posisi
DESCRIPTION
prematurTRANSCRIPT
-
PENGARUH PERUBAHAN POSISI TIDUR PADA BAYI BARU LAHIR HIPERBILIRUBINEMIA DENGAN
FOTOTERAPI TERHADAP KADAR BILIRUBIN TOTAL
Tina Shinta P STIKes Santo Borromeus, Padalarang Jawa Barat
Jl. Parahyangan Kav.8 Blok B No.1, Kota Baru Parahyangan, Jawa Barat Indonesia, Email: [email protected]
ABSTRAK Hiperbilirubinemia adalah manifestasi klinis yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi pengaruh perubahan posisi tidur pada bayi baru lahir yang mengalami hiperbilirubinemia dan mendapat terapi berupa fototerapi terhadap rata-rata kadar bilirubin total. Peneliti menggunakan desain quasi experimental pre-post test with control group. Peneliti menggunakan sampel sebanyak 40 bayi. Sampel tersebut terdiri dari 20 bayi kelompok intervensi dan 20 bayi kelompok kontrol. Analisis perbedaan kadar bilirubin total pada kelompok kontrol dan intervensi menggunakan Independent t test. Hasil penelitian yang didapatkan terlihat bahwa kadar bilirubin total dari kelompok intervensi lebih cepat turun dibandingkan kadar bilirubin total dari kelompok kontrol. Penelitian ini merekomendasikan perubahan posisi tidur agar memperluas area tubuh yang terpajan dengan sinar fototerapi. Kata kunci : bayi baru lahir, hiperbilirubinemia, fototerapi, perubahan posisi, bilirubin ABSTRACT Hyperbilirubinemia is a common clinical manifestation in newborns. The purpose of the study was to identify the effect of changes in sleep position in newborns who experienced hyperbilirubinemia and phototherapy form of therapy to the average total bilirubin levels. Researchers used a quasi-experimental design of pre-post test with control group. Researcher used a sample of 40 infants. The sample consisted of 20 infants intervention group and 20 control group infants. Analysis of differences in total bilirubin levels in the control group and the intervention using the Independent t test. Research results obtained shows that the total bilirubin level of intervention group fell faster than total bilirubin levels than the control group. The study recommends changes in sleeping position of the body in order to expand the area exposed to phototherapy light. Key words: Newborn, hyperbilirubinemia, phototherapy, position exchange and bilirubin PENDAHULUAN
Angka kematian bayi dan balita
merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan suatu negara. Tujuan keempat
dari MDGs (Millenium Development
Goals) menyatakan bahwa angka
kematian bayi harus dapat diturunkan
menjadi 23/1000 kelahiran hidup pada
tahun 2015 (BAPPENAS, 2010).
Neonatus atau bayi baru lahir (BBL)
merupakan suatu fase kehidupan
lanjutan dari janin yang sebeumnya
berasal dari intra uterin, sehingga
keberadaannya dianggap unik (Kosim
dkk., 2008). Keunikan bayi baru lahir
tersebut dikarenakan pada masa tersebut
1
-
setiap bayi memiliki kebutuhan yang
berbeda dan membutuhkan bantuan
orang dewasa dalam memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan bayi baru
lahir tersebut terutama dalam proses
adaptasi dengan lingkungan. (Kosim
dkk., 2008).
Kebutuhan melakukan adaptasi
pada manusia bukanlah hal yang
mudah. Hal tersebut dikarenakan bila
tidak terpenuhi dapat mengakibatkan
kematian atau cacat seumur hidup
(Alligood & Tomay, 2006) begitu pula
pada bayi baru lahir. Kondisi cacat
seumur hidup pada bayi baru lahir pada
akhirnya akan menjadi beban bagi
keluarga, masyarakat dan negara.
Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia mengupayakan tindakan
strategis, salah satu upaya tersebut
antara lain Meningkatkan pelayanan
kesehatan yang merata, terjangkau,
bermutu dan berkeadilan serta berbasis
bukti dengan mengutamakan pada
upaya promotif dan preventif
(Riskesdas, 2010). Upaya promotif dan
preventif sangat berguna dalam
mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan seluruh penduduk Indonesia
baik tua, muda bahkan bayi baru lahir
(Kosim dkk., 2008).
Bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia merupakan suatu
kondisi yang paling sering ditemukan.
Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang
lahir akan datang kembali ke rumah
sakit untuk dirawat pada minggu
pertama kehidupannya disebabkan oleh
hiperbilirubinemia (Kosim dkk., 2008).
Fototerapi merupakan terapi pilihan
pertama yang dilakukan terhadap bayi
baru lahir dengan hiperbilirubinemia
(Kumar et al., 2010). Pemberian
fototerapi yang efektif merupakan
faktor utama penanganan yang cepat
dari hiperbilirubinemia (Modi & Keay,
1983). Efektifitas tindakan fototerapi
antara lain ditentukan oleh panjang
gelombang sinar lampu, kekuatan
lampu (irradiance), jarak antara lampu
dengan bayi, dan luas area tubuh bayi
yang terpapar sinar lampu (Stokowski,
2006).
Sistem fototerapi mampu
menghantarkan sinar melalui bolam
lampu fluorescent, lampu quartz
halogen, emisi dioda lampu dan matres
optik fiber. Keberhasilan pelaksanaan
tindakan keperawatan tergantung dari
efektifitas fototerapi dan minimnya
komplikasi yang terjadi (Stokowski,
2006).
2
-
Pemberi asuhan dalam memberikan
fototerapi bertanggung jawab dalam
memastikan keefektifan penghantaran
sinar (irradiance), memaksimalkan
kulit yang terpapar, menyediakan
perlindungan dan perawatan mata,
memperhatikan dengan baik terhadap
pengaturan suhu, mempertahankan
hidrasi yang adekuat, meningkatkan
eliminasi serta mendukung adanya
interaksi orang tua dan bayi (Stokowski,
2006).
Penelitian mengenai pengaruh
pemberian posisi selama fototerapi
terhadap kadar bilirubin sudah banyak
dilakukan di berbagai negara. Shinwell.,
et al (2002) menyatakan bahwa
kelompok bayi yang mendapat posisi
terlentang menunjukkan tingkat
penurunan bilirubin yang signifikan (p
value=0,024) dengan waktu pemberian
yang lebih singkat (p value=0,03) yaitu
antara 19-37 jam pemberian.
Madani (2004) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan terhadap kadar bilirubin
total apabila jarak pemberian fototerapi
pada 20 cm dan 40 cm, tetapi kadar
bilirubin menurun efektif melalui
pemberian sistem lampu ganda yang
digunakan dan selimut fiber optik.
Berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Donneborg et al., (2010)
bahwa penurunan bilirubin total tidak
signifikan berhubungan dengan posisi
selama pemberian fototerapi. Stokowski
(2011) juga menyatakan bahwa
frekuensi perubahan posisi untuk
memperluas area kulit yang berbeda
untuk terpapar fototerapi tidak
menunjukkan peningkatan efektifitas
dari pemberian fototerapi dengan lampu
tunggal.
Kumar et al., (2010) dalam
penelitiannya merekomendasikan
penelitian selanjutnya bukan hanya
membandingkan jarak dan kuatnya
panjang gelombang cahaya yang
digunakan pada fototerapi (irradiance),
tetapi juga membandingkan luasnya
area tubuh yang terpapar sinar
fototerapi. Academy of Pediatrics
(AAP, 2011) merekomendasikan bahwa
luasnya area tubuh yang terpapar
fototerapi dapat dipengaruhi oleh tidak
proporsionalnya ukuran kepala. Selain
itu, perubahan posisi tubuh bayi setiap
2-3 jam dapat memaksimalkan area
yang terpapar cahaya dari fototerapi.
AAP juga menyatakan bahwa luasnya
area tubuh bayi yang terpapar cahaya
membawa dampak pengobatan lebih
baik dibandingkan dari banyaknya
jumlah lampu yang digunakan.
3
-
Tenaga kesehatan dituntut memiliki
pengetahuan dan keterampilan untuk
mampu memberikan asuhan yang
optimal pada bayi dengan memberikan
posisi yang optimal saat fototerapi dan
melakukan pemantauan kadar bilirubin
sehingga dampak toksik dari
hiperbilirubinemia dapat dihindari.
Mengingat kondisi-kondisi di atas maka
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian ini.
