realitas penegakan hukum

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara Pluralisme memiliki berbagai macam suku,bahasa dan ras yang memiliki keterkaitan peraturan yang berbeda dalam pelaksanaanya karena itu perlunya sosiologi hukum dalam setiap pengambilan keputusan para penegak hukum agar tercipta suatu keadilan bagi masyarakat, tidak sedikit dari masyarakat, baik masyarakat terdidik maupun masyarakat tidak terdidik bahkan masyarakat yang sehari-harinya menggeluti dunia hukum khususnya di Indonesia, mereka yang terheran-heran ketika mereka memahami hukum adalah sebagai panglima untuk menjawab, memutuskan, ataupun menyelesaikan suatu perkara atau kasus, ternyata tidak sedikit peraturan perundangan sebagai hukum tersebut mandul tidak melahirkan apa yang diharapkan masyarakat itu sendiri. Dalam bidang hukum para penegak hukum mengiginkan Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 dan produk hukum 1

Upload: hidayat-muhtar

Post on 16-Apr-2017

452 views

Category:

Law


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Realitas Penegakan Hukum

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara Pluralisme memiliki berbagai macam suku,bahasa dan

ras yang memiliki keterkaitan peraturan yang berbeda dalam pelaksanaanya karena itu

perlunya sosiologi hukum dalam setiap pengambilan keputusan para penegak hukum

agar tercipta suatu keadilan bagi masyarakat, tidak sedikit dari masyarakat, baik

masyarakat terdidik maupun masyarakat tidak terdidik bahkan masyarakat yang sehari-

harinya menggeluti dunia hukum khususnya di Indonesia, mereka yang terheran-heran

ketika mereka memahami hukum adalah sebagai panglima untuk menjawab,

memutuskan, ataupun menyelesaikan suatu perkara atau kasus, ternyata tidak sedikit

peraturan perundangan sebagai hukum tersebut mandul tidak melahirkan apa yang

diharapkan masyarakat itu sendiri.

Dalam bidang hukum para penegak hukum mengiginkan Republik Indonesia

sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 dan

produk hukum lainya yang bertujuan mewujudkan tata kehidupan berbangsa yang

aman,tertib dan berkeadilan.Untuk Mewujudkan tujuan itu ternyata,negara kita

memerlukan para penegak hukum baik polisi,jaksa,hakim,pengacara yang

bebasa,mandiri dan bertanggung jawab atas terselengaranya suatu peradilan yang

jujur,adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakan

hukum,kebenaran,keadilan,dan hak asasi manusia namun harus pandai.1

1 Soetomo,Hitamnya Perdilan ruwetnya mencari Keadilan Hukum Di Indonesia,(:PT.Nice World, Jakarta Timur),hlm.2

1

Page 2: Realitas Penegakan Hukum

Secara jujur saja kita harus katakan bahwa sebuah hukum yang demokratis

adalah selalu membesut dari bumi. Artinya, ia merupakan perwujudan dari nilai-nilai

yang melembaga didalam masyarakat yang menjadi sasarannya, kemudian untuk

dengan arif menata dan menyinergikan persilangan kepentingan yang juga harus

dipelihara, senyatanya terjadi dalam tabel hidup dimasyarakat. Lebih dari itu, terutama

didunia modren, hukum bahkan kemudian meluaskan fungsinya untuk melakukan

social engineering, rekayasa sosial, menciptakan sebuah masyarakat yang menjadi cita-

cita sebuah bangsa yang menamakan dirinya sebagai negara hukum. Hukum adalah

hasil ciptaan masyarakat, tetapi sekaligus ia juga menciptakan masyarakat. Sehingga

konsep dalam berhukum seyogyanya adalah sejalan dengan perkembangan

masyarakatnya.

Hukum harus di tempatkan pada marfah yang sesunguhnya untuk melayani

masyarakat dan menciptaan keadilan dimasyarakat untuk mencapai tujuan ini di

perlukan beberapa persayaratan di antaranya:

1) Kaidah-kaidah Hukum,serta penerapanya sebanyak mungkin mendekati citra

masyarakat.

2) Pelaksanaan penegak hukum dapat mengemban tugas sesuai tujuan dan keinginan

hukum.

3) Masyarakat dimana hukum itu berlaku,taat dan sadar akan pentingnya hukum bagi

keadilan dan kesejahteraan serta menghayati akan keinginan hukum demi keadilan

dalam usaha memenuhi syarat-syarat tersebut demi tercapainya keserasian itu fungsi

hukumpun berkembang.hukum berfungsi sebagai sarana pendorongpembangunan dan

sebagai sarana kritis sosial.2

2 Soedjono dirdjosisworo,Pengantar Ilmu Hukum,( PT RAJAGRAFINDO PERSADA ,Jakarta:,2010),hlm.18

2

Page 3: Realitas Penegakan Hukum

Kalau kita mau melihat bagaimana bangunan hukum, maka bagian yang tidak

terpisahkan adalah penegakan hukum (law enforcement), bagaimana penegakan hukum

kita, paling tidak ada penegakan hukum dalam arti luas dan ada pula dalam arti sempit.

Dalam arti luas adalah melingkupi pelaksanaan dan penerapan hukum terhadap setiap

pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum, kalau

dalam artian sempit adalah kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau

penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dalam hal penegakan hukum, yang paling pokok disamping yang lain adalah

bagaimana meningkatkan kualitas proses pembudayaan hukum sesuai dengan budaya

masing-masing tempat, pemasyarakatan sehingga sistem komunikasi dan sosialisasi

menjadi yang utama, dan tidak kalah pentingnya adalah pendidikan hukum (law

socialization and law education) sehingga dengan pendidikan hukum tersebut

menjadikan proses pendewasaan dalam berhukum termasuk pendidikan politik

kaitannya dengan hukum.

