prescase ileus

63
CASE REPORT ILEUS OBSTRUKTIF PARSIAL Disusun Oleh : Renny Dwi Sandhitia Sari 1102010235 Pembimbing : Dr. Hadiyana Suryadi. SpB

Upload: renny

Post on 11-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ileus

TRANSCRIPT

Page 1: PRESCASE ILEUS

CASE REPORT ILEUS OBSTRUKTIF PARSIAL

Disusun Oleh :Renny Dwi Sandhitia Sari

1102010235

Pembimbing :Dr. Hadiyana Suryadi. SpB

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SLAMET GARUT2014

Page 2: PRESCASE ILEUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. F Usia : 31 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki Agama : Islam

Pekerjaan : wiraswasta Masuk RS : 24 Desember 2014

Alamat : Pasir Wangi Keluar RS : 08 Januari 2015

Status : Menikah

I. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesa pada tanggal 02 Januari 2015

a. Keluhan Utama

Sesak Nafas

b. Keluhan Tambahan

Mual-mual sejak 1 minggu smrs,muntah (-),nyeri ulu hati (+),Demam (+) naik turun

c. Riwayat Perjalanan Penyakit

± 2 minggu smrs os mengeluh mencret, os mencret ± 3-4x/ hari, tinja lembek

kekuningan, tidak disertai lendir dan darah. Keluhan mencret disertai demam, mual

muntah, nyeri perut, dan tidak disertai perut kembung. BAK tidak ada kelainan. Os

kemudian berobat ke klinik dokter, dan diberikan obat-obatan ( os lupa namanya).

± 1 minggu yang lalu keluhan mencret sudah tidak ada, namun os mengeluh

perutnya terasa kembung. Perut kembung disertai dengan nyeri perut bawah yang

hilang timbul, os juga mengeluh tidak bisa buang air besar dan sulit buang angin.

Keluhan tidak disertai demam, mual-muntah. BAK tidak ada kelainan.

± 1 hari smrs os mengeluh perut semakin kembung disertai nyeri perut bawah yang

semakin memberat, keluhan disertai nyeri uluh hati, demam dan mual muntah. Os

muntah sebanyak 1x bewarna kuning kehijauan, muntahan bercampur dengan sisa

makanan jumlahnya ± ½ gelas belimbing. Os mengeluh belum bisa BAB tetapi

sudah bisa buang angin. BAK tidak ada kelainan. Diakui pasien jarang makan sayur

Page 3: PRESCASE ILEUS

dan buah-buahan. Riwayat sering mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri di

warung disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat menjalani operasi perut disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak pernah menderita penyakit seperti ini

sebelumnya.

II. PEMERIKSAAN FISIK

(05 Agustus 2014)

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Cukup

Kulit : Turgor normal, warna sawo matang

Vital Sign

- Tekanan Darah : 130/90 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Respiration Rate : 20 x/menit

- Temperatur : 37,20 C

Status Generalis

- Kepala

Bentuk : Normochepalic

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik

Telinga : Telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)

Hidung : Rhinore (-), septum deviasi (-), sudah terpasang NGT

Mulut : Sianosis (-), bibir kering, gusi tidak berdarah

1

Page 4: PRESCASE ILEUS

- Thorax

Inspeksi : Pernapasan simetris kiri dan kanan

Palpasi : Fremitus taktil kanan=kiri

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesiculer +/+, Ronkhi-/-, Wheezing -/-

- Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen

Lihat Status lokalis

- Ekstremitas

Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat

Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat

Kekuatan otot : 5 5

5 5

Rectal toucher

Tonus spingter ani (+), Kolaps rekti (-), massa di rectum (-), nyeri (-),fesses (-), darah (-)

2

Page 5: PRESCASE ILEUS

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi : Perut tampak cembung, simetris, gerakan pernafasan

abdomen (-), darm contour (-), darm steifung (-)

Palpasi : defans musculer (+),nyeri tekan (+) regio lumbal dekstra,

umbilicus, nyeri tekan epigastrium (+),massa(-)

Perkusi : Hipertimpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-)

Auskultasi : Bising usus menurun, metalic sound (-), borboritmik (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

(05 Agustus 2014)

