tugas study

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruwat sendiri merupakan kebudayaan yang ada sebelum Islam masuk ke Jawa. Oleh karena itu masih banyak hal yang berhubungan dengan kepercayaan yang ada pada waktu sebelumnya. Acara ruwat bukan hanya merupakan ruwat mala saja tetapi dalam masyarakat Jawa masih banyak lagi yang lain. Karena waktu yang terus berjalan dan berubahnya kebudayaan dengan adanya teknologi modern, maka keberadaan ritual ruwatan sedikit tergeser. Pergeseran yang dialami kebudayaan yang ada dalam masyarakat Jawa sekarang ini, baik yang berupa ritual maupun yang lain merupakan hal penting untuk diperhatikan. Jika memang kebudayaan yang ada sesuai dengan kemajuan zaman, mengapa tidak dilakukan pelestarian sebagai bukti kekayaan masyarakat Jawa ? Kejawen selalu identik dengan hal-hal yang berbau mistis, spiritual, dan makhluk halus di dalamnya. Di dalam ritual ruwat terdapat beberapa tokoh gaib yaitu Bethara Kala, Bethara Wisnu, dan beberapa tokoh penting lain yang ada dalam cerita dan mitos tentang ritual ruwat. Manusia yang diruwat adalah manusia yang sudah pernah melakukan kesalahan sehingga ia bisa

Upload: dwita-poetri

Post on 30-Jun-2015

250 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS study

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ruwat sendiri merupakan kebudayaan yang ada sebelum Islam masuk ke Jawa. Oleh

karena itu masih banyak hal yang berhubungan dengan kepercayaan yang ada pada waktu

sebelumnya. Acara ruwat bukan hanya merupakan ruwat mala saja tetapi dalam masyarakat

Jawa masih banyak lagi yang lain. Karena waktu yang terus berjalan dan berubahnya

kebudayaan dengan adanya teknologi modern, maka keberadaan ritual ruwatan sedikit

tergeser.

Pergeseran yang dialami kebudayaan yang ada dalam masyarakat Jawa sekarang ini, baik

yang berupa ritual maupun yang lain merupakan hal penting untuk diperhatikan. Jika

memang kebudayaan yang ada sesuai dengan kemajuan zaman, mengapa tidak dilakukan

pelestarian sebagai bukti kekayaan masyarakat Jawa ?

Kejawen selalu identik dengan hal-hal yang berbau mistis, spiritual, dan makhluk halus di

dalamnya. Di dalam ritual ruwat terdapat beberapa tokoh gaib yaitu Bethara Kala, Bethara

Wisnu, dan beberapa tokoh penting lain yang ada dalam cerita dan mitos tentang ritual ruwat.

Manusia yang diruwat adalah manusia yang sudah pernah melakukan kesalahan sehingga ia

bisa saja menyebabkan sebuah kerusuhan di muka bumi ini. Oleh karena itu, sebagai sukerta,

ia harus diruwat.

\Ruwat sendiri sebenarnya memiliki arti pelepasan, dan maksud dilakukannya ruwat

adalah untuk membebaskan atau melepaskan manusia yang sudah tergolong sebagai sukerta.

Karena bersifat sebagai upacara pelepasan, maka upacara ini selalu berhubungan dengan

dunia mistis dan tidak pernah lepas dari pengaruh gaib di dalamnya. Dalam kepercayaan

Jawa, orang yang telah diruwat dipercaya akan terlepas dari segala sesuatu yang akan

menimbulkan kesialan baginya.

Page 2: TUGAS study

B. Perumusan Masalah

Di dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengetahui:

1. Apa yang dimaksud dengan ruwatan?

2. Bagaimana proses ruwatan yang dilakukan masyarakat jawa saat ini?

C. Tujuan Masalah

Didalam penulisan makalah ini penulis memiliki tujuan dengan melihat dari rumusan

yang ditulis.tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.Mengetahui apa yang dimaksud dengan ruwatan?

