pola asuh pada keluarga kuli kasar bangunan …

150
POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN MASYARAKAT JAWA (Studi Deskriptif di Kelurahan Aek Paing, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Bidang Antropologi Oleh : Pandu Surya Pangestu 130905068 DEPARTEMEN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN

MASYARAKAT JAWA

(Studi Deskriptif di Kelurahan Aek Paing, Kecamatan Rantau Utara,

Kabupaten Labuhanbatu)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan

Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Bidang Antropologi

Oleh :

Pandu Surya Pangestu

130905068

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

POLA ASUH DALAM KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN

PADA MASYARAKAT JAWA Studi Kasus Di Kelurahan Aek Paing, Kecamatan Rantau Utara,

Labuhan Batu

Oleh: Pandu Surya Pangestu

Nim : 130905068 ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian tentang pola asuh anak pada keluarga kuli

kasar bangunan pada masyarakat Jawa. Penelitian ini melihat fenomena sosial,

dimana di tengah era globalisasi dan kecanggihan teknologi yang sangat pesat,

seorang anak memungkinkan untuk terjerumus dan rentan terhadap prilaku yang

bersifat negative. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola asuh yang

diterapkan oleh orang tua terhadap anak dalam keluarga kuli kasar bangunan

masyarakat Jawa di kelurahan Aek Paing, Labuhanbatu. Pola asuh orang tua pada

anak sangat menentukan sifat dan kepribadian anak di masa yang akan datang.

Mengasuh anak menjadi kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anak secara terus

menerus sehinggaanak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang di

harapkan dan di inginkan orangtua.Penelitian ini fokus pada pengaruh dari tingkat

pendidikan, ekonomi terhadap pola asuh yang di terapkan serta pengaruh etos kerja

dan budaya kemiskinan terhadap prinsip hidup keluarga yang berpengaruh pada

pola asuh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatifdeskriptif.

Informan penelitian ini adalah masyarakat kelurahan Aek Paing yang berada di

Lingkungan aek Paing Bawah I. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data

penelitian berupa observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang diterapkan di keluarga

kuli kasar bangunan masyarakat Jawa di kelurahan sek Paing, kecamatan Rantau

Utara kabupaten Labuhanbatu adalah perpaduan antara pengasuhan liberal dan

pengasuhan demokratis. Dari hasil penelitian ini juga di dapati bahwa pola asuh

orangtua pada keluarga kuli kasar bangunan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti

tingkat ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, latar belakang budaya, serta etos

kerja yang di pengaruhi nilai-nilai agama yang di anut. Dari pengaruh budaya, di

dapati persepsi masyarakat kelurahan aek Paing bahwa pendidikan bukanlah suatu

yang sangat penting. Terlebih mengenai perhatian dan hubungan komunikasi,

keadaan ini juga berpengaruh besar terhadap tingkat pendidikan anak di keluarga

kuli kasar bangunan di kelurahan Aek Paing. Berdasarkan pada pandangan dan

perilaku orang tua yang di serap oleh anak-anak mereka menyebabkan anak-anak

tersebut tidak memiliki keinginan untuk keluar dari keadaan yang miskin atau

cenderung pasrah. Pada akhirnya, anak-anak yang putus sekolah atau tidak lanjut

sekolah di kelurahan Aek Paing ini kebanyakan dari mereka akan memilih atau di

suruh untuk ikut bekerja dengan orangtuanya sebagai kuli kasar bangunan. Dalam

pola asuh keluarga kuli kasar bangunan masyarakat Jawa di kelurahan Aek Paing,

etos kerja dan budaya kemiskinan memiliki pengaruh tersendiri terghadap pola asuh

yang di terapkan oleh orangtua dalam keluarga kuli kasar bangunan masyarakat

Jawa di kelurahan aek Paing.

Kata-kata Kunci : Pola Asuh, Orang Tua, Kuli Kasar, Etos Kerja

Universitas Sumatera Utara

Page 3: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Pandu Surya pangestu

Nim : 130905068

Departemen : Antropologi Sosial

Judul : Pola Asuh Keluarga kuli Kasar Bangunan Masyarakat jawa

(Studi Deskriptif : di Kelurahan Aek Paing, Kecamatan Rantau

Utara).

Pembimbing Skripsi, Ketua Departemen,

Dra. Nita Savitri, M.Hum Dr. Fikarwin Zuska

NIP. 19610125 198803 2 001 NIP. 19621220 198903 1 005

Dekan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si

NIP. 19740930 200501 1 002

Universitas Sumatera Utara

Page 4: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

POLA ASUH DALAM KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN

PADA MASYARAKAT JAWA (Studi Kasus Di Kelurahan Aek Paing, Kecamatan Rantau Utara)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di

sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan

saya.

Medan, Oktober

2017

Penulis

Pandu surya pangestu

Universitas Sumatera Utara

Page 5: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepadaAllahSWT atas berkat rahmat dan

karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: POLA ASUH

DALAM KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN PADA MASYARAKAT

JAWAini dapat diselesaikan dengan baik.Serta tidak lupa saya mengucapkan

shalawat dan salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang syafaatnya sangat

diharapkan di hari kemudian.Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Departemen Antropologi Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan akhir dari perkuliahan saya dan merupakan awal untuk

saya mulai belajar hal yang baru kembali. Skripsi ini saya persembahkan kepada

seluruh wanita hebat yang tak kenal lelah mengurusi keluarganya. Saya ucapkan

terimakasih dan penghargaan terbesar kepada kedua orang tua, Bapak Jumari dan Ibu

Rahma yang telah banyak berjuang dan kerja keras serta memberikan semangat agar

sayadapat menyelesaikan kuliah. Mereka bekerja tanpa ingat lelah untuk

keberhasilan saya. Mereka berharap saya menjadi orang yang sukses nantinya di

dunia dan akhirat. Terima kasih juga kepada ketiga adik-adik saya, Eggi Febio

Canavari, Ananda Putri Khairunnisa, dan Dea Tasya Azzahra yang selalu

menyemangati saya agar menyelesaikan skripsi ini.

Terkhusus saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Dra. Nita

Savitri, M. Hum, sebagai dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing

skripsi saya yang telah banyak mencurahkan waktu dan ilmu untuk membantu saya

menyelesaikan masalah perkuliahan dan skripsi. Dimulai dari pengajuan judul skripsi

Universitas Sumatera Utara

Page 6: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

hingga pembekalan untuk saya menulis hasil penelitian skripsi. Ibu yang menjadi

tempat berceritaketika ada masalah, apapun itu. Oleh karena itu, saya anggap beliau

sebagai orang tua kedua saya. Semoga ibu dan keluarga selalu diberikan kesehatan

dan kebahagiaan.

Saya juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, sebagai

Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP Universitas Sumatera Utara. Terima

kasih juga kepada Bapak Agustrisno, M.Sp, sebagai Sekretaris Departemen

Antropologi FISIP Universitas Sumatera Utara. Kepada Kak Nur sebagai staf

Departemen Antropologi dan Kak Sri di bidang pendidikan, saya ucapkan terima

kasih karena telah membantu dan mempermudah segala informasi serta urusan

perkuliahan.

Terima kasih juga kepada dosen-dosen Antropologi Sosial FISIP USU yang

telah memberikan ilmunya dan juga mendidik saya agar menjadi mahasiswa yang

baik Pak Zulkifli, Pak Hamdani, Pak Lister, Pak Ermansyah, Pak Nurman, Bang

Farid, Bang Wan, Ibu Rytha, Ibu Sabariah, Ibu Tjut, Ibu Chalida. Kepada Kak Noor

Aida sebagai asisten Laboratorium Antropologi, saya ucapkan terimakasih telah

membimbing dalam kepanitiaanacara di Departemen Antropologi seperti pada acara

Warkop Antro 2017 dan pembimbing dalam Tim Evaluasi AD/ART INSAN tahun

2017.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada para informan, yaitu Bang

Hombing, Mak Ana,Mak Tama,danMak Usup, yang mana telah memberikan

berbagai macam informasi untuk skripsi saya dan juga membolehkan saya mengikuti

bagaimana kehidupan sehari-hari mereka baik saat bergadang asongan maupun di

dalam kehidupan keluarganya.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada senior angkatan 2010 (Bang

Sakti, Kak Dina dkk), angkatan 2011 (Bang Bendry, Bang Doni, Bang Rifai, Bang

Tio, Bang Rianda, Kak Sri, Kak Juliani, dkk), senior angkatan 2012 (Bang Arif

Akbar, Bang Trio Wijaya, Bang Ali, Bang Rizki, Bang Drixen, BangFazrin, Bang

Sofwan, Kak Widya dkk). Terima kasih telah berbagi kisah selama kuliah dan

memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Kerabat dekat di Antropologi Sosial angkatan 2013 Fadlun, Andira, Indri,

Yusria, Pandu, Sahat, Intan, Mar’ie, Chayrinnisa, Alfi, Yuli, Arif,Ammar, Selvi,

Wilda, Nia. Terimakasih banyak telah menjadi teman berbagi selama kuliahdan juga

memberikan semangat selama menulis skripsi. Buat teman-teman lainnya Annete,

Ammar, Lady,Bukhori, Dedek, Ucok, Angga, Siwa, mas Dewan, Black Dragon dan

kawan-kawan kerabat lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu semoga sukses.

Medan, Oktober 2017

Penulis

Pandu Surya Pangestu

Universitas Sumatera Utara

Page 8: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

RIWAYAT HIDUP

PanduSuryaPangestu, lahir pada tanggal 30 Juni 1994 di Kota Rantau Prapat.

Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Anak dari pasangan Bapak

Ponimin dan Ibu Suminah. Penulis memulai pendidikannya di SDN 112146 Medan

tahun 1999 dan selesai pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan sekolah menengah

pertama di SMPN Rantauprapat, dan selesai pada tahun 2019. Lalu, melanjutkan

sekolah menengahatas di SMA Negeri 1 Rantauprapat dan selesai belajar pada tahun

2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri di

Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara pada tahun 2013 dan selesai tahun 2017.

Selama pendidikan di Departemen Antropologi FISIP USU, penulis juga

mengikuti berbagai kegiatan seperti kepanitiaan inisiasi, seminar di kampus,

berorganisasi dan anggota kepanitiaan dalam organisasi, berikut perinciannya:

1. Peserta Inisiasi Antropologi Sosial FISIP USU di Danau Toba-Parapat,

Sumatera Utara (2013)

2. Panitia Sek. Acara Dies Natalis Antropologi FISIP USU diFISIP USU (2013)

3. Peserta MAPERCA HMI cabang Kota Medan di FKG USU (2014)

4. Grup Tari pada acara Pelantikan Persatuan Wartawan Indonesia di Hotel

Grand Antares (2014)

Universitas Sumatera Utara

Page 9: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

5. Peserta seminar Hari HAM Internasional di Fakultas Farmasi USU (2014)

6. Grup Tari pada acara RAKERNAS JKAI di BAPEMMAS (2015)

7. Panitia Sek. Pudekdok Inisiasi Antropologi FISIP USU di Sibolangit (2015)

8. Peserta Training Of Facilitator (TOF) mata kuliah Pengembangan

Masyarakat angkatan ke-VI di Hotel Candi (2015)

9. Mengikuti PKL-TBM di Lingkungan XI, Kelurahan Sei Serayu (2016)

10. Panitia Kordinator PTT pada acara Warkop Antro 2017 di FISIP USU (2017)

11. Sekretaris Tim Evaluasi AD/ART INSAN (HMD Antropologi Sosial USU)

(2017)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang mana atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pola

Asuh Pada keluarga Kuli Kasar Bangunan Masyarakat Jawa”. Penulisan skripsi

ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari

segi isi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, saran dan kritikan sangat

diharapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini

bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2017

Penulis

Universitas Sumatera Utara

Page 11: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS ........................................................ i

ABSTRAK ............................................................................................... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ iii

RIWAYAT HIDUP .............................................................................. viii

KATA PENGANTAR ............................................................................ xi

DAFTAR ISI ......................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................1 1.1 Latar BelakangMasalah................................................................... 1

1.2 Kajian Pustaka ....................................................................................9

1.2.1. Pola Asuh ..................................................................................9

1.2.2. Pola Asuh Keluarga Jawa .......................................................19

1.2.3. Nilai Anak ...............................................................................30

1.2.4. Nilai Anak dalam Budaya Jawa ..............................................32

1.3 Rumusan Masalah .............................................................................39

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................40

1.5 Metode Penelitian .............................................................................40

1.5.1 Teknik Observasi .....................................................................41

1.5.2 Teknik Wawancara ..................................................................42

1.5.3 Pengembangan Raport .............................................................42

1.5.4 Teknik Dokumentasi ...............................................................42

1.5.5 informan ..................................................................................43

1.6 Analisis Data ......................................................................................44

1.7 Pengalaman Penelitian .......................................................................44

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................48 2.1 Letak .................................................................................................48

2.2 Kependudukan ..................................................................................49

2.2.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin .............49

2.2.2 Mata Pencarian ........................................................................52

2.2.3 SistemKomunikasidanTransportasi .........................................53

2.3 Pendidikan ..........................................................................................54

2.4 OrganisasiSosialdanSistemKekerabatan ............................................56

2.4.1 Bahasa ......................................................................................57

2.5 Religi .................................................................................................57

2.5.1 Kesenian ..................................................................................58

2.6 Kegiatan Remaja di Kelurahan Aek Paing .......................................60

2.7 Sekilas Kehidupan Buru Bangunan ..................................................61

Universitas Sumatera Utara

Page 12: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

BAB III DESKRIPSI POLA PENGASUHAN PADA KELUARGA KULI

BANGUNAN...........................................................................................64 3.1 PolaPengasuhandalamKeluargaJawa .................................................64

3.2 Pola Asuh Keluarga Kuli Bangunan ..................................................65

3.2.1 PolaAsuh yang Kedua Orangtuanya Bekerja ...........................67

3.2.2 Poal Asuh Yang Ibunya Tidak Bekerja...................................79

3.2.3 Psikologis Anak dalam Keluarga ............................................86

3.3 Pengaruh Tingkat Pendidikan, Ekonomi Terhadap Pola Asuh .........91

3.3.1 Pandangan Keluarga Terhadap Pendidikan .............................92

3.3.2 Latar Belakang Rendahnya Tingkat Pendidikan .....................95

3.3.3 Nilai Anak .............................................................................101

BAB IV ETOS KERJA, BUDAYA KEMISKINAN DAN KAITANNYA

DENGAN POLA ASUH ......................................................................107 4.1 EtosKerjadanBudayaKemiskinan ...................................................111

4.2 EtosKerja, BudayaKemiskinan dan PolaAsuh .................. 121

4.2.1 PengaruhEtosKerja, BudayaKemiskinan dan Pola Asuh121

BAB V PENUTUP ..................................................................................131 1.1 Kesimpulan .....................................................................................131

1.2 Saran ...............................................................................................132

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................135

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Page 13: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Batas Wilayah kabupaten labuhanbatu ................................................ 34

Tabel 2.Jumlah Penduduk ...................................................................................35

Tabel 3. Jumlah penduduk Usia 15 tahun Ke Atas Yang Bekerja ......................36

Tabel 4.Jenis Pekerjaan .......................................................................................38

Tabel 5.Jumlah Fasilitas Pendidikan ...................................................................40

Tabel 6.Jumlah Persentase agama Yang di Anut ................................................43

Tabel 7.Kegiatan Sehari-hari Ibu Sumi ...............................................................55

Tabel 8.Kegiatan Sehari-hari Ibu Prihatin ..........................................................61

Universitas Sumatera Utara

Page 14: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. PetaKabupatenLabuhanbatu ................................................33

Gambar 2. ..............................................................................................122

Gambar 3 ................................................................................................122

Gambar 4 ................................................................................................122

Gambar 5 ................................................................................................122

Universitas Sumatera Utara

Page 15: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Di dalam kehidupan bermasyarakat ada beberapa wadah kegiatan atau

aktivitas manusia yang mengatur perilaku manusia dalam seluruh aspek kehidupan

baik individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan

kelompok. Wadah sebagai tempat manusia beraktivitas dan hidup bersama inilah

yang disebut sebagai lembaga atau institusi. Lembaga bermanfaat bagi manusia

sebagai pengawas atas konsekuensi hidup orang banyak, menjaga kelangsungan

stabilitas sosial dan menjalankan peran sesuai dengan keinginan individu. Lembaga

yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari– hari adalah lembaga keluarga,

lembaga pendidikan, lembaga agama, lembaga ekonomi dan lembaga pemerintahan.

Di dalam kehidupan seseorang pasti memiliki aspek yang selalu berhubungan

dengan keluarga. Keluarga adalah lembaga sosial primer bagi tiap-tiap individu.

Keluarga merupakan wadah orang-orang penting yang selalu ada dalam kehidupan

seseorang. Keluarga adalah kelompok yang mengidentifikasi diri dengan anggotanya

terdiri dari dua individu atau lebih, diikat oleh hubungan darah atau hukum

(perkawinan), tetapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri

mereka sebagai keluarga. Keluarga adalah kelompok sosial terkecil yang timbul

akibat adanya perkawinan. Perkawinan adalah suatu kesatuan antara seorang laki-

laki dengan seorang perempuan dalam hubungannya dengan suami istri yang dijamin

oleh hukum (hukum agama/hukum negara).

Keluarga merupakan susunan kelembagaan yang terbentuk atas dasar

hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara seperti yang tertulis

Universitas Sumatera Utara

Page 16: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 19921. Sebagai anggota keluarga, anak

akan mendapat pendidikan dari keluarga mulai dari cara ia berbicara, bertindak dan

berpikir sehingga keluarga merupakan tempat sosialisasi primer dan yang paling

utama, karena dalam keluarga proses memanusiakan manusia terjadi. Di dalam

keluarga, terdiri beberapa anggota keluarga yaitu ayah, ibu dan anak-anak. Orangtua

di dalam keluarga ini bertugas memberikan fungsi keluarga kepada anak-anak seperti

yang di jelaskan di atas. Anggota lain yaitu anak bertugas menyerap apa yang di

berikan orangtuanya terhadap dirinya.

Menurut M. Djawad Dahlan (2004 : 39-41), fungsi dasar dari keluarga adalah

memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan

yang baik antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih didalam keluarga tidak

hanya sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut dengan pemeliharaan, rasa

tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respect, dan keinginan untuk menumbuh

kembangkan anak yang dicintainya.

Di dalam keluarga, tentu saja anak sangat bernilai dan berharga di mata

orangtuanya. Sehingga orangtua dengan berbagai cara dan upaya berusaha untuk

memberikan segala yang terbaik bagi anak-anaknya agar si anak hidup dengan

bahagia dan mampu tumbuh menjadi seperti apa yang di harapkan dan di inginkan

orangtuanya. Selanjutnya, tidak heranlah ketika kita melihat beragam macam cara

yang dilakukan oleh para orangtua dalam menjalankan fungsi keluarga dengan

sebaik-baiknya kepada anak-anak mereka.

Di dalam keluarga, individu yang bertugas memberikan rasa aman, kasih

1Keluarga adalah unit terkecil terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya yang merupakan

prasyarat mutlak bagi kelangsungan suatu masyarakat, karena dalam keluarga tercipta generasi yang

baru yang memilki pendidikan nilai–nilai dan norma–norma dalam hidup bermasyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

sayang, pendidikan dan lain sebagainya adalah orangtua. Namun dalam hal ini akan

lain ceritanya apabila dalam sebuah keluarga tugas-tugas tersebut kurang dijalankan

atau tidak sepenuhnya di berikan terhadap anak. Fungsi keluarga yang tidak

dijalankan dengan baik ini dapat terjadi oleh berbagai faktor seperti perceraian antara

ayah dan ibu serta kematian diantara ayah atau ibu, kurangnya perhatian orangtua

terhadap anak, tingkat ekonomi keluarga, tingkat pendidikan orangtua dalam

keluarga, dan faktor-faktor lainnya. Selanjutnya, anak-anak dengan asuhan orangtua

yang kurang baik akan berakibat pada tumbuh kembangnya si anak. Akibat-akibat

yang dapat timbul dari asuhan yang kurang dari orangtua dapat berupa anak tidak

dapat tumbuh seperti yang diharapkan, dan anak akan mudah terpengaruh oleh hal-

hal lain di luar keluarga. seperti pengaruh teknologi, seperti TV, Internet dan teman-

teman sepergaulan si anak.Salah satuh contoh pengaruh itu adalah besarnya pengaruh

media televisi dan media sosial tanpa kontrol orang tua. Seorang anak bisa saja

terpengaruh pada hal-hal yang bersifat negatif dari media televisi yang dilihatnya

atau media sosial yang di aksesnya. Banyak kasus sekarang ini atau berita di televisi

yang menginformasikan kenakalan-kenakalan remaja yang di sebabkan oleh

lengahnya perhatian orang tua. Pemahaman nilai-nilai universal yang kurang,

kedekatan emosional, tingkat ekonomi orang tua menjadikan seorang anak

mendapatkan pola asuh yang tidak sesuai sehingga si anak mengalami masalah-

masalah seperti terjerumus kedalam prilaku negatif dan rendahnya keinginan belajar

dan lain sebagainya. Pola asuh orang tua terhadap anak ini sangat menentukan sifat

dan kepribadian anak di masa yang akan datang. Mengasuh anak sudah menjadi

kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anak secara terus menerus sehingga

dengan demikian si anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang di

Universitas Sumatera Utara

Page 18: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

harapkan dan di inginkan orang tua.