1. DARAH RUTIN

Hb : 10,4 g/dl (11,5-15,5)

Ht : 45 % (35-45)

Leukosit : 15.100 /mm3 (3.500-13.500)

Trombosit : 387.000 /mm3 (150.000-440.000)

Eritrosit : 5.90 juta/mm3 (4.88-6.16)

2. KIMIA KLINIK

Protein : 6.94 g/dl (6.6~8.7)

Albumin : 4.78 mg/dl (3.5~5)

Ureum : 35 mg/dl (15~50)

Kreatinin : 0.81 mg/dl (0.39~0.73)

GDS : 150 mg.dl (< 140)

Elektrolyte

Na : 130 mEq/L (135~145)

K : 3.8 mEq/L (3.6~5.5)

Cl : 100 mEq/L (98~108)

Ca : 5.90 mg/dl (4.7~8.2)

3

Page 6: PRESCASE ILEUS

3. URINE

URINE RUTIN

Kimia Urine

BJ Urine : 1.025 (1.002~1.030)

pH Urine : 5.0 (4.8~7.5)

Nitrit Urine : Negatif (Negatif)

Protein Urine : positif mg/dl (Negatif)

Glukosa Urine: Negatif mg/dl (Negatif)

Keton Urine : Negatif mg.dl (Negatif)

Urobilinogen Urine: NORMAL mg/dl (0.2~1.0)

Bilirubin Urine: Negatif (Negatif)

Mikroskopis Urine

Eritrosit : 0-1 /lpb <1

Leukosit : 2-4 /lpb <6

Sel Epitel : 2-3 /lpk

Bakteri : Negatif /lpk Negatif

Kristal : Negatif /lpk Negatif

Silinder : Negatif /lpk Negatif

IV. RESUME

Anamnesis

± 2 minggu smrs os mengeluh mencret, os mencret ± 3-4x/ hari, tinja lembek

kekuningan, tidak disertai dengan darah. Keluhan mencret disertai demam, mual

muntah, nyeri perut, dan tidak disertai perut kembung. ± 1 minggu smrs keluhan

mencret sudah tidak ada, namun os mengeluh perutnya terasa kembung. ± 1 hari SMRS

os mengeluh perut semakin kembung disertai nyeri perut bawah yang semakin

memberat, keluhan disertai nyeri uluh hati, juga disertai mual muntah. Os muntah

sebanyak 1x bewarna kuning kehijauan, muntahan bercampur dengan sisa makanan

jumlahnya ± ½ gelas belimbing. Os mengeluh belum bisa BAB dan buang angin.

Pemeriksaan Fisik

4

Page 7: PRESCASE ILEUS

Vital Sign (05 agustus 2014)

- Tekanan Darah : 130/90 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Respiration Rate : 20 x/menit

- Temperatur : 36,80 C

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Status generalis

Kepala : Dalam Batas Normal

Thorax : Dalam Batas Normal

Paru : Dalam Batas Normal

Jantung : Dalam Batas Normal

Abdomen : Nyeri tekan +, bising usus menurun, borboritmik -, metalic sound -

Ekstremitas : Edema non pitting - -

- -

Rectal toucher

Tonus spingter ani (+), Kolaps reksi (-), massa di rectum (-), fesses (-), darah (-)

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi : Perut tampak cembung, simetris, gerakan pernafasan

abdomen (-),darm contour (-), darm steifung (-)

Palpasi : defans musculer (+),

nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)

Perkusi : Hipertimpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-)

Auskultasi : Bising usus menurun, Borboritmik (-), metalik sound (-)

5

Page 8: PRESCASE ILEUS

V. DIAGNOSA KERJA

Dx : Ileus Obstruktif Parsialis

VI. DIAGNOSA BANDING

Ileus paralitik

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Laboratorium : darah lengkap,hitung jenis, elektrolit darah, ureum kreatinin dan

urinalisis.