Oleh karenanya politik adalah juga aktivitas memilih tujuan tertentu.dalam

hukum dijumpai keadaan sama.Hukum yang berusaha memilih tujuan dan cara

mencapai tujuan tersebut adalah termasuk bidang politik hukum.Jelaslah bahwa politik

hukum adalah disiplin hukum yang menghususkan dirinya pada usaha memerankan

hukum dalam mencapai tujuan yang dicita-citakanya oleh masyarakat tertentu.3

Untuk menuntut bagaimana tahapan-tahapan evolusi bangsa Indonesia dalam

berhukum terutama kaitannya dengan ketertiban sosial politik hukum sejak zaman

3 Ibid

3

Page 4: Realitas Penegakan Hukum

kolonial sampai kemerdekaan telah melalui beberapa tahapan, namun kita harus

mengakui bahwa pada zaman kolonial dengan tidak mengabaikan kejahatan dari arti

penjajahan itu sendiri, sesungguhnya dalam hal penegakan hukum adalah sangat baik

karena cara berhukumnya pada saat itu mengikuti karakteristik perkembangan

masyarakatnya, yaitu bagi golongan Eropa dihormati berlakunya hukum Eropa dan bagi

bangsa Indonesia (pribumi) dihormati diberlakukannya juga hukum sebagaimana

karakteristik budaya, adat setempat, dan sangat memelihara (walau tidak sama dengan

menghargai) nilai-nilai agama sehingga kebijakan dualisme tersebut membuat tegaknya

bangunan hukum relatif mampu mengelola bukan saja berbagai kepentingan tetapi juga

berabad-abad lamanya mampu mencengkramkan jajahannya di Indonesia Raya ini.

Indonesia sebagai jajahan belanda ikut terlibat atau beradaptasi dengan hukum yang

dibawah oleh belanda dengan faham hukum Eropa continental yang berasal dari Francis

hal ini berakibat dengan tata hukum indonesia yang mempunyai banyak kesamaan

dengan hukum belanda.

Ada polemik atau ketidakwajaran yang kita rasakan, hal itu sangat berdasar dan

beralasan. Dalam bukunya (Bernad L.Tanya,Teori Hukum Srategi Tertib Manusia

Lintas Ruang dan Generasi 185) Nonet dan Selznick yang secara tegas mengatakan

bahwa:

“Thus a distinctive feature of responsive law is the search of implicit values in rules and policies a more flexible interpreatation that sees rules as bound to specific problems and contexts,and undertakes to identify the values at stake in procedural protection” “Jadi ciri khas hukum responsif adalah mencari nilai-nilai yang tersirat dalam peraturan dan kebijakan yang interpretasi lebih fleksibel yang melihat aturan sebagai terikat untuk masalah tertentu dan konteks , dan bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang dipertaruhkan dalam perlindungan prosedural”

Pemikiran Philipe Nonet dan Philip Selznick dalam konsep berhukum,

membedakan tiga jenis hukum yaitu: hukum represif, hukum otonom dan hukum

4

Page 5: Realitas Penegakan Hukum

responsif.4 Dari bingkai pemikiran hukum yang lebih responsive untuk keadilan sosial

yang membumi digagas oleh Nonit san Selznick tersebut diatas, kaitan dengan

penegakan pembangunan hukum di Indonesia, dengan problematika dan solusi yang

ada.

Menelisik tiga jenis hukum (Hukum Represif, Hukum Otonom, dan Hukum

responsive) sebagai optik melihat wajah penegakan hukum di Indonesia, yang dikonsep

oleh Nonet dan Selznick, maka secara umum penegakkan hukum di Indonesia setelah

penulis membuka kembali pengamatan di lapangan, sebenarnya yang paling cocok

untuk menghadapi globalisasi hukum, seharusnya kedepan posisi Indonesia tidak pada

karakteristik tunggal, yaitu ketiga jenis hukum tersebut ada pada posisi Indonesia.

Namun bagian-bagian tertentu sangat dominan ketimbang jenis hukum represiflah yang

sangat dominant kemudian terdapat juga jenis hukum otonom dan sebagian kecil jenis

hukum responsif.

Penegakan Hukum dengan produk hukum, walaupun saling keterkaitan bahkan

saling menentukan dalam cara berhukumnya, namun produk hukum dan penegakan

hukum mempunyai masalahnya masing-masing. Dalam hal penegakan hukum adalah

mencakup setidaknya ada persoalan, yaitu peraturan perundang-undangannya, aparat

penegak hukum dan budaya masyarakatnya itu sendiri.

Penegakan hukum harus kita maknai secara universal artinya mencakup

keseluruhan tanpa membedakan ras,agama dan budaya akan tetapi dalam realisme

penegakan hukum konteporer hukum di tempatkan hanya sebagai barang dagangan

yang di perjualbelikan oleh oknum-oknum tertentu yang menciderai rasa keadilan

masyarakat.Marwah hukum sebagai pelayan masyarakat telah menjadi melayani pejabat

4 http://syafrihariansah.blogspot.co.id/2014/06/tipe-hukum-philippe-nonet-dan-philip.html di akses tanggal 13,pukul 10.00.WITA.

