik-konflik tak sadar melalui teknik-teknik seperti analisis transferensi,
analisis mimpi, asosiasi-asosiasi bebas, dan analisis resistensi. Sebaliknya, terapi realitas
menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang
hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana dia bisa terlibat dalam
suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang berlandaskan tingkah laku yang
bertanggung jawab dan realistis.
7. Terapi realitas menhapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna
mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan
rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan
hubungan terapiutik. Dalam bukunya yang berjudul Schools without Failure, Glasser (1969,
hlm. 7 ) mengeksplorasi secara rinci masalah kegagalan sebagai suatu cara menghukum para
siswa dalam situasi sekolah. Ia menyatakan bahwa “ masalah utama disekolah-sekolah adalah
masalah kegagalan. Ia mengimbau pembentukan suatu sistem pendidikan yang berakar pada
suatu filsafat pendidikan yang memungkinkan pengalaman belajar yang berhasil. Ia meminta
agar para pendidik “ memeriksa kekurangan-kekurangan yang ada pada pendidikan itu
sendiri yang mengakibatkan kegagalan sekolah, kemudian pembentukan suatu program yang
akan mengoreksinya” (Glasser, 1969, hlm. 11).
8. Terapi realitas menekankan tanggng jawab, yang oleh Glasser(1965, hlm 13) didefinisikan
sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuha sendiri dan melakukannya
dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka”. Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Meskipun kita semua
memiliki kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk memiliki rasa
berguna, kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

Glasser (hlm 10) menyatakan bahwa “kita perlu belajar untuk mengoreksi diri apabila kita
membuat salah dan membanggakan diri apabila kita berbuat benar”. Untuk memperbaiki
tingkah laku kita apabila berada dibawah standar tengah kita perlu mengevaluasi tingkah laku
kita itu. Oleh karenanya, bagian yang esensial dari terapi realitas mencakup moral standar-
standar, pertimbangan-pertimbangan nilai, serta benar dan salahnya tingkah laku karena
semuanya itu berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan akan rasa berguna. Menurut
Glasser, orang yang bertanggung jawab melakukan apa-apa yang memberikan kepada dirinya
perasaan diri berguna dan perasaan bahwa dirinya berguna bagi orang.
Glasser (1965) menyatakan bahwa mengajarkan tanggung jawab adalah konsep inti
dalam terapi realitas. Jika kebanyakan hewan didorong oleh naluri, manusia mengembangkan
kemampuan untuk belajar dan mengajarkan tanggung jawab. Oleh karenanya, terapi realitas
menekankan fungsi terapis sebagai pengajar. Terapis mengajari para klien cara-cara yang
lebih baik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan mengeksplorasi keistimewaan-
keistimewaan dari kehidupan sehari-harinya dan kemudian membuat pernyataan-pernyataan
direktif dan saran-saran mengenai cara-cara memecahkan masalah yang lebih efektif. Terapi
menjadi suatu pendidikan khusus di mana rencana-rencana dibuat serta alat-alat yang realistik
dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi diuji.
2.1.3 Proses terapiutik
2.1.3.1 Tujuan-tujuan terapiutik
Tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi.
Otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti
dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Terapi realitas membantu orang-orang
dalam menentukan dan memperjelas tujuan- tujuan mereka. Terapis membantu klien
menemukan alternative-alternatif dalam mencapai tujuan-tujuan, tetapi klien sendiri yang
menetapkan tujuan –tujuan terapi. Glasser dan Zunin(1973) sepakat bahwa terapis harus
memiliki tujuan-tujuan tertentu bagi klien dalam pikirannya. Mereka menekankan bahwa
criteria psikoterapi yang berhasil sangat bergantung pada tujuan-tujuan yang ditentukan oleh
klien. Meskipun tidak ada criteria yang kaku yang pencapaiannya menandai selesainya terapi,

criteria umum mengenai pencapaian tingkah laku yang bertanggung jawab dan pemenuhan
tujuan-tujuan klien menunjukan bahwa klien mampu melaksanakan rencananya secara
mandiri dan tidak perlu lagi diberi treatment. Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri
dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser (1965) merasa
bahwa, ketika terapis menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan
apakah mereka akan atau tidak akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab”. Tugas
terapis adalah bertindak sebagai pembimbing hyang membantu klien agar bisa menilai
tingkah lakunya sendiri secra realistis. Glasser (1972) yang menyatakan bahwa prinsip
evaluasi tingkah lakunya telah sering disalah artikan, menyangkal peran sebagai moralis.
