radioterapi

9
Dari http://blog.nuklir.org/?p=2666 Akselerator Partikel untuk Radioterapi 738 hari ago by Admin 0 Oleh : Mukhlis Akhadi Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Dalam bidang kedokteran, pemanfaatan teknik nuklir ini meliputi tindakan-tindakan radiodiagnosa, radioterapi, dan kedokteran nuklir. Ketiga jenis kegiatan tersebut umumnya menggunakan sumber radiasi yang spesifikasi fisiknya berbeda-beda. Penggunaan radiasi pengion untuk keperluan diagnosa dalam bidang kedokteran disebut radiodiagnosa, yaitu suatu metode untuk mengetahui ada tidaknya kelainan dalam tubuh dengan menggunakan radiasi pengion, terutama sinar-X. Untuk tujuan medik, tubuh manusia yang pada prinsipnya dapat dibedakan baik secara anatomi maupun fisiologi, pada mulanya merupakan objek yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh mata. Namun, dengan ditemukannnya sinar-X, tubuh manusia ternyata dapat diubah menjadi objek yang transparan. Sinar-X mampu membedakan kerapatan dari berbagai jaringan dalam tubuh manusia yang dilewatinya. Dengan penemuan sinar-X ini, informasi mengenai tubuh manusia menjadi mudah diperoleh tanpa perlu melakukan operasi bedah. Masyarakat mulai percaya pada kemampuan sinar-X ketika Roentgen mempertontonkan gambar foto telapak tangan dan jari-jari istrinya yang memakai cincin yang dibuat menggunakan sinar-X. Selain untuk keperluan radiodiagnosa, radiasi pengion jenis foton (sinar-_ dan sinar- X) dalam perkembangan berikutnya juga dimanfaatkan untuk radioterapi. Kedua jenis radiasi tersebut mempunyai daya tembus yang tinggi terhadap organ tubuh dengan kemampuan tembusnya ditentukan oleh besar energi yang dimilikinya. Selain menggunakan radiasi foton, sejak beberapa dasawarsa lalu juga telah dirintis pemanfaatan berbagai jenis partikel nuklir untuk radioterapi. Kini, ada berbagai jenis radiasi pengion untuk keperluan radioterapi yang dibangkitkan menggunakan akselerator (alat pemercepat) partikel.

Upload: bagas-nugroho

Post on 16-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Radioterapi

TRANSCRIPT

Page 1: RADIOTERAPI

Dari http://blog.nuklir.org/?p=2666Akselerator Partikel untuk Radioterapi738 hari ago by Admin 0

Oleh : Mukhlis Akhadi

Penggunaan radiasi dalam bidang

kedokteran terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Dalam bidang kedokteran,

pemanfaatan teknik nuklir ini meliputi tindakan-tindakan radiodiagnosa, radioterapi, dan kedokteran

nuklir. Ketiga jenis kegiatan tersebut umumnya menggunakan sumber radiasi yang spesifikasi fisiknya

berbeda-beda. Penggunaan radiasi pengion untuk keperluan diagnosa dalam bidang kedokteran

disebut radiodiagnosa, yaitu suatu metode untuk mengetahui ada tidaknya kelainan dalam tubuh

dengan menggunakan radiasi pengion, terutama sinar-X.

Untuk tujuan medik, tubuh manusia yang pada prinsipnya dapat dibedakan baik secara anatomi

maupun fisiologi, pada mulanya merupakan objek yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh mata.

Namun, dengan ditemukannnya sinar-X, tubuh manusia ternyata dapat diubah menjadi objek yang

transparan. Sinar-X mampu membedakan kerapatan dari berbagai jaringan dalam tubuh manusia yang

dilewatinya. Dengan penemuan sinar-X ini, informasi mengenai tubuh manusia menjadi mudah

diperoleh tanpa perlu melakukan operasi bedah. Masyarakat mulai percaya pada kemampuan sinar-X

ketika Roentgen mempertontonkan gambar foto telapak tangan dan jari-jari istrinya yang memakai

cincin yang dibuat menggunakan sinar-X.

