program dbd desy ind
DESCRIPTION
program dbdTRANSCRIPT
TUGAS IKM – 4
PROGRAM PEMBERANTASAN DBD
Disusun oleh :
Desy Indira Ardiana
G2A008049
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Semarang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan di Indonesia termasuk di Asia Tenggara. Pada tahun
2010 Indonesia difokuskan kepada program preventif yaitu pencegahan
penyakit, tingginya berbagai wabah penyakit menunjukan bahwa program
preventif belum terlaksana dengan benar. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai program pemberantasan penyakit tersebut.
Pemberantasan penyakit ialah menangani penyakit di masyarakat
secara menyeluruh, baik penderita, orang sehat, lingkungan, dan
sebagainya. Untuk itu, diperlukan peran serta seluruh pengertian
masyarakat dan tenaga kesehatan dalam mensukseskan program
pemberantasan penyakit, khususnya penyakit menular. Sifat-sifat
penyakit menular itu sendiri yaitu mudah menular, frekuensi penderitanya
cepat meningkat, dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi dan
besar di masyarakat bahkan sering menyebabkan masalah yang sangat
serius. Terkadang juga timbul penyakit baru dengan patogenitas cukup
tinggi.
Dewasa ini melihat keadaan penyakit menular yang angkanya
masih tinggi, dapat diminimalkan dengan prinsip lebih baik mencegah
daripada mengobatinya. Maka dari itu tercetuslah usaha baru yang
berhubungan dengan penyakit menular, yaitu program “pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular”. Untuk dapat melaksanakan program
pemberantasan penyakit yang baik, sudah semestinya mengetahui dahulu
pengetahuan dasar yang diperlukan, sebab jenis program pemberantasan
tersebut sangat banyak sesuai dengan banyaknya jenis penyakit.
Pengetahuan tentang pemberantasan penyakit sebenarnya sangat luas,
maka dari itu untuk memudahkan mempelajarinya perlu dibagi menjadi 2,
yaitu Dasar-Dasar Pemberantasan Penyakit dan Program Pemberantasan
Penyakit. Program Pemberantasan Penyakit oleh WHO digolongkan
menjadi Pemberantasan Penyakit Menular dan Pemberantasan Penyakit
Tidak Menular, akibat sangat luasnya pengetahuan tersebut.
Di Indonesia, Demam Berdarah Dengue yang dikenal dengan sebutan
DBD merupakan salah satu dari penyakit menular yang harus diberantas.
DBD pertama dicurigai di Surabaya kemudian berturut turut terjadi di
Bandung , Yogjakarta . Daerah endemik di luar jawa seperti, Di Sumatra
Barat dan Lampung, disusul Riau, Sulawesi Utara, dan Bali. Lebih dari itu,
semula yang di beberapa daerah dianggap sebagai penyakit dengan
siklus lima tahunan, kini cenderung menimbulkan ledakan setiap tahun.
Penyakit DBD karena virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti.
Penyakit ini karena virus Dengue, yang dibawa atau disebarkan oleh
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Secara umum 2,5 sampai 3
milyar orang beresiko terserang penyakit DBD, aedes aegypti merupakan
vektor epidemi utama yg secara epidemis bersifat siklis dan belum
ditemukan vaksin pencegahannya.
Penyakit DBD ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk kematian juga dapat
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang
terjadi antara lain dapat menimbulkan kepanikan dalam keluarga,
kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup.
Adapun Jumlah kasus dari tahun 2004 sampai dengan 2007
cenderung meningkat, dengan jumlah kematian paling tinggi terjadi pada
tahun 2006 sebanyak 22 orang (CFR:0,73%) dan Incidence rate (IR) :
505,1 per 100.000 penduduk. Hal tersebut disebabkan karena mobilitas
penduduk dan arus urbanisasi yang tak terkendali, perubahan iklim yang
cenderung menambah jumlah habitat vektor, infrastruktur penyediaan air
bersih yang tidak memadai serta kurangnya peran masyarakat dalam
pengendalian DBD. Berbagai upaya pemberantasan yang telah dilakukan
sebelumnya, seperti pencegahan dengan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN), pemeriksanaan jentik berkala (PJB) dan abatisasi, pengamatan
penyakit dan penyelidikan epidemiologi, penemuan dan petolongan serta
melaksanakan kegiatan fogging. Namun demikian Di Indonesia sendiri,
tingkat perekonomian pada masyarakat menengah ke bawah tergolong
masih rendah.
