proposal study lapang (delignifikasi)
DESCRIPTION
memproduksi enzim dengan jamur p chrysosporiumTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di era globalisasi ini permasalahan tentang pencemaran lingkungan semakin
pelik di samping berdirinya pabrik-pabrik industri di sekitar kita. Terobosan- terobosan
baru semakin ditingkatkan seperti halnya penguraian limbah yang saat ini
menggunakan mikroorganisme.
Salah satu jamur yang digunakan adalah jamur Phanerochaete Chrysosporium,
jamur ini dipercaya memiliki enzim yang dapat menguraikan limbah dari sisa industri.
Jamur ini sering digunakan dalam pembuatan kertas. Pembuatan kertas tersebut
menggunakan media jamur phanerochaete chrysosporium dalam pendegradasian lignin
atau biodelignifikasi. Lignin merupakan struktur heterogen sehingga sulit dirombak
dalam pembuatan kertas, dengan adanya enzim ligninase maka pembuatan kertas
dapat dirombak oleh enzim lignin dari jamur tersebut. Lignin hasil rombakan inilah yang
tidak menghasilkan pencemaran limbah. Ini merupakan penerapan biopulping yang
sangat berguna sebagai ganti proses sulfat yang tidak ramah lingkungan.
Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di
seluruh dunia,dan konsumsi jagung yang cukup tinggi menyebabkan limbah pertanian
semakin besar misalnya klobot jagung, batang jagung, tongkol jagung yang biasanya
tidak dipergunakan lagi dan tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah tongkol jagung sekitar
30% dari total tanaman jagung dan dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi,
ataupun di daerah pedesaan tongkol jagung ini dapat dimanfaatkan sebagai obat diare
(Suprapto dan Rasyid, 2002).Tongkol jagung mengandung holoselulosa (selulosa dan
hemiselulosa) yang cukup tinggi sehingga bisa dimanfaatkan.Tongkol jagung juga
mengandung lignin,lignin yang terdapat pada tongkol jagung menyebabkan kandungan
selulosa dan hemiselulosa tidak dapat digunakan untuk itu kandungan lignin harus
dihilangkan terlebih dahulu. Saat ini, upaya penghilangan lignin biasanya dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan cara kimia dalam penggunaan asam maupun basa
misalnya dengan penambahan NaOH atau dengan cara fisika misalnya selama proses
1
penghilangan lignin memerlukan tekanan atau dengan memperhatikan faktor suhu
selama proses penghilangan lignin.Pada penelitian ini,penghilangan kandungan lignin
yang akan dilakukan yaitu dengan menggunakan jamur pelapuk putih untuk
menghilangkan lignin karena jamur pelapuk putih diketahui memiliki enzim yang mampu
mendegredasi lignin yang terdapat pada tongkol jagung
Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen kayu
(lignoselulosa) yaitu jamur pelapuk coklat (brown rot), jamur pelapuk putih (white rot)
dan jamur pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk ini didasarkan pada
hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk coklat menghasilkan sisa hasil pelapukan
berwarna coklat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan sisa hasil pelapukan
yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.
Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan
sedikit kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dapat digunakan pada
proses delignifikasi yaitu penghilangan lignin pada tongkol jagung yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan bioetanol, pembuatan pulp dan lain-
lain.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan enzim
pendegradasi lignin yaitu peroksidase non-spesifik (uji kualitatif enzim ligninolitik) yang
ditandai dengan adanya warna merah coklat pada medium jamur Phanerochaete
crysosporium.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai cara uji
kualitatif enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur Phanerochaete crysosporium.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tongkol jagung
Limbah tongkol jagung sebanyak 30% dari berat total jagung (koswara,1991)
merupakan salah satu sumber lignoselulosa yang ketersediaannya cukup melimpah,
dimana produksi jagung di Sulawesi Selatan mencapai 1,28 juta ton/tahun (BPS,2011).
Pada proses pemanfaatan tongkol jagung sebagai bahan baku pembuatan bioetanol,
perlakuan awal diperlakukan karena bahan tersebut mengandung lignin yang bersifat
sebagai pelindung pada jaringan tanaman dan sulit terurai oleh mikroorganisme
didalam dalam tanah.