Jhon Locke seorang Filosof Inggris yang di kutip oleh Singgih D Gunarso

(2002) mengemukakan bahwa :

“Pengalaman dan pendidikan bagi anak merupakan faktor yang

paling menentukan dalam perkembangan anak. Isi kejiwaan anak ketika di

lahirkan adalah ibarat secarik kertas yang masih kosong, artinya bagaimana

nanti bentuk dan corak kertas tersebut tergantung pada cara bagaimana

kertas tersebut di tulisi”.

Keluarga sebagai institusi pendidikan primer menjadikan seorang anak akan

mendapatkan pendidikan di lembaga ini sebelum di lembaga lain, seperti sekolah,

lingkungan sosial dan lain sebagainya. Pada institusi primer inilah seorang anak

mengalami pengasuhan. Keberhasilan seorang anak dalam hubungan sosialnya

tergantung dari pola pengasuhan yang diterapkan orangtua dalam keluarga. Pada

umumnya pengasuhan diwujudkan dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar,

dan membimbing anak.

Pola asuh terhadap anak dalam keluarga yang satu dengan yang lainnya

berbeda-beda.Sa’aadiyyah (1998) mengemukakan bahwa pola pengasuhan anak

dalam sebuah keluarga dipengaruhi oleh umur Kepala Keluarga (KK) dan istri, usia

saat menikah, status pekerjaan istri, jenis pekerjaan utama, besarnya keluarga,

pendapatan keluarga, usia anak, jenis kelamin anak dan nomor urut anak dalam

keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (1991) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan

orangtua akan berpengaruh terhadap cara, pola dan kerangka berfikir, persepsi,

pemahaman dan kepribadian orangtua tersebut yang secara langsung atau tidak akan

mempengaruhi pola komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan

keluarga. Dalam keluarga kuli kasar bangunan dalam penelitian penulis, orang tua

memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Di wilayah kelurahan Aek Paing, rata-rata pendidikan orang tua dalam

keluarga kuli kasar bangunan hanya sampai pada tingkat SD (Sekolah Dasar) dan

hanya sebagian kecil saja yang sampai menamatkan pendidikan SMP (Sekolah

Menengah Pertama). Hal ini menjadikan kedekatan emosional dan komunikasi antara

orang tua dan anak menjadi kurang baik. Sehingga anak akan sangat mudah

terpengaruh dalam lingkungan yang di huni banyak pengangguran. Anak akan

enggan bercerita kepada orang tuanya ketika dirinya mendapatkan masalah di luar.

Mendapatkan pengalam baru yang bersifat negatif seperti berjudi, mabuk-mabukan

bermain game online dan sebagainya.

Lebih jauh lagi, dampak terburuknya dalam beberapa kasus, anak sampai

putus sekolah karena masalah yang ia timbulkan di sekolah. Namun, di lingkungan

kelurahan Aek Paing tidak semua anak masuk dalam kategori yang di paparkan di

atas. Ada juga yang tetap tidak terpengaruh dan masih bersekolah sampai ke tingkat

atas (SMA). Anak dalam kategori baik ini, ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi

ada juga yang tidak. Hal ini di karenakan perintah dari orang tua yang menyuruh

anak untuk tidak bersekolah lagi karena keadaan ekonomi. Anak laki-laki di tuntut

untuk bekerja untuk menanggung dirinya sendiri (dalam kasus lain juga untuk

membantu ekonomi keluarga).

Lain halnya dengan anak perempuan, walaupun tidak terlalu di tuntut untuk

bekerja, namun anak perempuan dalam keluarga buruh bangunan di anjurkan oleh

orang tua untuk segera menikah. Meskipun terkadang ada keinginan untuk

bersekolah ke perguruan tinggi dari si anak, orang tua tetap tidak menyetujui atas

alasan anak perempuan akan ikut suaminya. Hal ini begitu dekat dengan pendapat

Oscar Lewis dalam bukunya Kisah Lima Keluarga : “Ketika budaya kemiskinan itu

Universitas Sumatera Utara

Page 20: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

eksis, mereka cenderung memantapkan dirinya dari generasi ke generasi karena

memberikan efek terhadap anak-anak mereka. Tatkala anak-anak miskin itu berusia

enam atau tujuh tahun, mereka biasanya menyerap nilai-nilai dan sikap-sikap dasar

subbudaya mereka, bukanlah terdorong berani mengambil resiko untuk mengubah

kondisi kehidupan mereka, atau meraih kesempatan. (1970:69). Gagasan di atas

dapat di tafsirkan sebagai keyakinan Lewis bahwasannya orang miskin mengidap

sindroma kemiskinan atau jalan hidup yang di peroleh melalui proses belajar dan

sosialisasi generasi yang lebih muda, sehingga gagasan tersebut dengan mudah di

ubah menjadi klaim bahwa orang miskin berprilaku demikian karena pola-pola

kebudayaan yang mereka sadari bukan karena akibat sistem sosial ekonomi yang

menawarkan kesempatan kemajuan ekonomi yang sangat terbatas bagi mereka.

(Saifuddin, 2005).

Seorang anak di dalam keluarga akan di asuh berdasarkan nilai budaya dan

kepercayaan/agama yang di yakini oleh kedua orang tuanya. Proses edukasi dan

sosialisasi dilakukan dengan cara komunikasi yang intensif antara orang tua dan

anak, baik itu komunikasi verbal ataupun non verbal. Pikunas (1976) seperti yang

dikutip oleh Hastuti (2008) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses belajar untuk

mengenali nilai-nilai dan ekspetansi kelompok, dan meningkatkan kemampuan untuk

mengikutinya (conform).

Penelitian Hernawati (2002) juga mengungkapkan bahwa persepsi dan

harapan orangtua tentang perkembangan anak berbeda secara nyata menurut budaya.

Pada etnis Jawa di Indonesia yang menganut budaya kolektivistik, seorang anak

dalam keluarga Jawa yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah

Universitas Sumatera Utara

Page 21: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

dibutuhkan kontribusinya dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada keluarga

dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, anak dipandang sebagai simbol martabat

sebuah keluarga. Keduanya menganggap anak menentukan masa depan keluarga.

Berbeda dengan di Amerika Serikat yang menganut budaya individualistik, dimana

seorang anak tidak dianggap sebagai masa depan kedua orangtuanya.

Lingkungan tempat tinggal juga dapat mempengaruhi pola asuh yang

diterapkan orangtua pada anak-anaknya. Situasi lingkungan tempat tinggal yang

kondusif akan mendorong orangtua untuk memberikan pengasuhan yang baik bagi

anak. Sebaliknya, lingkungan yang tidak kondusif cenderung akan mengakibatkan

orangtua tidak terlalu memperhatikan aspek-aspek penting dalam pengasuhan.

Pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan anak mencakup faktor-faktor

resiko dan faktor-faktor yang melindungi (protective and risk factors). Faktor resiko

merupakan variabel-variabel yang berhubungan secara signifikan terhadap kegagalan

pertumbuhan seorang anak, sedangkan faktor yang melindungi adalah kondisi yang

berhubungan positif terhadap keberhasilan perkembangan anak meskipun terjadi

peningkatan faktor resiko yang harus dihadapi (Alfiasari, 2008).

Cole (1993) dalam Brooks (1997) seperti yang dikutip oleh Alfiasari (2008)

mengidentifikasi faktor resiko yang secara umum menyebabkan kegagalan

perkembangan seorang anak, yang mana dalam jangka pendek akan menyebabkan

rendahnya tingkat kesehatan, kegagalan pertumbuhan, kegagalan perkembangan

kognitif, dan juga kegagalan perkembangan sosial pada anak. Faktor resiko yang

dimaksud antara lain (1) faktor ekologi yang mencakup lingkungan pertetanggaan

yang tidak nyaman dan aman, ketidakadilan yang muncul akibat perbedaan

ras/suku/etnik, komunitas yang sebagian besar anggotanya adalah pengangguran, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kemiskinan yang ekstrim yang terjadi dalam komunitas; (2) keadaan keluarga yang

mencakup rendahnya kelas sosial, konflik keluarga, gangguan mental yang ada

dalam keluarga, jumlah anggota keluarga yang besar, rendahnya emotional bonding

antara anak dan orangtua, perpecahan keluarga, dan adanya penyimpangan dalam

komunikasi di dalam keluarga.

Berbagai kasus mengenai kenakalan remaja juga tak luput dari pengaruh

polah asuh orang tua, seperti yang di kutip dari Kompas, Surabaya - Tingginya

kenakalan remaja saat ini banyak terjadi akibat salah dalam pengasuhan anak. Baik

pola asuh di sekolah maupun di rumah.Menurut Wali Kota Surabaya Tri

Rismaharini, pengasuhan anak yang baik harus melalui pendekatan emosional.

Diantaranya apa saja kegiatan anaknya di sekolah dan berteman dengan siapa

saja.Selain itu, Risma sapaan akrab wali kota perempuan pertama dalam sejarah

Pemerintahan Kota Surabaya ini juga mencontohkan pertanyaan dapat nilai berapa

pada anak juga sangat mempengaruhi emosional anak."Jadi tidak hanya nilai tapi

harus bersentuhan langsung kepada anak, pendekatan emosional itu penting,"

katanya saat menghadiri Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Anak (GN-Aksa)

di Graha Sawunggaling, Rabu (22/6/2016).Di hadapan 300 guru SMP se-Surabaya

barat, Risma juga mengungkap indeks pembangunan manusia di Surabaya yang

rendah. Menurutnya, salah satu penyebab yakni cara pengasuhan anak yang

salah."Pola pengasuhan anak harus memakai pendekatan emosional," pungkasnya

(KOMPAS 22/6/16). Masih banyak kasus-kasus kenakalan remaja yang terjadi

belakangan ini di karenakan pengaruh pola asuh dari orang tuanya, seperti kasus

Klithih di semarang (Liputan 6, 2017), kasus LGBT (Kompas, 2017) dan kasus-

kasus lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Memang bagi sebagian masyarakat, tidak mudah untuk mengasuh anak dalam

keadaan ekonomi yang rendah, dalam lingkungan dengan tingkat kenakalan remaja

yang tinggi dan pengangguran yang tinggi.Atas dasar itulah maka peneliti tertarik

untuk melihat pola asuh anak pada keluarga buruh kasar bangunan masyarakat Jawa

di kelurahan Aek Paing, Rantauprapat. Penelitian ini juga bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh budaya, agama, dan faktor-faktor lainnya dalam

proses pengasuhan dan penanaman nilai-nilai kehidupan orang tua terhadap anak.

1.2 Tinjauan Pustaka

1.2.1 Pola Asuh

Pengasuhan merupakan bagian yang penting dalam sosialisasi, proses dimana

anak belajar untuk bertingkah laku sesuai harapan dan standar sosial. Dalam konteks

keluarga, anak mengembangkan kemampuan mereka dan membantu mereka untuk

hidup didunia (Diana Baumrind 1994). Melalui pengasuhan dan interaksi sosial,

dengan demikian pengasuhan dapat diartikan sebagai sosialisasi seperti bayi yang

baru belajar adaptasi saat meminum ASI.

Menurut Berk pola asuh orangtua adalah daya upaya orangtua dalam

memainkan aturan secara luas di dalam meningkatkan pertumbuhan dan

perkembangan anaknya. Kemudian pengasuhan berasal dari kata asuh yang berarti

menjaga, merawat dan mendidik.

Margareth mead (dalam Koentjaraningrat 2009:188) juga pernah melakukan

penelitian yang menghasilkan karangan seperti, Growth And Culture yang ditulisnya

bersama dengan F. C. MacGregor, yang membahas tentang bagaimana masyarakat di

Manus (sebelah utara irian), dalam pengumpulan bahan mengenai pewarisan budaya

pengasuhan anak, atau sekarang disebut secara teknis child training practice, yang

Universitas Sumatera Utara

Page 24: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

mencakup didalamnya tentang adat-istiadat pengasuhan anak meliputi hal-hal cara-

cara memandikan dan membersihkan bayi, cara-cara mempelajari disiplin buang air,

cara-cara melatih disiplin makan, adat-istiadat penyapihan, cara-cara menggendong

bayi dan anak-anak, serta cara-cara mendisiplinkan anak.

Menurut George Herbert Mead dalam teorinya yang digunakan buku Mind,

self and society (1972), Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan diri (self)

manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia berkembang

secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead

pengembangan diri manusia berlangsung melalui beberapa tahap yaitu tahap play

stage, game stage dan tahap generalized other (Sunarto, 1993 ; 28). Mead

menelusuri asal – usul diri melalui ketiga tahap tersebut yaitu :

1. Pada tahap pertama yaitu play stage (bermain) :

Belajar mengambil sikap orang-orang lain tertentu untuk diri mereka. Hal

ini terbatas karena hanya sanggup memainkan peranan orang lain dan berbeda

tanpa memiliki pengertian yang lebih umum dan lebih terorganisir terhadap diri

mereka sendiri. Di sini individu belajar menjadi subjek dan sekaligus objek dan

mulai memiliki kemampuan membangun diri.

Pada tahap bermain anak-anak mampu berorganisasi sosial, mereka dapat

terlibat dalam bentuk-bentuk bermain. Seorang anak kecil mulai belajar

mengambil peranan orang-orang yang berada disekitarnya. Ia mulai menirukan

peranan yang dijalankan oleh orang tuanya, peranan orang dewasa lain dengan

siapa ia sering berinteraksi.dengan demikian kita sering melihat anak kecil

dikala mereka bermain meniru peran yang dijalankan oleh orang-orang yang ada

Universitas Sumatera Utara

Page 25: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

disekitarnya misalnya peranan ayah, ibu, kakak, kakek, nenek dan yang lainnya.

Perilaku anak mulai mencontoh peran-peran orang yang terdekatnya. Agen

sosialisasi yang ada disekitar anak biasanya berasal dari lingkungan yang paling

dekat dengannya yaitu keluarga, walupun ada juga agen-agen sosialisasi lain

yaitu: teman bermain lembaga sekolah maupun media massa akan tetapi pusat

perhatian yang lebih terfokus adalah keluarga tempat anak-anak mendapatkan

segala-galanya.

2. Pada tahap game stage (pertandingan)

tahap ini muncul sebgai langkah dalam perkembangan konsep diri.

Seorang anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus dijalankan tetapi tetapi

harus mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia

berinteraksi. Pada tahap awal sosialisasi-interaksi seorang anak biasanya terbatas

pada sejumlah kecil orang lain, biasanya keluarga terutama kedua orang tuanya.

Oleh Mead orang-orang yang penting dalam sosialisasi ini dinamakan significan

other.

3. Pada tahap ketiga sosialisasi seseorang dianggap telah mampu mengambil

peranan generalized other, anak mampu berinteraksi dengan orang lain dalam

masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang –

orang lain dengan siapa anak berinteraksi. Agen utama pada tahap ini bukan lagi

terdapat dalam keluarga seperti halnya pada tahap play stage akan tetapi ada

beberapa agen sosialisasi lain yang dapat mempengaruhi anak, misalnya teman

bermain, sekolah dan juga media massa yang turut pila mempengaruhi

perkembangan diri seorang anak. Karakteristik kepribadian setiap individu adalah

unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 26: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

banyak faktor yangmempengaruhinya, salah satunya adalah keluarga. Keluarga

merupakanlingkungan sosial terkecil, namun memiliki peranan yangsangat besar

dalammendidik dan membentuk kepribadian seseorang individu. Struktur

dalamkeluarga dimulai dari ayah dan ibu, kemudian bertambah dengan

adanyaanggota lain yaitu anak. Dengan demikian, terjadi hubungan segitiga

antaraorangtua-anak, yang kemudian membentuk suatu hubungan

yangberkesinambungan. Orang tua dan pola asuh memiliki peranan yang

besardalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak

dangambaran kepribadian seseorang setelah dewasa kelak.Orang tua memiliki

cara dan pola tersendiri dalam mengasuh danmembimbing anak. Cara dan pola

tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya.

Pola asuh orang tua merupakangambaran tentang sikap dan perilaku orang tua

dan anak dalam berinteraksi,berkomunikasi selama mengadakan kegiatan

pengasuhan. Dalam kegiatanmemberikan pengasuhan ini, orang tua akan

memberikan perhatian, peraturan,disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan

terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu

dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar

atau tidak sadar akan diresapikemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-

anaknya.

Margareth mead (dalam Koentjaraningrat 2009:188) juga pernah melakukan

penelitian yang menghasilkan karangan seperti, Growth And Culture yang ditulisnya

bersama dengan F. C. MacGregor, yang membahas tentang bagaimana masyarakat di

Manus (sebelah utara irian), dalam pengumpulan bahan mengenai pewarisan budaya

Universitas Sumatera Utara

Page 27: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

pengasuhan anak, atau sekarang disebut secara teknis child training practice, yang

mencakup didalamnya tentang adat-istiadat pengasuhan anak meliputi hal-hal cara-

cara memandikan dan membersihkan bayi, cara-cara mempelajari disiplin buang air,

cara-cara melatih disiplin makan, adat-istiadat penyapihan, cara-cara menggendong

bayi dan anak-anak, serta cara-cara mendisiplinkan anak.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Baumrind (Santrock,1998)

mengenai perkembangan sosial dan proses keluarga yang telah dilakukan sejak

pertengahan abad ke 20, yang kemudian membagi kategoribentuk pola asuh

berkaitan dengan perilaku remaja. Secara garis besar terdapattiga pola yang berbeda

diantaranya yakni authoritative atau demokratis,authoritarian atau otoriter,

dan permissive (permisif).Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga bentuk pola

asuh danpengaruhnya terhadap anak (Spock, 1994: 259-266) :

a. Pola authoritative atau demokratis.

Sikap orang tua yang mengontrol dan menuntut tetapi dengan sikapyang

hangat, ada komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak yangdilakukan secara

rasional. Orang tua memberikan pengawasan terhadapanak dan kontrol yang kuat

serta dorongan yang positif. Anak yang diasuhsecara demokratis cenderung aktif,

berinisiatif, tidak takut gagal, spontankarena anak diberi kesempatan untuk

berdiskusi dan dalam pengambilankeputusan di keluarga. Namun tidak menutup

kemungkinan akanberkembang pada sifat membangkang dan tidak menurut serta

susahmenyesuaikan diri.

b. Pola authoritarian atau otoriter

Ditunjukkan dengan sikap orang tua yang selalu menuntutkepatuhan anak,

mendikte, hubungan dengan anak kurang hangat, kakudan keras. Anak kurang

Universitas Sumatera Utara

Page 28: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

mendapat kepercayaan dari orang tuanya, seringdihukum, dan apabila berhasil atau

berprestasi anak jarang diberi pujiandan hadiah. Pola asuh ini akan menghasilkan

anak dengan tingkah lakupasif dan cenderung menarik diri. Sikap orang tua yang

keras akanmenghambat inisiatif anak. Anak yang dididik dengan pola

otoritercenderung lebih agresif. Anak dengan pola asuh ini cenderung memiliki

kompetensi dan tanggung-jawab seperti orang dewasa.Pola asuh ini memberikan

sedikit tuntutan dan sedikit disiplin.Orang tua tidak menuntut anak untuk

bertanggung-jawab terhadap urusanrumah tangga, keinginan dan sikap serta perilaku

anak selalu diterima dandisetujui oleh orang tua. Anak tidak terlatihuntuk mentaati

peraturan yang berlaku, serta menganggap bahwa orang tua bukan merupakan

tokohyang aktif dan bertanggung-jawab.

c. Pola Permissive (permisif).

Karena orang tua bersikap serba bebas dan memperbolehkan segalasesuatunya,

tanpa menuntut anak. Anak yang diasuh secara permisifmempunyai kecenderungan

kurang berorientasi pada prestasi, egois, sukamemaksakan keinginannya,

kemandirian yang rendah, serta kurang bertanggung-jawab. Anak juga akan yang

berperilaku agresif dan antisosial, karenasejak awal tidak diajarkan untuk mematuhi

peraturan sosial, tidak pernahdiberi hukuman ketika melanggar peraturan yang telah

ditetapkan orangtua. Bagi anak, kehadiran orang tua merupakan sumber bagi

tercapainyakeinginan anak.