BAHAN DAN METODE
Peneliti menggunakan desain quasi
eksperimental dengan pendekatan pre
test-post test control group, dengan
intervensi memberikan perubahan posisi
setiap 3 jam pada bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia dan mendapat
fototerapi. Sampel penelitian yang
digunakan adalah bayi baru lahir yang
mengalami hiperbilirubinemia dan
mendapat penatalaksanaan hanya
berupa fototerapi sejumlah 40 orang,
yang dipilih secara purposive sampling.
Kriteria inklusi responden pada
penelitian ini adalah; bayi dengan
jaundis fisiologis, tidak disertai dengan
penyakit lain atau kelainan kongenital,
bayi tidak dirawat di ruangan intensif
dan orang tua bersedia bayinya menjadi
responden.
Waktu penelitian dimulai dari bulan
Februari 2012 sampai dengan bulan
Juni 2012. Peneliti menggunakan
lembar observasi dalam melakukan
pengumpulan data. Lembar observasi
terdiri dari data demografi, hasil
laboratorium bilirubin awal dan akhir
serta daftar jam pemberian posisi.
Analisis bivariat yang digunakan yaitu
paired t-test dan untuk mengetahui
perbedaan kelompok intervensi dan
kontrol menggunakan independent t
test.
HASIL
Karakteristik bayi pada penelitian
ini adalah jenis kelamin mayoritas laki-
laki, umur bayi mayoritas kurang dari 7
hari, usia gestasi mayoritas bayi cukup
bulan, berat badan bayi mayoritas antara
3000-3499 gram, mayoritas ibu dengan
golongan darah O dan mayoritas bayi
dengan golongan darah AB.
Rata-rata kadar bilirubin awal pada
kelompok kontrol adalah 15,72 mg/dl
dan pada kelompok intervensi 15,51
mg/dl. Rata-rata kadar bilirubin akhir
pada kelompok kontrol adalah 8,19
mg/dl dan pada kelompok intervensi
adalah 7,93 mg/dl.
Hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan pada
4
-
kelompok kontrol saat sebelum dan
sesudah intervensi dengan nilai p=0,000
(p
-
terlentang adalah 516 dan pada
kelompok bayi yang diberi posisi bolak-
balik adalah 517. Untuk hasil Coombs
test positif didapatkan 2 dari 14 bayi
pada kelompok terlentang dan 1 dari 16
bayi pada kelompok bolak-balik.
Penelitian yang telah dilakukan tidak
melakukan tes Coombs tetapi hanya
memeriksa golongan darah ibu dan
golongan bayi.
Hasil kadar bilirubin akhir pada
kelompok bayi hiperbilirubinemia yang
diberikan posisi bolak-balik sebesar
12.52mg/dl sedangkan pada kelompok
bayi hiperbilirubinemia yang diberikan
posisi terlentang adalah 121mg/dl.
Intervensi pada penelitian ini berbeda
dengan intervensi pada penelitian
Shinwell et al (2002).
Intervensi yang dilakukan
peneliti berbeda namun dapat
disimpulkan bahwa penurunan kadar
bilirubin akhir juga dapat dipengaruhi
oleh faktor lain seperti usia gestasi,
jenis kelamin, golongan darah bayi dan
ibu juga kemampuan anak untuk makan
apapun jenisnya (ASI atau PASI) serta
kemampuan tubuh dalam melakukan
penguraian bilirubin agar mudah
dikeluarkan tubuh baik melalui urine
maupun melalui feses.
Peneliti melakukan uji
kesetaraan karakteristik pada penelitian
ini. Hasil uji kesetaraan untuk variabel
usia gestasi, jenis kelamin, golongan
darah bayi, golongan darah ibu, usia
bayi dan berat badan lahir adalah tidak
setara. Ketidaksetaraan tersebut dapat
berarti bahwa kadar bilirubin dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
Nilai rata-rata lamanya bayi
mendapat fototerapi pada kelompok
kontrol adalah 66,04 jam sedangkan
pada kelompok intervensi adalah 44,74
jam. Hal ini menunjukkan bahwa bayi
hiperbilirubinemia pada kelompok
kontrol memiliki hari rawat lebih
panjang dibandingkan bayi
hiperbilirubinemia pada kelompok
intervensi.
