preskas

77
PRESENTASI KASUS GASTROENTERITIS AKUT DENGAN TB PARU Disusun Oleh : Alfaria Elia Rahma Putri 030.10.018 Pembimbing : dr. Hot SH, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 29 JUNI– 11 SEPTEMBER 2015 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH 1

Upload: antonius-verdy-tedjosantoso

Post on 13-Dec-2015

228 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

preskas

TRANSCRIPT

Page 1: PresKas

PRESENTASI KASUS

GASTROENTERITIS AKUT DENGAN TB PARU

Disusun Oleh :

Alfaria Elia Rahma Putri

030.10.018

Pembimbing :

dr. Hot SH, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 29 JUNI– 11 SEPTEMBER 2015

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2015

1

Page 2: PresKas

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Alfaria Elia Rahma Putri

NIM : 030.10.018

Pembimbing : dr. Hot SH, Sp.A

Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. RRM

Umur : 1 tahun 4 bulan

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 02 Februari 2014

Alamat : Jl. Cipinang Bali, Kp Melayu, Jakarta Timur

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : -

Orang tua / Wali

Ayah : Ibu :

Nama : Tn. EP Nama : Ny. TM

Umur : 30 tahun Umur : 26 tahun

Alamat : Jl. Cipinang Bali Alamat : Jl. Cipinang Besar

Kp Melayu, Jakarta Timur Kp Melayu, Jakarta Timur

Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Penghasilan : Rp. 2,2 juta /bulan Penghasilan : -

Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK

Suku bangsa : Sunda Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

2

Page 3: PresKas

I. RIWAYAT PENYAKIT

ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. TM (ibu kandung pasien)

Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 611

Tanggal / waktu : 4 Juli 2015 pukul 12.00 WIB

Tanggal masuk : 28 Juni 2015

Keluhan utama : Muntah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Keluhan tambahan : Diare, batuk, sesak nafas

I. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar ibunya dengan keluhan muntah

sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Menurut ibu pasien, muntah bisa

terjadi 8 – 10 kali dalam sehari. Muntah berisi air bercampur dengan makanan dengan

volume kurang lebih ½ gelas aqua. Pasien akan muntah jika diberi makan atau

minum. Ibu pasien juga mengeluhkan BAB cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah

sakit. Frekuensi BAB 3x/hari, volume kurang lebih 1 gelas aqua dengan konsistensi

cair, terdapat ampas dan lendir, berwarna kuning, berbau asam, tidak terdapat darah.

Pasien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi 2 hari sebelum masuk rumah

sakit, demam tidak diukur dengan termometer. Demam dirasakan sepanjang hari terus

menerus tanpa pernah turun hingga suhu normal, lalu pasien diberi obat parasetamol

anak yang dibeli di apotek. Demam sempat turun karena parasetamol, namun tidak

lama kemudian suhu tubuh pasien naik kembali. Demam tidak disertai menggigil.

Tidak ada keringat dingin maupun kejang. Orang tua pasien juga bercerita bahwa

pasien menjadi lebih gelisah, gampang menangis dan nafsu makan menurun sejak

gejala BAB cair dan demam muncul.

Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya batuk-batuk sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit. Menurutnya, batuk anaknya adalah batuk berdahak dikarenakan setiap

selesai batuk, os sering muntah, dan muntahannya berisi susu yang diminum serta

lendir yang berwarna putih kental, tidak berbau dan tidak ada darah.

3

Page 4: PresKas

Buang air kecil tidak ada masalah. Adanya sesak nafas, keringat malam maupun

riwayat terseak sebelumnya disangkal oleh ibu os. Menurut ibu os, os memang kurus

sejak sebelum sakit, setelah sakit berat badan os cenderung tidak meningkat. Adanya

sesak nafas, keringat malam maupun riwayat sesak sebelumnya disangkal oleh ibu

pasien.

II. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare 6 bulan Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita :

OS pernah terkena diare saat berusia 6 bulan, os sempat dibawa ke IGD RSBA dan

dirawat.

III. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke bidan di puskesmas

setempat, sudah mendapat imunisasi vaksin

TT 2 kali

KELAHIRAN Tempat persalinan Rumah bersalin

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinanNormal

Penyulit : -

Masa gestasi Cukup Bulan

Keadaan bayi Berat lahir : 3700 gram

Panjang lahir : 55 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

4

Page 5: PresKas

Langsung menangis (+)

Kemerahan (+)

Nilai APGAR : (tidak tahu)

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran :

Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa Kehamilan.

IV. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor

Tengkurap : Umur 5 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Umur 10 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Belum bisa (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : Belum bisa (Normal: 13 bulan)

Bicara : Belum bisa (Normal: 9-12 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan :

Terdapat sedikit keterlambatan pada riwayat pertumbuhan dan perkembangan os.

V. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI - - -

2 – 4 ASI - - -

4 – 6 ASI - - -

6 – 8 PASI + + -

8 – 10 PASI + + +

10 -11 PASI + + +

5

Page 6: PresKas

Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu os, sejak sakit os jadi malas makan.

Kesimpulan riwayat makanan :

Pasien menjadi berkurang nafsu makan sejak sakit. Asupan dari usia 0 bulan – 11

bulan cukup baik.

VI. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 2 bulan - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Campak - - -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal.

