real makalah mangrove 2

46
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia yang dikenal luas sebagai negara kepulauan terdiri dari pulau-pulau yang dikelilingi lautan luas, sekitar 5,8 juta kilometer persegi atau 75% dari total wilayah Indonesia. Kondisi perairan di Indonesia didukung dengan letak astronomis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa, yaitu antara 6 0 LU – 11 0 LS dan 95 0 BT – 141 0 BT tersebut membuat Indonesia mendapat curahan panas matahari yang cukup tinggi. Hal itu memungkingkan segala jenis tumbuhan dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, khususnya tumbuhan bakau atau lebih dikenal dengan nama mangrove ( Rhizopora spp.). Penyebaran hutan mangrove di Indonesia cukup luas. Bahkan, Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta hektar, diikuti Brazil, Australia, Nigeria, dan Mexico. Indonesia memiliki sekitar 40% dari total hutan mangrove di dunia. Namun, Lebih kurang 70 persen dari 9,4 juta hektare luas potensial mangrove (hutan bakau) di seluruh Indonesia rusak akibat masih banyaknya masyarakat yang belum paham tentang pentingnya ekosistem. Selama ini manusia masih belum begitu memahami manfaat mangrove terhadap keutuhan lingkungan, terutama di daerah 1

Upload: sarastiti-alifaningdyah

Post on 04-Jul-2015

1.345 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia yang dikenal luas sebagai negara kepulauan terdiri dari pulau-

pulau yang dikelilingi lautan luas, sekitar 5,8 juta kilometer persegi atau 75% dari

total wilayah Indonesia. Kondisi perairan di Indonesia didukung dengan letak

astronomis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa, yaitu antara 60 LU – 110

LS dan 950 BT – 1410 BT tersebut membuat Indonesia mendapat curahan panas

matahari yang cukup tinggi. Hal itu memungkingkan segala jenis tumbuhan dapat

tumbuh dengan baik di Indonesia, khususnya tumbuhan bakau atau lebih dikenal

dengan nama mangrove ( Rhizopora spp.).

Penyebaran hutan mangrove di Indonesia cukup luas. Bahkan, Indonesia

adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia

dengan luas sekitar 3,8 juta hektar, diikuti Brazil, Australia, Nigeria, dan Mexico.

Indonesia memiliki sekitar 40% dari total hutan mangrove di dunia.

Namun, Lebih kurang 70 persen dari 9,4 juta hektare luas potensial

mangrove (hutan bakau) di seluruh Indonesia rusak akibat masih banyaknya

masyarakat yang belum paham tentang pentingnya ekosistem. Selama ini manusia

masih belum begitu memahami manfaat mangrove terhadap keutuhan lingkungan,

terutama di daerah pesisir. Sehingga mereka seringkali melakukan perusakan

terhadap hutan mangrove demi memperoleh keuntungan semata. Padahal,

mangrove dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tanpa

perlu merusak ekosistemnya, asal dilakukan dengan baik dan benar.

Hutan Mangrove di Indonesia tersebar di berbagai daerah, salah satunya di

Banyuwangi. Letak Banyuwangi yang berada di sekitar pesisir dan dikelingi laut

membuat banyak jenis mangrove tumbuh di sana. Kebanyakan Mangrove di

Banyuwangi tersebar di daerah pesisir Banyuwangi Selatan sampai Alas Purwo.

Memiliki kawasan hutan bakau yang cukup luas merupakan keuntungan

tersendiri bagi lingkungan sekitar dan juga masyarakatnya. Bakau mempunyai

berbagai macam manfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia, baik untuk

keutuhan lingkungan maupun manfaat bagi masyarakat secara langsung. Dengan

1

pengelolaan yang baik dan benar, bakau atau mangrove dapat meningkatkan taraf

hidup manusia tanpa perlu merusaknya.

Hal itulah yang menyebabkan pengelolaan hutan bakau saat ini kurang

diperhatikan dengan baik. Dapat dilihat, banyak kawasan hutan bakau yang rusak.

Salah satu penyebabnya adalah ulah manusia. Padahal, perusakan itu dapat

merugikan masyarakat dan juga lingkungan sekitar. Dengan kata lain, jika

manusia mengetahui manfaat dan cara melestarikan bakau dengan baik dan benar,

maka masyarakat dapat merasakan keuntungan yang besar bagi kehidupannya.

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis membahas masalah tersebut dalam

karya ilmiah ini, yang berjudul ”Pelestarian Hutan Mangrove serta Pemaksimalan

Peranannya Terhadap Lingkungan dan Masyakat Khususnya di Pesisir

Banyuwangi Selatan”.

Gambar 1. Kondisi mangrove yang rusak karena kurangnya rehabilitasi

I.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, perlu dirumuskan masalah seperti di bawah.

Bagaimana kondisi umum hutan mangrove saat ini, khususnya di daerah

Pesisir Banyuwangi Selatan?

Apa saja manfaat mangrove terhadap lingkungan dan masyarakat di wilayah

sekitar pesisir Indonesia?

Bagaimana cara memanfaatkan mangrove bagi masyarakat tanpa merusak

ekosistemnya?

2

Bagaimana cara untuk memelihara kelestarian dan keutuhan hutan

mangrove?