2.Mengetahui bagaimana proses ruwatan yang dilakukan masyarakat jawa saat ini?

Page 3: TUGAS study

BAB II

PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN RUWATAN

1. Sejarah Tradisi Ruwatan

Ruwatan, sebagai salah satu warisan upacara tradisional Jawa sampai sekarang masih

terlestarikan. Terlestarikannya upacara ini oleh karena keberadaaannya memang dianggap masih

bermanfaat bagi pelestarinya.

Lepas dari itu, menurut beberapa ahli Ruwatan semula berkembang di dalam suatu cerita

Jawa kuno yang pada pokoknya memuat masalah penyucian. Penyucian ini menyangkut

pembebasan para dewa yang terkena kutukan atau tidak suci (diturunkan derajadnya) menjadi

binatang, raksasa, manusia, dan sebagainya. Ruwatan ini dilakukan untuk membebaskan dewa-

dewa bernoda itu agar menjadi dewa kembali.

Ruwat juga sering diartikan sebagai upaya untuk mengatasi atau menghindarkan sesuatu

kesulitan (batin) yang mungkin akan diterima seseorang di dalam mengarungi kehidupannya.

Ruwatan biasanya selalu diikuti dengan pertunjukan wayang kulit yang mengambil lakon tertentu

(misalnya Murwakala atau Sudamala).

Munculnya Ruwatan juga disebabkan oleh adanya keyakinan bahwa manusia yang dianggap

cacad keberadaannya (karena kelahirannya atau kesalahannya dalam berperilaku) perlu

“ditempatkan” atau dikembalikan dalam tata kosmis yang benar agar perjalanan hidupnya

menjadi lebih tenang, tenteram, sehat, sejahtera, dan bahagia. Orang yang dianggap cacad karena

kelahiran dan juga karena kesalahannya dalam bertindak dalam masyarakat Jawa disebut sebagai

wong sukerta. Dalam keyakinan Jawa wong sukerta ini kalau tidak diruwat akan menjadi mangsa

Batara Kala.

Batara Kala adalah putra Batara Guru yang lahir karena nafsu yang tidak terkendalikan.

Ceritanya, waktu itu Batara Guru dan Dewi Uma sedang bercengkerama dengan menaiki seekor

lembu melintas di atas samudera. Tiba-tiba hasrat seksual Batara Guru timbul. Ia ingin

menyetubuhi istrinya di atsa punggung Lembu Andini. Dewi Uma menolaknya. Akhirnya sperma

Batara Guru pun terjatuh ke tengah samudera. Sperma ini kemudian menjelma menjadi raksasa

yang dikenal bernama Batara Kala. Sperma yang jatuh tidak pada tempatnya ini dalam bahasa

Page 4: TUGAS study

Jawa disebut sebagai kama salah kendhang gemulung. Jadi Batara Kala ini merupakan

perwujudkan dari kama salah itu.

Dalam perkembangannya, Batara Kala minta makanan yang berwujud manusia kepada Batara

Guru. Batara Guru mengijinkan asal yang dimakannya itu adalah manusia yang digolongkan

dalam kategori wong sukerta. Wong sukerta atau orang-orang yang digolongkan sebagai wong

sukerta ini ternyata memiliki beberapa versi pula. Salah satu versi menyatakan bawah golongan

wong sukerta ada 19 jenis, ada pula sumber yang menyatakan bahwa jenis wong sukerta ada 60

macam, 147, 136, dan sebagainya.

Untuk melaksanakan Ruwatan ini orang yang menyelenggarakan biasanya akan melengkapi

syarat-syarat yang diperlukan, di antaranya adalah sajen.

Sajen untuk upacara Ruwatan secara garis besar terdiri atas: tuwuhan, ratus/kemenyan wangi,

kain mori putih dengan panjang sekitar 3 meter, kain batik 5 (lima) helai), padi segedeng (4 ikat

sebelah-menyebelah ujung gawang kelir), bermacam-macam nasi, bermacam-macam jenang,

jajan pasar, benang lawe, berbagai unggas sepasang-sepasang, aneka rujak, sajen buangan, air

tujuh sumber, aneka umbi-umbian, aneka peralatan pertukangan, aneka peralatan pertanian, dan

sebagainya.