Terapis realistis berasumsi bahwa klien bisa menciptakan kebahagiannya sendiri dan bahwa
kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab. Oleh karena itu
terapis tidak menerima pengerlakan atau pengabaian kenyataan, dan tidak pula menerima
tindakan klien menyalahkan apapun atau siapapun diluar dirinya atas ketidakbahagiaan pada
saat sekarang. Tindakan yang demikian akan melibatkan klien dalam “kenikmatan psikiatrik”
yang akan segera hilang dan mengakibatkan penyesalan. Fungsi penting lainnya dari terapis
realistis adalah memasang batas, mencakup batas-batas dalam situasi terapiutik dan batas-
batas yang ditempatkan oleh kehidupan oleh seseorang. Glasser dan Zunin (1973) menunjuk
penyelenggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas. Kontrak-kontrak ,yang sering
menjadi bagian dari proses terapi, bisa mencakup laporan klien mengenai keberhasilan
maupun kegagalannya dalam pekerjaan diluar situasi terapi. Acap kali suatu kontrak
menetapkan suatu batas yang spesifik bagi lamanya terapi. Pada akhir waktu , terapi bisa
diakhiri dank lien diperbolehkan menjaga dirinya sendiri. Sebagian klien berfungsi lebih
efektif apabila mereka menyadari bahwa banyaknya pertemuan terapi dibatasi sampai jumlah
tertentu. Selain fungsi-fungsi dan tugas tersebut kemampuan terapis untuk terlibat denga
klien serta untuk melibatkan klien dalam proses terapiutik dianggap paling utama. Fungsi ini
serong kali sulit, terutama apabila klien tidak menginginkan konseling atau apabila dia
meminta”tolong” sekedar coba-coba. Glasser (1965) menunjukan bahwa cara terjadinya
keterlibatan antara dua orang yang asing banyak berurusan dengan kualitas yang diperlukan
pada terapis. Menurut glasser, beberap atribut atau kualitas pribadi itu mencakup kemampuan
dan kesediaan terapis untuk menuntut, namun peka ; memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
sendiri dalam kenyataan; secara terbuka berbagi perjuangannya sendiri; bersikap pribadi dan

tidak memelihara sikap menjauhkan diri; membiarkan nilai-nilainya sendiri ditantang oleh
klien; tidak menerima dalih bagi penghindaran tindakan yang bertanggung jawab;
menunjukan keberanian dengan cara sinambung menghadapi klien, tanpa mengindahkan
penentangan dari para klien apabila mereka tidak hidup secara raelistis; memahami dan
merasakan simpati terhadap klien; dan membangun keterlibatan yang tulus dengan klien.
2.1.3.2 Pengalaman Klien dalam Terapi
Para klien dalam terapi realitas bukanlah orang-orang yang telah belajar menjalani
kehidupan secara bertanggung jawab, melainkan orang-orang yang termasuk tidak
bertanggung jawab. Meskipun tingkah lakunya tidak layak, tidak realistis, dan tidak
bertanggung jawab, tingkah laku para klien itu masih merupakan upaya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar mereka akan cinta dan rasa berguna. Perhatian terapeutik
diberikan kepada orang yang belum belajar atau kehilangan kemampuan untuk menjalani
kehidupan yang bertanggung jawab.