I.3 Tujuan

Dengan penelitian ini, penulis bertujuan:

mengetahui kondisi umum hutan mangrove saat ini, khususnya di daerah

Pesisir Banyuwangi Selatan

mengetahui manfaat mangrove terhadap lingkungan dan masyarakat di

wilayah sekitar pesisir di Indonesia.

mencari cara memanfaatkan mangrove bagi masyarakat dengan benar, tanpa

merusak ekosistemnya

mencari cara untuk memelihara kelestarian dan keutuhan hutan mangrove.

I.4 Manfaat

Dengan tulisan ini diharapkan masyarakat dapat memahami tentang kondisi

hutan mangrove saat ini sehingga dapat menjaga keutuhan hutan mangrove

utamanya di kawasan pesisir daerah Banyuwangi Selatan

Dengan mengetahui manfaat mangrove bagi lingkungan, diharapkan

masyarakat dapat menjaga kelestarian hutan mangrove

Masyarakat sekitar kawasan hutan magrove dapat memanfaatkan hutan

mangrove untuk meningkatkan perekonomian tanpa tanpa perlu merusaknya.

Mengantisipasi kerusakan yang terjadi di kawasan hutan mangrove, sehingga

kelestariannya dapat tetap terjaga.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Mangrove

Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) yang berarti

tumbuhan dan grove (English) yang berarti belukar atau hutan kecil. Pengertian

mangrove menurut beberapa ahli, adalah sebagai berikut.

1. Menurut Steenis (1978), mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh

diantara garis pasang surut.

2. Menurut Nybakken (1988), mangrove adalah sebutan umum yang

digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic yang

didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang

mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.

3. Menurut Soerianegara (1990), mangrove adalah tanaman yang tumbuh

di daerah pantai, biasanya terdapat di daearah teluk dan di muara sungai yang

dicirikan oleh:

tidak terpengaruh iklim;

dipengaruhi pasang surut;

tanah tergenang air laut;

tanah rendah pantai;

hutan tidak mempunyai struktur tajuk;

jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pedada

(Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih

(Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.) dll.

4. Menurut Mac Nae (1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis

pohon – pohon atau semak – semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi

saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata – rata permukaan

laut.

5. Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah suatu kelompok jenis

tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan

subtropika yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan

tipe tanah anaerob.

4

6. Menurut Baehaqie dan Indrawan (1993), hutan mangrove merupakan hutan

dengan vegetasi yang hidup muara sungai, daerah pasang surut, dan tepi laut.

7. Menurut Longman dan Jenik; Monkhouse dan Small (1978); Moore (1977),

hutan mangrove merupakan masyarakat hutan halofil yang menempati bagian

zone intertidal tropika dan subtropika, berupa rawa atau hamparan lumpur

yang terbasahi oleh pasang surut.

8. Kostermans (1982), menyebut mangrove sebagai vegetasi berjalan yang

cenderung mendorong terbentuknya tanah timbul melalui suksesi alami atau

buatan dengan terbentuknya vegetasi baru pada tanah timbul tersebut.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian

mangrove adalah formasi hutan khas daerah tropika dan sedikit subtropika,

terdapat di pantai rendah dan tenang, berlumpur, sedikit berpasir, serta mendapat

pengaruh pasamg surut air laut.

Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa. Hutan

pantai yaitu hutan yang tumbuh disepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah

mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat

terdapat disepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan

ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu.

Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu

tergenang air tawar.

Gambar 2. Hutan mangrove yang masih terjaga kelestariannya

5

II.2 Jenis – jenis Mangrove

Hutan mangrove di Indonesia sering juga disebut hutan bakau. Tetapi istilah

ini sebenarnya kurang tepat karena bakau (rhizophora) adalah salah satu family

tumbuhan yang sering ditemukan dalam ekosistem hutan mangrove.

Tumbuhan yang hidup di ekosistem mangrove adalah tumbuhan yang

bersifat halophyte, atau mempunyai toleransi yang tinggi terhadap tingkat

keasinan (salinity) air laut dan pada umumnya bersifat alkalin.

Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang

kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di

atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba)

tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api

hitam (Avicenniaceae alba) di zona terluar atau zona pionir ini

II. 3 Bagian-bagian Pohon Mangrove

Secara umum, populasi hutan mangrove di dominasi oleh jenis tanaman dari

family Rhizophora spp. Berikut adalah sosok dari tanaman tersebut.

1) Perakaran

sifat jangkauan perakaran berkembang dengan baik, ukuran jangkauan

perakaran sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pada lokasi

pohon tersebut.

Gambar 3. Akar pohon mangrove

2) Pohon

Pada saat tanaman ini masih muda, kulit pohonnya kelabu, lentisel pada

batangnya berwarna terang.

3) Daun

6

Bentuk daun jenis Rhyzophora mucronata adalah paling lebar dibandingkan

dengan jenis Rhyzophora lainnya. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau

tua sampai hijau kekuning-kuningan. Panjang daun 13-23 cm dan lebarnya 8-

12 cm berbentuk elips atau oval telur.

4) Bunga

Bunga dalam satu malai banyaknya 4-16 biji, calix panjangnya 14-16 mm

dengan lebar 7-9 mm, berwarna hijau kekuning-kuningan pada saat masih

muda. daun bunganya terdiri dari 4 helai. Benang sarinya pendek yaitu 1-2

mm dan indung telurnya 3-4 mm pada kepala putik.

5) Buah

Ukuran buah Rhyzophora mucronata panjangnya 6-8 cm dan lebarnya 2-3 cm,

panjang benih rata-rata 90 cm, meruncing ke bagian ujung. Benih ini

berbentuk batang setelah menancap di lahan pertumbuhannya.