2.Macam-macam Ruwatan

Dalam masyarakat Jawa, ruwatan memiliki ketergantungan pada siapa yang akan

melaksanakan. Jika ruwatan dilakukan oleh orang yang memang memiliki kemampuan

ekonomi yang memadai, maka biasanya dilakukan secara besar-besaran yaitu dengan

mengadakan pagelaran pewayangan. Pagelaran pewayangan ini berbeda dengan

pagelaran yang pada umumnya dilakukan. Pagelaran pewayangan dilakukan pada siang

hari dan khusus dilakukan oleh dalang ruwat.

1. Ruwatan Diri Sendiri

Ruwatan diri sendiri dilakukan dengan cara-cara tertentu seperti melakukan puasa

(ajaran sinkretisme), melakukan selamatan, melakukan tapa brata. Dalam masyarakat

Jawa, bertapa merupakan bentuk laku atau sering disebut lelaku. Lelaku sebagai wujud

untuk membersihkan diri dari hal-hal yang bersifat gaib negatif (buruk) juga termasuk

dalam ruwatan. Dengan memasukan kekuatan gaib dalam diri yang bersifat positif (baik),

Page 5: TUGAS study

akan memberikan keseimbangan energi dalam tubuh. Hal ini sering dikemukakan oleh

para spiritualis Jawa sebagai bentuk nasehat untuk mempelajari hal-hal yang bersifat

baik.

Pada saat ini, ruwatan yang dilakukan oleh sebagaian masyarakat Jawa jauh berbeda

dengan kebudayaan peninggalan pada zaman Hindu-Budha. Ruwatan lebih cenderung

dilakukan dengan tidak mengatasnamakan ruwatan, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan

yang sama. Lelaku sebagai wujud atau bentuk dari ruwatan bagi diri sendiri ini juga

sering dilakukan oleh sebagian mansyarakat Jawa agar mendapatkan kebersihan jiwa.

Jika orang yang merasa selalu sial, dalam kepercayaan Jawa harus melakukan upacara

ruwatan terhadap diri sendiri. Ritual ruwatan ini memiliki banyak sebutan, antara lain

adalah Ruwatan Anggara Kencana. Kesialan  yang ada dalam diri manusia dipercaya

timbul dari sedulur papat limo pancer atau sebagai pemicunya berasal dari kekuatan lain

(makhluk halus). Btempat keberadaan sedulur papat ini dapat dilakukan pendeteksian.

Pendeteksian yang dilakukan adalah melalui perhitungan (petungan) Jawa yaitu : Ha:

1, Na: 2, Ca: 3, Ra: 4 dan seterusnya. Pendeteksian dilakukan dengan menjumlah neptu

orang tuanya dengan orang yang akan melakukan ritual ini. Jumlah keduanya kemudian

dibagi 9 dandiambil sisanya. Jika sisa:

1.Bersemayam di sebelah kiri-kanan mata kanan,

2. Bersemayam di sebelah kiri-kana mata kiri,

3. Bersemayam di telinga kanan,

4. Bersemayam di telinga kiri,

5. Bersemayam di sebelah hidung kanan,

6. Bersemayam di sebelah hidung kiri,

7. Bersemayam di mulut,

8. Bersemayam di sekeliling pusar,

Page 6: TUGAS study

9. Bersemayam di kemaluan,

Sebagai syarat dari ritual ini adalah mengambil sedikit darah di sekitar tempat

keberadaan bersemayamnya. Darah ini akan dilabuh (dilarung). Cara mengambil darah

ini adalah dengan mengunakan duri yang kemudian dioleskan pada kapas puti. Duri dan

kapas nantinya akan dilabuh bersama-sama dengan syarat yang lain, berupa :