Para klien diharapkan berfokus kepada tingkah laku mereka sekarang alih-alih
kepada perasaan-perasaan dan sikap-sikap mereka. Terapis menantang para klien untuk
memandang secara kritis apa yang mereka perbuat dengan kehidupan mereka dan kemudian
membuat pertimbangan nilai yang menyangkut keefektifan tingkah laku mereka dalam
mencapai tujuan. Karena para klien bisa mengendalikan tingkah lakunya lebih mudah
daripada mengendalikan perasaan dan pikirannya. Jika seorang klien mengeluh bahwa
dirinya merasa cemas, terapis bisa bertanya kepada klien, “ Apa yang anda lakukan untuk
membuat diri sendiri cemas?”. Fokusnya bukanlah perasaan cemas, melainkan membantu
klien agar memperoleh kesadaran atas apa yang dilakukannya sekarang yang menjadikan
dirinya cemas.
Setelah para klien membuat penilaian tertentu tentang tingkah lakunya sendiri serta
memutuskan bahwa mereka ingin berubah, mereka diharapkan membuat rencana-rencana
yang spesifik guna mengubah tingkah laku yang gagal menjadi tingkah laku yang berhasil.
Para klien harus membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana ini. Mereka
tidak bisa menghindari komitmen dengan mempersalahkan, menerangkan, atau memberikan

dalih. Mereka harus terlibat aktif dalam pelaksanaan kontrak-kontrak terapi mereka sendiri
secara bertanggung jawab apabila ingin mencapai kemajuan.
2.1.3.3 Hubungan antara Terapis dan Klien
Sebelum terjadi terapi yang efektif, keterlibatan antara terapis dengan klien harus
berkembang. Para klien harus mengetahui bahwa orang yang membantu mereka, yakni
terapis, menaruh perhatian yang cukup kepada mereka, menerima dan membantu mereka
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka di dunia nyata. Di bawah ini merupakan
tinjuan ringkas atas prinsip-prinsip yang spesifik yang menyajikan kerangka bagi proses
belajar yang terjadi sebagai hasil dari hubungan antara terapis dan klien atau guru dan siswa,
yang dikemukakan oleh Glasser (1965, 1969) serta Glasser dan Zunin (1973).
1. Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara terapis dan klien.
Terapis, dengan kehangatan, pengertian, penerimaan, dan kepecayaannya atas kesanggupan
klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus mengkomunikasikan bahwa
dia menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi dengan terapis, klien belajar bahwa lebih
banyak hal dalam hidup ini daripada hanya memusatkan perhatian kepada kegagalan,
kesusahan, dan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab. Terapis mengembangkan
hubungan yang sangat seraya menghidari hubungan yang menjurus kepada percintaan.
Menjadi tugas terapis untuk menentukan situasi terapiutik sehingga klien mamahami sifat,
maksud, dan arah hubungan yang terjalin. Keterlibatan yang diterapkan di sekolah sangat
vital bagi seorang anak untuk mencapai identitas keberhasilan, sejalan dengan imbauannya
bagi pembentukan hubungan pribadi antara terapis dan klien, Glasser memandang bahwa
keterlibatan sangan penting antara guru dan siswa.
2. Perencanaan adalah hal yang esensial dalam terapis realitas. Situasi terapiutik tidak terbatas
pada diskusi-diskusi antara terapis dan klien. Mereka harus membentuk rencana-rencana, jika
sudah terbentuk harus dijalankan ; dalam terapi realitas tindakan adalah bagian yang esensial.
Kerja yang paling penting dalam proses terapiutik adalah membantu klien agar mengenali
cara-cara spesifik untuk mengubah tingkah laku kegagalan menjadi tingkah laku
keberhasilan. Rencana-rencana bukanlah hal yang mutlak, yang terutama merupakan cara-

cara alternatif bagi klien untuk memecahkan masalah dan untuk memperluas pengalaman
hidup yang penuh keberhasilan.
