proposal study lapang (delignifikasi)

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di era globalisasi ini permasalahan tentang pencemaran lingkungan semakin pelik di samping berdirinya pabrik-pabrik industri di sekitar kita. Terobosan- terobosan baru semakin ditingkatkan seperti halnya penguraian limbah yang saat ini menggunakan mikroorganisme. Salah satu jamur yang digunakan adalah jamur Phanerochaete Chrysosporium, jamur ini dipercaya memiliki enzim yang dapat menguraikan limbah dari sisa industri. Jamur ini sering digunakan dalam pembuatan kertas. Pembuatan kertas tersebut menggunakan media jamur phanerochaete chrysosporium dalam pendegradasian lignin atau biodelignifikasi. Lignin merupakan struktur heterogen sehingga sulit dirombak dalam pembuatan kertas, dengan adanya enzim ligninase maka pembuatan kertas dapat dirombak oleh enzim lignin dari jamur tersebut. Lignin hasil rombakan inilah yang tidak menghasilkan pencemaran limbah. Ini merupakan penerapan biopulping yang sangat berguna sebagai ganti proses sulfat yang tidak ramah lingkungan. Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia,dan konsumsi jagung yang cukup tinggi menyebabkan limbah pertanian semakin besar misalnya klobot jagung, batang jagung, tongkol jagung yang biasanya tidak dipergunakan lagi dan tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah 1

Upload: disckid

Post on 11-Aug-2015

159 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

memproduksi enzim dengan jamur p chrysosporium

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Di era globalisasi ini permasalahan tentang pencemaran lingkungan semakin

pelik di samping berdirinya pabrik-pabrik industri di sekitar kita. Terobosan- terobosan

baru semakin ditingkatkan seperti halnya penguraian limbah yang saat ini

menggunakan mikroorganisme.

Salah satu jamur yang digunakan adalah jamur Phanerochaete Chrysosporium,

jamur ini dipercaya memiliki enzim yang dapat menguraikan limbah dari sisa industri.

Jamur ini sering digunakan dalam pembuatan kertas. Pembuatan kertas tersebut

menggunakan media jamur phanerochaete chrysosporium dalam pendegradasian lignin

atau biodelignifikasi. Lignin merupakan struktur heterogen sehingga sulit dirombak

dalam pembuatan kertas, dengan adanya enzim ligninase maka pembuatan kertas

dapat dirombak oleh enzim lignin dari jamur tersebut. Lignin hasil rombakan inilah yang

tidak menghasilkan pencemaran limbah. Ini merupakan penerapan biopulping yang

sangat berguna sebagai ganti proses sulfat yang tidak ramah lingkungan.

 Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di

seluruh dunia,dan konsumsi jagung yang cukup tinggi menyebabkan limbah pertanian

semakin besar misalnya klobot jagung, batang jagung, tongkol jagung yang biasanya

tidak dipergunakan lagi dan tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah tongkol jagung sekitar 

30%  dari total tanaman jagung dan dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi,

ataupun di daerah pedesaan tongkol jagung ini dapat dimanfaatkan sebagai obat diare

(Suprapto dan Rasyid, 2002).Tongkol jagung mengandung holoselulosa (selulosa dan

hemiselulosa) yang cukup tinggi sehingga bisa dimanfaatkan.Tongkol jagung juga

mengandung lignin,lignin yang terdapat pada tongkol jagung menyebabkan kandungan

selulosa dan hemiselulosa tidak dapat digunakan untuk itu kandungan lignin harus

dihilangkan terlebih dahulu. Saat ini, upaya penghilangan lignin biasanya dilakukan

dengan dua cara yaitu dengan cara kimia dalam penggunaan asam maupun basa

misalnya dengan penambahan NaOH atau dengan cara fisika  misalnya selama proses

1

Page 2: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

penghilangan lignin memerlukan tekanan atau dengan memperhatikan faktor suhu

selama proses penghilangan lignin.Pada penelitian ini,penghilangan kandungan lignin