Foto thoraks tegak,abdomen tegak dan datar

VIII. PENATALAKSANAAN

Observasi TTV

Dekompresi NGT, pasien dipuasakan

IVFD RL 20 gtt/menit

Cefotaxime 2 x 1 gr vial IV (skin test)

Ketorolac 3 x 30 mg amp IV

Ranitidine 2 x 50 mg amp IV

Pasang DC

FOLLOW UP

TANGGAL 06 agustus 2014

Keluhan : Nyeri perut, belum bisa BAB dan buang angin + ,badan terasa lemas, kepala pusing

Keadaan Umum Tampak Sakit sedang

Kesadaran Compos mentis

Vital Sign :

6

Page 9: PRESCASE ILEUS

Tekanan DarahNadiRespirasiSuhu Tubuh

130/9080x/mnit20x/mnit370C

Pemeriksaan Fisik : Status Lokalis :Regio Abdomen

Inspeksi : Perut tampak cembung, simetris, darm contour (-), darm steifung (-)

Palpasi : defans musculer (+) berkurang, nyeri tekan (+) berkurang, nyeri lepas (-)Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-Auskultasi : Bising usus menurun, Borboritmik (-), metalik sound (-).

Medikamentosa :- Dekompresi NGT ( keluar cairan berwarna hijau kecoklatan), pasien dipuasakan- IVFD RL XX gtt/menit- Cefotaxime 2 x 1 gr vial IV (skin test)- Ketorolac 3 x 30 mg amp IV- Ranitidine 2 x 50 mg amp IV- Pasang DC

TANGGAL 07 agustus 2014

Keluhan : Nyeri perut berkurang, BAB + lembek sedikit dan buang

angin + .

Keadaan Umum Tampak Sakit sedang

Kesadaran Compos mentis

Vital Sign :

Tekanan DarahNadiRespirasi

130/8080x/mnit20x/mnit

7

Page 10: PRESCASE ILEUS

Suhu Tubuh 36.70C

Pemeriksaan Fisik : Status Lokalis :Regio Abdomen

Inspeksi : Perut cembung berkurang, simetris, darm contour (-), darm steifung (-)

Palpasi : defans musculer -, nyeri tekan (+) berkurang, nyeri lepas (-)Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-Auskultasi : Bising usus menurun, Borboritmik (-), metalik sound (-).

Medikamentosa :- Dekompresi NGT, pasien dipuasakan- IVFD RL XX gtt/menit- Cefotaxime 2 x 1 gr vial IV (skin test)- Ketorolac 3 x 30 mg amp IV- Ranitidine 2 x 50 mg amp IV- Pasang DC

PASIEN PULANG (APS)

• 1. Apakah penegakkan diagnosis pada kasus di atas sudah tepat? Dari anamnesa didapatkan riwayat:

• ± 2 minggu smrs os mengeluh mencret, os mencret ± 3-4x/ hari. ± 1 minggu smrs keluhan mencret sudah tidak ada, namun os mengeluh perutnya terasa kembung disertai nyeri perut kholic, juga disertai mual muntah. Os mengeluh belum bisa BAB dan buang angin.

• Dari hasil anamnesa menunjukkan tanda adanya ileus obstruktif partial.• Regio Abdomen• Inspeksi : Perut tampak cembung, simetris, Palpasi :

defans musculer (+),• nyeri tekan Perkusi : Hipertimpani seluruh lapang abdomen• Auskultasi : Bising usus menurun

8

Page 11: PRESCASE ILEUS

• 2. Apakah penatalaksanaan kasus di atas sudah tepat?• Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan

cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

• Pada pasien ini diberikan :• Dekompresi NGT, pasien dipuasakan• IVFD RL 20 gtt/menit• Cefotaxime 2 x 1 gr vial IV (skin test)• Ketorolac 3 x 30 mg amp IV• Ranitidine 2 x 50 mg amp IV• Pasang DC• Jadi dapat disimpulkan sejauh ini pengelolaan pada pasien ini sudah tepat.