Selain untuk keperluan radiodiagnosa, radiasi pengion jenis foton (sinar-_ dan sinar-X) dalam

perkembangan berikutnya juga dimanfaatkan untuk radioterapi. Kedua jenis radiasi tersebut

mempunyai daya tembus yang tinggi terhadap organ tubuh dengan kemampuan tembusnya

ditentukan oleh besar energi yang dimilikinya. Selain menggunakan radiasi foton, sejak beberapa

dasawarsa lalu juga telah dirintis pemanfaatan berbagai jenis partikel nuklir untuk radioterapi. Kini,

ada berbagai jenis radiasi pengion untuk keperluan radioterapi yang dibangkitkan menggunakan

akselerator (alat pemercepat) partikel.

Akselerator adalah alat yang dipakai untuk mempercepat gerak partikel bermuatan seperti elektron,

proton, inti-inti ringan, dan inti atom lainnya. Mempercepat gerak partikel bertujuan agar partikel

tersebut bergerak sangat cepat sehingga memiliki energi kinetik yang sangat tinggi. Untuk

mempercepat partikel ini diperlukan medan listrik ataupun medan magnet. Dilihat dari jenis gerakan

Page 2: RADIOTERAPI

partikel, ada dua jenis akselerator, yaitu akselerator dengan gerak partikelnya lurus (lebih dikenal

dengan sebutan akselerator linier) dan gerak partikelnya melingkar (akselerator magnetik).

Akselerator partikel pertama kali dikembangkan oleh dua orang fisikawan Inggris, J.D. Cockcroft dan

E.T.S. Walton, di Laboratorium Cavendish, Universitas Cambridge pada 1929. Atas jasanya ini, mereka

dianugerahi hadiah Nobel bidang fisika pada 1951. Pada mulanya, akselerator partikel dipakai untuk

penelitian fisika energi tinggi dengan cara menabrakkan partikel berkecepatan sangat tinggi ke target

tertentu. Namun, ada beberapa jenis akselerator partikel yang dirancang untuk memproduksi radiasi

berenergi tinggi untuk keperluan radioterapi.

Tabung sinar-X merupakan contoh paling sederhana tentang jenis akselerator partikel tunggal. Dalam

tabung ini, elektron yang dipancarkan oleh filamen panas dipercepat melalui tabung hampa menuju

target tungsten atau wolfram (W) yang diberi beda potensial positif tinggi terhadap sumber elektron.

Sinar-X terpancar ketika elektron berkecepatan tinggi tersebut berhenti dalam target. Tabung sinar-X

dioperasikan dalam beda tegangan hingga kira-kira 2 x 106 V. Hal itu berarti elektron dipercepat di

dalam tabung hingga memiliki energi kinetik sebesar 2 x 106 eV, dan sinar-X yang dihasilkannya

memiliki energi maksimum 2 x 106 eV atau 2 MeV.

Tabung Betatron dan Sinkrotron Elektron

Untuk mendapatkan sinar-X dengan energi yang sangat tinggi, para ilmuwan telah membangun mesin

pembangkit sinar-X yang sangat kuat. Salah satu di antaranya adalah mesin pembangkit yang diberi

nama betatron. Mesin ini pada prinsipnya adalah suatu tabung sinar-X berukuran sangat besar.

Betatron pertama kali diperkenalkan pada 1941 oleh Donald William Kerst dari Universitas Illinois,

Amerika Serikat. Penamaan betatron mengacu pada salah satu jenis sinar radioaktif, yaitu sinar-ß,

yang merupakan aliran elektron berkecepatan tinggi.