1.2 TUJUAN
1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan penyakit menular
beserta program pemberantasannya.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan program pemberantasan
penyakit menular dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mahasiswa dapat terjun ke lapangan dengan membantu tenaga
kesehatan dalam upaya promosi program pemberantasan.
4. Mahasiswa mengetahui tujuan umum pemberantasan penyakit,
yang terdiri atas :
a. Mengeliminasi jumlah penderita, sehingga penularan menjadi
berkurang.
b. Menurunkan jumlah karier dan sumber bukan manusia sampai
tingkat serendah mungkin.
c. Meningkatkan daya tahan dan kekebalan masyarakat terhadap
penyakit menular.
d. Menurunkan jumlah vektor sampai tingkat yang menyulitkan
pemberantasan.
e. Menangani lingkungan agar tidak berpotensi menjadi tempat
penularan.
f. Mencegah timbulnya penyakit tidak menular sampai tingkat
serendah mungkin.
g. Mengajak masyarakat supaya turut serta mencegah dan
memberantas penyakit.
h. Memantau tingkat penyakit dan penularannya.
BAB II
ISI
2.1 PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie
Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat
pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang
tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DBD adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya
dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty
(Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat
pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nVirus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4
serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang
dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat
termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium
diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan
serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak.
Ditinjau dari patofisiologisnya, Virus akan masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi
dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam
sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5
akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma
melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan
factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma ,
terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic ,
renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma
klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia
jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
Beberapa tanda dan gejala DBD antara lain; Demam tinggi selama 5
– 7 hari. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis,
hematoma. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri. Nyeri otot, tulang
sendi, abdoment, dan ulu hati.Sakit kepala.Pembengkakan sekitar mata.
Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening. Tanda-tanda renjatan
(sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah,
capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan :
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus
selama 2-7 hari.
b. Manifestasi Perdarahan
c. Tombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3,
biasanya ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
d. Mokonsentrasi yaitu meningkatnya hematokrit, merupakan indikator
yang peka terhadap terjadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan
penekanan berulang secara periodik. Kenaikan Ht 20% menunjang
diagnosa klinis Demam Berdarah Dengue.
Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka
diagnosa
secara klinis dapat dibagi atas (WHO 75).
1. Derajat I (ringan).
Demam mendadak 2 – 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi
perdarahan dengan uji torniquet positif.
2. Derajat II (sedang).
Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat karena ditemukan
perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain.
3. Derajat III (berat).
Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
4. Derajat IV (berat).
Penderita shock berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang
tak dapat diraba.
Penularan Demarn Berdarah Dengue dapat terjadi disemua tempat
yang terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial untuk
terjadinya penularan DBD adalah :
1. Wilayah yang banyak kasus DBD (Endemis).
2. Tempat-tempat unlum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang
yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya
pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar tempat - tempat
umum antara lain:
a. Sekolah.
b. RS / Puskesmas dan Sarana pelayanan kesehatan lainnya.
c. Tempat mnmn lainnya seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran,
tempat ibadah dan lain-lain.
3. Pemukiman baru dipinggir kota.
Karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah
dimana kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier.
2.2 PROGRAM PEMBERANTASAN
Upaya pemberantasan wabah penyakit menular di Indonesia saat ini perlu
mendapat perhatian apalagi mengingat beberapa jenis penyakit kembali
mewabah. Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di daerah
perkotaan lebih intensif dari pada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan
kepadatan jumlah penduduk yang tinggi di daerah perkotaan. Jarak antara
rumah yang satu dengan yang lain sangat berdekatan sehingga
memudahkan nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (Aedes Aegypti)
menyebarkan virus dengue dari satu orang ke orang lain yang ada
disekitarnya (jarak terbang nyamuk Aedes aegypti biasanya tidak lebih
dari 100 meter). Selain itu mobilitas penduduk di kota pada umumnya
jauh lebih tinggi dibandingkan di pedesaan.
Program pemberantasan penyakit DBD di berbagai negara umumya
belum berhasil, karena masih tergantung pada penyemprotan insektisida
untuk membunuh nyamuk dewasa. Pada tahun 2010 ini Indonesia
difokuskan pada tindakan preventif, maka salah satu cara mencegah
Demam Berdarah Dengue ini tentunya dengan upaya preventif pula.
Belum ada vaksin untuk pencegahan penyakit DBD dan belum ada obat-
obatan khusus untuk penyembuhannya, dengan demikian pengendalian
DBD tergantung pada pemberantasan nyamuk Aedes aegypti.