VII. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

No Tanggal lahir (umur)

Jenis kelamin

Hidup Lahir mati

Abortus Mati (sebab)

Keterangan kesehatan

1. 02 Feb 2014 Perempuan + - - - Pasien

b. Riwayat Pernikahan

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. EP Ny. TM

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 28 tahun 24 tahun

Pendidikan terakhir Tamat SMK Tamat SMK

Agama Islam Islam

Suku bangsa Sunda Jawa

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

6

Page 7: PresKas

Penyakit, bila ada - -

a. Riwayat Penyakit Keluarga

Kakek (ayah dari ibu) os menderita TBC, sudah dicek sputum 2 kali BTA negatif.

Namun tetap mendapat terapi, tetapi kakek os ini tidak patuh sehingga pengobatannya

terputus. Beliau tinggal serumah dengan os. Selain kakek os, tidak ada anggota

keluarga lainnya yang mengalami batuk-batuk lama dan tidak ada anggota keluarga

lainnya yang mengalami hal yang sama dengan os.

Kesimpulan Riwayat Keluarga :

Adanya anggota keluarga yang memiliki TBC meningkatkan faktor resiko seorang

anak terkena TBC pula.

VIII. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, kakek dan neneknya di sebuah rumah yang

dikontrak 1 lantai, dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng,

berdinding tembok. Pencahayaan tidak baik, cahaya matahari tidak masuk ke rumah,

ventilasi hanya ada di ruang tamu. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah

tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh

petugas kebersihan.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan :

Lingkungan rumah tidak terlalu baik. Proses pertukaran udara dan penyinaran sinar

matahari kurang baik.

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 4 Juli 2015 pukul 12.30 WIB)

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan Gizi : Gizi kurang

Keadaan lain : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)

7

Page 8: PresKas

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 7,2 kg

Tinggi Badan : 74 cm

Lingkar kepala : 45 cm

Lingkar dada : 41,5 cm

Lingkar lengan atas : 11 cm

Status Gizi

- BB / U = 7,2 / 10,6 x 100 % = 67,92 % (Tanpa oedema gizi kurang)

- TB / U = 74 / 78 x 100 % = 94,87 % (Tinggi normal)

- BB / TB = 67,2 / 9,6 x 100 % = 75% (Gizi kurang)

- Kehilangan BB = -

Tanda Vital

Nadi : 110 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular.

Nafas : 48 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2.

Suhu : 36,8 °C, axilla (diukur dengan termometer air raksa).

KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup.

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

WAJAH : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut.

MATA :

Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+

Cekung : -/-

8

Page 9: PresKas

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : normal

Serumen : -/-

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : +

BIBIR : Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-).

MULUT : Trismus (-) , oral hygiene baik, gigi geligi lengkap.

LIDAH : Normoglotia, tremor (-), lidah kotor (-).

TENGGOROKAN : Hiperemis (-).

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid,

tidak tampak deviasi trakea.

THORAKS :

Pulmo

Inspeksi :

Gerak thoraks terlihat simetris saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan yang

tertinggal, tipe pernafasan abdominotorakal, tidak ada retraksi sela iga,

epigastrium maupun suprasternal.

Palpasi :

Gerak nafas teraba simetris pada kedua hemithorax, vocal fremitus pada

hemithorax kanan dan kiri teraba sama kuat.

Perkusi :

Sonor pada kedua hemithorax.

Auskultasi :

Suara napas vesikuler +/+, ronchi (+/+) terdengar keras pada apex paru dextra dan

sinistra, wheezing (-/-).

9

Page 10: PresKas

Cor

Inspeksi :

Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi :

Ictus cordis teraba pada ICS V linea 1 cm medial line midclavicularis sinistra.

Auskultasi :

Bunyi jantung I , II reguler, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN :

Inspeksi :

Perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan.

Palpasi :

Supel, nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar.

Perkusi :

Timpani pada seluruh kuadran abdomen.

Auskultasi :

Bising usus (+) normal.

GENITALIA : tidak dilakukan pemeriksaan.

KGB :

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Kekuatan otot 5 5

10

Page 11: PresKas

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Kekuatan otot 5 5

STATUS NEUROLOGIS

Refleks Kanan Kiri

Patella + +

Babinski + +

Chaddock - -

KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit

baik, petechie (-).

TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

11

Page 12: PresKas

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

(Lab. Dari IGD pada tanggal 28 Juni 2015)

Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan

Darah Lengkap

Eritrosit 4.9 jt/uL 3.6 jt – 5.2 jt Normal

Hemoglobin 11.6 g/dL 10.7 – 13.1 Normal

Leukosit 18.100 /uL 6000-17.000

Trombosit 499.000/uL 229.000-553.000 Normal

Hematokrit 36 % 35 - 43 Normal

MCV 74 fL 73 – 101 Normal

MCH 23.7 pg 23-31 Normal

MCHC 32.1 g/dL 26-34 Normal

RDW 15.9 % <14

Kimia Klinik

GDS jam 06.00 109 mg/dL 33 – 111 Normal

Elektrolit Serum

Natrium 141 mmol/L 135-155 Normal

Kalium 3.0 mmol/L 3.6-5.5

Klorida 107 mmol/L 98-109 Normal

Pemeriksaan Radiologi :

(Dilakukan tanggal 1 Juli 2015)

Jenis Foto : Thoraks PA

Deskripsi :

Bronchopneumonia

Hilus dalam batas normal

Cor dalam batas normal

12

Page 13: PresKas

IV. RESUME

Pasien adalah seorang anak perempuan berusia 1 tahun 4 bulan yang datang diantar

ibunya ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Budhi Asih dengan keluhan muntah sejak 4

hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut ibu pasien, muntah bisa terjadi 8 – 10 kali

dalam sehari. Muntah berisi air bercampur dengan makanan dengan volume kurang

lebih ½ gelas aqua. Pasien juga mengalami BAB cair sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit. Frekuensi BAB 3x/hari, volume kurang lebih 1 gelas aqua dengan

konsistensi cair, terdapat ampas dan lendir, berwarna kuning, berbau asam, tidak

terdapat darah. Keluhan lainnya yaitu, demam 2 hari sebelum masuk rumah sakit,

demam tidak diukur dengan termometer. Demam dirasakan sepanjang hari terus

menerus tanpa pernah turun hingga suhu normal, lalu pasien diberi obat parasetamol

anak yang dibeli di apotek. Demam sempat turun karena parasetamol, namun tidak

lama kemudian suhu tubuh pasien naik kembali. Demam tidak disertai menggigil.