Betatron terdiri atas tabung kaca hampa udara berbentuk cincin raksasa yang diletakkan di antara dua

kutub magnet yang sangat kuat. Penyuntik berupa filamen panas yang berperan sebagai pemancar

elektron dipasang untuk menginjeksikan aliran elektron ke dalam tabung pada sudut tertentu. Setelah

elektron disuntikkan ke dalam tabung, ada dua gaya yang akan bekerja pada eletron tersebut. Gaya

yang pertama membuat elektron bergerak mengikuti lengkungan tabung. Di dalam medan magnet,

partikel akan bergerak melingkar. Gaya yang kedua berperan mempercepat gerak elektron hingga

kecepatannya semakin tinggi. Melalui gaya kedua ini, elektron memperoleh energi kinetik yang sangat

besar.

Dalam waktu sangat singkat, elektron akan bergerak melingkar di dalam tabung beberapa ribu kali.

Apabila energi kinetik elektron telah mencapai nilai tertentu, elektron dibelokkan dari jalur

lengkungnya sehingga dapat menabrak target secara langsung yang berada di tepi ruangan. Dari

proses tabrakan ini dipancarkan sinar-X berenergi sangat tinggi. Sebagian besar betatron

menghasilkan elektron berenergi kira-kira 20 MeV.

Betatron memiliki kelemahan karena mesin itu memerlukan magnet berukuran sangat besar guna

mendapatkan perubahan fluks yang diperlukan untuk mempercepat elektron. Untuk mengatasi

kelemahan ini, diperkenalkan jenis akselerator elektron lainnya yang menggunakan magnet berbentuk

cincin yang diberi nama sinkrotron elektron. Alat ini berfungsi sebagai pemercepat elektron yang

mampu menghasilkan elektron dengan energi kinetik lebih besar dibandingkan betatron. Elektron

dengan energi antara 50–100 kV dipancarkan dari filamen untuk selanjutnya dipercepat di dalam alat.

Page 3: RADIOTERAPI

Pada saat akhir proses percepatan, elektron ditabrakkan menuju sasaran sehingga dihasilkan sinar-X

dengan energi dan intensitas tinggi.

Akselerator Linier

Akseletaror linier (Linear Accelerator,

LINAC) pertama kali diperkenalkan oleh R. Wideroe di Swiss pada 1929, namun unjuk kerjanya saat itu

kurang memuaskan. LINAC mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan akselerator

magnetik. Kelebihan LINAC adalah alat ini memerlukan magnet dengan ukuran yang jauh lebih kecil

dibandingkan pada akselerator magnetik untuk menghasilkan partikel dengan energi kinetik yang

sama.

Ukuran alat dan biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan LINAC kira-kira proporsional dengan

energi akhir partikel yang dipercepat. Sedang pada akselerator magnetik, tenaga yang diperlukan

akan lebih tinggi untuk menghasilkan energi akhir partikel yang sama besarnya. Oleh sebab itu, untuk

mendapatkan partikel berenergi sangat tinggi, LINAC akan lebih ekonomis dibandingkan akselerator

magnetik. Di samping itu, penyuntikan partikel yang akan dipercepat dalam akselerator magnetik

sangat sulit dilakukan, sedang pada LINAC partikel dalam bentuk berkas terkolimasi secara otomatis

terpancar ke dalam tabung akselerator.

LINAC dapat dipakai untuk mempercepat partikel hingga berenergi di atas 1 BeV. Betatron praktis

tidak mungkin mencapai energi setinggi itu karena memerlukan magnet berukuran sangat besar.

LINAC semula dipakai untuk mempercepat partikel bermuatan positif seperti proton. Namun, setelah

melalui berbagai modifikasi, mesin ini dapat pula dipakai untuk mempercepat partikel bermuatan

negatif seperti elektron. Dalam hal ini, elektron yang dipercepat mampu bergerak dengan kecepatan

mendekati kecepatan cahaya (elektron dengan energi 2 MeV bergerak dengan kecepatan 0,98 c,

dengan c adalah kecepatan cahaya). Jika elektron berenegi tinggi itu ditabrakkan pada target dari

logam berat maka dari pesawat LINAC ini akan dipancarkan sinar-X berenergi tinggi.