1. Beras 4 kg,

2. Slawat 1 Dirham (uang senilai emas  1 gram),

3. Ayam,

4. Teklek (sandal dari kayu, atau bisa digantikan sandal biasa),

5. Benang Lawe satu gulung,

6. Telur ayam yang baru saja keluar (belum ada sehari),

7. Gula setangkep (gula Jawa satu pasang), gula pasir 1 kg,

8. Kelapa 1 buah.

Kelapa, benang lawe, telur ayam, beserta kapas dan duri dilabuh sambil membaca

mantera: “Ingsung ora mbuwang klapa lan isine, ananging mbuwang apa kang

ndadekake apesing awakku”. (Aku tidak membuang kelapa beserta isinya, tetapi aku

membuang apa yang menjadikan kesialan bagiku).

Selain beberapa benda yang dilarung atau dilabuh tersebut, dikrarkan untuk

disedekahkan kepada siap yang dikehendakinya, sebaiknya sodaqoh kepada orang yang

membutuhkan.

2. Ruwatan Untuk Lingkungan

Ruwatan yang dilakukan untuk lingkup lingkungan biasanya dilakukan dengan

sebutan mageri atau memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi. Sebagai contoh yang

sering kita temui dalam masyarakat sekitar kita adalah memberikan pagar gaib. Hal

Page 7: TUGAS study

semacam memberikan pagar gaib pada sebuah lokasi (anggap saja rumah) ditujukan

untuk beberapa hal, antara lain :

a. Memberikan daya magis yang bersifat menahan, menolak, atau

memindahkan daya (energi) negatif yang berada dalam rumah atau

hendak masuk kedalam rumah. Metode semacam ini biasanya

dilakukan dengan menanam tumbal yang diperlukan, misalnya kepala

kerbau atau kepala kambing.

b. Memberikan pagar agar tidak dimasuki oleh orang yang hendak

berniat jahat.

c. Memberikan kekuatan gaib yang bersifat mengusir atau mengurung

makhluk halus yang berbeda dalam lingkup pagar gaib.

Berbagai cara memberikan pagar gaib ini dapat dilihat pada buku-buku kuno yang

menceritakan pemagaran diri manusia, lingkungan dan wilayah yang cukup luas dengan

kepercayaan masyarakat Jawa. Tujuan utama dilakukannya pemagaran gaib pada

manusia dan pada lingkungannya ini apabila tercapai, menurut kepercayaan Jawa akan

menjadikan lingkungan yang aman, sejahtera, jauh dari gangguan makhluk halus.

Pada saat ini, bentuk pemagaran gaib yang sering ditemui dalam masyarakat Jawa

sekitar kita berbentuk menanam rajah, menanam tumbal, membaca doa untuk membuat

pagar dan masih banyak metede lainnya. Acara atau ritual ruwatan yang ditujukan untuk

memagari sebuah lokasi ini kemudian berubah dalam pelaksanaannya karena sebagian

masyarakat Jawa sekarang sudah cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat ilmiah.

Ritual ruwatan dalam masyarakat Jawa  yang masih berlaku biasanya adalah

pemagaran gaib yang dilakukan dengan menyediakan berbagai jenis sesaji dan

melakukan ritual sendiri. Penerapan ritual ruwatan tidak jauh berbeda antara satu tujuan

dengan tujuan yang lain. Pelaksanaan yang umum dilakukan dalam masyarakat Jawa

adalah dengan menggelar lakon pewayangan yang berisi tentang ruwatan itu sendiri.

Dalang dalam menampilkan pagelarannya menyajikan salah satu dari beberapa jenis

lakon.