II. 4 Ciri-ciri Mangrove

Soemodihardjo et al, 1993 menyebutkan ciri-ciri terpenting dari penampakan

hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah:

memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;

memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar

melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang

mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api

Avicennia spp.;

memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di

pohonnya, khususnya pada Rhizophora;

memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

II.5 Habitat Mangrove

Menurut Soemodihardjo et al, 1993, tempat hidup hutan mangrove

merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:

tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya

tergenang pada saat pasang pertama;

tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;

7

daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;

airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.

BAB III

8

METODOLOGI PENELITIAN

Suatu penelitian memerlukan suatu metode penulisan yang dipergunakan

sebagai cara menemukan, menguji kebenaran dan menjalankan prosedur dengan

benar, sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah dengan tingkat kebenaran yang

optimal. Adapun metode yang dipergunakan sebagai berikut :

3.1. Sumber Data

Sumber Data yang digunakan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini

adalah:

1. Sumber Data Primer

Sumber data yang diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara di

Dinas Perhutani

2. Sumber Data Sekunder

Disamping menggunakan sumber data primer, juga menggunakan sumber data

sekunder, yaitu sumber data yang tertulis dan merupakan sumber data yang

diperoleh melalui kepustakaan, yaitu dari berbagai buku literature dari

perpustakaan umum dan berbagai informasi dari internet.

3.2. Metode Pengumpulan Sumber Data

1. Studi Pustaka

Metode Studi Pustaka dilakukan dengan mencari sumber melalui buku-

buku yang membahas tentang mangrove. Selain itu, juga dilakukan

pencarian referensi yang di dapat dari internet.

2. Wawancara

Metode wawancara dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara

langsung dengan Dinas Perhutani Bagian Selatan dengan narasumber

bapak Panca dan bapak Suprapto agar mendapatkan informasi yang nyata .

BAB IV

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Kondisi Umum Hutan Mangrove Saat ini

IV.1.i Kondisi Mangrove di Indonesia

Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove

terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta hektar, diikuti Australia, Brazil,

Nigeria, dan Mexico. Mangrove di Indonesia kebanyakan tersebar di daerah

Irian Jaya (35%), Kalimantan Timur (20,6%), Sumatra Selatan (9,6%), dan

propinsi lainnya kurang dari 6%.

Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk

berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam

telah mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup

drastis. Berdasarkan data tahun 1984, Indonesia memiliki mangrove dalam

kawasan hutan seluas 4,25 juta ha, kemudian berdasar hasil interpretasi citra

landsat (1992) luasnya tersisa 3,812 juta ha (Ditjen INTAG dalam

Martodiwirjo,1994); dan berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan

mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan

5,5 juta hadi luar kawasan). Namun demikian, lebih dari setengah hutan

mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah, di antaranya

1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di luar kawasan hutan.

Kecepatan kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th.Upaya

merehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman jenis mangrove

sebenarnya sudah dimulai sejak tahun sembilan-puluhan. Data penanaman

mangrove oleh Departemen Kehutanan selama tahun 1999 hingga 2003 baru

terealisasi seluas 7.890 ha (Departemen Kehutanan, 2004), namun tingkat

keberhasilannya masih sangat rendah. Data ini menunjukkan laju rehabilitasi

hutan mangrove hanya sekitar 1.973 ha/tahun. Di samping itu, masyarakat

juga tidak sepenuhnya terlibat dalam upaya rehabilitasi mangrove, dan bahkan

dilaporkan adanya kecenderungan gangguan terhadap tanaman mengingat

perbedaan kepentingan.

10

Gambar 4. Penyebaran mangrove di dunia

IV.1.ii Kondisi Mangrove di Banyuwangi Selatan

Dari hasil penelitian yang kami lakukan kondisi hutan mangrove di

Banyuwangi selatan masih sangat baik. Luas keseluruhan kawasan hutan

mangrove adalah 48.565,2 ha. Dari sekian hektar hutan yang ada hanya sekitar

5% saja yang mengalami kerusakan. Hutan mangrove di Banyuwangi yang

khusus ditangani oleh perhutani berada di daerah Banyuwangi Selatan .

Daerah tersebut mencakup kawasan Bangorejo, Purwoharjo (Grajagan), dan

Tegaldelimo atau Alas Purwo (tidak termasuk kawasan Taman Nasional)

dengan luas total kurang lebih 12.675 ha. Berbeda dengan daerah lain di

Indonesia, hutan mangrove yang ada di Banyuwangi belum banyak di sentuh

masyarakat.

Hutan Mangrove memiliki banyak sekali manfaat baik untuk lingkungan

maupun masyarakat di sekitar pesisir. Namun selama ini banyak masyarakat

pesisir pantai Banyuwangi Selatan yang tidak mengenal fungsi hutan

mangrove secara keseluruhan. Padahal jika dimanfaatkan dengan baik, hutan

mangrove sangat membantu perekonomian masyarakat sekitar. Dinas

Perhutani Banyuwangi mengatakan bahwa masyarakat sekitar pantai pesisir

selatan Banyuwangi masih pasif dan tidak terlalu berminat untuk menggarap

hutan mangrove yang ada. Mereka hanya tertarik untuk bekerja sebagai petani

dan nelayan saja, tanpa mempedulikan potensi hutan mangrove di sekitar

tempat tinggal mereka. Nelayan sekitar hanya memanfaatkan ekosistem hutan

11

mangrove sebagai tempat mencari ikan. Karena daerah di bawah hutan

mangrove merupakan habitat bagi berjuta-juta fitoplankton yang merupakan

makanan utama bagi para ikan.