Tabel 1: Komposisi lignin selulosa dari beberapa limbah pertanian
Limbah
pertanian
Komposisi (%, Basis kering)
Selulosa hemiselulos
a
Lignin
Serat jagung
Tongkol jagung
Kelobot jagung
Jerami padi
Jerami gandum
Bagas tebu
Switchgrass
Rumput coastal
Bermuda
15
45
40
35
30
40
45
25
35
35
25
25
50
24
30
35
8
15
17
12
20
25
12
6
Sumber : (Saha,2003)
Pemanfaatan jagung dan limbahnya sebagai sumber bio energi dengan teknologi
konversi energi yang ada saat ini, di antaranya adalah:
1. sebagai bahan bakar tungku untuk proses pengeringan atau pemanasan,
2. sebagai bahan bakar padat untuk proses pirolisis dan gasifikasi.
3. sebagai bahan baku pembuatan ethanol dan
3
4. sebagai bahan baku potential pembuatan biodiesel.
Meskipun pemanfaatan limbah jagung dan turunan produk berbahan baku jagung
sebagai sumber energi terbarukan cukup potensial untuk dikembangkan di
Indonesia,namun penggunaan secara optimal perlu dikaji agar diperoleh keuntungan
yang maksimal. Pemanfaatan limbah jagung masih menghadapi banyak kendala seperti
lokasi produksi jagung yang tersebar dan densitas kamba yang kecil sehingga biaya
transportasi untuk mengumpulkan bahan baku cukup tinggi. Dengan sistem kawasan
terintegrasi diharapkan dapat mengatasi kendala tersebut. Keberhasilan dalam
meningkatkan produktivitas tanaman jagung, diperlukan pula diversifikasi pemanfaatan
produknya agar nilai ekonominya meningkat.
B. Jamur pelapuk putih
Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin
pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim ligninolitik
yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih yaitu lignin peroksidase, manganese
peroksidase dan lakase. Kemampuan mendegradasi lignin jamur pelapuk putih dapat
digunakan dalam proses pemutihan pulp kimia,pembuatan bahan baku bioetano,dan
lain sebagainya.Pemilihan spesies jamur dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yaitu
uji laju pertumbuhan, uji degradasi lignin dan uji kualitatif enzim ligninolitik. Pemilihan
spesies jamur dilakukan terhadap P. chrysosporium.
Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan
sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dapat
digunakan pada proses delignifikasi yaitu pemutihan pulp.Pertumbuhan merupakan
salah satu karakteristik penting sel hidup. Pertumbuhan mikroorganisme dapat
didefinisikan sebagai peristiwa peningkatan volum suatu organisme yang disertai
peningkatan biomassa. Pada jamur pertumbuhan ditandai dengan pemanjangan hifa
dan pada jamur uniseluler, seperti ragi, ditandai dengan peningkatan volum sel individu
dan jumlah sel yang secara keseluruhan menghasilkan peningkatan biomassa.
Jamur Phanerochaete chrysosporium merupakan jamur pelapuk putih yang ada
pada kayu. Jamur ini menghasilkan enzim ekstraseluler LiP, MnP, dan Lakase
(Bajpai,1999). Enzim yang dihasilkan ini berperan dalam pelapukan kayu, pendegradasi
sampah, serta lignin. P. chrysosporium mempunyai suhu pertumbuhan optimum 400 C,
4
pH 4-7, dan aerob. Dibandingkan dengan lainnya, jamur pelapuk putih merupakan jenis
yang paling aktif mendegradsi lignin dan menyebabkan warna kayu lebih muda. Jamur
pelapuk putih memerlukan sumber karbon sebagai energy tambahan atau nutrisinya
adar kandungan polisakarida dalam kayu tidak didegradasi.
Klasifikasi jamur P. chrysosporium sebagai berikut :
Divisi : Eumycota
SubDivisi : Basidiomycotania
Class : Hymonomycetes
Sub Class : Holobasidiomycetidae
Genus : Sporotrichum (Phanerochaete)
Spesies : Chrysosporium
Dari ribuan jamur yang diketahui mempunyai kemampuan ligninolitik,Phanerochaete
chrysosporium merupakan jamur yang paling banyak dipelajari (Howard,dkk, 2003).
