radioterapi kelompok 2

49
SEORANG WANITA 46 TAHUN DENGAN KARSINOMA SEL SQUAMOUS CERVIX UTERI STADIUM IIIB Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Disusun oleh : Firdawati 22010113210086 Yuni Sri H 22010113210087 Anindita M D 22010113210088 Dewi Sri P S 22010113210089 Husein Ahmad 22010113210120 Dosen Pembimbing : dr. CH. Nawangsih, Sp.Rad (K), Onk.Rad Residen Pembimbing :

Upload: ira-anggraini

Post on 04-Jan-2016

255 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

terapi terapi radiologi kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: radioterapi kelompok 2

SEORANG WANITA 46 TAHUN DENGAN KARSINOMA SEL

SQUAMOUS CERVIX UTERI STADIUM IIIB

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

Firdawati 22010113210086

Yuni Sri H 22010113210087

Anindita M D 22010113210088

Dewi Sri P S 22010113210089

Husein Ahmad 22010113210120

Dosen Pembimbing :

dr. CH. Nawangsih, Sp.Rad (K), Onk.Rad

Residen Pembimbing :

dr. Amelia

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

Page 2: radioterapi kelompok 2

2015

2

Page 3: radioterapi kelompok 2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus radioterapi:Judul : SEORANG WANITA 46 TAHUN DENGAN KARSINOMA

SEL SQUAMOUS CERVIX UTERI STADIUM IIIB

Bagian : RadiologiPembimbing : dr. CH. Nawangsih, Sp.Rad (K), Onk.Rad

dr. AmeliaDiajukan : 27 Februari 2015

Residen pembimbing,

dr. Amelia

Semarang, Februari 2015Pembimbing,

dr. CH Nawangsih, Sp.Rad (K), Onk.Rad

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................... i Halaman Pengesahan.......................................................................................... iiDaftar isi.............................................................................................................. iiiDaftar gambar...................................................................................................... v

Daftar tabel.......................................................................................................... vi

BAB I Pendahuluan............................................................................................ 1

BAB II Tinjauan Pustaka.................................................................................... 3

2.1 Anatomi Kepala............................................................................................ 3

2.1.1 Lapisan pembungkus kepala ............................................................... 10

2.1.2 Tulang kepala ...................................................................................... 10

3

Page 4: radioterapi kelompok 2

2.1.3 Meningen.............................................................................................. 10

2.1.4 Otak ..................................................................................................... 11

2.1.5 Vaskularisasi Otak................................................................................ 12

2.2 Perdarahan Intrakranial................................................................................. 13

2.2.1 Anamnesis ........................................................................................... 10

2.2.2 Pemeriksaan fisik ................................................................................ 10

2.3 Pemeriksaan Penunjang Cedera Kepala........................................................ 5

2.3.1 Foto Polos Kepala................................................................................ 10

2.3.2 CT Scan Kepala ................................................................................... 10

2.4 Tatalaksana Cedera Kepala...........................................................................

9

2.4.1 Tatalaksana awal.................................................................................. 10

2.4.2 Tatalaksana lanjutan............................................................................. 10

2.5 Prognosis.......................................................................................................

34

2.6 Sekuele Post Trauma..................................................................................... 35

2.6.1 Infark serebri........................................................................................ 35

2.6.2 Atrofi pasca trauma.............................................................................. 35

2.6.3 Hidrosefalus......................................................................................... 35

2.6.4 Infeksi................................................................................................... 36

2.6.5 Aerocele............................................................................................... 36

2.6.6 Fistula................................................................................................... 36

BAB III Laporan kasus....................................................................................... 37

BAB IV Pembahasan.......................................................................................... 44

BAB V Kesimpulan ............................................................................................ 46

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 47

4

Page 5: radioterapi kelompok 2

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker leher rahim di dunia

menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara itu di negara

berkembang masih menempati urutan teratas sebagai penyebab kematian akibat

kanker di usia reproduktif. Di Indonesia terjadi sekitar 90 sampai 100 kasus baru

kanker leher rahim per 100.000 penduduk per tahun (Depkes, 2001). Profil

kesehatan 2010 menyebutkan bahwa indikator penyakit kanker leher rahim adalah

19,70% per 10.000 penduduk. Berdasarkan laporan program yang berasal dari

Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Semarang pada tahun 2005, kasus penyakit

kanker yang ditemukan sebanyak 2.020 kasus, 55% di antaranya adalah kanker

leher rahim dan 45% diantaranya bukan kanker leher rahim (Dinkes, 2005).1

Frekuensi kejadian kanker servik uteri tertinggi adalah pada wanita usia antara 50

sampai 55 tahun, dengan umur rata-rata 53,2 tahun.1,2

Pilihan penatalaksanaan pasien dengan kanker leher rahim bergantung

pada derajat (stage) penyakitnya. Derajat suatu kanker menggambarkan ukuran,

kedalaman invasi, dan seberapa jauh penyebarannya. Tiga metode utama

penatalaksanaan kanker adalah pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi.

Terkadang pendekatan pengobatan terbaik menggunakan dua atau lebih dari

metode-metode ini.3

Radioterapi atau terapi radiasi adalah jenis terapi yang menggunakan

radiasi tingkat tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal

maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-

sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan

terhambat. Sekitar 50-60% penderita kanker memerlukan radioterapi.4

Tujuan radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal, sebagai terapi

paliatif yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman

akibat kanker dan sebagai adjuvant yakni bertujuan untuk mengurangi risiko

5

Page 6: radioterapi kelompok 2

kekambuhan dari kanker. Radiasi mempunyai efek yang sangat baik pada jaringan

yang membelah dengan cepat. Dengan pemberian setiap terapi, maka akan

semakin banyak sel-sel kanker yang mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel kanker

yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari tubuh.

Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembali dari pengaruh radiasi. Tetapi

bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel yang sehat merupakan

penyebab terjadinya efek samping radiasi.4

6

Page 7: radioterapi kelompok 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi

Laporan International Union Against Cancer (IUCC) pada kongres kanker

internasional ke-18 tahun 2002 di Oslo, Norwegia menunjukkan bahwa 6 juta

orang meninggal akibat kanker tiap tahunnya dan 10 juta kasus kanker baru,

muncul. 466.000 kasus diantaranya adalah kanker servik uteri dan menyebabkan

231.000 kematian tiap tahunnya. Angka kejadian dan angka kematian akibat

kanker leher rahim di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara.

Sementara itu di negara berkembang masih menempati urutan teratas sebagai

penyebab kematian akibat kanker di usia reproduktif.1,2

Di Indonesia terjadi sekitar 90 sampai 100 kasus baru kanker leher rahim

per 100.000 penduduk per tahun. Berdasarkan laporan program yang berasal dari

Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Semarang pada tahun 2005, kasus penyakit

kanker yang ditemukan sebanyak 2.020 kasus, 55% di antaranya adalah kanker

leher rahim dan 45% diantaranya bukan kanker leher rahim. Di antara lima jenis

kanker terbanyak pada wanita, kanker servik uteri menduduki peringkat pertama.

Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten

dari fase pra invasif menjadi invasif memakan waktu 10 tahun, hanya 9 % wanita

kurang dari 35 tahun, menunjukkan kanker cervik yang invasif pada saat

didiagnosis, sedangkan 53 % dari KIS ( Karsinoma In Situ) di bawah usia 35

tahun. 1,5

B. Faktor Risiko

Keadaan apapun yang meningkatkan resiko seseorang mendapatkan

penyakit disebut faktor resiko. Memiliki faktor resiko tidak selalu berarti akan

terkena kanker; dan tidak memiliki faktor resiko tidak berarti tidak akan terkena

kanker. Faktor resiko kanker leher rahim diantaranya adalah yang paling umum

7

Page 8: radioterapi kelompok 2

infeksi leher rahim oleh human papilloma virus (HPV). Bagaimana pun, tidak

semua wanita dengan infeksi HPV akan berkembang menjadi kanker leher rahim.

Wanita yang tidak secara rutin memeriksakan Pap smear untuk mendeteksi HPV

atau sel-sel abnormal di serviks memiliki peningkatan resiko kanker leher rahim.

Faktor resiko lain termasuk: usia lebih dari 40 tahun, melahirkan banyak anak

apalagi dengan jarak yang berdekatan, umur pertama kali berhubungan seksual

pada usia muda (<16 tahun), jumlah hubungan seksual, jumlah parter seksual,

merokok, golongan sosial ekonomi rendah (higenitas seksual), riwayat keluarga,

riwayat kesehatan pernah tumor atau kanker payudara, kanker usus, dan

kelemahan sistem imun.6,7

C. Patogenesis dan Penyebaran

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks

(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut squamo-columnar junction

(SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis dari porsio dengan epitel

kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada

wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada

wanita > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.

Gambar 1. Mikroskopis Epitel Serviks Normal

8

Page 9: radioterapi kelompok 2

Pada awal perkembangannya kanker serviks tidak memberi tanda-tanda

dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai porsio yang

erosif (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik.7

Tumor dapat tumbuh:

1.Eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif

yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis

2.Endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stoma serviks dan cenderung

untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.

3.Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks

dengan melibatkan awal forniks vagina untuk menjadi ulkus yang

luas.

Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosio)

akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan

masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang semula faal/

fisiologik dapat berubah jadi patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan

NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi

mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.7

Periode laten (dari NIS-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh

penderita. Umumnya fase pra-invasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10

tahun). Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau

squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clear cell carcinoma

/mesohephrod carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarkoma.7

Gambar 2. Makroskopis Serviks Uteri

9

Page 10: radioterapi kelompok 2

Gambar 3. Mikroskopis Metaplasi Epitel Serviks Uteri

Kanker servik mengalami metastasis biasanya melalui limfogen menuju 3

arah, yaitu : ke arah forniks dan dinding vagina, ke arah corpus uteri, dan ke arah

parametrium dan dalam stadium lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan

kandung kemih.

Melalui pembuluh limfe dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor

dapat menyebar ke kelenjar iliaka luar dan kelenjar iliaka dalam (hipogastrika).

Penyebaran melalui pembuluh darah tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya

terbatas pada daerah panggula saja. Tergantung dari kondisi imunologik tubuh

penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus

membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor belum terlihat

dalam pembuluh limfe atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari

membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfe

atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telang menginfiltrasi

stroma serviks, akan tetapi secara klunis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor

yang demikian disebut sebagai ganas pra-klinik (tingkat IB-occult). Sesudah

tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfe

regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju forniks vagina, korpus

10

Page 11: radioterapi kelompok 2

uteri, rektum dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat

menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke

parametrium akan menuju kelenjar limfe regional melalui ligamentum latum,

kelenjar-kelanjar iliaka, obturator, hipogastrika, prasakral,praaorta, dan seterusnya

secara teoritis dapat lanjut malaui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia

di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak.6,7

Biasanya penderita sudah meninggal lebih dulu disebabkan oleh

perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh

karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke kandung kemih.7

D. Gejala Klinis dan Morfologi

Stadium dini kanker leher rahim dapat tidak menimbulkan gejala atau

tanda. Seorang wanita sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin tahunan, termasuk

