preskas anestesi

20
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih sempurna dan anestesi yang lebih baik. Karena itu kini ada kecenderungan untuk melakukan sectio caesarea tanpa dasar yang cukup kuat. Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami pembedahan itu merupakan seorang yang mempunyai parut uterus, dan tiap kali kehamilan serta persalinan berikut memerlukan pengawasan yang cermat berhubung dengan bahaya ruptura uteri. 1 Indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea diantaranya keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan atau persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan per-vaginam secara fisiologis, persalinan tidak maju, ataupun riwayat sectio caesarea sebelumnya. 2 WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa angka persalinan dengan sectio caesarea sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di Amerika Serikat. Kanada pada 2003 memiliki angka 21%. Data statistik dari 1990-an menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian dari 2.500 yang menjalani bedah caesar, dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan normal. 4 I.2. Permasalahan Metode dan teknis anestesi apa yang aman dan sebaiknya digunakan pada proses persalinan dalam upaya untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janinnya. 1

Upload: dian-nugrahari

Post on 31-Jul-2015

336 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan kasus anestesi spinal pada operasi seksio caesaria et causa riwayat SC sebelumnya pada ibu hamil 40 minggu.

TRANSCRIPT

Page 1: preskas anestesi

BAB IPENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih sempurna dan anestesi yang lebih baik. Karena itu kini ada kecenderungan untuk melakukan sectio caesarea tanpa dasar yang cukup kuat. Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami pembedahan itu merupakan seorang yang mempunyai parut uterus, dan tiap kali kehamilan serta persalinan berikut memerlukan pengawasan yang cermat berhubung dengan bahaya ruptura uteri.1

Indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea diantaranya keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan atau persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan per-vaginam secara fisiologis, persalinan tidak maju, ataupun riwayat sectio caesarea sebelumnya.2

WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa angka persalinan dengan sectio caesarea sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di Amerika Serikat. Kanada pada 2003 memiliki angka 21%. Data statistik dari 1990-an menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian dari 2.500 yang menjalani bedah caesar, dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan normal.4

I.2. PermasalahanMetode dan teknis anestesi apa yang aman dan sebaiknya digunakan pada proses

persalinan dalam upaya untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janinnya.

1

Page 2: preskas anestesi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. SECTIO CAESAREA 

Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Berdasarkan insisi atau teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis sectio caesarea:1,2,4

1. Sectio caesarea klasik: incisi abdomen longitudinalis di garis median.2. Sectio segmen uterus bawah: incisi transversal diatas vesika urinaria.3. Sectio caesarea tidak direncanakan: dilakukan ketika persalinan telah dimulai, tetapi

menemui komplikasi.4. Sectio caesarea emergensi: ketika terjadi komplikasi persalinan secara mendadak pada

saat persalinan dan dibutuhkan tindakan segera untuk mencegah kematian ibu atau janin.5. Sectio caesarea terencana: dijadwalkan sedekat mungkin dengan HPL, karena alasan

medis.6. Histerektomi Caesarea: sectio caesarea yang diikuti dengan pengangkatan uterus. 7. Sectio caesarea extraperitoneal atau porro.

Syarat-syarat dilakukan tindakan sectio caesarea, diantaranya uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio caesarea, uterus akan diinsisi) dan berat janin di atas 500 gram. Indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea dapat ditinjau dari dua sisi, dari sisi ibu diantaranya yaitu panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, hipertensi maternal, takikardia maternal, induksi persalinan yang gagal, kegagalan persalinan dengan alat, STD, preeklamsia,uterus bicornuate, ibu telah meninggal dan pelvis kontraktur. Sedangkan ditinjau dari sisi janin diantaranya kelainan letak, gawat janin, kelainan plasenta, gemelli, presentasi janin abnormal, makrosomia, abnormalitas tali pusat. Selain itu dilakukan sectio caesarea jika persalinan terlalu lama, persalinan tak maju, ataupun persalinan macet.2,4