Radioterapi dapat juga dilakukan menggunakan elektron berenergi tinggi. Elektron yang dipercepat

dalam LINAC dapat langsung dimanfaatkan untuk radioterapi tanpa harus ditabrakkan terlebih dahulu

dengan target logam berat. Jadi, LINAC dapat juga berperan sebagai sumber radiasi partikel berupa

elektron cepat yang dapat dimanfaatkan untuk radioterapi tumor.

Akselerator Proton

Page 4: RADIOTERAPI

Radioterapi dengan foton mengandalkan kemampuan foton dalam menghancurkan sel kanker. Jika

foton ditembakkan pada suatu sasaran, elektron-elektron dalam atom sasaran itu akan menyerap

energi foton sehingga elektron memiliki energi yang cukup untuk melepaskan diri dari ikatan inti atom.

Proses lepasnya elektron ini disebut ionisasi. Elektron-elektron inilah yang berperan besar dalam

proses penghancuran sel kanker. Dalam perjalanannya di dalam organ, elektron akan mengionisasi

molekul DNA dalam sel, sehingga sel-sel kanker mengalami kerusakan yang akhirnya mati.

Proton memberikan banyak harapan pada para ahli radiologi untuk pengobatan kanker dengan

ketepatan tinggi. Sejak 1946, fisikawan Robert Wilson dari Harvard telah menyadari kemungkinan

pemanfaatan proton untuk tujuan pengobatan. Wilson mengamati bahwa berkas proton dengan energi

tertentu bergerak menempuh garis lurus dengan panjang jejak relatif sama. Hal ini berarti jika berkas

proton ditembakkan ke organ tubuh, volume organ yang teradiasi proton itu adalah seluas berkas

proton dikalikan panjang jejaknya di dalam tubuh.

Wilson juga mengamati bahwa berkas proton akan kehilangan sebagian besar energinya pada akhir

lintasannya. Oleh sebab itu, berkas proton akan memberikan sebagian besar dosis radiasinya pada

organ tubuh di akhir lintasannya. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk mengkonsentrasikan sebagian

besar dosis radiasi proton pada suatu daerah di mana kanker bersarang. Dengan teknik ini, sel-sel di

permukaan tubuh yang dilalui berkas proton tidak banyak mengalami kerusakan. Jadi, proton akan

jauh lebih efektif dibandingan dengan sinar-_ jika dipakai untuk radioterapi kanker yang bersarang di

kedalaman jauh di bawah permukaan tubuh.

Sifat menguntungkan lainnya yang dimiliki proton adalah bahwa panjang jejaknya di dalam tubuh

sangat ditentukan oleh besar energi yang dimilikinya. Semakin besar energi proton, akan semakin

panjang lintasannya. Sifat ini sangat menguntungkan karena pemberian dosis radiasi pada kanker

yang bersarang di kedalaman tubuh dapat diatur melalui pengaturan energi proton yang akan

ditembakkan ke sasaran itu. Dengan pengaturan energi yang tepat, berkas proton mampu mencapai

tempat dimana kanker bersarang dan akan menyerahkan sebagan besar energinya ke sasaran yang

dituju. Dengan teknik ini, sel-sel normal yang dilalui berkas proton yang berada di antara permukaan

tubuh dan tempat kanker bersarang tidak akan banyak mengalami kerusakan.

Proton merupakan partikel nuklir bermuatan positif sehingga dapat dipercepat di dalam akselerator.

Mempercepat gerak proton ini bertujuan untuk mendapatkan proton dengan energi sesuai dengan

yang diinginkan. Karena dapat dipercepat, maka energi proton dapat diatur sedemikian rupa

disesuaikan dengan kedalaman organ di mana kanker bersarang.