yang akan dilakukan yaitu dengan menggunakan jamur pelapuk putih untuk

menghilangkan lignin karena jamur pelapuk putih diketahui memiliki enzim yang mampu

mendegredasi lignin yang terdapat pada tongkol jagung

Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen kayu

(lignoselulosa) yaitu jamur pelapuk coklat (brown rot), jamur pelapuk putih (white rot)

dan jamur pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk ini didasarkan pada

hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk coklat menghasilkan sisa hasil pelapukan

berwarna coklat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan sisa hasil pelapukan

yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.

Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan

sedikit kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dapat digunakan pada

proses delignifikasi yaitu penghilangan lignin pada tongkol jagung yang dapat

digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan bioetanol, pembuatan pulp dan lain-

lain.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan enzim

pendegradasi lignin yaitu peroksidase non-spesifik (uji kualitatif enzim ligninolitik) yang

ditandai dengan adanya warna merah coklat pada medium jamur Phanerochaete

crysosporium.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai cara uji

kualitatif enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur Phanerochaete crysosporium.

2

Page 3: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.                Tongkol jagung

       Limbah tongkol jagung sebanyak  30% dari berat total jagung (koswara,1991)

merupakan salah satu sumber lignoselulosa yang ketersediaannya cukup melimpah,

dimana produksi jagung di Sulawesi Selatan mencapai 1,28 juta ton/tahun (BPS,2011).

Pada proses pemanfaatan tongkol jagung sebagai bahan baku pembuatan bioetanol,

perlakuan awal diperlakukan karena bahan tersebut mengandung lignin yang bersifat

sebagai pelindung pada jaringan tanaman dan sulit terurai oleh mikroorganisme

didalam dalam tanah.

Tabel 1: Komposisi lignin selulosa dari beberapa limbah pertanian

Limbah

pertanian

Komposisi (%, Basis kering)

Selulosa hemiselulos

a

Lignin

Serat jagung

Tongkol jagung

Kelobot jagung

Jerami padi

Jerami gandum

Bagas tebu

Switchgrass

Rumput coastal

Bermuda

15

45

40

35

30

40

45

25

35

35

25

25

50

24

30

35

8

15

17

12

20

25

12

6

Sumber : (Saha,2003)

      Pemanfaatan jagung dan limbahnya sebagai sumber bio energi dengan teknologi

konversi energi yang ada saat ini, di antaranya adalah:

1.      sebagai bahan bakar tungku untuk proses pengeringan atau pemanasan,

2.      sebagai bahan bakar padat untuk proses pirolisis dan gasifikasi.

3.      sebagai bahan baku pembuatan ethanol dan

3

Page 4: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

4.       sebagai bahan baku potential pembuatan biodiesel.

      Meskipun pemanfaatan limbah jagung dan turunan produk berbahan baku jagung

sebagai sumber energi terbarukan cukup potensial untuk dikembangkan di

Indonesia,namun penggunaan secara optimal perlu dikaji agar diperoleh keuntungan

yang maksimal. Pemanfaatan limbah jagung masih menghadapi banyak kendala seperti

lokasi produksi jagung yang tersebar dan densitas kamba yang kecil sehingga biaya

transportasi untuk mengumpulkan bahan baku cukup tinggi. Dengan sistem kawasan

terintegrasi diharapkan dapat mengatasi kendala tersebut. Keberhasilan dalam

meningkatkan produktivitas tanaman jagung, diperlukan pula diversifikasi pemanfaatan

produknya agar nilai ekonominya meningkat.

B.                 Jamur pelapuk putih

      Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin

pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim ligninolitik

yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih yaitu lignin peroksidase, manganese

peroksidase dan lakase. Kemampuan mendegradasi lignin jamur pelapuk putih dapat

digunakan dalam proses pemutihan pulp kimia,pembuatan bahan baku bioetano,dan

lain sebagainya.Pemilihan spesies jamur dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yaitu

uji laju pertumbuhan, uji degradasi lignin dan uji kualitatif enzim ligninolitik. Pemilihan

spesies jamur dilakukan terhadap P. chrysosporium.

      Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan

sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dapat

digunakan pada proses delignifikasi yaitu pemutihan pulp.Pertumbuhan merupakan

salah satu karakteristik penting sel hidup. Pertumbuhan mikroorganisme dapat

didefinisikan sebagai peristiwa peningkatan volum suatu organisme yang disertai

peningkatan biomassa. Pada jamur pertumbuhan ditandai dengan pemanjangan hifa

dan pada jamur uniseluler, seperti ragi, ditandai dengan peningkatan volum sel individu

dan jumlah sel yang secara keseluruhan menghasilkan peningkatan biomassa.

      Jamur Phanerochaete chrysosporium merupakan jamur pelapuk putih yang ada

pada kayu. Jamur ini menghasilkan enzim ekstraseluler LiP, MnP, dan Lakase

(Bajpai,1999). Enzim yang dihasilkan ini berperan dalam pelapukan kayu, pendegradasi

sampah, serta lignin. P. chrysosporium mempunyai suhu pertumbuhan optimum 400 C,

4

Page 5: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

pH 4-7, dan  aerob. Dibandingkan dengan lainnya, jamur pelapuk putih merupakan jenis

yang paling aktif mendegradsi lignin dan menyebabkan warna kayu lebih muda. Jamur

pelapuk putih memerlukan sumber karbon sebagai energy tambahan atau nutrisinya

adar kandungan polisakarida dalam kayu tidak didegradasi.

Klasifikasi  jamur  P. chrysosporium sebagai berikut :

Divisi : Eumycota

SubDivisi : Basidiomycotania

Class : Hymonomycetes

Sub Class : Holobasidiomycetidae

Genus : Sporotrichum (Phanerochaete)

Spesies : Chrysosporium

      Dari ribuan jamur yang diketahui mempunyai kemampuan ligninolitik,Phanerochaete

chrysosporium merupakan jamur yang paling banyak dipelajari (Howard,dkk, 2003).

Keadaan ligninolitik adalah keadaan di mana jamur mengeluarkan enzim yang dapat

mendegradasi lignin. Pada jamur pelapuk putih, enzim yang dikeluarkan adalah enzim

peroksidase. Phanerochaete chrysosporium mengeluarkan enzim heme peroksidase,

yaitu lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP). Jamur ini telah

dipertimbangkan dalam produksi enzim untukdegradasi lignin dalam penerapan proses

biokonversi lignoselulosa. (Johjima, 1999).

C.                Kandungan tongkol  jagung

1.                  Lignin

      Lignin adalah polimer tri-dimensional phenylphropanoid yang dihubungkan dengan

beberapa ikatan berbeda antara karbon-ke-karbon dan beberapa ikatan lain antara unit

phenylprophane yang tidak mudah dihirolisis (33). Di alam lignin ditemukan sebagai

bagian integral dari dinding sel tanaman, terbenam di dalam polimer matrik dari

selulosa dan hemiselulosa. Lignin adalah polimer dari unit phenylpropene: unit guaiacyl

(G) dari prekusor trans-coniferyl-alcohol, syringyl (S) unit dari trans-sihapyl-alcohol, dan

p-hydroxyphenyl (H) unit dari prekursor trans-p-coumaryl alcohol. Komposisi lignin di

alam sangat bervariasi tergantung pada spesies tanaman. Pengelompokan seperti kayu

lunak, kayu keras, dan rumput-rumputan, lignin dapat dibagi menjadi dua kelompok

5

Page 6: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

utama, yaitu: guaiacyl lignin dan guaiacyl-syringyl lignin (Gibbs, 1958 in (34)). Guaiacyl

lignin adalah produk polimerisasi yang didominasi oleh coniferyl alcohol, sedangkan

guaiacyl-syringlyl lignin tersusun atas beberapa bagian dari inti aromatic guaiacyl dan

syringyl, bersama dengan sejumlah kecil unit p-hydroxyphenyl. Kayu lunak terutama

tersusun atas unit guaiacyl, sedangkan kayu keras juga tersusun atas unit syringyl.