Menurut Martin & Colbert (dalam Karlinawati Silalahi, 2010), terdapat 4 macam

pola pengasuhan orangtua :

a. Pola Pengasuhan Otoriter

Pola pengasuhan ini cenderung menetapkan standar yang harus dituruti,

Universitas Sumatera Utara

Page 29: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

biasanya dengan ancaman-ancaman. Tipe ini cenderung memaksahingga

menghukum. Dalam pola pengasuhan ini terdapat contoh bahwa orangtua jarang

mengikut sertakan anak didalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan

orangtua merasa tahu akan kebutuhan anaknya. Tanpa harus mendiskusikan atau

membicarakannya kepada anak, yang menjadi keputusan orangtua itulah yang akan

dipilih oleh anak. Orangtua bersikap memaksa atau memerintahkan anak untuk

melakukan sesuatu tanpa kompromi dan bersikap kaku kepada anak.

Sebagai contoh lainnya, dalam pergaulan sehari - hari, adalah hal yang wajar

jika anak yang bermain melebihi waktu dari yang ditentukan oleh orangtua. Karena

remaja adalah masa dimana anak bertumbuh dan berkembang, serta keingin

tahuannya sangat besar, oleh karena itu tidak jarang mereka melakukan hal - hal

yang mereka anggap masih baru. Oleh sebab itu anak sering telat waktu saat mereka

bermain dengan teman - temannya. Dari hasil penelitian, orangtua cenderung

menghukum jika anak bermain melebihi waktu, hal ini di lakukan karena orangtua

tidak ingin anaknya melanggarnya, tanpa memberikan arahan kepada anak. Dari

penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa sikap orangtua lebih cenderung

memberikan hukuman pada anak saat anak bermain melebihi waktu yang telah di

tentukan. Adanya kontrol yang tinggi dari orangtua namun tidak ada bentuk

pengarahan kepada anak dari orangtua.

b. Pola Pengasuhan Demokratis

Pola asuh orangtua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya

sikap terbuka antara orangtua dan anak. Pola pengasuhan ini memberikan

kesempatan pada anak untuk berkembang kearah positif. Khusus pada anak remaja,

orangtua harus mampu beradaptasi terhadap kemampuan anak. menyadari kesiapan

Universitas Sumatera Utara

Page 30: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

anak terhadap tanggung jawab dan kebebasan. Adanya tuntutan mengacu pada

harapan dan aturan yang ditetapkan orangtua yang masuk akal dan jelas terhadap

tingkah laku anak. Salah satu contoh dalam penelitian lapangan tentang pola

pengasuhan demokratis yang ditulis berdasarkan hasil wawancara dengan informan,

bahwa menurutnya sangat penting untuk mengikutsertakan anaknya didalam

pengambilan keputusan yang berhubungan dengan anaknya, pengambilan keputusan

selalu melibatkan anak karena nantinya sang anak yang akan menjalani keputusan

tersebut. Informan selalu memberi ruang yang cukup untuk anak dalam

mendiskusikan keinginan anak, dan informan selalu bersikap dewasa dalam

berkomunikasi dengan anak, sebagai contoh dia selalu mendukung keinginan anak

dengan memberikan nasehat-nasehat serta arahan yang membangun.

Dari penjelasan tersebut secara teori pola pengambilan keputusan yang

berhubungan dengan anak adalah cenderung bersifat demokratis. Artinya orangtua

didalam menghadapi sikap-sikap, keputusan dan harapan anaknya dalam

keputusan yang berkaitan dengan anaknya selalu melibatkan mereka. Adanya

sikap saling menghargai dan memberikan ruang yang cukup untuk saling

berpendapat antara anak dan orangtua adalah hal penting. Hal ini terjadi karena,

orangtua beranggapan bahwa anaklah yang nantinya akan menjalani keputusan

tersebut.

c. Pola Pengasuhan Liberal

Pola asuh liberal/ permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas

kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak.

Pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal pula dengan pola asuh serba

membiarkan dan orangtua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan,

Universitas Sumatera Utara

Page 31: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan

anak secara berlebihan. Pola pengasuhan ini terlihat dengan adanya kebebasan yang

berlebihan tidak sesuai untuk perkembangan anak, yang dapat mengakibatkan

timbulnya tingkah laku yang lebih agresifdan impulsif, Martin & Colbert (dalam

Karlinawati Silalahi, 2010). Anak dari pola pengasuhan seperti ini tidak dapat

mengontrol diri sendiri, tidak mau patuh, dan tidak terlibat dalam aktifitas di kelas.

Pola Pengasuhan tidak terlibat anak dari orangtua dari pola pengasuhan ini

cenderung terbatas secara akademik dan sosial. Peneliti berpendapat bahwa anak

dengan pola pengasuhan ini lebih cenderung bertindak antisosial pada masa remaja

Menurut Martin & Colbert (dalam Karlinawati Silalahi, 2010). Apabila pola

pengasuhan ini diterapkan sedini mungkin hal ini akan mengakibatkan gangguan

pada perkembangan anak. Ibu dalam pola pengasuhan seperti ini akan memiliki anak

yang defisit dalam fungsi fisiologisnya, penurunan kemampuan intelektual, serta

pemarah.

Meskipun pola pengasuhan terbagi didalam 4 pola pengasuhan, tetapi

pembagian ini bukan merupakan hal yang kaku. tidak ada orangtua yang sempurna.

Orangtua adalah manusia yang bereaksi berbeda diberbagai situasi, tergantung pada

perasaan dan lingkungan mereka. Pola pengasuhan disimpulkan dari reaksi mereka

disebagian situasi Menurut Martin & Colbert (dalam Karlinawati Silalahi, 2010).

Orangtua dengan pola pengasuhan autoritatif memberikan model yang bertanggung

jawab secara sosial, tingkah laku menyayangi anak, yang mendorong anak berbuat

hal yang sama. Orangtua dengan pola pengasuhan otoriter dan permisif lebih

menunjukkan tingkah laku memaksa atau kurang menyayangi anak dan hal ini bukan

contoh yang baik pada anak (Diana Baumrind, 1994). Dengan demikian, orangtua

Universitas Sumatera Utara

Page 32: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

dengan pola pengasuhan autoratif memberikan kesempatan yang lebih efektif untuk

melakukan tingkah laku yang bertanggung jawab dengan meminta anak untuk

membuat pilihannya sendiri dengan bimbingan yang jelas dan memberikan umpan

balik terhadap pilihannya tersebut.

d. Pola Pengasuhan tidak terlibat.

Pemberian umpan balik ini dapat mendorong anak untuk mengenali hubungan

antara keputusan, tingkah laku, dan konsekuensi yang diambil, serta merefleksikan

kemampuan mereka sebagai pembuat keputusan. Sebaliknya orangtua dengan pola

pengasuhan permisif tidak memberikan panduan yang jelas, yang sesuai dengan usia

dan pengalaman si anak (Diana Baumrind, 1994). Hubungan hangat dan penerimaan

dalam keluarga autoritatifdapat meningkatkan pengaruh yang positif bagi anak.

Penelitian menunjukkan bahwa hubungan orangtua dengan anak didasari pada rasa

saling percaya, komunikatif dan responsif emosional berhubungan dengan

peningkatan keterampilan dan keberhasilan anak berhubungan dengan oranglain

diluar rumah dan dengan kepuasaan hidup pada umumnya (Diana Baumrind, 1994).

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini juga melihat bahwa pola asuh

sangat penting perananya dalam pembentukkan kepribadian serta aspek-aspek

pembentuk kepribadian diantaranya adalah: emosi, sosial, motivasi, intelektual dan

spiritual guna tercapai kedewasaan yang matang, hingga terwujud kepribadian yang

sukses dalam diri anak.

1.2.2 PolaAsuhKeluarga Jawa

Keluarga Jawa merupakan bagian kecil dari berbagai keluargayang ada di dunia.

Keluarga Jawa adalah salah satu keluarga yang berbedadengan keluarga-keluarga

yang lain karena terdapat ciri khas yangterkandung dalam keluarga Jawa ini, yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 33: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

dari aspek kebudayaanya. Olehkarena itu, banyak dijumpai berbagai hasil penelitian,

referensi atau buku-buku yang membahas masalah Jawa, termasuk dari sisi keluarga

Jawa.Dalam bahasan mengenai keluarga Jawa, telah dilakukan banyak tokohdan para

ilmuan khususnya para sosiolog dan antropolog dari berbagaiwilayah. Termasuk

peneliti asing atau luar negeri seperti CliffordGeertz, Hildred Geertz, dan lain-lain.

Sedangkan kajian dari ilmuan lokal juga banyak dilakukan, seperti

Koentjaraningrat,Selo Sumardjan, F. Magnis suseno dan lain-lain.Keluarga Jawa

sebagai suatu tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan dan hubungan-hubungan

antara anggota keluarga mengalamisuatu proses yang terjadi antara orang tua dengan

anak.Proses ini disebutdengan proses pengasuhan atau pola asuh anak.

Keluarga dalamhubungannya dengan anak diidentikan sebagai tempat atau

lembagapengasuhan yang paling dapat memberi kasih sayang, kegiatan

menyusui,efektif dan ekonomis. Di dalam keluargalah kali pertama anak-

anakmendapat pengalaman dini langsung yang akan digunakan sebagai

bekalhidupnya dikemudian hari melalui latihan fisik, sosial, mental, emosionaldan

spritual. Karena anak ketika baru lahir tidak memiliki tata cara dankebiasaan

(budaya) yang begitu saja terjadi sendiri secara turun temurundari satu generasi ke

generasi lain, oleh karena itu harus dikondisikan kedalam suatu hubungan

kebergantungan antara anak dengan agen lain (orang tua dan anggota keluarga lain)

dan lingkungan yang mendukungnyabaik dalam keluarga atau lingkungan yang lebih

luas (masyarakat), selainfaktor genetik berperanan pula (Zanden, 1986).

Bagi seorang anak manusia, keluarga inti adalah tempat sosialisasi pertama

bagi dirinya, yang terjalin melalui kasih sayang dan pola asuh. Di setiap kebudayaan,

tentu akan ditemui pola pengasuhan dalam keluarga yang berbeda pula. Seperti

Universitas Sumatera Utara

Page 34: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

halnya di dalam kebudayaan, di mulai dari keluarga, terdapat sebuah tata cara

mendidik seorang anak yakni pendidikan karakter, pembentukan moral dan etika,

yang keseluruhan itu terbingkai pada falsafah hidup masyarakat Jawa. Oleh sebab

itu, keluarga inti bagi masyarakat Jawa merupakan kesatuan keluarga yang paling

penting (Geertz, 1983). Hildred Geertz (1983:7) memberikan suatu gambaran ideal

keluarga sebagai berikut : bagi setiap orang Jawa, keluarga yang terdiri dari orang

tua, anak-anak, dan biasanya suami atau istri merupakan orang-orang terpenting di

dunia ini. Mereka itulah yang memberikan kepadanya kesejahteraan emosional serta

titik keseimbangan dalam orientasi sosial. Mereka memberi bimbingan moral,

membantunya dari masa kanak-kanak menempuh usia tua dengan mempelajari nilai-

nilai budaya Jawa.

Secara ideal, pembagian peran dalam sebuah keluarga meliputi keberadaan

ayah menjadi seseorang yang bekerja untuk mencari sumber penghidupan sedangkan

pola pengasuhan akan lebih banyak dijalankan oleh seorang ibu. Untuk itulah posisi

ibu memiliki andil besar dalam proses pembentukan karakter anak, dan pemberian

makna di dalam keluarga. Seorang ibu menjadi sosok pusat bagi sebuah keluarga,

dalam segi sosial dan ekonomi, rumah tangga. Sejatinya, pola asuh terbagi atas

beberapa fase pertumbuhan anak manusia. Pertama adalah fase anak-anak. Usia

tersebut dimulai umur bayi hingga berumur 5 tahun. Disini peranan emosional,

keterikatan lahiriah dan batiniah antara anak dan ibu sangat menentukan.

Pada gilirannya ibu diharuskan mendidik anak dimulai dari anak mulai belajar

berbicara, bermain dan mengenal orang dewasa di sekitarnya. Segala sikap perilaku,

ucapan harus sudah diperhatikan. Awalnya anak akan mengaplikasikannya di

lingkungan keluarga terdekat. Sebagai misal dalam berbahasa. Kepada orang yang

Universitas Sumatera Utara

Page 35: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

lebih tua, anak belajar berbahasa krama. Anak juga belajar sopan santunpada konteks

sederhana sebagai misal tata cara makan, menggunakan baju, maupun bersikap.

Ketika beranjak remaja, cara pola asuh anak mulai mengalami proses pemberian nilai

dan makna akan kebudayaan Jawa itu sendiri atau nilai Kejawen. Remaja yang sudah

baligh, yakni ditandai dengan sudah mens atau di khitan. Mereka dianggap sudah

dewasa dan mampu membedakan hal yang baik dan buruk.Sebagai misal ibu saya

selalu dengan nasehat, petuah dan cerewet kepada anak-anak perempuannya untuk

selalu menjaga sikap, membawa diri dan kepribadian. Harus mengasah kepekaan

dalam bersikap, yang dikodratkan untuk cekatan dalam urusan dapur-pekerjaan

rumah tangga ataupun pendidikan.

Para orang tua Jawa selalu berpesan mengenai persoalan tersebut nantinya akan

terkait dalam urusan jodoh/pernikahan. Adapun pandangan hidup Jawa seperti

halnya nasehat berupa pernyataan yang menyangkut kehidupan seperti “urip iku

sawang-sinawang, ngundhuh woh ing laku” (hidup itu tentang melihat dan di lihat,

bertanggung jawab) dan sebagainya. Biasanya kalimat ini kita peroleh dari orang tua,

atau orang sepuh dari keluarga kita. Di dalam konsep batin orang jawa, memegang

teguh dua prinsip penting, yakni tatakrama hormat dan kerukunan. Pada sikap

hormat, merupakan unsur psikologis dalam menciptakan unggah-ungguh sosial.

Hormat kepada orang yang lebih tua, sebagai misal kepada orang tua, dosen, pakde,

bude dsb. Sikap hormat tersebut terbagi lagi dalam konsep khas Jawa, yakni wedi,

isin dan sungkan. Pada fase pertumbuhan anak hingga menuju dewasa, seseorang

akan mulai mengenal konsep ini.

Selain hal tersebut diperoleh dari lingkungan keluarga, pun dalam masyarakat.

Anak akan terbiasa bagaimana ia harus belajar menempatkan diri sebagai seorang

Universitas Sumatera Utara

Page 36: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Jawa, yang memahami dan mengerti akan toto kromo, dalam ketiga konteks diatas.

Menurut saya, ketiga konsep tersebut sangat lumrah ditemui dalam kehidupan sehari-

hari. Wedi diartikan langsung sebagai takut. Isin berarti malu, sebagai misal sudah

dewasa, sudah mahasiswa, tapi masih bersikap seperti anak kecil, maka timbullah

konsep malu (isin) ini. Sungkan, untuk konsep ini saya juga merasa cukup sulit

mengerti dan memahaminya. Sering sekali orang merasa sungkan entah karena kata

ini juga dekat dengan maksud malu-malu. Akan tetapi dalam anggapan saya,

sungkan itu mungkin seperti malu untuk ke dalam diri kita sendiri. Sebagai misal kita

pernah merasa sungkan terhadap orang lain, biasanya kepada orang yang lebih tua,

lebih senior berada di luar lingkungan keluarga kita sebagai bentuk hormat. Konsep

diatas sangat erat kaitannya dengan tata krama, atau sopan santun adalah suatu tata

cara atau aturan turun temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat

yang bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan akrab

saling pengertian dan hormat menghormati menurut adat yang ditentukan. Sangat

penting untuk diajarkan kepada anak karena akan membawa nama baik keluarga

(Pembinaan budaya dalam lingkungan keluarga DIY, Depdikbud 1995).

Disini tidak hanya monopoli peran ibu saja dalam pola pengasuhan anak, akan

tetapi juga seluruh keluarga, yakni ayah, kakek, nenek, meliputi saudara dan

sebagainya. Oleh karena itu, sosok formal keluarga sebagai simbol moralitas akan

tampak dalam sosok bapak karena posisi pemimpin adalah laki-laki, sedangkan ibu

menjadi simbol moralitas secara spiritual. Dengan demikian, secara formal sosok

bapak akan mendapatkan posisi yang dipercaya, dihormati, dan diteladani, namun

secara spiritual sosok yang dipercaya, dan dihormati adalah sosok ibu. (Handayani,

2004). Segala pembelajaran yang diperoleh anak atas asuhan orang tua menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 37: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

pedoman, menjadi nilai yang akan diterapkan keapada masyarakat hingga ia dewasa,

senada dengan pendapat Hildred Geertz (1992:53) mengatakan bahwa orang tua

merupakan pengatur norma-norma masyarakat kepada anaknya. Pada gilirannya pola

pengasuhan anak sangat ditentukan oleh keluarga. keluarga yang secara ideal, setiap

anggota keluarganya membagi fungsi dan peranannya masing-masing. Apabila

peranan diantara keluarga tersebut terjadi perubahan atau pergeseran peran,

dimungkinkan terjadi ketidakselarasan dalam pertumbuhan seorang anak. Di dalam

keluarga luas maupuninti, nantinya nilai budaya Jawa akan bertumbuh melalui cara

mendidik, cara memberi nasehat, dan sebagainya.

Hildred Geertz juga menjelaskan bahwa ada duakaidah yang paling

menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa, yang diperoleh dari proses

belajarnya di lingkungan keluarga yaitu melaluipola asuh orang tua Jawa kepada

anaknya. Kaidah yang pertama mengatakan, bahwa dalam setiap situasi manusia

hendaknya bersikapsedemikian rupa hingga tidak sampai menimbulkan konflik.

Kaidah keduamenuntut agar manusia dalam cara berbicara dan membawa diri

selalumenunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat

dankedudukannya. Kaidah pertama disebut dengan prinsip kerukunan, kaidahkedua

sebagai prinsip hormat.Kedua prinsip itu merupakan kerangka normatif yang

menentukanbentuk-bentuk konkret semua interaksi. Tuntutan dua prinsip itu

selaludisadari oleh orang Jawa: sebagai anak ia telah membiarkannya dan iasadar

bahwa masyarakat mengharapkan agar kelakuannya selalau sesuaidengan dua prinsip

itu (Suseno, 2001: 38). Adapun penjelasan mengenaikedua prinsip tersebut sebagai

berikut:

1) Prinsip Kerukunan

Universitas Sumatera Utara

Page 38: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Prinsip kerukunan bertujuan untu mempertahankan masyarakatdalam

keadaan yang harmonis. Keadaan semacam ini disebut rukun.Rukun berarti “berada

dalam keadaan selaras”, “tenang dan tentram”,“tanpa perselisihan dan pertentangan”,

“bersatu dalam maksud untuksaling membantu”.

Keadaan rukun terdapat di mana semua pihak berada dalamkeadaan damai

satu sama lain. Suka bekerja sama, saling menerima,dalam suasana tenang dan

sepakat. Rukun adalah keadaan ideal yangdiharapkan dan dipertahankan dalam

semua hubungan sosial, dalamkeluarga, dalam rukun tetangga, di desa, dalam setiap

pengelompokan tetap. Suasana seluruh masyarakat seharusnya

bernafaskan kerukunan(Suseno, 1992: 39).Perilaku untuk selalu bersikap rukun ini

diperoleh masyarakatJawa melalui proses sosialisasi yang panjang dari dia kecil

sampaidewasa, yaitu melalui pola pengasuhan orang tua Jawa kepadaanaknya. Pada

lingkungan keluarga inilah terjadi pewarisan nilaibudaya masyarakat kepada

anak.Anak dalam lingkungan keluarga Jawa selalu ditertibkan secarasosial. Dalam

penertiban sosial anak Jawa dapat dibedakan dua tahap.Tahap pertama berlangsung

kurang lebih sampai anak berumur 5 tahundan ditandai oleh kesatuan yang akrab

dengan keluarga, tanpa adanyaketegangan-ketegangan apa-apa. Selama waktu ini

anak menjadi pusat perhatian dan kasih sayang lingkungannya. Anak selalu berada

dalam kontak fisik dengan ibunya, atau dengan ayahnya, kakaknya,neneknya, dan

seterusnya.Dalam tahap penertiban sosial yang perlu tercapai melalui duacara.