5

Page 6: Realitas Penegakan Hukum

penyimpangan hukum ini sebagai akibat degradasi moral dan etika akibat cara lama

yang memandang hukum sebagai sebuah hal yang kaku dan tetap,doktrin ini mebuat

hukum di indonesia mengalami kemacetan yang parah sebagai akibat kurang

berdinamika dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.Indonesia sebagai negara

hukum hanya menjadi retorika indah yang tidak nyata,adapun menurut dicey negara

yang berdasarkan hukum ( The rule of law) harus memenuhi tiga unsur berikut:

a. Supermasi hukum (supremacy of the law).Artinya yang berdaulat atau yang

mempunyai kekuasaan

b. Kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law).Artinya,setiap

orang tanpa memandang statusnya mempunyai derajat yang sama dalam menghadapi

hukum

c. Terjaminya hak asasi manusia dalam undang-undang atau UUD.5

B. Metode Pendekatan dan Fungsi Sosiologi Hukum6

a. Metode Pendekatan Dan Fungsi Sosiologi Hukum

Pengkajian hukum Positif masih mendominasi pengajaran studi hukum pada

fakultas hukum di indonesia saat ini. Hal itu tidak mengherankan bila dipahami bahwa

masarakat yang mendiami negara republik indonesia masih mengharapkan fakultas

dimaksud menghasilkan sarjana – sarjana yang mempunyai keterampilan untuk

mengkaji problema – problema hukum. Untuk memenuhi harapan masarakat yang

demikian itu, fakultas hukum cenderung untuk menjadi suatu lembaga yang mendidik

mahasiswa untuk menguasai teknologi hukum. Teknologi hukum dimaksud adalah

menguasai hukumnya bagi sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana

5 Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi,Jakarta,2007,hal.41-42

6 Zainudin Ali,Sosiologi Hukum,Sinar Grafika,Jakarta,2012,Hal 13-19

6

Page 7: Realitas Penegakan Hukum

melaksanakan atau menerapkan peraturan- peraturan hukum. Hal itu dapat disebut

pengkajian hukum melalui pendekatan yridis normatif.

Menurut pandangan saya pendekatan normatif juga dapat disebut dengan

pendekatan atau pandangan positivistik karena merupakan sebuah model pemikiran

yang mendominasi pengkajian-pengkajian terhadap hukum di abad pertengahan. Di

mana pada abad-abad ini, ilmu hukum banyak memusatkan perhatiannya pada

penelaahan mengenai tertib logis dari tatanan peraturan yang berlaku. Ia juga banyak

menaruh minat pada pemahaman dan pendefinisian istilah-istilah yang dipakai dalam

tatanan tersebut.

Adanya pandangan positivistik tentang hukum ini, mencari sandarannya pada

toeri pragmatik tentang kebenaran, yang menyatakan suatu teori adalah benar, jika teori

itu berfungsi secara memuaskan.  Hal ini akan ditentukan berdasarkan persetujuan dari

kelompok orang-orang terhadap siapa teori itu ditujukan.  Jika teori itu di kalangan

orang-orang itu memperoleh cukup persetujuan, maka teori itu akan dianggap benar.

Inti di dalam ilmu menurut pandangan ini adalah hubungan antara subyek

dengan subyek. Teori yang berhasil memperoleh persetujuan yang cukup, menghasilkan

sebagai akibatnya pengetahuan inter-subjektif. Ilmuannya bekerja dari suatu perspektif

internal, artinya bahwa ia mendekati gejala-gejala yang hendak dipelajarinya sebagai

soerang partisipan, yang langsung terkait pada gejala yang dipelajari, yang kedalamnya

ia sesungguhnya terlibat.

Sosiologi hukum bersama ilmu empiris lainnya akan menempatkan

kembali konstruksi hukum kedalam struktur sosial yang ada, sehingga hukum menjadi

lembaga yang utuh dan realistis. Pendidikan hukum yang bersipat sociological model

yang terdiri atas :

7

Page 8: Realitas Penegakan Hukum

(1). Social structure

(2). Behavior

(3). Variable

(4). Observer

(5). Scientific

b. Perbandingan Yuridis Empiris Dengan Yuridis Normatif.

Untuk membedakan pendekatan sosiologis atau pendekatan yuridis empiris (pendekatan

kenyataan hukum dalam masarakat) dengan pendekatan yuridis normatif, perlu

diuraikan lebih dahulu yang dimaksud yuridis empiris atau ilmu kanyataan hukum

dalam masarakat yang disertai dengan contoh masing – masing. Hal itu akan diuraikan

sebagai berikut.

1) . sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum

dengan gejala – gejala sosial lainnya secara empiris analitis. Sebagai conth hdapat

disebut pasal 40 peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 yang menyebutkan,’’ apabila

seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan

permohonan secara tertulis kepada pengadilan’’. Peraturan dimaksud, tidak efektif.

Sebab, ada beberapa orang laki – laki atau suami yang beristri lebih dari satu seorang

dikota palu tanpa mendapatkan izin dari pengadilan.

2). Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola – pola, sengketa dan bagaimana

penyelesaian pada masarakat sederhana pada masarakat moderm. Pada masarakat

sederhana misalnya dengan adanya putusan ketua dewan masyarakat adat. Namun pada

masyarakat modern dapat disebut dengan adanya putusan hakim melalui pengadilan.

8

Page 9: Realitas Penegakan Hukum

3). Psikologi hukum adalah ilmu yang mempelajari perwujudan dari jiwa manusia. Sebagai

contoh dapat dikemukakan bahwa perwujudannya adallah di taati dan di langgarnya

hukum-hukum yang berlaku dalam masarakat.