Kayu lunak ditemukan lebih resisten untuk didelignifikasi dengan ekstraksi basa

daripada kayu keras (35). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa guaiacyl lignin

membatasi pemekaran (swelling) serat dan dengan demikian menghalangi serangan

enzim pada syringyl lignin. Struktur yang lebih resisten dari guaiacyl lignin juga telah

diobservasi di dalam study degradasi dari lignin sintetis oleh fungi perombak lignin

Phanerochaeta chrysosporium (Faix et al., 1985).

      Beberapa study lignin terbaru menemukan bahwa terdapat struktur lignin yang

bermacam-macam (36). Lignin seperti terdiri dari daerah amorphous dan bentuk-bentuk

tersturktur seperti partikel tabung dan globul. Ada indikasi pula bahwa struktur kimia

dan tri-dimensional lignin sangat dipengaruhi oleh matrik polisakarida. Simulasi dinamik

menunjukkan bahwa gugus hydroxyl dan methoxyl di dalam prekusor lignin dan

oligomer mungkin berinteraksi dengan mikrofibril selulosa sejalan dengan fakta bahwa

lignin memiliki karakteristik hidrofobik.

2.         Selulosa

      Selulosa merupakan komponen yang mendominasi karbohidrat yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan hampir mencapai 50%, karena selulosa merupakan unsur struktural

dan komponen utama bagian yang terpenting dari dinding sel tumbuh-tumbuhan.

Selulosa merupakan β-1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit

ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan

struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen

secara intra dan intermolekul

      Beberapa molekul selulosa akan membentuk mikrofibril dengan diameter 2-20 nm

dan panjang 100-40000 nm yang sebagian berupa daerah teratur (kristalin) dan

diselingi daerah amorf yang kurang teratur. Beberapa mikrofibril membentuk fibril yang

akhirnya menjadi serat selulosa. Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan tidak

6

Page 7: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

larut dalam kebanyakan pelarut. Hal ini berkaitan dengan struktur serat dan kuatnya

ikatan hidrogen.

      Fungsi dasar selulosa adalah untuk menjaga struktur dan kekakuan bagi tanaman.

Selulosa bertindak sebagai kerangka untuk memungkinkan tanaman untuk menahan

kekuatan mereka dalam berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda. Itulah sebabnya

dinding sel tanaman kaku dan tidak dapat berubah-berubah bentuk..

      Selulose ditemukan dalam tanaman yang dikenal sebagai microfibril dengan

diameter 2-20 nm dam panjang 100-40000 nm). Selulosa adalah unsur struktural dan

komponen utama dinding sel dari pohon dan tanaman tinggi lainnya. Senyawa ini juga

dijumpai dalam tumbuhan rendah seperti paku, lumut, ganggang, dan jamur. Selulosa

ditemukan di diinding sel, karena merupakan komponen utama dinding sel tanaman.

Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekulnya

tinggi, strukturnya teratur yang merupakan polimer yang linear terdiri dari unit ulangan

β-D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur

kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi

serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata,

polidispersitas dan konfigurasi rantainya

 Untuk struktur kimia selulosa terdiri dari unsur C, O, H yang membentuk rumus molekul

(C6H10O5)n ,dengan ikatan molekulnya ikatan hidrogen yang sangat erat.

      Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hidroksil. Gugus – OH ini dapat

berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, -N, dan –S, membentuk ikatan hidrogen.

Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH selulosa dengan air. Gugus-OH selulosa

menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa memiliki gugus-H

di kedua ujungnya. Ujung –C1 memiliki sifat pereduksi. Struktur rantai selulosa

distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai. Di dalam selulosa alami

dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama membentuk mikrofibril yang sangat

terkristal (highly crystalline) dimana setiap rantai selulosa diikat bersama-sama dengan

ikatan hydrogen.