II.2. INDUKSI PERSALINAN

Induksi persalinan merupakan salah satu prosedur yang dilaksanakan untuk impending postterm pregnancy atau kehamilan yang terancam post-term, yaitu pada usia kehamilan lebih dari 40 minggu, tetapi sebelum 42 minggu. Jika melebihi 42 minggu, maka termasuk kehamilan post-term, dan sebelum 40 minggu termasuk kehamilan aterm (38-40minggu) atau preterm (20-37 minggu).3

Penatalaksanaan kehamilan yang terancam akan post-term ada 3 jenis penanganan, yaitu 1) Induksi kehamilan, 2) Tunggu hingga 42 minggu, dan 3) uji antenatal. Sebaiknya kehamilan diakhiri sebelum minggu ke 42, karena resiko kematian janin dan ibu lebih tinggi pada kehamilan post-term.3 Metode yang terpilih untuk digunakan pada pasien adalah induksi

2

Page 3: preskas anestesi

persalinan. Ada dua metode induksi persalinan, yaitu 1) Secara kimiawi dengan menggunakan PGE2 (misoprostol, dinoprostone cervival atau vaginal insert) atau oksitocin, 2) Secara mekanik dengan menggunakan kateter foley pada cervix, infus saline extra-amniotik, dan laminaria. Pada pasien, metode yang terpilih digunakan adalah drip oksitosin ditambah dengan pemasangan kateter foley pada cervix dengan pengulangan satu kali setelah yang pertama gagal. Ketika pengulangannya itu gagal, maka dilakukan sectio caesarea.

II.3. ANESTESI SPINAL

Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subArachnoid) ialah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subArachnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid akan memblock konduksi impuls syaraf. Terdapat tiga bagian syarat yaitu motor, sensori dan otonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika diblok, otot akan mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf otonom akan mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri yang pertama kali diblock dan serabut motor yang terakhir. hal ini akan memiliki timbal balik yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan terjadi ketika serabut otonom diblock dan pasien merasakan sentuhan dan masih merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai.5,6 

Kelebihan pemakaian anestesi spinal, diantaranya biaya minimal, kepuasan pasien, tidak ada efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat tonus visceral, jarang terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak aseptik akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta kemungkinan terjadi postural headache.6 

Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus, misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum dan genitalia. Anestesi spinal khususnya diindikasikan pada pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus). Pada bagian obstetri, dengan anestesi spinal pada sectio caesarea didapatkan keuntungan ganda yaitu pada ibu dan bayinya. Anestesi spinal dikontra-indikasikan bila peralatan dan obat resusitasi tidak adekuat, gangguan perdarahan, hipovolemia, pasien menolak, pasien tidak kooperatif, septikemia, deformitas anatomi, penyakit neurologi.6

 Kontraindikasi absolut pemakaian anestesi spinal yaitu pasien menolak, infeksi pada

tempat penyuntikan, hipovolemia berat, syok, koagulopati (mendapatkan terapi antikoagulan), tekanan intrakranial tinggi, fasilitas resusitasi minimun, kurang pengalaman, tanpa didampingi konsultan anestesi. Sedangkan kontraindikasi relatif diantaranya infeksi sistemik (sistemik,bakteriemia), infeksi sekitar tempat suntikan, kelainan neurologis, kelainan psikis, bedah lama, penyakit jantung, hipovolemia ringan dan nyeri punggung kronis.6 

3

Page 4: preskas anestesi

Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah sekitar tempat tusukan diperiksa, adakah kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba prosessus spinosus. Selain itu juga harus dipersiapkan informed consent, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang meliputi hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial thromboplastine time). Persiapan pre-operasi sangat penting dilakukan, sehingga diharapkan pasien dipersiapkan semaksimal mungkin dan bila terdapat penyulit dapat dilakukan medikasi pre-operasi.5