Padahal selain untuk mencari ikan, hutan mangrove memiliki banyak

fungsi lain yang dapat dimanfaatkan. Untuk itu, kelestarian hutan mangrove

juga perlu dijaga.

IV.2 Manfaat Umum Hutan Mangrove Terhadap Lingkungan dan Masyarakat

di Wilayah Sekitar Pesisir Indonesia

Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak

langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan

manusia (economic vallues).

IV.2.i Manfaat Mangrove Terhadap Lingkungan

Beberapa manfaat terhadap lingkungan di sekitar pesisir, dan manfaatnya

terhadap ekonomi manusia secara tidak langsung antara lain adalah:

1. Pelindung terhadap bencana alam di lingkungan sekitar pesisir.

Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau

vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam

melalui proses filtrasi. Mangrove berfungsi utama sebagai penahan abrasi air

laut dan pengikisan pantai oleh air laut. Akar-akar mangrove yang unik dan

menarik (ada yang berbentuk cakar ayam, pensil, dan lain-lain), mampu

menjebak sedimen, sehingga membentuk dataran baru. Fungsi lain yang tak

kalah pentingnya adalah sebagai peredam gelombang tsunami. Fakta di NAD

membuktikan bahwa perumahan penduduk yang terlindung oleh mangrove

tidak banyak mengalami kerusakan, apabila dibandingkan dengan perumahan

yang tak terlindung. Hal ini karena gelombang tsunami mampu diredam

hingga sekian persen (oleh mangrove), sehingga kekuatannya saat menerpa

perumahan bisa tereduksi dan tak terlalu besar lagi.

2. Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.

Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya

sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat

12

memerangkap sisa-sia bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari

bagian daratan. Proses ini menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan

dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun (seagrass) dan

terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan

pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya

menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan

kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah

daratan. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas

menjadi pulau sendiri.

3. Menjernihkan air.

Akar pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi

untuk pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap

endapan dan bisa membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang

datang dari daratan dan mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari

daratan seringkali membawa zat-zat kimia atau polutan. Bila air sungai

melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat

dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih. Banyak

penduduk melihat daerah ini sebagai lahan marginal yang tidak berguna

sehingga menimbunnya dengan tanah agar lebih produktif. Hal ini sangat

merugikan karena dapat menutup akar pernafasan dan menyebabkan pohon

mati.

4. Melindungi dan memberi nutrisi bagi fauna sekitar

Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah

nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan

udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa

memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di

daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah

bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.

5. Mengawali rantai makanan.

Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar

teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini

13

merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya

menjadi mangsa hewan yang lebih besar serta hewan darat yang bermukim

atau berkunjung di habitat mangrove.

Gambar 5. Rantai makanan pada ekosistem mangrove

6. Habitat satwa langka.

Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis

burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan

bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran,

termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).

7. Pengendapan lumpur.

Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur.

Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur

hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur.

Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

8. Penambah unsur hara.

Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi

pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang

berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.

9. Penambat racun.

14

Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada

permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air.

Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses

penambatan racun secara aktif.

10. Sumber alam dalam kawasan ( In – Situ ) dan luar kawasan ( Ek – Situ ).

Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau

mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan.

Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan

mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan

oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme

lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena

pemindahan pasir dan lumpur.

11. Transportasi.

Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang

paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

12. Sumber plasma nuftah.

Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi

perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi

kehidupan liar itu sendiri.

13. Memelihara proses – proses dan sistem alami.

Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya

proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

14. Penyerapan karbon.

Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon

organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan

ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02).

Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik

yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai

penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.

15. Memelihara iklim mikro.

Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan

kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

15

16. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam.

Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan

menghalangi berkembangnya kondisi alam.

17. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi

plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.

18. Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan

udang.

IV.2.ii Manfaat Mangrove bagi Manusia

Beberapa manfaat langsung ( fungsi ekonomis ) sebagai konsumsi manusia

antara lain :

1. Tempat menambat kapal.

2. Penghasil bahan makanan.

3. Dapat digunakan sebagai bahan pengawet.

4. Bahan pembuat obat – obatan.

5. Penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan.

6. Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, kosmetik, dll

7. Mangrove bisa dibudidayakan menjadi bibit-bibit mangrove yang siap jual.

8. Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak

silvofishery.

9. Tempat wisata, penelitian & pendidikan.

IV.3 Cara Memanfaatkan Mangrove bagi Masyarakat dengan Benar, Tanpa

Merusak Ekosistemnya

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai kawasan hutan,

mangrove memiliki manfaat yang nyata bagi masyarakat dan pembangunan

Indonesia. Sehingga tidak berbeda jauh dengan nasib hutan di Indonesia pada

umumnya, banyak oknum manusia yang melakukan kegiatan tidak

bertanggungjawab dengan melakukan perusakan pada kawasan hutan mangrove

untuk keuntungan pribadi. Potensi mangrove yang sangat bermanfaat juga

“menggoda” sebagian orang untuk mencari keuntungan tanpa memelihara

keutuhan hutan mangrove.

16

Padahal, mangrove memiliki peran yang sangat vital dalam menjaga

kelestarian lingkungan sehingga harus dijaga keutuhannya. Sehingga, banyak

hutan mangrove yang saat ini dijadikan hutan lindung.

