proposal fix

24
Tugas Metopel Bisnis (Proposal Tesis) Pengaruh Brand Equity terhadap kinerja pemasaran Cokro Tela Cake di Yogyakarta Angkatan 22 : Marlene Djuanna Azikin Putri NIM : 241130013 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

Upload: roris-reidi-yudha

Post on 31-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pra proposal

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Fix

Tugas Metopel Bisnis

(Proposal Tesis)

Pengaruh Brand Equity terhadap kinerja pemasaran Cokro Tela Cake di Yogyakarta

Angkatan 22 :

Marlene Djuanna Azikin Putri

NIM : 241130013

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Proposal Fix

BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG

Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pariwisata. Yogyakarta kaya akan banyaknya

obyek wisata yang ditawarkan seperti contoh Candi Prambanan, Candi Borobudur, Parang Tritis,

Malioboro, dan masih banyak obyek wisata lainnya. Begitu banyaknya obyek wisata yang ada di

Yogyakarta, mampu menarik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri untuk datang

menikmati keindahan alam di Yogyakarta. Tercatat jumlah wisatawan pada Desember 2011

mengalami peningkatan yang datang dan menginap di hotel bintang maupun non bintang. Bulan

sebelumnya mencapai 221.495 orang dan meningkat 34,13 persen menjadi 287.090 orang. Dari

total wisatawan yang datang dan menginap di hotel ini, tercatat 10.793 orang merupakan

wisatawan mancanegara, dan 276.297 merupakan wisatawan nusantara

(http://jogja.tribunnews.com, diakses pada tanggal 4 April 2012, pada jam 22.55).

Dengan banyaknya wisatawan yang datang ke Yogyakarta akan berdampak besar pada

ekonomi masyarakat di Yogyakarta. Oleh karena itu, masyarakat kini mulai antusias

memperkenalkan kekhasan Yogyakarta dengan menjual oleh-oleh khas Yogyakarta, sebagai

contoh miniatur Candi Prambanan, Baju Dagadu, Bakpia, Gudeg, Batik, Kerajinan Perak, dan

lain-lain.

Banyaknya toko oleh-oleh yang ada di Yogyakarta, semakin terasa persaingan bisnis oleh-

oleh yang terjadi. Bisnis toko oleh-oleh yang terasa persaingannya adalah bisnis dibidang

kuliner. Banyak toko oleh-oleh kuliner yang ada di Yogyakarta seperti Bakpia, Gudeg, Geplak,

dan Tiwul. Sebagai contoh Yogyakarta terkenal akan Bakpia 75 namun dengan seiring

berjalannya waktu kini ada Bakpia 25, Bakpia 882, Bakpia 145, dan masih banyak bakpia yang

lainnya.

Selain dikenal sebagai kota pariwisata, Yogyakarta juga dikenal sebagai penghasil

singkong nomor satu di Pulau Jawa. Singkong atau yang lebih dikenal ketela pohon dapat diolah

dengan berbagai macam makanan tradisional seperti gethuk, tiwul, dan lain-lain. Hanya saja

sampai saat ini, singkong masih dianggap rendah oleh masyarakat, seperti ndeso, kampungan,

murahan, dan sebagainya.

Page 3: Proposal Fix

Akan tetapi, di Yogyakarta ada salah satu toko oleh-oleh makanan khas Yogyakarta yang

berbeda dan merupakan inovasi baru yang menggunakan singkong sebagai bahan dasarnya. Toko

oleh-oleh tersebut adalah Cokro Tela Cake. Cokro Tela Cake ini berbeda dengan oleh-oleh

makanan khas Yogyakarta lainnya karena ditangan sang pemilik Cokro Tela Cake Firmansyah

Budi Prasetyo, mengubah singkong yang dikenal sebagai makanan “ndeso” dapat diolah menjadi

menjadi cake yang mewah. Tela Cake ini berbahan dasar singkong asli yang memiliki

kandungan gizi yang baik untuk kesehatan. Cokro Tela Cake ini didirikan oleh Homy Group

yang merupakan Usaha Kecil Menengah (UKM) Cokro. Cokro Tela Cake ini berdiri sejak tahun

2009 dan didirikan pertama kali di Jalan HOS. Cokroaminoto 97, Yogyakarta. Cokro Tela Cake

ini sudah memiliki 5 outlet yang keseluruhannya ada di Yogyakarta.