Di dalam jaringan pembuluh tanaman selulosa disintesis oleh membran plasma dengan

kompleks terminal roset (RTCs). RTCs adalah struktur protein heksamerik, kira-kira 25

nm diameter, yang mengandung enzim sintesa selulosa yang mensintesis rantai

7

Page 8: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

selulosa individu.  Setiap RTC mengapung di membran plasma sel dan “berputar”

sebuah mikrofibril ke dalam dinding sel.RTCs mengandung setidaknya tiga sintesis

selulosa yang berbeda, dikodekan oleh gen Cesa, dalam stoikiometri yang tidak

diketahui. Salinan set gen Cesa terlibat dalam biosintesis sel primer dan sekunder

dinding. Selulosa membutuhkan inisiasi sintesis rantai dan perpanjangan dan dua

proses terpisah. Cesa inisiat glukosiltransferase memulai polimerisasi selulosa dengan

menggunakan primer steroid, sitosterol-beta-glukosida, dan UDP-glukosa. Sintesa

selulosa menggunakan prekursor UDP-D-glukosa untuk memanjangkan pertumbuhan

rantai selulosa . Selulase mungkin berfungsi untuk membelah primer dari rantai matang.

      Dalam pembentukannya, tanaman membuat selulosa dari glukosa, yang

merupakan bentuk yang paling sederhana dan paling umum karbohidrat yang

ditemukan dalam tanaman. Glukosa terbentuk melalui proses fotosintesis dan

digunakan untuk energi atau dapat disimpan sebagai pati yang akan digunakan

kemudian. Selulosa dibuat dengan menghubungkan unit sederhana banyak glukosa

bersama-sama untuk menciptakan efek simpang siur rantai panjang, membentuk

molekul panjang yang digunakan untuk membangun dinding sel tanaman.

      Walaupun selulosa sifatnya keras dan kaku, namun selulosa dapat dirombak

menjadi zat yang lebih sederhana melalui proses cellulolysis. Cellulolysis adalah proses

memecah selulosa menjadi polisakarida yang lebih kecil yang disebut dengan

cellodextrins atau sepenuhnya menjadi unit-unit glukosa, hal ini merupakan reaksi

hidrolisis. Karena molekul selulosa terikat kuat antar satu molekul dengan molekul

lainya ,cellulolysis relatif sulit bila dibandingkan dengan pemecahan polisakarida

lainnya. Proses cellulolisis terjadi pada sistem pencernaan sebagian hewan memamah

biak ruminansia untuk mencerna makanan mereka yang mengandung selulosa. Proses

cellulolisis dibantu oleh enzim selulasa.

3.         Hemiselulosa

       Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan selain

selulosa dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau disebut

heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai

penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan glucan. Hemiselulosa terikat dengan

8

Page 9: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

polisakarida, protein dan lignin dan lebih mudah larut dibandingkan dengan

selulosa.Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa yaitu merupakan polimer

dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik, akan tetapi hemiselulosa

berbeda dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula yang membentuknya, panjang

rantai molekul dan percabangannnya. Unit gula yang membentuk hemiselulosa dibagi

menjadi beberapa kelompok, seperti pentosa, heksosa, asam heksuronat dan

deoksiheksosa.Hemiselulosa merupakan suatu kesatuan yang membangun komposisi

serat dan mempunyai peranan yang penting karena bersifat hidrofilik sehingga

berfungsi sebagai perekat antar selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat.

Kehilangan hemiselulosa akan menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan

kurangnya ikatan antar serat.

      Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman dan

tergolong senyawa organik (Simanjuntak,1994). Casey (1960) menyatakan bahwa

hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, mudah mengembang karena

itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap bentuknya jalinan antara serat pada saat

pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah

dihidrolisis dengan asam.

      Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam

alkali tapi sukar larut dalam asam, sedang selulosa adalah sebaliknya. Hemiselulosa

juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa

akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa akan

menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya (Winarno,1984). 

      Menurut Hartoyo (1989 dalam Hidayati 2000), hemiselulosa tersusun dari gabungan

gula-gula sederhana dengan lima atau enam atom karbon. Degradasi hemiselulosa

dalam asam lebih tinggi dibandingkan dengan delignifikasi, dan hidrolisis dalam

suasana basa tidak semudah dalam suasana asam (Achmadi,1980). Mac Donal dan

Franklin (1969) menyatakan bahwa adanya hemiselulosa mengurangi waktu dan

tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat

Selama proses mekanis dalam air.          

      Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel dan berlaku sebagai

perekat antar sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan tanaman lainnya.

9

Page 10: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

Hemiselulosa memiliki sifat non-kristalin dan bukan serat, mudah mengembang, larut

dalam air, sangat hidrofolik, serta mudah larut dalam alkali. Kandungan hemiselulosa

yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antar serat, karena hemiselulosa

bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal. Pada saat proses pemasakan

berlangsung, hemiselulosa akan melunak, dan pada saat hemiselulosa melunak, serat

yang sudah terpisah akan lebih mudah menjadi berserabut (Indrainy, 2005).

10

Page 11: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin,10 Desember 2012 di

Laboratorium bioproses Gedung AQ Lt III Politeknik Negeri Malang.

Praktikum ini di bawah bimbingan Ibu Diah Meilany dan Ibu Sri Rulianah

B. Alat dan bahan

1.      Alat yang digunakan :

         Labu ukur 50 ml

         Autoklaf

         Oven

         Inkubator shaker

         Alat sentrifuge

         Tabung sentrifuge

         Erlenmeyer

         Corong kaca

         Gelas ukur

         Pipet ukur 10 ml

         Pengaduk kaca

         Gelas arloji

         Neraca analitik

         Spatula

        Pipet tetes

         Tabung reaksi

         Cawan petridiks

2.      Bahan yang digunakan :

        Tongkol jagung 5 gram

         Glukosa 0,015 g

         PDA 5,8567 g

         Aquades

         Suspensi jamur Phanerochaete

Chrysosporium

3. Bahan pembuatan media NLM 150 ml :

• Pupuk NPK 0,9 gram

• MgSO4.7H2O 0,075 gram

• CaCl2 0,015 gram

• Vitamin B1 (Thiamin) 0,00015 gram

• Glukosa 1,5 gram

• Biakan P.Chrysosporium dalam

media cair 25 ml.

11

Page 12: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

C. Prosedur Kerja

1. Potong kecil-kecil tongkol jagung dengan ukuran 1-2 cm

2. Oven hingga kadar air kurang dari 10 %

3. Timbang sampel tongkol jagung sebanyank 5 gram,

4. Tambahkan glukosa 0,015 gram ke dalam erlenmeyer,

5. Masukkan media cair NLM yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 75 ml

6. Sterilisasi ke dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit

7. Setelah sterilisasi, didinginkan sampai mencapai suhu kamar

8. Masukkan biakan jamur Phanaerochaete Crhysosporium sebanyak 5 ml ke

dalam Erlenmeyer.

9. Tutup dengan sumbat kapas

10.Diinkubasi dengan suhu 37° C sesuai dengan perlakuan waktu selama 160 jam

11.sentrifuge dengan cara, pertama timbang dalam keadaan kosong tabung

sentrifuge (berat tabung 12.407 gram)

12. tambahkan bahan yang sudah diinkubasi selama 160 jam tadi menggunakan

pipet tetes sampai beratnya menunjukkan 22.439 gram. Lalu sentrifuge selama

15 menit dengan kecepatan 2500 rpm.

