proposal study

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan hukum internasional dewasa ini, terdapat berbagai macam masalah yang rumit, sehingga terkadang sulit untuk diselesaikan hanya berdasarkan kebiasaan dunia internasional. Sengketa menurut Riech Friedman yaitu: Perselisihan antar negara yang sifatnya mempengaruhi kepentingan negara, seperti integritas wilayah dan kehormatan atau kepentingan lainnya dari suatu negara. Sedangkan Sengketa hukum adalah sengketa yang berkaitan dengan hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu perubahan atas suatu hukum yang telah ada. 1 Sengketa internasional hampir setiap saat terjadi, karena merupakan suatu hal yang menentukan keberlangsungan dunia global. Dalam hal terjadinya sengketa, hukum internasional memainkan peran yang sangat penting, karena hukum internasional memberikan 1 Ahmad Izzan, Dasar Hukum Internasional, Bandung, 2003, hal 65. 1

Upload: maitimumilano-soacupa

Post on 18-Aug-2015

34 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal study

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perkembangan hukum internasional dewasa ini, terdapat berbagai macam

masalah yang rumit, sehingga terkadang sulit untuk diselesaikan hanya berdasarkan

kebiasaan dunia internasional. Sengketa menurut Riech Friedman yaitu:

Perselisihan antar negara yang sifatnya mempengaruhi kepentingan negara, seperti

integritas wilayah dan kehormatan atau kepentingan lainnya dari suatu negara.

Sedangkan Sengketa hukum adalah sengketa yang berkaitan dengan hak-hak hukum

yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu perubahan atas suatu

hukum yang telah ada.1

Sengketa internasional hampir setiap saat terjadi, karena merupakan suatu hal

yang menentukan keberlangsungan dunia global. Dalam hal terjadinya sengketa,

hukum internasional memainkan peran yang sangat penting, karena hukum

internasional memberikan pedoman, aturan dan cara ataupun sebuah metode

bagaimana suatu sengketa dapat diselesaikan para pihak secara damai.

Sulit mencari perbedaan mendasar, antara mana yang merupakan sengketa

hukum dan mana yang disebut sebagai sengketa politik. Terkait hal ini ada dua

doktrin didalam hukum internasional yang dapat dipakai untuk mencari pembeda

antara sengketa hukum dan sengketa politis. Pertama dikemukakan oleh para sarjana

dan ahli hukum internasional dari Inggris yang membentuk suatu kelompok studi

mengenai penyelesaian sengketa tahun 1963. Kelompok study yang diketuai oleh

Sir Humpry Walldock ini menerbitkan laporannya yang sampai sekarang masih

1 Ahmad Izzan, Dasar Hukum Internasional, Bandung, 2003, hal 65.

1

Page 2: Proposal study

dipakai sebagai sumber penting untuk study penyelesaian sengketa internasional.

Menurut mereka penentuan suatu sengketa apakah merupakan sengketa hukum

ataukah politis bergantung sepenuhnya pada pihak yang bersangkutan, yakni: jika

para pihak menentukan sengketanya sebagai sengketa hukum, maka sengketa

tersebut adalah sengketa hukum. Sebaliknya jika sengketa tersebut menurut para

pihak membutuhkan patokan tertentu yang tidak ada dalam hukum internasional,

misalnya soal perlucutan senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa politis.2

Kedua adalah golongan yang menurut para akademisi hukum internasional

disebut sebagai pendapat jalan tengah, dikemukakan oleh sekelompok sarjana yang

merupakan gabungan para sarjanawan Eropa (de Vischer, Geamanu, Oppenheim)

dan sarjanawan Amerika Serikat Hans Kelssen. Menurut mereka tidak ada

pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar objektif yang mendasari pembedaan antara

sengketa hukum dan sengketa politis. Setiap sengketa memiliki aspek politis dan

aspek hukumnya. Sengketa tersebut biasanya terkait antar negara yang berdaulat.