Cokro Tela Cake didirikan untuk membangun kepedulian masyarakat Indonesia terhadap

produk lokal, bahwa produk dengan berbahan baku dasar yang berasal dari Tanah Indonesia

memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai produk makanan. Segmentasi dari

Cokro Tela Cake sendiri lebih mengarah ke kelas sosial menengah hingga menengah ke atas.

Masyarakat yang datang ke Yogyakarta tentu jelas tak lupa membeli oleh-oleh khas

Yogyakarta. Oleh-oleh khas Yogyakarta identik dengan bakpia ataupun gudeg yang tentu jelas

semua masyarakat mengenalnya. Disini Cokro Tela Cake sebagai pemain baru, belum begitu

dikenal oleh sebagian masyarakat Yogyakarta maupun di luar Yogyakarta dan belum bisa

dikatakan sebagai salah satu ikon oleh-oleh khas Yogyakarta selain bakpia ataupun gudeg.

Oleh karena itu, Cokro Tela Cake sebagai produsen produk Cokro Tela Cake yang baru

dan berbeda, maka diperlukannya kinerja yang baik bagi bagian pemasaran dari Cokro Tela Cake

agar produknya dapat menarik konsumen dan kehadirannya dapat diterima oleh masyarakat

Yogyakarta maupun luar Yogyakarta. Tak hanya menarik konsumen baru saja, akan tetapi Cokto

Tela Cake juga harus mempunyai strategi bagimana cara mempertahankan konsumennya agar

tidak pindah ke produk sejenis lainnya. Sebagai pemain baru di dalam industri kuliner, Cokro

Tela Cake juga memikirkan strategi apa yang akan dilakukan untuk menanamkan image / brand

produk Cokro Tela Cake dalam benak konsumen agar produknya dikenal masyarakat luas

terutama untuk wilayah Yogyakarta.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Brand Equity terhadap kinerja pemasaran Cokro Tela Cake di Yogyakarta”

Page 4: Proposal Fix

I.II RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka rumusan

masalah yang dikemukakan sebagai berikut :

1. Strategi apa yang dilakukan Cokro Tela Cake dalam menarik konsumen barunya?

2. Strategi apa yang dilakukan Cokro Tela Cake dalam mempertahankan konsumennya?

3. Strategi apa yang dilakukan Cokro Tela Cake untuk menanamkan brand awarness di

dalam benak konsumen?

4. Apakah strategi dalam menarik, mempertahankan konsumen, serta menanamkan

brand awarness saling berpengaruh satu sama lain?

I.III TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk mengetahui strategi pemasaran Cokro Tela Cake dalam menarik konsumen.

2. Untuk mengetahui strategi pemasaran Cokro Tela Cake dalam mempertahankan

konsumen.

3. Untuk mengetahui strategi pemasaran Cokro Tela Cake untuk menanamkan brand

awarness di dalam benak konsumen.

4. Untuk mengetahui apakah strategi dalam menarik, mempertahankan konsumen, serta

menanamkan brand awarness saling berpengaruh satu sama lain atau tidak?

I.IV MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi MM UPN, untuk menambah studi kepustakaan sekolah Pasca Sarjana yang

digunakan untuk bahan penelitian selanjutnya mengenai masalah yang serupa.

2. Bagi Perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber

masukan bagi Cokro Tela Cake.

Page 5: Proposal Fix

3. Bagi publik, penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber referensi yang akan

digunakan khususnya bagi para peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian pada

masalah yang sama dimasa datang. Dan diharapkan dapat lebih dikembangkan baik

yang berkaitan dengan variabel penelitian maupun pengembangan teori yang

digunakan sehingga dapat memperkaya wawasan keilmuan di bidang sumber daya

manusia.

4. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini akan memperdalam serta menambah

pengetahuan dan wawasan peneliti dalam mempelajari strategi pemasaran.

Page 6: Proposal Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI

2 TINJAUAN TEORI

2.1.1 Brand Equity

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004), dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu dalam strategi pemasaran (p. 2). Keller (1993) juga menyatakan bahwa brand equity adalah keinginan dari seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran dari brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia (p. 43).

Beberapa pengertian brand equity adalah:

1.Susanto dan Wijanarko (2004), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan (p. 127).

2. East (1997), “Brand equity or brand strength is the control on purchase exerted by a brand, and, by virtue of this, the brand as an asset that can be exploited to produce revenue” (p. 29).Artinya ekuitas merek atau kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan, kebaikan dari merek, merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan.

3. Kotler dan Armstrong (2004), “Brand equity is the positive differential effect that knowing the brand name has on customer response to the product or service” (p. 292).Artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa. Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.

Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur berdasarkan 7 indikator, yaitu:

1. Leadership: kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun atribut non-harga.2. Stability: kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.

Page 7: Proposal Fix

3. Market: kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor.4. Internationality: kemampuan merek untuk keluar dari area geografisnya atau masuk ke negara atau daerah lain.

5.Trend: merek menjadi semakin penting dalam industri.

6. Support: besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan merek.

7. Protection: merek tersebut mempunyai legalitas (p. 147).

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker, brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori:

a. Brand Awarness

b. Preceived Quality

c. Brand Assosiation

d. Brand Loyalty

A. Brand Awarness

Brand Awareness adalah  kemampuan dari seseorang yang merupakan calon pembeli

(potential buyer) untuk mengenali (recognize) atau menyebutkan kembali (recall) suatu merek

merupakan bagian dari suatu kategori produk( Aaker, 1991: 61).

Piramida Awareness (Aaker, 1991:62)

Brand awareness ini terbagai dalam 4 tingkatan, yaitu :

1. Unaware of Brand, Pada tingkatan ini seseorang tidak mengetahui suatu Brand tertentu.

“Ha? merek apaan tuh? oOo merek jam tangan toh kirain merek kacang goreng………”

Page 8: Proposal Fix

2. Brand Recognition, Pada tingkatan ini, merupakan tingkatan paling rendah

dariawareness seseorang. Ibu tau pepsodent ngga? “Tau mas, merek pasta gigi kan”. Ibu tau

merek Marketing 101?; Ya tau, blog yang membahas tentang marketing, hehehe…”.

Implikasi dari brand Recognition ini menjadi penting ketika seseorang berada pada

suatupoint of purchase, seperti seseorang ketika berada di supermarket.

3. Brand Recall, tahapan ini lebih tinggi dibandingkan pada tahap recognition, pada tahap

ini seseorang diminta untuk menyebutkan nama-nama produk dalam suatu kategori produk

tertentu tanpa melalui bantuan seperti pada tahap recognition. “Coba sebutkan merek

rokok….!!!; Sampoerna, Djarum, Gudang Garam, Ardath, Kansas, Marlboro

4. Top of Mind, adalah nama suatu merek atau Brand yang disebutkan pertama kali oleh

seseorang, berada pada posisi yang istimewa. Dalam pengertian sederhana, merek tersebut

menjadi pimpinan dalam benak konsumen tersebut dibandingkan nama merek-merek lain

(Aaker, 1991:62). “seperti contoh pada point 3, dan Top of Mind nya adalah Sampoerna” 

Kegunaan dari Awareness ini dapat dilihat dari 4 nilai (Value) yang diciptakan

melalui Brand Awareness ini, yaitu :

1. Anchor to which other associations can be attached; Brand Awareness akan

menyebabkan timbulnya asosiasi seseorang,seperti asosiasi yang timbul pada McDonald

adalah Ronald McDonald, anak-anak, fun, Big Mac, bersih dan efisien. Asosiasi yang luas

tersebut kemudian dapat diperkuat dengan menggambungkan satu asosiasi dengan yang lain

seperti Ronald McDonald dengan anak-anak. Dengan memperkuat asosiasi tersebut nama

McDonald akan semakin kuat pada memori seseorang.