3. Komitmen adalah kunci utama terapi realitas. Setelah para klien membuat pertimbangan nilai
mengenai tingkah laku mereka sendiri dan memutuskan rencana tindakan, terapis membantu
mereka dalam membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana itu dalam
kehidupan mereka. Pernyataan dan rencana tidak ada artinya sebelum ada keputusan untuk
melaksanakannya. Dengan menjalani rencana-rencana yang dibuat para klien diharapkan bisa
memperoleh rasa berguna.
4. Terapi realitas tidak menerima dalih. Tidak semua komitmen klien bisa terlaksana, ada
rencana-rencanayang bisa gagal. Tetapi, jika rencana-rencana gagal terapi realitas tidak
menerima dalih. Ia tidak tertarik untuk mendengar alasan-alasan, penyalahan, dan
keterangan-keterangan klien tentang mengapa rencananya gagal. Terapis harus berfokus pada
apa maksud klien menyelesaikan sesuatu yag diputuskan untuk dilaksanakan alih-alih pada
mengapa.
2.2 Pandangan tentang Sifat Manusia
Terapi realiatas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan psikologis tunggal yang
hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk
merasakan keunikan, keterpisahan, dan ketersendirian. Kebutuhan akan identitas
menyebabkan dinamika – dinamika tingkah laku, dipandang sebagai universal pada semua
kebudayaan. Menurut terapi realitas akan sangat berguna apabila menganggap identitas
dalam pengertian” lawan” identitas kegagalan”. Dalam pembentukan identitas, masing-
masing dari kita mengembangkan keterlibatan-keterlibatan dengan orang lain dan dengan
bayangan diri, yang dengannya kita merasa relatif berhasil atau tidak berhasil. Orang lain
memainkan peranan yang berarti dalam membantu kita menjelaskan dan memahami identitas
kita sendiri. Cinta dan penerimaan berkaitan langsung dengan pembentukan identitas.
Menurut Glasser (1965. Hlm 9), basis dari terapi relitas adalah membantu para klien dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup “ kebutuhan untuk

mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi kita
sendiri maupun bagi orang lain”.
Pandangan tentang manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “ kekuatan pertumbuhan
“ mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Sebagai mana
dinyatakan oleh Glasser dan Zunin (1973, hlm 297), “Kami percaya bahwa masing-masing
individu memiliki suatu kekuatan kearah kesehatan atau pertumbuhan. Pada dasarnya, orang-
orang ingin puas hati dan menikmati suatu identitas keberhasilan, menunjukkan tingkah laku
yang bertanggung jawab dan memiliki hubungan interpersonal yang penuh makna”.
Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas
menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubah cara hidup, perasaan, dan
tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas
bergantung pada perubahan tingkah laku.
Maka jelaslah bahwa terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministik tentang
manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya
sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memikul tanggung jawab untuk
menerima konsekuensi- konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya orang menjadi
apa yang ditetapkannya.
2.3 Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Terapiutik
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Dalam membantu
klien dalam menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik
sebagai berikut :
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien;
2. Menggunakan humor;
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun;
4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
5. Bertindak sebagai model dan guru;
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi;

7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan
klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis; dan
8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh
pendekatan-pendekatan terapi lain. Pempraktek terapi realitas berusaha membangun kerja
sama dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuannya. Teknik-
teknik diagnostik tidak menjadi bagian dari terapi realitas. Teknik-teknik lain yang tidak
digunakan adalah penafsiran, pemahaman, wawancara-wawancara non direktif, sikap diam
yang berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi, dan analisis mimpi.
2.3.1 Penerapan pada Situasi-situasi konseling
Glasser dan Zunin (1973, hlm. 307) percaya bahwa teknik-teknik terapi realitas bisa
diterapkan pada lingkup masalah behavioral dan emosional yang luas. Mereka menyatakan
bahwa prosedur-prosedur terapi realitas telah digunakan dengan berhasil pada penanganan
“masalah-masalah individu yang spesifik seperti masalah
kecemasan, maladjustment, konflik-konflik perkawinan, perversi, dan psikosis.
