preskas
DESCRIPTION
preskasTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUSILMU SARAF
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Saraf di RSUD Saras Husada Purworejo
Diajukan Kepada :
dr. Murgyanto Sp. S
Disusun Oleh :
Rr. Dristia Nugraheningtyas
20090310032
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan Oleh :
Rr. Dristia Nugraheningtyas
20090310032
Telah dipresentasikan dan disetujui
Pada tanggal
Disahkan Oleh :
Dokter Pembimbing
dr. Murgyanto, Sp. S.
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Sdr. A
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat :Gintungan RT 01/01 Gebang Purworejo
Tanggal masuk RS : 29 Agustus 2014
Diagnosis masuk : Febris, cephalgia
B. Anamnesis
Dari anamnesis dengan keluarga pasien didapatkan :
1. Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri kepala.
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD dengan keluhan
nyeri kepala (+) disertai dengan muntah (+), demam (+), kejang (-),
ngompol (+), sejak pagi pasien tidak dapat diajak berkomunikasi,
riwayat HT (-), riwayat DM (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai Riwayat Cidera Kepala Sedang sebulan yang lalu
dan sempat mengalami penurunan kesadaran serta dirawat di ruang
ICU.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit Hipertensi, DM,
maupun penyakit yang lain.
5. Anamnesis Sistim
System saraf pusat : demam (+), kejang (-), penurunan
kesadaran(-)
System cardiovascular : nyeri dada (-), sesak nafas (-)
System respiratory : batuk (-),pernafasan cuping hidung (-)
System Gastrointestinal : kembung (-) , benjolan (-), BAB cair (-)
System Urinaria : nyeri pinggang (-), BAK (+) warna keruh
(-) Ngompol (+)
System intugumentum : kulit pucat (-), turgor melambat (-)
System musculoskeletal : gerakan (+), lumpuh (-), nyeri otot(-)
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Internus
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : Somnolen
Vital Sign : TD : 100/80 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 38,5˚C
Kepala : Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik +/+
Leher : limfonodi tidak teraba, JVP tidak meningkat
Thorax :
- Inspeksi : Tidak terdapat tanda inflamasi, kedua paru
simetris.
- Palpasi : Kedua paru simetris.
- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
- Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-.
Abdomen :
- Inspeksi : Tidak terdapat tanda inflamasi, supel.
- Auskultasi : Bising usus (+).
- Palpasi : Nyeri tekan (-), distended (-)
- Perkusi : Tymphani (+).
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-.
2. Status Mental
Kewaspadaan : kurang
Observasi perilaku
Perubahan perilaku : gelisah
Status Mental
Tingkah laku umum : hiperaktif
Alat pembicaraan : sdn
Perubahan mood dan emosi : sdn
Isi pikiran : sdn
Kemampuan intelektual : sdn
3. Status Neurologi
Kesadaran : Somnolen/GCS E3V4M5
Kepala : Pupil isokor Ø 3/3mm RC +/+ RK+/+
Meningeal Sign : Kaku Kuduk (+)
Kerniq (+)
Bradzinky I (-)
Bradzinky II (+)
Nn Cranial sdn
No Nama Nervus Komponen Yg diperiksa Kanan Kiri
1 I : Olfaktorius (tidak
dilakukan)
Secara subyektif : membau sesuatu
secara bergantian hidung ditutup
(tidak dilakukan)
2 II: Optikus (tidak
dilakukan)
- Daya Penglihatan
- Pengenalan warna
- Fundus okuli
3 III : Occulomotorius - Bentuk dan ukuran pupil
- Refleks terhadap sinar
- Gerak mata: atas,bawah,medial
- Strabismus divergen
- Diplopia
dbn
dbn
dbn
(-)
(-)
dbn
dbn
dbn
(-)
(-)
4 IV : Trokhlearis - Gerak mata ke medial bawah
- Strabismus konvergen
- Diplopia
dbn
(-)
(-)
dbn
(-)
(-)
5 V : Trigeminus (tidak
dilakukan)
- Menggigit
- Membuka mulut
- Sensibilitas muka atas-tengah-
bawah
- Refleks kornea
- Reflex bersin
- Reflex masseter
6 VI : Abducens - Gerak mata ke lateral
- Strabismus konvergen
- Diplopia
dbn
(-)
(-)
dbn
(-)
(-)
7 VII : Fasialis (tidak
dilakukan)
- Mengerutkan dahi
- Menutup mata
- Lipatan nasolabial
- Sudut mulut
- Mengerutkan alis
- Meringis
- Mengembungkan pipi
- Lakrimasi
- Reflek visio palpebra
- Reflek glabella
- Reflek Myerson
- Tanda chvostek
- Daya kecap lidah 2/3 depan
8 VIII: Akustikus - Mendengar suara berbisik
- Detik arloji
- Test rinie,weber (tidak dilakukan)
dbn
dbn
dbn
dbn
9 IX : Glossofaringeus - Arkus faring
- Daya kecap lidah bagian 1/3
belakang (tidak dilakukan)
- Sengau
- Tersedak
- Reflex muntah (tidak dilakukan)
dbn
(-)
(-)
dbn
(-)
(-)
10 X : Vagus - Bicara
- Menelan (tidak dilakukan)
- Nadi
dbn
dbn
11 XI: Accesorius (tidak