Mungkin saja dalam sengketa yang dianggap sebagai sengketa hukum terdapat

kepentingan politis yang tinggi dari negara para pihak yang bersangkutan, dan

begitupun sebaliknya. Terhadap sengketa yang dianggap memiliki sifat politis,

prinsip-prinsip atau aturan hukum internasional boleh diterapkan.3

Sengketa dapat terjadi dalam suatu wilayah negara. Wilayah merupakan salah

satu atribut yang sangat penting bagi eksistensi suatu negara. Diatas wilayahnya

negara memiliki hak-hak untuk melaksanakan kedaulatan atas orang, benda dan juga

peristiwa atau perbuatan hukum yang terjadi didalam wilayahnya. Didalam

wilayahnya negara wajib untuk tidak menggunakannya bagi tindakan-tindakan yang

2 Edy Setiabudi SH, Isu-isu Terkini Hukum Internasional, FH Unair, Surabaya, 2006 hal 71.3 Huala Adolof SH LLM, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, 2004, hal 8.

2

Page 3: Proposal study

merugikan negara lain serta tindakan-tindakan yang membahayakan perdamaian dan

kedamaian internasional (pasal 7 deklarasi PBB tentang hak-hak dan kewajiban

negara 1949).4 Dalam kaitannya dengan wilayah negara wajib untuk tidak

memperolehnya dengan menggunakan cara-cara kekerasan (pasal 12 deklarasi PBB

tentang hak-hak dan kewajiban negara). Disamping berkewajiban untuk tidak

mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh dengan menggunakan jalan kekerasan,

sangat penting bagi suatu negara untuk mengatur wilayahnya sendiri.

Daratan suatu negara terdiri dari darat (bagian wilayah yang kering) serta

perairan (yang terdiri dari sungai dan danau). Daratan suatu negara dapat merupakan

daratan awal suatu negara atau wilayah tambahan negara tersebut. Luas daratan awal

dapat terjadi atau ditentukan oleh tindakan atau pernyataaan sepihak suatu negara

ketika memproklamirkan kemerdekaannya, oleh perjanjian internasional, suatu

kebiasaan internasional ataupun akan ditentukan oleh perkembangan setelah negara

itu terbentuk.5

Dalam hukum internasional terdapat beberapa cara penambahan wilayah

teritorial yang memungkinkan suatu negara memperluas wilayah kedaulatan

hukumnya. Diantaranya yakni: Okupasi atau Pendudukan, merupakan perolehan

kedaulatan atas wilayah yang terra nulius yaitu wilayah yang bukan dan sebelumnya

belum pernah diletakan dibawah kedaulatan suatu negara, 6 berikutnya yakni:

Aneksasi atau Penaklukan, merupakan penggabungan suatu wilayah negara lain

dengan menggunakan jalan kekerasan atau paksaan kedalam wilayah negara yang

menganeksasi.7 Perbedaannya dengan okupasi yakni pada cara perolehannya dan

4 Sefriani SH M,Hum, Hukum Internasional (Suatu Pengantar), Jakarta, 2011, hal 204.5 Budi Lasaruzli dan Syahmin A.K, Suksesi Negara Dalam Hubungannya Dengan Perjanjian Internasional, Bandung, 1986, hal 56.6 Ibid, hal 2077 Ibid, hal 208

3

Page 4: Proposal study

juga wilayahnya, jika pada okupasi wilayahnya adalah wilayah tidak bertuan, pada

aneksasi wilayahnya adalah milik negara tertentu. Syarat atau unsur telah terjadi

perolehan wilayah dengan cara aneksasi adalah bahwa wilayah memang telah benar-

benar sudah ditaklukan serta adanya pernyataan kehendak secara formal oleh negara

penakluk untuk menganeksasinya.

Kemudian dijelaskan yakni: Referendum atau pemungutan suara merupakan

implementasi atau tindak lanjut dari keberadaan hak menentukan nasib sendiri atau

(self determination right) dalam hukum internasional.8 Referendum merupakan cara

yang lebih modern, tidak menggunakan unsur kekerasan ataupun unsur paksaan dan

merupakan cara yang paling populer sekarang ini, sebagai akibat dari prinsip

kebebasan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat dunia.