Pap smear untuk mengetahui sel-sel abnormal di serviks. Prognosis akan lebih

baik jika kanker ditemukan lebih dini.6

Keputihan merupakan gejala yang sering dikeluhkan. Fluor yang keluar

dari vagina ini, makin lama akan berbau busuk karena infeksi dari nekrosis

jaringan, sehingga pertumbuhan kanker menjadi ulseratif. Kontak Bleeding terjadi

pada 75-80% kasus kanker servik uteri. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya

pembuluh darah, makin lama makin sering terjadi, bahkan terjadi perdarahan

spontan. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih

lanjut, terutama pada kanker yang bersifat eksofitik dan dapat menyebabkan

anemia. Rasa nyeri terjadi akibat infiltrasi sel kanker ke serabut saraf. Infiltrasi

kanker ke ureter menyebabkan obstruksi total, sehingga terjadi gangguan

kencing.7

Menegakkan diagnosis kanker servik uteri yang klinis sudah agak lanjut

tidaklah sulit. Yang menjadi masalah adalah diagnosis pada tingkat awal,

misalnya pada tingkat pra invasif. Stadium kanker servik dapat ditentukan dengan

kriteria tingkat keganasan klinik menurut FIGO (1978).7

Kanker servik timbul di daerah squamo-columner junction. Di daerah

tersebut terjadi proses metaplasia skumosa. Metaplasia skuamosa sel endoservik

11

Page 12: radioterapi kelompok 2

yang dapat dipandang sebagai proses fisiologis, dapat berubah ke dalam prose

maturitas yang terganggu ( diplasia ). Gangguan maturitas ini, tampak ada

pelebaran dan atipik sel lapisan basal, peningkatan rasio nukleus-sitoplasma,

maturitas yang terhambat dan mitosis. Konsep neoplasia intraepitelial servik

( CIN) digunakan untuk menunjukkan perkembangan neoplasia servik. CIN I

sesuai dengan displasia ringan, CIN II dengan displasia sedang dan CINIII sesuai

dengan displasia berat maupun karsinoma in situ.7

E. Diagnosis

Diagnosis kanker servik uteri dapat ditegakkan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Keluhan yang sering dijumpai

penderita kanker servik adalah perdarahan abnormal, contact bleeding, fluor

abnormal, gangguan kencing (disuria), gangguan defekasi dan nyeri perut di

bagian bawah atau menyebar. Pemeriksaan khusus vagina menggunakan

speculum, untuk mengetahui morfologi servik dan mengambil sediaan untuk

pemeriksaan jaringan dan sitologis. Pemeriksaan ginekologi vaginal toucher juga

perlu dilakukan untuk menilai konsistensi dan bentuk servik.3

Diagnosis pasti kanker servik uteri adalah dengan pemeriksaan histologik

dari jaringan yang diperoleh dari biopsi yang dilakukan secara terarah dengan

bantuan kolposkop. Hasil pemeriksaan tersebut harus dikonfirmasi dengan tindak

lanjut berupa kuretase endoservik atau konisasi servik.3

Pemeriksaan X-Foto Thorak diperlukan untuk mengetahui adanya

metastasis ke paru. Pemeriksaan IVP dan CT-Scan panggul dilakukan jika ada

indikasi. Gambaran Radiologis metastasis ke paru, meliputi gambaran coin lesion,

efusi pleura, golf ball, nodul, milier, dan pembesaran kelenjar.4,5

Pembagian stadium klinis menurut menurut FIGO 2009

Stadium I : karsinoma hanya terbatas pada serviks ( tanpa mengenali ekstensi

ke corpus )

Stadium Ia : karsinoma invasif yang hanya didiagnosis melalui pemeriksaan

mikroskopis , kedalaman invasi kurang dari 5 mm dan ekstensi

terluas lebih dari 7 mm

12

Page 13: radioterapi kelompok 2

Stadium Ia1 : karsinoma pre klinis (hanya dapatr didiagnosis menggunakan

mikroskop), kedalaman infiltrasi kurang dari 3 mm dan lebar

tidak lebih dari 7 mm

Stadium Ia2 : lesi-lesi yang dapat diukur mikroskopik dengan kedalaman invasi

3-5 mm dari membran basal dan lebar tidak lebih dari 7 mm

Stadium Ib : lesi-lesi yang nampak secara klinis, terbatas pada serviks uteri atau

kanker preklinis yang lebih besar daripada stadium IA

Stadium Ib1 : diameter kurang dari 4 cm

Stadium Ib2 : diameter tumor lebih dari 4 cm

Stadium II : karsinoma meluas diluar cervix, tetapi belum sampai dinding

pelvis; karsinoma tumbuh ke dalam vagina, tetapi tidak sampai

sepertiga bagian bawah

Stadium IIa : tidak ada perluasan ke parametrium

Stadium IIa1 : lesi yang nampak ≤ 4 mm

Stadium IIa2 : lesi yang nampak ≥ 4 mm

Stadium IIb : jelas ada perluasan ke parametrium

Stadium III : karsinoma meluas sampai dinding pelvis; pada pemeriksaan rektal

tidak terdapat ruangan bebas karsinoma antara tumor dan dinding

pelvis; tumor tumbuh sampai sepertiga bagian bawah vagina.

Adanya hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi cocok

dalam stadium.

Stadium IIIa : tidak ada perluasan sampai ke dinding pelvis, tetapi pertumbuhan

terus sampai sepertiga bagian bawah vagina.

Stadium IIIb : perluasan sampai dinding pelvis atau hidronefrosis atau ginjal yang

tidak berfungsi.