Model Kemasarakatan ( Sociological Model)

Model kemasarakatan adalah bentuk – bentuk interaksi sosial yang terjadi

didalam kehidupan bermasarakat. Hal dimaksud mempunyai beberapa istilah yang

sering digunakan dalam kajian sosiologi,yaitu

(1) . interaksi sosial

(2) . sistem sosial

(3) . perubahn sosial

1. Interaksi Sosial

Bila menyimak pendapat soejono soekanto tersebut, dapat dipahami interaksi

sosial merupakan proses individu dalam melakukan hubangan sepanjang ia hidup

sebagai anggota masyarakat, sehingga individu akan merasa menjadi bagian masarakat

secara keseluruhan. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan suatu wadah yang

berpungsi sebagai perekat dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks kehidupan

pranata keluarga maupun dalam kehidupan masarakat secara keseluruhan.

2. Sistem Sosial

Sistem sosial dapat diartikan secara umum sebagai keseluruhan elemen atau bagian –

bagian yang saling tergantung satu sama lain, sehingga terbentuk satu kesatuan dan

kesinambungan. Kesinambungan ini senantiasa harus dijaga dan dipelihara demi

9

Page 10: Realitas Penegakan Hukum

menjaga keutuhan sistem. Apabila satu bagian sistem tidak fungsional terhadap yang

lainnya.

Menurut. Munandar soelaeman mengungkapkan pandangan struktur pungsional

bahwa masarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagian – bagian atau elemen

yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam kesinambungan. Perubahan yang terjadi

dalam satu bagian akan membawa pula terhadap bagian yang lain. Teori ini berasumsi

bahwa setiap elemen (struktur) dalam sistem sosial adalah fungsional terhadap yang

lain.6

3. Perubahan sosial

Perubahan sosial merupakan suatu variasi dari cara – cara hidup yang diterima yang

disebabkan baik karena perubahan – perubahan kondisi geografis, kebuyaan materil,

komposisi penduduk, idiologi maupun adanya difusi ataupun penemuan – penemuan

baru dalam masarakat tertentu.

Selosoemarjan mengemukakan seperti yang dikutip oleh soerjono soekanto: bahwa

perubahan – perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasarakatan

didalam suatu masarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalam nilai

– nilai, sikap – sikap, dan pola perikelakuan diantara kelompok dalam masarakat

10

Page 11: Realitas Penegakan Hukum

C. Rumusan masalah

1. Bagaimana melakukan pembaharuan penegakan hukum melalui peraturan perundang-

undangan?

2. Bagaimana melakukan pembaharuan penegakan hukum melalui aparat penegak hukum?

3. Bagaimana melakukan pembaharuan penegakan hukum melalui budaya hukum

masyarakat?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini :

1. Untuk Mengetahui dan menganalisis pembaharuan penegakan hukum melalui peraturan

perundang-undangan;

2. Untuk mengtahui dan menganalisis kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum

3. Untuk mengetahui hubungan sosiologi hukum dan penegakan hukum di indonesia

E. Manfaat Penelitian

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi akademis maupun

praktis yaitu:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan dan reformasi bagi dunia akademis dibidang Hukum Tata Negara,

khususnya dalam hal pembaharuan penegakan hukum;

11

Page 12: Realitas Penegakan Hukum

2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak

yang berkepentingan dalam masalah penelitian ini, yaitu penegakan hukum ketika

merealisasikan hukum.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembaharuan Penegakan Hukum Melalui Peraturan Perundang-Undangan

Sebagaimana dijelaskan diatas, pada dasarnya materi peraturan

perundang-undangan yang kita gunakan selama ini, terutama yang banyak difungsikan

untuk kepentingan atau hajat hidup orang banyak seperti BW, WVS dan lain

sebagainya, dalam proses pembuatannya sangat jauh dari partisipasi masyarakat (nir-

sosiologis) tidak memerhatikan simbol-simbol kritik yang tampak di masyarakat,

walaupun materinya relative terstruktur dengan baik, namun hanyalah berlaku secara

rinci dan sistemik bagi masyarakat biasa, dan sangat lemah bagi pembuat hukumnya itu

sendiri (apalagi bagi pihak-pihak tertentu memengaruhi atas kepentingannya dengan

berbagai macam kompensasi).

Dalam upaya penataan sistem hukum,hendaknya hukum dapat dipahami

dan di kembangkan sebagai satu kesatuan sistem.Dalam Hukum sebagai satu kesatuan

sistem,terdapat 3 unsur sistem hukum yaitu unsur kelembagaan,unsur aturan dan nunsur

perilaku subjek hukum.Ketiga unsur tersebut mencakup kegiataan pembuatan hukum

(law Making);pelaksanaan dan penerapan hukum (Law administarting);peradilan atas

pelanggar hukum yang biasa disebut penegakan hukum dalam arti sempit (Law

12

Page 13: Realitas Penegakan Hukum

enforcement);pemasyarakaan dan pendidikan hukum (Law socialization and

education);dan pengelolaan informasi hukum (Law information management).7

Tujuan pembuatan peraturan perundangan adalah untuk ketertiban dan

legitimasi yang juga mempertimbangkan kompetensi. Secara legitimasi, kita harus akui

disamping sebagai ketahanan sosial sebagai tujuan negara (daerah-daerah tertentu),

tetapi juga sudah mencapai legitimasi prosedural, walaupun belum kepada substantif.

Dalam pembuatan peraturan perundangan hendaknya harus melahirkan

alternatif-alternatif yang mampu bertahan secara memadai, seperti dicontohkan Nonet

dan Selznick (dari Gemeinschaft ke Geselschaft). Untuk di Indonesia, sebagai contoh

kecil tentang pasal-pasal pencurian dalam WVS masih sangat kental sanksi-sanksi yang

seharusnya tidak lagi memberikan sanksi bagi pencuri-pencuri kelas kecil, namun harus

diberikan pembinaan sehingga memenuhi rasa keadilan sebagaimana konsepsi yang

diabstraksikan dengan baik oleh Nonet dan Selznick yaitu dari kekerasan ke keadilan.