Hasil penelitian yang dilakukan
Shinwell (2002) didapatkan tidak ada
perbedaan yang bermakna antara
kelompok bayi yang diberi posisi
terlentang dan bolak-balik, hanya pada
kelompok terlentang ditemukan lebih
cepat mengalami penurunan kadar
bilirubin. Hasil penelitian Shinwell
tersebut sama dengan yang didapatkan
peneliti bahwa pada hasil penelitian ini
tidak ditemukan perbedaan yang
bermakna antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi hanya saja bahwa
6
-
bilirubin lebih cepat turun pada
kelompok yang diberikan posisi miring
kanan dan miring kiri.
Implikasi penelitian ini pada dunia
keperawatan dapat digunakan sebagai
acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan, khususnya dalam
memberikan intervensi pada bayi
hiperbilirubinemia yang mendapat
fototerapi. Kadar bilirubin yang cepat
turun akan menurunkan terjadinya
komplikasi hiperbilirubinemia berupa
kernikterus.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik bayi pada penelitian
ini adalah jenis kelamin mayoritas laki-
laki, umur bayi mayoritas kurang dari 7
hari, usia gestasi mayoritas bayi cukup
bulan, berat badan bayi mayoritas antara
3000-3499 gram, mayoritas ibu dengan
golongan darah O dan mayoritas bayi
dengan golongan darah AB.
Rata-rata kadar bilirubin awal pada
kelompok kontrol adalah 15,72 mg/dl
dan pada kelompok intervensi 15,51
mg/dl. Rata-rata kadar bilirubin akhir
pada kelompok kontrol adalah 8,19
mg/dl dan pada kelompok intervensi
adalah 7,93 mg/dl.
Hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan pada
kelompok kontrol saat sebelum dan
sesudah intervensi dengan nilai p=0,000
(p
-
Bagi institusi pendidikan penelitian
ini juga dapat dijadikan evidence based
practice dan memperkaya materi bacaan
tentang pemberian posisi dalam
memberikan asuhan keperawatan bagi
bayi dengan hiperbilirubinemia.
Bagi penelitian selanjutnya
diharapkan melanjutkan penelitian ini
dengan membandingkan hasil kadar
bilirubin total dari beberapa kelompok
bayi hiperbilirubinemia yang diberikan
intervensi perubahan posisi tidur
berbeda dalam menurunkan kadar
bilirubin total dengan sampel yang lebih
besar dan area penelitian yang lebih
luas.
KEPUSTAKAAN Agarwal, B., Belde, A., Sakpal,
Pramod., Khiste, R., & Ingale, P., (2011). Neonatal jaundice: A review. International Journal of Biomedical and Advance Research (IJBAR), 2 (10), 389-397.
Alligood, M. R. & Tomey, A. M.,
(2006). Nursing theory: Utilization and application. Third edition. Mosby, Elsevier. United States of America.
Alligood, M. R. & Tomey, A. M.,
(2006). Nursing theorists and their work. Sixth edition. Mosby, Elsevier. United States of America.
BAPPENAS. (2010). Laporan
pencapaian tujuan pembangunan
milenium di Indonesia 2010. Jakarta, BAPPENAS.
Bhutani, V. K. & Committee on Fetus
and Newborn. (2011). Phototherapy to prevent severe neonatal hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Paediatrics, 128 (1046), 1046-1052. http://pediatrics.aappublications.org/content/128/4/e1046.full.html.
Csoma, Z., Toth-Molnar, E., Balogh,
K., Polyanka, H., Orvos, H., Ocsai, H., & et al. (2011). Neonatal blue light phototherapy and melanocytic nevi: A twin study. Pediatrics, 128 (856), 856-864. http://pediatrics.aappublications.org/content/128/4/e856.full.html.
Dahlan, M. Sopiyudin., (2010). Besar
sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Demirel, G., Uras, N., Celik, I. H.,
Aksoy, H. T., Oguz, S. S., Erdeve, O., Erel, Ozcan., & Dilmen, U. (2010). Comparison of total oxidant/ antioxidant status in unconjugated hyperbilirubinemia of newborn before and after conventional and LED phototherapy: A prospective randomized controlled trial. Clin Invest Med, 33 (5), 335-341.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (2008). Manajemen terpadu balita sakit: Pengantar. Modul 1. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dharma, K. K. (2011). Metodologi
penelitian keperawatan: Panduan
8
-
melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media.
Donneborg, M. L., Knudsen, K. B. &
Ebbesen, F. (2010). Effects of infants position on serum bilirubin level during conventional phototherapy. Journal Compilation Foundation Acta Paediatrica, 99 (8), 1131-1134.