Stadium IV : karsinoma telah meluas sampai diluar pelvis minor atau secara

klinis telah tumbuh ke dalam mucosa kandung kencing atau

rectum

Stadium IVa : pertumbuhan tumor tembus dalam organ-organ sekelilingnya

Stadium IVb : perluasan ke organ-organ jarak jauh

13

Page 14: radioterapi kelompok 2

F. Penatalaksanaan

Terapi kanker servik dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara

histologik, dan dilakukan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup

melaksanaakan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan.6,7

Pada stadium 0, karsinoma in situ (KIS) tidak dibenarkan melakukan

elektrokauterisasi atau elektrofulgerasi, bedah cryo dan menggunakan sinar laser,

kecuali dilakukan oleh seorang ahli kolposkopi dan penderitanya masih muda dan

belum memiliki anak.7

Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan suatu kontraindikasi, dapat

dilakukan aplikasi radium dengan dosis 6500-7000 rads/cgy di titik A (=setinggi

2cm dari oue dan sejauh 2cm dari sumbu uterus) tanpa penambahan penyinaran

luar.6

Pada stadium Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang

invasif. Bila kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1mm dan tidak meliputi

area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfe atau pembuluh darah,

penanganannya dilakukan seperti pada KIS di atas. 7

Pada stadium Ib, Ib occult dan IIa, dilakukan histerektomi radikal dengan

limfadenektomi panggul. Paska bedah biasanya dilakukan penyinaran tergantung

ada tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfe regional yang diangkat. Tindakan

operatif radikal meliputi ekstirpasi uterus, parametrium dan jaringan para servikal

sampai dinding pelvis, menghilangkan vagina manchet yang cukup luas dan

limfadenektomi pelvis bilateral; sepanjang arteri iliaka komunis, vasa iliaka

eksterna, arteri hipogastrika dan fossa obturatoria. Indikasi radioterapi post

operative adalah pertumbuhan tumor ke dalam parametrium, pinggir-pinggir

irisan tidak bebas dan metastasis ke kelenjar limfe. 7

Pada stadium IIb, III dan IV tidak dilakukan tindakan bedah, untuk ini

primer adalah radioterapi. Jaringan servik uteri merupakan jaringan yang

radioresponsif sehingga dosis yang diberikan adalah 5000 cgy dengan dosis

fraksinasi sebesar 200 cgy dilakukan dalam 25 kali penyinaran dan 5 kali dalam

seminggu. Teknik radiasi secara radiasi eksterna menggunakan pesawat

14

Page 15: radioterapi kelompok 2

gammatron dengan Cobalt-60 atau menggunakan Linac (Linier Accelerator) yang

teknik penyinarannya lebih canggih. 7

Setelah 1 seri radiasi dapat pada stadium I dan II dapat dilanjutkan dengan

afterloading menggunakan metode dari Fletchener yaitu menggunakan bola-bola

Cesium-137 dengan cara brakiterapi, menggunakan dosis 850 cgy, diberikan 2

kali, jarak pemberian pertama dengan kedua adalah 1 minggu. 7

Penentuan luas lapangan radiasi meliputi daerah kelenjar limfe sekitar

arteri obturatoria sampai di pertemuan arteri illiaka komunis; biasanya luas

lapangan adalah 15 x 12 cm sampai 15 x 18 cm. Daerah yang telah mendapat

radium intracaviter selebar antara titik A kanan dan kiri ditutup dengan blok timah

hitam. Penutupan dilakukan juga pada daerah sekitar kaput femoris dan sebagian

pelvis lateral bagian atas untuk mengurangi bahaya usus-usus terkena radiasi.5,6

Pada stadium klinik IVa dan IVb terapi radiasi bersifat paliatif dan

pemberian kemoterapi dapat dipertimbangkan dengan kombinasi beberapa jenis

sitostatika (polichemotheraphy). 7

Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma

serviks uteri perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di

dalam rongga pelvis. 6

Jaringan yang menyusun seviks, korpus uteri dan vagina merupakan

jaringan yang paling tahan terhadap radiasi bila dibandingkan dengan jaringan

tubuh yang lainnya. Keadaan ini memungkinkan pemberian radiasi dengan dosis

cukup tinggi pada tumor serviks. 6

Pembatasan dosis lebih ditentukan oleh daya tahan dari usus-usus, ureter

dan kandung kencing. Alat-alat ini mempunyai daya toleransi lebih rendah

dibandingkan dengan uterus. Dosis radiasi lokal melebihi 5000rad menimbulkan

reaksi-reaksi yang cukup berat seperti timbulnya ulserasi pada mukosa yang dapat

menimbulkan fistula. 7

Daya toleransi dari radiasi eksternal sangat tergantung dari volume radiasi,

dosis tiap hari, dan lamanya radiasi. Radiasi eksternal diperlukan untuk

memberantas metastasis-metastasis dalam kelenjar limfe dalam parametrium

bagian lateral, sehingga memerlukan volume penyinaran yang cukup luas.7

15

Page 16: radioterapi kelompok 2

Teknik radiasi yang digunakan adalah kombinasi antara radiasi lokal

(intrakaviter) dan radiasi eksternal. Radiasi lokal daapat memberika dosis yang

tinggi pada serviks dan corpus uteri, tetapi dosis cepat menurun pada jaringan

disekitarnya, sehingga dosis ke rectum, sigmoid, kandung kencing dan ureter

dapat dibatasi sampai batas-batas nilai toleransi. Kemungkinan timbulnya

metastasis limfogen pada carsinoma serviks uteri cukup tinggi. Oleh karena itu,

kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus mendapat penyinaran juga. Dosis

radiasi intracaviter cepat menurun di luar uterus, sehingga dosis yang sampai pada

kelenjar limfe sangat rendah. Untuk mencapai dosis yang dapat mengamankan

metastasis kelenjar limfe ini, diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan

distribusi dosis yang merata pada daerah yang lebih luas.4,5

Radiasi lokal (intrakaviter), zat radioaktif yang dulu sering digunakan

adalah radium yang sekarang sudah mulai diganti cobalt, cesium atau iridium

yang lebih aman, dengan teknik dasar penggunaannya sama.7

Zat radioaktif diletakkan intra vaginal dan intrauterin dengan

menggunakan aplikator. Aplikator intravaginal berbentuk kotak (box) silinder

atau ovoid, sedang aplikator intrauterin bebentuk tabung (tandem).3,7

Untuk menghindarkan para petugas terkena radiasi pemasangan zat

radioaktif sangat dianjurkan menggunakan teknik after loading. Terdapat 2 cara,

yaitu:

- after loading secara manual

aplikator intrauterine dan intravaginal dipasang dalam keadaan kosong.