Hal ini sangat penting, karena dinegara-negara maju seperti Jepang tidak mengangap

pencuri kelas-kelas kecil itu sebagai penjahat, tetapi dibina sebagaimana penulis

paparkan di muka.

7 Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi,Ibid,Hlm.45

13

Page 14: Realitas Penegakan Hukum

B. Pembaharuan Penegakan Hukum Melalui Aparat Penegak Hukum.

Mendung pekat masih menggelayuti atmosfer penegakan hukum

kita.keberdayaan unsur pranata dan kualitas penegak hukum dalam jihad melawan

kejahatan terjungkal oleh serangan dan syahwat gemerlap rupiah.Pada saat bersamaan

hukum tampil garang pada rakyat kecil.pencuri sandal jepit,pisang dan kakao diadili

secara serius layaknya perkara besar.sedangkan perkara besar yang melibatkan

pemegang tampuk kekuasaan diadili dalam panggung kepura-puraan inilah potret

buram supermasi hukum.

Berbicara aparat penegak hukum di Indonesia sangat memprihatikan

sebagaimana disebutkan di muka, betapa tidak, kita sudah mafhum kalau mafia

peradilan kita sudah sebegitu buruknya dan para aparat penegak hukum itulah yang

berperan utama atas kerusakan hukum di Indonesia. Sebagus apapun materi peraturan

perundang-undangan, kalau aparatnya rusak, maka hukum pun juga bagaikan

menegakkan benang basah, dengan tidak mengabaikan ada juga beberapa

keberhasilannya, tetapi hanya mampu memproses penjahat kelas-kelas kecil, seperti;

orang-orang miskin dan bodoh yang tak punya akses pembelaan di pengadilan dan

mereka ini (ribuan orang) yang memenuhi rumah tahanan dan lembaga

14

Page 15: Realitas Penegakan Hukum

permasyarakatan diseluruh penjuru tanah air.Sedangkan para kasus korupsi yang

digolongkan oleh kaum elit menjadi mandul di depan hukum dalam hal ini budayawan

radhar panca dahana (Achmad Fauzi,Korupsi dan Penguatan Daulat Hukum,26)

mengatakan;

“Proses dekedensi moral kaum elite terjadi akibat infiltrasi budaya luar yang masuk secara cepat dan menghancurkan local genius yang ada.Orang bukan hanya tampil transparan secara fisik,mode dan pemikiran,tapi juga telanjang dalam perilaku sebagai karakter populer.akibatnya meski ada indikasi kuat melakukan kejahatan korupsi,kaum elite tetap merasa suci,pura-pura tidak tahu,dan berusaha membela diri dihadapan media sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan. “

Penyelewengan atau inkonsistensi di Indonesia berlangsung lama bertahun-

tahun hingga sekarang, sehingga bagi masyarakat Indonesia ini merupakan rahasia

umum, hukum yang dibuat berbeda dengan hukum yang dijalankan, contoh paling dekat

dengan lingkungan adalah, penilangan penegemudi kendaraan yang melanggar tata

tertib lalu lintas. Mereka yang melanggar tata tertib lalu lintas tidak jarang ingin

berdamai di tempat atau menyelewengkan hukum, kemudian seharusnya aparat yang

menegakkan hukum tersebut dapat menangi secara hukum yang berlaku di Indonesia,

namun tidak jarang penegak hukum tersebut justru mengambil kesempatan yang tidak

terpuji itu untuk menambah pundi-pundi uangnya.

Hal ini berakibat rapuhnya penegakan hukum di indonesia sebagai akibat kaum

elite yang di istimewakan dalam penegakan hukum,masih segar diingatan bagaimana

seorang nenek mengambil kakao 3 buah dan anak kecil di makassar yang mengambil

sandal jepit di ancam di hukum.8 hal ini berbanding terlurus dengan para terpidana

koruptor sebut saja mantan wakil mentri ESDM yang akhirnya bebas lewat Praperadilan

dengan dalil penanganan kasus tidak sesuai prosedur undang-undang dengan

mengatakan kejaksanaan tidak dilibatkan dalam proses penyidikan dan penyelidikan

8 http://www.kompasiana.com/suryono.briando/kasus-sandal-jepit-dan-buah-kakao-ketidakadilan-bagi-masyarakat-

kecil_552acd47f17e61bf41d623d7 di akses tanggal13,pukul 10.20.WITA.

15

Page 16: Realitas Penegakan Hukum

menjadi sebuah ironi sebenarya mengapa hal ini bisa terjadi dengan doktrin kita adalah

negara hukum hanya sebagai pengantar tidur buain belaka dalam hal ini ada berbagai

macam sebab di antaranya;

1. Hukum melembagakan hilangnya hak-hak istimewa dengan, misalnya, memaksakan

tanggung jawab, namun mengabaikan kalim-klaim dari, para pegawai, orang miskin,

gelandangan,buruh bangunan dan pembantu rumah tangga. Penghilangan hak-hak

istimewa tidak harus bergantung pada dihilangkannya hak suara dari kelas bawah.

2. Hukum melembagakan ketergantungan. Kaum miskin dipandang sebagai

“tanggungan negara”, bergantung kepada lembaga-lembaga khusus (Pembuataan rusun

atau Mahyani), kehilangan harga diri karena pengawasan oleh birokrasi, dan terstigma

oleh klarifikasi resmi (misalnya kriteria yang memisahkan kelompok “kaya” dari

kelompok miskin). Dengan demikian, maksud baik untuk menolong, apabila didukung

dengan penuh keengganan dan ditujukan kepada penerima yang tidak berdaya, akan

menciptakan pola baru subordinasi.