Pasien yang telah dijadwalkan untuk pembedahan elektif umumnya berada dalam keadaan optimal baik fisik maupun mental dengan diagnosis yang definitif dan penyakit lain yang kadang-kadang menyertainya sudah terkendali dengan baik. Berbeda dengan penderita emergensi yang memerlukan tindakan bedah darurat baik dengan anestesi umum atau regional merupakan suatu tindakan yang penuh dengan risiko. Hal ini disebabkan penderita datang secara mendadak dan pada umumnya berada dalam keadaan yang kurang baik, waktu untuk memperbaiki keadaan umum terbatas, kadang-kadang sulit untuk mengatasi penyakit lain dan bahkan memperburuk keadaan.5

Premedikasi pada anestesi spinal tidak perlu, namun pada pasien tertentu, dapat diberikan benzodiazepine seperti 5-10 mg diazepam secara oral yang diberikan 1 jam sebelum operasi. Agen narkotik dan sedatif dapat digunakan sesuai keadaan. Pemberaian anticholinergics seperti atropine atau scopolamine (hyoscine) tidak perlu.(6) Agen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hiperbarik), ringan (hipobarik), dan beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hiperbarik cenderung menyebar kebawah, sementara isobaric tidak dipengaruhi oleh arah. Hal ini akan lebih memudahkan untuk memperkirakan dari pemakaian agen hiperbarik. Agen isobaric dapat dijadikan hiperbarik dengan menambahkan dextrose. Agen hipobarik pada umumnya tidak digunakan. Beberapa agen anestesi lokal yang digunakan pada anestesi spinal, diantaranya:6 

1. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hiperbarik (heavy). Bupivacaine memiliki durasi kerja 2-3 jam.

2. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hiperbarik (heavy), dengan durasi 45-90 minutes. Jika ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang durasi kerja. 

3. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hiperbarik (heavy) sama dengan bupivacaine. 

4. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol, Anethaine, Dikain). 

5. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hiperbarik (heavy) sama dengan lignocaine. 

Semua pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal, sebelumnya harus mendapatkan cairan intravena. Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan usia pasien dan luasnya block. Seorang dewasa muda, sehat yang akan dilakukan repair hernia membutuhkan 500cc. Pasien lanjut usia yang tidak mampu melakukan kompensasi terhadap terjadinya vasodilatasi dan hipotensi maka minimal mendapatkan 1000cc. Jika direncanakan akan dilakukan block tinggi, minimal 1000 cc. Pasien yang akan dilakukan sectio caesarea membutuhkan minimal 1500 cc. cairan yang digunakan yaitu normal saline atau larutan

4

Page 5: preskas anestesi

Hartmann's. Dektrose 5% tidak segera dimetabolisme sehingga tidak efektif untuk mempetahankan tekanan darah.6 

Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Tempat penyuntikan pada perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista illiaka dengan tulang punggung, ialah L4 atau L4-5. setelah dilakukan tindakan asepsis dan diberi zat anestesi lokal (lidokain 1-2%, 2-3 ml). Cara tusukan median atau paramedian. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang tersebut. Struktur yang dilalui oleh jarum spinal sebelum mencapai CSF, diantaranya kulit, lemak sukutan, ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater, ruang subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisis obat dan obat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit.5,6 

Faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran penyuntikan larutan anestesi lokal adalah berat jenis dari larutan anestesi lokal, posisi pasien, konsentrasi dan volume zat anestesi, ukuran jarum, keadaan fisik pasien tekanan intraabdominal, level penyuntikan dan kecepatan penyuntikan. Lama kerja anestesi lokal tergantung dari berat jenis anestesi lokal, beratnya dosis, ada tidaknya vasokonstriktor dan besarnya penyebaran anestesi lokal.5,6 

Komplikasi tindakan anestesi spinal diantaranya hipotensi berat, bradikardi, trauma pembuluh darah, hipoventilasi, trauma pembuluh darah, trauma saraf, mual-muntah, gangguan pendengaran, block spinal tinggi atau spinal total. Sedangkan komplikasi pasca tindakan diantaranya nyeri tempat suntikan, nyeri punggung, nyeri kepala, retensi urin, meningitis.5 