Terkait dengan cara perolehan wilayah di atas, hal tersebut juga terjadi dalam

sengketa yang sementara berlangsung antara Rusia dan Ukraina. Rusia adalah salah

satu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Berasal dari Uni Republict

Socialist Soviet (USSR), yang dikenal dengan sebutan Uni-Soviet. Pasca runtuhnya

rezim Komunis era perang dingin Rusia bangkit sebagai negara yang memegang

penuh segala aset kekayaan milik Uni-Soviet dengan suksesinya yang meliputi

gedung dan tanah milik Uni-Soviet, dana pemerintahan yang tersimpan di bank, alat

transportasi milik Uni-Soviet, pelabuhan dan sebagainya yang merupakan milik Uni-

Soviet beralih kepada Rusia. Termasuk salah satu badan usaha milik uni soviet yang

bergerak dibidang gas bumi yakni Gazprom. Selama beberapa dekade setelah

runtuhnya Uni-Soviet, Rusia adalah satu-satunya suplier gas bumi kepada seluruh

daratan eropa. Gazprom mengekspor sepertiga dari kebutuhan dunia di bidang gas

bumi. Sekitar 50 persen dari kebutuhan gas bumi negara-negara Uni Eropa dipasok

8 Ibid, hal 211-212

4

Page 5: Proposal study

dari Rusia. Dan 80 persen dari volume gas bumi itu melintasi Ukraina. Sedangkan

25 persen dari kebutuhan gas bumi Ukraina dipasok dari negara tetangganya, Rusia,

yakni Gazprom.

Sengketa gas pada Januari 2006 antara Moskow dan Kiev bermula sejak Rusia

menaikkan harga gas ekspornya ke Ukraina. Hal itu menyebabkan terhambatnya

ekspor energi Ukraina dan penyalurannya ke Eropa. Hal ini mengakibatkan suatu

revolusi yang dikenal dengan sebutan revolusi oranye. Sebelum terjadi revolusi

oranye, Rusia setiap tahunnya memberikan subsidi energi kepada negara-negara

persemakmuran. Memasuki tahun 2014 Presiden Ukraina Vicktor Yanukovich

menarik ukraina keluar dari Uni-Eropa ini mengakibatkan gelombang protes besar-

besaran yang dimotori oleh para mahasiswa ukraina yang pro barat (Uni-Eropa

Amerika), dalam pernyataan sikapnya mahasiswa menuntut presiden membawa

ukraina kembali bekerja sama dengan Uni-Eropa jika tidak maka akan dilengserkan

dari jabatan. Demonstrasi semakin tidak terkendali, mengingat bahwa Ukraina juga

adalah merupakan negara pecahan Uni-Soviet, yang hampir 65% warganya adalah

etnis Rusia dan berbahasa Rusia.

Perlawanan juga ikut berdatangan dari warga Ukraina pro Rusia.

Memanfaatkan situasi ini Rusia dengan segala kemampuan militernya masuk

kedalam wilayah Ukraina tepatnya pada provinsi Crimea, dan menyatakan

referendum pada wilayah tersebut. Dengan dalih melindungi warga yang berbahasa

Rusia, Rusia mengirim tentaranya masuk ke daerah Crimea guna melaksanakan

referendum (pemungutan suara) dengan opsi tetap dengan ukraina atau kembali

bergabung dengan rusia. Hasil daripada referendum yang dilaksanakan adalah 94%

warga semenanjung Crimea memilih untuk kembali bergabung dibawah kedaulatan

5

Page 6: Proposal study

Federasi Rusia. Negara-negara barat menilai bahwa rusia sengaja memanfaatkan

faktor kedekatan emosinal serta faktor linguistik untuk kembali menancapkan

pengaruhnya pada daerah bekas negara-negara satelit milik uni-soviet, yang

kebetulan ukraina adalah salah satunya. Spekulasi tentang krisis ini adalah bahwa

Rusia ingin mendapatkan sumber daya alam yang ada di daerah Crimea yakni

sumber gas alamnya.

Referendum Crimea dinilai sebagai tindakan aneksasi yang dilakukan oleh

pemerintah Rusia terhadap wilayah kedaulatan Ukraina, dikarenakan referendum

yang dilakukan tidak memenuhi persyaratan yakni, ketika referendum dilaksanakan

tidak mendapatkan ijin dari pemerintah yang berwenang (waktu itu sementara terjadi

kekosongan jabatan yang dikarenakan lengsernya presiden Vicktor) dan tidak

mendapat pengawasan dari lembaga internasional yang independent. Jika dikatakan

aneksasi proses tersebut terjadi tidak dengan menggunakan tindakan kekerasan atau

paksaaan, rakyat Crimea sendiri yang ingin kembali pada Federasi Rusia. Jika

dikatakan referendum, proses tersebut dilaksanakan dengan tidak melalui prosedur

yang diakui menurut negara-negara barat.