Keadaan ligninolitik adalah keadaan di mana jamur mengeluarkan enzim yang dapat
mendegradasi lignin. Pada jamur pelapuk putih, enzim yang dikeluarkan adalah enzim
peroksidase. Phanerochaete chrysosporium mengeluarkan enzim heme peroksidase,
yaitu lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP). Jamur ini telah
dipertimbangkan dalam produksi enzim untukdegradasi lignin dalam penerapan proses
biokonversi lignoselulosa. (Johjima, 1999).
C. Kandungan tongkol jagung
1. Lignin
Lignin adalah polimer tri-dimensional phenylphropanoid yang dihubungkan dengan
beberapa ikatan berbeda antara karbon-ke-karbon dan beberapa ikatan lain antara unit
phenylprophane yang tidak mudah dihirolisis (33). Di alam lignin ditemukan sebagai
bagian integral dari dinding sel tanaman, terbenam di dalam polimer matrik dari
selulosa dan hemiselulosa. Lignin adalah polimer dari unit phenylpropene: unit guaiacyl
(G) dari prekusor trans-coniferyl-alcohol, syringyl (S) unit dari trans-sihapyl-alcohol, dan
p-hydroxyphenyl (H) unit dari prekursor trans-p-coumaryl alcohol. Komposisi lignin di
alam sangat bervariasi tergantung pada spesies tanaman. Pengelompokan seperti kayu
lunak, kayu keras, dan rumput-rumputan, lignin dapat dibagi menjadi dua kelompok
5
utama, yaitu: guaiacyl lignin dan guaiacyl-syringyl lignin (Gibbs, 1958 in (34)). Guaiacyl
lignin adalah produk polimerisasi yang didominasi oleh coniferyl alcohol, sedangkan
guaiacyl-syringlyl lignin tersusun atas beberapa bagian dari inti aromatic guaiacyl dan
syringyl, bersama dengan sejumlah kecil unit p-hydroxyphenyl. Kayu lunak terutama
tersusun atas unit guaiacyl, sedangkan kayu keras juga tersusun atas unit syringyl.
Kayu lunak ditemukan lebih resisten untuk didelignifikasi dengan ekstraksi basa
daripada kayu keras (35). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa guaiacyl lignin
membatasi pemekaran (swelling) serat dan dengan demikian menghalangi serangan
enzim pada syringyl lignin. Struktur yang lebih resisten dari guaiacyl lignin juga telah
diobservasi di dalam study degradasi dari lignin sintetis oleh fungi perombak lignin
Phanerochaeta chrysosporium (Faix et al., 1985).
Beberapa study lignin terbaru menemukan bahwa terdapat struktur lignin yang
bermacam-macam (36). Lignin seperti terdiri dari daerah amorphous dan bentuk-bentuk
tersturktur seperti partikel tabung dan globul. Ada indikasi pula bahwa struktur kimia
dan tri-dimensional lignin sangat dipengaruhi oleh matrik polisakarida. Simulasi dinamik
menunjukkan bahwa gugus hydroxyl dan methoxyl di dalam prekusor lignin dan
oligomer mungkin berinteraksi dengan mikrofibril selulosa sejalan dengan fakta bahwa
lignin memiliki karakteristik hidrofobik.
2. Selulosa
Selulosa merupakan komponen yang mendominasi karbohidrat yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan hampir mencapai 50%, karena selulosa merupakan unsur struktural
dan komponen utama bagian yang terpenting dari dinding sel tumbuh-tumbuhan.
Selulosa merupakan β-1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit
ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan
struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen
secara intra dan intermolekul
Beberapa molekul selulosa akan membentuk mikrofibril dengan diameter 2-20 nm
dan panjang 100-40000 nm yang sebagian berupa daerah teratur (kristalin) dan
diselingi daerah amorf yang kurang teratur. Beberapa mikrofibril membentuk fibril yang
akhirnya menjadi serat selulosa. Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan tidak
6
larut dalam kebanyakan pelarut. Hal ini berkaitan dengan struktur serat dan kuatnya
ikatan hidrogen.
Fungsi dasar selulosa adalah untuk menjaga struktur dan kekakuan bagi tanaman.
