presus katarak senilis imatur revisi
DESCRIPTION
katarakTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
KATARAK SENILIS IMATUR
Disusun oleh :
Tantri Agusleani (1110221105)
Fajar Ayu (1210221039)
Diajukan kepada :
dr. Achmad C. Siregar, Sp.M
SMF ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RSUP PERSAHABATAN
PERIODE 1 JULI 2013 – 3 AGUSTUS 2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
KATARAK SENILIS IMATUR
Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
di bagian Ilmu Penyakit Mata RSUP Persahabatan
Telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal: Juli 2013
Disusun oleh :
Tantri Agusleani (1110221105)
Fajar Ayu (1210221039)
Mengetahui
Dokter Pembimbing,
dr. Achmad C. Siregar, Sp.M
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-
Nyalah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Katarak Senilis Imatur”
dengan baik. Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian
Program Pendidikan Profesi di bagian Ilmu Penyakit Mata RSUP Persahabatan. Penulis
berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan,
pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak
yang berkepentingan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada:
1. Dr. Achmad C. Siregar, Sp.M selaku dokter pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini
2. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan kasus ini
Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak
dijumpai kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari para
penelaah sangat diharapkan demi proses penyempurnaan laporan kasus ini.
Jakarta, Juli 2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. 1
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ 2
KATA PENGANTAR .................................................................................... 3
DAFTAR ISI ................................................................................................... 4
BAB I. LAPORAN KASUS
1.1 Identitas .................................................................................................... 7
1.2 Anamnesa .................................................................................................. 7
1.3 Pemeriksaan fisik ....................................................................................... 8
1.4 Status oftalmologi....................................................................................... 8
1.5 Resume ....................................................................................................... 11
1.6 Diagnosis banding ....................................................................................... 12
1.7 Diagnosis kerja ............................................................................................ 12
1.8 Usulan pemeriksaan...................................................................................... 12
1.9 Usulan terapi ................................................................................................ 12
1.10 Prognosis ....................................................................................................12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Katarak Senilis Imatur.................................................................................. 13
A. Definisi ................................................................................................. 13
B. Etiologi.................................................................................................. 13
C. Patofisiologi ..........................................................................................13
D. Gejala Klinis.......................................................................................... 14
E. Diagnosis .............................................................................................. 15
F. Diagnosis Banding.................................................................................16
G. Penatalaksanaan ....................................................................................16
H. Komplikasi.............................................................................................18
I. Prognosis................................................................................................19
2.2 Hipertensi Okular..........................................................................................19
A. Definisi.................................................................................................. 19
B. Gejala.................................................................................................... 19
C. Pemeriksaan...........................................................................................20
D. Penatalaksanaan.................................................................................... 22
E. Komplikasi.............................................................................................23
F. Prognosis............................................................................................... 23
2.3 Glaukoma Sudut Tertutup Kronik................................................................ 23
A. Definisi.................................................................................................. 23
B. Pemeriksaan Fisik..................................................................................23
5
C. Penatalaksanaan.....................................................................................23
BAB III. PEMBAHASAN ................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................27
6
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. Sumiyati binti Sarijo
Umur : 55 tahun
Alamat : Jl. Kemuning II No.21 RT 010 RW 002 Kelurahan
Pulogadung Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
No. RM : 494691
1.2 Anamnesa
- Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur
- Keluhan Tambahan : Pusing
- Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poliklinik mata dengan
keluhan penglihatan kedua mata kabur sejak 1 bulan yang lalu. Mata kanan
pasien dirasa lebih kabur dibandingkan dengan mata kirinya. Kabur dirasa
perlahan-lahan dan semakin lama semakin memberat hingga mengganggu
aktivitas pasien. Pasien merasa lebih sulit melihat benda-benda yang terletak
jauh dibandingkan dengan sebelumnya. Pasien juga mengeluh pandangan
berbayang pada kedua mata serta seperti melihat kabut atau asap dan pasien
sering merasa silau. Pusing dan pegal pada daerah mata disangkal. Nyeri pada
mata disangkal. Mata merah dan berair disangkal. Selain keluhan pada mata,
pasien juga mengeluhkan pusing. Pusing dirasa pada bagian kepala dan
7
semakin bertambah sehingga mengganggu aktivitas. Pemakaian obat-obatan
anti radang dalam waktu yang lama disangkal.
- Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami hal ini
sebelumnya. Riwayat alergi, trauma, penggunaan kaca mata dan penyakit
sistemik seperti hipertensi dan diabetes mellitus disangkal oleh pasien.
- Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang mengalami
keluhan serupa.
- Riwayat Sosial : Pasien sehari-harinya merupakan seorang ibu rumah tangga.
Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah Menengah Pertama kelas 2.
- Riwayat Kebiasaan : Pasien mengaku sering mengkonsumsi jamu dua kali
sehari sejak usia muda. Pasien menyangkal memelihara hewan di rumah.
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
1.4 Pemeriksaan Fisik Khusus / Status Oftalmologi
Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra
Kedudukan bola mata
Gerak bola mata
Ortho
Baik ke segala arah
Ortho
Baik ke segala arah
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
8
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Palpebra inferior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Sekret mata
Hiperemi
Folikel
Papil
Sikatriks
Benjolan
Lain-lain
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Sekret mata
Hipermi
Folikel
Papil
Sikatriks
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan di bawah
konjungtiva
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
9
Pterigium
Pingueculae
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kornea
Sikatriks
Infiltrat
Ulkus
Keratik presifitat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bilik Mata Depan
Kedalaman
Hifema
Hipopion
Dangkal
Tidak ada
Tidak ada
Dangkal
Tidak ada
Tidak ada
Iris – Pupil
Bentuk
Letak
Warna
Refleks cahaya langsung
RAPD
(Midriasis)
Bulat, reguler
Ditengah
Cokelat kehitaman
+
-
Bulat, reguler
Ditengah
Cokelat kehitaman
+
+
Lensa
Subluksasi
Dislokasi
Tes bayangan iris
Keruh
Tidak ada
Tidak ada
+
Keruh
Tidak ada
Tidak ada
+
Vitreus humor Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Refleks fundus + Refleks fundus +
Visus dan refraksi
Visus
Koreksi
Cyl
Axis
Add
3/60
S-4,00
-150
90
2,50
6/60
S-2,00
-
-
2,50
10
Tonometri
Tonometri schiotz 7/7,5 ( 18,5 mmHg) 6/7,5 (21,9 mmHg)
1.5 Resume
Pasien perempuan 55 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan
penglihatan kedua mata kabur sejak 1 bulan lalu. Pasien merasa lebih sulit
melihat benda-benda yang terletak jauh dibandingkan dengan sebelumnya.
Pasien juga mengeluh pandangan berbayang pada kedua mata seperti melihat
kabut atau asap dan pasien sering merasa silau. Mata merah dan berair disangkal.
Penggunaan obat anti radang jangka panjang disangkal. Pasien memiliki
kebiasaan sering mengkonsumsi jamu sejak usia muda. Riwayat alergi, trauma,
diabetes mellitus dan hipertensi disangkal oleh pasien. Keluarga pasien tidak ada
yang mengalami hal yang serupa.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
OD OS
4/60 PH 6/12 Visus 6/12 PH 6/7,5
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Tenang
Tenang Sklera Tenang
Normal Kornea Normal
Dangkal BMD Dangkal
Bulat, reguler,
bayangan iris positif
Iris Bulat, reguler,
bayangan iris positif
Rp (+) Pupil Rp (+)
Keruh Lensa Keruh
(+) Reflek fundus (+)
11
18,5 mmHg TIO 21,9 mmHg
1.6 Diagnosis Banding
- Katarak Senilis Imatur ODS
- Hipertensi okular OS
- Glaukoma Sudut Tertutup Kronis OS
1.7 Diagnosis Kerja
Katarak senilis imatur ODS
1.8 Usulan Pemeriksaan
- Slitlamp
- Gonioskopi
1.9 Usulan Terapi
- Penggunaan kacamata
- ODS Ekstraksi Lensa
1.10 Prognosis
Dubia ad bonam
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Katarak Senilis Imatur
A. Definisi
Katarak senilis imatur merupakan salah satu stadium katarak senilis,
dimana pada stadium ini kekeruhan lensa belum terjadi disemua bagian lensa.