Maka berdasarkan uraian singkat yang telah disebutkan diatas, penulis sangat

tertarik untuk mengangkat penulisan ini dengan judul:

‘’PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TERHADAP

KASUS ANEKSASI RUSIA ATAS CRIMEA UKRAINA’’

B. Rumusan masalah

6

Page 7: Proposal study

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang penulis rumuskan sebagai

masalah adalah sebagai berikut: ‘’Bagaimana penyelesaian hukum internasional

terhadap kasus rusia dan ukraina’’?

C. Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk menganalisis bagaimana penyelesaian dalam hukum

internasional yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan sengketa

antar negara khususnya Rusia dengan Ukraina.

2. Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura.

D. Manfaat penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Secara ilmiah, sebagai masukan untuk kepentingan Ilmu Hukum,

terutama Hukum Internasional.

E. Kerangka teoritis

7

Page 8: Proposal study

Sengketa (dispute) menurut Merills adalah ketidak sepahaman mengenai

sesuatu, sedangkan konflik adalah istilah umum atau daripada pertikaian (hostility)

antara pihak-pihak yang seringkali tidak fokus.9 Dengan demikian setiap sengketa

adalah konflik, tetapi tidak semua konflik dapat dikategorikan sebagai sengketa.

Persoalan antara Malaysia dan Indonesia menyangkut kepemilikan pulau Sipadan

dan Ligitan adalah sengketa (dispute). Namun perseteruan antara Amerika dan Iran

semenjak kejatuhan Syah Iran adalah konflik karena begitu kompleksnya persoalan

antar kedua negara berdaulat.

Sengketa internasional adalah sengketa yang bukan secara eksklusif

merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa internasional juga tidak

hanya eksklusif menyangkut hubungan antar negara saja, mengingat subjek-subjek

hukum internasional saat ini sudah banyak mengalami perluasan yang melibatkan

banyak aktor non negara. Permasalahan yang dipersengketakan dalam suatu

sengketa internasional dapat menyangkut banyak hal. Sengketa di European Union

menyangkut kebutuhan integrasi politik yang lebih kuat, adalah sengketa

menyangkut kebijakan. Sengketa menyangkut perbatasan wilayah adalah sengketa

tentang ‘’legal rights’’. Sengketa juga dapat menyangkut fakta. Dimana posisi kapal

negara A ketika diintersepsi oleh negara B adalah salah satu contoh sengketa

mengenai fakta.

Menurut Louis Henkin ukuran suatu sengketa dianggap sebagai sengketa

politis atau sengketa hukum yakni: sengketa tersebut bisa atau dapat diserahkan dan

diselesikan oleh pengadilan internasional. Menurut St Paul: sesulit apapun suatu

sengketa selalu dapat diserahkan kepada pengadilan internasional, karena pengadilan

9 Op,cit, hal 1

8

Page 9: Proposal study

internasional selalu bisa memutuskan suatu sengketa berdasarkan prinsip ‘’ex acquo

et bono’’ (kepatutan dan kelayakan).10

Sengketa antara Federasi Rusia dan Ukraina, terlebih dulu kita melihat

geopolitik federasi Rusia. Geopolitik bukan lagi suatu istilah baru pada kalangan

akademisi hukum internasional dan hubungan internasional. Menurut Yves Lacaste

seorang akademis berkebangsaan Prancis geopolitik yaitu: semua hal yang

berhubungan dengan persaingan kekuasaan atau perebutan pengaruh diatas wilayah-

wilayah tertentu dan masyarakat yang hidup diatasnya.11 Dari pengertian tersebut

dapat kita lihat bahwa geopolitik merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh

negara-negara didunia untuk memperebutkan kekuasaan dan memperoleh eksistensi

negaranya yang dilihat dari posisi geografis negaranya dalam dunia. Dunia ini juga

dipetakan dalam beberapa bagian, Sir Halford Mckinder pada tahun 1904

memperkenalkan teori ‘’heartland’’.12 Heartland adalah tempat-tempat yang dimana

posisinya sangat strategis dan potensial yang bisa dikelola untuk kemakmuran suatu

negara, baik secara ekonomis maupun secara politis. Sebagai contoh persengketaan

memperebutkan heartland selain antara Ukraina dan Rusia, juga antara Kuwait dan

Irak.