Keuntungan yang paling utama dan tidak dimiliki oleh teknik radioterapi kanker lainnya adalah bahwa

berkas proton dapat diarahan secara tepat menuju sasaran. Karena proton bermuatan listrik maka

berkas itu dapat diarahkan dengan medan magnet dari luar. Itulah sebabnya, proton dapat dipakai

untuk radioterapi kanker yang bersarang dalam organ tubuh yang sangat sensitif seperti mata dan

otak. Karena gerakan proton dapat diarahkan maka proton tidak akan mengalami banyak hamburan

ketika bertabrakan dengan inti atom sel-sel dalam tubuh. Dengan demikian, para dokter dapat

memberikan dosis proton kepada pasien dalam jumlah besar tanpa ada rasa takut akan timbulnya

efek samping terhadap sel-sel normal di sekelilingnya. Dalam radioterapi dengan proton ini, dosis

radiasi yang diberikan kepada pasien bisa tiga kali lebih besar dibandingkan jika radioterapi dilakukan

dengan sinar-_.

Page 5: RADIOTERAPI

Teknik radioterapi dengan proton telah diuji coba penggunaannya di berbagai negara maju. Fermi Lab

telah mengupayakan pembuatan alat pemercepat partikel ukuran kecil dengan panjang melintang

kurang dari 6 m. Setelah diuji coba, mesin tersebut kemudian dipindahkan ke Pusat Medis Universitas

Loma Linda di bagian selatan California. Alat ini merupakan pemercepat partikel pertama di dunia

yang dipakai untuk radioterapi kanker dengan proton. Proyek di Loma Linda akhirnya membangkitkan

kesadaran para pakar radioterapi di seluruh dunia bahwa berkas proton dapat dimanfaatkan secara

efektif untuk radioterapi kanker dengan ketepatan tinggi, bahkan untuk kanker yang bersarang di

tempat sangat sensitif yang tidak bisa dijangkau dengan teknik pengobatan lainnya. Beberapa pusat

riset fisika nuklir seperti Harvard (AS), Uppsala (Swedia), dan Louvain-La-Neuva (Belgia) telah

melengkapi akseleratornya dengan berkas proton untuk radioterapi kanker.

Pelaksanaan radioterapi kanker dengan proton telah diuji coba di beberapa negara. Inggris, sejak 1989

telah mengoperasikan akselerator proton di Douglas Cyclotron Centre. Pasien penderita kanker mata

ocular melanoma mengalami pengobatan di tempat ini. Di Harvard juga telah berhasil dilakukan

pengobatan pasien chordoma, sejenis kanker yang merusak batang otak. Jepang juga memiliki fasilitas

radioterapi dengan proton di Universitas Tsukuba dan berhasil mengobati pasien kanker dengan baik.

Generator Netron

Penelitian radioterapi dengan netron mulai dilakukan sejak 1950 di Hammersmith Hospital di London.

Sejak 1970, setelah diperoleh cukup data tentang efek netron terhadap berbagai jaringan tubuh,

pemanfaatan netron untuk radioterapi mulai dilakukan. Perbedaan utama antara radioterapi dengan

netron dan sinar-X terletak pada cara interaksi berkas radiasi tersebut dengan sel-sel kanker. Di sinilah

netron memiliki kelebihan dibanding sinar-X.

Netron berinteraksi secara langsung dengan inti atom H. Bahan-bahan yang banyak mengandung H

akan lebih banyak menyerap energi netron dibanding bahan lainnya. Jaringan lunak tubuh manusia

sebagian besar terdiri atas air yang tentu saja banyak mengandung atom H, sedang jaringan keras

seperti tulang tidak banyak mengandung H. Berdasarkan perbedaan kadar kandungan H ini, maka

netron dapat menghancurkan sel kanker yang bersarang dalam jaringan lunak tanpa memberi efek

pada jaringan keras. Sedang sinar-X akan lebih banyak terserap oleh jaringan keras, sehingga efeknya

pun akan lebih banyak menimpa jaringan tersebut.