Page 8: TUGAS study

3. Ruwatan Untuk Desa atau Wilayah Yang Luas

Pada umumnya, pangruwatan Murwa Kala dilakukan dengan pagelaran pewayangan

yang membawa cerita Murwa Kala dan dilakukan oleh dalang khusus memiliki

kemampuan dalam bidang ruwatan. Pada ritual pangruwatan, bocah sukerta dipotong

rambutnya dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan dan kemalangan sudah

menjadi tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjadi anak dalang.  Karena

pagelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang

cukup banyak, maka pelaksanaan ruwatan pada zaman sekarang ini dengan pagelaran

wayang dilakukan dalam lingkup pedesaan atau pedusunan.

B. PROSES TRADISI RUWATAN

Proses ruwatan seperti yang diterangkan ini bisa ditujukan untuk seseorang yang

akan diruwat, namun pelaksanaannya pada siang hari. Sedangkang untuk meruwat

lingkup lingkungan, biasanya dilakukan pada malam hari. Perbedaan pemilihan

waktu pelaksanaan pagelaran ditentukan melalui perhitungan hari dan pasaran.

Urut-urutan ruwatan sebagai berikut :

a) Dimulai dengan doa pembuka

b) Diteruskan dengan pembacaan cerita riwayat Sang Hyang Kala,

yang disampaikan dalam bahasa Jawa dan sisampaikan mirip

seperti nyanyian, tetapi juga bisa berbentuk seperti kalimat

pembukaan sang dalang dalam membuka pagelaran wayang

c) Diteruskan dengan membaca Pakem Sontheng. Pakem ini dimulai

dilagukan

d) Setelah Pakem Sontheng selesai

e) Diteruskan dengan pasang tabeik dan membaca Kidung Sastra

Pinandhati

f) Diteruskan dengan membaca “Sastra Banyak Dalang” lagu

kentrung

Page 9: TUGAS study

g) Diteruskan dengan membaca Sastra Gumbalageni, Geni, atau api

yang datang dari berbagai penjuru angin, yaitu timur, selatan, barat

dan utara, disatukan dan ditolak kekuatan negatifnya dan diubah

menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan melakukan pembacaan

mantera

h) Diteruskan dengan Kidung Sastra Puji Bayu

i) Diteruskan dengan Kidung Sastra Mandalagiri

j) Diteruskan dengan Sastra Kakancingan. Pada proses ini

merupakan penguncian kekuatan gaib yang ditimbulkan dengan

cara atau ritual ruwat.

k) Diteruskan dengan Sastra Panulak, pada proses ini, kekuatan gaib

dari Bethara Kala dibacakan mantera sehingga menurut

kepercayaan masyarakat Jawa, kekuatan gaib tersebut akan

musnah

l) Diteruskan dengan Sastra Ruwat Panggung, dengan dinyanyikan

lagu dandhanggula

m) Diteruskan dengan Sastra Panengeran, dengani dinyanyikan lagu

Dandhanggula

n) Diteruskan dengan Kidung Panengeran lanjutan, dengan 

dinyanyikan lagu dandhanggula

o) Diteruskan dengan Kidung Sastra Pangruwatan, dengan

dinyanyikan lagu dandhanggula

p) Diteruskan dengan Kidung Pangruwat Pamungkas, dengan

dinyanyikan lagu dandhanggula

Setelah selesai melantunkan Kidung Ruwat Muewakala, rambut anak sukerta dipotong

sebagai syarat yang nantinya akan dilarung. Kemudian anak Sukerta tersebut dimandikan air

bubga setaman oleh yang meruwat. Setelah itu wong sukerta tadi menjadi anak angkat bagi yang

meruwat (dalang). Segala sesaji, kain putih menjadi milik orang yang meruwat (dalang ruwat).

Page 10: TUGAS study

Bila orang yang diruwat adalah orang yang mengalami gangguan kejiwaan (gila), atau

sudah lama mengalami kesurupan, maka harus dibacakan Kidung Rumaya, sekar sinom yang

menyebutkan adanya lelembut di tanah Jawa sebagai berikut :

Tembang Sinom

Apuranen sun angetang, lelembut ing tanah Jawi, kang rumeksa ing nagara, para ratuning

dhedhemit, agung sawahe ugi, yen apal sadayanipun, kena ginawe tulak, kinarya tunggu wong

sakit, kayu aeng lemah sangar dadi tawa.