dilakukan)
- Memalingkan kepala
- Sikap bahu
- Menganggkat bahu
- Trofi otot bahu
12 XII : Hipoglosus (tidak
dilakukan)
- Menjulurkan lidah
- Artikulasi
- Tremor lidah
- Kekuatan lidah
- Trofi otot lidah
- Fasikulasi lidah
Ektermitas :
Gerakan RF
Kekuatan RP
Tonus (normotonus)
Trofi (eutrofi)
Klonus (-)
4. Status Sensorium
Kesadaran : somnolen
Atensi : sdn
Orientasi
Memori jangka panjang dan pendek : sdn
Kecerdasan berhitung : sdn
Simpanan Informasi : sdn
Tilikan, keputusan, dan rencana : sdn
Fungsi visuospasial : sdn
+2 +2
+2 +2
- -
- -
D. Diagnosis
Diagnosis Klinik : meningitis subakut stadium II
Diagnosis Topik : Leptomeningen
Diagnosis Etiologi : meningitis dd meningoenchepalitis
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan Elektrolit
Pemeriksaan Kultur darah
Pemeriksaan HCTScan
F. Penatalaksanaan
Inf Ring As 16 tpm
Inj. Cefotaxim 2g/12 jam
Inj. Dexametason 1A/12 jam
Inj. Citicholin 500mg/12 jam
Inj. Ranitidin 1A/12 jam
PCT 3 X 1
Pasang DC
Pasang NGT
LAMPIRANTgl Pemeriksaan Hasil
Pemeriksaan
Ass Plan
29
Agust
2014
S : Pasien mengeluh nyeri
kepala (+), demam sejak 1
hari yang lalu, kejang (-),
mual (-), muntah (+), tadi
malam pasien ngompol (+)
O : KU : sedang ;
Somnolen
GCS E3V4M5
Kepala : pupil isokor
Ø3/3mm RC +/+ RK +/+
Nn Cranial : sdn
Meningeal sign (+)
Kaku Kuduk (+)
Brudzinky I (-)
Brudzinky II (+)
Kernig sign (+)
Extermitas : lateralisasi (-)
Fungsi otonom : pasien
ngompol
- Hb : 13,5 [g/dl]
- Leu :24,4 [10^3/uL]
- HMT : 42 [%]
- Erit : 4,9 [10^6/uL]
- Tromb : 198 [10^3/uL]
- MCV : 86 [fL]
- MCH : 28 [pg]
- MCHC : 32 [g/dL]
- GDS : 127 [mg/dl]
- Ureum : 27 [mg/dl]
- Creatinin : 0,96
[mg/dl]
- HbsAg : negatif
Pemeriksaan
HCTScan ICH
lobus frontal
dan occipital
sinistra
Meningitis dd
meningoenchepalitis
Inf Ring As 16
tpm
Inj. Cefotaxim
2g/12 jam
Inj. Dexametason
1A/12 jam
Inj. Citicholin
500mg/12 jam
Inj. Ranitidin
1A/12 jam
PCT 3 X 1
Pasang DC
Pasang NGT
Kultur darah
30
Agust
2014
S : Pasien mengeluh nyeri
kepala (+), pusing (+),mual
(+), demam (+), produk
NGT berwarna coklat
kemerahan
O : KU : sedang ; CM
GCS E4V5M6
Kepala : pupil isokor
Ø3/3mm RC +/+ RK +/+
Nn Cranial : sdn
Meningeal sign (+)
Kaku Kuduk (-)
Brudzinky I (-)
Brudzinky II (+)
Kernig sign (+)
Extermitas : lateralisasi (-)
Meningitis dd
meningoenchepalitis
Inf Ring As 16
tpm
Inj. Cefotaxim
2g/12 jam
Inj. Dexametason
1A/12 jam
Inj. Citicholin
500mg/12 jam
Inj. Ranitidin
1A/12 jam
PCT 3 X 1
1
Sept
2014
S : Pasien mengeluh nyeri
kepala (+), pusing (+),mual
(-), demam (+),
O : KU : sedang ; CM
GCS E4V5M6
TD : 110/80 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 37,5 °C
Kepala : pupil isokor
Ø3/3mm RC +/+ RK +/+
Meningitis dd
meningoenchepalitis
Inf Ring As 16
tpm
Inj. Cefotaxim
2g/12 jam
Inj. Dexametason
1A/12 jam
Inj. Citicholin
500mg/12 jam
Inj. Ranitidin
1A/12 jam
PCT 3 X 1
Nn Cranial : sdn
Meningeal sign (-)
Kaku Kuduk (-)
Brudzinky I (-)
Brudzinky II (-)
Kernig sign (-)
Extermitas :
G : B/B RF : +2/+2 B/B +2/+2K : 5/5 RP : -/- 5/5 -/-
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Meningoencephalitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab
tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan
jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bisa juga
terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertussis.
Meningoencephalitis adalah peradangan atau infeksi yang melibatkan
meningen, subarachnoid dan parenkim otak akan terjadi reaksi inflamasi pada
selaput meningen dan jaringan otak.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis
serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan
serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis
suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus,
Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis
virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili, virus rabies,
virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes
simpleks, dan varicella.
2.2. Etiologi Meningoencephalitis
Etiologi meningoencephalitis sama dengan etiologi encephalitis. Berbagai
macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis :
2.2.1. Bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut.
2.2.2 Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid
fever, campak dan chicken pox/cacar air.
2.2.3. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi
dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut
infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Klasifikasi encephalitis berdasar
jenis virus serta epidemiologinya ialah:
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring
summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes
zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan
jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,
pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
2.3. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi
struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
2.3.1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah.
Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang
tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi
permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum
dan diafragma sella.
2.3.2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara
durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan
jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta
dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
2.3.3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh
darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan
ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan
diantara arachnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang
ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak
ke sumsum tulang belakang.
2.4. Patofisiologi Meningoencephalitis
Meningoencephalitis pada umumnya terjadi seperti meningitis dan
encephalitis. Meningioencephalitis sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus masuk tubuh klien melalui kulit,
saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan
menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
2.4.1. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau
organ tertentu.
2.4.2. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
2.4.3. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan
selaput lendir dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis.
Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu
badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, kadang disertai kaku
kuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang
disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan,
pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan
perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis
fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
2.5. Gejala Klinis Meningoencephalitis
Meningoencephalitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti meningitis
dan encephalitis. Meningoencephalitis biasanya ditandai dengan gejala meningitis
seperti demam, sakit kepala, kekakuan pada leher, vomiting, diikuti oleh
penurunan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda-tanda neurologik, tanda
peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatri. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi
lumbal.
Meningoencephalitis juga terkadang menunjukkan gejala – gejala
encephalitis. Gejala yang muncul adalah peningkatan tekanan intrakranial seperti
sakit kepala, vertigo, nause, konvulsi dan perubahan mental. Gejala lain yang
mungkin timbul termasuk photophobia, perubahan sensorik, dan kekakuan leher.
Meningoencephalitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara
akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan
fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %
oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala nyeri kepala,
konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat
gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu dengan
gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat
dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat
tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.
2.6. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
2.6.1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot.
Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala.
2.6.2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut
tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna)
disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
2.6.3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
2.6.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.
2.7. Pemeriksaan Penunjang Meningoencephalitis
2.7.1. Pemeriksaan neurologis
Gangguan kesadaran, hemiparesis, tonus otot meningkat, spastisitas,
terdapat refleks patologis, refleks fisiologis meningkat, klonus, gangguan
nervus kranialis (buta, tuli), ataksia.