2. Familiarity /Liking; secara umum seseorang lebih menyukai sesuatu yang lebih familiar.

Salah satu penjelasan akan hal ini adalah orang lebih membeli produk-produk yang

terkategorikan Low-involvement product seperti kertas tisu, permen karena mereka sudah

familiar dengan merek tersebut.

3. Substance / commitment; semakin tinggi awareness atas suatu nama produk

menunjukkan semakin tinggi commitment dari brand tersebut. Alasan yang dapat timbul

mengapa seseorang dapat mengenali sebuah brand adalah :

1. Perusahaan telah melakukan promosi secara terus-menerus;

2. Perusahaan telah bergerak untuk waktu pada bidang tersebut;

Page 9: Proposal Fix

3. Perusahaan telah melakukan distribusi secara luas;

4. Brand tersebut adalah Brand yang sukses, orang lain juga menggunakan Brandtersebut.

4. Brand to consider; Pada proses pembelian, langkah pertama yang dilakukan adalah

pemilhan alternatif. Pada proses ini, ketersedian informasi menjadi sumber dari pemilihan

tersebut. Proses Recall menjadi penting, karena biasanya tidak banyak nama brand yang

muncul pada proses ini. Brand pertama yang muncul dalam benak seseorang, akan

mendapatkan keuntungan yang lebih, dibandingkan dengan Brand yang memiliki

tingkatRecall yang rendah.

Meraih awareness, baik tahap recognition dan recall melibatkan 2 tugas yaitu

mendapatkan identitas nama Brand dan menghubungkannya dengan kategori produk tersebut

(Aaker, 1991:72). Pada Brand yang tergolong baru, dua tugas tersebut perlu dilakukan oleh

perusahaan, walaupun dalam beberapa kasus nama dari Brand tersebut telah menjelaskan

kategori produknya. Panduan yang dapat digunakan dalam meraih dan

mempertahankanawareness tersebut adalah :

Be different, memorable; Banyaknya pesan-pesan komunikasi pemasaran yang diterima

oleh konsumen dalam kesehariannya, menyebabkan otak konsumen

menjadiclutter. Untuk membuat konsumen tetap aware terhadap pesan yang disampaikan

oleh perusahaan,  penyampaian pesan yang dilakukan haruslah berbeda sehingga diingat

olehtarget audience, seperti pendekatan (approach) atau tampilan (appeal) yang

digunakan. Hal yang tetap perlu diingat kemudian adalah, walaupun komunikasi yang

dilakukan berbeda, harus tetap mampu menciptakan hubungan

antara brand dengan kategori produknya. Sebagai contoh: siapa yang bakal ingat kalau

kita beriklan sebuah mobil sedan sedang berjalan di gunung

Involve a slogan or jingle; penggunaan slogan atau jingle dapat membantu karena

dengan menggunakan slogan tersebut dapat memvisualisasikan karakteristik dari produk

perusahaan tersebut.

Symbol exposure; penggunaan simbol ini mempermudah konsumen dalam mengenali

suatu Brand, melalui tampilan visual symbol tersebut dibandingkan mengenali suatu kata

atau frase yang digunakan oleh Brand tersebut.

Publicity; keuntungan dari publicity ini tidak hanya lebih murah dibandingkan

menggunakan media iklan, namun faktor efektifitas dari media  publicity ini juga cukup

Page 10: Proposal Fix

tinggi. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa orang lebih tertarik untuk mengetahui suatu

berita baru daripada membaca iklan, contoh: kegemaran Obama menggunakan

Blackberry yang disebutkan diberbagai media.

Event sponsorship; Dalam suatu proses sponshorship yang berkesinambungan, akan

mempererat asosiasi suatu event terhadap suatu Brand. Contoh dari asosiasi tersebut

adalah bagaimana Rolex diasosiasikan dengan kejuaraan tenis Wimbeldon.

Consider brand extensions; menggunakan nama brand pada produk lain adalah salah

satu cara untuk meningkatkan brand recall. Beberapa perusahaan yang mengadopsi

penggunaan brand extensions ini seperti coca-cola, Honda, Yamaha dan Sony.

