makalah mangrove by tri

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove (Bakau) adalah jenis pohon yang tumbuh di daerah perairan dangkal dan daerah intertidal yaitu daerah batas antara darat dan laut dimana pengaruh pasang surut masih terjadi. Hutan mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawa dari hulu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau ). Mangrove berkembang di habitat dengan ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Bengen (2001), sebagai berikut : 1. Tumbuh pada daerah intertidal yang tanahnya berlumpur atau berpasir. 2. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air, atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara, dan lumpur. 3. Terkena gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air payau dengan salinitas 2-22 ppm atau asin dengan salinitas mencapai 33 ppm. Lingkungan salin terutama menyebabkan dua bentuk cekaman (stress) pada tumbuhan, yaitu cekaman osmotik (osmotic stress) dan cekaman keracunan (toxicity stress), (Jacoby, 1999). Poljakoff- Mayber dan Lerner (1999) menyatakan bahwa selain menyebabkan kedua hal di atas, juga akan mengalami cekaman sedikit oksigen (low oxygen pressure strees). Cekaman oksigen yang dialami akar tumbuhan mangrove terjadi karena tanahnya secara periodik digenangi oleh pasang air laut. 1

Upload: sma-kesatrian-2-semarang

Post on 23-Jul-2015

297 views

Category:

Environment


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah mangrove by Tri

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Mangrove (Bakau) adalah jenis pohon yang tumbuh di daerah perairan dangkal

dan daerah intertidal yaitu daerah batas antara darat dan laut dimana pengaruh pasang

surut masih terjadi. Hutan mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang

tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi

oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi

pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari

gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan

mengendapkan lumpur yang dibawa dari hulu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau).

Mangrove berkembang di habitat dengan ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh

Bengen (2001), sebagai berikut : 1. Tumbuh pada daerah intertidal yang tanahnya

berlumpur atau berpasir. 2. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai,

mata air, atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan

unsur hara, dan lumpur. 3. Terkena gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air

payau dengan salinitas 2-22 ppm atau asin dengan salinitas mencapai 33 ppm.

Lingkungan salin terutama menyebabkan dua bentuk cekaman (stress) pada

tumbuhan, yaitu cekaman osmotik (osmotic stress) dan cekaman keracunan

(toxicity stress), (Jacoby, 1999). Poljakoff-Mayber dan Lerner (1999) menyatakan bahwa

selain menyebabkan kedua hal di atas, juga akan mengalami cekaman sedikit oksigen (low

oxygen pressure strees). Cekaman oksigen yang dialami akar tumbuhan mangrove terjadi

karena tanahnya secara periodik digenangi oleh pasang air laut.

Selain kondisi lingkungan tersebut, sebagian besar hutan mangrove tumbuh baik di

daerah tropis yang memiliki radiasi sinar matahari dan suhu yang umumnya tinggi.

Sehingga tumbuhan mangrove juga mengalami cekaman radiasi sinar matahari dan suhu

yang tinggi.

Pada dasarnya berbagai kondisi lingkungan ekstrim yang meliputi lingkungan salin,

tanah jenuh air, kurangnya oksigen, dan radiasi sinar matahari serta suhu yang tinggi akan

menyebabkan terganggunya metabolisme tumbuhan, sehingga pada akhirnya akan

menyebabkan rendahnya produktivitas atau laju pertumbuhan tumbuhan mangrove.

Namun, hutan mangrove dapat tumbuh baik pada kondisi tersebut karena mampu

beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove

menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar

garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis seperti mekanisme

vivipary (Kalesaran, 2011).

1

Page 2: Makalah mangrove by Tri

Dalam tulisan ini akan mengkaji tentang kondisi fisik hutan mangrove, cara

beradaptasi mangrove terhadap lingkungan yang ekstrim, strategi reproduksi yang juga

merupakan mekanisme adaptasi, zonasi pada mangrove, dan manfaat mangrove.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diambil adalah :

1. Bagaimanakah kondisi fisik hutan mangrove?

2. Bagaimanakah cara adaptasi anatomi, morfologi dan fisiologis tumbuhan mangrove

pada lingkungan yang ekstrim?