Yang mana Irak menginvasi Kuwait dengan alasan, Terjadinya pelanggaran

kuota minyak yang dilakukan oleh Kuwait, Arab dan Uni Emirat Arab sehingga

produksi minyak melimpah, mengakibatkan harga minyak dunia anjlok. Irak yang

waktu itu mengandalkan pendapatan negara hanya dari sektor  minyak terpukul

dengan peristiwa ini, dikarenakan Irak saat itu sedang membangun negaranya yang

rusak akibat perang melawan Iran.

10 Op,cit, hal 211 Roy Abimanyu, Sketsa Geopolitik, Jakarta, 2002, hal 7212 Ibid.

9

Page 10: Proposal study

Kuwait dituduh mencuri minyak Irak di Padang Rumelia yang terletak

diperbatasan kedua negara (wilayah sengketa). Akibat invasi ini, Arab Saudi

meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan

Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990. Misi

diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal

pada tanggal 9 Januari 1991. Irak menolak permintaan PBB agar menarik

pasukannya dari Kuwait hingga tanggal 15 Januari 1991. Dikarenakan Irak tidak

beriktikad baik untuk menjalankan Resolusi damai PBB, akhirnya Presiden Amerika

Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat

tanggal 12 Januari 1991, guna memulai misi pembebasan Kuwait atas invasi Irak,

yang mana Irak telah menjadikan Kuwait sebagai provinsinya yang ke 19. Pada

tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan

Presiden Bush menyatakan perang selesai. Akibat invasi Irak terhadap Kuwait

mengakibatkan ladang minyak Kuwait mengalami kerusakan berat. Perekonomian

Irak mengalami kehancuran serta terkena blokade ekonomi dan sanksi embargo dari

PBB. 13 Itulah salah satu contoh perebutan heartland yang pernah terjadi antara

Kuwait dan Irak, selain yang saat ini sementara terjadi antara Rusia dan Ukraina.

Mckinder menjelaskan bahwa: aktor yang mendominasi heartland akan

memiliki potensi geopolitik dan ekonomi yang diperlukan untuk akhirnya

mengendalikan dan menguasai dunia. Kawasan heartland yang sementara

dipersengketakan antara Rusia dan Ukraina ini memiliki banyak kekayaan alam.

Kawasan ini juga merupakan kawasan negara ex Uni-Soviet. Rusia ingin berjaya

seperti Uni-Soviet dimasa lalu dengan melihat geopolitik Soviet pada jaman dahulu,

yang merupakan supplier gas terbesar di dataran Eropa. Semenjak keruntuhan

13 John Simpson, The War Against Saddam, Oxford, 2003, hal 116.

10

Page 11: Proposal study

Komunisme oleh Kapitalis Barat, Uni-Soviet terpecah menjadi 15 negara baru

dengan Ukraina menjadi salah satu dari negara-negara tersebut.

Sebagai subjek hukum internasional, hubungan antara Rusia dan Ukraina

tentunya juga diatur oleh hukum internasional itu sendiri. Hukum internasional lahir

agar menjamin ketertiban, keamanan dan kedamaian dunia internasional. Hukum

internasional dibuat oleh negara-negara selaku subjeknya, baik melalui kebiassaan

maupun melalui hukum tertulis, maka negara juga yang menjadi pelaksana maupun

pengawas daripada hukum internasional itu sendiri.