3. Hukum mengorganisasikan pertahanan sosial melawan “kelas yang berbahaya”,

misalnya dengan menganggap kondisi kemiskinan sebagai kejahatan di dalam hukum

pergelandangan.

Hukum responsif,Oleh nonet dan selznick di kontraskan dengan dua model yang

lain,yaitu hukum refresif dan hukum otonom,hukum represif lebih kepada pelayanan

kekuasaan dan menafikan aspirasi publik.ini terlihat dalam ciri utamanya:

i. Kekuasaan politik mengatasi intuisi hukum sehingga kekuasaan negara menjadi

dasar legitimasi hukum . Penyelengaraan hukum dijalankan menurut perspektif

penguasa dan pejabat (Menempatkan ketertiban menjadi tujuan utama hukum

serta mementingkan kemudahan administrasi

16

Page 17: Realitas Penegakan Hukum

ii. Peraturan-peraturan yang diskriminatif (bersifat keras/represif mengikat rakyat,tapi

lunak terhadap penguasa).

iii. Alasan pembuatanya bersifat ad-hoc sesuai keinginan arbiter penguasa

iv. Kesempatan bertindak bersifat serba meresap sesuai kesempatan.

v. Pemekasaan serba mencakupi tanpa batas yang jelas

vi. Moralitas yang dituntut dari masyarakat adalah pengendalian diri’kepatuhan

masyarakat harus tanpa syarat,dan ketidakpatuhan dihukum sebagai kejahatan

vii. Partisipasi masyarakat diiijinkan lewat penundukan diri,sedangkan kritik dipahami

sebagai pembangkangan.

Dari konstelasi diatas hubungan antarvariabel itu,jelaslah bahwa hukum represif

merupakan sistem hukum kekuasaan represif yang bertujuan mempertahankan

kepentingan penguasa yang kerapkali diterapkan dengan dalil kekuasaan.9Ditegaskan

Nonet dan Selzenick bahwa seorang penguasa (otoritas penegak hukum) yang dapat

mengeluarkan atau membuat aturan-aturan sebagai sarana kekuasaannya, tetapi perlu

diingat bahwa kenyataan empirik tidak bisa dipaksa untuk sesuai dengan si pembuat

hukumnya. Dia akan menambah kredibilitas dan aturan-aturan tersebut mendapat

legitimasi serta menarik kemauan secara sukarela, apabila senyatanya aturan tersebut

adil, merasa terikat oleh aturan tersebut, dan yang sangat penting penyelenggaraan

peradilan tidak berpihak termasuk kepada aparat penegak hukum dengan berbagai

kepentingannya, kecuali menerapkan aturan dan berpihak kepada keadilan sosial.

Pada umumnya, seharusnya penegakan hukum di Indonesia, menurut abstraksi

teori-teori Nonet dan Selzenick ini sebagaimana disampaikan dimuka sangat tidak tepat

berkarakter tunggal, tetapi campuran, yaitu mencakup ketiga model hukum tersebut,

9 Bernard L.Yahya,Op.Cit,Hal.186-187

17

Page 18: Realitas Penegakan Hukum

hanya saja model hukum represif lebih dominan dari model otonom dan terlebih model

responsive sebagian kecil dan sejalan evolusinya juga mengarah kepada hukum

responsive.

Dalam hal aparat penegak hukumnya, dapatlah kita katakan bahwa di Indonesia

hubungan antara negara dan badan-badan penegak hukum terjadi monopoli atas

kekerasan yang memang dibenarkan oleh negara. Memang pada umumnya aparat

penegak hukum dengan segala institusinya adalah menjaga ketertiban dan kedaulatan

negara Indonesia.

Persenyawaan ini semakin menggelindan, ketika negara sangat tergantung

kepada keahlian dan ketaatan mereka para penegak hukum terhadap tugas yang

diembannya. Dan kenyataan yang demikianlah, maka kontrol masyarakat tidak berdaya.

Secara sederhana bisa kita polakan ke dalam tiga bagian yang mewarnai sistem

kekerasan yang terjadi atas nama penegakan hukum, yaitu; pertama, kekerasan yang

dilakukan aparat semurninya untuk menjaga keteraturan atau ketertiban dan

menegakkan kedaulatan negara, kedua, kekerasan yang dilakukan aparat atas

kepentingan aparat pemaksa yang sesungguhnya adalah individu-individu yang sarat

kepentingan pribadi tetapi mengatasnamakan kepentingan negara. Hal itu dilakukannya

karena kepentingan-kepentingan mereka atau organisasi-organisasi mereka sangat

dominan ketimbang mereka sebagai abdi negara atau abdi masyarakat, ketiga, adalah

masyarakat yang sering dikatakan aparat penegak hukum sebagai object problem

terutama bagi masyarakat kelas bawah yang miskin dan bodoh (sudah menjadi

pemandangan diseluruh penjuru negeri ini, para aparat menggusur orang-orang miskin

dan gepeng, namun tak mau berpikir mencari maknanya untuk menggusur kemiskinan,

apalgi melakukannya).

18

Page 19: Realitas Penegakan Hukum

Sehingga dengan demikian konsepsi atau model hukum yang

diabtraksikannya menjadi sebuah teori hukum responsive oleh Nonet dan Selzenick

tersebut patut disonsong dengan upaya pembenahan aparatur penegak hukum di

Indonesia yang lebih konprehensif berlandaskan komitmen dan moralitas yang tinggi.

Hal itu dilakukan juga untuk keseimbangan antara prodik hukum dan pelaksanaan

hukum dengan menghargai budaya hukum sesuai cita diri bangsa Indonesia.