Kang rumiyin ing mbang wetan, Durganeluh Maospahit, lawan Raja Baureksa, iku

ratuning dhedhemit, Blambangan winarni, awasta Sang Balabatu, kang rumeksa Blambangan,

Buta Locaya Kediri, Prabu Yeksa kang rumeksa Giripura.

Sidakare ing Pacitan, Keduwang si Klentingmungil, Hendrjeksa, ing Magetan, Jenggal si

Tunjungpuri, Prangmuka Surabanggi, ing Punggung si Abur-abur, Sapujagad ing Jipang,

Madiyun sang Kalasekti, pan si Koreg lelembut ing Panaraga.

Singabarong Jagaraga, Majenang Trenggiling wesi, Macan guguh ing Grobogan,

Kaljohar Singasari, Srengat si Barukuping, Balitar si Kalakatung, Buta Kroda ing Rawa,

Kalangbret si Sekargambir, Carub awor kang rumeksa ing Lamongan.

Gurnita ing Puspalaya, Si Lengkur ing Tilamputih, si Lancuk aneng Balora, Gambiran

sang sang Kaladurgi, Kedunggede Ni Jenggi, ing Batang si Klewr iku, Nglasem Kalaprahara,

Sidayu si Dandangmurti, Widalangkah ing Candi kayanganira.

Semarang baratkatiga, Pekalongan Gunturgeni, Pemalang Ki Sembungyuda, Suwarda ing

Sokawati, ing Tandes Nyai Ragil, Jayalelana ing Suruh, Buta Tringgiling Tanggal, ing Kendal si

Gunting geni, Kaliwungu Gutuk-api kang rumeksa.

Magelang Ki Samaita, Dadung Awuk Brebes nenggih, ing Pajang Buta Salewah, Manda-

manda ing Matawis, Paleret Rajeg-wesi, Kutagede Nyai Panggung, Pragota Kartasura, Carebon

Setan Kaberi, Jurutaman ingkang aneng Tegallajang.

Page 11: TUGAS study

Genawati ing Siluman, Kemandang Waringin-putih, si Kareteg Pajajran, Sapuregol ing

Batawi, waru Suli Waringin, ingkang aneng Gunung Agung, Kalekah Ngawang-awang, Parlapa

ardi Merapi, Ni Taluki ingkang aneng ing Tunjungbang.

Setan Karetek ing Sendang, Pamasuhan Sapu Angin, Kres apada ing Rangkutan,

Wandansari ing Tarisig, kang aneng Wanapeti, Malangkarsa namanipun, Sawahan Ki

Sandungan, Pelabuhan Dudukwarih, Buta Tukang ingkang aneng Pelajangan.

Rara Amis aneng Tawang, ing Tidar si Kalasekti, Maduretna ing Sundara, Jelela ing ardi

Sumbing, Ngungrungan Sidamurti, Terapa ardi Merbabu, Lirbangsan ardi Kombang, Prabu Jaka

ardi Kelir, Aji Dipa ardi Kendeng kang den reksa.

Ing pasisir Buta Kala, Telacap Ki Kala Sekti, Kala Nadah ing Tojamas, Segaluh aran si

Rendil, Banjaran Ki Wesasi, si Korok aneng Lowange, gunung Duk Geniyara, Bok Bereng

Parangtaritis, Drembamoa ingkang aneng Purbalingga.

Si Kreta karangbolongan, Kedung Winong Andongsari, ing Jenu si Karungkala, ing

Pengging Banjaransari, Pagelan kang winarni, aran Kyai Candralatu, ardi Kendali Sada, Ketek

putih kang nenggani, Buta Glemboh ing Ngayah kajanganira.