Dengan melihat manfaat mangrove yang sangat banyak, masyarakat sudah

seharusnya sadar untuk dapat memaksimalkan potensi mangrove bagi

perekonomiannya dengan dibarengi kesadaran dalam melestarikan hutan

mangrove agar tidak punah nantinya

Berikut ini akan dijabarkan cara-cara dalam memaksimalkan pemanfaatan

hutan mangrove bagi kehidupan manusia dengan tetap menjaga kelestariannya.

Sehingga masyarakat di daerah Banyuwangi Selatan dapat lebih bisa merasakan

manfaat hutan mangrove secara utuh.

a. Hutan Pendidikan

Potensi hutan mangrove yang telah tercipta menjadi suatu ekosistem

pantai, dapat dimanfaatkan menjadi sarana pendidikan sebagai pusat

informasi dan penelitian tehadap fauna yang hidup di kawasan ini. Sehingga

diharapkan dengan pengelolaan yang profesional dapat memacu

keikutsertaan masyarakat dalam usaha pelestarian lingkungan khususnya

dipesisir pantai.

b. Penjualan bibit mangrove

Mangrove bisa dibudidayakan menjadi bibit-bibit mangrove yang siap

jual. Masyarakat sekitar pesisir Banyuwangi selatan dapat membudidayakan

bibit mangrove. Kemudian, mereka dapat menjualnya kepada berbagai

pihak/instansi yang memerlukan, terutama di daerah yang tidak memiliki

hutan mangrove. Bibit-bibit mangrove tersebut digunakan sebagai green belt

untuk merehabilitasi pantai/pesisir yang rusak karena abrasi.

c. Pembuatan tambak udang dan ikan

Biasanya masyarakat membuat empang parit, yakni tambak udang atau ikan

yang dapat dikelola oleh masyarakat sekitar. Mangrove merupakan

penghasil sejumlah besar detritus bagi plankton yang merupakan sumber

makanan utama biota laut. Sehingga hutan mangrove menjadi tempat yang

tepat untuk mengembangbiakkan fauna lautan seperti ikan, kepiting bakau,

17

kerang, lobster pemakan plankton, dan udang. Pembuatan empang parit

tersebut juga sebagai salah satu usaha untuk mereboisasi hutan mangrove.

Gambar 6. Manfaat mangrove terhadap pembangunan perikanan

d. Pembuatan obyek wisata

Hutan mangrove yang terletak di pesisir pantai selatan Banyuwangi

memiliki pemandangan alam yang sangat indah. Pemandangan laut lepas

yang mengarah ke samudra Hindia menjadikan daerah ini sangat potensial.

Banyak hewan yang menjadikan kawasan hutan mangrove sebagai habitat

tempat tinggal mereka. Keindahan itu dapat dimanfaatkan dengan membuka

tempat wisata bagi para wisatawan. Bahkan, saat ini di Dusun Bloksolo,

Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo akan dibuat desa wisata mangrove

yang sangat potensial bagi pariwisata Banyuwangi.

18

Gambar 7. Persiapan pembangunan desa mangrove wisata di Purwoharjo,

Banyuwangi

e. Bahan Pembuat Makanan

Bagian-bagian kecil dari mangrove dapat dimanfaatkan menjadi bahan

makanan. Pemanfaatan ini tidak akan merusak ekosistem mangrove, karena

hanya sebagian kecil saja yang digunakan Daunnya banyak mengandung

protein. Daun muda pohon mangrove jenis api-api dapat dimakan sebagai

sayur atau lalapan. Bunga mangrove api-api mengandung banyak nectar atau

cairan yang oleh tawon dapat dikonversi menjadi madu yang berkualitas

tinggi.

Selain itu, buah mangrove jenis Sonneratia alba atau Pedada (yang

berbentuk seperti buah jambu klutuk dengan warna kulit kehijauan) ternyata

dapat diolah menjadi selai dan dodol mangrove. Karena makanan yang

berasal dari mangrove belum populer di masyarakat, maka masyarakat dapat

menarik minat pembeli dengan menjual jajanan yang tidak biasa ini.

Berikut adalah cara membuat dodol mangrove agar dapat dipraktekkan

sendiri oleh masyarakat sekitar pesisir.

Resep Dodol Mangrove

Bahan:

8 buah mangrove jenis pedada (Sonneratia alba)

¼ kg tepung ketan

1 bungkus tepung beras

1 ½ kg gula merah

19

2 butir kelapa

Cara membuat:

1. Blender buah pedada, lalu saring dan ambil airnya saja.

2. Campur tepung beras dan ketan, lalu aduk dengan air santan hingga

rata, masukkan gula merah yang sudah dicairkan lalu masak adonan

hingga mengental.

3. Bisa dibentuk cetakan sesuai selera. Setelah dingin, siap

dihidangkan.

Gambar 8. Buah mangrove yang dapat dijadikan dodol dan selai

f. Bahan Pengawet

Buah pohon bakau jenis tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan

pengawet kain dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah bakau

tersebut. Selain mengawetkan hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-

merah sampai coklat tua, tergantung pekat dan lamanya merendam bahan.

Pewarnaan ini banyak dipakai untuk produksi batik, untuk memperoleh

pewarnaan jingga-coklat.

Air rebusan kulit pohon mangrove dipakai untuk mengawetkan bahan

jaring payang oleh nelayan di daerah Labuhan, Banten. Hal tersebut juga

dapat dilakukan oleh masyarakat sekitar pesisir pantai selatan Banyuwangi.

