proposal dbd

31
Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Kejadian Demam Berdarah Dengue dengan Kebiasaan Tidak Mengubur Barang Bekas di Wilayah Cawang Anggota Kelompok: 1. Reza Dara Pertiwi 1161050038 2. Ella Putri Saptari 1161050203 3. Lidya Dewi Rahayuningsih 1161050166 4. Trias Dinar Azwarini R. 1161050080 5. Charisma Eris 1161050170 6. Michy Anggun Malvika 1161050220 7. Ika Paula Fransiska Purba 1161050162 8. Noer Rizky Helga W. 1161050139 9. Catherine Anita 1161050252 10. Indri Chernovita Turnip

Upload: pranatalenta-vieta-eka

Post on 16-Sep-2015

291 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Proposal Penelitian

BAB IPENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Demam Berdarah Dengue (DBD) pada negara-negara tropis, umumnya meningkat pada musim penghujan dimana banyak terdapat genangan air bersih yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dan menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan singkat.Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia tahun 2007 mencapai 140.000 kasus dan 1.380 orang meninggal, dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,98%. Selama tahun 2008, terjadi penurunan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi 137.469 kasus dan jumlah kematian sebanyak 1.187 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,86%. Lalu pada tahun 2009 terdapat 77.489 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), angka kematian mencapai 585 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,76%.Berdasarkan data dari Depkes RI pada tahun 2010, jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia dari Januari-Maret 2010 sebanyak 14.875 kasus dengan angka kematian 167 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 1,13%.Tingginya angka kasus maupun kematian yang disebabkan oleh penyakit ini menurut WHO merupakan petunjuk bahwa masalah kesehatan masyarakat masih merupakan beban. Dalam teori Bloom disebutkan bahwa kualitas lingkungan mempengaruhi determinan dari status kesehatan, selain itu juga pelayanan kesehatan, hereditas dan perilaku manusia itu sendiri.Lingkungan berpengaruh penting terhadap komunitas pemijaknya, disalah satu sisi menjadi sarana kehidupan namun pada kondisi lain dapat menjadi sumber dari hadirnya berbagai penyakit yang dapat mengancam kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Lahirnya berbagai penyakit sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan dimana komunitas sumber penyebab penyakit (agent) berada. Kondisi kehadiran sumber penyebab penyakit sangat bergantung pada lingkungan ( air, tanah, udara, tumbuhan serta manusia).Tingginya kasus DBD juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Perilaku yang tidak sehat memberi ruang leluasa perilaku pada nyamuk Aedes aegypti untuk hidup dan berkembang biak. Perilaku masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan cara utama pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD. Kampanye PSN sudah digalakkan pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan dengan semboyan 3M, yakni menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk.Perhatian terhadap faktor perilaku sama pentingnya dengan perhatian terhadap faktor lingkungan, khususnya dalam hal upaya menghindari terjadinya kontak dengan nyamuk dewasa. Hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk mengamati perilaku masyarakat dalam hal kebiasaan tidak mengubur barang- barang bekas, seperti; kaleng, ban, botol minum, dan lain-lain, khususnya di perumahan daerah Cawang, yang merupakan penyumbang angka penderita terbanyak untuk kasus DBD di Jakarta Timur.I.2RUMUSAN MASALAH

1. Adakah pengaruh yang signifikan antara kebiasaan tidak mengubur barang- barang bekas di masyarakat dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Cawang, Jakarta Timur?

I.3TUJUANA. Tujuan UmumUntuk mengetahui hubungan yang signifikan antara kebiasaan tidak mengubur barang-barang bekas dengan tingginya angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Cawang, Jakarta TimurB. Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui penyebab tingginya angka kejadian kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Cawang, Jakarta Timur.2. Untuk mengetahui pengolahan dan ketersediaan fasilitas pembuangan sampah di wilayah Cawang, Jakarta Timur.3. Untuk mengetahui upaya masyarakat setempat dalam menanggulangi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Cawang, Jakarta Timur.4. Untuk mengetahui terlaksananya Program 3M di wilayah Cawang, Jakarta Timur.I.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk mengurangi Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Cawang, Jakarta Timur2. Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan di wilayah Cawang, Jakarta Timur3. Untuk mengurangi daerah-daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1. Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.

2.1.2. Agent Infeksius

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masingmasing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.

2.1.3 Vektor Penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.

2.2. Penularan Virus Dengue

2.2.1. Mekanisme Penularan

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multipl biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.