Setelah dilakukan pemeriksaan lokalisasi pemasangannya dengan alat

radiodiagnostik atau lokalisator, maka penderita dapat dibawa ke kamar

khusus. Zat radioaktif dimasukkan di kamar tersebut, sehingga penyinaran

pada petugas sangat kecil.

- remote controlled after loading system

setelah pemasangan aplikator telah dilaksanakan dengan sempurna, maka

aplikator dihubungkan dengan pipa ke tempat penyimpanan zat radioaktif.

Cara memasukkan zat ini ke dalam aplikator dilakukan dalam ruangan

khusus dengan menggunakan tombol, dan setelah radiasi selesai, tombol

16

Page 17: radioterapi kelompok 2

lain ditekan sehingga zat radioaktif kembali ke tempat penyimpanan.

Dengan cara ini seluruh petugas sama sekali terbebas dari radiasi.7

Untuk memberantas metastasis kelenjar dengan efek sampingan seringan-

ringannya dipergunakan pesawat megavolt, seperti telecobalt atau linear

accelerator.

Kombinasi radiasi eksternal dan intrakaviter tergantung pada stadium

karsinoma serviks uteri ialah sebagai berikut:

Stadium I dan IIA :

Radiasi whole pelvis 1,8-2 Gy per kali, total 45-46 Gy

Radiasi Intrakaviter LDR / HDR dosis ditetapkan di titik A sebagai

tambahan sehingga di titik A mencapai dosis Ekuivalen 65 Gy/ 6,5

minggu.

Stadium IIB – IVA :

Radiasi whole pelvis 1,8-2 Gy per kali, total 45- 50 Gy

Radiasi intrakaviter LDR / HDR, dengan dosis di titik A, ekuivalen

dengan radiasi eksternal 70 – 80 Gy/ 7-8 minggu dan parametrium

mendapat tambahan sekitar 10-16 Gy.

Dengan catatan :

LDR : laju dosis radiasi 0,4- 2 Gy /jam

HDR : laju dosis radiasi 12 Gy/jam atau lebih.8

Peranan kemoterapi pada karsinoma serviks saat ini sudah mulai

dikembangkan. Kebanyakan terapi sitostatika pada kanker serviks hanya bersifat

adjuvant (tambahan) pengobatan standar operasi atau radiasi. Dasar pengobatan

tersebut merupakan usaha untuk merusak sel-sel tumor ganas melalui intervensi

proses-proses molekuler dalam sel-sel tumor ganas tanpa merusak terlampau

banyak sel-sel normal. Regimen yang sering digunakan adalah:

- Mitomycine C (MMC) sebagai terapi tunggal

- Mitomycine C – 5 Fluorouracil (MMC – 5FU)

- Mitomycine C – Bleomicin (BM) atau kombinasi berdasar cisPlatinum,

misalnya:

Mitomycine C – cisPlatinum (MMC – P)

17

Page 18: radioterapi kelompok 2

Mitomycine C-Oncovin-cisPlatinum-Bleomycin (MOPB)

Epirubicin – cisPlatinum (EP)

CisPlatinum-Vinblastin-Bleomycin (PVB).

Respon pengobatan dengan sitostatika ini berkisar antara 19-50%. Akhir-akhir ini

telah dikembangkan pemberian sitostatika pada karsinoma serviks mendahului

terapi pembedahan atau terapi radiasi. Pemberian sitostatika dengan cara ini

disebut sebagai terapi neoadjuvant. Pemberian sitostatika yang diberikan

bersamaan dengan radiasi disebut kemoterapi concomitant.3,4

G. Efek Samping Radioterapi

Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien. Secara umum efek

samping tersebut tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan umum

pasien. Beberapa efek samping berupa kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah,

nyeri, perubahan warna dan ulserasi), penurunan sel-sel darah, kehilangan nafsu

makan, diare, mual dan muntah bisa terjadi pada setiap pengobatan radioterapi.

Kebotakan bisa terjadi tetapi hanya pada area yang terkena radioterapi. Radiasi

tidak menyebabkan kehilangan rambut yang total. Pasien yang menjalani radiasi

eksternal tidak bersifat radioaktif setelah pengobatan sehingga tidak berbahaya

bagi orang di sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada minggu ketiga atau

keempat dari pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan selesai. 4

Untuk mengurangi efek samping radioterapi beberapa hal perlu dilakukan.

Bila terdapat kelelahan, pasien dianjurkan untuk tetap beraktivitas seperti biasa,

bila memang diperlukan maka aktivitas bisa dikurangi, usahakan untuk bisa tidur

nyenyak di malam hari serta beristirahat yang cukup. Bila terjadi kehilangan nafsu

makan maka sebaiknya pasien dianjurkan untuk makan segala makanan yang

diinginkan, makan dalam jumlah kecil tetapi sering, hindari memakan makanan

yang kering, minum banyak air, bisa diberikan makanan suplemen untuk

meningkatkan nafsu makan. Perubahan kulit yang terjadi bisa dikurangi dengan

tidak menggunakan produk-produk pada kulit sebelum radioterapi, menggunakan

18

Page 19: radioterapi kelompok 2

baju yang tidak terlalu sempit, menggunakan sabun yang lembut dan air hangat

pada saat membasuh tubuh, dilarang menggosok terlalu keras pada area yang

terkena radioterapi, hindari temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin serta

hindari sinar matahari langsung. Pada umumnya efek samping dari radioterapi

akan hilang dengan sendirinya setelah pengobatan dihentikan. Tetapi pada

beberapa kasus yang jarang akan terjadi efek samping yang berkepanjangan

karena radiasi menyebabkan kerusakan pada organ dalam yang berhubungan atau

berdekatan dengan tempat tumor.4

H. Prognosis

Pronosis kanker servik uteri dipengaruhi oleh umur penderita, keadaan

umum, tingkat klinik keganasan, ciri-ciri histologik sel tumor dan sarana

pengobatan. Angka ketahann hidup 5 tahun untuk karsinoma invasif stadium Ia

sekitar 98 %, stadium I yaitu 74-90 %, stadium II yaitu 45-60 %, stadium III yaitu