13.Setelah di sentrifuge, buat media PDA yang akan digunakan untuk uji

kualitatifnya. Cara membuat PDA: campurkan dalam erlenmeyer 250 ml

KH2PO4, MgSO4.7H2O, CaCl2.H2O, FeCl3. 6H2O, ZnSO4.7H2O,

CuSO4.5H2O, MnSO4.H2O , encerkan dengan aquadest sampai volume

mencapai 150 ml.

14.Tuang media agar tersebut dalam cawan petri sampai 1/3 dari cawan petri

tersebut.

15. Bungkus menggunakan kertas dengan tanpa membalik cawan petri, kemudian

sterilkan dalam autoclaf dengan suhu 121 0C selama 15 menit.

16.Keluarkan media dari autoclaf dan biarkan sampai dingin, tambahkan hasil

sentrifuge lalu homogenkan.

17. Inkubasi dengan suhu 280C. Keberadaan peroksidase non-spesifik ditandai

dengan munculnya warna merah-coklat pada medium.

12

Page 13: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

D. Diagram Kerja

- Potong kecil kecil- Oven hingga kadar air <10%- Timbang 5 gram- Masukkan Erlenmeyer-

- sterilisasi

- dinginkan

- tutup dgn sumbat kapas

- tambahkan

13

Ekstrak enzim Lignin Peroksidase

Inkubasi 160 jam

Sentrifuge 2500 rpm, 15’

Tongkol Jagung

Masukkan 5 ml biakan jamur Ph.Chaete.Chrysosporium

Autoklaf 121°C 15’

Tambah media NLM 75

Otoklaf 121°C, 15’

cawan petri+PDA steril

Tuang di cawan petri

Hasil Pengamatan

Inkubasi 1 minggu

Tambah Glukosa 0,015 g

PDA

Page 14: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamur Phanerochaete Chrysosporium menghasilkan enzim lignin peroksidase

(LiP) dan enzim Mangaan Peroksidase (MnP) yang aktif mendegradasi lignin.

Biodegradasi terjadi jika jamur pelapuk putih (Phanerochaete Chrysosporium)

menghasilkan enzim degradasi lignin ekstraseluler yaitu kedua enzim di atas, keadaan

ini dinamakan ligninolitik. Enzim tersebut mengkatalisis oksidasi senyawa aromatic.

Selain mendegradasi lignin, jamur tersebut juga memiliki enzim hidrolitik yang dapat

mendegradasi selulosa dan hemiselulosa.

Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih (Phanerochaete chrysosporium)

menggunakan katalis utama yakni enzim LiP yang mampu memecah senyawa

nonfenolik yang merupakan senyawa penyusun terbesar lignin. Sedangkan enzim MnP

mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang berperan dalam pemutusan unit fenolik lignin.

Kedua enzim peroksidase tersebut akan dioksidasi H2O2 untuk membentuk zat antara.

Kemudian zat tersebut direduksi oleh satu electron membentuk zat kedua yang bersifat

radikal. Selanjutnya zat kedua mengoksidasi substrat kedua dengan satu electron

sampai siklus lengkap.

Tabel enzim ligninolitik tang dihasilkan jamur pelapuk putih

Enzim Tipe Enzim Peran dalam Degradasi Kerja Bersama

dengan

LiP Peroksidase Degradasi unit non-

fenolik

H2O2

MnP Peroksidase Degradasi unit non-

fenolik dan fenolik

dengan lipid

H2O2, lipid

Laccase Fenol

Oksidase

Oksidase unit fenolik

dan non-fenolik dengan

mediator

O2, mediator :

hidroxylbenzotriazole

Lain-lain Oksidase Produksi H2O2 Peroksidase

14

Page 15: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

penghasil

H2O2

Dalam percobaan kami kali ini kami mencoba untuk melakukan uji kualitatif

enzim-enzim yang dihasilkan oleh Jamur Phanerochaete chrysosporium yang

sebelumnya sudah kami inokulasikan pada media yang kami buat dari serbuk tongkol

jagung. Dan hasil pengamatannya adalah sebagai berikut :