Using cues; Menggunakan isyarat/ panduan/petunjuk yang dapat membantu

mengarahkan ke kategori produk atau ke Brand itu sendiri. sebagai contoh: Roger Federer

dan Wilson

Recall requires repetition; membangun awareness tidak serta merta terjadi dalam 1 hari,

atau 1 kali beriklan, semua membutuhkan pengulangan dan kontinuitas.

The recall bonus; Pada sebuah penelitian ditemukan apabila sebuah Brand telah

mencapai tahap Recall yang kuat, maka merek lain yang ia ingat akan menjadi semakin

sedikit pula (Aaker, 1991, 72-76)

Pada akhirnya, walaupun awareness merupakan aset penting dari Brand, awareness sendiri memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat secara langsung mendorong sales(Aaker, 1991:69).

B. Preceived Quality

Perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan mengenai kualitas atau keunggulan secara keseluruhan dari produk atau jasa sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, relatif terhadap alternatif. ersepsi kualitas merupakan persepsi pertama dari pelanggan. Sehingga berbeda dari berbagai konsep lain yang berkaitan, seperti:

a) Kualitas aktual atau obyektif: perpanjangan dari produk atau jasa apa yang memberikan keunggulan jasa.

b) Kualitas berbasis produk: sifat dan jumlah bahan, fitur, atau layanan yang disertakan.

c) Kualitas pabrik: kesesuaian dengan spesifikasi, sasarannya “tanpa kerusakan”

Page 11: Proposal Fix

Perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif, sebagian karena merupakan persepsi dan juga karena penilaian tentang apa pentingnya bagi pelanggan yang terlibat. Perceived quality merupakan hal yang tidak berwujud, perasaan keseluruhan tentang merk. Namun, hal ini akan menjadi dasar dalam memahami dimensi yang melibatkan karakteristik produk dari merk yang disertakan seperti reliabilitas dan kinerja. Untuk memahami perceived quality, identifikasi dan penilaian pemahaman dimensi akan berguna, namun perceived quality itu sendiri adalah sebuah ringkasan, konstruksi secara global.

DIMENSI PERCEIVED QUALITY: KONTEKS PRODUK

1. Kinerja: seberapa baguskah mesin cuci ini membersihkan pakaian?

2. Fitur: apakah odol memiliki wadah yang cocok?

3. Kesesuaian dengan spesifikasi: apa insiden kerusakannya?

4. Reliabilitas: apakah mesin pemotong rumput bekerja dengan baik setiap kali digunakan?5. Daya tahan: berapa lama mesin pemotong rumput bertahan?

6. Kemampuan layanan: apakah sistem layanan, efisien, kompeten, dan nyaman?

7. Kecocokan dan penyelesaian: apakah produk terlihat dan terasa seperti produk yang

berkualitas?

\

DIMENSI PERCEIVED QUALITY: KONTEKS LAYANAN

1. Berwujud: apakah fasilitas fisik, perangkat, dan tampilan personil menyiratkan kualitas?2. Reliabilitas: apakah pekerjaan akuntansi dilakukan secara terpadu dan akurat?3. Kompetensi: apakah staf bengkel memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan benar? Apakah mereka dapat memperlihatkan kepercayaan dan keyakinan?

4. Tanggapan: apakah staf penjualan mau membantu pelanggan dan memberikan layanan dengan cepat?

5. Empati: apakah bank memberikan kepedulian, perhatian secara individual kepada konsumennya?

Page 12: Proposal Fix

C. Brand Assosiation

Brand Association (Asosiasi Merek) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan

mengenai merek.  Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan.

Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau

penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat

dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen.