3. Bagaimanakah strategi unik tumbuhan mangrove dalam bereproduksi?

4. Bagaimanakah zonasi mangrove berdasarkan tempat tumbuhnya?

5. Apakah manfaat mangrove secara fisik dan secara biologis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui kondisi fisik hutan mangrove.

2. Untuk mengetahui cara adaptasi anatomi, morfologi dan fisiologis tumbuhan mangrove

pada lingkungan yang ekstrim.

3. Untuk mengetahui strategi unik tumbuhan mangrove dalam bereproduksi.

4. Untuk mengetahui zonasi mangrove berdasarkan tempat tumbuhnya

5. Untuk mengetahui manfaat mangrove

2

Page 3: Makalah mangrove by Tri

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Hutan Mangrove

Menurut Kusmono (1997) kondisi fisik yang jelas nampak di daerah mangrove

adalah gerakan air yang minim. Adanya gerakan air yang minim mengakibatkan partikel-

partikel sedimen yang halus sampai di daerah mangrove cenderung mengendap dan

mengumpul di dasar. Hasilnya berupa lapisan lumpur halus yang menjadi dasar (substrat)

hutan. Sirkulasi air dalam dasar (substrat) yang sangat minimal, ditambah dengan

banyaknya bahan organik dan bakteri menyebabkan kandungan oksigen di dalam dasar

juga sangat minim, bahkan mungkin tidak terdapat oksigen sama sekali di dalam substrat.

Gerakan yang minim dalam hutan mangrove bertambah lebih kecil lagi oleh

pohon-pohon mangrove. Hal ini dikarenakan terdapat jenis-jenis mangrove yang

mempunyai sistem perakaran yang khas berupa akar-akar penyangga yang memanjang ke

bawah dari batang pohon. Jumlah akar yang demikian banyak dan padat di dalam hutan

mangrove sangat menghambat gerakan air. Kondisi ini mengakibatkan partikel-partikel

akan mengendap di sekeliling akar mangrove. Sekali mengendap, sedimen biasanya tidak

dialirkan lagi oleh gerakan air dalam hutan mangrove. Dengan cara inilah terjadi “tanah

timbul“ di pinggir laut yang berbatasan dengan hutan mangrove. Selanjutnya tanah timbul

tersebut dikolonisasi oleh hutan mangrove. Jadi pada kondisi alam tertentu, hutan

mangrove dapat menciptakan tanah baru dipinggir laut.

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah pasang surut air laut. Pada waktu air

pasang, melalui arus pasang masuklah air laut dan menyebabkan meningkatnya salinitas

air hutan mangrove. Pada waktu air surut melalui arus surut, air dalam hutan mangrove

mengalir keluar dan mengalirnya air tawar melalui air permukaan dan menurunkan

salinitas air dalam hutan mangrove. Dengan perkataan lain pasang surutnya air di hutan

mangrove, juga mengakibatkan berfluktuasinya salinitas air di dalam hutan mangrove.

Pada keadaan demikian, fluktuasi alami ini jelas dapat ditoleransi oleh pohon-pohon

mangrove asal salinitasnya tidak melebihi ambang batas yang diperlukan untuk

pertumbuhan pohon-pohon mangrove.

Perlu diperhatikan juga bahwa sebagian besar hutan mangrove tumbuh baik di

daerah tropis yang memiliki radiasi sinar matahari dan suhu yang umumnya tinggi.

Sehingga tumbuhan mangrove juga mengalami cekaman radiasi sinar matahari dan suhu

yang tinggi, (Onrizal, 2005).

3

Page 4: Makalah mangrove by Tri

B. Adaptasi Mangrove

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan

sekitarnya untuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi akan bertahan

hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi kepunahan atau

kelangkaan jenis. Spesies mangrove berhasil tumbuh di lingkungan air laut karena memiliki beberapa

bentuk adaptasi khas. Adaptasi ini umumnya terkait dengan upaya untuk bertahan dalam

kondisi salin, bertahan dalam tanah lumpur anaerob dan tidak stabil, radiasi matahari, suhu yang tinggi

serta untuk perkembangbiakan.