C. Pembaharuan Penegakan Hukum Melalui Budaya Masyarakat.

Hukum pada dasarnya tidak hanya sekedar rumusan hitam diatas putih saja

sebagaimana yang dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan

tetapi hendaknya hukum dilihatdilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati dalam

kehidupan masyarakat melalui pola tingkah laku warganya. Hal ini berarti hukum

sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor non hukum seperti : nilai, sikap, dan pandangan

masyarakat yang biasa disebut dengan kultur/budaya hukum. Adanya kultur/budaya

hukum inilah yang menyebabkan perbedaan penegakan hukum diantara masyarakat

yang satu dan masyarkat yang lainnya.

Berkaitan dengan hal tersebut Satjipto Raharjo mengatakan pemikiran

hukum perlu kembali pada filososfi dasarnya yaitu hukum untuk

manusia.10Sebagaimana beberapa pokok pikiran Nonet dan selzenick antara lain

disebutkan bahwa sumber hukum represif yang abadi adalah tuntutan konformitas

budaya. Dalam hal mana masyarakat modren, seperti juga halnya pada masyarakat kuno

yang mana kebersamaan atas aturan moral sangat mendukung kebersamaan sosial dan

10 Bernard L.Yahya Loc.cit,Hal.190

19

Page 20: Realitas Penegakan Hukum

merupakan sumber dan kekuatan dalam memelihara ketertiban. Oleh karena itu, akibat-

akibat yang ditimbulkan dari masalah penyelewengan hukum tersebut diantaranya,

yaitu:

1. Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum

Masyarakat berependapat hukum banyak merugikan mereka, terlebih

lagi soal materi sehingga mereka berusaha untuk menghindarinya. Karena

mereka percaya bahwa uanglah yang berbicara, dan dapat meringankan

hukuman mereka, fakta-fakta yang ada diputar balikan dengan materi yang

siap diberikan untuk penegak hukum. Kasus-kasus korupsi di Indonesia

tidak terselesaikan secara tuntas karena para petinggi Negara yang terlibat di

dalamnya mempermainkan hukum dengan menyuap sana sini agar kasus ini

tidak terungkap, akibatnya kepercayaan masayarakatpun pudar.

2. Penyelesaian konflik dengan kekerasan

Penyelesaian konflik dengan kekerasan contohnya ialah pencuri

ayam yang dipukuli warga, pencuri sandal yang dihakimi warga. Konflik

yang terjadi di sekelompok masyarakat di Indonesia banyak yang

diselesaikan dengan kekerasan, seperti kasus tawuran antar pelajar, tawuran

antar suku yang memperebutkan wilayah, atau ada salah satu suku yang

tersakiti sehingga dibalas degan kekerasan. Mereka tidak mengindahkan

peraturan-peraturan kepemerintahan, dengan masalah secara geografis,

mereka. Ini membuktikan masayarakat Indonesia yang tidak tertib hukum,

seharusnya masalah seperti maling sandal atau ayam dapat ditangani oleh

pihak yang yang berwajib, bukan dihakimi secara seenakanya, bahkan dapat

menghilangkan nyawa seseorang.

20

Page 21: Realitas Penegakan Hukum

3. Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi

Dari beberapa kasus di Indonesia, banyak warga Negara Indonesia

yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum untuk kepentingan

pribadi. Contohnya ialah pengacara yang menyuap polisi ataupun hakim

untuk meringankan terdakwa, sedangkan polisi dan hakim yang seharusnya

bisa menjadi penengah bagi kedua belah pihak yang sedang terlibat kasus

hukum bisa jadi lebih condong pada banayknya materi yang diberikan oleh

salah satu pihak yang sedang terlibat dalam kasus hukum tersebut.

4. Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan

Dalam hal ini kita dapat mengambil contoh pengrusakan lingkungan yang

diakibatkan oleh suatu perusahaan asing yang membuka usahanya di Indonesia,

mereka akan minta bantuan dari negaranya untuk melakukan upaya pendekatan

kepada Indonesia, agar mereka tidak mendapatkan hukuman yang berat, atau

dicabut izin memproduksinya di Indonesia.

Hal ini berakibat pembahuruan penegakan hukum lewat supermasi hukum dan

budaya masyarakat menjadi terhambat akibat tindakan represif penguasa dengan dalil

ketertiban umum,terjadi disafeksi yang cukup besar antara hukum yang bersifat formal

dan juga budaya masyarakat.

Penegakan hukum yang efektif sangat bergantung kepada penegak hukum

seperti hakim,hakim dalam membuat keputusan harus senantiasa jujur dan berhati

nurani mulia tidak terpaku kepada peraturan yang kaku dan formal,hakim harus dapat

memberikan suatu keputusan berdasarkan hati nurani.

21

Page 22: Realitas Penegakan Hukum

Dalam menjatuhkan putusan (Vonis)pun hakim yang visioner dan progresif itu

senantiasamemiliki sikap”berani”,jujur,tanpa membedakan orang yang diadili itu orang

miskin,kaya,atau pejabat sekalipun dia hatus beda pendapat (dissenting opinion)dengan

majelis lain,tentu dengan berbagai alasan pertimbangan hukum yang jelas.Dia selalu

dinamis dan proaktif di dalam menerobos dan memperjuangkan kebuntuan nilai-nilai

keadilan dalam masyarakat demi keadilan,sekalipun harus bertentangan dengan undang-

undang.11

Jika terobosan ini harus di pakai,berati sistem Civil Law tidak bisa lagi di

pertahankan semata,tetapi harus “mengandeng”sistem Common Law seperti dianut di

amerika serikat.menurut sistem common law,sekalipun hakim terikat dengan putusan-

putusan hakim terdahulu sebagai sumber hukum sesuai prinsip stare decisis (doktrin

preseden) namun hakim itu memiliki wewenang untuk membuat hukum (rechts vinding)

dan menciptakan hukum (rechts schepping).12

Berangkat dari pemikiran diatas bahwa penegakan hukun di indonesia harus

sesuai dengan kultrul atau budaya masayarakat dan lebih mengedepankan keadilan serta

kepekaan hati nurani, kaitan dengan penegakan hukum di Indonesia khususnya pada

bahasan pilar kultur masyarakatnya, maka budaya hukum masyarakat Indonesia

sebagaimana disebutkan dimuka, sangat lah majemuk (plural society) paling tidak, ada