Rara Denok aneng Demak, si Batitit aneng Tubin, Juwal-pajal ing Talsinga, ing Tremas

Kuyang nenggani, Trenggalek Ni Daruni, si Kuncung Cemarasewu, Kala-dadung Bentongan, si

Asmara aneng Taji, Bagus-anom ing Kudus kayanganira.

Magiri si Manglar Munga, ing Gading si Puspakati, Cucuk Dandang ing Kartika,

Kulawarga Tasikwedi, kali Opak winarni, Sangga Buwana ranipun, Pak Kecek Pejarakan, Cing-

cing Goling Kalibening, ing Dahrama Karawelang kang rumeksa.

Kang aneng Warulandeyan, Ki Daruna Ni Daruni, Bagus Karang aneng Roban,

Pasujayan Udan riris, Widanangga Dalepih, si Gadung Kedung Garunggung, kang aneng

Kabareyan, Citranaya kang neggani, Ganepura ingkang aneng Majaraga.

Page 12: TUGAS study

Logenjang aneng Juwana, ing Rembang si Bajulbali, si Londir ing Wirasaba, Madura

Buta Garigis, kang aneng ing Matesih, Jaranpanolih ranipun, si Gober Pecangakan, Danapi ing

Jatisari, Abar-abir ingkang aneng Jatimalang.

Arya Tiron ing Lodaya, Sarpabangsa aneng Pening, Parangtandang ing Kesanga, ing

Kuwu si Ondar-andir, Setan Telaga pasir, ingkang aran si Jalilung, Kala Ngadang ing Tuntang,

Bancuri Kala Bancuring, kang angreksa sukuning ardi Baita.

Rara Dungik Randu Lawang, ing Sendang Retna Pangasih, Buta Kepala Prambanan, Bok

Sampur neng ardi Wilis, Raden Galanggang Jati, aneng ardi Gajah Mungkur, si Gendruk ing

Talpegat, ing Ngembel Rahaden Panji, Pager Waja Rahaden Kusumayuda.

Si Pentul aneng Kacangan, Pecabakan Dodol Kawit, kalangkung kasektenira, titihane

jaran panolih, kalacakra payung neki, larwaja kekemulipun, pan samya rinajegan, respati rajege

wesi, cametine pat-upate ula lanang.

Sinabetaken mangetan, ana lara teka bali, tinulak bali mangetan, mangidul panyabet neki,

ana lara teka bali, tinulak bali mangidul, ngulon panyabetira, ana lara teka bali, pan tinulak bali

mangandap kang lara.

Mangalor panyabetira, ana lara teka bali, tinulak ngalor parannya, manginggil panyabet

neki, ana lara teka bali, tinulak bali manduwur, mangisor panyabetnya, ana lara teka bali, pan

tinulak bali mangandap kang lara.

Demit kang aneng Jepara, kalwan kang aneng Pati, kalangkung kasektenira, keringan

samaning demit, ing Ngrema Tambaksuli, Yudapeksa ing Delanggu, si Kluntung ing Jepara,

Gambir Anom aneng Pti, si Kecebung Kadilangu kang den reksa.

Rara Duleg ing Mancingan, Guwa Langse Raja Putri, kang rumeksa Parang Wedang,

Raden Arya Jayengwesti, kabeh urut pasisir, kula warga Nyai Kidul, sampun pepak sadaya, para

pramukaning demit, nungsa Jawa paugeran kang rumeksa, Titi Tamat Angidung Rajah Rumaya”.

Ini adalah doa yang dibacakan pada saat melakukan ritual ruwat secara lengkap dan

menurut KPH Tjakraningrat (Kanjeng Raden Hadipati Danureja IV).

Page 13: TUGAS study

Selesai menyanyikan kidung untuk Ruwat Murwakala, selanjutnya dibuatlah Rajah

Kalacakra yang ditempelkan pada pintu-pintu rumah yang diruwat.  Pembuatan Rajah Kalacakra

Balik adalah menulis  huruf hanacaraka secara terbalik urur\tannya, dimulai dengan nga ta ba ga

ma sampai ka ra ca na ha dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Ditulis melingkar diatas lempengan emas,

Sebelumnya melakukan puasa selama 40 hari, hanya berbuka sekali pada

tengah malam saja,

Pati geni selama sehari semalam penuh,

Lempengan emas yang sudah menjadi rajah di tanam pada tembok atau

ditanam pada tanah. Penanaman ini dilakukan dengan cara sunduk sate.