B.1. Adaptasi Terhadap Salinitas

Ada tiga mekanisme yang dilakukan oleh tumbuhan mangrove untuk bertahan

terhadap kelebihan garam dari lingkungannya yaitu :

a.  Mensekresi garam (salt-secretors).

Jenis mangrove ini menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian

mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon. Secara

khusus pohon mangrove yang dapat mensekresikan garam memiliki salt glands di

daun yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl-. Beberapa contoh

mangrove yang dapat mensekresikan garam adalah : Aegiceras, Aegialitis,

Avicennia, Sonneratia, Acanthus, dan Laguncularia.

Gambar 1. Salt Gland/Kelenjar pengeluaran garam pada daun mangrove (http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=16)

4

Page 5: Makalah mangrove by Tri

Berikut ini adalah beberapa gambar struktur anatomi daun tumbuhan

mangrove yang memiliki kelenjar garam :

Gambar 2. Kelenjar Garam

(A) Penampang Melintang Kelenjar Garam pada Daun Limonium Gmelini . Secara relatif

kelenjar terdiri dari 16 sel kelenjar, di mana pada simplas kontak via 4 sel pengumpul

dengan sel mesofil mengandung kloroplas. Sel-sel kelenjar di permukaan daun tertutup oleh

lapisan lilin (terlihat berwarna hitam) dan hanya terbuka pada tempat khusus, yaitu pori (P).

(B) Diagram melintang dari rambut ‘kandung kemih’ (bladder hair) pada daun Atriplex

spongiosa. (C, D) Aegiceras corniculatum, (E, F)  Acanthus Ilicifolius, dan (G, H) Avicennia

marina (Tomlinson, 1986) dalam

(http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove )

5

Page 6: Makalah mangrove by Tri

b. Tidak dapat mensekresi garam (salt-excluders).

Jenis mangrove ini menyerap air dengan menggunakan akarnya tetapi tidak

mengikutsertakan garam dalam penyerapan tersebut. Mekanisme ini dapat terjadi

karena mangrove jenis ini memiliki ultra filter di akarnya sehingga air dapat diserap

dan garam dapat dicegah masuk ke dalam jaringan. Beberapa contoh mangrove

yang dapat melakukan mekanisme ini adalah: Rhizophora, Ceriops, Sonneratia,

Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum,

Lumnitzera, Hibiscus, Eugenia.

(http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=16)

c. Mengakumulasi garam (accumulators)

Mangrove memiliki mekanisme untuk mengakumulasi garam di dalam

jaringannya. Jaringan yang dapat mengakumulasi cairan garam terdapat di akar,

kulit pohon, dan daun yang tua. Daun yang dapat mengakumulasi garam adalah

daun yang sukulen yaitu memiliki jaringan yang banyak mengandung air dan

kelebihan garam dikeluarkan melalui jaringan metabolik. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa daun yang jatuh dari pohon diduga merupakan suatu

mekanisme untuk mengeluarkan kelebihan garam dari pohon yang dapat

menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Garam yang terdapat di dalam

pohon mangrove dapat mempengaruhi enzim metabolik dan proses fotosintesis,

respirasi, dan sintesa protein.

Konsentrasi garam yang tinggi tersebut dapat menghambat ribulose difosfat

karboksilase suatu enzim dalam proses karboksilase. Beberapa jenis mangrove

yang memiliki mekanisme dapat mengakumulasi garam adalah : Xylocarpus,

Excoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera.

(http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=16)

B.2. Adaptasi Terhadap Kondisi Anaerob

Tumbuhan mangrove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di tanah yang

lembut, asin dan kekurangan oksigen. Karena tanah mangrove seringkali anaerob,

maka beberapa tumbuhan mangrove membentuk struktur khusus yaitu pneumatofora

(akar napas). Akar di atas tanah ini dipenuhi dengan jaringan parenkim spons

(aerenkim) dan memiliki banyak lubang-lubang kecil di kulit kayu sehingga oksigen

dapat masuk dan diangkut ke sistem akar di bawah tanah. Akar ini juga berfungsi

sebagai struktur penyokong pohon di tanah lumpur yang lembut.