Tindakan pencegahan dan pemberantasan akan lebih baik apabila
juga dilakukan dengan pemberantasan sumber larva. Dalam hal ini perlu
pendekatan yang terpadu terhadap pengendalian nyamuk dengan
menggunakan semua metode yang tepat (lingkungan, biologi dan
kimiawi) yang murah, aman dan ramah lingkungan.
Kegiatan pemberantasan mulai diprogramkan yang meliputi
pengamatan, pengobatan penderita, dan penyemprotan disekitar lokasi
penderita (Foging Fokus) dengan radius 100 m. Selaras dengan itu
dibentuk unit-unit pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue di
Tingkat Dati I dan Dati II. Tahun 1980 s/d 1984 program kegiatan
pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dikembangkan
dengan melaksanakan abatisasi massal terhadap kota-kota dengan
endemisitas Demam Berdarah Dengue yang tinggi. Kemudian mulai tahun
1985 s/d 1989 abatisasi massal dipertajam sasarannya melalui stratifikasi
desa endemis dan non endemis. Untuk desa endemis dilakukan abatisasi
selektif (abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang
ditemukan jentik nyamuk Aedes Aegypti), Foging massal dan
Pemberantasan. Mulai tahun 1990 s/d sekarang dikembangkan program
pemberantasan intensif Demam Berdarah Dengue di desa/kelurahan
endemis Demam Berdarah Dengue dengan kegiatan penanggulangan
fokus, foging massal sebelum musim penularan, abatisasi selektif serta
penyuluhan don penggerakkan PSN melalui kerjasama lintas program dan
sektor. Kemudian stratifikasi desa disempurnakan menjadi 3 strata yaitu :
endemis, sporsdis dan bebas/potensial.
Penyuluhan yg harus diberikan kepada masyarakat yaitu, dalam
pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue yang penting adalah
upaya membasmi jentik nyamuk penular ditempat perundukan dengan
melakukan "3M" yaitu :
1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-
kurangnya
seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan seperti:
kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-lain.
Saat ini strategi pemberantasan DBD antara lain dengan
memberantas Ae. aegypti sebelum musim penularan untuk membatasi
penyebaran DBD dan mencegah KLB. 7 Pemberantasan tersebut
dilakukan dengan penggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) yang dikenal dengan program Jumat bersih, pengasapan
masal di kelurahan endemis tinggi dan tempat umum (sekolah, rumah
sakit, puskesmas, mesjid, gereja, kantor-kantor) serta pemeriksaan jentik
berkala. Pengasapan (fogging) dilakukan dua kali di semua rumah dan
tempat umum, terutama di kelurahan endemis tinggi. Pengasapan
menggunakan insektisida malation 4% (atau fenitrotion) dalam solar
dengan dosis 438 ml/Ha. Pengasapan harus dilakukan di dalam dan di
sekitar rumah karena aktifitas dan tempat istirahat Ae. aegypti adalah di
dalam rumah dan di sekitar rumah. Pengasapan mampu menurunkan
populasi Ae. aegypti dengan cepat tetapi terkadang hasil yang dicapai
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pada saat pengasapan terkadang petugas hanya menyemprot
halaman rumah dan gang-gang sekitar rumah penduduk tetapi tidak
masuk ke dalam rumah karena penduduk menolak penyemprotan di
dalam rumah. Alasan penolakan adalah insektisida yang disemprot
berbau tidak sedap, membuat lantai licin, dan dikuatirkan mencemari
makanan serta pernapasan. Akibatnya, pengasapan hanya membunuh
nyamuk yang berada di sekitar halaman rumah sedangkan nyamuk yang
berada di dalam rumah tidak terberantas. Pengasapan juga harus diikuti
abatisasi dan PSN karena pengasapan hanya efektif untuk membunuh
nyamuk dewasa.
Apabila tidak diikuti dengan abatisasi dan PSN, larva Aedes aegypti
tidak dapat diberantas dan akan tumbuh menjadi nyamuk dewasa.
Larvisida yang digunakan untuk abatisasi (temefos) mempunyai efek
residu selama 2–3 bulan. Jadi, bila dalam setahun dilakukan empat kali
abatisasi maka selama setahun populasi nyamuk akan terkontrol dan
dapat ditekan Pemeriksaan jentik berkala dilakukan oleh juru pemantau
jentik (jumantik) yang bertugas melakukan kunjungan rumah setiap tiga
bulan. Hasil yang didapat jumantik dilaporkan dalam bentuk Angka Bebas
Jentik (ABJ) yaitu:7
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
x 100%.