Masyarakat hukum internasional mau menerima hukum internasional sebagai

hukum yang sesungguhnya dan tidak hanya merupakan moral positif saja. Salah satu

aliran hukum, yakni aliran hukum positif yang mengemukakan bahwa hukum

internasional juga mempunyai kekuatan mengikat. Dasar kekuatan mengikat hukum

internasional yakni kehendak dari negara-negara selaku subjek hukum internasional

itu sendiri.14 Karena kekuatan mengikat hukum internasional datangnya dari

kehendak negara-negara yang ingin tunduk pada ketentuan hukum internasional,

maka akan sulit jika di dalam beberapa kasus terdapat negara-negara yang tidak

bersedia mematuhi ketentuan hukum internasional, apabila oleh negara tersebut

dirasakan bahwa hukum internasional tidak menjamin kepentingan nasionalnya,

seperti pada kasus sengketa semenanjung Crimea antara Rusia dan Ukraina.

Tertib hukum internasional dilandasi prinsip kedaulatan negara. Setiap negara

merdeka memiliki kedaulatan untuk mengatur segala sesuatu yang ada maupun yang

terjadi didalam wilayah teritorialnya. Negara merupakan subjek hukum yang

terpenting dibanding dengan subjek-subjek hukum internasional lainnya. Pasal 1

konvensi Montevideo 27 December 1933 mengenai hak dan kewajiban negara

14 Ade Maman SH MH, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta, 2002, hal 56.

11

Page 12: Proposal study

menyebutkan bahwa, negara sebagai subjek dalam hukum internasional harus

memiliki empat unsur yaitu : penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintahan

yang berdaulat dan kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain. Sebagai

implementasi dimilikinya kedaulatan, negara berwenang untuk menetapkan

ketentuan-ketentuan hukum dan untuk menetapkan atau menegakkan ketentuan-

ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, perbuatan dan kekayaan.15

Namun jika terjadi suatu sengketa antar subjek hukum internasional, maka

hukum nasional kehilangan daya mengikatnya. Hal tersebut sulit dijawab. Terhadap

permasalahan demikian, menurut kalangan akademisi hukum internasional, ada dua

teori yang dapat dipakai untuk menjawab hal tersebut yakni teori Monisme dan

Dualisme : yang pertama menurut teori monisme antara hukum internasional dan

hukum nasional merupakan dua kesatuan hukum dari suatu kesatuan hukum yakni

hukum pada umumnya. Karena terletak pada satu sistem hukum maka besar

kemungkinan terjadinya ketidaksepahaman antara keduanya. Teori monisme terbagi

menjadi dua yaitu teori monisme primat hukum internasional dan monisme primat

hukum nasional. Menurut teori monisme primat hukum nasional, hukum

internasional berasal dan bersumber dari hukum nasional yakni hukum internasional

berasal dari praktik negara-negara, maka dengan begitu kedudukan hukum

internasional lebih rendah dari hukum nasional, sehingga jika terjadi konflik maka

hukum nasionallah yang semestinya digunakan.

Aliran monisme primat hukum internasional berpendapat bahwa hukum

nasional bersumber dari hukum internasional, apabila terjadi konflik maka hukum

internaisonallah yang harusnya digunakan. Kedua aliran ini belum sepenuhnya

15 Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta, 1990, hal 116.

12

Page 13: Proposal study

menjawab persoalan sengketa antar negara tentang bagaimana jalan

penyelesaiannya.

Yang kedua yaitu teori dualisme, teori ini mnyebutkan bahwa antara hukum

internasional dan hukum nasional adalah dua sistem hukum yang sangat berbeda

satu sama lainnya. Perbedaan yang dimaksud adalah : subjek hukum internasional

adalah negara sementara subjek hukum nasional adalah individu; sumber hukum

internasional adalah praktik dan kebiasaan-kebiasaan negara-negara, sementara

hukum nasional bersumber pada kehendak negara;16

Perbedaan antara hukum internasional dan hukum nasional menurut Anzzilotti

dapat ditarik dari dua prinsip yang fundamental yakni: hukum nasional mendasarkan

diri pada prinsip bahwa aturan negara harus dipatuhi, sementara hukum internasional

mendasarkan diri pada prinsip bahwa perjanjian antar negara harus dihormati pacta

sunt servanda.17 Sebab dengan saling menghormati mungkin semua persengketaan

dapat diselesaikan oleh hukum internasional.

Hukum internasional memiliki peranan sangat besar dalam menyelesaikan

sengketa internasional, hukum internasional berupaya agar hubungan antar negara

terjalin lewat ikatan persahabatan dan tidak mengharapkan adanya persengketaan.

Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang

bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Hukum internasional memberikan

pilihan yang bebas kepada para pihak tentang cara, prosedur atau upaya yang

harusnya ditempuh untuk menyelesiakan sengketa. Hukum internasional modern

menganjurkan cara penyelesaian secara damai, apakah sengketa itu sifatnya antar

negara dengan negara ataukah negara dengan subjek yang lainnya. Dan hukum

16 Mieke Komar Kantaatmadja, Tanggung Jawab Negara dan Individu Dalam Hukum Internasional, Pekanbaru, 2000, hal 41.17 Lawrence Anzzilotti, American Law In The World, Jakarta, 1984, hal 303.

13

Page 14: Proposal study

internsional tidak menganjurkan sama sekali penyelesaian melalui jalur kekerasan,

walaupun tidak bisa dihalangai jika akhirnya kekerasan yang dipakai para pihak

untuk menyelesaikan sengketanya.18

Sengketa damai menganut beberapa asas atau prinsip sebagai berikut: iktikad

baik (good faith); larangan penggunaan kekerasan didalam penyelesaian sengketa;

kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengket; kebebasan memilih hukum yang

akan diterapkan pada pokok sengketa, kesepakatan para pihak yang bersengketa;

penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan sengketa

(exhaustion of local remedies); prinsip-prinsip hukum internasional tentang

kedaulatan, kemerdekaan dan integritas wilayah negara-negara.19

Disamping ketujuh prinsip diatas, (PBB) juga memuat prinsip lain yang

bersifat tambahan yaitu: larangan intervensi, baik terhadap masalah dalam maupun

luar negeri para pihak; persamaan hak dan penentuan nasib sendiri; persamaan

kedaulatan negara-negara; kemerdekaan dan hukum internasional.20

Beberapa aturan yang dikeluarkan mencegah terjadinya perolehan wilayah

dengan cara aneksasi antara lain: Kellog Briand pact 1928, yang melarang perang

sebagai instrumen kebijakan suatu negara; pasal 2 (4) piagam PBB; deklarasi

prinsip-prinsip hukum internasional tentang hubungan baik dan kerjasama antar

negara 1974, wilayah suatu negara tidak dapat dijadikan objek perolehan oleh negara

lain dengan cara ancaman penggunaan kekerasan.21 Tidak ada cara-cara tersebut

yang diakui oleh hukum internasional. Namun tetap saja sengketa antar negara

18 Op,cit hal 219 Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta, 1999, hal 101.20 Ibid.21 Ibid.

14

Page 15: Proposal study

menyangkut wilayah terjadi. Jika terjadi suatu persengketaan, terdapat beberapa

kategori penyelesaiannya.

Negosiasi atau perundingan adalah cara yang paling banyak ditempuh serta

cukup efektif dalam penyelesaian sengketa. Praktik negara-negara menunjukan

bahwa mereka lebih sering menggunakan cara-cara negosiasi untuk menyelesaikan

setiap sengketa yang mereka hadapi. Ion Diaconu menyatakan bahwa: konsultasi

adalah bentuk lain dari negosiasi yang sifatnya lebih sederhana, informal dan

langsung. Sementara negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung

antara para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa

melibatkan pihak ketiga.22

Dengan tidak adanya keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa,

masyarakat internasional telah menjadikan negosiasi sebagai langkah awal untuk

penyelesaian sengketa. Biasanya didalam negosiasi lebih banyak pertimbangan

politisnya daripada pertimbangan hukumnya, tetapi adakalanya argumen-argumen

hukum cukup sering berfungsi untuk saling menguatkan kedudukan para pihak,

sebab hasil daripada negosiasi ini akan dituangkan dalam bentuk sejumlah dokumen

yang memberinya kekuatan hukum. Misalnya hasil kesepakatan yang dituangkan

dalam bentuk suatu dokumen perjanjian perdamaian. Selanjutnya hukum

internasional mengatur manakala cara biasa seperti negosiasi ini tidak berhasil

ataupun kurang maksimal, para pihak biasanya mensyaratkan kata sepakat untuk

menyerahkan penyelesaian sengketa kepada cara lain, seperti: Arbitrase, konsiliasi,

mediasi, pengadilan dan yang lain sebagainya bahkan mungkin hingga peperangan.