2.2.2. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD14

Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :

1. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar.

Tempat-tempat umum itu antara lain :

i. Sekolah Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.

ii. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya :

Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue.

iii. Tempat umum lainnya seperti :

Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat ibadah dan lain-lain.

3. Pemukiman baru di pinggiran kotaKarena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi awal.2.3. Nyamuk Penular DBD

2.3.1. Morfologi

Nyamuk Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut :

a. Nyamuk dewasaNyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk yang lain. Mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.

b. Pupa (Kepompong)Pupa atau kepompong berbentuk seperti Koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibandingkan larva (jentik)nya. Pupa nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

c. Larva (jentik)Ada 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva

i. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm.

ii. Larva instar II berukuran 2,5-3,8 mm.

iii. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II.

iv. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm.

Larva dan pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air buatan seperti pada potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelepah daun, kaleng kosong, pot bunga, botol pecah, tangki air, talang atap, tempolong atau bokor, kolam air mancur, tempat minum kuda, ban bekas, serta barang-barang lainnya yang berisi air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah. Larva sering berada di dasar container, posisi istirahat pada permukaan air membentuk sudut 45 derajat, sedangkan posisi kepala berada di bawah.

d. Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur berbentuk oval yang mengapung satu persatu pda permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding penampungan air, Aedes aegypti betina bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian dalam pada tempat-tempat yang berair sedikit, jernih, terlindung dari sinar matahari langsung, dan biasanya berada di dalam dan dekat rumah. Telur tersebut diletakkan satu persatu atau berderet pada dinding tempat air, di atas permukaan air, pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air.

2.3.2. Lingkungan Hidup

Nyamuk Aedes aegypti seperti nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur jentik kepompong nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur dapat bertahan hingga kurang lebih selama 2-3 bulan apabila tidak terendam air, dan apabila musim penghujan tiba dan kontainer menampung air, maka telur akan terendam kembali dan akan menetas menjadi jentik. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang nyamuk betina biasanya 40-100 meter. Namun secara pasif misalnya angin atau terbawa kendaraan maka nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh.

2.3.3. Variasi Musiman

Pada musim hujan tempat perkembang biakan Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti terus meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue.

2.3.4. Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti ialah pada tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari, seperti: tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain.b. Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat yang biasa menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti : tempat minum hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas (kaleng,botol, ban,pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga,perangkap semut, penampung air dispenser, dan lain-lain.c. Tempat penampungan air alami, seperti : Lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, dan lain-lain .

2.4. Epidemiologi Penyakit DBD

2.4.1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang

DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah. Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984.

2.4.2. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi virus dengue meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998. Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia. Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang menyebar sepanjang tahun.

2.4.3. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu

Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di pulau Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2.4.4. Faktor faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit DBD

Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu agent (virus), host (pejamu), dan lingkungan, yaitu : 1. Agent (penyebab penyakit) adalah semua unsur atau elemen hidup atau mati yang kehadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimuli untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent dalam penyebaran DBD adalah virus dengue.2. Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit DBD. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia, yaitu :

i. Mobilitas penduduk akan memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Hasil penelitian Fathi (2004) di kota Mataram mobilitas penduduk tidak ikut berperan dalam terjadinya KLB penyakit DBD di kota Mataram, hal ini dapat dikaitkan dengan mobilitas penduduk di kota Mataram yang relatif rendah yaitu sebagian besar adalah petani. Hasil penelitian Arsunan dan Wahiduddin (2003) di kota Makassar mobilitas penduduk berperan dalam penyebaran DBD, hal ini disebabkan mobilitas penduduk di kota Makassar yang relatif tinggi. Hal ini sesuai dengan Sumarmo bahwa penyakit biasanya menjalar dimulai dari suatu pusat sumber penularan (kota besar), kemudian mengikuti lalu-lintas (mobilitas) penduduk. Semakin tinggi mobilitas makin besar kemungkinan penyebaran penyakit DBD.

ii. Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan, hal ini berkaitan dengan pengetahuan. Hasil penelitian Nicolas Duma (2007) di kecamatan Baruga kota Kendari ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan dengan kejadian DBD. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Arsunan dan Wahiduddin (2003) di kota Makassar yang mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian DBD. Hasil penelitian Kasnodiharjo (1997) di Subang Jawa Barat menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan atau buta huruf , pada umumnya akan mengalami kesulitan untuk menyerap ide-ide baru dan membuat mereka konservatif karena tidak mengenal alternatif yang lebih baik.