5

Page 6: preskas anestesi

BAB IIILAPORAN KASUS

III.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. IH, G1P0A0, Hamil 40 minggu, HPHT 5-12-2011, HPL 12-09-2012

Umur : 26 tahunBerat badan : 85kgTinggi badan : 165cmJenis kelamin : PerempuanAlamat : Patikraja, AjibarangAgama : IslamPekerjaan : Ibu rumah tanggaPendidikan : DIIITanggal masuk RSWK : 15 September 2012No. RM : 212056

II.2. ANAMNESIS 

a. Keluhan utama : Kenceng-kenceng sejak pagi harib. Keluhan tambahan : -c. Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke RSWK pada tanggal 15 September 2012 pukul dengan keluhan kenceng-kenceng sejak pagi hari. Kehamilan ini merupakan kehamilan pertamanya.

d. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit DM : disangkal Riwayat penyakit alergi : disangkal Riwayat penyakit asma : disangkal Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

e. Riwayat penyakit keluarga: Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit DM : disangkal Riwayat penyakit alergi : disangkal Riwayat penyakit asma : disangkal

6

Page 7: preskas anestesi

III. 3. PEMERIKSAAN FISIK 

1. Status generalisKeadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos MentisTTV: Tekanan darah = 132/70 mmHg

Respirasi = 24 kali/menitNadi = 93x/menit, isi dan tekanan penuhSuhu = 36,5 oC

Kepala : Mesochepal, simestris, tumor (-)Mata : CA -/-, SI (-/-)

Reflek cahaya +/+ Pupil isokor, (+/+) 3 mm

Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)Mulut : Lidah Kotor (-) bibir kering (-), hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)Gigi : Gigi palsu (-)Telinga : Discharge (-) tidak ada kelainan bentukLeher : Simetris, trakea ditengah, pembesaran tiroid dan KGB (-)Thorax : Pulmo : Simetris kanan – kiri, tidak ada retraksi

SD : vesikuler (+/+) normal ST : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Cor : BJ I-II reguler, S1>S2, , bising (-)Extremitas : Superior : edema (-/-), sianosis (-/-)

Inferior : Edema (-/-), sianosis (-/-)Turgor kulit : CukupAkral : HangatVertebrae : Tidak ada kelainan

2. Status lokalisRegio Abdomen:Inpeksi : Kesan hamil, striae gravidarum (-)Auskultasi : Bising usus (+) normal

DJJ (+) Palpasi : Tinggi fundus Uterus (TFU) 34 cm, His (+) Leopold I : Teraba bagian besar, bulat, lunak Leopold II : Teraba tahanan memanjang di kanan

Teraba bagian kecil di kiriLeopold III : Teraba bagian besar, bulat , kerasLeopold IV : KonvergenPemeriksaan Dalam:Vulva-vagina: Tak ada kelainanPembukaan : 2cmEffacement : 25%POD : UUK kananKK : +Presentasi : Kepala

7

Page 8: preskas anestesi

Penurunan : 4/5Bagian menumbung : tidak adaSpina ischiadica : tidak terabaLendir/darah : -/-

III.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Pemeriksaan darah tanggal 15 September 2012:Hb : 11,5 g/dl (12 – 16 g/dl)Leukosit : 10.500 μl (5000 – 10000 μl)Ht : 36,8% (W 37 – 43 %)Trombosit : 185.000/μl (150000 – 400000/μl)CT : 4’ 12” (2’-6’)BT : 2; 30” (1’-3’)Glukosa sewaktu : 70 mg/dl (<200mg/dl)HBsAg : negatifGolongan darah : O +

2. Pemeriksaan darah tanggal 18 September 2012:Hemoglobin: 10,8 g/dL (12-16g/dL)

III.5. DIAGNOSIS KLINIS

Diagnosis prabedah: GIP0A0, Usia 26 tahun, Hamil 40 minggu, Janin Tunggal Hidup Intra Uterin, presentasi kepala, punggung kiri, penurunan 4/5 dengan kegagalan induksi.Diagnosis pasca bedah: PIA0. Usia 26 tahun, Post sectio caesarea transperitoneal profunda a.i kegagalan induksi persalinan. Jenis pembedahan: Besar + resiko anestesi besar

III.6. KESIMPULAN PEMERIKSAAN FISIK

Status ASA II Pasien dengan gagal induksi persalinan pada kehamilan yang terancam postterm.