Batuk berdahak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Dahak keluar setiap pasien

muntah berawrna putih kental Tidak ada keringat dingin maupun kejang. pasien

menjadi lebih gelisah, gampang menangis dan nafsu makan menurun sejak gejala

BAB cair dan demam muncul.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum : Tampak Sakit

Sedang, Kesadaran : Compos Mentis, dan Status Gizi : Gizi Kurang. Pada

pemeriksaan paru didapatkan pada auskultasi didapatkan ronki yang terdengar jelas

pada apex pulmo dextra dan sinistra. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit

yang sedikit meningkat namun tidak terlalu signifikan yaitu 18.100/uL dan penurunan

kadar Kalium yaitu 3.0 mmol/L. Pada foto toraks didapatkan gambaran

bronchopneumonia.

V. DIAGNOSIS BANDING

- Gastroenteritis akut bakterial dengan dehidrasi ringan

- Gastroenteritis akut viral dengan dehidrasi ringan

- Disentri amebiasis

13

Page 14: PresKas

- TB Paru

- Infeksi Saluran Napas Atas

- Bronkopneumonia

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Gastroenteritis akut bakterial tanpa dehidrasi + TB paru

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Tes Mantoux

- Hematologi ulang, cek Elektrolit serum, hitung jenis leukosit

VIII. PENATALAKSANAAN

A. Non medika Mentosa

1. Rawat inap untuk observasi tanda vital dan perawatan yang intensif

2. Memperbaiki asupan gizi (diet TKTP).

3. Menghilangkan sumber penularan dengan cara mengobati kakek os yang terkena

TB.

B. Medika Mentosa

1. IVFD KaEN 1 B 3cc/kgBB/jam

2. Ampicilin 4 x 200 mg (i.v.)

3. Probiokid 1 x 1 sachet

4. Zinc kid 1 x 20mg

5. Paracetamol drip 80mg bila suhu > 38oC

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

14

Page 15: PresKas

FOLLOW UP

Tgl S O A P

30/6/2015

Rawat

hari ke 2

- Demam +

- Batuk +

- BAB cair -

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 114 x/m

Suhu : 38 0 C

RR : 40 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

+/+ (serous)

Mulut :

kering (-) sianosis (–)

Thorax :

sn vesikuler, rh +/+, wh

-/-, BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : supel,

turgor baik, nyeri tekan

(-), bu (+), hepar & lien

ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

GEA

tanpa

dehidrasi

Gizi

kurang

- Diet Lunak

- IVFD KaEN 1 B

3cc/kgBB/jam

- Pct 80 mg drip

jika suhu > 38°C

- Ampisilin 4 x

200 mg (i.v.)

- Probiokid 1 x 1

bungkus

- Puyer 3x1 :

Ambroxol 4 mg,

Salbutamol 0,4

mg

- Tes mantoux

1/7/2015

Rawat

hari ke 3

- Batuk +

- Demam -

- BAB cair -

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 100 x/m

GEA

tanpa

dehidrasi

Gizi

kurang

- Diet Lunak

- IVFD KaEN 1 B

3cc/kgBB/jam

- Pct 80 mg drip

jika suhu > 38°C

15

Page 16: PresKas

Suhu : 37,2 0 C

RR : 28 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

-/-

Mulut :

kering (-) sianosis (–)

Tonsil : T2/T2, faring

hiperemis

Thorax :

sn vesikuler, rh +/+, wh

-/-, BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : supel,

turgor baik, nyeri tekan

(-), bu (+), hepar & lien

ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

Batuk

Kronik

Berulang

- Ampisilin 4 x

200 mg (i.v.)

- Probiokid 1 x 1

bungkus

- Puyer 3x1 :

Ambroxol 4 mg,

Salbutamol 0,4

mg

Tes mantoux

Foto Thorax

2/7/2015

Rawat

hari ke 4

- Batuk +

- Demam -

- BAB cair -

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 104 x/m

Suhu : 36,8 0 C

RR : 24 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

GEA

tanpa

dehidrasi

Gizi

kurang

Batuk

Kronik

Berulang

- Diet Lunak

- IVFD KaEN 1 B

3cc/kgBB/jam

- Pct 80 mg drip

jika suhu > 38°C

- Ampisilin 4 x

200 mg (i.v.)