Selulosa bertindak sebagai kerangka untuk memungkinkan tanaman untuk menahan
kekuatan mereka dalam berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda. Itulah sebabnya
dinding sel tanaman kaku dan tidak dapat berubah-berubah bentuk..
Selulose ditemukan dalam tanaman yang dikenal sebagai microfibril dengan
diameter 2-20 nm dam panjang 100-40000 nm). Selulosa adalah unsur struktural dan
komponen utama dinding sel dari pohon dan tanaman tinggi lainnya. Senyawa ini juga
dijumpai dalam tumbuhan rendah seperti paku, lumut, ganggang, dan jamur. Selulosa
ditemukan di diinding sel, karena merupakan komponen utama dinding sel tanaman.
Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekulnya
tinggi, strukturnya teratur yang merupakan polimer yang linear terdiri dari unit ulangan
β-D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur
kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi
serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata,
polidispersitas dan konfigurasi rantainya
Untuk struktur kimia selulosa terdiri dari unsur C, O, H yang membentuk rumus molekul
(C6H10O5)n ,dengan ikatan molekulnya ikatan hidrogen yang sangat erat.
Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hidroksil. Gugus – OH ini dapat
berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, -N, dan –S, membentuk ikatan hidrogen.
Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH selulosa dengan air. Gugus-OH selulosa
menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa memiliki gugus-H
di kedua ujungnya. Ujung –C1 memiliki sifat pereduksi. Struktur rantai selulosa
distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai. Di dalam selulosa alami
dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama membentuk mikrofibril yang sangat
terkristal (highly crystalline) dimana setiap rantai selulosa diikat bersama-sama dengan
ikatan hydrogen.
Di dalam jaringan pembuluh tanaman selulosa disintesis oleh membran plasma dengan
kompleks terminal roset (RTCs). RTCs adalah struktur protein heksamerik, kira-kira 25
nm diameter, yang mengandung enzim sintesa selulosa yang mensintesis rantai
7
selulosa individu. Setiap RTC mengapung di membran plasma sel dan “berputar”
sebuah mikrofibril ke dalam dinding sel.RTCs mengandung setidaknya tiga sintesis
selulosa yang berbeda, dikodekan oleh gen Cesa, dalam stoikiometri yang tidak
diketahui. Salinan set gen Cesa terlibat dalam biosintesis sel primer dan sekunder
dinding. Selulosa membutuhkan inisiasi sintesis rantai dan perpanjangan dan dua
proses terpisah. Cesa inisiat glukosiltransferase memulai polimerisasi selulosa dengan
menggunakan primer steroid, sitosterol-beta-glukosida, dan UDP-glukosa. Sintesa
selulosa menggunakan prekursor UDP-D-glukosa untuk memanjangkan pertumbuhan
rantai selulosa . Selulase mungkin berfungsi untuk membelah primer dari rantai matang.
Dalam pembentukannya, tanaman membuat selulosa dari glukosa, yang
merupakan bentuk yang paling sederhana dan paling umum karbohidrat yang
ditemukan dalam tanaman. Glukosa terbentuk melalui proses fotosintesis dan
digunakan untuk energi atau dapat disimpan sebagai pati yang akan digunakan
kemudian. Selulosa dibuat dengan menghubungkan unit sederhana banyak glukosa
bersama-sama untuk menciptakan efek simpang siur rantai panjang, membentuk
molekul panjang yang digunakan untuk membangun dinding sel tanaman.
Walaupun selulosa sifatnya keras dan kaku, namun selulosa dapat dirombak
menjadi zat yang lebih sederhana melalui proses cellulolysis. Cellulolysis adalah proses
memecah selulosa menjadi polisakarida yang lebih kecil yang disebut dengan
cellodextrins atau sepenuhnya menjadi unit-unit glukosa, hal ini merupakan reaksi
hidrolisis. Karena molekul selulosa terikat kuat antar satu molekul dengan molekul
lainya ,cellulolysis relatif sulit bila dibandingkan dengan pemecahan polisakarida
lainnya. Proses cellulolisis terjadi pada sistem pencernaan sebagian hewan memamah
biak ruminansia untuk mencerna makanan mereka yang mengandung selulosa. Proses
cellulolisis dibantu oleh enzim selulasa.
3. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan selain
selulosa dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau disebut
heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai
penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan glucan. Hemiselulosa terikat dengan
8
polisakarida, protein dan lignin dan lebih mudah larut dibandingkan dengan
selulosa.Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa yaitu merupakan polimer
dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik, akan tetapi hemiselulosa
berbeda dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula yang membentuknya, panjang
rantai molekul dan percabangannnya. Unit gula yang membentuk hemiselulosa dibagi
menjadi beberapa kelompok, seperti pentosa, heksosa, asam heksuronat dan
deoksiheksosa.Hemiselulosa merupakan suatu kesatuan yang membangun komposisi
serat dan mempunyai peranan yang penting karena bersifat hidrofilik sehingga
berfungsi sebagai perekat antar selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat.
Kehilangan hemiselulosa akan menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan
kurangnya ikatan antar serat.
Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman dan
tergolong senyawa organik (Simanjuntak,1994). Casey (1960) menyatakan bahwa
hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, mudah mengembang karena
itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap bentuknya jalinan antara serat pada saat
pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah
dihidrolisis dengan asam.
Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam
alkali tapi sukar larut dalam asam, sedang selulosa adalah sebaliknya. Hemiselulosa
juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa
akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa akan
menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya (Winarno,1984).
Menurut Hartoyo (1989 dalam Hidayati 2000), hemiselulosa tersusun dari gabungan
gula-gula sederhana dengan lima atau enam atom karbon. Degradasi hemiselulosa
dalam asam lebih tinggi dibandingkan dengan delignifikasi, dan hidrolisis dalam
suasana basa tidak semudah dalam suasana asam (Achmadi,1980). Mac Donal dan
Franklin (1969) menyatakan bahwa adanya hemiselulosa mengurangi waktu dan
tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat
Selama proses mekanis dalam air.
Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel dan berlaku sebagai
perekat antar sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan tanaman lainnya.
9
Hemiselulosa memiliki sifat non-kristalin dan bukan serat, mudah mengembang, larut
dalam air, sangat hidrofolik, serta mudah larut dalam alkali. Kandungan hemiselulosa
yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antar serat, karena hemiselulosa
bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal. Pada saat proses pemasakan
berlangsung, hemiselulosa akan melunak, dan pada saat hemiselulosa melunak, serat
yang sudah terpisah akan lebih mudah menjadi berserabut (Indrainy, 2005).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin,10 Desember 2012 di
Laboratorium bioproses Gedung AQ Lt III Politeknik Negeri Malang.
Praktikum ini di bawah bimbingan Ibu Diah Meilany dan Ibu Sri Rulianah
B. Alat dan bahan
1. Alat yang digunakan :
Labu ukur 50 ml
Autoklaf
Oven
Inkubator shaker
Alat sentrifuge
Tabung sentrifuge
Erlenmeyer
Corong kaca
Gelas ukur
Pipet ukur 10 ml
Pengaduk kaca
Gelas arloji
Neraca analitik
Spatula
Pipet tetes
Tabung reaksi
Cawan petridiks
2. Bahan yang digunakan :
Tongkol jagung 5 gram
Glukosa 0,015 g
PDA 5,8567 g
Aquades
Suspensi jamur Phanerochaete
Chrysosporium
3. Bahan pembuatan media NLM 150 ml :
• Pupuk NPK 0,9 gram
• MgSO4.7H2O 0,075 gram
• CaCl2 0,015 gram
• Vitamin B1 (Thiamin) 0,00015 gram
• Glukosa 1,5 gram
• Biakan P.Chrysosporium dalam
media cair 25 ml.
11
C. Prosedur Kerja
1. Potong kecil-kecil tongkol jagung dengan ukuran 1-2 cm
2. Oven hingga kadar air kurang dari 10 %
3. Timbang sampel tongkol jagung sebanyank 5 gram,
4. Tambahkan glukosa 0,015 gram ke dalam erlenmeyer,
5. Masukkan media cair NLM yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 75 ml
6. Sterilisasi ke dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit
7. Setelah sterilisasi, didinginkan sampai mencapai suhu kamar
8. Masukkan biakan jamur Phanaerochaete Crhysosporium sebanyak 5 ml ke
dalam Erlenmeyer.