III.7. TINDAKAN

Tindakan yang dilakukan : Sectio CaesareaTanggal : 17 September 2012

III.8. LAPORAN ANESTESI

8

Page 9: preskas anestesi

Status Anestesi• Persiapan Anestesi1. Informed consent2. Stop makan dan minum selama minimal 6 jam pre-operatif.

• Penatalaksanaan Anestesi- Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA)- Premedikasi : Ondansetron 1 ampul- Medikasi : Bupivacain spinal 5mg 

Propofol 30mgTransamin 500mgEphedrine 2ccVitamin K 2 ampulOxytocin 2 ampulMyomergin 1 ampulPethidine 3 ccKetorolac 1 ampul

Teknik anestesi : * Pasien dalam posisi duduk dan kepala menunduk.* Dilakukan desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 3-4.* Dilakukan Sub Arachnoid Block dengan jarum spinal no. 27 pada regio vertebra lumbal 3-4.* Approach median* LCS keluar (+) jernih- Respirasi : Spontan - Posisi : Supine- Jumlah cairan yang masuk : Kristaloid = 2000 cc (RL 1 + RL 2 + RL 3+ RL4)- Perdarahan selama operasi : ± 800 cc

• Pemantauan selama anestesi :- Mulai anestesi : 14.20- Mulai operasi : 14.30- Bayi lahir : 14.35- Selesai operasi : 14.50

• Cairan yang masuk durante operasi:- RL : 2000 cc

9

Page 10: preskas anestesi

• Tekanan darah dan frekuensi nadi.

Tabel 1. Tekanan Darah dan Frekwensi Nadi Pasien selama OperasiPukul (WIB) Tekanan darah (mmHg) Nadi (x/menit)

14.25 150/85 9014.30 105/70 7014.40 120/65 11214.50 110.65 110

III.9. PROGNOSA

Ad sanationam : Dubia ad malamAd fungsionam : Dubia ad BonamAd vitam : Bonam

10

Page 11: preskas anestesi

BAB IVPEMBAHASAN

IV.1. PRE OPERATIF

Terbatasnya waktu pada persiapan bedah emergensi, persiapan anestesi dan pembedahan harus selengkap mungkin karena penderita yang dihadapi penuh dengan risiko. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi:7 

1. Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat. 2. Informasi penyakit:

a. Anamnesis/heteroanamnesis kejadian penyakit. b. Riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, operasi sebelumnya, asma,

komplikasi transfusi darah (apabila pernah mendapatkan transfusi). c. Riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia). d. Makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau

muntah pada saat anestesi)

Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent, suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam klasifikasi ASA II. 

IV.2. DURANTE OPERATIF

Premedikasi jarang diberikan terutama pada penderita dengan keadaan umum yang buruk, atau karena keterbatasan waktu. Namun pada beberapa kasus dapat diberikan premedikasi secara intravena atau intramuskular dengan antikolinergik disertai pemberian antasida, antagonis reseptor H2 atau metoclopramide, walaupun tidak efektif dan menguntungkan. Pada pasien ini diberikan premedikasi yaitu ondansentron sebanyak 1 ampul secara intravena. Pemberian obat anti mual dan muntah ini sangat diperlukan dalam operasi sectio caesarea cyto dimana merupakan usaha untuk mencegah adanya aspirasi dari asam lambung.5 

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien obstetri diperlukan beberapa pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Metode anestesi sebaiknya seminimal mungkin mendepresi janin, sifat analgesi cukup kuat, tidak menyebabkan trauma psikis terhadap ibu dan bayi, toksisitas rendah, aman, nyaman, relaksasi otot tercapai tanpa relaksasi rahim dan memungkinkan ahli obstetri bekerja optimal. Pada pasien ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arachnoid Block (SAB), yaitu pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarachnoid, sehingga