19 persekutuan atau keluarga hukum yang berkelindan pada masing-asing territorial

adatnya. Dari sosial budaya yang bermacam-macam termasuk perbedaan antara kota

dan desa (ada masyarakat organic dan ada masyarakat mekanik), maka tesis Nonet dan

Selznick tersebut secara relatif sangat berjalan dengan fakta empirik budaya hukum

bangsa Indonesia, namun untuk secara totalitas mengondisikan kepada model

11 Binsar.M.Gultom,Pandangan Kritis Seorang Hakim dalam Penegakan Hukum di Indonesia,PT Gramedia,Jakarta,2012,hal.53

12 Ibid

22

Page 23: Realitas Penegakan Hukum

penegakan hukum yang otonom kemudian kepada responsive tampaknya perlu proses

yang lebih baik lagi. Hal ini sangat beralasan, karena disinyalir dalam tesisnya Nonet

dan Selzenick bahwa “tak ada rezim (rezim dengan model hukum) yang dapat bertahan

tanpa landasan berupa persetujuan dari warga negara yang diberikan secara sukarela”.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori-teori hukum aliran positivisme adalah paradigma saintifik yang merambah

pada tataran pemikiran ketertiban masyarakat bersejalan dengan tertib hukum sejak

abad 19. kaitannya dengan penegakan hukum di Indonesia, paradigma tunggal legal

positivism bukanlah berarti tidak baik, namun secara fungsionalnya dalam memahami,

manganalis dan lebih dalam untuk mengontrol karakteristik kehidupan yang pluralistik

berformat regional, nasional maupun global adalah sudah tidak memadai dan perlunya

pemikiran alernatif. Banyak aliran hukum yang digagas para ahli, misalnya meramu;

aliran legal positivism, aliran Freie Rechtsbewegung, aliran Rechtsvinding, atau aliran-

23

Page 24: Realitas Penegakan Hukum

aliran dalam format lain yang sejatinya sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia

seutuhnya.

Penegakan supremasi hukum adalah sebuah upaya manusia untuk menggapai

keteraturan atau ketertiban yang dibutuhkannya. Dalam hal mana penegakan tersebut,

yang pokok adalah menyinergikan ketiga pilarnya; peraturan-perundangan, aparat

penegak hukum dan budaya hukum masyarakatnya.

Optik Nonet dan Selzenick terhadap penegakan hukum di Indonesia yang

legisme (legal positivism), mereka menggagas modelisasi hukum kedalam teori

besarnya “hukum responsif”. Model yang ditawarkan tersebut sangat cocok dengan

pluralisme dan realisme bangsa Indonesia berhukum dan potensi untuk penegakan

hukum sesuai modelisasi serta tahapnya kepada hukum responsif secara totalitas sangat

memungkinkan sepanjang aparat pembuat dan penegak hukum mempunyai komitmen

dan moralitas yang tinggi.

Dalam kekerasan aparat penegak hukum di Indonesia, tesis Nonet dan Selznick

dapat distrukturkan menjadi tiga: pertama, kekerasan murni atas kepentingan negara,

Kedua, kekerasan sebenarnya untuk kepentingan individu, organisasi atau golongan,

tetapi mengatasnamakan rakyat atau negara, ketiga, kekerasan sebagai cara-cara lain

tidak ada yang bisa dilakukan (biasanya dilakukan oleh masyarakat kelas bawah yang

tidak ada akses untuk mengadvokasikan hak-haknya sebagai warga negara).

Penegakan hukum dengan pendekatan progresif sangat sesuai dengan budaya

serta rasa keadilan masyrakat hukum progresif bukan saja membawa marwah penegak

hukum kembali keasalnya sebagai pelayan masyarakat tetapi lebih jauh lagi sebagai

koreksi fundamental tata hukum di indonesia

24

Page 25: Realitas Penegakan Hukum

DAFTAR PUSKATA

Soedjono dirdjosisworo,Pengantar Ilmu Hukum,PT RAJAGRAFINDO PERSADA

Jakarta,2010

Soetomo,Hitamnya Perdilan ruwetnya mencari Keadilan Hukum Di Indonesia,PT.Nice

World, Jakarta Timur.

Bernad L.Tanya,Teori Hukum Srategi Tertib Manusia Lintas Ruang danGenerasi,Genta

Publishing,Yogyakarta,2013

Sekretariat Jendral dan dan Kepaniteraan Mahkmah Konstitusi Republik

Indonesia,Jakarta,2007

soerjono soekanto,sosiologi suatu pengantar,Raja Grafindo persada, jakarta 1987

Achmad Fauzi,Korupsi dan Penguatan Daulat Hukum, UII Pres, Yogyakarta ,2015

Binsar.M.Gultom,Pandangan Kritis Seorang Hakim dalam Penegakan Hukum di

Indonesia,PT Gramedia,Jakarta,2012

25

Page 26: Realitas Penegakan Hukum

26