Selain manfaat-manfaat tersebut, sebenarnya masih banyak manfaat

mangrove lainnya. Karena semua bagian dari pohon mangrove memang sangat

potensial. Namun, masyarakat juga harus menjaga keutuhan hutan mangrove.

Sehingga pemanfaatan yang dapat dilakukan hanya beberapa saja.

20

IV.4 Cara Menjaga Kelestarian dan Keutuhan Hutan Mangrove

Hutan mangrove mempunyai berbagai manfaat penting bagi manusia

maupun lingkungan sekitarnya. Namun masih banyak manusia yang kurang

memahami pentingnya keberadaan mangrove tersebut. Hal itu dapat dilihat

dengan banyaknya hutan mangrove yang rusak. Sumber-sumber pengrusakan

hutan mangrove antara lain.

usaha tambak udang

penebangan kayu dan ilegal logging

penambangan minyak lepas pantai

pencemaran bibir pantai

tourism

urbanisasi dan perluasan wilayah

pembangunan jalan dan infrastruktur

Jika hal tersebut berlanjut terus menerus, maka akan mengakibatkan

berbagai masalah serius yang akan dihadapi oleh manusia maupun lingkungan

sekitarnya. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari kerusakan hutan

mangrove adalah :

1. Instrusi air laut

Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kearah daratan

sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan

menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat

penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan

keracunan bila diminum dan  dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut

telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa

tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.

2. Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organik, minyak bumi

dll.

3. Penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir.

4. Peningkatan abrasi pantai

21

5. Turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya

produksi tangkapan ikan menurun.

6. Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air

laut dlll.

7. Peningkatan pencemaran pantai.

8. Dapat mengakibatkan banjir.

9. Sumber mata pencaharian penduduk setempat berkurang.

Dengan melihat begitu banyaknya masalah serius yang dapat ditimbulkan

dengan adanya kerusakan hutan mangrove, maka diperlukan adanya pelestarian

hutan mangrove. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi masalah – masalah yang

dapat ditimbulkan dari kerusakan hutan mangrove sendiri. Upaya-upaya yang

dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara

lain :

Rehabilitasi/Reboisasi Mangrove

Rehabilitasi/reboisasi mangrove terutama ditujukan untuk kawasan-

kawasan perlindungan dan budidaya perikanan.. Hal ini sesuai dengan

fungsi dari mangrove itu sendiri. Jenis mangrove yang ditanam disesuaikan

dengan kondisi alam wilayahnya.

Penanaman kembali mangrove

Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat

masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta

pemanfaatan  hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan

keuntungan kepada masyarakat  antara lain terbukanya peluang kerja

sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.

Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan

memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab

Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir secara terpadu

Dalam hal ini ditentukan dan ditetapkan zonasi-zonasi tertentu di wilayah

pesisir sebagaimana fungsi wilayahnya, antara lain zona preservasi, zona

konservasi dan zona pemanfaatan intensif.

Pengendalian pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir

22

Program ini bertujuan untuk mengantisipasi, mencegah serta mengendalikan

potensi pencemaran dan kerusakan wilayah pesisir dan laut. Perkembangan

industri, perikanan, perdagangan dan pemukiman di pantai utara serta

pertumbuhan wisata dan perikanan di selatan berpotensi menimbulkan

pencemaran dan kerusakan lingkungan. Abrasi yang terjadi di wilayah

pesisir utara pada umumnya terjadi akibat perubahan peruntukan lahan di

kawasan tersebut dimana hanya sedikit kawasan pesisir utara yang stabil

yaitu 13 % di pulau Jawa dan 22 % di pulau Sumatera. Oleh sebab itu

penanganan abrasi di pesisir utara lebih diarahkan kepada pengendalian

perubahan fungsi lahan.

Penataan dan pengendalian kegiatan pertambangan di wilayah pesisir;

Kegiatan pertambangan yang marak di era otonomi daerah untuk

meningkatkan pendapatan daerah telah menyebabkan terjadinya potensi

permasalahan lingkungan hidup yang semakin meningkat.

Penataan dan perlindungan daerah tangkapan ikan nelayan lokal;

Program ini dimaksudkan agar tangkapan dari para nelayan berupa ikan

atau biota laut dapat meningkat dan berkesinambungan sehingga taraf hidup

dan kesejahteraan nelayan meningkat.

Pengembangan pendidikan lingkungan berbasis masyarakat dan penguatan

peran kelembagaan lokal dalam meningkatkan kemampuan partisipasi

masyarakat

Penguatan instrumen penegakan hukum sebagai upaya legal pengelolaan

pesisir dan laut.

Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan lokal tentang pelestarian

hutan mangrove.

23

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan

1. Hutan Mangrove memiliki manfaat yang sangat banyak dalam menjaga keutuhan

lingkungan daerah pesisir, terutama dalam mencegah erosi, menumbuhkan pulau,

menstabilkan pantai, menjernihkan air dan menyediakan makanan bagi fauna-

fauna sekitar.

2. Mangrove juga dapat meningkatkan perekonomian warga jika dimanfaatkan

dengan benar. Pemanfaatan mangrove tanpa merusaknya adalah dengan

pembuatan tambak udang dan ikan, menjadikannya obyek wisata, memanfaatkan

bagian-bagian kecil mangrove menjadi bahan makanan, menjadikannya bahan

pengawet, dan membudidayakan bibit mangrove untuk dijual kembali.

3. Sudah saatnya masyarakat mulai menyadari dan mengetahui potensi-potensi

mangrove sehingga dapat lebih peduli pada kelestariannya. Pemerintah dan

masyarakat harus berperan aktif dalam rehabilitasi hutan mangrove di Indonesia

dan Banyuwangi.