11

Page 12: preskas anestesi

pada pasien dipastikan tidak terdapat tanda-tanda hipovolemia. Teknik ini sederhana, cukup efektif.5,6

Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa asakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu menghambat proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Mula kerja lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam. Setelah itu posisi pasien dalam keadaan terlentang (supine).5,7 

Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.5 

Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5-15mg secara intravena, dan pemberian oksigen. Pada pasien ini terjadi hipotensi, sehingga pemberian cairan dicepatkan, diberikan bolus ephedrin sebanyak 10mg secara intravena dan oksigen.5,7 

Pemberian oksitosin bertujuan untuk mencegah perdarahan dengan merangsang kontraksi uterus secara ritmik atau untuk mempertahankan tonus uterus post partum, dengan waktu partus 3-5 menit.7 

Ketorolac 30 mg secara intravena diberikan sesaat sebelum operasi selesai. Ketorolac adalah golongan NSAID (Non steroidal anti-inflammatory drug) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Ketorolac diberikan untuk mengatasi nyeri akut jangka pendek post operasi, dengan durasi kerja 6-8 jam.5,7 

Pada pasien ini berikan cairan infus RL (ringer laktat) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan minum ± 6 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien ini: BB = 85 kg Maintenance = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 85 kg = 170 cc/jam Pengganti puasa = 6 x maintenance = 6 x 170 cc = 1020 cc/jam Stress operasi = 8 cc/kgBB/jam = 8 x 85= 680cc/jam EBV = 70 cc/kgBB/jan = 70 x 85 = 5950/jam ABL = EBV X 20% = 5950 X 20 % = 1190 cc Pemberian Cairan :

1 jam pertama = (50% x pengganti puasa) + maintenance + stress operasi + jmlperdarahan 

12

Page 13: preskas anestesi

= (50 % x 1020) +170 + 680 +800= 510 +170 + 680 +800= 2160 cc

1 jam kedua = (25 % x pengganti puasa) + maintenance= (25 % x1020) + 170= 425 cc

IV.3. POST OPERATIF

Setelah operasi selesai, pasien bawa ke VK IGD. Pasien berbaring dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache, karena efek obat anestesi masih ada. Observasi post sectio caesarea dilakukan selama 2 jam, dan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan frekwensi nafas), dan memperhatikan banyaknya darah yang keluar dari jalan lahir. Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruangan. 

13

Page 14: preskas anestesi

BAB VKESIMPULAN

GIP0A0 Usia 26 tahun Hamil 40 minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin, letak membujur presentasi kepala punggung kanan dengan kegagalan induksi persalinan, maka dilakukan tindakan sectio caesarea pada tanggal 17 September 2012 di kamar operasi atas indikasi kegagalan induksi persalinan. Teknik anestesi dengan spinal anestesi (subarachnoid block) merupakan teknik anestesi sederhana, cukup efektif.

Anestesi dengan menggunakan Bupivacain spinal 5 mg untuk maintenance dengan oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri digunakan ketorolac sebanyak 30 mg. Perawatan post operatif dilakukan dibangsal dan dengan diawasi vital sign, tanda-tanda perdarahan.

DAFTAR PUSAKA

14

Page 15: preskas anestesi

1. Winkjosastro. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. 

2. Mayo Clinic Staff. C-section. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/x-section/MY00214 pada tanggal 17 September 2012.

3. Aaron B Caughey, Jennifer R. Butler. Postterm Pregnancy. Medscape references, 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape/article/26136-overview#aw2aab6b5 pada tanggal 17 September 2012.

4. Anonim. Caesarean section. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/ Caesarean_section pada tanggal 17 September 2012.

5. Said A Latief, Kartini A Suryadi dan M Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua, Jakarta: Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.

6. Chris Ankcorn dan William F Casey. Spinal anaesthesia-a practical guide. Diunduh dari: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u03/u03_003.htm.

7. Edward Morgan dan Maged S. Mikhail. Clinical anaethesiology second edition, USA: Prentice-Hall International, Inc. 1996.

15