- Probiokid 1 x 1

bungkus

- Puyer 3x1 :

16

Page 17: PresKas

-/-

Mulut :

kering (-) sianosis (–)

Tonsil : T2/T2, faring

hiperemis

Thorax :

sn vesikuler, rh +/+, wh

-/-, BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : supel,

turgor baik, nyeri tekan

(-), bu (+), hepar & lien

ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

Hasil Foto Thorax :

gambaran

bronchopneumonia

Ambroxol 4 mg,

Salbutamol 0,4

mg

Tes mantoux

3/7/2015

Rawat

hari ke 5

- Batuk +

- Demam -

- BAB cair -

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 98 x/m

Suhu : 36,5 0 C

RR : 28 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

-/-

Mulut :

kering (-) sianosis (–)

GEA

tanpa

dehidrasi

Gizi

kurang

TB paru

- Diet Lunak

- Venflon

- Pct 80 mg drip

jika suhu > 38°C

- Ampisilin 4 x

200 mg (i.v.)

- Probiokid 1 x 1

bungkus

- Puyer 3x1 :

Ambroxol 4 mg,

Salbutamol 0,4

mg

OAT:

17

Page 18: PresKas

Tonsil : T2/T2, faring

hiperemis (-)

Thorax :

sn vesikuler, rh +/+, wh

-/-, BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : supel,

turgor baik, nyeri tekan

(-), bu (+), hepar & lien

ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

Tes mantoux (+)

Indurasi 17 mm

Skoring TB = 8

- INH 1 x 70 mg

- Rif 1 x 90 mg

- PZA 2 x 75 mg

Rencana pulang

4/7/2015

Rawat

hari ke 6

- Batuk +

- Demam -

- BAB cair -

KU : tampak sakit

sedang

Kesadaran: CM

TTV :

Nadi : 110 x/m

Suhu : 36,2 0 C

RR : 24 x/ m

Kepala : normocephali

Mata : CA -/- SI -/-

Hidung : nch -/-, sekret

-/-

Mulut :

kering (-) sianosis (–)

Tonsil : T2/T2, faring

hiperemis (-)

Thorax :

TB paru

GEA

tanpa

dehidrasi

(perbaik

an)

Gizi

kurang

- Diet Lunak

- Venflon

- Ampisilin 4 x

200 mg (i.v.)

- Probiokid 1 x 1

bungkus

- Puyer 3x1 :

Ambroxol 4 mg,

Salbutamol 0,4

mg

OAT:

- INH 1 x 70 mg

- Rif 1 x 90 mg

- PZA 2 x 75 mg

Boleh pulang / rawat

jalan

18

Page 19: PresKas

sn vesikuler, rh +/+, wh

-/-, BJ I-II reg, m (-),

gallop (-)

Abdomen : supel,

turgor baik, nyeri tekan

(-), bu (+), hepar & lien

ttm

Ekstremitas : ke 4 akral

hangat

Tes mantoux (+)

Indurasi 17 mm

Skoring TB = 8

19

Page 20: PresKas

TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS PARU

I. Pendahuluan

Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang

kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara

maju. Salah satu diantaranya adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga

penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. Tuberculosis, dengan

angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. 1

Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di

negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan

salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara

berkembang maupun di negara maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi

epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian,

infeksi HIV dan pertumbuhan populasi yang cepat. 2

Dengan meningkatnya kejadian TBC pada orang dewasa, maka jumlah anak yang

terinfeksi TBC akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TBC juga

meningkat. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak

khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak sulit

didapatkan specimen diagnostic yang dapat dipecaya. Seorang anak dapat terkena

infeksi TBC tanpa menjadi sakit TBC dimana terdapat uji tuberkulin positif tanpa

ada kelainan klinis, radiologis dan laboratoris.3

Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang

diikuti overtreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB

umumnya adalah orag dewasa dengan hasil sputum basil tahan asam positif,

sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa.

Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan. .3

Tuberkulosis primer pada anak kurang membahayakan masyarakat karena

kebanyakan tidak menular, tetapi bagi anak itu sendiri cukup berbahaya oleh

karena dapat timbul TBC ekstra thorakal yang sering kali menjadi sebab kematian

atau menimbulkan cacat, Misal pada TBC Meningitis.

20

Page 21: PresKas

II. Definisi

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah

menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.2 Tuberkulosis

merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Pada

peninggalan Mesir Kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan

gibbus. Kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab TB telah ditemukan oleh

Robert Koch pada tahun 1882, lebih dari 100 tahun yang lalu. Walaupun telah

dikenal sekian lama dan telah lama ditemukan obat-obat antituberkulosis yang

poten hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh

dunia. Di Indonesia sendiri TB masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan

secara global, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus

terbanyak di dunia. .3

III. Morbiditas dan Mortalitas

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB

anak per tahun adalah 5 – 6 % dari total kasus TB. Berdasarakan laporan tahun

1985, dari 1261 kasus TB anak usia < 15 tahun, 63 % di antaranya berusia < 5

tahun. Di negara berkembang, tuberkulosis pada anak berusia < 15 tahun adalah

15 % dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju, angkanya lebih rendah,

yaitu 5-7 %. Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat

1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000 usia dibawah 15 tahun , meninggal

dunia karena TB. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga

dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus)

dan Cina (1,1 juta kasus). Sebanyak 10 % dari seluruh kasus terjadi pada anak

berusia di bawah 15 tahun.

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan

oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat; (2) pengobatan yang tidak

adekuat ; (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat; (4)

infeksi endemik human immuno-deficiency virus (HIV); (5) migrasi penduduk;

21

Page 22: PresKas

(6) mengobati sendiri (self treatment); (7) meningkatnya kemiskinan; (8)

pelayanan kesehatan yang kurang memadai. .3

IV. Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada 2 macam

mycobacteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human ( berada

dalam bercak ludah dan droplet ) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi.

Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis, dan

Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan famili

Mycobacteriacea. Ciri – ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif

lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0.3

– 0.6 μm, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar

matahari dan ultra violet. Mereka dapat tampak sendiri – sendiri atau dalam

kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai atau media biakan, tumbuh pada

media sintetis yang mengandung gliserol sumber karbon dan garam ammonium

sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37 –

22

Page 23: PresKas

41°C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel kaya lipid

menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen.4,5

Tanda semua mikobakteria adalah ketahanan asamnya, kapasitas membentuk

kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan aril metan seperti kristal violet, karbol

fuschin, auramin dan rodamin. Bila diwarnai mereka melawan, perubahan warna

dengan ethanol dan hidroklorida atau asam lain. Sifatnya aerob obligat, hal ini

menunjukan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen

nya, dan sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak, sehingga membuat kuman

lebih tahan terhadap asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan

terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Selain itu kuman terdiri dari protein yang

menyebabkan nekrosis jaringan.

Kuman dapat tahan hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan

udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena kuman berada

dalam sifat dormant. Tetapi dalam cairan mati pada suhu 60°C dalam waktu 15 –

20 menit. 4,5 Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni

dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah

kemudian disenangi karena banyak mengandung lipid.

V. Faktor Resiko

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun

timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tresebut dibagi menjadi faktor

risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko

penyakit).1

1. Risiko Infeksi TB

Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan

dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif ), daerah

endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (hygiene dan sanitasi

tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau

panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.

Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap

orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif. Berarti bayi

23

Page 24: PresKas

daris eorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi

terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar

pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei )

yang infeksius. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke

anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA

sputum postif, infiltrate luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum

banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor

lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang tidak baik.

TB pada anak jarang meularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa

di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di

dalam sekret endobronkial pasien anak. Ada beberapa hal yang

menjelaskan hal tersebut. Pertama, jumlah kuman TB pada anak biasanya

sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lema, jumlah

yang sedikit tersebut sudah menyebabkan sakit. Kedua, lokasi infeksi

primer yang kemudia berkembang menjadi sakit TB primer biasanya

terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi

produksi sputum. Ketiga, tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak

terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya

terdapat gejala batuk pada TB anak. 1

2. Risiko Sakit TB

Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya

infeksi TB menjadi sakit TB.

a. Usia : Anak berusia ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami

progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selularnya belum

berkembang sempurna (imatur). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan

berkurang seiring secara bertahap seiring dengan pertambahan usia.

Pada bayi yang terinfeksi TB, 43 % nya akan menjadi sakit TB, pada

anak usia 1 – 5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24 %, pada usia remaja

15 %, dan pada dewasa 5 – 10 %. Anak berusia < 5 tahun memiliki

risiko tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan

24

Page 25: PresKas

meningitis TB). Risiko tertinggi terjadinya progresivitas dari infeksi

menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah infeksi,

terutama selama 6 bulan pertama. Pada bayi, rentang waktu antara

terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun)

dan biasanya timbul gejala akut. 1

b. Infeksi baru : Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji

tuberculin (dari negative menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.

c. Faktor risiko lainnya : Malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada

infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, dan penobatan

imunosupresi, diabetes mellitus dan gagal ginjal kronik. 1

d. Faktor virulensi dari M. tuberculosis. Akan tetapi, secara klinis hal ini

sulit untuk dibuktikan. 1

e. Faktor epidemiologi TB : status sosioekonomi rendah, penghasilan

kurang, kepadatan hunian, pengangguran, pendidikan yang rendah, dan

kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat. 1

VI. Patogenesis

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena

ukurannya yang sangat kecil (< 5 m), kuman TB dalam percik renik (droplet

nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan

segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan

memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar

kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu

menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman

TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan

makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut.

Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelanjar

limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus

primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer

25

Page 26: PresKas

terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah

kelenjar limfe parahilus, sedangan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang

akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan

antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar dan saluran limfe

yang meradang. 3

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lenkap disebut masa inkubasi TB.6 Hal ini berbeda

dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yag

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa

inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang

waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga

mencapai jumlah 1000-10.000, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang

respons imunitas seluler. 3

Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik

kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap

tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya

kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut

ditandai oleh terbentuknya hipersenitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaiu

timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji

tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler

tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system

imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi

kuman TB terhenti. Naumn, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam

granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke

dalam alveoli akan segera dimusnahkan.3

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

menetap selama bertahun-tahundalam kelenjar ini. 3

26

Page 27: PresKas

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi

dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer

di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika

terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar

melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal

infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat

terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan

hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelectasis.

Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan

menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial

atau mebentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada

bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelectasis, yang

disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. 3

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematoen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar

ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada

penyebaran hematogen, kuman masuk ke sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh

tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut

sebagai penyakit sistemik. 3

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya

sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada

anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial dan TB paru

kronik. Sebanyak 0,5-3 % penyebaran limfohematogen akan menjadi TB TB

milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3 – 6 bulan setelah infeksi

primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran

kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan).

Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya

infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam

lesi yang tidak mengalami resolusi sempuna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada

anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. 3

27

Page 28: PresKas

28

Page 29: PresKas

*Catatan :

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult

hematogenic spread) dapat juga secara akut dan menyeluruh. Kuman TB

kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi

yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.

2. Kompleks primer terdiri dari (1) fokus primer; (2) limfangitis; dan (3)

limfadenitis regional.

3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.