iii. Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit DBD. Hasil penelitian Soegeng Soegijanto (2000) di Jawa Timur dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus DBD terbanyak adalah pada kelompok umur 5-9 tahun. Tetapi pada tahun 1998 dan 2000 proporsi kasus pada kelompok umur 15-44 tahun meningkat, keadaan tersebut perlu diwaspadai bahwa DBD cenderung meningkat pada kelompok umur remaja dan dewasa. Hal ini sesuai dengan Suroso bahwa di Indonesia pada tahun 1995-1997 proporsi kasus DBD telah bergeser ke usia 15 tahun. Hasil penelitian Fitri (2005) di Pekanbaru proporsi penderita terbanyak lebih sering pada kelompok umur 15 tahun. iv. Jenis kelamin, berdasarkan penelitian Widyana (1998) di Bantul pada tahun 1997 menemukan bahwa proporsi penderita perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu sebesar 52,6 %. Hasil serupa juga di peroleh oleh Enny dkk (2003) di Jakarta pada tahun 2000 sebagian besar penderita adalah perempuan (58,2%). Namun secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita DBD dan sampai sekarang tidak ada keterangan yang dapat memberikan jawaban dengan tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin pada penderita DBD. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Djelantik di RSCM Jakarta (1998) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara angka insiden laki-laki dan perempuan.3. Lingkungan, lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah :i. Tempat penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Hasil penelitian Yukresna (2003) dengan desain penelitian case control di kota Medan mendapatkan kondisi tempat penampungan air mempunyai hubungan dengan kejadian DBD dengan OR 5,706 (CI 95% 1,59 20,39).ii. Ketinggian tempat suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk dan virus DBD. Di wilayah dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti.iii. Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal) tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas, dalam tempo singkat akan menetas, dan kelembaban udara juga akan meningkat yang akan berpengaruh bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa dimana selama musim hujan jangka waktu hidup nyamuk lebih lama dan berisiko penularan virus lebih besar. Dari hasil pengamatan penderita DBD yang selama ini dilaporkan di Indonesia bahwa musim penularan DBD pada umumnya terjadi pada musim hujan yaitu awal dan akhir tahun. Hasil penelitian Fitri (2005) kasus penyakit DBD di kota Pekanbaru akan lebih tinggi pada saat curah hujan tinggi yaitu diatas 300 mm.iv. Kebersihan lingkungan / sanitasi lingkungan, dari penelitian Yukresna (2003) di kota Medan dengan desain penelitian case control yang mendapatkan bahwa kebersihan lingkungan mempunyai hubungan dengan kejadian DBD dengan OR 2,90 (CI 95% 1,63-5,15). Penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan Seogeng, S (2004) yang menyatakan bahwa kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.2.4.5. Manifestasi KlinisInfeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik yang meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue, atau demam berdarah dengue termasuk sindrom syok dengue (DSS). Penyakit demam dengue biasanya tidak menyebabkan kematian, penderita sembuh tanpa gejala sisa. Sebaliknya, DHF merupakan penyakit demam akut yang mempunyai ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan berpotensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Gambaran klinis bergantung pada usia, status imun penjamu, dan strain virus.2.5. Pencegahan Primer

Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

2.5.1. Surveilans Vektor

Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah :a) House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa.HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100% Jumlah Rumah yang Diperiksab) Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa. CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100% Jumlah Container Yang Diperiksac) Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang diperiksa. BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 Jumlah Rumah Yang DiperiksaDari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100% Jumlah Rumah Yang DiperiksaPemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah.

2.5.2. Pengendalian Vektor 4

Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu :a. Pengendalian Cara KimiawiPada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi. b. Pengendalian Hayati / Biologik Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk.c. Pengendalian Lingkungan Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.

2.5.3. Surveilans Kasus

Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif. Di beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif. Meskipun sistem surveilans pasif tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun sistem ini berguna untuk memantau kecenderungan penyabaran dengue jangka panjang. Pada surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan ( rumah sakit, Puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek swasta, dll) diwajibkan melaporkan setiap penderita termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Surveilans aktif adalah yang bertujuan memantau penyebaran dengue di dalam masyarakat sehingga mampu mengatakan kejadian, dimana berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus yang bersirkulasi, untuk mencapai tujuan tersebut sistem ini harus mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang baik. Surveilans seperti ini pasti dapat memberikan peringatan dini atau memiliki kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi penyakit DBD.