Secara sederhana, pengertian brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang

terbentuk di benak konsumen. Konsumen terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung

memiliki konsisten terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan kepribadian merek

(brand personality) Merek mulai digunakan sebagai penjamin keandalan dan kualitas produk

konsumen, dan telah berkembang menjadi lambang gaya hidup atau sekumpulan ide. Perusahaan

juga bisa menjadi merek yang memiliki kepribadian dan susunan nilai. Sebagai contoh, IBM atau

Apple, produsen komputer  dengan identitas yang sangat berbeda. Pelanggan masing-masing

perusahaan sangat setia dengan merek dan mempercayai produknya. Merek menghasilkan

kesetiaan konsumen  dan menangkap harga premium. Merek menyederhanakan informasi,

berkomunikasi dengan cepat dan memudahkan keputusan untuk membeli.

Sebuah merek lebih dari sekedar nama atau identitas. Merek ialah sekelompok nilai

tambah yang menawarkan keuntungan fungsional dan psikologi kepada konsumen, nilai yang

tercermin pada kemasan, harga, warna, rasa, bau dan bentuk suatu produk konsumen.

Secara sederhana, pengertian brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di

benak konsumen. Konsumen terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki

konsisten terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan kepribadian merek (brand

personality).

Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan,

karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu

dengan merek yang lain.

Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu:

1. Dapat membantu proses penyusunan informasi. Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada

suatu merek, dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang

dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.

2. Perbedaan. Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha

pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam

membedakan satu merek dari merek yang lain.

Page 13: Proposal Fix

3. Alasan untuk membeli. Pada umumnya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen

untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.

4. Penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif

yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.

5. Landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu

perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan

sebuah produk baru. (Freddy Rangkuti (2002:43) )

D. Brand Loyalty

Aaker (1997:56) mendefinisikan loyalitas merek (brand loyalty)  sebagai suatu

ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan

gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang

ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya

perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang pelanggan yang

sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan

pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas

pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut

dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian,

brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait

dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di

masa mendatang.

Menurut Mowen, (1995:531) Brand loyalty is defined as the degree to which a

customer holds a positive attitude toward a brantl, has a commitment to it, and intends

to continue purchasing it in the future As such, brand loyalty ls directly influenced by

the cuslomer satisfaction dissatisfaction with the brand. Yang mempunyai arti Bahwa

loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkatan dimana pelanggan memiliki sikap positif

terhadap suatu merek memiliki komitmen  dan cenderung untuk terus melanjutkan

membeli produk dengan suatu merek tertentu dimasa yang akan datang. Dengan

demikian, loyalitas merek secara langsung dipengaruhi oleh kepuasan/ketidak puasan

pelanggan terhadap merk tertentu.

Page 14: Proposal Fix

Menurut Assael (70) Bran Loyalty : "Brand Loyalty represents a favorable attitude

toward and consistent purchase of a single brand over time." Bahwa kesetiaan merek

menggambarkan sebuah sikap yang positif dan melakukan pembelian terhadap merek

tersebut secara berulang-ulang.

Definisi loyalitas merek menurut Schiffman, (227) yaitu : "BrQnd loyalty must be

measured by attitudes toward a brand rather than by purchase consistensy." Bahwa

kesetiaan merek dinilai dari sikap terhadap suatu merek dengan pembelian secara

berulang-ulang. Menurut Zaltman, (1979:288)yaitu :"Brand toyalty is one type of repeat

purchase." Bahwa dengan mengulangi pembelian merupakan suatu bentuk kesetiaan

merek. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek

tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang

menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut

atributnya. Bila banyak pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori ini berarti

merek tersebut memiliki brand equity yang kuat.

Tingkat Loyalitas Merek

Dalam kaitannya dengan loyalitas merek terdapat beberapa tingkat loyalitas. Masing-

masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi

sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan tersebut adalah sebagai

berikut (Aaker, 1997, p.58):

- Berpindah-pindah (Switcher)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang

berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk

memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain

mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak

tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap

memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri

yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk

karena harganya murah.

- Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer)

Page 15: Proposal Fix

Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli

yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak

mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan ini

pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk

membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan

tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai bentuk pengorbanan lain. Jadi

dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas

kebiasaan mereka selama ini.

- Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied buyer)

Pada tingkat ini pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi

merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya

ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) yang terkait

dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih

merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini

maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh

pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang

cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).