Kekeruhan pada stadium ini utamanya terjadi di bagian posterior dan belakang
nukleus lensa. Pada katarak imatur, volume lensa dapat bertambah akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan ini, lensa
akan mencembung dan dapat menimbulkan hambatan pupil sehingga terjadi
glaukoma sekunder.1,2
B. Etiologi
Penyebab katarak senilis sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti dan diduga multifaktorial. Beberapa penyebab katarak diantaranya adalah:5
- Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
- Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat sehingga
mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa
- Faktor imunologik
- Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
- Gangguan metabolisme umum
C. Patofisiologi
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa.
Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan meningkat sementara
daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan konsentris baru
dari kortek, inti nucleus akan mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini
13
dikenal sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada
lensa yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-
molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba ini
mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya
menyebar dan penurunan pandangan. Modifiaksi kimia dari protein nukleus lensa
juga menghasilkan pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa
menjadi keruh. Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan
penurunan konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya konsentrasi
sodium dan calcium.2
Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya transparasi
lensa. Sel epithelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga
densitasnya akan berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel
fiber. Akumulasi dari sel-sel epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan
serat-serat lensa yang akan menyebabkan penurunan transparasi lensa. Selain itu,
proses degeneratif pada epithelium lensa akan menurunkan permeabilitas lensa
terhadap air dan molekul-molekul larut air sehingga transportasi air, nutrisi dan
antioksidan kedalam lensa menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan
penurunan antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki
peran penting pada proses pembentukan katarak.6
D. Gejala Klinis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran secara progesif dan gangguan penglihatan. Penyimpangan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.2
- Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien
dengan katarak senilis.
- Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas
kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga
silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari.
14
- Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan
dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat.
Sebagai akibatnya, pasien presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan
dekat mereka dan kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut
dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second sight tidak
terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.
- Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi
pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian
tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek
merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini
menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan
kacamata, prisma, atau lensa kontak.
- Noda, berkabut pada lapangan pandang.
- Ukuran kaca mata sering berubah
E. Diagnosis
Diagnosis katarak senilis imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis
yang dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pasien pada katarak senilis imatur
biasanya datang dengan keluhan pandangan mata kabur serta silau. Sementara
pemeriksaan oftalmologi dapat dilakukan dengan menggunakan senter, slit lamp
dan funduskopi. Berikut merupakan hasil temuan pemeriksaan oftalmologi pada
katarak senilis dan katarak stadium lainnya.
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan lensa Ringan Sebagian Komplit Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air
masuk)
Normal Berkurang (air+masa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif15
Visus (+) < << <<<
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaucoma
Pada katarak senilis imatur, terdapat kekeruhan pada sebagaian lensa
yang dapat menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi, visus masih dapat
mencapai 1/60-6/6. Pada stadium ini, kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan
lensa. Pada lensa normal yang tidak terdapat kekeruhan, sinar dapat masuk
kedalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian
posterior lensa, maka sinar obliq yang mengenai bagian yang keruh ini, akan
dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat dipupil, ada daerah yang
terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan
daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan
ini disebut shadow test (+).
F. Diagnosis Banding
Kekeruhan badan kaca
Endopthalmitis
Glaukoma kronis
G. Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika
gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala
cukup dengan mengganti kacamata sehingga didapatkan penglihatan maksimal.
Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.
Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi
glukosa menjadi sorbitol dan sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan
dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang
diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen
glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.
16
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Terdapat 2 tipe ekstraksi lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan
ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). ECCE sendiri terdiri dari dua teknik
yaitu Small Incision Cataract Surgery (SICS) dan Phakoemulsifikasi.7
- Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsulnya. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake
dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar.
Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio
dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan
atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.
- Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan
endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps
badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya
mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah
ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini
yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
17
- Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi merupakan suatu teknik ekstraksi lensa dengan
memecah dan memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan
yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan
digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phako akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra
Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi
yang kecil maka tidak diperlukan jahitan dan irisan akan pulih dengan
sendirinya sehingga memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang
efektif pada katarak senilis padat.
- Small Incision Cataract Surgery SICS
Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih murah dan
proses penyembuhannya lebih cepat.
H. Komplikasi
- Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi
suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata
kedalam luka serta retinal light toxicity.1,6,7
- Komplikasi dini pasca operatif
COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan
yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar,
edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema
kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih paling sering)
Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
18
Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka
yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan
endoftalmitis.
Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
- Komplikasi lambat pasca operatif
Ablasio retina
Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi
rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah
Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi.
I. Prognosis
Jika katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan
dan pembedahan katarak yang tepat maka 95% penderita dapat melihat kembali
dengan normal. Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit
menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada
bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi
pada pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis
dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan snellen chart.
2.2 Hipertensi Okular
A. Definisi
Hipertensi okular adalah peningkatan tekanan intraokular tanpa kelainan
diskus optikus atau lapang pandang dan lebih sering dijumpai daripada glaukoma
sudut terbuka primer.
Hipertensi okuli bukan merupakan suatu penyakit melainkan faktor
resiko glaukoma atau salah satu tanda kelainan yang terdapat pada penyakit
19
glaukoma. Kurang dari 10% penderita hipertensi okuler akan berubah menjadi
glaukoma.
Angka terbentuknya glaukoma pada para pengidap hipertensi okular
adalah sekitar 5-10 per 1000 per tahun. Risiko meningkat seiring dengan
peningkatan tekanan intraokular, bertambahnya usia,riwayat glaukoma dalam
keluarga, miopia, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular.Risiko itu juga
meningkat pada orang berkulit hitam. Timbulnya perdarahan diskus pada pasien
dengan hipertensi okular juga mengindikasikan peningkatan risiko terjadinya
glaukoma. Pasien hipertensi okular dianggap tersangka mengidap glaukoma dan
harus menjalani pemantauan teratur (satu sampai tiga kali setahun) diskus
optikus, tekanan intraokular, dan lapangan pandang.3
B. Gejala
Kebanyakan orang dengan hipertensi okular tidak mengalami gejala
apapun. Untuk alasan ini, pemeriksaan mata secara teratur dengan dokter mata
sangat penting untuk menyingkirkan segalakerusakan pada saraf optik dari
tekanan tinggi.
C. Pemeriksaan
1. Visus : bandingkan visus sekarang dengan visus yang diketahui sebelumnya
2. Pupil : ada/tidaknya defek afferen dari pupil (Marcus-Gunn) harus dilihat.
3. Pemeriksaan slit lamp dari segmen anterior :
a. Cornea : lihat tanda-tanda oedema microcystic (ditemukan hanya dengan
peninggian TIO yang tiba-tiba), keratic precipitates, pigmen di endothelium
(Krukenberg spindle),dan kelainan kongenital.
b. Bilik mata depan : periksa apakah ada cell atau flare, uveitis, hyphema, dan
suduttertutup.
c. Iris : defek transiluminasi, atrophy iris, synechiae, rubeosis, ektropion uvea,
iris bombe, perbedaan dalam pewarnaan iris bilateral mungkin diobservasi.
20
d. Lensa : periksa apakah ada perkembangan katarak (misalnya fakomorfik
glaucoma,PXF, fakolitik glaucoma dengan katarak Morgagni).
e. Saraf optik/Lapisan serabut saraf : pemeriksaan stereoskopik untuk
buktikan tidak adanya kerusakan glaukomatous termasuk ratio cup-to-disc
pada bidang horizontal danvertical, penampakan dari disc, pembesaran cup
yang progresif, bukti kerusakan lapisanserabut saraf dengan filter red-free,
notching atau penipisan dari disc rim (terutama pada pole superior atau
inferior), pallor, timbul perdarahan (biasanya daerah inferotemporal), tidak
simetrisnya disc, atrophy parapapillary atau abnormalitas saraf kongenital.
f. Fundus : abnormalitas lain yang biasa dianggap sebagai defek lapang
pandangannonglaukomatous atau kehilangan penglihatan termasuk disc
drusen, optic pits, penyakitretina, perdarahan vitreous, atau retinopati
proliferatif.
4. Tonometri
Tonometri merupakan pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola
mata seseorang berdasarkan fungsinya di mana tekanan bola mata merupakan
keadaan mempertahankan bolamata sehingga tekanan bola mata yang normal
tidak akan memberikan kerusakan saraf optik atauyang terlihat sebagai
kerusakan dalam bentuk kerusakan glaukoma pada papil saraf optik.
Batastekanan bola mata tidak sama pada setiap individu, karena dapat saja
tekanan ukuran tertentumemberikan kerusakan pada papil saraf optik pada
orang tertentu. Untuk hal demikian yangdapat kita temukan kemungkinan
tekanan tertentu memberikan kerusakan. Dengan tonometer Schiotz tekanan
bola mata penderita diukur.