2.5.4. Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai pemantauan hasilhasilnya secara terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan lingkungan serta prilaku sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu : Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan minimal sekali dalam seminggu. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa. Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.

2.6. Pencegahan Sekunder

2.6.1. Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan Penderita

Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :

1. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.2. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.3. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya.2.6.2. Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.1. Kriteria Klinis Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan malena. Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.

Pembesaran hati (hepatomegali).

Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.

2. Kriteria Laboratorium

Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)

Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :

a) Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.b) Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lainnya.c) Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.d) Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.

2.6.3. Diagnosis Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang sangat penting untuk memastikan diagnosis infeksi dengue, meliputi :

1. Pengumpulan Spesimen

Salah satu aspek yang esensial untuk diagnosis laboratorium adalah pengumpulan, pegolahan, penyimpanan, dan pengantaran spesimen. Persyaratan dari jenis spesimen. Spesimen S1 adalah sampel darah yang diambil pada stadium akut atau secepatnya setelah onset penyakit atau segera setelah masuk rumah sakit. Spesimen S2 adalah sampel darah yang diambil pada waktu penderita akan meninggalkan rumah sakit atau secepatnya sebelum meninggal.

Spesimen S3 adalah sampel darah yang diambil 2-3 minggu setelah spesimen akut. Waktu antara yang paling baik untuk pengambilan spesimen akut dan kovalesen adalah 10 hari.

Untuk pemeriksaan serologi pengumpulan spesimen darah dapat dilakukan dengan 2 cara :a) dengan menggunakan kertas saring (filter paper khusus). Darah diteteskan pada kertas saring sampai jenuh, bolak-balik sehingga seluruh permukaan filter paper terisi darah rata. Darah dapat dari pembuluh vena dapat pula darah dari ujung jari (ujung jari ditusuk). Kertas saring yang berisi darah dibiarkan kering pada temperatur kamar. Jangan dikeringkan dengan panas sinar matahari atau yang lainnya. Kertas saring yang berisi darah yang telah kering disimpan dalam tempat yang kering pada suhu kamar tidak lebih dari 3 bulan. Kirimkan dalam amplop atau kantong plastik ke laboratorium secepatnya sebelum waktu 3 bulan tersebut.

b) dengan serum darah diambil secara asepsis dengan menggunakan semprit. Serum dipisahkan dengan diputar 1500-2000 putaran sekitar 10-15 menit. Serum yang terpisah dipindahkan dalam botol kecil dengan menggunakan pipet Pasteur. Serum tersebut disimpan pada suhu -200C sebelum dikirim ke laboratorium.Isolasi Virus, Isolasi sebagian besar strain virus dengue dari spesimen klinis dapat dilakukan pada sebagian besar kasus asalkan sampel diambil dalam beberapa hari pertama sakit dan langsung diproses tanpa penundaan. Spesimen yang mungkin sesuai untuk isolasi virus diantaranya serum fase akut dari pasien, autopsi jaringan dari kasus fatal, terutama dari hati, limpa, nodus limfe.

2. Isolasi Virus

Isolasi sebagian besar strain virus dengue dari spesimen klinis dapat dilakukan pada sebagian besar kasus asalkan sampel diambil dalam beberapa hari pertama sakit dan langsung diproses tanpa penundaan. Spesimen yang mungkin sesuai untuk isolasi virus diantaranya serum fase akut dari pasien, autopsi jaringan dari kasus fatal, terutama dari hati, limpa, nodus limfe.

3. Uji Serologis

Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI) merupakan salah satu pemeriksaaan serologi untuk penderita DBD dan telah ditetapkan oleh WHO sebagai standar pada pemeriksaan serologi penderita DBD dibandingkan pemeriksaan serologi lainnya seperti ELISA, uji komplemen fikasi, uji netralisasi, dan sebagainya. Apapun jenis uji yang dilakukan, konfirmasi serologis sudah pasti bergantung pada kenaikan yang signifikan (4 kali lipat atau lebih) pada antibodi spesifik dalam sampel serum diantara fase akut dan fase pemulihan. Kumpulan antigen untuk sebagian besar uji serologis ini harus mencakup keempat serotipe dengue.

2.6.4. Pengobatan Penderita DBD

Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.

1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :

Istirahat total di tempat tidur.

Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air ditambah garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus diberikan.

Berikan makanan lunak

Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.

Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

2. Penatalaksanaan pada pasien syok : Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.1) Nilai normal Hemoglobin :Anak-anak : 11,5 12,5 gr/100 ml darah

Laki-laki dewasa : 13 16 gr/100 ml darah

Wanita dewasa : 12 14 gr/100 ml darah2) Nilai normal Hematokrit :

Anak-anak : 33 38 vol %

Laki-laki dewasa : 40 48 vol %

Wanita dewasa : 37 43 vol %

Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi darah2.6.5. Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik rumah, yang dilakukan dirumah penderita dan 20 rumah disekitarnya serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan, hasilnya dicatat dalam formulir PE dan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas selanjutnya diteruskan kepada Lurah melalui Camat dan penanggulangan seperlunya untuk membatasi penularan. Maksud penyelidikan epidemiologi ialah untuk mengetahui ada/tidaknya kasus DBD tanbahan dan luas penyebarannya, serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit DBD lebih lanjut dilokasi tersebut. Bila pada hasil PE ditemukan penderita DBD lain atau jentik dan penderita panas tanpa sebab yang jelas lebih dari 3 orang maka akan dilakukan penyuluhan 3 M plus, larvasida, fogging fokus / penanggulangan fokus, yaitu pengasapan rumah sekitar tempat tinggal penderita DBD dalam radius 200 meter, yang dilaksanakan berdasarkan hasil dari penyelidikan epidemiologi, dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu. Bila pada hasil PE tidak ditemukan kasus lain maka dilakukan penyuluhan dan kegiatan 3M.2.7. Pencegahan Tersier

Pencegahan tingkat ketiga ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan :1. Transfusi Darah Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan malena diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah secepatnya.2. Stratifikasi Daerah Rawan DBD Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan seperti :i. Endemis Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah fogging Sebelum Musim Penularan (SMP), Abatisasi selektif, dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.ii. Sporadis Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M, penyuluhan tetap dilakukan.iii. Potensial Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir tidak ada kasus DBD. Tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi dengan wilayah lain dan persentase rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.iv. Bebas Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus DBD. Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan persentase rumah yang ditemukan jentik 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.BAB IIIKERANGKA KONSEP

3.1 Hipotesis1. Kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa tidak mengubur barang-barang bekas dapat mengakibatkan sarang nyamuk.2. Semakin banyak barang bekas yang tidak dikubur, semakin banyak jumlah nyamuk.3. Semakin banyak jumlah nyamuk semakin banyak kasus DBD.3.2 Definisi Operasional Variabel1. Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan merupakan vector borne disease atau ditularkan melalui vector, yaitu nyamuk Aedes aegypti.2. Mengubur barang-barang bekas adalah salah satu cara Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan tujuan mengendalian vektor,yaitu nyamuk Aedes aegypti, sehingga tidak bisa hidup dan berkembang biakBAB IV METODE PENELITIAN1.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Dalam penelitian ini menempuh langkah-langkah, pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data dan membuat kesimpulan dari laporan. Peneliti menggunakan metode Cross Sectional , yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi/pengumpulan data.

1.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Pada penelitian ini menggunakan teknik sampling yaitu simple random sampling dengan memilih beberapa keluarga secara acak yang kesempatannya sama untuk dipilih , selanjutnya megundi anggota populasi (lottery tehnique) untuk dijadikan sampel.

Penelitian ini dilakukan kepada 10 RT, satu RT terdiri dari 10 kepala keluarga. 1.3 Cara Pengumpulan Data

Data pengetahuan dan perilaku kebiasaan tidak mengubur barang- barang bekas yang akan diperoleh dari hasil kuesioner, kemudian dinilai berdasarkan skor.

1.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data berupa kuesioner.

1. Kuesioner observasi

Kuesioner ini berisi daftar pertanyaan untuk memperoleh data mengenai perilaku kebiasaan tidak mengubur barang- barang bekas dan jumlah kasus DBD di Cawang, Jakarta Timur.1.5 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Setelah mendapatkan data, selanjutnya akan diadakan pengolahan data. Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian ini :

a. Editing (memeriksa data)

MenjumlahMenghitung banyaknya lembaran daftar kuesioner yang kembali dan yang telah diisi untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yang ditentukan.