Pertama, sikap-sikap kelakuan yang terpenting dilatihkan padaanak melalui ulangan-

ulangan halus terus menerus.

Begitu misalnyaagar anak belajar bahwa menerima atau memberikan

sesuatu harusdengan tangan kanan dan bukan dengan tangan kiri, maka ibu

Universitas Sumatera Utara

Page 39: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

tidakjemu-jemu mendorong tangan kiri kembali dengan halus dan menariktangan

kanan. Anak kecil terus dihujani dengan segala macamperingatan yang diberikan

dengan tenang, seperti aja rame-rame, matur suwun, mbah, dan seterusnya. Apabila

anak kecil melakukansesuatu yang tidak dapat dibiarkan, maka ia dihentikan dengan

tenang,tanpa reaksi emosional apa-apa pada ibu. Pendidikan kebersihan terjaditanpa

ada ketegangan-ketegangan.Sedangkan ciri kedua pendidikan dalam keluarga Jawa,

anakdituntut untuk taat tidak melalui ancaman hukuman atau teguran olehibu,

melainkan melalui ancaman bahwa sesuatu kekuatan di luarkeluarga, seperti roh-roh

jahat, anjing dan orang asing, akanmengancam anak kalau tidak berlaku baik.

Dengan demikian, anakmengalami keluarganya sebagai sumber dan tumpuan kokoh

keamananpsikis dan fisik.

Tahap kedua penertiban sosial anak mulai sesudah anakmelewati umur 5 tahun.

Pada tahap ini ayah mulai mengubahperananannya: dari seorang sahabat akrab, anak

semakin menjadiorang yang jauh dan asing yang oleh ibu dimasukkan ke

dalamlingkungan dunia luar yang berbahaya, terhadapnya anak harus merasatakut

dan menunjukkan hormat. Anak semakin diharapakan bisamembawa diri secara

beradab. Anak harus mempelajari segala unsurtata karma yang diharapkan dari

seorang Jawa dewasa. Penertibananak sekarang tidak lagi melalui ancaman langsung

dengan bahaya-bahaya dari luar, melainkan lebih-lebih melalaui petunjuk-

petunjukmengenai reaksi orang-orang lain.

2) Prinsip Hormat

Kaidah kedua yang memainkan perananan besar dalammengatur pola intraksi

dalam masyarakat Jawa ialah prinsip hormat.Prinsip itu mengatakan bahwa setiap

orang dalam cara berbicara danmembawa diri selalu menunjukkan sikap hormat

Universitas Sumatera Utara

Page 40: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

terhadap orang lain,sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Prinsip hormat

berdasarkanpendapat, bahwa semua hubungan dalam masyarakat teratur

secarahirarkis, bahwa keteraturan hirarkis itu bernilai pada dirinya sendiridan oleh

karena itu orang wajib untuk mempertahankannya dan untukmembawa diri sesuai

dengannya.

Kefasihan dalam menggunakan sikap-sikap hormat yang tepatdikembangkan

pada orang Jawa sejak kecil melalui pendidikan dalamkeluarga. Sebagaimana

diuraikan oleh HIldred Geertz, pendidikan itutercapai melalui tiga perasaan yang

terpelajari oleh anak Jawa dalamsituasi-situasi yang menuntut sikap hormat,

yaitu wedi, isin dansungkan. Wedi berarti takut, baik sebagai reaksi terhadap

ancamanfisik maupun sebagai rasa takut terhadap akibat kurang enak

suatutindakan.Pertama-tama anak belajar untuk merasa wedi terhadap orangyang

harus dihormati. Anak dipuji apabila bersikap wedi terhadaporang yang lebih tua dan

terhadap orang asing.

Bentuk-bentuk pertamakelakuan halus dan sopan dididik pada anak dengan

menyindir padasegala macam bahaya mengerikan dari pihak-pihak asing dan

kekuatan-kekuatan di luar keluarga yang akan mengancamnya. Tidaklama kemudian

mulailah pendidikan untuk merasa isin.Isin berarti malu. Juga berarti dalam arti

malu-malu, merasabersalah dan sebagainya. Belajar untuk merasa malu (ngerti

isin)adalah langkah pertama kea rah kepribadian Jawa yang matang.Sebaliknya

penilaian ora ngerti isin, ia tidak tahu malu, merupakansuatu kritik yang amat tajam.

Rasa isin dikembangkan pada anakdengan membuat dia malu dihadapan tetangga,

tamu, dan sebagainya,apabila ia akan melakukan sesuatu yang pantas ditegur.

Sebagai akibatmaka anak-anak sering kelihatan amat malu-malu kalau ada

Universitas Sumatera Utara

Page 41: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

tamu,seakan-akan mereka dibanjiri oleh suatu perasaan malu total, sehinggamereka

sama sekali tidak bisa disapa, bahkan oleh ibu mereka sendiri.Isin dan sikap hormat

merupakan suatu kesatuan.

Orang Jawamerasa isin apabila ia tidak dapat menunjukkan sikap hormat

yangtepat terhadap orang yang pantas dihormati. Perasaan isin dapatmuncul dalam

semua situasi sosial.Apabila anak sudah kurang lebih berumur lima tahun maka

iasudah mengerti konteks-konteks mana yang harus membuat dia merasaisin.

Semakin ia menjadi dewasa dan semakin dia menguasai tatakramakesopanan,

semakin ia diakui sebagai anggota masyarakat Jawa penuh.Selama tahun-tahun ini

orang Jawa belajar merasa sungkan.Sungkan itu perasaan yang dekat dengan

perasaan isin, tetapi berbedadengan cara seorang anak merasa malu terhadap orang

asing. Sungkan adalah malu dalam arti yang lebih positif. Berbeda dengan

rasa isin,perasaan sungkan bukanlah suatu rasa yang hendaknya

dicegah.Sungkan adalah perasaan malu positif yang dirasakan saat berhadapan

dengan atasan.Wedi, isin dan sungkan merupakansuatukesinambungan perasaan-

perasaan yang mempunyai fungsi sosialuntuk memberi dukungan psikologis

terhadap tuntutan-tuntutan prinsiphormat.

Namun pada sebagian masyarakat Jawa, terutama yang berprofesi sebagai

buruh bangunan, masalah ekonomi menjadi kendala yang penting dalam hidup

mereka. Masalah keadaan ekonomi mampu mempengaruhi hubungan antara orang

tua dan anak. Dengan kata lain, pola asuh adalah hal yang dapat di pengaruhi oleh

nilai-nilai dasar kehidupan manusia seperti yang di sebutkan oleh Kluckhohn.

Menurut Kluckhohn yang dikutip oleh Koentjaraningrat ada lima masalah dasar

dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan nilai budaya, yakni masalah yang

Universitas Sumatera Utara

Page 42: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

berkenaan dengan hakekat hidup, karya, waktu, alam dan hubungan antara manusia

(Koentjaraningrat, 1981:28) . Ini artinya, wujud kebudayaan suatu masyarakat yang

merupakan hasil dari tanggapan aktif terhadap lingkungan dalam arti luas tidak lepas

dari pendukungnya didalam memandang hidup, waktu, karya, alam dan hubungan

antar sesamanya. Pandangan inilah yang pada gilirannya mewarnai etos kerja dari

suatu masyarakat. Dalam masyarakat Jawa, lima nilai dasar dari Kluckhon ini di

pahami sebagai apa yang di sebut dengan falsafah orang Jawa. Dalam berfilosofi,

orang Jawa seringkali menggunakan unen-unen untuk menata hidup manusia.

Berikut beberapa dari sekian banyak falsafah yang menjadi pedoman hidup

orang Jawa.Urip Iku Urup yaitu hidup itu nyala, hidupitu hendaknya memberi

manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan

tentu akan lebih baik. Memayu Hayuning Bawana, yaitu manusia hidup di dunia

harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta

memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.Sura Dira Jaya Jayaningrat,

Lebur Dening Pangastuti, yaitu segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya

bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.Ngluruk Tanpa Bala,

Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha, yaitu berjuang

tanpa perlu membawa massa. Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan.

Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan,kekayaan atau keturunan.

Kaya tanpa didasari kebendaan.Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun

Kelangan, yaitu jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri. Jangan

sedih manakala kehilangan sesuatu.Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja

Aleman , yaitu jangan mudah terheran-heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah

terkejut-kejut, jangan mudah ngambeg, jangan manja. Aja Ketungkul Marang

Universitas Sumatera Utara

Page 43: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman, yaitu, janganlah terobsesi atau

terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan

duniawi.Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilakta, yaitu jangan

merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak

celaka.Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo, yaitu jangan

tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar

tidak kendor niat dan kendor semangat.Aja Adigang, Adigung, Adiguna, yaitu jangan

sok kuasa, sok besar, sok sakti (sumber: sabdalangit.wordpress.com).

1.2.3. Nilai Anak

Nilai mempunyai banyak pemaknaan dilihat dari berbagai aspek. Dari segi

sosial, nilai adalah kualitas dari suatu objek yang menyebabkan objek tersebut

diinginkan dan dijunjung tinggi serta dianggap penting atau berharga sedangkan dari

segi ekonomi, nilai berwujud dalam nilai tukar (harga) dan nilai guna (utilitas)

(Surachman 2011). Nilai mempunyai ciri yang bermacam-macam yakni dilihat dari

posisinya adalah nilai absolut, nilai normatif, dan nilai relatif, dilihat dari orientasi

nilai yaitu nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik, serta jika dilihat dari cakupan nilai

terdiri dari nilai umum dan nilai khusus (Guharjda1992). Nilai absolut merupakan

nilai yang tertanam kuat dalam diri seseorang yang memiliki kecenderungan tidak

dapat berubah karena faktor lingkungan. Nilai normatif merupakan acuan-acuan

tertentu yang digunakan oleh kelompok sosial tertentu. Nilai relatif merupakan nilai

yang dianut oleh seseorang dan berbeda bagi individu maupun kelompok tergantung

dari keadaan dan lingkungan tempat tinggal (Deacon & Firebaugh 1981).

Nilai anak menurut Siregar (2003) terbagi menjadi dua yaitu nilai positif

(kepuasan, kebaikan, dan keuntungan). Menurut Suckow dan Klaus (2002), nilai

Universitas Sumatera Utara

Page 44: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

anak terdiri dari tiga dimensi yaitu nilai psikologis-emosional anak, nilai ekonomi-

utilitarian anak, dan nilai sosial-normatif anak. Senada dengan pernyataan Suckow

dan Klaus (2002), Hoffman dan Hoffman (1973) dalam Santrock (2007), nilai anak

adalah harapan orang tua terhadap anak yang terdiri dari nilai psikologi (anak

sebagai sumber kepuasan), nilai sosial (anak sebagai pencegah perceraian dan

meningkatkan status sosial keluarga), dan anak sebagai nilai ekonomi yaitu sebagai

investasi jangka panjang untuk meningkatkan ekonomi keluarga di masa yang akan

datang.

Nilai anak bagi orang tua dalam suatu keluarga melebihi nilai harta

kekayaan (Wulandari 2009).Sheykhi (2009) berpendapat bahwa nilai anak terbagi

menjadi dua yakni nilai positif anak dan nilai negatif anak.Nilai positif adalah nilai

atau aspek dari kebahagiaan yang terdiri dari lima dimensi yaitu keuntungan

ekonomi dan sosial serta keamanan, keuntungan emosional, pengembangan diri,

kohesi dan kontinuitas keluarga, dan identifikasi anak.Sementara itu, nilai negatif

anak dianggap sebagai aspek negatif dari mempunyai anak yang berdampak pada

ketidakbahagiaan keluarga, terdiri dari lima dimensi yaitu biaya ekonomi dan sosial,

biaya emosional, biaya kesempatan atau pembatasan permintaan fisik, dan biaya

keluarga.

Senada dengan pernyataan Sheykhi mengenai nilai positif, Wulandari

(2009) menyatakan nilai anak dalam tiga aspek penting yakni psikologi, ekonomi,

dan sosial.Segi psikologis, anak menjadi tempat orang tua mencurahkan kasih sayang

dan anak menjadi pertimbangan orang tua mengenai keputusan perceraian.Segi

ekonomi, anak merupakan harapan orang tua di masa datang dan tempat mewariskan

Universitas Sumatera Utara

Page 45: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

harta kekayaan.Selain itu, nilai anak dari segi sosial adalah kehadiran anak yang

dapat meningkatkan status orang tua di masyarakat.

Menurut Joshi dan Mac Clean (1997) dalam Putri (2006), nilai anak

merupakan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh anak.Hal ini terkait dengan persepsi nilai anak oleh orangtua

merupakan respon dalam memahami akan adanya anak yang berwujud pendapat-

pendapat sebagai pilihan untuk berorientasi pada suatu hal (Siregar2003).Becker

(1955) dalam Hernawati (2002) menyebutkan bahwa anak dipandang sebagai

sumberdaya yang sangat berharga dan tahan lama. Anak secara alami memiliki nilai

psikis dan materi.

Oleh karena itu, orang tua beranggapan bahwa anak merupakan nilai investasi

di masa depan. Dalam hal ini, orang tua beranggapan bahwa anak dapat memberikan

kebahagiaan dan merupakan jaminan di hari tua serta membantu perekonomian

keluarga.

1.2.4 Nilai Anak dalam Budaya jawa.

Keluarga jawa pada umumnya mulai mendidik anak-anaknya pada anak

tersebut belum lahir, yaitu dengan cara tidak langsung dari ibunya. Wujud

pendidikan itu pada umumnya melalui berbagai larangan atau keharusan yang harus

dijalankan oleh ibu yang sedang hamil tidak boleh makan-makanan sembarangan,

tidak boleh mengatakan kata-kata jelek, tidak boleh membunnuh binatang dan tidak

boleh marah. Karena keyakinan dalam budaya orang jawa perilaku ibu pada saat

mengandung akan turun pada anaknya sehingga para ibu yang sedang mengandung

sehati-hati mungkin dalam berbuat supaya anaknya juga mewarisi sifat dari ibunya.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Dalam falsafah orang jawa dikenal dengan istilah mendhem jero mikul

dhuwur, anak molah bapa kepradhah, yang berarti menimbun yang dalam dan

memikul yang tinggi, anak yang berbuat bapak yang bertanggung jawab. Sehingga

dalam falsafah hidup orang jawa harus mendidik anak supaya anak mempunyai

kepribadian yang baik seperti:

1. Menanamkan Nilai Religius, eling sangkan paraning dumadi.

Manusia Jawa berkeyakinan bahwa urip ana sing nguripake (hidup ada yang

menghidupkan) dan suatu saat akan kembali kepada yang menghidupkan,

yaitu Tuhan. Oleh karena manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali

kepada Tuhan, maka manusia harus bersiap untuk mempertanggungjawabkan

segala perbuatannya selama hidup. Nasihat eling sangkan paraning dumadi

menjadi pengingat agar manusia selalu menjaga sikap dan perbuatan di dunia

karena kelak akan diminta pertanggung jawabannya di hadapan Tuhan.

Sehingga dalam menjalani hidup manusia Jawa akan senantiasa golek dalan

padhang, berbuat lurus, tidak melakukan hal-hal yang dilarang Tuhan. Sikap-

sikap tersebut menunjukkan religiusitas masyarakat Jawa.

2. Urip samadya.

Dalam menjalani hidup, orang Jawa memegang prinsip urip samadya.

Dengan sikap samadya manusia akan dapat mengukur kemampuannya, tidak

memaksakan kehendak untuk meraih sesuatu yang tidak mungkin diraihnya.

Sikap hidup samadya menjauhkan seseorang dari perbuatan yang

menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang diinginkannya. Prinsip

hidup ini juga melahirkan sikap nrima ing pandum, menerima segala yang

Universitas Sumatera Utara

Page 47: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

diberikan Yang Maha Kuasa. Namun demikian, tidak berarti sikap hidup

samadya dan nrima ing pandum ini diisi dengan bermalas-malasan, tanpa mau

berusaha.

3. Memiliki watak rereh, ririh, dan ngati-ati.

Rereh, artinya sabar dan bisa mengekang diri. Ririh, artinya tidak

tergesa-gesa dalam bertindak, mempunyai pertimbangan matang untuk

sebuah tindakan dan keputusan. Ngati-ati, artinya berhati-hati dalam

bertindak (Budiono Herusatoto, 2000: 83). Dengan sikap rereh, ririh, dan

ngati-ati, berarti manusia dapat menguasai dirinya, menguasai nafsunya.

Manusia akan sempurna bila dapat menguasai nafsu. Sementara itu, orang

yang dikuasai nafsu akan berbahaya bagi orang-orang di sekitarnya. Dengan

sikap rereh, ririh, dan ngati-ati tentu akan dapat melahirkan penyelesaian

yang baik.

4. Menjauhkan diri dan membenci watak adigang, adigung, adiguna.

Watak adigang adalah watak sombong, karena mengandalkan

kekayaan dan pangkat. Watak adigung adalah watak sombong karena

mengandalkan kepandaian dan kepintaran, lantas meremehkan orang lain.

Watak adiguna adalah watak sombong karena mengandalkan keberanian dan

kepintaran berdebat (Budiono Herusatoto, 2000: 83). Sikap ini menjadikan

seseorang bersikap sapa sira sapa ingsun, yang merupakan gambaran sikap

sombong. Oleh karena itu, sikap-sikap ini harus dihindari. Seseorang justru

harus bersikap ramah dan menghargai sesama manusia. Jangan berlaku

seolah-olah menjadi manusia yang ”paling”.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

5. Aja dumeh

Kata yang singkat ini mengandung ajaran yang sangat luas. Kata ini

dapat diterapkan dalam berbagai sikap dan perbuatan, misalnya aja dumeh

pinter, aja dumeh kuasa, aja dumeh kuwat, dan sebagainya. Aja dumeh sangat

dekat dengan watak adigang, adigung, adiguna. Aja dumeh mengandung

maksud “jangan mentang-mentang”. Sikap hidup aja dumeh akan membawa

seseorang pada sikap rendah hati, sederhana, tidak merasa “paling”

dibandingkan dengan orang lain di sekitarnya.

6. Mawas diri.

Mawas diri adalah tindakan untuk melihat ke dalam diri sendiri,

mengukur nilai dan kemampuan diri. Dengan mawas diri seseorang akan

selalu berupaya melihat kekurangan diri sendiri. Sikap ini menjauhkan

seseorang dari sikap merasa paling benar, sehingga tumbuh rasa saling

menghargai sesama. Menyadari bahwa diri tidak sempurna akan membuat

seseorang menjadi tidak mudah mencela orang lain. Mawas diri menjauhkan

seseorang dari sikap sombong.

7. Tepa slira.

Tepa slira berarti tenggang rasa, tolerasi, menghargai orang lain,

nepakke awake dhewe. Apabila kita merasa senang dan bahagia jika orang

lain berperilaku baik kepada kita, maka hendaknya kita juga berusaha

bersikap baik terhadap orang lain (Heru Satoto, 2000:94). Tepa slira adalah

sikap individu untuk mengontrol pribadinya berdasarkan kesadaran diri.

(Franz Magnis Suseno, 2001: 61) Wujud sikap tepa slira adalah sikap

menjaga hubungan baik dengan sesama sebagai anggota masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Seseorang yang memiliki sikap tepa slira tidak akan mburu menange dhewe,

nggugu karepe dhewe, dan nuhoni benere dhewe. Bila sikap tepa slira ini bisa

dimiliki oleh setiap orang maka akan tercipta kerukunan dalam masyarakat

sehingga kehidupan akan lebih damai.

8. Unggah-ungguh.

Unggah-ungguh merupakan salah satu bentuk etika atau sikap

manusia Jawa dalam menempatkan diri ketika bergaul dengan sesamanya.

Seseorang yang memiliki dan memahami sikap unggah-ungguh akan

mengetahui bagaimana cara bergaul dan berperilaku dengan orang yang lebih

muda, sederajat, lebih tua, atau yang memiliki jabatan tertentu, bahkan dalam

situasi tertentu. Dengan menerapkan unggah-ungguh dalam bergaul maka

akan tercipta hubungan yang harmonis. Seseorang yang memiliki unggah-

ungguh akan dapat menempatkan diri dalam menjalin pergaulan dengan

orang lain sesuai dengan tempat dan situasinya, empan papan. Istilah lain

unggah-ungguh adalah suba sita.