Dalam pengamatan kami, tidak terjadi perubahan warna pada media PDA yang

kami gunakan. Hal ini bertolak belakang dengan literature. Di mana telah dijelaskan

dalam literature bahwa setelah media PDA ditetesi oleh enzim hasil inkubasi jamur

Phanerochaete chrysosporium, lalu diinkubasi selama 160 jam maka akan terjadi

perubahan warna menjadi kemerahan. Jadi bisa dikatakan percobaan yang kami

15

Page 16: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

lakukan kali ini masih belum berhasil karena tidak sesuai dengan literature. Hal ini

mungkin disebabkan karena waktu inkubasi yang masih kurang.

BAB V

16

Page 17: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data dan hasil percobaan kami dapat mengambil

kesimpulan bahwa :

1. Jamur Phanerochaete chrysosporium menghasilkan enzim LiP dan

MnP yang dapat mendegradasi lignin.

2. Untuk uji kualitatif enzim yang dihasilkan jamur Phanerochaete

chrysosporium, kelompok kami masih belum berhasil karena tidak

terjadi perubahan warna pada media PDA, sesuai yang ada pada

literature.

3. Kegagalan uji kualitatif enzim yang kami lakukan mungkin

disebabkan karena kurangnya waktu inkubasi.

B. Saran

1. Dalam pembuatan media inokulum menggunakan tongkol jagung,

usahakan agar tongkol jagung kering dan berupa serpihan-serpihan

halus agar jamur Phanerochaete Chrysosporium dapat tumbuh dengan baik

dan menghasilkan enzim yang diinginkan secara optimal.

2. Dalam pemindahan jamur ke dalam media inokulum harus dilakukan secara

aseptis.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Proposal Study Lapang (delignifikasi)

Suprapto dan raysid ,2002, biomassa tongkol jagung dan pemanfaatannya, Universitas

Sumatra Utara

Saha,B.C.,2003 hemiselulluse Bioconversi,J.Ind.microbiology.biotecnol..30. 279- 291

Bajpai,1999 S.M. and Anantharaman, N., 2006, Activity Enhanchement of Ligninolytic

Enzymes of Trametes versicolor with Bagasse Powder, African Journal of Biotech., 5,

189 – 194

Howard, R.T., Abotsi, E., Jansen van Rensburg, E.L., anf Howard, S.,

2003,Lignocellulose Biotechnology : Issue of Bioconversion and Enzyme Production,

African Journal of Biotech., 2, 602 -619

Johjima, T., Itoh, N., Kabuto, M., Tokimura, F., Nakagawa, T., Wariishi, H., and Tanaka,

H., 1999, Diretct Interaction of Lignin and Lignin Peroxidase from Phanerochaete

chrysosporium, Proc. Natl. Acad. Sci.USA, 96, 1989-1994

Gunawan, A.W. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Brock, T.D. & Michael, T.M. 1991. Biology of microorganisms. New York: Prentice Hall.

Herliya,2003  Pengaruh konsentrasi urea dan TSP di dalam air rendaman baglog alang-

alang terhadap pertumbuhan dan produksi jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI.Pekanbaru, September 2000.

Parlindungan, A.K. 2001. Karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur Kuping Merah

(Auricularia yudae) pada baglog alang-alang. Jurnal Natur Indonesia 3: 113-120.

Mahyati,2011,biokonveri lignin selulosa dari tongkol jagun (zay mays).L) menjadi

bioetanol sebagai bahan bakar alternative terbarukan.program pascasarjana,

FMIPA,UNHAS.makassar      

Isroi, 2008,” Karakteristik lignoselulosa sebagai bahan baku etanol “, (online),

(http://isro.wordpress.com diakses 5 agustus 2001).

Indryani, 20011, “Teknologi Proses Bio- Ethanol”, (online), (

http://indryani.wordpress.com

Diakses 27 september 2011).

18