20-25 %, dan stadium IV sebesar 5-10 %.7

Tindak lanjut dari setiap tindakan terapi harus diperhatikan secara seksama

uintuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi. Pada tindakan konisasi

perlu diperhatikan adanya stenosis servik yang menyebabkan dismenorea,

granulasi dan insufisiensi servik sehingga mengganggu kehamilan berikutnya.7

Sesudah tindakan operatif, perlu dperhatikan komplikasi urologi, terutama

gangguan fungsi kandung kemih. Setelah tindakan radiologik, harus diperhatikan

problem koitus, fistel radiologik, gejala sistitis, dan prokitis hemoragik.7

BABIII

LAPORAN KASUS

19

Page 20: radioterapi kelompok 2

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S

Umur : 47 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jepara

Agama : Islam

No. CM : C478129

Tanggal Masuk : 05 februari 2015

II. ANAMESIS

Autoanamnesis tanggal 24 Februari 2015.

a. Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

1,5 tahun yang lalu sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh

keputihan terus menerus. Warna putih kental , Keputihan berbau (+), nyeri

pinggang (+), sehari ganti pembalut sebanyak 3x, nyeri perut bawah

(+)hilang timbul, pegel-pegel (-),nyeri saat BAK (-), nyeri saat

berhubungan seksual (+) , perdarahaan saat berhubungan seksual (+),

riwayat trauma (-). Karena takut, pasien datang ke bidan untuk

memeriksakan dan dikatakaan keputihan biasa serta tidak ada kelainan.

1 bulan lalu, pasien merasa tidak ada perbaikan. Keputihan dirasakan

semakin bebau busuk. Warna kuning kental, dan kadang disertai darah

mrongkol. Nyeri saat berhubungan dengan suami (+) dan keluar darah.

Karena dirasakan tidak ada perbaikan, pasien dirujuk ke RS Jepara di

spesialis kebidanan.

bulan april 2014 pasien dilakukan biopsi di leher rahim dan dikatakan

ada kanker leher rahim. Kemudian pasien dirujuk ke RSDK karena

keterbatasan alat di RS Jepara.

Pasien rutin berobat di POLI Ginekologi dan direncanakan untuk

kemoterapi dan dilanjutkan dengan kemoradiasi. Mulai bulan Juli 2014

20

Page 21: radioterapi kelompok 2

pasien mendapatkan kemoterapi NAC Platosin yang pertama. Pasien rutin

kemoterapi sampai bulan Januari 2015.

7 hari SMRS, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir terus menerus,

darah perongkol (+), sehari ganti pembalut sebanyak 5x, nyeri perut bawah

(+) sering, dan pasien terasa lemas. Oleh keluarga pasien di bawa ke IGD

RSDK. Selama perawatan di RSDK pasien melanjutkan terapi kemoradiasi.

Kemoterapi Platosin concomitant ke 8, 9 bersamaan dengan radiasi ke I, VI,

XI. Saat akan melanjutkan kemoterapi ke 10 dan radiasi ke XI pasien drop

sehingga ditunda.

c. Riwayat Obstetri :

P2A0, anak terkecil berusia 19 tahun.

d. Riwayat Kawin:

1 kali pada usia 26 tahun

e. Riwayat Haid :

HPHT tidak jelas

f. Riwayat KB :

Disangkal

g. Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayatasma (+) sejak masih muda, hipertensi (-), penyakit DM (-), penyakit

jantung (-), riwayat operasi daerah panggul (-), riwayat keganasan sebelumnya

(-).

h. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

i. Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita adalah seorang ibu rumah tangga dan suami petani, memiliki 2

anak yang sudah mandiri. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.

Kesan: sosial ekonomi kurang

21

Page 22: radioterapi kelompok 2

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 24 Februari 2015)

Keadaan umum: Baik, kesadaran kompos mentis.

Status generalis:

Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mm Hg

Nadi : 84x/menit

Frekuensi Napas : 20x/menit

Suhu : 36,9 oC

BB sekarang : 56 kg

TB : 150 cm

Kepala : Mesosefal, turgor dahi cukup

Mata : Konjungtiva palpebra anemis +/+

Mulut : Bibir sianosis (-)

Leher : Trakea di tengah, pembesaran nnll (-)

Thoraks :

Pulmo :

Inspeksi : Simetris saat statis - dinamis

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi: Suara dasar = vesikuler,

Suara tambahan : hantaran -/-, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi: Iktus cordis tak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di spatium interkosta V, 2 cm medial linea

midklavikula sinistra

Perkusi : Konfigurasi jantungdalam batas normal

Auskultasi : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi: datar, gambaran gerak usus (-), venektasi (-)

22

Page 23: radioterapi kelompok 2

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (+) normal

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

Genitalia Eksterna: Perempuan, dalam batas normal

Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Ginekologik:

Vaginal Toucssher : Fluxus (+) / Fluor (-)

Vulva-uretra : tak ada kelainan

Vagina : infiltrat +/+ 1/3 distal

Portio : berbenjol-benjol, rapuh, mudah berdarah

Corpus uteri : sebesar telur bebek

Adneksa parametrium : infiltrat +/+, sampai dinding

pelvis.