Dikenal 4 bentuk cara pengukuran tekanan bola mata:
1. Palpasi, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif.
2. Identasi tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea.
3.Aplanasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea.
4. Tonometri udara (air tonometri), kurang tepat karena dipergunakan di ruang
terbuka.Pada keadaan normal tekanan bola mata tidak akan mengakibatkan
21
kerusakan pada papilsaraf optik. Reaksi mata tidak sama pada setiap orang,
sehingga tidaklah sama tekanan normal pada setiap orang. Tujuan
pemeriksaan dengan tonometer atau tonometri untuk mengetahuitekanan bola
mata seseorang. Tonometer yang ditaruh pada permukaan mata atau kornea
akanmenekan bola mata ke dalam. Tekanan ke dalam ini akan mendapatkan
perlawanan tekanan daridalam bola mata melalui kornea.
5. Gonioskopi
Dilakukan untuk memeriksa drainase sudut mata, untuk
melakukannya, lensa kontak khusus ditempatkan pada mata. Tes ini penting
untuk menentukan apakah sudut terbuka,menyempit, atau tertutup dan untuk
menyingkirkan kondisi lainnya yang dapat menyebabkantekanan intraokular
tinggi.
6. Visual cek uji coba lapangan perifer
Biasanya dengan menggunakan mesin otomatis bidang visual. Tes ini
dilakukan untuk menyingkirkan segala bidang visual cacat akibat glaukoma.
pengujian lapang Visual mungkin perlu diulang. Jika ada risiko kerusakan
rendah, glaukoma, kemudian menguji dapat dilakukanhanya sekali setahun.
Jika ada risiko tinggi kerusakan glaukoma, kemudian menguji dapatdilakukan
sesering setiap 2 bulan.
7. Pachymetry (ketebalan kornea)
Diperiksa oleh probe USG untuk menentukan akurasi pembacaan
tekanan intraokular. Sebuah kornea tipis dapat memberikan salah pembacaan
tekanan rendah, sedangkan tebal korneadapat memberikan salah pembacaan
tekanan tinggi
D. Penatalaksanaan
Hipertensi okuler sebagian besar diobati dengan pilocarpine, timolol,
acetazolamide dan clonidine. Laser dan therapy operasi tidak dapat menjadi
pertimbangan untuk pengobatan hipertensi okuli sebab resikonya lebih besar
daripada resiko timbulnya kerusakan glaucomatous dari hipertensi okuli.
22
E. Komplikasi
Dengan kontrol tekanan intra okuli yang jelek, berlanjut dengan
timbulnya perubahan pada saraf optik dan lapang pandangan.
F. Prognosis
Prognosis sangat baik untuk pasien-pasien dengan hipertensi okuli.
Dengan follow-up yang sangat baik ditambah dengan obat-obatan, kebanyakan
pasien-pasien hipertensi okuli tidak berkembang menjadi glaukoma sudut
terbuka primer, dan mereka tetap mempunyai penglihatan yang bagus seumur
hidup mereka.
2.3 Glaukoma Sudut Tertutup Kronis
A. Definisi
Glaukoma jenis ini adalah glaukoma primer yang ditandai dengan
tertutupnya trabekulum oleh iris perifer secara perlahan. Bentuk primer
berkembang pada mereka yang memiliki faktor predisposisi anatomi berupa
sudut bilik mata depan yang tergolong sempit. Glaukoma tersebut dapat pula
berkembang dari bentuk intermitten, subakut, atau dari glaukoma sudut tertutup
primer yang tidak mendapat pengobatan, pengobatan yang tidak sempurna, atau
setelah terapi iridektomi perifer/trabekulektomi (glaukoma residual).
B. Pemeriksaan Fisik
• Peningkatan TIO
• Sudut coa yang sempit
• Sinekia anterior ( dengan tingkatan yang bervariasi )
• Kelainan diskus optikus dan lapangan pandang.
C. Penatalaksanaan
• Terapi medikamentosa diberikan baik sebelum terapi iridektomi perifer
maupun setelahnya
23
• Tindakan bedah trabekulektomi bila TIO diatas 21 mmHg setelah tindakan
Iridektomi perifer dan medikamentosa.