Penulisan huruf dengan aksara Jawa.

Rajah Kalacakra ditulis pada kain atau kertas yang berwarna putih kemudian ditempel

pada tembok atau pintu depan rumah. Penggunaan  warna tinta dengan menggunakan dua warna,

misalnya hitam dan merah. Dalam menulis rajah ini, dengan syarat-syarat sebagai berikut :

Melakukan puasa selama 21 hari,

Setiap jam 1 malam harus membakar dupa  selama puasa.

BAB III

Page 14: TUGAS study

PENUTUP

1.KESIMPULAN

Ruwatan, sebagai salah satu warisan upacara tradisional Jawa sampai sekarang masih

terlestarikan. Terlestarikannya upacara ini oleh karena keberadaaannya memang dianggap masih

bermanfaat bagi pelestarinya.

Lepas dari itu, menurut beberapa ahli Ruwatan semula berkembang di dalam suatu cerita

Jawa kuno yang pada pokoknya memuat masalah penyucian. Penyucian ini menyangkut

pembebasan para dewa yang terkena kutukan atau tidak suci (diturunkan derajadnya) menjadi

binatang, raksasa, manusia, dan sebagainya. Ruwatan ini dilakukan untuk membebaskan dewa-

dewa bernoda itu agar menjadi dewa kembali.

Ruwat juga sering diartikan sebagai upaya untuk mengatasi atau menghindarkan sesuatu

kesulitan (batin) yang mungkin akan diterima seseorang di dalam mengarungi kehidupannya.

Ruwatan biasanya selalu diikuti dengan pertunjukan wayang kulit yang mengambil lakon

tertentu (misalnya Murwakala atau Sudamala). Munculnya Ruwatan juga disebabkan oleh

adanya keyakinan bahwa manusia yang dianggap cacad keberadaannya (karena kelahirannya

atau kesalahannya dalam berperilaku) perlu “ditempatkan” atau dikembalikan dalam tata kosmis

yang benar agar perjalanan hidupnya menjadi lebih tenang, tenteram, sehat, sejahtera, dan

bahagia. Orang yang dianggap cacad karena kelahiran dan juga karena kesalahannya dalam

bertindak dalam masyarakat Jawa disebut sebagai wong sukerta. Dalam keyakinan Jawa wong

sukerta ini kalau tidak diruwat akan menjadi mangsa Batara Kala.

2.SARAN

Page 15: TUGAS study

Ruwatan yang merupakan salah satu tradisi kebudayaan daerah jawa,yaitu tradisi

penyucian yaitu penyucian dari marabahaya,kejelekan,kesialan atau apapun yang besangkutan

dengan kejelekan baik bagi diri sendiri,keluarga,rumah,maupun lingkungan sekitar seharusnya

kita lestarikan karena bagaimanapun bentuknya ruwatan ini bagi masyarakat Jawa masih sangat

bermanfaat.

LAMPIRAN

Page 16: TUGAS study

Ritual Ruwatan Diri Sendiri Menurut Kitab Primbon Mantrawara III, Mantra Yuda

Ruwatan untuk Desa atau wilayah yang luas

Contoh lain ritual ruwatan di Jogja

Page 17: TUGAS study

TRADISI RUWATAN MASYARAKAT JAWA

Page 18: TUGAS study

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Masyarakat dan Kebudayaan

Dosen pengampu: E.S. Ardinarto

Disusun oleh:

Clara Sherin I K6410011

Dwi Wulandari K6410019

Dwita Putri N K6410021

Faizurrohman Nur W K6410027

Kholidatur R K6410039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010