2.7.2. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
a. LCS jernih
b. Reaksi pandy/nonne-apelt (+)/(-)
c. Jumlah sel: 0 sampai beberapa ribu, sel polimorfonuklet.
d. Protein: normal sampai sedikit naik.
e. Gula: normal
f. Kultur: 70%-80% (+), untuk virus 80% (+)
2.7.3. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
2.7.4. Pemeriksaan Radiologis (CT Scan/ MRI)
Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom,
daerah cerebral, hemoragic, atau tumor.
2.8. Penatalaksanaan
Terapi untuk meningoencephalitis sama seperti terapi untuk meningitis dan
encephalitis. Terapi ini terbagi menjadi terapi umum dan terapi khusus, yaitu :
2.8.1 Terapi umum
a. Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif
b. Pemberian gizi tinggi kalori tinggi protein
c. Posisi penderita dijaga agar tidak terjadi decubitus
d. Keseimbangan cairan tubuh
e. Perawatan kandung kemih
f. Mengatasi gejala demam, kejang
2.8.2 Terapi khusus
a. Penatalaksanaan meningitis serosa
1) Rejimen terapi : 2RHZE -7RH
2) Steroid :
Diberikan untuk
a) Menghambat reaksi inflamasi
b) Mencegah komplikasi infeksi
c) Menurunkan edem cerebri
d) Mencegah perlengketan arachnoid dan otak
e) Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi :
a) Kesadaran Menurun
b) Defisit Neurologi Fokal
Dosis : Dexametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg
intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan
selama 1 bulan
b. Penatalaksanaan meningitis purulenta
Pemberian antibiotik harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri
penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil
biakan sebaiknya diberikan obat antibiotic dengan spectrum luas.
Antibiotik diberikan selama 10-14 atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah
bebas demam.
1) Penisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam untuk infeksi
Pneumococcus, Streptococcus, Meningococcus.
2) Kloramfenikol dosis 4 x 1 gr/hari atau ampisilin 4 x 3 gr/hari untuk
infeksi Haemophilus
3) Gentamicin untuk infeksi E. Coli, Klebsiella, Proteus dan kuman-
kuman gram negative
c. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin diberikan
1) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
2) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
3) Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral
acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena
dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14
hari untuk mencegah kekambuhan.
4) Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
d. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema
otak
1) Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
2) Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan
dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3) Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
e. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau
luminal.
1) Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
2) Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis
yang sama.
3) Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
f. Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
g. Penatalaksanaan shock septik
h. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
i. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan
leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti
asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian
obat per oral
2.9. Prognosis Meningoencephalitis
Prognosis meningoencephalitis tergantung kepada umur, mikroorganisme
spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak,
jenis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus,
anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat
menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas
meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami
sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan
kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan
mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian.
Penderita karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan, penurunan kesadaran jarang ditemukan. Penderita viral memiliki
prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 – 2 minggu
dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.
2.10. Pencegahan Meningoencephalitis
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis
pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat
diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal
conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine
(PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles
dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (HbOC atau PRP-OMP)
dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal
imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat
melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%.
Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO,
pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-
12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5
tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan
diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat
membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup
serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin
tetravalen A, C, W135 dan Y. meningitis TBC dapat dicegah dengan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan
gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat
kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang),
ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di
lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan
kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal
hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah
dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak
awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal
dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga
dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi
test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota
keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk
menemukan penderita secara dini. Penderita juga diberikan pengobatan
dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab
meningitis yaitu :
b.1. Meningitis Purulenta
b.1.1. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol,
setofaksim, seftriakson.
b.1.2. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim,
penisilin, seftriakson.
b.1.3. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim
dan seftriakson.
b.2. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang
berat dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid
berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat
menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah
kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti.
Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan
kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisikondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka
panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan
rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
DAFTAR PUSTAKA
Arif mansjoer suprohaita. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 2 jilid 3. Jakarta: penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Swartz, M. N. 2007. Meningitis: bakterial, viral, and other. Bakterial meningitis. Goldman: cecil medicine.
Tolan RW. Amebic meningoencephalitis. Saint Peter’s University hospital.update Jan 21, 2009. Available at. http://emedicine.medscape.com/article/996227.