Pneumatofora (akar napas) adalah akar tegak yang dapat merupakan alat

tambahan dari atas batang atau pemanjangan sistem akar di bawah tanah. Akar ini,

6

Page 7: Makalah mangrove by Tri

sebagian atau seluruhnya, tergenang dan terpapar setiap hari, sesuai dengan pola

aliran pasang surut. Pada saat terpapar, akar dapat menyerap oksigen. Lumpur

mangrove bersifat anaerob (miskin oksigen) dan tidak stabil. Tumbuhan mangrove

dapat memiliki bentuk akar yang berbeda untuk beradaptasi dengan kondisi ini. Akar

horizontal yang menyebar luas, dimana pneumatofora tumbuh vertikal ke atas

merupakan jangkar untuk mengait pada lumpur yang labil. Sistem perakaran di bawah

tanah dapat lebih besar dibandingkan sistem perakaran di atas tanah.

Terdapat 4 (empat) tipe pneumatofora, yaitu (1) akar penyangga (stilt or prop),

(2) akar pasak (snorkel, peg or pencil), (3) akar lutut (knee or knop), dan (4) akar

papan (ribbon or plank). Tipe akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat

berkombinasi dengan akar tunjang (buttres) pada pangkal pohon. Sedangkan akar

penyangga akan mengangkat pangkal batang keatas tanah.

1). Akar penyangga

Pada Rhizophora akar panjang dan bercabang-cabang muncul dari pangkal batang

untuk menyangga batang. Akar ini dikenal sebagai prop root dan pada akhirnya

akan menjadi stilt root apabila batang yang disangganya terangkat ke atas hingga

tidak lagi menyentuh tanah. Akar penyangga membantu tegaknya pohon karena

memiliki pangkal yang luas untuk mendukung di lumpur yang lembut dan tidak

stabil. Juga membantu aerasi pada saat laut surut.

Gambar 3. Akar penyangga pada Rhizophora (http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove )

2). Akar pasak

Pada Avicennia dan Sonneratia, pneumatofora merupakan cabang tegak dari akar

horizontal yang tumbuh di bawah tanah. Pada Avicennia bentuknya seperti pensil

atau pasak dan umumnya hanya tumbuh setinggi 30 cm, sedangkan pada

Sonneratia tumbuh lebih lambat namun dapat membentuk massa kayu setinggi

3 m, kebanyakan setinggi 50 cm. Pada ekosistem alami mangrove di teluk Botany,

7

Page 8: Makalah mangrove by Tri

Sidney masih dapat dijumpai pohon Avicennia marina yang memiliki pneumatofora

setinggi lebih dari 28 m, meskipun kebanyakan tingginya hanya sekitar 4 m.

Gambar 4. Akar pasak pada Avicennia (http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove )

3). Akar lutut

Pada Bruguiera dan Ceriops akar horizontal tumbuh sedikit di bawah permukaan

tanah, dan secara teratur tumbuh vertikal ke atas kemudian kembali tumbuh ke

bawah, sehingga berbentuk seperti lutut yang ditekuk.Setiap akar horizontal dapat

membentuk rangkaian lutut dengan jarak teratur secara berulang-ulang. Bagian di

atas tanah (lutut) membantu aerasi dan karena tersebar sangat luas dapat menjadi

tempat bertahan di lumpur yang tidak stabil. Lumnitzera membentuk akar lutut kecil

yang bentuknya merupakan kombinasi antar akar lutut dan akar pasak.

Gambar 5. Akar lutut pada Bruguiera (http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove )

4). Akar papan

Pada Xylocarpus granatum akar horizontal tumbuh melebar secara vertikal ke atas,

sehingga akar berbentuk pipih menyerupai papan. Struktur ini terbentuk mulai dari

pangkal batang. Akar ini juga melekuk-lekuk seperti ular yang sedang bergerak dan

8

Page 9: Makalah mangrove by Tri

bergelombang. Terpaparnya bagian vertikal memudahkan aerasi dan tersebarnya

akar secara luas membantu berpijak di lumpur yang tidak stabil.