3. Bagaimana prognosa pasien di atas ?• Quo ad vitam : dubia ad bonam• Quo ad functionam : dubia ad bonam

• Prognosis tergantung dari umur dan keadaan pasien, luasnya gangguan vaskularisasi usus, ada/tidaknya perforasi, sebab dari obstruksi dan ketepatan dari terapi operasi

9

Page 12: PRESCASE ILEUS

ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS

A. Anatomi

Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter pada orang

dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum,

merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal berbatasan dengan

kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum dipisahkan dari gaster oleh

adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum

terletak di intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterium. Tak

ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40%

panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum

berbatasan dengan sekum di katup ileosekal (Whang et al., 2005)

Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula

conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara

radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini

akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal

lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus

halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial

yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari

usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum,

juga disebut sebagai Peyer Patches. (Whang et al., 2005)

Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus

(Sumber : Simatupang, 2010)

10

Page 13: PRESCASE ILEUS

Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri

atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid,

rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam

usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis

eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat

mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana feses

umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh

lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari

bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili

intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus

(Eroschenko, 2003).

Gambar 2.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia(Sumber: Simatupang, 2010)

Suplai Vaskuler

Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat

dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang

sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang

dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A.

Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh -

11

Page 14: PRESCASE ILEUS

pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu sama

lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga

diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior

yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta. (Price, 2003).

Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian kanan

(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)

ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior

memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan

sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)

rektalis superior (Price, 1994) (Whang et al., 2005).

Pembuluh limfe

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1.

Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici

gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah, melalui

nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar

pangkal arteri mesenterica superior.

Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici

mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang

terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan

melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici

msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke

kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon

ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi

limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon

transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus

inferior (Snell, 2004).

Persarafan

Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)

dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan

ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus

12

Page 15: PRESCASE ILEUS

mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas

sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus.

Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut -

serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan

fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan

muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian

pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price, 2003). Sekum,

appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan

parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon

transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus

pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior.

Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon

transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus.

Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari pleksus

saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 2004).

Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta

perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek

berlawanan. (Price, 2003).

B. Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan–bahan

nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan

lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk.

Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas

yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih

sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam

dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati

membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan

permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.

13

Page 16: PRESCASE ILEUS

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus

enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan

mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus

akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan

sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung

lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi

lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan

protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel –

sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.

Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan

makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari :

Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur

makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi.

Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus

besar.

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2

lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama

berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot

longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan

berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 –

4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,

segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus

berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus

sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan

hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.

Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang

merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi

segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7

kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan

14

Page 17: PRESCASE ILEUS

menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian

proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan

biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm

Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya

gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel

– sel pace maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel

ini dipengaruhi oleh sistem saraf dan hormonal.

Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar

disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks

peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin,

CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya

sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.

Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama

beberapa jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal

meningkatkan aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal

menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh

adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada daerah ini.

Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan kembali dari caecum masuk ke

ileum.

Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam

caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan

meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat

pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka

sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis

sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

15

Page 18: PRESCASE ILEUS

ILEUS OBSTRUKTIF

A. Definisi

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena

adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga

menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase

lumen usus terganggu

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal

untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada

adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus

halus.

B. Epidemiologi

Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama.

Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey

Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari

penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%,

Volvulus 1,7%.(5,10).

C. Etiologi

Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan

pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati

lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari

lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen

(obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau

konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan

terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu

pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari

satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)

16

Page 19: PRESCASE ILEUS

Gambar 2.3 Penyebab ileus obstruktif

(Sumber: Simatupang, 2010)

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur dan

tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari

terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi

laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan

17

Page 20: PRESCASE ILEUS

kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 %

penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang

disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruktif

yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus

komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif

ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma

gaster menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di intestinal.

Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi

kolon, dengan karsinoma kolorektal. (Thompson, 2005).

Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al., 2005) (Thompson, 2005)Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi IntrinsikBenda Asing

- Iatrogenik- Tertelan- Batu Empedu- Cacing

Adhesi Kongenital- Atresia, stenosis,

dan webs- Divertikulum

Meckel

Benda AsingHernia

- Eksternal- Internal

Intususepsi Massa- Anomali organ atau

pembuluh darah- Organomegali- Akumulasi Cairan- Neoplasma

Inflamasi- Divertikulitis- Drug-induced- Infeksi- Coli ulcer

Pengaruh Cairan- Barium- Feses- Meconium

Neoplasma- Tumor Jinak- Karsinoma- Karsinoid- Limpoma- Sarcoma

Post OperatifVolvulus

Trauma- Intramural

Hematom

18

Page 21: PRESCASE ILEUS

D. Patofisiologi

Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi

Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan

pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju ke

intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian

distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal

daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal

proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari

obstruksi.

Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa

jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah

terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah

terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan

meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa

splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan

intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen

terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen

menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.

Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.

Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri.

Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida

(8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang

memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.

Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan

cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya

hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus.

Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang

berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan

kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon

terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik

terbebaskan.

19

Page 22: PRESCASE ILEUS

Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran

cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh

darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi

dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi

dan mungkin terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme

sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti

peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di

bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses

obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin

ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit

cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan

intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan

nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss.

Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi yang sering

dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan

terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.

Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri

Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari bakteri

dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan

terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

20

Page 23: PRESCASE ILEUS

Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif

(Sumber : Simatupang, 2010)

Strangulasi

Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari

intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa

mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal. Komplikasi ini

sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia dan volvulus.

Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh volvulus.

21

Page 24: PRESCASE ILEUS

Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan

peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena,

kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari

arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah

strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat merangsang

pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka

terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk

mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal

bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan

mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan

segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe

pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya

iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian

akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya

gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)

Obstruksi Gelung Tertutup

Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang

paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.

22

Page 25: PRESCASE ILEUS

Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed

loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen

obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya

menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah

meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung tertutup

terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan sebelum

gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

Obstruksi Parsial Intestinal

Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan

penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya

strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding

intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan

kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris

ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan

terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

Obstruksi kolon

Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon

khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi.

Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada

paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi

di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk

beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten.

Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat menyebabkan

terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding cecum akibat

penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya rupture. Rupture dapat

disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot,

ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada

motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.

23

Page 26: PRESCASE ILEUS

Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar

(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)

E. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok

(Yates, 2004) :

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Berdasarkan Lokasi Obstruksi :

a.Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

b. Letak Tengah : Ileum Terminal

c.Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,

2005):

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya

pembuluh darah.

2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan

pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau

24

Page 27: PRESCASE ILEUS

gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari

jaringan gangren.

3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar

suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.

Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi

dua (Ullah et al., 2009):

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,

jejunum dan ileum

2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon, sigmoid

dan rectum.

F. Manifestasi Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen

2. Muntah

3. Distensi

4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:

1. Lokasi obstruksi

2. Lamanya obstruksi

3. Penyebabnya

4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.

Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari

obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang

berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya

menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah

abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri

menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.

(Whang et al., 2005)

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan

sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi

25

Page 28: PRESCASE ILEUS

bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil

laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan

abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering

saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan

tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.

Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih

bersifat malodorus. (Thompson, 2005).

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk

membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada

obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang

terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun

distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang

muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis

banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan untuk

membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes

yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar

dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya

infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai

tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher

untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia,

dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis

strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa

terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari

amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat.

Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara

obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.

26

Page 29: PRESCASE ILEUS

G. Diagnosis

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus

ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas

pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi

dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh

dari :

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan

penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi

sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif

usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus

besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus

berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan

turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya

distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang

kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)

maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada

saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga

pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu

serangan kolik.

27

Page 30: PRESCASE ILEUS

Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus (Sumber : Faradilla, 2009)

b. Palpasi dan perkusi

Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani yang

menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi

peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’

involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

c. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing

logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah

beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka

aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.

Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus

obstruktif strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum

dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya

cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi

perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab

obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba

benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya

dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan

dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita

28

Page 31: PRESCASE ILEUS

juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus

feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan.

Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah

lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan

ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau

komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang

harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya

adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma

iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.

Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk

melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi intestinal

terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum

amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada

hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis

obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat

mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.

4. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi

dekubitus) dan posisi tegak thoraks

Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus

( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan

kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi

adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada

foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi

2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi

29

Page 32: PRESCASE ILEUS

3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

4) Posisi supine dapat ditemukan :

a) distensi usus

b) step-ladder sign

5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan

gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.