4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pasca primer karena mekanismenya

bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) biasanya pada

orang dewasa, TB dewasa juga dapat, karena infeksi baru.

VII. Diagnosis

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada

pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura,

atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti

disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan

sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jumlah kuman TB di sekret bronkus

pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB

paru primer terletak di kelanjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer.

Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman

BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000

kuman dalam 1 ml dahak. Kesulitan kedua, pengambilan sputum sulit dilakukan.

Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga

diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui NGT dan harus dilakukan oleh

petugas berpengalaman. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan

mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan

dengan volume 3-5 ml. 3

Oleh karena berbagai alasan diatas, diagnosis TB anak bergantung pada

penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya sering kali tidak spesifik.

Kadang-kadang, TB anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa di

29

Page 30: PresKas

sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan

pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium, dan foto

rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji

tuberkulin positif, dan foto paru mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan

bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. 3

Berdasarkan keterangan sebelumnya bahwa mendiagnosis TB anak sulit

dilakukan karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan

penanggulangan TB anak oleh beberapa pakar. Kesepakatan ini dibuat untuk

memudahkan penanganan TB anak secara luas. Sekarang digunakan sistem

skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.

Penilaian atau skoring dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 3

30

Page 31: PresKas

Pada tabel, dapat dilihat bahwa pembobotan tertinggi ada pada uji tuberkulin dan

adanya kontak TB dengan BTA positif. Uji tuberkulin ini mempunyai sensitivitas

dan spesifisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai uji tapis dan

menunjang diagnosis. Demikian pula adanya kontak dengan orang dewasa BTA

positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya karena berdasarkan

penelitian akan menularkan sekitar 65 % orang di sekitarnya. 3

Catatan :

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakan oleh dokter. Jika dijumpai

skrofuloderma, pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.

Berat badan dinilai saat pasien datang.

Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak.

Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring

TB anak.

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6, (skor maksimal 13).

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih

lanjut.

Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 harus ditatalaksana

sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Alur tatalaksana pasien TB anak dapat

dilihat di bawah ini.

31

Page 32: PresKas

VIII. Manifestasi Klinis

Oleh karena patogenesis TB sangat kompleks, sehingga manifestasi klinis TB

sangat bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan

adalah kuman TB (jumlah dan virulensi), pejamu (usia, kompetensi imun,

kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi) serta interaksi antara keduanya.

Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak

pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks. Permulaan tuberkulosis primer

biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit mulai secara perlahan –

lahan. Kadang – kadang tuberkulosa ditemukan pada anak – anak tanpa keluhan

atau gejala – gejala tuberkulosis primer, salah satu gejala sistemik yang sering

terjadi adalah demam. Temuan demam pada pasien TB berkisar anatara 40 – 80 %

32

Page 33: PresKas

kasus. Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang

cukup lama. Manifestasi sistemik lainnya yang sering dijumpai adalah anoreksia,

BB tidak naik (turun, tetap atau naik namun tidak sesuai dengan grafik tumbuh),

malaise (letih, lesu, lemah, lelah). Keluhan ini sulit diukur dan mungkin terkait

dengan penyakit penyerta. Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak, tidak

ada manifestasi respiratorik yang menonjol. Gejala batuk kronik pada anak bukan

merupakan gejala utama. Akan tetapi, gejala ini dapat timbul apabila limfadenitis

regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik.

Selain itu, batuk berulang dapat terjadi karena anak dengan TB mengalami

penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah sekali mengalami infeksi respiratorik

akut (IRA) berulang. 1

IX. Pemeriksaan Penunjang

Uji Tuberkulin

Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu yang

terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberkulin sangat dibutuhkan.

Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan

diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji Mantoux karena dosis

antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di kontrol. Uji

tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya

konvensi dari negatif. Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin

positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukkan

kelainan klinis dan radiologis. 1

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono dengan

salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux dengan

menyuntikan intrakutan dan multiple puncture metode dengan 4 – 6 jarum

berdasarkan cara Heat and Tine. Uji kulit Mantoux adalah injeksi intradermal 0.1

mL yang mengandung 5 unit tuberculin ( UT ) derivate protein yang dimurnikan

(PPD) yang distabilkan dengan Tween 80.Sampai sekarang cara Mantoux masih

dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah

tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui banyaknya. 1

33

Page 34: PresKas

Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas :

1. Eritema karena vasodilatasi perifer

2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibodi

3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.

Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah penyuntikan diukur

diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang – kadang penderita akan

mulai berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini adalah hasil positif.

Faktor – factor yang terkait hospes, termasuk umur yang amat muda, malnutrisi,

immunosupresi karena penyakit atau obat – obat, infeksi virus, vaksin virus hidup,

dan tuberculosis yang berat, dapat menekan reaksi uji kulit pada anak yang

terinfeksi dengan M.tuberculosis.

Terapi kortikosteroid dapat menurunkan reaksi terhadap tuberkulin, dengan

pengaruh yang sangat bervariasi.

Interpretasi hasil test Mantoux :

1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif . Arti klinis adalah sedang atau pernah

terinfeksi dengan kuman Mycobacterium tuberculosis.

2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan .Arti klinis adalah kesalahan teknik atau

memang ada infeksi dengan Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu

diulang dengan konsentrasi yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau

lebih berarti infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm

berarti cross reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain

dari tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali

infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

3. 3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif. Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan

Mycobacterium tuberculosis.