Gambar 6. Akar papan pada Xylocarpus granatum (http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove)

Struktur Anatomi Pneumatophora

Menurut Purnobasuki (2013), pada penampang lintang pneumatophora secara

jelas menunjukkan bahwa struktur dari ruang udara tersusun dari sel-sel yang

berdiferensiasi membentuk struktur memanjang dan berlekuk (sel lengan) dan sel-

sel membulat (sel silinder). Secara terintegrasi sel lengan dan sel silinder

membentuk semua ruang-ruang udara yang terbentuk dalam korteks

pneumatophore. Intensitas warna pada sel lengan tampak lebih gelap

dibandingkan sel silinder. Secara umum dari gambar terlihat kumpulan ruang

udara pada pneumatophore Sonneratia alba menyerupai bentuk jaringan spons atau

broad lacunose cortex.

Gambar 7. Jaringan korteks dewasa pneumatophore Sonneratia alba yang telah dipenuhi

ruang udara (aerenchyma). Penyusun masing-masing ruang udara terdiri dari sel lengan

(bentuk memanjang dan berlekuk, intensitas warna lebih gelap) dan sel silinder (bentuk bulat

dan tidak terwarnai)

9

Page 10: Makalah mangrove by Tri

B.3. Adaptasi Terhadap Sinar Matahari dan Suhu Udara Tinggi

Hampir semua jenis mangrove, daun-daunnya mempunyai sejumlah

kenampakan anatomi yang membatasi hilangnya uap air. Hal ini mencakup kutikula

yang tebal, lapisan lilin, dan stomata yang tersembunyi, yang semuanya terdapat pada

permukaan abaksial pada beberapa jenis mangrove, seperti Sonneratia sp., Osbornia

sp., Lumnitzera sp., dan laguncularia sp. (Macnae, 1986 dalam Sukardjo, 1996).

Anatomi daun mangrove tersebut merupakan adaptasi terhadap kondisi lingkungan

mangrove yang memiliki radiasi sinar matahari dan suhu udara tinggi,

Keunikan daun mangrove sebagai adaptasi terhadap lingkungan yang

biasanya mempunyai radiasi sinar matahari yang tinggi terlihat pada daun-daun yang

posisinya terbuka pada tajuk teratas secara tajam condong, kadang-kadang posisinya

mendekati vertikal, sedangkan daun yang ternaungi yang berada jauh di antara tajuk,

cenderung posisinya horizontal. Akibatnya radiasi sinar matahari terseleksi sepanjang

permukaan fotosintetik luas, sementara pemasukan panas per unit luas daun dan

suhu menjadi berkurang (Onrizal, 2005)

Lingkungan tempat tumbuh mangrove yang memiliki radiasi sinar matahari

dan suhu udara yang umumnya tinggi mendorong laju transpirasi yang tinggi pula,

namun pada kenyataannya mangrove memiliki laju traspirasi yang rendah yang

disebabkan oleh adaptasi anatomi daunnya. Berdasarkan hasil pengukuran

Scholander et al. (1962) dalam Tomlinson (1986) diketahui bahwa laju transpirasi

vegetasi mangrove, yakni sebesar 1,5 – 7,5 mg/dm2/mnt secara nyata lebih rendah

dibandingkan laju transpitasivegetasi daratan, yakni sebesar 10 – 55 mm/dm 2/mnt

(Onrizal, 2005)

C. Strategi Unik Reproduksi Tumbuhan Mangrove Melalui Vivipari dan Kriptovivipari

Vivipari adalah kondisi dimana embryo pertama kali tumbuh, memecah kulit biji

dan keluar dari buah pada saat masih melekat pada tumbuhan induk,misalnya pada

Bruguiera, Ceriops, Kandelia dan Rhizophora. Kriptovivipari (Yunani: kryptos, tersembunyi)

adalah kondisi dimana embryo tumbuh dan memecah kulit biji, namun tidak keluar dari kulit

buah hingga lepas dari tumbuhan induk, misalnya pada Aegiceras, Avicennia dan Nypa.