Cavum douglas : teraba cairan (+)

Rektal Toucher : Tonus sfingter ani cukup, mukosa licin, infiltrat -/-,

Free cancer space -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium (05 Februari 2015)

Darah rutin

Hb : 9,33 gr/dl

Lekosit : 6,66 x 103/mm³

Trombosit : 334.000 /mm³

GDS : 108 mg/dl

Kimia klinik

Ureum : 17 mg/dl

Creatinin : 1 mg/dl

SGOT : 16

SGPT : 32

Na+ : 140 mmol/L

23

Page 24: radioterapi kelompok 2

K+ : 3,6mmol/L

Cl- : 105mmol/L

b. Laboratorium (07 Februari 2015)

Darah rutin

Hb : 11,9 gr/dl

Lekosit : 8,3 x 103/mm³

Trombosit : 401.000 /mm³

c. Laboratorium (16 Februari 2015)

Darah rutin

Hb : 11,3 gr/dl

Lekosit : 10,5 x 103/mm³

Trombosit : 208.000 /mm³

d. Laboratorium (24 Februari 2015)

Darah rutin

Hb : 9,15 gr/dl

Lekosit : 5,50 x 103/mm³

Trombosit : 203.000 /mm³

e. EKG (05 februari 2015) : Normosinus rhytm

f. X foto toraks PA (tanggal 17 Mei 2014) :

24

Page 25: radioterapi kelompok 2

Cor : CTR< 50 %

Bentuk dan letak jantung dalam batas normal

Pulmo : Corakan vaskuler tidak meningkat

Tampak opasitas pada lapangan bawah paru kiri yang superposisi

dengan costa 8 posterior.

Diafragma dan kedua sinus costophrenicus baik.

Struktur tulang normal, tak tampak lesi litik/sklerotik pada tulang.

Kesan :

- Cor tidak membesar

- Tampak opasitas pada lapangan bawah paru kiri yang superposisi dengan

costa 8 posterior curiga metastasis pada paru.

g. X foto pelvis PA (tanggal 21 Mei 2014) :

25

Page 26: radioterapi kelompok 2

Kesan :

- Sacroilitis pada sacroilium joint dextra.

- Tak tampak metastasis pada pelvis.

h. USG Abdomen (tanggal 21 April 2014) :

26

Page 27: radioterapi kelompok 2

Hepar : ukuran tak membesar, parenkim normal, ekogenesitas normal, tak

tampak nodul, vena porta tak melebar, vena hepatica tak melebar.

Duktus biliaris : intra dan ekstrahepatal tak melebar

27

Page 28: radioterapi kelompok 2

Vesika fellea : ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak

tampak sludge.

Lien : ukuran normal, v. lienalis tak melebar

Pankreas : parenkim homogen, tak tampak massa, maupun kalsifikasi

Ginjal kanan : bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak

tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak

melebar

Ginjal kiri : bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak

tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak

melebar

Aorta : tak tampak nodul paraaorta

Vesika urinaria : dinding tak tampak menebal, permukaan rata, tak tampak

batu, tak tampak massa

Uterus : ukuran membesar, struktur inhomogen

Tampak cairan di cavum Douglass

Tampak massa kistik bentuk bulat, batas tegas di regio adneksa kanan

Kesan : Massa di cerviks uteri dan cairan di cavum douglass

Masa kistik di regio adneksa kanan

i. Biopsi & Pemeriksaan PA (26 april 2014) :

Makro : Sediaan biopsy berupa campuran jaringan berukuran 2cc, warna

kecokelatan

Mikro : Menunjukan bekuan darah, massa sklerotik dalam kelompok sel

epithelial pleimorfik, chromatin kasar, mitosis abnormal dapat

ditemukan, disertai keratinisasi.

Hasil PA : keratinizing squamous cellcarsinoma cervix uteri, well

differentiated

V. DIAGNOSIS

Karsinoma Sel Skuamus Serviks Uteri stadium IIIB

28

Page 29: radioterapi kelompok 2

VI.PROGRAM RADIOTERAPI

Lapangan Radiasi

Dosis Terapi

TTD : 5000 cgy

Fraksinasi : 200 cgy

Seminggu : diberikan 25 kali, 5 kali dalam seminggu. Pasien telah

mendapatkan sebanyak 10 x radioterapi selama pengobatan (terakhir tanggal

24 februari 2015)

Evaluasi selama terapi :

Laboratorium (16 Februari 2015)

Darah rutin

Hb : 11,3 gr/dl

Lekosit : 10,5 x 103/mm³

Trombosit : 208.000 /mm³

Laboratorium (24 Februari 2015)

Darah rutin

Hb : 9,15 gr/dl

Lekosit : 5,50 x 103/mm³

29

Page 30: radioterapi kelompok 2

Trombosit : 203.000 /mm³

BAB IV

PEMBAHASAN

30

Page 31: radioterapi kelompok 2

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan utama keluar darah dari jalan

lahir. Dari anamnesis didapatkan 1 tahun yang lalu sebelum masuk rumah

sakit, penderita mengeluh keputihan terus menerus. Warna putih kental ,

Keputihan berbau (+), nyeri pinggang (+), sehari ganti pembalut sebanyak 3x,

nyeri perut bawah (+)hilang timbul, nyeri saat berhubungan seksual (+) ,

perdarahaan saat berhubungan seksual (+). 7 hari SMRS, pasien mengeluh

keluar darah dari jalan lahir terus menerus, darah perongkol (+), sehari ganti

pembalut sebanyak 5x, nyeri perut bawah (+) sering, Nafsu makan berkurang, BB

menurun. Pasien telah menjalani kemoterapi sebanyak 7x dan dijadwal untuk

sinar radioterapi ke XI pada tanggal 10 februari 2015 di RSDK.

Keluhan yang sering dijumpai penderita sesuai dengan gejala yang biasa

ditemukan pada pasien karsinoma cervix yaitu terdapat perdarahan abnormal,

contact bleeding, fluor abnormal, dan nyeri perut di bagian bawah. Contact

bleeding terjadi pada 75-80% kasus carsinoma cerviks uteri. Perdarahan yang

timbul akibat terbukanya pembuluh darah, makin lama makin sering terjadi,

bahkan terjadi perdarahan spontan. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada

tingkat klinik yang lebih lanjut, terutama pada kanker yang bersifat eksofitik dan

dapat menyebabkan anemia. Perdarahan yang muncul sebagai akibat dari

neovaskularisasi dari tumor yang rapuh. Rasa nyeri pada perut terjadi akibat

infiltrasi sel kanker ke serabut saraf. Pada pasien karsinoma cervix biasanya juga

disertai gangguan kencing (disuria) dikarenakan adanya infiltrasi kanker ke ureter

sehingga menyebabkan obstruksi total dan terjadi gangguan kencing. Pada pasien

ini tidak didapatkan gangguan dalam berkemih sehingga kemungkinan infiltrasi

sel kanker ke ureter dapat disingkirkan.