Sistem Peringatan Dini
Sistem Peringatan Dini telah dilakukan oleh Malaysia dan terbukti
efektif dalam menurunkan angka kejadian DBD.9 Pemerintah Indonesia
perlu membentuk Sistem Peringatan Dini untuk memberikan peringatan
dini bagi masyarakat setiap tahunnya sebelum terjadi KLB DBD sehingga
masyarakat dapat mengantisipasinya. Sistem Peringatan Dini dapat
memanfaatkan media elektronik sebagai sarana sosialisasi. Isi sosialisasi
sebaiknya mencakup gejala khas DBD yaitu demam tinggi dan
perdarahan terutama perdarahan kulit, serta apa yang harus dilakukan
terhadap penderita DBD. Sosialisasi juga perlu mencakup upaya
pemberantasan DBD yang efektif dan efisien seperti PSN dan upaya
perlindungan diri, seperti pemasangan kelambu pada saat anak tidur
siang, kawat kasa pada lubang ventilasi udara, dan memakai penolak
nyamuk.
Resistensi Nyamuk terhadap Insektisida Hambatan lain dalam
pemberantasan DBD adalah resistensi nyamuk Ae. aegypti terhadap
insektisida. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta,
insektisida yang digunakan untuk pengasapan di wilayah Jakarta adalah
malation yang telah digunakan secara massal sejak tahun 1969. Selain
itu, juga digunakan temefos yang merupakan larvisida yaitu insektisida
untuk membunuh larva Ae. aegypti yang telah digunakan secara masal
sejak tahun 1980.
Malation dan temefos mengandung bahan aktif organofosfat.
Penggunaan insektisida tersebut dalam waktu lama dapat menimbulkan
resistensi Ae.aegypti terhadap bahan aktifnya. Hal itu disebabkan pada
saat pengasapan tidak semua Ae. aegypti terbunuh tetapi masih ada yang
hidup karena nyamuk berhasil menghindar dari insektisida atau dosis
insektisida yang kontak dengan nyamuk tidak mencukupi. Akibatnya
nyamuk tersebut menjadi resisten dan resistensi itu diturunkan kepada
keturunannya. Mardihusodo10 melakukan penelitian menggunakan bio-
assay dan uji biokimia yang hasilnya menunjukkan bahwa larva Ae.
aegypti di Yogyakarta cenderung resisten terhadap malation dan temefos.
Penelitian Gionar et al, 11 yang menggunakan uji biokimia untuk deteksi
resistensi padabeberapa spesies nyamuk menunjukkan bahwa 90%
Cx.quinquefasciatus di Jakarta dikategorikan resisten ter-hadap
organofosfat dan 25% Ae. aegypti di Bandung resisten terhadap
organofosfat. Penelitian yang dilakukan Departemen Parasitologi bekerja
sama dengan Pemda DKI Jakarta pada tahun 2007, melaporkan sebagian
besar larva Ae. aegypti di Tanjung Priok telah resisten terhadap
insektisida organofosfat yaitu 44,8 % resisten sedang dan 50% sangat
resisten. Di Mampang Prapatan, sebagian besar larva Ae. aegypti juga
telah resisten terhadap insektisida organofosfat yaitu 57,2% resisten
sedang dan 9,8% sangat resisten.12 Karena Ae. aegypti telah
menunjukkan resistensi terhadap insektisida di beberapa daerah di
Indonesia maka, perlu dilakukan pemantauan secara ketat penggunaan
insektisida golongan organofosfat dalam pengasapan.
Selanjutnya perlu dipertimbangkan untuk mengganti jenis insektisida
golongan organofosfat dengan golongan lain dalam pengendalian vektor
DBD. Pada intinya Pemberantasan DBD tidak dapat dilaksanakan dalam
waktu singkat, namun perlu dilakukan terus-menerus, sehingga
kemungkinan terjadinya KLB atau peningkatan jumlah benderita DBD
dapat dihindari. Kerjasama seluruh lapisan masyarakat mendorong
keberhasilan pemberantasan DBD.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1,
DEN 2, DEN 3,dan DEN 4.
2. Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di
seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah
kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% )10. Kasus DHF tertinggi
terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) dan CFR tertinggi terdapat
di Propinsi NTT (3,96%)
3. Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada
musim penghujan.
4. Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan
seluruh masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi setempat.
3.2 SARAN
1. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah
tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat
2. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna.
DAFTAR PUSTAKA
1. Slide kuliah DASAR DASAR PEMBERANTASAN PENYAKIT , dr. Hari
Peni Julianti, M.Kes, SpRM
2. www.wikipedia.com
3. Dokter-online.co.nr
4. www.puskel.com
5. www.gizi.net
6. Buku saku program pemberantasan Demam Berdarah Dengue