9. Jujur.

Jujur merupakan karakter yang sifatnya universal. Masyarakat Jawa

pun menganggap sikap jujur sebagai etika yang harus dipegang teguh dan

dimiliki oleh setiap orang Jawa. Hal ini tercermin dalam ungkapan-ungkapan

Jawa seperti, jujur bakal mujur, artinya orang yang jujur akan mendapatkan

keberuntungan. Kebalikannya adalah goroh growah, yaitu orang yang

berbohong akan mendapat kerugian. Akhir-akhir ini, ungkapan jujur bakal

mujur sering diplesetkan menjadi jujur bakal ajur atau jujur bakal kojur. Hal

ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat dewasa

Universitas Sumatera Utara

Page 50: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

ini sering terjadi fenomena orang yang berperilaku jujur malah tidak

beruntung, sementara yang tidak jujur malah beruntung. Melihat kondisi ini

maka perlu dipahamkan bahwa keberuntungan yang didapatkan oleh orang

jujur sesungguhnya tidak serta merta dan tidak hanya bersifat fisik. Artinya

keberuntungan itu bisa jadi baru didapatkannya kelak dan hanya bisa

dirasakan oleh batin. Oleh karena itu, sikap jujur jangan sampai ditinggalkan

dan tetap yakin bahwa becik ketitik ala ketara, kebaikan akan terlihat dan

keburukanpun akan tampak nyata.

10. Rukun.

Hidup rukun selalu menjadi dambaan manusia yang hidup

bermasyarakat. Demikian pula pada masyarakat Jawa yang juga

mendambakan kehidupan yang selalu cinta damai. Cinta damai dapat

terwujud jika antarsesama anggota masyarakat tersebut dapat hidup rukun.

Sehingga dalam masyarakat Jawa terdapat ungkapan rukun agawe santosa,

yaitu bahwa hidup rukun sesama manusia akan membuat kehidupan menjadi

sentosa.

11. Kerja keras.

Manusia Jawa tidak boleh lalai untuk selalu berupaya mencukupi

kebutuhannya. Oleh karena itu manusia Jawa harus senantiasa bekerja keras

akan mampu hidup mandiri dan layak tanpa bergantung pada belas kasihan

orang lain. Sikap hidup semacam ini tercermin dalam ungkapan Jawa sapa

ubet, ngliwet yaitu siapa yang kreatif dalam berusaha mencari rezeki, maka

pasti akan mendapatkan hasilnya. Di samping itu, dalam bekerja manusia

Jawa juga berprinsip bahwa bekerja tidak melihat pada besar kecilnya hasil

Universitas Sumatera Utara

Page 51: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

yang harus diperoleh, tetapi lebih mementingkan apa yang harus dikerjakan.

Hasil menjadi perkara belakangan, sebagaimana ungkapan sepi ing pamrih,

rame ing gawe. Etos kerja ini sangat luar biasa karena menunjukkan semangat

pengabdian yang besar. Orang yang bekerja dengan semangat pengabdian ini

sangat diperlukan dalam membangun bangsa.

13. Tanggung jawab.

Tanggung jawab merupakan sikap yang juga harus dimiliki oleh

manusia Jawa. Sehingga dalam masyarakat Jawa ditemukan juga ungkapan

tinggal glanggang colong playu yang arti harfiahnya meninggalkan

gelanggang dan secara diam-diam melarikan diri. Ungkapan ini merupakan

sindiran bagi seseorang yang suka lepas tangan, cuci tangan dari tanggung

jawab yang seharusnya diembannya. Oleh karena itu, perilaku tinggal

glanggang colong playu harus dihindari karena merupakan perilaku negatif

dan jauh dari sikap ksatria sejati.

14. Rumangsa melu handarbeni, rumangsa wajib hangrungkebi.

Merasa ikut memiliki, merasa wajib membela. Sikap ini wajib dimiliki

oleh setiap orang agar keadaan dan situasi terjaga dengan baik. Dengan

merasa memiliki orang akan punya keinginan untuk menjaga dan

melestarikan serta membela sesuatu yang menjadi miliknya. Sikap ini sangat

tepat untuk ditanamkan kembali pada generasi ditengah-tengah keterpurukan

bangsa. Bila generasi muda memiliki sikap ini mereka akan berupaya untuk

turut berperan dalam memperbaiki kondisi bangsa dan tidak justru merusak

citra bangsa.

15. Memayu hayuning bawana.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Memayu berarti membuat selamat. Sedangkan bawana berarti bumi.

Memayu hayuning bawana merupakan sikap dan tindakan untuk menjaga

keselamatan dan kelestarian bumi. Sikap ini perlu ditanamkan pada semua

orang, termasuk generasi muda agar kerusakan bumi dapat dicegah sehingga

bumi tetap lestari. Bila bumi terjaga maka manusia juga terhindar dari

bencana, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan sebagainya. Memayu

hayuning bawana juga bisa diterjemahkan sebagai sikap dan tindakan

menjaga keselamatan bumi dari segi ketenteraman dan kedamaian. Jika

penghuni bumi ini saling bertengkar dan berperang maka bumi pun akan

rusak.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah bertujuan agar masalah yang ditulis tidak lari dari

permasalahan yang diteliti. Adanya pembatasan masalah berguna untuk membahas

permasalahan secara fokus dan ada kaitannya dengan latar belakang yang ditulis,

maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanapola asuh

orangtua keluarga kuli kasar dalam mengasuh anakdalam kehidupannya sehari-hari.

Dari rumusan masalah maka di dapat pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai

berikut :

1. Melihat cara orangtua pada keluarga kuli dalam mengasuh anak.

2. Melihat orangtua dalam keluarga kuli menjalankan fungsi keluarga.

1.4 Tujuan dan Maaat Penelitian

Tujuan penelitian berfungsi sebagai acuan penulis dan pembaca untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 53: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

menggali informasi dan menambah pengetahuan mengenai pola asuh keluarga kuli

kasar dalam mengasuh anak yang dilakukannya dalam sehar-hari. Dan sebagai

manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan dan terjawabnya

rumusan masalah secara akurat yaitu berupa hasil penelitian mengenai hubungan

komunikasi antara orangtua dan anak dalam keluarga serta mengetahui pengaruh

tingkat pendidikan dan ekonomi orangtua terhadap pola asuh pada anak dan memiliki

manfaat praktis berupa tulisan hasil penelitian yang digunakan sebagai bahan

evaluasi.

1.5 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah kualitatif dengan metode etnografi.

Dimana penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,

secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada

suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

ilmiah. Untuk memperoleh data penelitian yang dibutuhkan, peneliti menggunakan

beberapa teknik pengumpulan data.

1.5.1 Teknik Observasi

Pengamatan (observasi) adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu

gejala (tingkah laku ataupun peristiwa) dengan cara mengamati. Peneliti akan

melakukan teknik observasi guna memperoleh gambaran penuh tentang segala

tindakan, percakapan, tingkah laku, dan semua hal yang akan ditangkap oleh

panca indera terhadap apa yang dilakukan masyarakat yang diteliti

Universitas Sumatera Utara

Page 54: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

dilapangan.Proses pengamatan dilakukan dengan mengamati ruang dan tempat,

pelaku-pelaku yang terlibat, waktu, peristiwa serta aktivitas yang dilakukan

keluarga buruh kasar bangunan.

Melalui observasi, maka peneliti mampu memahami permasalahan yang

akan diteliti secara lebih mendalam. Dalam penelitian yang dilakukan ini,

peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi. Dalam melakukan observasi

partisipasi ini, peneliti mengamati sesuatu gejala dalam kedudukannya sebagai

orang yang terlibat dalam kegiatan dari masyarakat yang diteliti. Seperti yang

peneliti lakukan dalam mengamati kehidupan sehari-hari keluarga kuli kasar

bangunan yang peneliti pilih, mulai dari bangun pagi, memasak hingga malam

hari sebelum istrahat. Peneliti juga sesekali turut berpartisipasi membantu

kegiatan-kegiatan para keluarga kuli kasar bangunan, antara lain membantu

istri buruh kasar bangunan membersihkan rumah, ikut bekerja dengan para

buruh bangunan, ikut bermain dengan anak-anak keluarga kli kasar bangunan,

dan juga kegiatan-kegiatan lainnya.

1.5.2. Teknik Wawancara

Teknik lain yang akan digunakan peneliti dalam mengumpulkan data

yaitu teknik wawancara. Wawancara adalah suatu percakapan yang mewakili

pertanyaan yang sudah terstruktur dan dengan maksud tertentu. Wawancara

yang akan dilakukan yaitu teknik wawancara mendalam. Wawancara

Universitas Sumatera Utara

Page 55: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

mendalam akan menggali informasi lebih mendalam, terbuka, tegas dan bebas

tetapi tetap dalam fokus pada apa yang akan diteliti.

Peneliti melakukan wawancara dengan para pekerja kuli kasar bangunan,

para istri-istri pekerja, anak-anak mereka dan orang-orang lain diluar keluarga

kuli kasar bangunan yang bertetangga dengan keluarga kuli kasar bangunan.

Peneliti juga turut mewawancarai para tokoh-tokoh masyarakat di lingkungan

tempat keluarga kuli kasar bangunan tinggal.

1.5.3. Pengembangan Rapport

Dalam melakukan observasi maupun wawancara, membangun rapport

sangat diperlukan dalam penelitian, agar tercipta hubungan yang baik dengan

informan sehingga data-data yang dihasilkan benar-benar sesuai fakta di

lapangan.

1.5.4. Teknik Dokumentasi

Melalui teknik dokumentasi ini, peneliti mengumpulkan data-data yang

diperlukan dengan cara pengambilan gambar melalui bantuan alat visual seperti

kamera handphone.

1.5.5. Informan

Bentuk penelitian ini adalah menggambarkan dan mendeskripsikan tujuan

masalah yang ingin diteliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode ini

juga menggambarkan secara terperinci tentang individu yang menjadi objek

penelitian. Mengenai Informan dalam penelitian ini, penulis mengkategorikan dari

Universitas Sumatera Utara

Page 56: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

informan pangkal, informan pokok/kunci, dan informan biasa. Yang dimaksud

dengan ketiganya yaitu:

1. Informan pangkal adalah ibu S istri seorang kuli kasar bangunan

selama 20 tahun.

2. Informan pokok/kunci adalah 4 orang pasangan suami istri yang

suaminya bekerja sebagai buruh bangunan dan istrinya bekerja

sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

3. Informan biasa adalah keluarga dekat dan tetangga sekitar yang

mengetahui keadaan informan pangkal dan informan pokok/kunci.

Dalam pemilihan informan terdapat beberapa alasan yaitu, penulis memilih

informan karena beberapa keluarga memiliki jarak rumah yang tidak terlalu jauh

dengan penulis, sehingga dapat di jangkau. Penulis memahami beberapa informan

tidak terlalu sibuk dalam pekerjaan dan aktifitas masing-masing sehingga dipastikan

tidak mengganggu selama proses penelitian berlangsung, selain itu juga penulis

mengikutsertakan anak dari orangtua tersebut sebagai informan karena beberapa dari

anak beliau tersebut adalah teman penulis. Kemudian pada tinjauan pustaka penulis

menyinggung mengenai usia, disini penulis sangat terdukung karena beberapa anak

kandung dari masing-masing orangtua tersebut memiliki usia yang berbeda-beda,

sehingga penulis dapat menggali informasi yang berbeda-beda mengenai pola

pengasuhan sesuai usia informan.

1.6 Analisa Data

Dalam analisis data penulis menentukan teknik analisis data berupa observasi

dan wawancara yang sesuai dengan proposal penelitian, mengembangkan bentuk

Universitas Sumatera Utara

Page 57: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

sajian data dengan mendeskripsikan mengenai pola asuh anak dalam keluarga kuli

kasar bangunan yang didalamnya dibahas tentang bagaimana hubungan komunikasi

antara orangtua dan anak dan pengaruh tingkat pendidikan, ekonomi orangtua dalam

pengasuhan. Selanjutnya melakukan penyaringan berupa menuliskan hasil temuan

informasi yang sesuai permasalahan guna pemantapan data, kemudian data hasil

penelitian disimpulkan. Dalam tahap ini analisis data adalah membuat kesimpulan

akhir sebagai temuan penelitian yaitu hubungan komunikasi antara orangtua

dalammengasuh anak dan menggambarkanperubahan peran didalam keluarga

masing-masing informan.

1.7 Pengalaman Penelitian

Penelitian ini penulis mulai pertengahan bulan Maret sampai awal bulan Mei

di Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Pada saat

penulis bimbingan proposal dengan dosen pembimbing yaitu Ibu Nita Savitri,

penulis memberitahukan bahwa cukup rumit sekali untuk menentukan judul yang

sesuai dengan yang penulis dan Pak Fikarwin Zuska diskusikan selaku Ketua

Jurusan, pada saat itu judul skripsi yang penulis ajukan “Pola Asuh pada Keluarga

Kuli Kasar Bangunan Masyarakat Jawa”. Dan pada akhirnya setelah beberapa kali

bimbingan akhirnya judul inipun di acc oleh bapak Fikarwin Zuska.

Setelah proposal penelitian penulis di acc oleh jurusan dan mendapatkan surat

izin ke lapangan, penulis tidak langsung melakukan penelitian. Hal ini dikarenakan

adanya kegiatan “Warkop Antro”, penulis turut andil di dalam kegiatan tersebut

sebagai kordinator Acara.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Pada awalnya, penulis merasakan kegugupan yang teramat sangatMeskipun

penulis telah mengenal baik beberapa keluarga kuli kasar bangunan yang memang

sudah sejak lama berjiran tetangga dengan penulis.

Sebagian dari keluarga kuli tersebut penulis mintai kesediaannya untuk

membantu penulis melakukan penelitian. Awalnya mereka takut dan enggan untuk di

wawancarai, mereka takut bahwa mereka akan di nilai “buruk/jelek” oleh penulis,

mereka adalah Ibu Sumi dan suaminya. Lalu penulis sedikit menjelaskan tentang

perspektif Antropologi yang memandang sesuatu secara Emik (memandang sesuatu

dari “kacamata” mereka sendiri) untuk membuat informan percaya kepada penulis.

Setelah mereka mengetahui hal tersebut lalu mereka antusias untuk

membantu penulis untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan ini.Akan tetapi hal

tersebut diatas berbeda dengan yang penulis temukan pada anak mereka yang

bernama Topan, tanpa ada rasa curiga ia langsung antusias saja dengan penelitian

penulis, bahkan ia bertanya, “kapan mau kerumah (rumah keluarga ibu Sumi)?”.

Yang penulis rasakan, ia amat senang kegiatannya diabadikan dalam tugas seperti

ini. Hal serupa juga ditunjukkan oleh Ibu Prihatin, ia tidak ada rasa keberatan untuk

dijadikan informan oleh penulis.

Beberapa waktu kemudian saya mewawancarai para informan ketika mereka

sedang berada di tempat kerja. Namun, penulis tidak memiliki banyak waktu untuk

mewawancarai informan sebab penulis takut menggangu pekerjaan para informan.

Jadi penulis hanya mengumpulkan sedikit data ketika mereka bekerja.

Keesokan harinya, penulis memilih untuk datang kerumah parakeluarga kuli

bangunan tersebut. Pada kesempatan ini penulis lebih banyak mengamati aktivitas

Universitas Sumatera Utara

Page 59: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

para istri dan anak dari kuli kasar bangunan tersebut. Mereka cukup ramah kepada

penulis dan bertanya tentang keperluan penulis, mereka merasa senang dengan

kedatangan penulis karena penulis dianggap sebagai teman mereka untuk mengobrol

dalam sambil melakukan kegiatan rumahan..

Pada hari tersebut, data yang penulis dapatkan lumayan banyak dikarenakan

para istri dari kuli bangunan sedang berada dirumah dan anak-anak mereka sudah

pulang dari sekolahnya. Mereka makan siang ketika penulis sedang berada di

rumahnya, namun mereka sangat baik karena mengajak penulis untuk ikut makan

bersama dengan mereka... Hal ini sering penulis lakukan dengan beberapa keluarga

seperti keluarga dariIbu Sumi, Ibu Ina, dan Ibu Prihatin.

Keesokan harinya, penulis memilih untuk datang kerumah para keluarga kuli

bangunan tersebut. Pada kesempatan ini penulis lebih banyak mewawancarai para

istri dan anak dari kuli kasar bangunan tersebut. Mereka cukup ramah kepada penulis

dan bertanya tentang keperluan penulis, mereka merasa senang dengan kedatangan

penulis karena penulis dianggap sebagai teman mereka untuk mengobrol dalam

sambil melakukan kegiatan rumahan.

Di hari berikutnya, penulis datang dengan berjalan kaki di karenakan sepeda

motor penulis sering di pakai untuk keperluan orangtua penulis sendiri. Penulis

melakukan hal ini agar dalam pengumpulan data penulis tidak sering mondar-mandir

dari riumah penulis ke rumah informan. Bagi penulis hal itu sangat menggangu,

apalagi ketika sedang melakukan sesi wawancara. Maka dari itu penulis memutuskan

untuk berjalan kaki agar tidak terjadi hal-hal yang dapat mengganggu penulis dalam

pencarian data lapangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2. 1 Letak Kabupaten Labuhan Batu

Kabupaten Labuhan Batu dengan Ibukota Rantau Prapat merupakan salah

satu kabupaten yang berada pada kawasan pantai timur Provinsi Sumatera Utara

yang terletak pada koordinat 1°41’- 2°44’ Lintang Utara dan 99°33’ - 100°22’ Bujur

Timur dengan ketinggian 0 - 700 meter diatas permukaan laut.

Kabupaten Labuhan Batu mempunyai kedudukan yang cukup strategis yaitu

berada pada jalur lintas timur Sumatera dan berada pada persimpangan menuju

Propinsi Sumatera Barat dan Riau, yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan

wilayah di Sumatera dan Jawa serta mempunyai akses yang memadai ke luar negeri

karena berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Kawasan Kabupaten Labuhanbatu

terdiri dari kawasan perkotaan, kawasan, kawasan pesisir/pantai dan kawasan

perbatasan/pedalaman.

Gambar 1. Peta Kabupaten Labuhanbatu

Sumber: http://bappeda. labuhanbatukab. go. id

Universitas Sumatera Utara

Page 61: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Tabel 1. Batas Wilayah Kabupaten Labuhanbatu

LUAS 256. 138 HA atau 2. 561,38 KM²

BATAS-BATAS:

Ut

ara

KabupatenLabuhanBatu Utara &SelatMalaka

Ti

mur

Provinsi Riau

Se

latan

KabupatenLabuhanBatu Selatan &Kabupaten Padang Lawas

Utara

Ba

rat

KabupatenLabuhanBatu Utara

Sumber: http://bappeda. labuhanbatukab. go. Id

2.2 Kependudukan

2. 2. 1 Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat digolongkan

secara garis besar menjadi tiga kategori, Usia muda/ belum produktif yaitu usia 0-

14 tahun, Usia remaja dan dewasa/ produktif yaitu usia 15-54 tahun, Usia tua/ tidak

produktif yaitu usia 55 tahun keatas. Jumlah penduduk kabupaten labuhanbatu

menurut umur dan jenis kelamin dari data monografi tahun 2014 tercatat 453. 630

jiwa.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kabupaten Labuhanbatu

Tahun 2014

Kelompok

Umur / Age Group

Penduduk / Population (Orang)

Laki-

laki / Male

Pere

mpuan /

Female

Ju

mlah /

Total

0 – 4 27. 890 27.

463

55.

353

5 – 9 26. 143 25.

041

51.

184

10 – 14 24. 137 23.

067

47.

204

15 – 19 23. 360 22.

307

45.

667

20 – 24 20. 678 19.

895

40.

573

25 – 29 19. 584 19.

002

38.

586

30 – 34 17. 855 17.

560

35.

415

35 – 39 15. 717 15.

496

31.

213

40 – 44 13. 622 13.

258

26.

880

45 – 49 11. 688 11.

825

23.

513

50 – 54 9. 832 9. 847 19.

679

Universitas Sumatera Utara

Page 63: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

55 – 59 7. 635 7. 286 14.

921

60 – 64 4. 785 4. 821 9.

606

65 – 69 2. 632 3. 009 5.

641

70 – 74 1. 750 2. 312 4.

062

75 + 1. 802 2. 331 4.

133

Labuhanb

atu 229. 110

224.

520

453

. 630

Sumber: http://labuhanbatukab. bps. go. id.

Dari keterangan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa penduduk kabupaten

labuhanbatu sebagian besar merupakan golongan usia remaja dan dewasa (usia

produktif), yaitu sebanyak 261. 526 jiwa, bila dibandingkan dengan usia muda yaitu

153. 741 jiwa dan golongan usia tua (usia non produktif), yaitu 38. 363 jiwa.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Tabel 3. Banyaknya Penduduk 15 Tahun ke Atas yang

BekerjaMenurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Tahun 2013

Kelompok

Umur / Age

Group

Penduduk / Population (Orang)

Laki-

laki / Male

Pere

mpuan /

Female

Ju

mlah /

Total

15 – 19 14. 416 1. 818

16.