- Menyukai merek (Likes the brand)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-

sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional

yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang

terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik

yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh kesan kualitas

yang tinggi. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan

yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam

sesuatu yang spesifik.

- Pembeli yang komit (Committed buyer)

Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu

kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi

Page 16: Proposal Fix

sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu

ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi

loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan

merek tersebut kepada orang lain.

2.1.2 Kinerja Pemasaran

Pengukuran kinerja pemasaran perlu dilakukan karena tujuan bisnis disamping menciptakan pelanggan, akan tetapi bisnis harus mampu mendapatkan keuntungan (Farris et al., 2006). Pengukuran kinerja pemasaran dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan marketing profitability (best, 2005) dan shareholder value (Doyle, 2006). Pendekatan shareholder value yang digunakan dalam mengevaluasi strategi-strategi marketing pada dasarnya sama dengan proses yang digunakan investor dalam menilai harga saham, yaitu suatu marketing strategi dianggap baik jika dinilai akan mampu meningkatkan nilai suatu bisnis khususnya dalam menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar. Ada empat faktor operasional yang mempengaruhi shareholder valuemenurut rumus Net Present Value (NPV), yaitu ;

Perkiraan tingkat operating cash flow Perkiraan waktu cash flow Perkiraan lama waktu penerimaan cash flow Perkiraan resiko cashflow di masa mendatang

Penciptaan keuntungan buat pemegang saham sebagai tujuan utama strategi marketing dalam bisnis. Hal ini agak berbeda dengan tujuan mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar dengan mengalahkan pesaing. Strategi marketing yang baik akan mampu meningkatkan discounted cashflow. Strategi marketing memiliki empat komponen utama :

Pilihan pasar.

Segmentasi pasar yang ditargetkan

Keunggulan diferensiasi yang merupakan alasan kenapa harus membeli dan loyal.

Marketing mix (5Ps yaitu Product, People, Price, Promotion dan Place)

Beberapa konsep pengukuran yang berhubungan dengan penghitungan margin dan profit, yaitu:

Margin

Harga dan margin saluran distribusi

Harga rata-rata per unit dan harga per satuan pengukuran

Biaya variabel dan biaya tetap

Page 17: Proposal Fix

Pengeluaran marketing: total, tetap dan variabel

Analisis break event dan analisis kontribusi

Target sales berdasarkan (profit)

2.2 TINJAUAN PENELITIAN TERDAHULU

Merujuk pada penelitian sejenis yang sudah dilakukan, peneliti menemukan penelitian

sebagai berikut :

1. Ophelea Archillia Fando, Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta, dengan

judul skripsi Strategi Komunikasi Pemasaran Eksportir Furniture dalam menarik dan

mempertahankan konsumen (Studi Deskriptif pada CV. Kalingga Putra di Jepara, Jawa Tengah).

Objek penelitian skripsi Ophelea ditempatkan pada CV. Kalingga Putra yang merupakan

eksportir furniture yang sebagian besar konsumennya adalah orang luar negeri. Di penelitian

Ophelea tersebut membahas tentang kegiatan MPR (Marketing Public Relations) dalam CV.

Kalingga Putra dalam menarik konsumen-konsumennya. Dalam penelitian Ophelea juga

membahas tentang penggunaan internet sebagai salah satu media pemasaran, dan ada beberapa

faktor pendukung dan penghambat dalam pemasaran CV. Kalingga Putra.

2. Susilojati, Yogisari, Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta, dengan judul skripsi

Strategi Komunikasi Pemasaran CV Blank Design Buro dalam mendapatkan konsumen.

Kegiatan komunikasi pemasarannya lebih mengarah pada mengkomunikasikan produk jasa

desain grafis dalam mendapatkan konsumen. Dalam penelitiannya mendasar oleh semakin

banyaknya perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan jasa desain grafis dengan berbagai

macam karakteristik. Dengan adanya penelitian-penelitian yang membahas tentang strategi

komunikasi pemasaran akan dijadikan bahan acuan dalam penelitian yang penulis lakukan.