Dalam siklus hidupnya, ada saat di mana sel kanker berada dalam masa istirahat. Dalam fase ini, sel

kanker relatif tahan terhadap radiasi dan ada kemungkinannya tidak akan mati oleh penyinaran

dengan sinar-X. Sebagai akibatnya, dapat tumbuh lagi kanker pasca penyinaran. Netron mempunyai

kelebihan dibandingkan sinar-X untuk radioterapi kanker yang perkembangannya lambat, di mana

sebagian besar sel kanker berada pada fasa istirahat. Kerusakan besar pada sel kanker akibat

penyerapan energi netron tidak memungkinkan sel kanker itu hidup lagi.

Dalam beberapa kasus penyakit kanker, ada suatu sel yang dinamakan sel hipoksit, yaitu sel yang

dapat hidup dan berkembang biak meskipun kekurangan suplai oksigen. Sinar-X ternyata kurang

efektif untuk membunuh sel kanker semacam ini dibanding dengan kemampuannya dalam membunuh

sel yang banyak mendapatkan suplai oksigen. Kerusakan yang ditimbulkan oleh sinar-X pada sel

kanker sangat ditentukan oleh keberadaan unsur oksigen di tempat itu. Netron, karena sebagian besar

energinya diserap oleh atom H, dapat membunuh sel hipoksit dengan kemampuan dua kali lipat

dibandingkan sinar-X.

Page 6: RADIOTERAPI

Masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan netron untuk radioterapi ini adalah diperlukannya mesin

pembangkit netron bernama Cyclotron dalam ukuran besar untuk memproduksi netron berenergi

tinggi. Netron dengan energi rendah (7,5 MeV) hanya bisa dipakai untuk terapi kanker di dekat

permukaan tubuh. Sedang untuk menghancurkan sel kanker di kedalaman tubuh diperlukan netron

berenergi kinetik tinggi, yaitu sekitar 30 MeV. Sayangnya, netron merupakan partikel yang tidak

bermuatan listrik sehingga tidak bisa dipercepat untuk memperbesar energinya di dalam akselerator.

Sebagai langkah awal dalam pemanfaatan netron untuk radioterapi, kini telah berhasil dikembangkan

mesin Cyclotron baru yang mampu memproduksi netron berenergi tinggi. Cyclotron di Catterbredge

mampu mempercepat proton hingga berenergi 65,5 MeV. Proton itu selanjutnya ditabrakkan ke

sasaran yang dibuat dari unsur Be untuk memproduksi neutron dengan energi antara 30–40 MeV.

Netron berenergi tinggi ini mampu mencapai tumor yang bersarang di kedalaman tubuh.

EULIMA dan HIMAC

Pemanfaatan radiasi jenis foton untuk terapi ternyata menemui beberapa kendala, sehingga hanya

kanker pada bagian-bagian tubuh tertentu yang dapat diobati dengan baik menggunakan radiasi

foton. Salah satu kendala utamanya adalah bahwa berkas foton yang ditembakkan ke dalam tubuh

akan kehilangan sebagian besar energinya pada awal lintasannya. Jika posisi kanker yang akan diobati

berada jauh di kedalaman tubuh, akan banyak sel norma di permukaan maupun di dalam tubuh yang

mengalami kerusakan karena dilewati oleh berkas foton tersebut.

Untuk mengatasi kendala yang ditemui dalam radioterapi dengan foton, suatu tim internasional yang

terdiri dari para ahli radioterapi, radiologi, dan fisika nuklir dari negara-negara Eropa Barat seperti

Belgia, Perancis, Jerman, Italia, Netherlands, dan Inggris telah melakukan studi untuk proyek

akselerator medis menggunakan berkas ion berupa inti ringan. Proyek ini dinamakan EULIMA

(European Light Ion Medical Accelerator).