234

20 – 24 12. 790 8. 312

21.

102

25 – 29 18. 459 6. 250

24.

709

30 – 34 16. 449

10.

839

27.

288

35 – 39 14. 507 6. 935

21.

442

40 – 44 13. 254 7. 220

20.

474

45 – 49 8. 714 5. 066

13.

780

50 – 54 10. 084 5. 162

15.

246

55 – 59 3. 882 778 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

660

60 + 7. 297 1. 332

8.

629

Labuhanb

atu

119. 852

53.

712

173

. 564

Sumber: http://labuhanbatukab. bps. go. id.

2. 2. 2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan sumber pendapatan bagi kehidupan manusia

dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Dalam memenuhi kebutuhan hidup

manusia memiliki pekerjaan sesuai dengan usia kemampuan yang dimiliki. Dengan

memiliki pekerjaan manusia akan memperoleh pendapatan yang dapat digunakan

memenuhi kebutuhan hidup.

Penduduk Kabupaten labuhanbatu mempunyai mata pencaharian yang sangat

beraneka ragam. Dalam hal itu sektor industri pengolahan masih merupakan

penyumbang terbesar dalam perekonoMn Labuhanbatu. Kontribusinya terhadap

PDRB pada tahun 2013 mencapai 43,79 persen. Sektor pertanian menjadi

penyumbang terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 19,78 persen. Penyumbang

terbesar ketiga adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi

sebesar 16,55 persen. Kemudian diikuti dengan sektor jasa-jasa sebesar 9,86 persen,

sektor pengangkutan dan komunikasi 4,21 persen, sektor bangunan 2,41 persen,

sektor pertambangan dan penggalian 1,64 persen, sektor keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan 1,41 persen, serta sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,36

Universitas Sumatera Utara

Page 66: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

persen.

Tabel 5. Jenis pekerjaan di kelurahan Aek Paing.

N

O

JENIS

PEKERJAAN

JUMLAH/

JIWA

PERSE

NTASE

1

.

PETANI 213 12.21%

2

.

WIRASWASTA 1045 59.91%

3

.

PEGAWAI

NEGERI SIPIL

81 4.64%

4

.

ABRI 18 1.03%

5

.

POLISI 13 0.74%

6

.

BANGUNAN 225 12.90%

7

.

KEBUN 100 5.73%

8

.

ANGKUTAN 49 2.84%

Jumlah 1744 100%

Sumber: Kantor kelurahan Aek Paing.

Penduduk kelurahan Aek Paing memiliki mata pencarian yang beragam,

seperti yang di tunjukan tabel 5. di atas. Ada yang berprofesi sebagai PNS, TNI,

POLRI, pedagang, Angkutan dan Wiraswasta. Menurut data yang di peroleh,

mayoritas penduduk kelurahan Aek Paing berprofesi sebagai Wiraswasta (Buruh

Bangunan), dengan menyumbangkan angka mencapai kurang lebih 1225 jiwa.

2. 2. 3 Sistem Komunikasi dan Transportasi

Universitas Sumatera Utara

Page 67: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Komunikasi dan transportasi sangat penting bagi kemajuan dan lancarnya

kegiatan penduduk di suatu daerah. Dengan adanya komunikasi yang baik akan

mempermudah pekerjaan manusia dan mengetahui segala informasi yang ada. Sarana

komunikasi yang ada di Kabupaten ini khususnya di kota rantauprapat telah cukup

baik antara lain : telepon, televisi, radio, surat kabar, antena parabola, dan internet.

Sarana komunikasi yang ada didukung pula dengan tersedianya sarana transportasi

yang cukup memadai dan memiliki posisi yang menguntungkan bagi perekonomian,

hal ini dikarenakan kota Rantauprapat yang merupakan ibukota Kabupaten

labuhanbatu terletak tidak jauh dari pusat kota, sehingga sebagian besar jalannya

merupakan jalur kendaraan darat.

2. 3 Pendidikan

Pendidikan merupakan alat yang penting bagi kehidupan manusia dalam

mengembangkan dirinya baik secara afektif, kognitif maupun psikomotor.

Pendidikan diperlukan dalam tercapainya suatu bangsa yang maju di berbagai bidang

kehidupan. Dengan adanya pendidikan masyarakat dapat meningkatkan kualitas

hidupnya serta ikut serta dalam pembangunan, baik dari segi sosial, intelektual,

mental dan spritual yang nantinya berpengaruh pada kualitas pembangunan. Oleh

karena itu, kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Tabel 6. Jumlah Fasilitas Pendidikan yang tersedia di Kabupaten

Labuhanbatu

Kecamata

n

JumlahSarana Pendidikan

Umum Agama

S

D

SLTP/

SMP

S

MA

S

MK

M

I

M

Ts

M

A

Bilah

Hulu

4

8

6 2 8 1

1

1

6

Pangkatan

2

8

4 1 1 - 4 1

Bilah

Barat

3

2

5 2 1 2 6 2

BilahHilir

3

0

7 2 - 4 9 4

Panai

Hulu

2

2

7 3 1 3 4 2

Panai

Tengah

3

4

6 2 - 6 4 2

PanaiHilir 3

1

8 1 1 8 8 4

Rantau

Selatan

2

2

5 3 8 5 4 2

Rantau

Utara

3

3

13 9 9 4 7 3

Universitas Sumatera Utara

Page 69: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Sumber: http://labuhanbatukab. bps. go. id.

Berdasarkan data dari badan pusat statistik Kabupaten labuhanbatu dapat

terlihat dari tabel diatas bahwa secara keseluruhan tingkat pendidikan di Kabupaten

labuhanbatu sangat beragam. Pada table tersebut, terlihat bahwa jenjang pendidikan

tertinggi yang di miliki kecamatan Rantau Utara adalah yang terbanyak, yaitu 13

sekolah untuk SMA/SLTA, 18 untuk SMP 27 sekolah. Namun hal ini tidak

menjamin pendidikan yang tinggi untuk anak keluarga kuli kasar bangunan yang ada

di kabupaten Labuhanbatu, kecamatan Rantau utara, khususnya kelurahan Aek

Paing. Di kelurahan Aek Paing, akses untuk kesekolah-sekolah ini tidak jauh dan

sarana yang ada pun tidak menghambat. Bahkan ada beberapa sekolah yang jaraknya

terbilang cukup dekat, yaitu sekitar 500 meter.

2. 4 Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan

Masyarakat di Kabupaten labuhanbatu khususnya di Kecamatan rantau utara

termasuk masyarakat yang heterogen dengan latar belakang pendidikan, agama, mata

pencaharian yang berbeda-beda, namun dalam pola kehidupan sehari-hari

masyarakat begitu menjaga keselarasan hidup bersama dengan saling menghargai

dan menghormati satu dengan yang lain.

Sebagian besar masyarakat masih sangat melestarikan kebudayaan yang

masih melekat kuat, seperti gotong royong, kekeluargaan, dan acara-acara tradisi

yang dilakukan oleh warga masyarakat baik religius maupun tradisional. Pola

JUMLAH 2

80

61

2

5

2

9

3

3

5

7

2

6

Universitas Sumatera Utara

Page 70: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kehidupan yang bersifat kekeluargaan masih sangat terasa, hal ini dapat terjaga

karena masyarakat senantiasa menghargai satu sama lain. Selain itu apabila ada

tetangga yang memiliki hajatan pernikahan, penduduk di sekitar akan membantu

dengan sukarela. Seperti misalnya bapak-bapak bertugas mengatur perlengkapan dan

peralatan pernikahan, ibu-ibu bertugas mengatur konsumsi dan pemuda-pemudi akan

membantu dalam hal yang lainnya.

Semangat kerukunan dan kekeluargaan merupakan fondasi yang terus dijaga

dalam kehidupan bersama demi terciptanya keharmonisan dan keselarasan. Hal ini

kemudian diaplikasikan dalam bentuk organisasi masyarakat yang terus berjalan,

seperti perwiridan bapak-bapak pada malam-malam tertentu, serta pengajian ibu-ibu

pada sore hari yang dilaksanakan pada hari tertentu juga.

2. 4. 1 Bahasa

Kabupaten labuhanbatu terkhusus kota rantauprapat merupakan kota multi

etnis, yang dihuni oleh suku jawa, suku melayu, suku batak, suku mandailing, dan

suku tionghoa. Kemajemukan etnis menjadikan kota rantauprapat kaya akan

kebudayaan yang beragam. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat kota

rantauprapat tergantung dari suku mana mereka dilahirkan dan lingkungan tempat

tinggal. Contohnya ketika tinggal di daerah yang mayoritasnya bersuku mandailing

maka bahasa yang dominan adalah bahasa mandailing. Namun tentu tidak semua

orang di daerah tersebut bias bahasa Mandailing dan sudah pasti menggunakan

bahasa nasional kita yaitu bahasa Indonesia. Hal serupa juga terjadi di daerah dengan

mayoritas suku lainnya. Namun juga tidak sedikit masyarakat yang bias berbahasa

diluar dari sukunya dan memilih berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 71: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kawasan rantau utara sendiri misalnya yang secara jelas sistem kekeluargaan banyak

yang bersuku mandailing, maka bisa kita dengar sering kali berkomunikasi dengan

bahasa mandailing yang digunakan.

2. 5 Religi

Agama merupakan sesuatu yang pokok dalam kehidupan masyarakat, dimana

agama memberi ajaran mengatur mengenai tata cara beribadah dan tata kelakuan

yang dalam kehidupan bersama. Penduduk di Kabupaten labuhanbatu khususnya

kecamatan rantau utara memeluk agama yang berbeda-beda. Dari data sensus

penduduk tahun 2010 dapat dijelaskan bahwa mayoritas penduduk di Kabupaten

labuhanbatu beragama Islam sebanyak 344. 244 orang, sedangkan Kristen sebanyak

57. 921 orang, Katolik 48. 11 orang, Hindu sebanyak 53 orang, Budha sebanyak 6.

637 orang, Khong Hu Chu sebanyak 9 orang, dan terdapat 31 orang menganut

kepercayaan lainnya. Sebagian besar penduduk memeluk agama dan menjalankan

kaidah-kaidah sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Tabel 7. Jumlah Persentase Agama Yang di Anut Penduduk

Labuhanbatu

N

o

AGAMA JUMLAH/

ORANG

PERSE

NTASE

1

.

ISLAM 334.244 74.49%

2

.

KRISTEN 57.921 12.96%

3

.

KATOLIK 48.011 10.74%

4

.

HINDU 53 0.01%

5

.

BUDHA 6.637 1.49%

6

.

KHONG HU

CHU

9 0.002%

7

.

KEPERCAYAA

N LAIN

31 0.006%

JUMLAH TOTAL 446.906 100%

Sumber: http://labuhanbatukab. bps. go. id

2. 5. 1 Kesenian

Pada Era sebelum tahun 1960 sebenarnya telah lahir kesenian dari

masyarakat daerah Labuhanbatu, yaitu kesenian tertua yang di namakan “Dzikir”

yang diambil dari peninggalan syeik dan penyair-penyair yang pernah tinggal di

Labuhanbatu. Dzikir ini sendiri begitu membudaya, karena di setiap acara syukuran

yang dilakukan penduduk, sering di tampilkan kesenian Dzikir ini. Dari kesenian ini

pula melahirkan pemikiran-pemikiran dari pendiri Kesenian Sinandong Bilah, untuk

menciptakan suatu karya seni yang menyerupai kesenian Dzikir tersebut. Dengan

menyimak dan mendengarkan nada-nada yang di lantunkan pada kesenian Dzikir

Universitas Sumatera Utara

Page 73: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

tersebut, maka terciptalah nada-nada yang di ciptakan secara tanpa sengaja, yang

menjadi cikal bakal terciptanya Lagu Sinandong Bilah.

Peralatan Kesenian terdiri dari Gendang, piul (biola), Bangsi (sejenis suling

kecil), Gambang (sejenis gamelan yang terbuat dari kayu nibung), losung dagang

(sejenis lumpang yang terbuat dari kayu aloban) gong kecil, kicir (tamborin yang

terbuat dari kelapa kecil berbentuk bulat ).

Kesenian sinandong bilah ini adalah penyampaian syair atau pantun yang

digubah dengan menggunakan irama sendu atau mendayu dengan diiringi gesekan

biola, yang syairnya berisi pantun nasehat, pengalaman hidup, tuntunan bahkan kisah

yang menyelimuti terjadinya sinandong bilah tersebut.

Dalam masa perkembangan kesenian di Labuhanbatu, telah terbentuk tiga

kesenian di Labuhan batu yaitu :

1. Kesenian Dzikir

2. Kesenian Sinandong Bilah

3. Kesenian Bordah

Pada umumnya kesenian ini diadakan pada acara perkawinan, khitanan anak

atau pada acara peringatan hari besar termasuk Hari Kemerdekaan dan hari besar

lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

2.6 Kegiatan Anak Remaja di Kelurahan Aek Paing

Di kelurahan Aek paing, ada beberapa kegiatan yang dilakukan para remajanya

di sana. Dengan jumlah remaja yang cukup banyak, mnjadikan daerah ini tetap

terlihat ramai ketika sore ataupun malam hari. Beberapa kegiatan remaja i kelurahan

Aek paing adalah sebagai berikut :

1. Remaja Mesjid

Remaja mesjid di kelurahan ini di isi oleh paling banyak anak-anak

berumur sekitar 15-19 tahun, sedangkan sisanya adalah remaja berumur

20an keatas. Banyak hal yang dilakukan remaja Aek Paing dalam

kelompok remaja ini, seperti melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan

seperti mesjid peringatan Isra’ dan Mi’raj, peringatan Maulid Nabi, dan

beberapa kegiatan pemacu kreatifitas wirausaha seperti menanam

kangkung untuk di jual, membuka tempat percetakan, dan beberapa

kegiatan keolahragaan seperti futsal dan bola kaki.

2. Game Online

Beberapa remaja yang tidak tergabung dengan remaja mesjid di

kelurahan Aek Paing ini biasanya memilih menghabiskan waktu luang

baik sore maupun malam hari dengan bermain game online di warnet

yang berada di lingkungan Aek Paing Bawah I. Kegiatan ini di isi oleh

remaja-remaja yang rata-rata duduk di mangku SMP sampai SMA.

3. Judi dan mabuk-mabukan

Di daerah Kelurahan Aek Paing ini, juga terkenal dengan anak

mudanya yang suka berjudi dan mabuk-mabukan. Biasanya kegiatan

semacam ini dilakukan oleh pemuda-pemuda yang telah berumur 20

Universitas Sumatera Utara

Page 75: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

tahun ke atas dan ada juga yang berumur 20 tahun kebawah namun

sudah tidak bersekolah lagi (putus sekolah) dan telah bekerja. Kegiatan

ini tidak dilakukan setiap hari, melainkan di malam-malam hari yang

keesokan harinya libur kerja atau tidak masuk kerja.

2.7 Sekilas Kehidupan Buruh Bangunan di Kelurahan Aek Paing

Di Kecamatan Rantau Utara ini, khususnya di kelurahan Aek Paing sendiri,

pekerja buruh bangunan cukup banyak. Persebarannya mulai dari; Lingkungan Aek

Paing Bawah I, Aek Paing Bawah II, Aek Paing Tengah, Aek Paing Atas, hingga

Dusun Wonosari. Penulis memfokuskan penelitian di lingkungan Aek Paing Bawah I

sebab lebih mudah di akses dan juga lebih banyak jumlah keluarga buruh kasar

bangunannya di bandingkan wilayah lingkungan lain. Dari kelima lokasi persebaran

pekerja buruh bangunan tersebut, di dapati bahwa laki-laki yang telah berkeluarga

mendominasi pekerjaan sebagai pekerja buruh bangunan.

Jenis kegiatan para pekerja buruh bangunan di lokasi penelitian ialah; tukang,

pemborong dan kernet (pemula). Tukang adalah seorang buruh bangunan yang

memiliki tugas memasang batu, memplaster, dan menentukan sudut bangunan

dengan perhitungan pribadinya. Pemborong adalah seorang yang bisa saja berkerja

sebagai tukang dan bisa saja tidak yang memiliki wewenang penuh atas sebuah

proyek bangunan, karena iya merpakan tingkat pertama dari pihak pembangun.

Biasanya pemborong menggunakan uang pribadinya terlebih dahulu untuk

membeli perlengkapan-perlengkapan bangunan seperti semen, pasir dan batu serta

alat-alat bangunan lainnya. Setelah itu baru sang pemilik bangunan akan memberikan

Universitas Sumatera Utara

Page 76: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

biaya pembangunan kepada si pemborong setelah bangunan berdiri atau setidaknya

ranpung beberapa persen, sesuai perjanjian pemilik dengan pemborong. Kernet

(pemula) adalah tingkatan yang paling bawah dari struktur kuli bangunan. Kernet

biasanya bekerja sebagai pembantu tukang atau asisten tukang dalam membangun

sebuah bangunan seperti rumah, toko, sekolah dan sebagainya. Tugas-tugas seorang

kernet meliputi mengangkat batu, membuat adonan semen, dan lain sebagainya,

tergantung pada keperluan yang di butuhkan tukang.

Di wilayah kelurahan Aek Paing, kebanyakan kernet adalah pria yang masih

lajang atau belum menikah. Rata-rata pekerja kuli bangunan yang berposisi sebagai

kernet berumur sekitar 17-25 tahun. Ada juga beberapa kernet yang berumur di atas

30 tahun, dan beberapa yang sudah memiliki keluarga atau telah menikah. Ketika

seorang kernet sudah berada di kisaran umur 25 tahun atau sudah bekerja sebagai

kernet lebih dari 5 tahun, biasanya seorang ernet sudah ahli dan berpindah posisi

sebagai tukang.

Mengenai gaji atau ongkos pembayaran, rata-rata seorang kuli bangunan yang

berposisi sebagai tukang mendapatkan bayaran 80-100 ribu perhari, tergantung pada

keahliannya dan kecakapannya dalam bekerja. Sedangkan kuli bangunan yang

berposisi sebagai kernet mendapatkan bayaran sebesar 50-60 ribu perhari, tergantung

juga kepada kecakapan dan kelihaiannya dalam bekerja. Lain halnya dengan

pemborong. Biasanya dalam kehidupan kuli bangunan, pemborong adalah orang

yang paling mendapatkan bayaran paling besar. Karena atas kematangan

perhitunganya mengenai biaya dan waktu pengerjaan, pemborong mendapatkan sisa

Universitas Sumatera Utara

Page 77: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

uang yang di berikan pemilik bangunan kepada dirinya untuk biaya peralatan dan

bahan serta biaya pengerjaan.

Pekerja buruh bangunan di Kelurahan Aek Paing ini bekerja di tiga lokasi

yaitu, daerah kota Rantauprapat, perumnas Kampung Baru, dan daerah Kota Pinang

(Biasanya para pekerja buruh bangunan melakukan manda atau merantauuntuk

beberapa waktu), dan di beberapa daerah lainnya di sekitar kota Rantauprapat.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

BAB III

DESKRIPSI POLA PENGASUHAN ORANGTUA PADA KELUARGA

KULI BANGUNAN MASYARAKAT JAWA

3. 1 Pola Pengasuhan Orangtua Dalam Keluarga Jawa

Pola pengasuhan merupakan proses memanusiakan atau mendewasakan

manusia secara manusiawi yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta

perkembangan jaman. Berdasarkan pengertian dirumuskan bahwa pola pengasuhan

adalah suatu cara, kebiasaan dan perilaku yang standar dalam proses pengasuhan

terhadap anak dalam suatu lingkungan keluarga, pola asuh orangtua merupakan

interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Bagi setiap orang Jawa, keluarga yang terdiri dari orang tua, anak-anak, dan

biasanya suami atau istri merupakan orang-orang terpenting di dunia ini. Pembagian

peran dalam sebuah keluarga meliputi keberadaan ayah menjadi seseorang yang

bekerja untuk mencari sumber penghidupan, sedangkan pola pengasuhan akan lebih

banyak dijalankan oleh seorang ibu. Untuk itulah posisi ibu memiliki andil besar

dalam proses pembentukan karakter anak, dan pemberian makna di dalam keluarga.

Seorang ibu menjadi sosok pusat bagi sebuah keluarga, dalam segi sosial dan

ekonomi, rumah tangga.Hal ini menjadikan kedekatan emosional antara ayah dan

anak menjadi kurang di karenakan waktu berkomunikasi antara ayah dan anak tidak

begitu banyak lantaran ayah bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.Dalam

keluarga Jawa biasanya si anak memiliki kedekatan emosional yang lebih tinggi

terhadap ibu di bandingkan dengan ayah.Ibu menjadi satu-satunya sosok pelindung

dari gangguan dan hal-hal asing bagi si anak.Sosialisasi mengenai nilai-nilai

Universitas Sumatera Utara

Page 79: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kehidupan juga di dapat dari si ibu di bandingkan dengan ayah. Ayah hanya akan

mengiyakan perkataan si ibu saat ibu menasehati si anak ketika sedang dalam waktu

berkumpul dirumah.