• Tindakan bedah kombinasi trabekulektomi dan katarak bila ada indikasi
keduanya
24
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien perempuan berumur 55 tahun dengan keluhan utama pasien adalah
penglihatan kedua mata kabur secara perlahan-lahan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan
dirasakan semakin memberat hingga mengganggu aktivitasnya. Pasien merasa lebih
sulit melihat benda-benda yang terletak jauh dibandingkan dengan sebelumnya.
Pasien juga mengeluh pandangan berbayang pada kedua mata seperti melihat kabut
atau asap. Gejala-gejala yang dialami pasien ini sesuai dengan kepustakaan yang
menuju kearah katarak. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa sehingga
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Tingkat kekaburan yang dialami pasien
bervariasi tergantung dari tingkat kekeruhan lensa. Lensa pasien katarak akan
semakin cembung akibat proses hidrasi korteks, sehingga indeks refraksi berubah
karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi myopia. Usia pasien yang lebih
dari 50 tahun merupakan salah satu penentu jenis katarak. Jenis katarak yang sesuai
adalah katarak senilis. Nyeri pada mata disangkal. Mata merah dan berair disangkal.
Hal ini menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda peradangan pada mata.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus pasien kurang dari 6/6, terdapat
kekeruhan pada kedua lensa yang jika disinari dengan menggunakan senter pada
kemiringan 45o menimbulkan bayangan iris. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa pada lensa normal yang tidak terdapat kekeruhan, sinar dapat
masuk kedalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Jika kekeruhan lensa hanya
sebagian saja, maka sinar obliq yang mengenai bagian yang keruh ini, akan
dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat dipupil, ada daerah yang terang
sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang
gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut
bayangan iris (+). Pada pemeriksaan opthalmologi, tidak ditemukan adanya hiperemi
pada konjungtiva serta rasa nyeri pada mata (-). Pada funduskopi, didapatkan reflex
fundus yang (+). Adanya bayangan iris mengarah kepada katarak senilis imatur. Dari
25
hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosis yang sesuai adalah
katarak senilis imatur.
Usulan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan slit
lamp untuk lebih memastikan kekeruhan yang terjadi pada lensa dan segmen
posterior bola mata serta menilai keadaan retina pasien serta gonioskopi untuk
mengetahui lebar sudut kamera anterior.
Penatalaksanaan pada katarak imatur adalah penggunaan kaca mata sehingga
pasien mampu beraktivitas dengan baik. Namun jika hal ini masih dirasa
mengganggu oleh pasien, dapat dilakukan ekstraksi lensa. Ekstraksi lensa dapat
dilakukan dengan metode ECCE + IOL atau Fakoemulsifikasi + IOL. Dimana
pemilihan teknik operasi ini juga diserahkan pada pasien, namun sebelumnya kita
harus memberikan edukasi mengenai kelebihan ataupun kekurangan dari masing-
masing teknik tersebut. Pada ECCE + IOL, pembedahan yang dilakukan lebih lebar
dibandingkan dengan teknik fakoemulsifikasi sehingga proses penyembuhan akan
berlangsung lebih lama dan kemungkinan terjadinya astigmatisma juga lebih besar.
Sementara teknik fakoemulsifikasi memiliki komplikasi astigmatisma yang lebih
kecil hanya saja biayanya lebih mahal dibandingkan dengan ECCE.
Prognosis pasien ini baik, hal ini disebabkan karena katarak merupakan suatu
kekeruhan pada lensa yang dapat diperbaiki. Sehingga tajam penglihatan pasien
setelah dioperasi akan lebih baik dibandingkan dengan sebelum dioperasi.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Khalilullah, Said Alvin. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak
Senilis.
3. Vaughan, Daniel G; Asbury, Taylor and Eva, Paul Riordan. 2000.
Oftalmologi Umum. 14th ed. Jakarta : Widya Medika.
4. Victor, Vicente. 2012. Senile Cataract. Available from : www.medscape.com.
5. Faradila, Nova. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas
Kedokteran Universitas Riau
6. Zulkifli, MS. 2009. Katarak Senilis. Available from : www.blogsehat.com
7. Riordan-Eva, P, Whitcher, J P : Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology, Sixteenth edition, Mc Graw Hill Companies, Inc, Boston,
Singapore, International Edition 2004.
27