9. Tutup dengan sumbat kapas
10.Diinkubasi dengan suhu 37° C sesuai dengan perlakuan waktu selama 160 jam
11.sentrifuge dengan cara, pertama timbang dalam keadaan kosong tabung
sentrifuge (berat tabung 12.407 gram)
12. tambahkan bahan yang sudah diinkubasi selama 160 jam tadi menggunakan
pipet tetes sampai beratnya menunjukkan 22.439 gram. Lalu sentrifuge selama
15 menit dengan kecepatan 2500 rpm.
13.Setelah di sentrifuge, buat media PDA yang akan digunakan untuk uji
kualitatifnya. Cara membuat PDA: campurkan dalam erlenmeyer 250 ml
KH2PO4, MgSO4.7H2O, CaCl2.H2O, FeCl3. 6H2O, ZnSO4.7H2O,
CuSO4.5H2O, MnSO4.H2O , encerkan dengan aquadest sampai volume
mencapai 150 ml.
14.Tuang media agar tersebut dalam cawan petri sampai 1/3 dari cawan petri
tersebut.
15. Bungkus menggunakan kertas dengan tanpa membalik cawan petri, kemudian
sterilkan dalam autoclaf dengan suhu 121 0C selama 15 menit.
16.Keluarkan media dari autoclaf dan biarkan sampai dingin, tambahkan hasil
sentrifuge lalu homogenkan.
17. Inkubasi dengan suhu 280C. Keberadaan peroksidase non-spesifik ditandai
dengan munculnya warna merah-coklat pada medium.
12
D. Diagram Kerja
- Potong kecil kecil- Oven hingga kadar air <10%- Timbang 5 gram- Masukkan Erlenmeyer-
- sterilisasi
- dinginkan
- tutup dgn sumbat kapas
- tambahkan
13
Ekstrak enzim Lignin Peroksidase
Inkubasi 160 jam
Sentrifuge 2500 rpm, 15’
Tongkol Jagung
Masukkan 5 ml biakan jamur Ph.Chaete.Chrysosporium
Autoklaf 121°C 15’
Tambah media NLM 75
Otoklaf 121°C, 15’
cawan petri+PDA steril
Tuang di cawan petri
Hasil Pengamatan
Inkubasi 1 minggu
Tambah Glukosa 0,015 g
PDA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jamur Phanerochaete Chrysosporium menghasilkan enzim lignin peroksidase
(LiP) dan enzim Mangaan Peroksidase (MnP) yang aktif mendegradasi lignin.
Biodegradasi terjadi jika jamur pelapuk putih (Phanerochaete Chrysosporium)
menghasilkan enzim degradasi lignin ekstraseluler yaitu kedua enzim di atas, keadaan
ini dinamakan ligninolitik. Enzim tersebut mengkatalisis oksidasi senyawa aromatic.
Selain mendegradasi lignin, jamur tersebut juga memiliki enzim hidrolitik yang dapat
mendegradasi selulosa dan hemiselulosa.
Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih (Phanerochaete chrysosporium)
menggunakan katalis utama yakni enzim LiP yang mampu memecah senyawa
nonfenolik yang merupakan senyawa penyusun terbesar lignin. Sedangkan enzim MnP
mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang berperan dalam pemutusan unit fenolik lignin.
Kedua enzim peroksidase tersebut akan dioksidasi H2O2 untuk membentuk zat antara.
Kemudian zat tersebut direduksi oleh satu electron membentuk zat kedua yang bersifat
radikal. Selanjutnya zat kedua mengoksidasi substrat kedua dengan satu electron
sampai siklus lengkap.