Dari pemeriksaan fisik dengan vaginal toucher ditemukan Fluxus (+), pada

vagina terdapat infiltrat +/+ 1/3 distal, pada portio teraba masa berbenjol-benjol,

rapuh, mudah berdarah, Corpus uteri sebesar telur bebek.

Terabanya massa pada pasien ini di daerah tersebut menunjukkan lokasi

tumor terletak di portio serviks uteri. Dan ditemukan metastasis ke dinding

pelvis dan adneksa parametrium. Tanda keganasan yang muncul yaitu adanya

31

Page 32: radioterapi kelompok 2

masa yang rapuh dan perdarahan. Infiltrat yang muncul pada vagina sampai ke

admeksa parametrium menunjukan ada nya respon radang yang menyebar

sampai ke sana atau adanya metastasis ke sana.

Pada pemeriksaan penunjang yaitu hematologi klinik pada tanggal 5

februari didapatkan Hb: 9,3 gr/dl ini menunjukkan penderita mengalami anemia

ringan disebabkan karena terdapatnya pendarahan. Pada pemeriksaan radiologis

yaitu x-foto thorax AP cor tak tampak membesar dan tampak gambaran opasitas

yang dicuriagai metastase pada pulmo. Metastasis ke pulmo dapat melalui

limfogen atau melalui hematogen. Dari hasil USG abdomen ditemukan adanya

Massa di cerviks uteri dan cairan di cavum douglass dan masa kistik di regio

adneksa kanan. Sedangkan dari biopsi & pemeriksaan PA yang merupakan

diagnosis pasti carsinoma cerviks uteri didapatkan hasil yaitu keratinizing

squamous cellcarsinoma cervix uteri, well differentiated sehingga diagnosis pada

pasien ini adalah Karsinoma Sel Skuamus Serviks Uteri stadium IIIB

Berdasarkan data-data di atas dapat ditegakkan diagnosis Karsinoma sel

skuamus serviks uteri stadium IIIb. Oleh karena itu, maka penatalaksanaan

penderita ini dimulai dengan pemberian kemoterapi platosin adjuvant sebanyak 7

kali dan dilanjutkan dengan kemoterapi concomitant (bersamaan) dengan

eksternal radiasi dengan dosis 5000cGy selama 5 minggu, masing-masing

1000cGy tiap minggunya dan diberikan 5x per minggu, dengan fraksinasi 200cGy

tiap kali penyinaran. 1-2 minggu setelah seluruh rangkaian radiasi eksternal

selama 25 kali selesai, maka akan dilanjutkan dengan afterloading I dan II dengan

interval 1-2 minggu.

BAB V

KESIMPULAN

Karsinoma cervix uteri merupakan keganasan dimana terjadi proses

displasia sel skuamosa endoserviks (gangguan proses maturitas) di daerah

squamo-columner junction. Di antara lima jenis kanker terbanyak pada wanita,

32

Page 33: radioterapi kelompok 2

kanker servik uteri menduduki peringkat pertama. Manifestasi klinis yang timbul

pada pasien dengan karsinoma cervix uteri tergantung dari pengaruh tumor pada

daerah yang terkena dan sekitarnya, serta daerah metastasisnya (apabila ada).

Pada awal perkembangannya kanker serviks tidak memberi tanda-tanda dan

keluhan. Gejala yang seringkali muncul seiring dengan pertumbuhan tumor yaitu

timbulnya fluor yang keluar dari vagina ini, makin lama akan berbau busuk,

kemudian dapat timbul contact bleeding, bahkan terjadi perdarahan spontan dan

dapat menyebabkan anemia. Juga dapat menimbulkan rasa nyeri. Infiltrasi kanker

ke ureter menyebabkan obstruksi total, sehingga terjadi gangguan kencing.

Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang yang mengarah kepada diagnosis karsinoma epidermoid serviks uteri

dan penentuan stadium. Setelah dilakukan penegakkan diagnosis, maka

dilakukan terapi yang sesuai dengan stadiumnya berupa pemberian rangkaian

terapi kemoradiasi.

Pada pasien ini didapatkan diagnosis pasti dari hasil pemeriksaan

histopatolgis. Penegakan diagnosis penting untuk menentukan terapi atau

tindakan selanjutnya. Terapi yang dipilihpada kasus ini adalah kemoterapi dan

dilanjutkan dengan kemoradiasi. Diharapkan dari terapi yang telah dilakukan

dapat menunjukan perbaikan pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://digilib.unsri.ac.id/download/Dasar-Dasar%20Radioterapi.pdf

2. WHO. New cancer report offers hope for patients and communities (press

release). Accessed at www.who.int/cancer.

33

Page 34: radioterapi kelompok 2

3. http://www.cancer.org/docroot/cri/content/

cri_2_4_4x_how_is_cervical_cancer_treated_8.asp?sitearea=cri

4. http://digilib.unsri.ac.id/download/Dasar-Dasar%20Radioterapi.pdf

5. Underwood, JCE. Traktus genitalis wanita. Dalam : Patologi umum dan

sistemik. Edisi bahasa Indonesia. Ed : Sarjadi. EGC. Jakarta. 2000 : 573-

606.

6. http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/Patient/page1

7. Mardjikoen, Prastowo.Tumor ganas alat genital. Dalam : Hanifa W

(editor). Ilmu kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Jakarta. 1999 : 367-403.

8. Subandini, Slide kuliah : Radioterapi Kanker Ginekologi. 2011.

34