Berkas ion inti ringan adalah suatu inti atom bermuatan positif yang kehilangan semua elektronnya

sehingga ion itu hanya berisi proton dan netron (nukleon) yang terikat menjadi satu. Termasuk dalam

inti ringan di sini adalah inti atom helium (He), carbon (C), dan oksigen (O). Meskipun inti-inti tersebut

lebih berat dibandingkan proton, para ahli fisika nuklir cenderung mengatakannya sebagai inti ringan

karena massanya relatif jauh lebih ringan dibandingkan dengan inti berat seperti uranium. Berkas ion

ini memiliki tiga keuntungan sekaligus jika dipakai untuk radioterapi kanker, yaitu:

1. Berkas ion mengandung neutron yang sebagian besar energinya diserap oleh hidrogen di dalam

jaringan lunak tubuh manusia, sehingga dapat secara efektif menghancurkan sel kanker

dibandingkan sinar-X dan proton.

2. Berkas mengandung proton yang bermuatan listrik sehingga dapat dipercepat di dalam

akselerator untuk mencapai energi tertentu dan dapat diarahkan ke sasaran secara tepat dengan

medan magnet dari luar tubuh pasien.

3. Karena tersusun atas proton dan netron, massa berkas ion lebih tinggi dibandingkan partikel

tunggal seperti proton atau neutron saja, sehingga tidak mengalami banyak hamburan dalam

menuju sasaran. Dengan demikian, berkas ion dapat ditembakkan dan diarahkan ke sasaran

dengan ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan proton.

Joseph Castro bersama timnya di Lawrence Berkeley Laboratory, California, merupakan perintis dalam

penggunaan ion untuk radioterapi di awal 1980-an. Mereka telah melakukan pengobatan pasien tumor

di kepala dan leher dengan berkas ion inti atom helium He, C, dan O. Hasil kerja Castro dan kawan-

Page 7: RADIOTERAPI

kawannya itu menunjukkan bahwa ion berat dapat dimanfaatkan untuk radioterapi tumor yang secara

normal sangat sulit ditangani.

National Institute of Radiobiological Science (NIRS), Jepang, telah membangun akselerator untuk

keperluan medik berkekuatan besar yang mampu mempercepat ion-ion berat seperti silikon (Si), argon

(Ar), dan neon (Ne). Fasilitas medik dengan ion berat ini dibangun di Chiba dan diberi nama HIMAC

(Heavy Ion Medical Accelerator in Chiba) yang mulai dioperasikan sejak 1994 lalu. HIMAC memiliki

keakuratan yang sangat tinggi dalam menembakkan radiasi ke sasaran, sehingga para dokter dapat

memberikan dosis radiasi yang tinggi pada pasien kanker tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti

terhadap sel-sel normal di sekeliling sasaran. Di samping itu, pelaksanaan penyinarannya juga dapat

dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Pasien kanker menjalani penyinaran dalam waktu kurang

dari satu menit.

Penutup

Hadirnya akselerator yang dapat dipakai dalam kegiatan medis untuk radioterapi membawa kabar

baik bagi para penderita kanker yang hingga kini masih sulit diobati secara konvensional. Fasilitas

radioterapi dengan akselerator ini merupakan sarana yang sangat bermanfaat untuk mempelajari

metode interaksi antara partikel nuklir seperti proton, netron, maupun berkas inti dengan sel kanker.

Penemuan-pemenuam baru dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu mengatasi masalah

kesehatan umat manusia, mengingat kematian tahunan akibat kanker meningkat dari waktu ke waktu.

Data di Jepang, misalnya, menunjukkan bahwa kematian akibat kanker menempati rangking tertinggi

sejak 1979. Jumlah kematian akibat kanker itu mencapai 223.604 kasus pada 1991, sedang jumlah

pasien kanker baru diperkirakan mencapai 500.000 orang pada 2000.