7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan

obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan

radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus

dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi

tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan

obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap

merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena

kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.

Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus

Temuan Radiologis Osbtruksi Mekanik IleusAir-fluid Level Present proximal to

obstructionProminent throughout

Gas in small intestine Large bowel shape loops;

stepladder pattern

Gas present diffusely; moveable

gas ini colon Absent or diminished Increase throughoutThickened bowel wall Present if chronic or

strangulationPresent with inflamation

Intraabdominal fluid Rare Often presentDiapraghm Slightly elevated; normal

motionElevated; decrease motion

Gastrointestinal contrast media

Rapid progression to point of obstruction

Slow progression to colon

30

Page 33: PRESCASE ILEUS

Gambar 2.6 Dilatasi usus (Nobie, 2009)

Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign (Nobie, 2009)

31

Page 34: PRESCASE ILEUS

Gambar 2.8 Herring bone appearance (Nobie,2009)

Gambar 2.9 Coffee bean appearance (Bickle dan Kelly, 2002)

32

Page 35: PRESCASE ILEUS

Gambar 2.10 Step ledder sign (Nobie, 2009)

b. EnteroclysisEnteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk

membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos

abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan

adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada

pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor

rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi

negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan

kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk

mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.

Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan

penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)

33

Page 36: PRESCASE ILEUS

Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)

c. CT-Scan

CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi

strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis

dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab

obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari

neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai

dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian

yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)

Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat

spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.

Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus

bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan

kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan

gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung

tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat

distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi

ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding

usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam

34

Page 37: PRESCASE ILEUS

dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi

menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.

Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah

(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona

transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium(Khan, 2009)

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)

d. CT enterography (CT enteroclysis)

Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.

Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada

pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada

pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat

dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini

menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam

35

Page 38: PRESCASE ILEUS

jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT

biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi

obstruksi (100% vs 94%).(Nobie, 2009)

e. MRI

Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya

obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.

Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal

transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,

2009)

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif (Edelman, 2010)

f. USG

Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi

dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,

USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan

akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi

yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu

membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah

dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan

mencapai 100%. (Nobie, 2009)

36

Page 39: PRESCASE ILEUS

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium (Khan, 2009)

Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi

multiple dari usus halus akibat invaginasi (Hagen-Ansert, 2010).

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)

1. Ileus paralitik

2. Appensicitis akut

3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier

4. Konstipasi

5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium

6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease

7. Pancreatitis akut

I. Penatalaksanaan

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan

Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan

37

Page 40: PRESCASE ILEUS

cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan

Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila

diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit,

dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk

profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers,

2004)

Dekompresi

Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk

dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk

mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah

dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat

diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala

tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)

Terapi Operatif

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi

operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal

komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak

akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,

takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif

ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada

daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury

akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan

bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan

resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi

dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan

adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari

enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari

segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.

Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat

keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar,

38

Page 41: PRESCASE ILEUS

terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya

sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada

kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by

pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.

Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari

segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,

segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened

sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna

normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut

aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras

intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada

obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana

untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-

strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus

yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.

3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya

pada Ca stadium lanjut.

4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus

untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,

invaginasi strangulata, dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif

bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,

misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari

dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et al., 2009).

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang

masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam

lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung

banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan

39

Page 42: PRESCASE ILEUS

fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti

peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi

sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca

bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga

keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca

bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring

pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada

masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai

nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan

disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

J. Komplikasi

Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan

keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat

menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).

K. Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi

dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi

strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%

atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat

(Nobie, 2009).

40

Page 43: PRESCASE ILEUS

DAFTAR PUSTAKA

1. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.

studentBMJ April 2002;10:102-3

2. Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,

Available at: http://www.mr-tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and

%20Small%20Bowel%20Obstruction

3. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D.

Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC

4. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.

1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders

5. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI

6. Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June

6th, 2011, Available at:

http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.html

7. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,

Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview

8. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos

P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology,

management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007

21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com

9. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :

http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm

10. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011,

from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview

11. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.

McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC

12. Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 6th, 2011,

Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi

41