4. Pemanfaatan hutan mangrove secara berlebih dapat mengurangi fungsinya secara

utuh. Cara terbaik untuk tetap menjaga keutuhannya adalah dengan memanfaatkan

jasa dari hutan ini.

5. Dalam menjaga keutuhan hutan mangrove maka perlu dilakukan pelestarian,

misalnya seperti rehabilitasi/reboisasi mangrove, pengendalian kegiatan

pertambangan di wilayah pesisir, dan penanaman kembali mangrove

V. 2 Saran

1. Sebagai hutan lindung diharapkan kepada masyarakat untuk membantu

menjaga kelestarian hutan mangrove agar fungsinya tetap terjaga utuh.

2. Sosialisasi kepada masyarakat melalui pihak terkait seperti Dinas Kehutanan

dapat menberikan pandangan kepada masyarakat untuk menciptakan suatu

lapangan pekerjaan yang baru tanpa merusaknya.

24

3. Pihak Perhutani dan masyarakat hendaknya melakukan pembibitan guna

mengantisipasi jikalau kawasan hutan mangrove mengalani kerusakan,

sehingga reboisasi bisa cepat dilakukan.

4. Melihat potensi yang ada pada hutan mangrove, sudah seharusnya masyarakat

sekitar lebih memanfaatkan mangrove. Namun, kegiatan pemanfaatan hutan

mangrove harus dibarengi dengan menjaga kelestariannya.

25

DAFTAR PUSTAKA

Arief,A.2003.Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius: Yogyakarta.

Baehaqie, A. dan Indrawan.1993.”Hutan Mangrove, Lahan Basah yang Kaya Raya.”

dalam: Warta Konservasi Lahan Basah. 2 (1).

Koestermans, A.Y.1982.”Different Kind of Mangrove with Different Economic

Application Possibilities. Mangrove Forest Ecosystem Productivity in South

East Asia.”dalam: Proceedings of the Symposium on Mangrove. BIOTROP,

Bogor.hlm.203-206.

Longman, K.A. dan J. Jenik.1974.Tropical Forest and Its Environment.Longman

Group Limited, London.196 h.

Mac Nae, W.1968.”A General Account of Fauna and Flora of Mangrove Swamps and

Forest in The Indowest-Pasific Region.”dalam:Adv. Mar. Biol. 6:73-270.

Monkhouse, F.J. dan J. Small.1978.A Dictionary of the Natural Environment.Edward

Arnold.London.320 h.

Moore, W.G.1977.A Dictionary of Geography.Penguin Book, Hardmondsworth.246

h.

Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan

Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.

Nybakhen, J.W.1986.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.PT Gramedia, Jakarta.

Snedaker,S.C.1978.Mangrove Their Values and Perpetuation.Nat. Res. 14:6-13.

Steenis, C.G.G.J.1978.Flora.Pradnya Paramita, Jakarta.

Susilo, E.1995.”Manusia dan Hutan Mangrove.”dalam: Pelestarian dan

Pengembangan Ekosistem Hutan Bakau Secara Terpadu dan

Berkelanjutan.hlm.8.

26

LAMPIRAN

Hasil wawancara dengan pihak Perhutani Banyuwangi tentang kondisi hutan

mangrove di wilayah Banyuwangi selatan.

Tempat : Kantor Perhutani Banyuwangi

Jalan Jaksa Agung Suprapto no. 34

Tanggal : 25 Maret 2009

Waktu : 13.00

Narasumber :

1) Bapak Panca Sihite

2) Bapak Suprapto

1. Tanya (T) : “Berapakah luas keseluruhan area hutan mangrove di wilayah

Banyuwangi Selatan ?”

Jawab (J) : “Secara keseluruhan luas hutan mangrove yang ada di Banyuwangi

seluas 48.565,2 ha. Namun pihak Perhutani khusus menangani daerah hutan

mangrove di wilayah pesisir pantai selatan, yakni kawasan Bangerejo, Purwoharjo

(Grajagan), dan Tegaldelimo atau Alas Purwo (tidak termasuk kawasan Taman

Nasional) dan totalnya kurang lebih 12.675 ha.”

2. T : “Dari semua wilayah tersebut, apakah semuanya berada dekat dengan

pemukiman penduduk ?”

J : “Ya, kebanyakan kawasan hutan mangrove di wilayah banyuwangi selatan

tersebut dekat dengan perkampungan nelayan.”

3. T : “Bagaimana kondisi hutan mangrove yang dekat dengan perkampungan

nelayan tersebut ?”

J : “Kondisinya sampai saat ini masih sangat baik. Berbeda dengan kondisi

hutan mangrove yang ada di daerah lain contohnya di pesisir pantai di Jawa Barat

yang telah mengubah fungsi hutan lindung sebagai hutan produksi, hutan

mangrove yang ada di wilayah Banyuwangi selatan jarang sekali terjamah oleh

manusia. Hal ini yang membuat kondisinya masih utuh. Masyarakat sekitar lebih

tertarik untuk menggarap lahan persawahan untuk memenuhi kebutuhan hidup

mereka. Paling-paling mereka hanya mencari ikan di kawasan hutan ini.”