Kemudian terdapat cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang lebih

dikenal dengan sebutan jassa baik. Keikutsertaan pihak ketiga memberikan jasa-jasa

22 Ion Diaconu, Penyelesaian Sengketa Antar Negara, Cambridge, 1981, hal 1102.

15

Page 16: Proposal study

baik memudahkan pihak yang bersengketa untuk bersama-sama mempercepat

perundingan diantara mereka. Ketentuan mengenai jasa baik dapat ditemui dalam

berbagai perjanjian baik yang multilateral maupun bilateral antara lain: the hague

convention on the pacific seetlement of international dispute; Bab 6 (pasal 33-38)

Piagam PBB; the american treaty on pacific seetlement; konvensi wina tahun 1961

(pasal 45&46); konvensi wina tahun 1963 (pasal 8).

Terdapat banyak jalan penyelesaian sengketa bagi kasus antara Rusia dan

Ukraina yang sementara terjadi pada semenjanung Crimea. Penyelesaian sengketa

internasional secara damai, penyelesaian secara diplomatik ataupun penyelesaian

melalui lembaga-lembaga peradilan seperti Mahkamah Internasional.

F. Metodologi penulisan

Dalam memecahkan suatu permasalahan secara ilmiah terhadap suatu objek

penelitian, dibutuhkan metode yang sistematis dengan melihat permasalahan dalam

penulisan tersebut, maka metode penulisan meliputi ;

1. Pendekatan Masalah

Bertolak dari judul dan permasalahan yang dirumuskan maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, dimana sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yakni berbagai literature dan bahan-bahan ilmiah.23

2. Tipe Penulisan

Bersifat deskritif analitis, dimana mengalisa hal-hal yang menjadi permasalahan, sehingga kemudian dideskripsikan hal-hal yang patut mendapat perhatian dalam penggunaan selanjutnya, melalui penarikan kesimpulan dan saran-saran yang patut dikemukakan.24

3. Teknik Analisis

23 Soerjono Soekamto, Pengantar Penlitian Hukum, UI-Prees, Jakarta, 1984, hal 20424 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Hukum dan Jurimetri, Jakarta, 1982

16

Page 17: Proposal study

Analisis yang digambarkan dalam pembahasan ini adalah analisa kualitatif yakni suatu analisa yang mengutamakan bahan kuliah dan studi pustaka.25

4. Sumber bahan Hukum

Bahan Hukum yang diperoleh dari Sumber Bahan Hukum Primer berupa Konvensi-Konvensi. Bahan Hukum sekunder, berupa Kepustakaan dan media elektronik.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

25 Ibid.

17

Page 18: Proposal study

Ade Maman SH MH, Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Edy Setiabudi SH, Isu-isu Terkini Hukum Internasional, FH Unair, Surabaya, 2006.

Ahmad Izzan, Dasar Hukum Internasional, Bayumedia Publishing, Bandung, 2003.

Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, CV Sinar Remaja, Jakarta, 1999.

Budi Lasaruzli dan Syahmin A.K, Suksesi Negara Dalam Hubungannya Dengan Perjanjian Internasional, CV Remadja Karya, Bandung, 1986.

Huala Adolof SH LLM, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Ion Diaconu, Penyelesaian Sengketa Antar Negara, Oelgeschlager Gunn & main, Cambridge, 1981.

John Simpson, The War Againts Saddam, Penerjemah UI-Press, Oxford, 2003.

Lawrence Anzzilotti, American Law In The World, Penerjemah Wisnu Barata, Genta Publishing, Jakarta, 1984.

Mieke Komar Kantaatmadja, Tanggung Jawab Negara dan Individu Dalam Hukum Internasional, Allumni Sources, Pekanbaru, 2000.

Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, Allumni Sources, Yogyakarta, 1990.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.

Roy Abimanyu, Sketsa Geopolitik, Laksbang Presindo, Jakarta, 2002.

Sefriani SH M,Hum, Hukum Internasional (suatu pengantar),Kencana Prenada Media Group jakarta, 2011.

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Prees, Jakarta, 1984.

18