3.2 Pola Asuh Keluarga kuli Kasar Bangunan.

Dalam keluarga kuli kasar bangunan, pembagian peran hampir sama dengan

penjelasan mengenai pembagian peran di keluarga Jawa di atas. Yaitu keberadaan

ayah menjadi seseorang yang bekerja untuk mencari sumber penghidupan,

sedangkan pola pengasuhan akan lebih banyak dijalankan oleh seorang ibu. Namun

tidak di semua keluarga buru kasar bangunan hanya ayah saja yang bekerja mencari

nafkah dan kebutuhan hidup, namun di beberapa keluarga, ada juga si ibu yang

bekerja membantu meringankan beban kebutuhan keluarga. Dalam hal ini pola asuh

dalam keluarga sangat di pengaruhi dengan berkurangnya peran ibu sebagai aktor

utama dalam pengasuhan anak. Dalam kasus demikian, kebanyakan saat si ibu

bekerja, anak di titipkan pada keluarga terdekat (biasanya nenek) atau di jaga oleh

sang kakak/abang. Dalam keluarga kuli kasar, tingkat pendidikan juga

mempengaruhi pola pemikiran orang tua dalam mendidik anak. Dalam penelitian ini,

akan dapat terlihat perbedaan pemikiran orang tua dengan tingkat pendidikan yang

lebih rendah. Para orangtua yang mengenyam pendidikan sampai SMA, sudah mulai

memiliki pandangan bahwa pendidikan adalah sesuatui hal yang sangat penting,

meskipun pada kasus ini pendidikan terhadap anak belum sepenuhnya memjadi

prioritas utama bagi keluarga. Seperti apa yang di ungkapkan oleh bapak Riadi atau

Juragan panggilan akrabnya :

Universitas Sumatera Utara

Page 80: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

“Sebenarnya, pendidikan menurut saya adalah sesuatu hal yang

sangat penting. Nilai itu juga yang telah saya tanamkan kepada

keluarga kami. Namun saya juga menyadarkan kepada anak-anak

saya bahwa keluarga kami bukanlah keluarga dengan keadaan

ekonomi yang berlebih. Saya mengatakan kepada anak-anak jika

ingin berhasil di dunia pendidikan, belajar lah yang rajin, Insyaallah

bapak dan ibu akan berusaha mencukupi kebutuhan kalian”..(hasil

wawancara pada Minggu 16 April 2017).

Berbeda dengan pandangan orangtua yang mengenyam pendidikan hanya

sampai tingkat SD atau SMP. Pandangan para orangtua pada tingkat pendidikan

yang rendah menganggap bahwa sekolah itu cukup sampai bisa membaca, menulis

danh berhitung, seperti apa yang di sampaikan oleh bapak Gimang :

“Pendidikan kami tidak perlu tinggi-tinggi, kalau mampu untuk

bekerja, langsung kami hadapkan untuk bekerja. Yang penting bisa

mencari uang, apalagi kami seorang kuli kalau bukan anak-anak kami

siapa lagi yang akan membantu untuk member uang kepada mereka

kecuali mereka sendiri. .(hasil wawancara pada Minggu 16 April

2017).

Pandangan tentang pendidikan yang tidak perlu tinggi-tinggi dan kurang

mementingkan pendidikan itulah yang disampaikan oleh bapa Gimang.

Sementara menurut ibu Prihatin :

“Anak-anak cukup sekolah sampai bisa baca tulis karena pada

akhirnya kakankan akan dihadapkan pada lapangan pekerjaan.Selain

itu anak-anak harus diajarkan pendidikan bertahan hidup agar

mereka dapat cukup makan memenuhi kebutuhannya, dan yang

terpenting anak-anak perempuan harus belajar dalam lingkungan

rumah tangga seperti memasak. (wawancara pada Minggu tanggal 16

April 2017 )

Ibu Prihatin juga mengatakan hal yang sama, beliau kurang mementingkan

sekolah anak-anak meraka, anak-anak cukup bisa membaca dan menulis saja.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

3.2.1 Pola Asuh dalam Keluarga Kuli Kasar yang Kedua Orangtuanya Bekerja

(Profil Informan).

Dalam keluarga, kedaan ekonomi yang kurang baik memaksa kedua orangtua

harus sama-sama bekerja membanting tulang demi mencukupi kehidupan

keluarga.Penelitian yang dilakukan berikut ini melihat bahwa hal ini berdampak

sangat besar pada anak-anak. Dalam hal ini si anak berpikir bahwa teman-temannya

akan membicarakan hal itu di sekolah maupun diluar sekolah atau menyebabkan

anak menjadi sering untuk menyendiri. Dengan kesedihan, kemarahan,

ketidaknyamanan, dan kecemburuan yang dirasakan akan sangat mengganggu

konsentrasi belajar anak.

Bagi sebagian anak di sini, masalah yang ditimbulkan cenderung ke bathin

dan pikiran. Bathin yang dipenuhi dengan tekanan,serta pikiran-pikiran negatif

selalu muncul yang akhirnya tidak dapat mereka kendalikan. Secara fisik tidak

begitu terlihat, namun sikis dan kepribadiannya sangatlah terganggu dan berantakan.

Yang menjadi ketakutan bagi beberapa orangtua adalah secara perlahan, sebagai

pelarian yang buruk anak-anak akan terjerumus dalam pergaulan bebas, seperti : seks

bebas, narkoba, mabuk-mabukan, memakai obat-obatan terlarang, atau hal-hal

negatif lainnya yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Berikut hasil wawancara dengan istri dari seorang kuli kasar bangunan yang

juga bekerja paruh waktu sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

1. Keluarga Ibu Sumi (37 Tahun)

Ibu Sumi yang sekarang berumur 37 tahun biasa menjalani hari-harinya

dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) mulai dari pukul 07.30 wib

hingga pukul 02.00 wib.Setiap hari ibu Sumi menjalankan aktifitas ini kecuali hari

minggu.Suaminya bernama bapak Ponidi bekerja sebagai buruh bangunan yang

kurang lebih sudah 20 tahun. Setiap hari kecuali hari minggu, sang suami berangkat

kerja dari rumah pukul 07.00 wib sampai ia kembali kerumah pada pukul 17.30 wib

atau paling sering pada pukul 18.00 wib. Ibu Sumi memiliki 5 anak, 2 laki-laki dan 3

perempuan.Anak yang pertama seorang perempuan bernama keke.Keke telah

menikah dan tinggal bersama suaminya yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan

rumah orangtuanya.Anak kedua bernama Topan.Topan adalah seorang mahasiswa di

salah satu Universitas Negeri di Medan.Anak ketiga bernama Frendy.Frendy adalah

anak laki-laki kedua dari keluarga ibu Sumi dan bapak Ponidi yang saat ini duduk di

bangku kelas 3 sekolah menengah atas (SMA).Anak ke-empat dan kelima masing-

masing bernama Puspa dan bernama Dila.Puspa adalah seorang siswa kelas VIII

disekolah SMP N3 Padang Matinggi Rantau Utara.Dan Dila adalah anak perempuan

terakhir ibu Sumi yang masih berusia 4 tahun.

Setiap hari sebelum berangkat bekerja ibu Sumi terlebih dahulu melakukan

kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu.Pada pukul kira-kira 06.00 wib

ibu Sumi telah selesai masak dan menyiapkan segala keperluan kerja

suaminya.Anak-anak ibu Sumi sudah biasa mempersiapkan dirinya dan peralatannya

sendiri sebelum berangkat kesekolah. Berikut perkataan ibu Sumi mengenai kegiatan

Universitas Sumatera Utara

Page 83: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

pagi hari dirumah mereka :

“sudah dari dulu anak-anak selalu saya biasakan menyiapkan

dirinya sendiri sebelum berangkat ke sekolah. Maklum lah, karena

saya juga tidak memiliki banyak waktu mengurus mereka lantaran

harus sudah berangkat kerja pagi-pagi.

Ibu Sumi sendiri harus berangkat pagi-pagi karena beliau menempuh jarak 5

kilometer setiap harinya dengan mengayuh sebuah sepeda tua dengan cat antara biru

dan merah yang keduanya sudah memudar.Setiap pagi gambaran seperti itu lah terus

beliau ceritakan kepada saya. Mengenai uang jajan/saku, belau juga memberikan

kepada setiap anaknya dengan nilai rupiah yang berbeda-beda pada masing-masing

anak. Anak yang sedang duduk di kelas 3 SMA waktu itu di beri uang jajan/saku

yang sama debgan anak perempuannya yang duduk di kelas VIII SMP senilai Rp,

5000/hari. Sedangkan anak perempuannya yang paling kecil, setiap harinya ibu Sumi

memberikan uang senilai Rp, 2000 setelah sampai kerumah anak perempuannya

yang paling besar yang telah menikah. Ibu Sumi menitipkan anak perempuannya

yang paling kecil yang bernama Dila itu kepada kakaknya setiap hari. Sambil

berangkat kerja dengan mengayuh sepeda tua itu Ibu Sumi menggendong Dila

sampai kerumah kakak tertuanya dan menitipkannya di sana. Ibu Sumi akan

menjemput kembali anaknya itu setelah iya selesai bekerja dan menyinggahkan

kerumah anak tertuanya iitu untuk menjemput Dila sebelum kembali kerumah.

Kemudian penulis juga melihat dan mengamati kegiatan ibu Sumi dalam

keseharian mendidik dan mengasuh anak, dari pengamatan penulis mengenai beliau,

Ibu Sumi merupakan wanita yang giat dalam bekerja. Berikut merupakan tabel

kegiatan beliau dalam sehari-hari membagi kegiatan dirumah.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Tabel 7. kegiatan sehari-hari jika ibu Sumi Bekerja

Sumber : Dokumen pribadi penulis

Wak

tu (Jam)

Kegiatan

05.

00 wib

-Bangun tidur

-Sholat subuh

-Memasak untuk sarapan sekaligus untuk makan siang

06.

00 wib

- Membangunkan anak dan suami

- mempersiapkan anak untuk berangkat ke sekolah

07.

00 wib

- Mengantarkan anak ke rumah anak tertuanya sambil

berangkat kerja

14.

00-16.00

wib

- Pulang dari bekerja

- menjemput Dila dari rumah anak tertuanya dan kembali

kerumah

-membuat kacang goreng (kacang tojen) untuk di titipkan

di warung bakso di depan rumah.

16.

00-17. 00

wib

- Sholat ashar

- membersihkan rumah (mencuci,menyapu)

- mengawasi anak bermain disekitar rumah

17.

00 wib

- menonton tv bersama anak

- bercerita dengan tetangga sekitar rumah

18.

30 wib

- Sholat maghrib

-makan malam

19.

00 wib

- berkumpul dengan keluarga

20.

00-21. 00

wib

- Menonton tv bersama keluarga

- tidur/ istirahat

Universitas Sumatera Utara

Page 85: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Setiap harinya, selepas pulang bekerja, ibu Sumi membuat kacang goreng

untuk di titipkan di warung bakso di depan rumah milik tetangganya. Beliau tampak

begitu mengerti akan kondisi ekonomi keluarganya dan sadar akan gaji suami yang

tidak cukup di pakai untuk memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga.

Berikut pernyataan ibu Sumi mengenai keadaan ekonomi keluarga :

“setiap hari saya seperti ini, membuat kacang goreng

untuk di jual sebagai tambahan untuk uang jajan anak.

Seberapalah gaji seorang buruh kasar bangunan, kalau bekerja

terus-terusan saja sudah syukur Alhamdulillah.Kadang-kadang

ada masa dimana para tukang bangunan disini sangat sulit

mendapatkan pekerjaan.Hal itu lah yang membuat saya berfikir

bagaiman untuk terus bisa menghasilkan uang.Belum lagi kalau

anak di Medan minta kiriman uang makan, buku dan sebagainya.

Keadaan dimana saat susah-susahnya tukang bangunan dapat

kerja, dan disitu saat anak sekolah banyak biaya yang harus di

bayar, di saat itu saya dan suami sering bertengkar. Belum lagi si

kecil ini, jajannya banyak, kalau tidak di turuti pasti nagis dan

gak mau diam sampai saya penuhi kemauannya.Yah, begitulah,

bagi kami ekonomi memang sangat penting”.

Disini terlihat bahwa bagi keluarga ibu Sumi, uang adalah sesuatu yang

sangat penting. Sesuatu yang harus terus difikirkan bagaimana cara menghasilkannya

lagi dan lagi. Dengan keadaan ekonomi seperti ini memaksa keluarga Ibu Sumi,

terutama ibu Sumi sendiri beserta suami terkadang melupakan tugasnya yang lain

yaitu mengontrol dan mendidik anak. Menurut mereka, bisa memenuhi kebutuhan

anak-anaknya saja rasanya sudah sangat lega dan bahagia.

Berikut pernyataan ibu Sumi :

Universitas Sumatera Utara

Page 86: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

“Kami jadi sering lupa untuk mengontrol anak-anak kami,

apalagi yang sedang bersekolah, karena sibuk cari uang dan saat

malam telah kelelahan, kami tidak sempat dan tidak pernah

memeriksa nilai, PR, atau bahkan sekedar bercerita menyakan

bagaimana tadi di sekolah ?.hal itu hampir tidak pernah kami

lakukan sekarang, saya rasa sudah ada 5 Tahun lebih saya tidak

pernah mengecek anak saya yang sedang berswekolah ketika malam

hari dirumah. Dan si anak pun hanya melapor kalau ada

pembayaran atau meminta uang untuk biaya yang tadi di

informasikan di sekolah.

Mengenai kontrol anak, ibu Sumi mengaku tidak terlalu keras dan ketat.Dari

hasil pengamatan penulis, ibu Sumi dan suami cenderung membiarkan bebas dalam

hal-hal tertentu dan memberi batasan atau larangan yang lemah.Dalam pengasuhan,

ibu Sumi sendiri masih sangat di pengaruhi oleh kebudayaan Jawa yang sebenarnya

tidak begitu kental pada masyarakat di kelurahan Aek Paing ini.Seperti untuk

melarang anaknya yang paling kecil, ibu Sumi selalu melarang anaknya itu dengan

mentakut-takuti anaknya dengan sesuatu di luar rasional agar anaknya hanya takut

kemudian diam dan tidak melakukan hal yang di larangnya.

Seperti ketika malam hari si anak sedang merengek minta di belikan sesuatu,

sedangkan diluar sedang hujan, ibu Sumi cukup berkata kepada anaknya itu “jangan

nangis, di luar ada jin penunggu hujan itu, nanti kalau dia dengar suara kita, kita

akan di bawanya”.Cukup dengan perkataan seperti itudan si anak langsung diam dan

berhenti menangis.

Mengenai pendidikan, ibu Sumi senbenarnya tidak memaksakan kehendak

mereka kepada anak-anaknya.Hanya saja keputusan yang di ambil oleh keluarga ibu

Sumi di dasari oleh keterbatasan ekonomi dan berdasarkan pengamatan penulis, juga

atas dasar adanya provokasi dari jiran tetangga.Sebenarnya, provokasi dari jiran

tetangga ini bukan berarti bentuk ketidaksukaan atau iri, namun sebagai bentuk

Universitas Sumatera Utara

Page 87: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kepedulian terhadap sesama jiran tetangga utnuk mempertimbangkan tingkat

pendidikan anak dari contoh yang sudah-sudah.

2. Keluarga Ibu Prihatin (33 Tahun)

Informan kedua bernama ibu Prihatin.Ibu Prihatin yang sekarang berumur 33

tahun biasa menjalani hari-harinya dengan mengasuh anak dan membersihkan rumah

serta membuka usaha parut kelapa dirumah.Suaminya bernama bapak Pawiro

bekerja sebagai buruh bangunan yang kurang lebih sudah 17 tahun. Setiap hari

kecuali hari minggu, sang suami berangkat kerja dari rumah pukul 07.00 wib sampai

ia kembali kerumah pada pukul 17.30 wib atau paling sering pada pukul 18.00 wib.

Ibu Prihatin memiliki 6 anak, 3 laki-laki dan 3 perempuan.Anak yang

pertama seorang laki-laki bernama royan. Royan telah bekerja dan dalam waktu

dekat akan menikah. Royan bekerja sebagai penjual susu kedelai keliling. Anak

kedua bernama Lulu.Lulu adalah seorang siswa kelas 2 SMA/sederajat di sekolah

MAS atau Madrasah Aliyah Swasta.Anak ketiga bernama Nur.Nur adalah anak

perempuan kedua dari keluarga ibu Prihatin dan bapak Pawiroi yang saat ini duduk

di bangku kelas 1 sekolah menengah atas (SMA). Anak ke-empat dan kelima

masing-masing bernama Irul dan bernama Roman.Irul dan Roman adalah seorang

siswa kelas III disekolah SDN 112146 Janji, Bilah Barat.Dan tila adalah anak

perempuan terakhir ibu Prihatin yang masih berusia 5 tahun.

Setiap hari sebelum sang suami berangkat bekerja ibu Prihatin seperti biasa

melakukan kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu. Pada pukul kira-kira

06.00 wib ibu Prihatin telah selesai masak dan menyiapkan segala keperluan kerja

suaminya.Anak-anak ibu Prihatin sudah biasa mempersiapkan dirinya dan

peralatannya sendiri sebelum berangkat kesekolah. Berikut perkataan ibu Prihatin

Universitas Sumatera Utara

Page 88: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

mengenai kegiatan pagi hari dirumah mereka :

“sudah dari dulu anak-anak selalu saya biasakan menyiapkan

dirinya sendiri sebelum berangkat ke sekolah. Maklum lah,

karena saya juga tidak memiliki banyak waktu mengurus

mereka lantaran harus sudah menyiapkan kebutuhan suami

berangkat kerja pagi-pagi.Terkecuali si Irul, dia memang

harus saya siapkan.

Ibu Prihatin sendiri mengerjakan kewajiban paginya dengan selalu

menggendong anak terakhirnya itu sambil menyiapkan bekal untuk suami dan juga

menyiapkan Irul untuk pergi kesekolah.Setiap pagi gambaran seperti itu lah terus

beliau ceritakan kepada saya. Mengenai uang jajan/saku, belau juga memberikan

kepada setiap anaknya dengan nilai rupiah yang berbeda-beda pada masing-masing

anak. Anak yang sedang duduk di kelas 2 SMA itu di beri uang jajan/saku yang sama

dengan anak perempuannya yang duduk di kelas 1 SMA senilai Rp, 5000/hari.

Sedangkan kedua anak laki-lakinya yang masih duduk di Sekolah Dasar itu, setiap

harinya ibu Prihatin memberikan uang senilai Rp, 2000.

Setelah semua anak-anaknya berangkat sekolah, kini giliran ibu Prihatin yang

beraksi membereskan rumah dan seluruh isinya. Anak perempuan yang paling kecil

ia letakkan bersama dengan beberapa mainan di teras rumah.

Kemudian penulis juga melihat dan mengamati kegiatan ibu Prihatin dalam

keseharian mendidik dan mengasuh anak, dari pengamatan penulis mengenai beliau,

Ibu Prihatin merupakan wanita yang giat dalam bekerja. Berikut merupakan tabel

kegiatan beliau dalam sehari-hari membagi kegiatan dirumah

Setiap harinya, selepas melakukan kewajiban pagi, ibu Prihatin menjalankan

usaha parut kelapa.Setiap 1 kelapa yang telah di parut dihargai Rp, 5000 dan setiap ½

parutah kelapa dihargai Rp, 2500. Sama seperti ibu Sumi Beliau tampak begitu

Universitas Sumatera Utara

Page 89: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

mengerti akan kondisi ekonomi keluarganya dan sadar akan gaji suami yang tidak

cukup di pakai untuk memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga.