27

4. T : “Apakah kondisi ini akan bertahan lama ?”

J : “Kondisi yang ada saat ini bisa saja berubah. Berbeda dengan era presiden

Soeharto yang menerapkan program KB, saat ini di Indonesia sebuah keluarga

boleh memiliki lebih dari 2 anak. Apabila kondisi perekonomian masyarakat

sangat mendesak untuk mencari pekerjaan baru yang belum sempat dikelola,

masyarakat bisa saja mulai melirik potensi besar yang ada pada hutan mangrove.

Sebagai contoh kita lihat kondisi hutan mangrove yang ada di pantai Pangandaran.

Di sana kayu dari tanaman ini telah banyak dimanfaatkan warga sebagai kayu

bangunan, kayu bakar, ataupun sabagai bahan baku pembuatan arang. Nah hal

inilah yang mungkin saja terjadi di hutan mangrove milik Banyuwangi. Di Jawa

Barat yang penduduknya sudah padat sehingga kebutuhan hidup warganyapun

sangat tinggi, inilah factor social yang mwndorong mereka untuk mengelola

tanaman mangrove dengan sebaik-baiknya.”

5. T : “Jikalau saja hal ini terjadi di Kawasan hutan mangrove Banyuwangi, apakah

pihak Perhutani memberikan ijin kepada masyarakat untuk melakukan hal yang

sama seperti apa yang masyarakat Jawa Barat lakukan ?”

J : “Tidak boleh. Luasnya yang terbatas memberikan manfaat yang besar.

Hutan mangrove yang ada di Banyuwangi selatan tumbuh sacara alami (tidak

ditanam). Fungsi utamanya adalah sebagai penangkal abrasi mengingat wilayah

pantai selatan Banyuwangi berhadapan langsung dengan samudra Hindia. Dan

karakteristik samudra pada umumnya adalah memiliki ombak yang sangat besar.

Maka jika tidak ada perlindungan terhadap wilayah pesisir selatan Banyuwangi,

bisa-bisa luas pantainya akan semakin menyempit terkena abrasi yang sangat

sering terjadi.”

6. T : “Lalu dengan begitu hutan mangrove yang ada di Banyuwangi tidak boleh

dimanfaatkan masyarakat ?”

J : “Boleh saja. Hutan mangrove yang ada di Banyuwangi Selatan sudah masuk

ke dalam kelompok hutan lindung, itu artinya penebangan tidak boleh dilakukan

sama sekali. Namun masih ada manfaat jasa yang bisa dimanfaatkan. Sebagai

objek wisata salah satunya, atau sebagai huan pendidikan yang dapat digunakan

sebagai suatu tempat yang memberikan informasi kepada masyarakat tentang

berbagai hal yang ada hubungannya dengan lingkungan.”

28

7. T : “Sudahkah Perhutani melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang hal

ina ?”

J : “Ya tentu saja. Beberapa hari yang lalu kita melakukan reboisasi di kawasan

hutan mangrove di wilayah pantai Sukomade kecamatan Pesangaran. Dengan

bantuan masyarakat nelayan sekitar, 21 ha hutan mangrove telah dimanfaatkan

menjadi tambak udang. Tentu saja hal ini memberikan gambaran kepada

masyarakat apabila hutan yang ada saat ini terjaga dengan baik, maka kita akan

mendapat keuntungan baik sevara langsung maupun tak langsung. Dan

Alhamdulillah respon warga begitu baik untuk turut mendukung menjaga

keutuhan yang masih terjaga hingga saat ini.“

8. T : “Dan yang terakhir, apakah pesan dan saran yang dapat anda berikan kepada

masyarakat untuk kelestarian hutan mangrove yang ada di Banyuwangi selatan ?

J : “Kami menghimbau kepada masyarakat hendaklah berlaku bijak dalam

mengelola hutan yang ada saat ini. Dengan keutuhan yang ada, hutan mangrove

akan lebih maksimal dalam memberikan manfaatnya terhadap masyarakat dan

lingkungan sekitarnya. Dan jangan lupa akan satu hal bahwa hutan mangrove

yang ada di wilayah Banyuwangi selatan tidak untuk ditebang dan hanya boleh

diambil manfaat jasanya.”

29

Resep Dodol Mangrove

Bahan:

8 buah mangrove jenis pedada (Sonneratia alba)

¼ kg tepung ketan

1 bungkus tepung beras

1 ½ kg gula merah

2 butir kelapa

Cara membuat:

1. Blender buah pedada, lalu saring dan ambil airnya saja.

2. Campur tepung beras dan ketan, lalu aduk dengan air santan hingga

rata, masukkan gula merah yang sudah dicairkan lalu masak

adonan hingga mengental.

3. Bisa dibentuk cetakan sesuai selera. Setelah dingin, siap

dihidangkan.

Gambar 9. Buah pedada untuk membuat dodol mangrove

30

BIODATA PENULIS

Nama : Entri Yhonita

TTL : Banyuwangi, 24 januari 1992

Alamat : Perum PJKA No.12 Ketapang

Sekolah : SMAN 1 Glagah Banyuwangi

Kelas : XI IA 4

NIS : 8335

Nama : Sarastiti Alifaningdyah

TTL : Bengkulu, 08 Oktober 1992

Alamat : Jl. Letkol Istiqlah 67 Banyuwangi

Sekolah : SMAN 1 Glagah Banyuwangi

Kelas : XI IA 4

NIS : 8488

Nama : Tabita Wahyu Triutami

TTL : Banyuwangi, 05 Mei 1992

Alamat : Jln. Mendut X no. 23

Sekolah : SMAN 1 Glagah Banyuwangi

Kelas : XI IA 4

NIS : 8498

31