Tabel enzim ligninolitik tang dihasilkan jamur pelapuk putih
Enzim Tipe Enzim Peran dalam Degradasi Kerja Bersama
dengan
LiP Peroksidase Degradasi unit non-
fenolik
H2O2
MnP Peroksidase Degradasi unit non-
fenolik dan fenolik
dengan lipid
H2O2, lipid
Laccase Fenol
Oksidase
Oksidase unit fenolik
dan non-fenolik dengan
mediator
O2, mediator :
hidroxylbenzotriazole
Lain-lain Oksidase Produksi H2O2 Peroksidase
14
penghasil
H2O2
Dalam percobaan kami kali ini kami mencoba untuk melakukan uji kualitatif
enzim-enzim yang dihasilkan oleh Jamur Phanerochaete chrysosporium yang
sebelumnya sudah kami inokulasikan pada media yang kami buat dari serbuk tongkol
jagung. Dan hasil pengamatannya adalah sebagai berikut :
Dalam pengamatan kami, tidak terjadi perubahan warna pada media PDA yang
kami gunakan. Hal ini bertolak belakang dengan literature. Di mana telah dijelaskan
dalam literature bahwa setelah media PDA ditetesi oleh enzim hasil inkubasi jamur
Phanerochaete chrysosporium, lalu diinkubasi selama 160 jam maka akan terjadi
perubahan warna menjadi kemerahan. Jadi bisa dikatakan percobaan yang kami
15
lakukan kali ini masih belum berhasil karena tidak sesuai dengan literature. Hal ini
mungkin disebabkan karena waktu inkubasi yang masih kurang.
BAB V
16
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil percobaan kami dapat mengambil
kesimpulan bahwa :
1. Jamur Phanerochaete chrysosporium menghasilkan enzim LiP dan
MnP yang dapat mendegradasi lignin.
2. Untuk uji kualitatif enzim yang dihasilkan jamur Phanerochaete
chrysosporium, kelompok kami masih belum berhasil karena tidak
terjadi perubahan warna pada media PDA, sesuai yang ada pada
literature.
3. Kegagalan uji kualitatif enzim yang kami lakukan mungkin
disebabkan karena kurangnya waktu inkubasi.
B. Saran
1. Dalam pembuatan media inokulum menggunakan tongkol jagung,
usahakan agar tongkol jagung kering dan berupa serpihan-serpihan
halus agar jamur Phanerochaete Chrysosporium dapat tumbuh dengan baik
dan menghasilkan enzim yang diinginkan secara optimal.
2. Dalam pemindahan jamur ke dalam media inokulum harus dilakukan secara
aseptis.
DAFTAR PUSTAKA
17
Suprapto dan raysid ,2002, biomassa tongkol jagung dan pemanfaatannya, Universitas
Sumatra Utara
Saha,B.C.,2003 hemiselulluse Bioconversi,J.Ind.microbiology.biotecnol..30. 279- 291
Bajpai,1999 S.M. and Anantharaman, N., 2006, Activity Enhanchement of Ligninolytic
Enzymes of Trametes versicolor with Bagasse Powder, African Journal of Biotech., 5,
189 – 194
Howard, R.T., Abotsi, E., Jansen van Rensburg, E.L., anf Howard, S.,
2003,Lignocellulose Biotechnology : Issue of Bioconversion and Enzyme Production,
African Journal of Biotech., 2, 602 -619
Johjima, T., Itoh, N., Kabuto, M., Tokimura, F., Nakagawa, T., Wariishi, H., and Tanaka,
H., 1999, Diretct Interaction of Lignin and Lignin Peroxidase from Phanerochaete
chrysosporium, Proc. Natl. Acad. Sci.USA, 96, 1989-1994
Gunawan, A.W. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Brock, T.D. & Michael, T.M. 1991. Biology of microorganisms. New York: Prentice Hall.
Herliya,2003 Pengaruh konsentrasi urea dan TSP di dalam air rendaman baglog alang-
alang terhadap pertumbuhan dan produksi jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI.Pekanbaru, September 2000.
Parlindungan, A.K. 2001. Karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur Kuping Merah
(Auricularia yudae) pada baglog alang-alang. Jurnal Natur Indonesia 3: 113-120.
Mahyati,2011,biokonveri lignin selulosa dari tongkol jagun (zay mays).L) menjadi
bioetanol sebagai bahan bakar alternative terbarukan.program pascasarjana,
FMIPA,UNHAS.makassar
Isroi, 2008,” Karakteristik lignoselulosa sebagai bahan baku etanol “, (online),
(http://isro.wordpress.com diakses 5 agustus 2001).
Indryani, 20011, “Teknologi Proses Bio- Ethanol”, (online), (
http://indryani.wordpress.com
Diakses 27 september 2011).
18