Fitzpatrick, Joyce J dan Whall, Ann L.
(1989). Conceptual Models of Nursing : Analysis and Application. Second Edition. Appleton dan Lange. USA
Hadi, S. (2003). Gastroenterologi. Edisi
Ketujuh. Bandung: Alumni. Hockenberry, M. J., & Wilson, D.
(2009). Essentials of pediatric nursing. Eight Edition. Canada: Mosby Elsevier.
James, S. R., & Ashwill, J. W. (2007).
Nursing care of children: Principles and practice. Third Edition. Canada: Saunders Elsevier
Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. (2010). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kosim, M. S., et all. (2008). Buku ajar
neonatologi: Hiperbilirubinemia. Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kumar, P., Srinivas, M., Malik, G. K.,
Chawla, D., Asho, K. D., Karthi, N., & et al. (2010, February). Light-emitting diodes versus compact flurorescent tubes for phototherapy in neonatal jaundice:
A multi-center randomized controlled trial. Indian Pediatrics, 47. 131-137.
Lemeshow,S., Hosmer Jr, D. W., Klar, J
& Lwanga, S. K. (1997). Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Penerjemah: Dibyo Pramono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Liebert, M. A. (2010). ABM clinical
protocol #22: Guidelines for management of jaundice in the breastfeeding infant equal to or greater than 35 weeks gestation. Breastfeeding Medicine, 5 (2), 87-93.
Ludington-Hoe, S. M., & Swinth, J. Y.
(2000). Kangaroo mother care during phototherapy: Effect on bilirubin profile. Neonatal Network, 20 (5), 41-48.
Martiza, I. (2012). Ikterus. Dalam M.
Juffrie, dkk (Penyunting). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. (Jilid 1) (263-284). Jakarta: IDAI.
Madani, N. P. A. (2004). Effects of the
different light-source distances from the skin surface in conventional phototherapy. IJMS, 29 (4), 189-191.
Maisels, M. J. & McDonagh, A. F.
(2008). Phototherapy for neonatal jaundice. The New England Journal of Medicine, 358 (9), 920-928. www.nejm.org.
Mali, P. H., (2004). Nurse
responsibilities in phototherapy. Nursing Journal of India, 95 (1). 19-20.
9
-
10
Mannel, R. (2006). Initiating breastfeeding and special considerations for the infant with hyperbilirubinemia: What the childbirth educator needs to know. International Journal of Childbirth Education, 21 (1), 11-13.
Mefford, L. C. (2004). A theory oh
health promotion for preterm infants based on Levines Conservation Model of Nursing. Nursing Science Quarterly, 17 (3), 260-266.
Ministry of Health Malaysia. (2003,
February). Clinical practice guideline: Management of jaundice in healthy terms newborns. April 20, 2012. http:// www.moh.gov.my/medical: http:// www.acadmed.org.my
Polit, D. F., & Beck, C. T., (2011).
Essentials of nursing research: Appraising evidence for nursing practice. Seventh edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Sakha, S. H., & Gharehbaghi, M. M.
(2010). Exchange transfusion in severe hyperbilirubinemia: an experience in northwest Iran. The Turkish Journal of Pediatrics, 52, 367-371
Shetty, P. A. (2003). A study of
hyperbilirubinemia and the effect of phototherapy among full term newborns with a view to develop a nursing care protocol based on identified needs. Nursing Journal of India, 94, (7), 149-150.
Steiner, L. A., Bizzarro, M. J.,
Ehrenkranz, R. A & Gallagher, P. G., (2007). A decline in the
frequency of neonatal exchange transfusions and its effect on exchange-related morbidity and mortality. Pediatrics, 120, (27), 27-32.
Stokowski, L. A. (2006). Fundamentals
of phototherapy for neonatal jaundice. Advances in Neonatal Care, 11 (5S): S10-S21. www.advancesinneonatalcare.org.
Shinwell, E. S., Sciaky, Y & Karplus,
M. (2002). Effect of position changing on bilirubin levels during phototherapy. Journal of Perinatology, 22, 226-229. www.nature.com/jp
Yaseen, H., FRCPCH., Khalaf, M.,
Rashid, N., & Darwich, M. (2005). Does prophylatic phototherapy prevent hyperbilirubinemia in neonates with ABO incompatibility and positive coombs test? Journal of Perinatology, 25, 590-594.