Pihak pengelola rumah sakit beserta seluruh jajaran paramedisnya pun perlu membuka diri guna

menambah wawasan untuk mengikuti perkembangan teknologi radioterapi di dunia internasional.

Perlu diketahui pula bahwa kegiatan radioterapi yang melibatkan peralatan-peralatan canggih dan

rumit seperti akselerator partikel tadi melibatkan cukup banyak tenaga ahli yang terdidik dari berbagai

disiplin ilmu. Di samping itu, peralatan untuk penelitian dalam rangka pemanfaatan partikel nuklir

untuk radioterapi merupakan fasilitas yang canggih dan sangat mahal. Oleh sebab itu, perlu dirintis

adanya jembatan kerjasama antar beberapa instansi terkait yang melibatkan berbagai disiplin ilmu

dalam rangka mengakomodasikan berbagai fasilitas dan sumber daya manusia yang ada untuk

mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan pemanfaatan partikel nuklir dalam radioterapi.

Hal ini perlu ditempuh agar kita tidak tertinggal terlalu jauh oleh negara-negara maju dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan kerjasama antar instansi ini pula akan

diperoleh hasil penelitian yang bernilai tambah. Lembaga-lembaga penelitian juga dapat menerapkan

hasil-hasil penelitiannya untuk kepentingan masyarakat luas.

Daftar Pustaka

1. Merrick, H., Sinar-X, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 10, Grolier International Inc./P.T. Widyadara

(1997) hal. 144-151.

2. Livingstone, M.S., Penghancur Atom, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 10, Grolier International

Inc./P.T. Widyadara (1997) hal. 158-167.

3. Sutton, C., Neutron Attack Cancer, New Scientist (September 1985) pp. 40-43.

Page 8: RADIOTERAPI

4. Aminjoyo, S., Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dan Kinerja Industri Melalui Pendayagunaan

Akselerator, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah P3TM-BATAN, Yogyakarta (14-15 Juli

1999), hal. xiv – xxv.

5. Sutton, C., Subatomic Surgery Takes on the Tumours, New Scientist (August 1988) pp. 50-54.

6. Taylor, J.R. and ZAFIRATOS, C.D., Modern Physics For Scientist and Engineers, Prentice Hall,

Engelwood Cliffs, New Yersey 07632 (1991).

7. Anonim, Persistent Quest, Research Activity 1997, JAERI, Chiyoda-ku, Tokyo 100-0011, Japan

(1997), pp. 49.

8. Krane, K.S., Fisika Modern (Cetakan I, terjemahan oleh Hans J. Wospakrik & Sofia Niksolihin),

Penerbit Universitas Indonesia, Salemba 4, Jakarta 10430 (1992).

9. Anonim, New Cancer Treatment System with Heavy Particles, Science and Technology in Japan ,

Vol. 12 (47), Tokyo, Japan (July/September 1993), pp. 36-39.

10. Razzak, M.T. dan SUBKI, M.I., Aplikasi dan Perkembangan Teknologi Akselerator untuk Industri,

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah P3TM-BATAN, Yogyakarta (8-10 Juli 1997), hal. xiv –

xxxii.

11. Anonim, State of Progress of Comprehensive 10 Year Strategy for Cancer Control, Science and

Technology in Japan, Vol. 12 (47), Tokyo, Japan (July/September 1993), pp. 40-41.

12. Jihui, Q., Tisue, T. and Volkoff, A., Atom for Peace, Targeting Technical Cooperation for Results,

IAEA Bulletin, Vol. 42(1), Vienna, Austria (March 2000), pp. 2-7.

13. Groth, S., Lasting Benefits, Nuclear Application in Health Care, IAEA Bulletin, Vol. 42 (1), Vienna,

Austria (March 2000), pp. 33-40.

14. IAEA, The Annual Report for 1999 International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria (2000), pp.

44-49.