Vivipari disebabkan karena mangrove tumbuh pada kondisi yang relatif tidak

stabil, sehingga memerlukan propagul yang tahan lama dan dapat tumbuh dengan cepat,

misalnya seedling Rhizophora yang berbentuk runcing seperti anak panah sering tumbuh

langsung di bawah induknya karena tarikan gravitasi, meskipun hal ini dapat menyebabkan

kekalahan dalam berkompetisi dengan tumbuhan induk untuk mendapatkan cahaya, hara

dan lain-lain. Melalui vivipari perkecambahan embryo dimulai sejak biji masih menempel

10

Page 11: Makalah mangrove by Tri

pada pohon induk. Ketika buah jatuh sudah berupa seedling yang dapat membentuk akar

pada tanah di bawahnya.

Vivipari merupakan mekanisme adaptasi untuk mempersiapkan seedling

tersebar jauh, dapat bertahan dan tumbuh dalam lingkungan salin. Selama terjadi vivipari,

propagul diberi makan oleh pohon induk, sehingga propagul dapat menyimpan dan

mengakumulasi karbohidrat atau senyawa lain yang nantinya diperlukan untuk

pertumbuhan mandiri. Struktur kompleks seedling pada awal pertumbuhan ini akan

membantu aklimatisasi terhadap kondisi fisik lingkungan yang ekstrim. Kebanyakan

seedling tidak tumbuh di sekitar induk, namun mengapung selama berminggu-minggu

hingga jauh dari induknya. Pada kondisi tanah yang sesuai seedling ini dapat berakar dan

tumbuh dengan cepat dalam beberapa hari. Propagul yang berumur panjang,

menyebabkan mangrove dapat tersebar pada area yang luas.

(b)

(a)

Gambar 8. Propagul (a) pada Bruguiera cylindrica dan (b) pada Aegiceras comiculata(http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove)

Berikut ini adalah gambar daur hidup Mangrove :

Gambar 9. Daur Hidup Mangrove(http://konservasi-laut.blogspot.com/2011/09/daur-hidup-mangrove.html

11

Page 12: Makalah mangrove by Tri

D. Zonasi Mangrove Berdasarkan Tempat Tumbuhnya

Kemampuan adaptasi mangrove menimbulkan adanya vegetasi dominan pada

tempat tumbuh yang berbeda. Berdasarkan tempat tumbuhnya mangrove dikelompokkan

menjadi beberapa zonasi, yaitu :

1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan zona paling luar dari hutan mangrove.

Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia

banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia sp. Karena tumbuh dibibir laut, jenis ini

memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasaan air laut.

Zona ini juga merupakan zona perintis atau pionir karena terjadinya penimbunan

sedimen tanah akibat cengkraman perakaran dari jenis tumbuhan ini.

2. Zona Rhizophora, yang terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia.

Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran

tanaman terendam selama terjadinya pasang air laut.

3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora.

Pada zona ini tanah berlumpur agak keras dan perakaran hanya terendam pasang dua

kali sebulan.

4. Zona Nipah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan.

Zona ini sebenarnya tidak harus ada kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir dari

sungai kelaut. Zona Nipah merupakan zonasi yang masih lengkap karena semua jenis

tumbuhan masih terdapat di dalam kawasan ini, Di beberapa kawasan serta kepulauan

Indonesia tidak seluruh zonasi ada. Ketidak sempurnaan zonasi ini disebabkan oleh

beberapa faktor, misalnya ketidaksempurnaan penggenangan atau pasang surut air

laut.

Gambar 10. Zonasi Mangrove Alami Yang Masih Lengkap

Keterangan :

1. Avicennia sp. 5. Rhizophora apiculata

2. Sonneratia sp. 6. Bruguiera sp.

3. Rhizophora stylosa 7. Nypha sp.

4. Rhizophora mucronata

Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31262/4/Chapter%20II.pdf

12

Page 13: Makalah mangrove by Tri

E. Manfaat Mangrove

Manfaat / Fungsi Fisik :

1. Menjaga agar garis pantai tetap stabil

2. Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi.

3. Menahan badai/angin kencang dari laut

4. Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya

lahan baru.

5. Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang

tawar

6. Penghasil O2 dan penyerap CO2

Manfaat / Fungsi Biologik :

1. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton,

sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.

2. Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang.

3. Tempat berlindung, bersarang dan berkembang.biak dari burung dan satwa lain.

4. Sumber plasma nutfah dan sumber genetik.

5. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.

http://peri-laut.blogspot.com/2011/05/ekosistem-mangrove.html

13

Page 14: Makalah mangrove by Tri

BAB III

KESIMPULAN

1. Kondisi fisik hutan mangrove yang ada yaitu gerakan air atau sirkulasi air yang minim,

substrat berlumpur, rendahnya atau tidak adanya oksigen, adanya salinitas tinggi,

gerakan pasang surut yang mempengaruhi salinitas, radiasi cahaya matahari dan suhu

yang tinggi.

2. Beberapa tumbuhan mangrove memiliki kelenjar garam sebagai bentuk adaptasi anatomi

terhadap salinitas tinggi. Tumbuhan mngrove juga memiliki struktur khusus yaitu

pneumatophora (akar napas), seperti akar penyangga, akar pasak, akar lutut, dan akar

papan sebagai bentuk adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap kondisi anaerob hutan

mangrove.

3. Terdapat mekanisme vivipary dan kriptovivipary sebagai bentuk adaptasi reproduksi

tumbuhan mangrove terhadap substrat berlumpur.

4. Kemampuan adaptasi mangrove menimbulkan adanya vegetasi dominan pada tempat

tumbuh yang berbeda, dan berdasarkan tempat tumbuhnya mangrove dikelompokkan

menjadi beberapa zonasi, yaitu : zona Avicennia, zona Rhizophora, zona Bruguiera,

zona Nipah.

5. Manfaat mangrove secara fisik adalah menjaga agar garis pantai tetap stabil, melindungi

pantai dari bahaya erosi dan abrasi, menahan badai/angin kencang dari laut, menahan

hasil proses penimbunan lumpur sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru,

menjadi wilayah penyangga dimana berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan

yang tawar, sebagai penghasil O2 dan penyerap CO2. Sedangkan manfaat mangrove

secara biologis adalah menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan

penting bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan, tempat

memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang, tempat

berlindung, bersarang dan berkembang.biak burung dan satwa lain, sumber plasma

nutfah dan sumber genetik, merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.

14

Page 15: Makalah mangrove by Tri

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G., 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jacoby, B. 1999. Mechanism Involved in Salt Tolerance of Plants dalam Pessarakli, M. (Ed.). Handbook of Plant and Crop Stress. 2nd edition. Marcel Dekker Inc. New York. pp. 97-124.

Kalesaran, P. 2011. Mangrove. Universitas Negeri Manado. Manado

Kusmono, C., 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove, Makalah Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari Angkatan I PKSPL. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove Pada Lingkungan Salin dan Jenuh Air, Skripsi. Jurusan Kehutanan Fak. Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Poljakoff-Mayber, A. Dan H.R.Lerner.1999. Plants in Salin Environment dalam Pessarakli, M. (Ed.). Handbook of Plant and Crop Stress. 2nd edition. Marcel Dekker Inc. New York. pp. 125-151

Purnobasuki, H. 2013. Struktur Internal Transport Oksigen Pada Pnematophore Akar Mangrove Sonneratia alba J.Smith. Jurnal BIOSCIENTIAE Volume 10, Nomor 2, Juli 2013, Halaman 80-85

Tomlinson, P. B., 1986. The Botany of Mangroves, Cambridge UniversityPress.

Sukardjo, S. 1996. Fisiologi MangroveSuatu Catatan Pengetahuan. Pelatihan Pelestarian dan Pengembangan Ekosistem Mangrove Secara Terpadu dan Berkelanjutan. PSL-PPLH Unibraw, Malang.

http://konservasi-laut.blogspot.com/2011/09/daur-hidup-mangrove.html

http://www.academia.edu/3305133/Dinamika_Ekosistem_Hutan_Mangrove

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31262/4/Chapter%20II.pdf

15