Reaksi positif palsu terhadap tuberkulin dapat disebabkan oleh sensitisasi silang

terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya selama

beberapa bulan sampai beberapa tahun dan menghasilkan indurasi kurang dari 10

– 12 mm. Vaksinasi sebelumnya ( BCG ) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap

uji kulit tuberkulin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak

34

Page 35: PresKas

pernah menimbulkan uji kulit tuberkulin reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2

– 3 tahun kemudian pada penderita yang pada mulanya memiliki uji kulit positif. 1

Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk

menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih

dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal pemeriksaan radiologis

memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis pada anak – anak dan

tuberkulosis millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa dapat diperoleh melalui

pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.

Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. 1

Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru:

1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.

2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.

3. Penyebaran milier.

4. Penyebaran bronkogen.

5. Atelektasis.

6. Pleuritis dengan efusi.

Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis

tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang –

kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai (aktif) akan

didapatkan sedikit leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih

normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,

jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai turun kearah

normal lagi.

35

Page 36: PresKas

2. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman

BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu

pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan

yang sudah diberikan, tetapi kadang – kadang tidak mudah untuk

menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk atau pada anak –

anak. Pada pemeriksaan sputum kurang begitu berhasil karena pada

umumnya sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas

laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang berarti membutuhkan

biaya yang banyak.

Adapun bahan – bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah :

Bilasan lambung

Sekret bronkus

Sputum

Cairan pleura

Liquor cerebrospinalis

Cairan asites

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya ditemukan tiga

batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman

dalam 1 ml sputum. 1

X. Penatalaksanaan

Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah :

Obat TB diberikasn dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.

Pemberian gizi yang adekuat.

Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.

Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi dan profilaksis. Terapi

TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB diberikan pada

anak yang kontak TB (profilaksis primer ) atau anak yang terinfeksi TB tanpa

sakit TB (profilaksis sekunder). 3

36

Page 37: PresKas

Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu

relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2

bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini

ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman

intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain

untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

kekambuhan. Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap

hari, bukan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi

ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum

setiap hari. Saat ini paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB anak

adalah paduan rifampisin, INH dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan

rifampisin, INH dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan

rifampisin dan INH. 3

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstra pulmonal (TB milier,

meningitis TB, TB tulang dan lain-lain) pada fase intensif diberikan minimal 4

macam obat (rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol atau streptomisin).

Sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan. 3

37

Page 38: PresKas

Untuk beberapa kasus TB anak, selain OAT perlu diberikan juga steroid berupa

prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3. Untuk efusi pleura

TB dan peritonitis TB tipe asites, prednison diberikan selama 2 minggu dosis

penuh, dilanjutkan dengan 2 minggu penurunan dosis bertahap (tappering off).

Untuk meningitis TB, prednison diberikan selama 4 minggu dosis penuh dan 4

minggu tappering off. 3

Kombinasi dosis tetap OAT (FDC)

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan

minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak. Satu paket

kombipak dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombipak untuk

anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg dan

pirazinamid (PZA) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg

dalam satu paket. Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai, untuk

38

Page 39: PresKas

meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama

dengan jumlah obat yang banyak, dalam program penanggulangan TB anak telah

dibuat obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap (fixed dose combination =

FDC). FDC ini dibuat denga komposisi rifampisin, INH, dan pirazinamid masing-

masing 75 mg/50 mg/150 mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4

bulan berikutnya terdiri dari rifampisin dan iNH masing-masing 75 mg dan 50

mg. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut. 3

39

Page 40: PresKas

Pemberian OAT dapat mengakibatkan terjadinya ikterus. Bila terjadi ikterus,

pasien harus dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap, sementara itu OAT

dihentikan dulu.

Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus dievaluasi.

Respons pengobatan dikatakn baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan

meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang dan batuk berkurang.

Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai

dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respons pengobatan kurang atau tidak baik

maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang

lebih lengkap. Sistem skor hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai

hasil pengobatan. Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan

dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain

seperti foto rontgen dada. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan

perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka

pengobatan dapat dihentikan. 3

DIARE

I. Definisi

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi

lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi

cair), dengan/tanpa darah dan/ atau lendir. Diare akut adalah diare yang terjadi

secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.7

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,

disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan

darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Kadang-kadang pada seorang

40

Page 41: PresKas

anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan

ini sudah dapat disebut diare8.

II. Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang

termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan

kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun8. Di dunia,

sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar

kejadian tersebut terjadi di negara berkembang7.

III. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu melalui

makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung

tangan dengan dengan penderita atau barang - barang yang telah tercemar tinja

penderita atau tidak langsung melalui lalat8.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak

memberikan ASI secara penuh untuk 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak

memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana

kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan

penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik8.

IV. Etiologi

Pada saat ini, telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis

mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab

infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan

parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non

imflammatory dan inflammatory.

Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi

enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh

parasit, perlekatan oleh dan /atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya

41

Page 42: PresKas

inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara

langsung atau memproduksi sitotoksin.

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan

diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-

ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat

penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-

perubahan patologis yang diamati tidak berkolerasi dengan gejala - gejala klinis

dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak

terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”.

Virus menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus

halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel - sel epitel

usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang

belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak

dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan

makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik

usus dan terjadi hipereristaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak

terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari

penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna7.

V. Manifestasi Klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala

lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.

Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah7. Sedangkan

manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion

natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila

ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat

menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolis dan hipokalemia. Dehidrasi

merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan

hipovolemia, kolaps kardiovaskular, dan kematian bila tidak diobati dengan

tepat1. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi

42

Page 43: PresKas

isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut

derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, atau

dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen

antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis,

meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, dan septik trombophlebitis. Gejela

neurologik dari infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang,

monosodium glutamat) hipotoni dan kelemahan otot (C.botulinum) .

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat

dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.

Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah

serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar.

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin

disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas

seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan

Cryptpsporidium.

VI. Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,

frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila

disertai muntah: volume dan frekuensinya9. Kencing: biasa, berkurang, jarang

atau tidak kencing dalam 6 - 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang

diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti:

batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama

anak diare: memberikan oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah

Sakit dan obat - obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya10.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi

denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda

- tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda

- tanda tambahan lainnya: ubun - ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau

43

Page 44: PresKas

tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau

basah.

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising

usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstrimitas

perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang

terjadi.

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:

objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.

Subjektif dengan menggunakan skor Maurice King:

Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan - Maurice King (1974) 7

Bagian tubuh yang

diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan

0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng,

apatis, ngantuk

Mengigau, koma atau

syok

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering dan sianosis

Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140

Nilai 0 - 2 = tanpa / dengan dehidrasi ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12= Berat

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak

diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab

dasarnya tidak diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada

penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin,

dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang - kadang diperlukan pada diare akut: 7

44

Page 45: PresKas

Darah Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan

tes kepekaan terhadap antibiotika.

Urin Urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

Tinja Makroskopik

Mikroskopik

Tinja: Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare

meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa

mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau

disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal12.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang

menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan

mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila

terdapatdarah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.

histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC

terdapat garis - garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada

infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides13.

Tinja: Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan

informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan

mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang

menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan

adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,

Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan

kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides.

VII. Terapi medikamentosa

45

Page 46: PresKas

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti:

antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi mikroflora

usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak

diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak

direkomendasikan untuk anak dengan usia kurang dari 2 - 3 tahun. Secara umum

dikatakan bahwa obat - obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.

Antibiotik

Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena

sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak

dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 - 20%) yang disebabkan

oleh bakteri patogen seperti V. Cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. Coli,

Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya.

Antibiotik pada diare7

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif

Kolera Tetrasiklin

12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari

Erythromycin

12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari

Shigella dysentery Ciprofloxacin

15 mg/kgBB

2x sehari selama 3 hari

Pivmecillinam

20 mg/kgBB

4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxon

50 - 100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2 - 5

hari

Amoebiasis Metronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari atau 10 hari pada kasus berat

Giardiasis Metronidazole

46

Page 47: PresKas

5 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare

Obat - obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan

tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat - obat

ini diantaranya:

Adsorben (kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine)

Obat - obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya

untuk mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang

menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan untuk melindungi

mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari

penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.

Antimotilitas (loperamide hydrochloride)

Obat - obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi

tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus

paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan

memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada

dosis normal. Tidak satupun dari obat - obatan ini boleh diberikan pada bayi dan

anak dengan diare.

Antiemetik

Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat

menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral.

Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah

karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.

VIII. Komplikasi

Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa

diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.

47

Page 48: PresKas

1. Gangguan Elektrolit

- Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan

pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium

secara perlahan - lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat

berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau

nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.

Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya

mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L).

Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi

berat dengan oedema.

- Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan

pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 - 1 ml/kgBB i.v pelan - pelan dalam 5 - 10

menit dengan monitor detak jantung.

- Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, Hipokalemi dapat menyebabkan

kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal, dan aritmia jantung.

Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan

menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan

sesudah diare berhenti.

2. Demam

Demam sering terjadi pada infeksi Shigella disentriae dan rotavirus. Pada

umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel

epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat

dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang

cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan

antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.

48

Page 49: PresKas

3. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang

tampak biasanya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema

otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan

garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan,

kortikosteroid jika kejang.

4. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa

cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai

dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kussmaul). Pemberian oralit yang cukup

mengadung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.

IX. Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:

1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.

Kuman - kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal - oral.

Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara

penyebaran ini.

Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar.

b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.

c. Penggunaan air bersih yang cukup.

d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang

air besar dan sebelum makan.

e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota

keluarga.

f. Membuang tinja bayi yang benar.

2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host).

49

Page 50: PresKas

Cara - cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan

dapat mengurangi risiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan

makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.

c. Imunisasi campak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI; 2008.p.162-227.

2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Seyiati S, editors. Jakarta :

Interna Publishing; 2009. p. 2230-2.

3. Kelompok Kerja TB Anak. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak.

Jakarta: Depkes-IDAI; 2008.p. 1-23.

4. Husein A,et al. Ilmu Kesehatan Anak. 7th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 1997.p.573 – 761.

5. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 15 th ed.

Jakarta : EGC ; 2000.p.1028–42.

6. Donald PR. Childhood tuberculosis. In : Madkour MM. tuberculosis. Berlin : Springer;

2004.p. 243-64.

7. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:

Sagung Seto. 2007:1-24

50

Page 51: PresKas

8. Juffrie M, Soenarto Sri, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS.. Diare akut

dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan

penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2012:87-118

9. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United

Stated of America, Lippincot wiliams

10. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and

Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based

Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe.

Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.

11. Diarrhea. Available at:

http://www.mayoclinic.com/health/diarrhea/DS00292/DSECTION=tests-and-

diagnosis. Accessed on January 7th, 2015.

12. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan

Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.

13. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and

inflammation. Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159

51