Suatu area dimana terapi realitas telah digunakan secara ekstensif dengan
keberhasilan yang besar adalah penanganan para pelajar pelanggar hukum. Hasil kerja
Glasser di Ventura School for Girls menunjukkan bahwa prosedur-prosedur terapi realitas
dalam programnya telah mengurangi angka residivisme secara berarti (Glasser dan Zunin,
1973).
Terapi realitas cocok digunakan dalam terapi individual, kelompo dan konseling
perkawinan. Terapi kelompok adalah wahana yang efektif dalam penerapan prosedur-
prosedur terapi realitas. Proses kelompok bisa menjadi agen yang kuat untuk membantu klien
dalam melaksanakan rencana-rencana dan komitmen-komitmennya. Menurut Glasser dan
Zunin (1973), konseling perkawinan atau terapi penyatuan perkawinan sering dilaksanakan
oleh terapis realitas. Pada permulaan terapi perlu ditetapkan apakah
pasangan (a) memutuskan untuk mengakhiri ikatan perkawinan, (b) berkeinginan
mengeksplorasi pro dan kontra mengenai kemungkinan meneruskan hubungan perkawinan,
atau (c) secara pasti menginginkan diteruskannya hubungan perkawinan tetapi meminta
bantuan terapis untuk memperbaiki hubungannya itu. Terapis diharapkan aktif dan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan kepada pemahaman atas dinamika-
dinamika umum perkawinan dan gaya berelasi yang digunakan oleh pasangan terhadap satu
sama lain.
2.3.2 Penerapan di Sekolah
Terapi realitas memiliki implikasi-implikasi langsung bagi situasi-situasi sekolah.
Glasser untuk pertama kalinya menaruh perhatian pada masalah-masalah belajar dan tingkah
laku anak ketika ia menangani anak-anak perempuan di Ventura School for Girls dari
California Youth Autority. Ia menemukan sejarah yang hampir universal dari kegagalan
sekolah di kalangan anak-anak perempuan tersebut. Glasser (1969) percaya bahwa pendidika
bisa menjadi kunci bagi pergaulan manusia yang efektif. Dalam bukunya School without
Failure, ia mengemukakan sebuah program untuk menghapus kegagalan, menitikberatkan
pemikiran ketimbang kerja mengingat, memperkenalkan relevansi ke dalam kurikulum,
mengganti hukuman menjadi disiplin, menciptakan suatu lingkungan belajar di mana anak-
anak bisa memaksimalkan pengalaman-pengalaman yang berhasil yang akan menuju pada
identitas keberhasilan, menciptakan motivasi dan keterlibatan, membantu para siswa dalam
mengembangkan tingkah laku yang bertanggung jawab, dan membentuk cara-cara untuk
melibatkan para orang tua dan masyarakat dengan sekolah.

Bab III. Penutup
Terapi realitas tampaknya sangat cocok bagi intervensi-intervensi singkat dalam
situasi-situasi konseling krisis dan bagi penanganan para remaja dan orang-orang dewasa
penghuni lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal. Secara realistis, penggunaan
psikoterapi jangka panjang yang mengeksprolasi dinamika-dinamika tak sadar dan masa
lampau seseorang pada situasi-situasi dan tipe orang-orang tersebut diatas sangan terbatas.
Glasser mengembangkan pendekatannya karena keyakinannya bahwa prosedur-prosedur
psikonalitik tidak berhasil bagi populasi itu. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari
terapi realitas tampaknya adalah jangka waktunya yang relatif pendek dan berurusan dengan
masalah-masalah tingkah laku sadar.
Akhirnya, pandangan Glasser tentang penyakit mental
“ketidakbertanggungjawaban” adalah pandangan yang kontrovesial. Ia tidak mw mengakui
bahwa banyak pasien mental adalah orang-orang yang sangat bertanggung jawab sebelum
mulai menunjukkan gejala-gejala mereka.s