Korelasi

Membenarkan jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan,

Membenarkan tulisan yang kurang jelas.

b. Menyusun Data (tabulating)

Setelah proses editing data akan disusun menggunakan komputer.

c. Penyajian Data Data penelitian ini disajikan dalam bentuk tekstuler, tabel (table presentation), dan grafik.1.6 Organisasi Penelitian

Kelompok I :

1. Reza Dara Pertiwi

11610500382. Ella Putri Saptari

11610502033. Lidya Dewi Rahayuningsih11610501664. Trias Dinar Azwarini R.

11610500805. Charisma Eris

11610501706. Michy Anggun Malvika

11610502207. Ika Paula Fransiska Purba

11610501628. Noer Rizky Helga W.

11610501399. Catherine Anita

116105025210. Indri Chernovita Turnip

1161050164Kelompok II :

1. Arianny Eunike Sipayung

11610502222. Sylvia Inggrid

11610502043. Nadia Salima

11610501754. Arum Nurlatifah

11610501345. Vega Nitya Eridani

11610501686. Ela Anggraini

11610502167. Ghrena Amadea Mariniya

11610500358. Eka Pranatalenta

11610501999. Rizky Sarah Tifani

116105022110. Franky Andreas

116105005011. Muhammad Kitanto W.

11610501031.7 Rencana Biaya

Pemasukan :

Iuran mahasiswa @Rp 61.000 x 21 orang

Rp. 1.281.000,-

Total Pemasukan :

Rp. 1.281.000,-

Pengeluaran :

Dana untuk pembuatan proposal

Kertas @Rp 100 x 40 lembar

Rp. 4.000,-

Print @Rp 3.000 x 20 lembar

Rp. 60.000,-

Jilid Spiral @Rp 3.000 x 4

Rp. 12.000,-

Fotocopy proposal @Rp 7.000 x 15

Rp. 105.000,-

Dana Pelaksanaan kerja di lapangan

Transportasi (mobil) @ Rp 25.000 x 4

Rp. 100.000,-

Kuisioner (1 Rt = 10 rumah)

100 kuisioner @ Rp 125 x 100

Rp. 100.000,-

100 souvenir @ Rp 4.000 x 100

Rp. 400.000,-

Honor Peniliti dan Petugas

Honor Peniliti

-

Honor Petugas @ Rp 50.000 x 10 RT

Rp. 500.000,-

Total Pengeluaran :

Rp. 1.281.000,-

LampiranDaftar Pustaka

Sigarlaki, H.J.O, Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, CV. Infomedika, Jakarta, 2009.

Kejadian Demam Berdarah Dengue dengan Kebiasaan Tidak Mengubur Barang Bekas di Wilayah Cawang

2013

Fakultas Kedokteran

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Anggota Kelompok:

Reza Dara Pertiwi1161050038

Ella Putri Saptari1161050203

Lidya Dewi Rahayuningsih1161050166

Trias Dinar Azwarini R.1161050080

Charisma Eris 1161050170

Michy Anggun Malvika1161050220

Ika Paula Fransiska Purba1161050162

Noer Rizky Helga W.1161050139

Catherine Anita1161050252

Indri Chernovita Turnip1161050164

Arianny Eunike Sipayung1161050222

Sylvia Inggrid1161050204

Nadia Salima1161050175

Arum Nurlatifah1161050134

Vega Nitya Eridani1161050168

Ela Anggraini1161050216

Ghrena Amadea Mariniya1161050035

Eka Pranatalenta1161050199

Rizky Sarah Tifani 1161050221

Franky Andreas1161050050

Muhammad Kitanto W.1161050103

Kuesioner :

Nama : ..................................Umur: ................ Tahun

Alamat : ..................................Jenis Kelamin : ...............................

Pekerjaan : ..................................

Apakah anda biasa mengubur barang- barang bekas ?

Ya

Tidak

Seberapa sering anda mengubur barang- barang bekas ?

Tidak Pernah

Jarang

Sering

Sangat Sering

Apakah menurut Anda barang-barang bekas seperti kaleng, ban, dan kemasan minuman dapat menjadi sarang nyamuk ?

Ya

Tidak

Apakah di rumah anda ada yang terkena DBD ?

Ya

Tidak

Di rumah Anda, berapa orang yang pernah terkena DBD ?

Ya

Tidak

Apakah di daerah ini pernah diadakan penyuluhan DBD ?

Ya

Tidak

Berapa kali penyuluhan tersebut diadakan ?

0

1 kali

2-3 kali

Lebih dari 3 kali

Apakah Anda mengikuti penyuluhan DBD tersebut ?

Ya

Tidak