Berikut pernyataan ibu Prihatin mengenai keadaan ekonomi keluarga :

“setiap hari saya seperti ini, memarutkan kelapa orang-orang yang datang

kesini. Seberapalah gaji seorang buruh kasar bangunan, kalau bekerja terus-terusan

saja sudah syukur Alhamdulillah.Kadang-kadang ada masa dimana para tukang

bangunan disini sangat sulit mendapatkan pekerjaan.Hal itu lah yang membuat saya

berfikir bagaiman untuk terus bisa menghasilkan uang.Belum lagi kalau anak minta

uang sekolah, buku dan sebagainya. Keadaan dimana saat susah-susahnya tukang

bangunan dapat kerja, dan disitu saat anak sekolah banyak biaya yang harus di

bayar, di saat itu saya dan suami sering sering bertukar fikiran bagaimana agar

tetap bisa memenuhi kebutuhan anak-anak..Belum lagikebutuhan si kecil ini yang

minta ini itu.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Tabel 8. kegiatan sehari-hari ibu Prihatin

Sumber : dokumen pribadi Penulis

Disini terlihat bahwa bagi keluarga ibu Prihatin, uang adalah sesuatu yang

sangat penting. Sesuatu yang harus terus difikirkan bagaimana cara menghasilkannya

lagi dan lagi. Dengan keadaan ekonomi seperti ini memaksa keluarga Ibu Prihatin,

terutama ibu Prihatin sendiri beserta suami terkadang melupakan tugasnya yang lain

Wak

tu (Jam)

Kegiatan

05.

00 wib

-Bangun tidur

-Sholat subuh

-Memasak untuk sarapan sekaligus untuk makan siang

06.

00 wib

- Membangunkan anak dan suami

- mempersiapkan anak untuk berangkat ke sekolah

07.

00-12.00

wib

- membereskan rumah

- bermain dengan anak di depan, sesekali membersihkan

tanaman ubi di belakang rumah

-menunggu orang-orang datang memarutkan kelapa.

12.

00-16.00

wib

- shalat Zuhur

- menunggu anak pulang sekolah di depan rumah

- bercerita dengan ttetangga sambil menunggu parutan

kelapa.

16.

00-17. 00

wib

- Sholat ashar - membersihkan rumah (mencuci,menyapu)

- mengawasi anak bermain disekitar rumah

17.

00 wib

- bercerita dengan tetangga sekitar rumah

18.

30 wib

- Sholat maghrib

-makan malam

19.

00 wib

- berkumpul dengan keluarga

20.

00-21. 00

wib

- Menonton tv bersama keluarga

- tidur/ istirahat

Universitas Sumatera Utara

Page 91: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

yaitu mengontrol dan mendidik anak. Menurut mereka, bisa memenuhi kebutuhan

anak-anaknya saja rasanya sudah sangat lega dan bahagia.

Berikut pernyataan ibu Prihatin :

“Kami jadi sering lupa untuk mengontrol anak-anak kami,

apalagi yang sedang bersekolah, karena sibuk cari uang dan saat

malam telah kelelahan, kami tidak sempat dan tidak pernah

memeriksa nilai, PR, atau bahkan sekedar bercerita menyakan

bagaimana tadi di sekolah ?.

Mengenai kontrol anak, ibu Prihatin mengaku tidak terlalu keras dan

ketat.Dari hasil pengamatan penulis, ibu Prihatin dan suami cenderung membiarkan

bebas dalam hal-hal tertentu dan memberi batasan atau larangan yang lemah.Dalam

pengasuhan, ibu Prihatin sendiri masih sangat di pengaruhi oleh kebudayaan Jawa

yang sebenarnya tidak begitu kental pada masyarakat di kelurahan Aek Paing

ini.Seperti untuk melarang anaknya yang paling kecil, ibu Prihatin selalu melarang

anaknya itu dengan mentakut-takuti anaknya dengan sesuatu di luar rasional agar

anaknya hanya takut kemudian diam dan tidak melakukan hal yang di larangnya.

Mengenai pendidikan, ibu Prihatin senbenarnya tidak memaksakan kehendak

mereka kepada anak-anaknya.Hanya saja keputusan yang di ambil oleh keluarga ibu

Prihatin di dasari oleh keterbatasan ekonomi dan berdasarkan pengamatan penulis,

juga atas dasar adanya provokasi dari jiran tetangga.Ibu Prihatin membenarkan

ungkapan penulis mengenai provokasi yang di lakukan para jiran tetangga.

Kebanyakan dari warga disini yang memiliki anak yang baru saja lulus SMA, mereka

akan mendapatkan provokasi dari warga sekitar untuk jangan menguliahkan anaknya

di Medan atau di luar kota. Dari pengetahuan penulis sendiri setelah menelusuri hal

ini, provokasi ini di dasari oleh pengalaman anak-anak kelurahan yang berkuliah di

luar kota. Menurut ungkapan sejumlah warga yang penulis temui untuk menanyakan

Universitas Sumatera Utara

Page 92: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

hal ini, anak-anak disini yang berkuliah di luar kota akan menjadi rusak dan nakal.

Mereka akan terkena dampak dari negatifnya sisi kota metropolitan. Dan dari

pengakuan warga, ternyata memang ada beberapa contoh yang sesuai dengan apa

yang mereka sebutkan di atas. Salah satunya anak dari bapak T yang tidak

menamatkan kuliahnya di UMSU karena DO dan ketika pulang ke kampung sudah

membawa seorang anak perempuan.Padahal menurut ungkapan beberapa warga,

bapak T ini yang berprofesi sebagai agen tunggal penyedia minyak tanah di

kelurahan Aek Paing ini, sangat baik dan rajin beribadah. Menurut beberapa warga

juga, masih ada beberapa contoh yang kasusnya hampir sama seperti ini.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, isi provokasi yang dilakukan warga

terhadap warga lainnya tidak lain adalah “jangan sampai anakmu jadi seperti anak si

anu, orang susah aja kok sok kuliah di Medan, kalau dia mau kuliah, betul-betul mau

kuliah, kuliahkan disini aja. Banyak anak orang yang lebih berduit kuliahnya disini

juga”.

Seperti itulah perkataan beberapa warga kepada warga lainnya yang memiliki

anak yang berkeinginan kuliah di luar kota. Pada keadaan sebenarnya, terlepas dari

keadaan ekonomi yang dimiliki, jauh dari lubuk hati yang paling dalam tersimpan

keinginan para orang tua khususnya ibu untuk mewujudkan keinginan anaknya

tersebut untuk kuliah di luar kota. Seperti apa yang juga di sampaikan oleh ibu Sumi

dan ibu Prihatin. Mereka berdua sangat berkeinginan sekali untuk menguliahkan

anak-ankanya ke universitas terkemuka seperti universitas-universitas yang ada di

Medan.Namun keadaan ekonomi menghambat keinginannya tersebut dan lebih

memilih keputusan suami untuk menyuruh anaknya mengurungkan niatnya tersebut.

3.2.2 Pola Asuh Pada keluarga Kuli Bangunan yang Ibunya Tidak bekerja (Profil

Informan).

Universitas Sumatera Utara

Page 93: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Dalam pekerjaan kuli bangunan, ada beberapa jenis pekerjaan yang

dikategorikan sebagai jabatan, seperti pemborong, tukang dan kernet.Bagi seseorang

yang pekerja bangunan, jabatan-jabatan ini silih berganti di sandang sesuai dengan

jenis pekerjaan apakah itu borongan atau harian.Jika borongan, maka seorang kuli

bangunan yang sudah senior dan yang mendapatkan borongan ini bertindak sebagai

pemborong, terkadang juga merangkap sebagai tukang. Kemudian bagi kuli

bangunan yang masih junior akan bertindak sebagai kernet.

Sedangkan jika itu harian, maka jabatan yang di sandang oleh para pekerja

bangunan hanyalah tukang dan kernet.Jabatan ini juga menentukan bayaran yang di

terima oleh setiap pekerja bangunan. Jabatan tukang akan mendapatklan bayaran

yang lebih tinggi dari jabatan kernet, dikarenakan untuk bisa menjadi tukang seorang

pekerja bangunan harus memiliki skil dan pengalaman yang mumpuni di bidang

tersebut. Bagi keluarga yang kepala keluarganya memiliki jabatan pemborong dan

tukang, keadaan ekonomi yang di sandang tidak begitu sulit dan ada beberapa

keluarga yang hanya ayahnya saja yang bekerja, sedangkan ibunya tidak bekerja.

Penelitian yang dilakukan berikut ini melihat bahwa hal ini berdampak juga

pada anak-anak. Dalam hal ini si anaklebih banyak mendapatkan perhatian dari sang

ibu dan lebih banyak mendapatkan kebutuhan apa yang mereka inginkan dari

orangtuanya. Untuk hal psikologis anak, si anak lebih memiliki kepercayaan diri dari

pada anak-anak lain sesame keluarga kuli bangunan yang ayahnya bekerja sebagai

kernet.Sang anak tidak begitu malu mengakui ayahnya berprofesi sebagai

pemborong atau tukang.

1. Keluarga Ibu Ina (33 tahun)

Ibu Ina yang sekarang berumur 33 tahun biasa menjalani hari-harinya dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 94: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

bekerja sebagai ibu rumah tangga.Setiap hari ibu Ina menjalankan aktifitas sebagai

seorang istri dan seorang ibu.Suaminya bernama bapak Juragan bekerja sebagai

buruh bangunan yang kurang lebih sudah 15 tahun. Setiap hari kecuali hari minggu,

sang suami berangkat kerja dari rumah pukul 07.00 wib sampai ia kembali kerumah

pada pukul 17.30 wib atau paling sering pada pukul 18.00 wib. Ibu Ina memiliki 3

anak, 2 laki-laki dan 1 perempuan. Anak yang pertama seorang laki-laki bernama

Aldy..Aldy adalah seorang mahasiswa di salah satu Sekolah Kelautan di

Medan.Anak kedua bernama Mayang.Mayang adalah anak perempuan kedua dari

keluarga ibu Ina dan bapak Ponidi yang saat ini duduk di bangku kelas 2 sekolah

menengah atas (SMA).Anak 3 bernama Agung. Agung adalah seorang siswa kelas

VII SMP di sebuah sekolah Islam yang berada di kelurahan Aek Paing..Setiap hari

ibu Ina melakukan kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu.Pada pukul

kira-kira 06.00 wib ibu Ina telah selesai masak dan menyiapkan segala keperluan

kerja suaminya.Anak-anak ibu Ina biasa disiapkan segala perlengkapannya sebelum

berangkat kesekolah. Berikut perkataan ibu Ina mengenai kegiatan pagi hari dirumah

mereka :

“setiap pagi ya begini kerjaan saya, mengurus suami dan anak

sebelum mereka berangkat kerja dan sekolah. Saya biasa

menyiapkan semua keperluan anak saya sebelum mereka

berangkat.Setelah itu baru saya membereskan rumah.

Setiap pagi gambaran seperti itu lah terus beliau ceritakan kepada saya.

Mengenai uang jajan/saku, belau juga memberikan kepada setiap anaknya dengan

nilai rupiah yang berbeda-beda pada masing-masing anak. Anak yang sedang duduk

di kelas 2 SMA waktu itu di beri uang jajan/saku senilai Rp, 10.000/hari, sedangkan

anak yang duduk di kelas VII SMP di beri uang saku/jajan senilai Rp, 5000/hari.

Universitas Sumatera Utara

Page 95: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Kemudian penulis juga melihat dan mengamati kegiatan ibu Ina dalam

keseharian mendidik dan mengasuh anak, dari pengamatan penulis mengenai beliau,

Ibu Ina merupakan wanita yang giat dan rajin..

Berikut pernyataan ibu Ina mengenai keadaan ekonomi keluarga :

“setiap hari saya seperti ini, hanya membereskan rumah

sambil terkadang bercerita kepad tetanga menyanyakan hari ini

masak apa sambil menunggu anak-anak pulang sekolah mengenai

keuangan saya kami tidak begitu kesulitan lantaran

Alhamdulillah suami saya sering mendapatkan borongan

membangun rumah atau ruko di kota..

Disini terlihat bahwa bagi keluarga ibu Ina, dalam masalah ekonomi mereka

masih tergolong berkecukupan. Walaupun terlkadang saat masa-masa sulit untuk

pekerja bangunan mendapatkan pekerjaan/borongan, beliau harung ,mengutang

kepada mertua atau jiran tetangga. Dengan keadaan ekonomi seperti ini keluarga Ibu

Ina, terutama ibu Ina sendiri beserta suami sangat memikirkan tugasnya sebagai

orangtua yaitu mengontrol dan mendidik anak.

Mengenai kontrol anak, ibu Ina mengaku tidak terlalu keras dan ketat.Dari

hasil pengamatan penulis, ibu Ina dan suami cenderung membiarkan bebas dalam

hal-hal tertentu dan memberi batasan atau larangan yang lemah.

Mengenai pendidikan, ibu Ina senbenarnya tidak memaksakan kehendak

mereka kepada anak-anaknya. Berdasarkan pengamatan penulis dan pengakuan ibu

Ina sendiri, beliau juga menyadari akan adanya provokasi dari jiran tetangga.

Sebenarnya, provokasi dari jiran tetangga ini bukan berarti bentuk ketidaksukaan

atau iri, namun sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama jiran tetangga untuk

mempertimbangkan tingkat pendidikan anak dari contoh yang sudah-sudah.

2. Keluarga Bapak Gimang (50 Tahun)

Bapak gimang adalah seorang ayah yang berprofesi sebagai kuli bangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 96: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

(kernet).Jumlah anak beliau ada 3 orang, 2 sudah dewasa dan 1 masih bersekolah.

Yang pertama laki-laki usia 24 tahun dan yang kedua perempuan usia 21 tahun dan

anak yang ketiga laki-laki usia 16 tahun dan masih menjadi tanggungannya karena

masih sekolah. Menurut beliau, ia merupakan bapak yang tidak terlalu sibuk

mengurusi tingkah laku anaknya, hanya saja dalam kepentingan yang penting saja

seperti sekolah dan ekonomi. Dalam hal lainnya bapak ini selalu mempercayakan

anaknya yang sudah dewasa yaitu laki-laki dan perempuan dalam menentukan

pilihan. Beliau selalu memberikan apa yang diinginkan anaknya karena beliau ingin

anaknya senang dengan pilihan-pilihan yang diambil sendiri berdasarkan kemauan

dan ajaran abang dan kakaknya.

Berikut pernyataan beliau:

“saya selalu memberi dukungan kepada anak saya dalam

menentukan pilihan, tetapi dalam hal ini abang dan kakaknya juga

ikut serta karena saya menyadari abang dan kakaknya lah

yang masih mengerti kemauan dan kehendak seusianya. ”

Beliau berpendapat bahwa tidak pernah membatasi waktu kepada

anaknya dalam bergaul, karena menurutnya batasan waktu yang dia berikan akan

mempengaruhi sosialisasi dalam berteman dan karena anaknya juga seorang laki-

laki.

Berikut pernyataan beliau:

“saya tidak ada patokan waktu kepada anak saya, karena nanti

dia malah tertekan, apalagi disaat bermain dengan teman sekolah

ataupun teman sekitaran rumah, saya biarkan dia banyak bergaul

dengan teman-temannya. ”

Beliau juga berpendapat bahwa tidak pernah menghukum berat kepada

Universitas Sumatera Utara

Page 97: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

anaknya jika anaknya didalam bermain ,berkelahi dan melakukan aktifitas negatif

diluar. Menurutnya itu hal yang wajar dilakukan oleh anak muda tetapi jika

sudah kelewatan biasanya abang dan kakaknya menegur.

Berikut pernyataan beliau:

“Sebenarnya tidak perlu memberi hukuman berat kepada anak

jika anak melakukan kenakalan, toh itu hal yang wajar saja kok

dilakukan oleh anak seusianya, paling kalo sudah kelewat batas saya

menyuruh abang dan kakaknya untuk menegur dan memastikan apa

saja tindakannya diluar rumah asalkan tidak memakai narkoba.

Karena menegurnya terus menerus dan dalam hal yang biasa dia akan

merasa bersalah terus-terusan. ”

Beliau berpendapat bahwa berkomunikasi tidak terlalu sering dengan

anaknya, karena selain ada abang dan kakaknya yang selalu mendidik saya juga

harus bekerja diluar rumah. Berikut pernyataan beliau:

“komunikasi dengan anak saya terbilang jarang, karena saya

seringan diluar rumah untuk mencari nafkah,. Tetapi saya bisa

mengerti tentang kebutuhannya. Tapi dalam suatu kesempatan saya

juga memperhatikan dan memberi kesempatan pada anak saya untuk

mengungkapkan pendapatnya dan keinginannya meskipun hal ini bisa

terbilang jarang sekali, dan saya juga sesekali memberikan nasihat

untuknya agar menjadi seorang yang mandiri, jangan menyusahkan

keluarga dan membuat malu keluarga. ”

Dalam hal pola pengasuhan, beliau lebih memberikan tanggung jawab ini

kepada istri. Karena beliau sangat sering bekerja di luar kota (merantau),jadibeliau

mengatakan istri saya yang lebih tau tentang anak saya.Kemudian penulis juga

menggali informasi mengenai pola pengasuhan dari anak-anak bapak Gimang

terapkan, berikut pernyataan anak pertama beliau:

“Bagi saya bapak adalah seorang yang tegar, tidak banyak

omong dan rajin bekerja. Saya merasa bapak adalah yang mengerti

saya, dalam keseharian kami di didik untuk mampu mandiri dan tidak

bergantung pada orang lain, apalagi saya sekarang sudah dewasa,

Universitas Sumatera Utara

Page 98: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

malah diberikan wewenang untuk memperhatikan adik-adik saya.

Kepada ibuk saya jarang komunikasi.

Kemudian juga anak perempuan beliau menambahkan pendapatnya tentang

keadaan yang ia rasakan, berikut penuturannya:

“Mengenai didikan untuk kami, bapakmengatakan selalu ada

kesepakatan dengan ibuk, untuk hal-hal yang berkaitan dengan kami.

Mulai dari sekolah, hingga pilihan aktivitas yang terbaik untuk kami.

Namun apa yang kami lakukan di luar bapak selalu menganggap hal

itu dengan wajar dan tidak berlebihan.

Sebenarnya saya juga butuh arahan dari seorang ayah,

apalagi orangtua sendiri, saya juga harus tau bagaimana seorang

perempuan dewasa nantinya menjalani hidup.Sekarang saya hanya

bisa belajar dari kawan-kawan sebaya maupun yang lebih tua.

Kemudian penulis dalam beberapa kesempatan juga menanyakan pendapat

tentang pola pengasuhan yang dialami anak yang paling kecil bapak Gimang, berikut

pernyataannya:

“Bapak menurut saya orangnya tidak terlalu sibuk urus aku,

kanada abang dan kakak juga, jadinya hampir semua urusan dikasi ke

mereka, yang pasti bapak selalu mengajarkan mandiri dan harus

menghargai abang dan kakak. ”

Tanpa adanya keterlibatan keluarga luas baik dari keluarga bapak Gimang

maupun keluarga istri membuat anak-anak bapak T berusaha mandiri dan tetap

bekerja sama untuk menjadi keluarga inti yang baik-baik saja. Hal ini terlihat dari

pola pengasuhan yang diterapkan oleh bapak Gimang dan istri yang tidak terlalu ikut

serta dalam pengasuhan, dari pengamatan yang didapat juga beliau sering diluar

rumah untuk bekerja, jadi beliau berharap besar kepada anak-anaknya yang paling

besar untuk membantu beliau mendidik adiknya yang sedang dalam usia peralihan.

Disini penulis melihat bahwa keluarrga bapak Gimang tidak begitu mencampuri

urusan anaknya, kecuali mengenai urusan ekonomi dan pendidikan.Mengenai

Universitas Sumatera Utara

Page 99: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

pendidikan, bapak Gimang sendiri mengaku tidak terlalu mementingkan anak-

anaknya untuk bersekolah lanjut keperguruan tinggi, hal ini juga iya tuturkan

lantaran ada keterbatasan di bidang ekonomi keluarga. Berikut pernyataan bapak

Gimang tentang pendidikan anak :

“saya tidak begitu mementingkan anak-anak saya harus kuliah, sudah

bisa sampai SMA saja rasanya sudah syukur Alhamdulillah. Saya hanya

seorang kernet bangunan dan istri saya juga tidak bekerja.Jadi yang penting

mereka sudah bisa bersekolah sampai batas wajib saja sudah syukur, dan

untungnya anak-anak saya sudah mengerti tanpa harus di jelaskan.

Menurut penuturan anak tertua dari bapak Gimang, memang dia dan kedua

adiknya tidak memiliki keinginan untuk melanjut ke perguruan tinggi.Ia mengerti

dengan keadaan ekonomi keluarga, apalagi beliau tidak tega melihat ayanhya yang

hanya seorang diri bekerja memenuhi kebutuhan keluarga dan adik kecilnya yang

masih duduk di bangku SMP. Ia juga menyatakan tidak pernah ada paksaan untuk

tidak melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, mereka sadar sendiri dengan keadaan

ekonominya sekarang.

Sejalan dengan itu apa yang dikemukakan oleh Oscar Lewis dalam bukunya

“Lima Keluarga Miskin” itu.“Ketika budaya kemiskinan itu eksis, mereka cenderung

memantapkan dirinya dari generasi ke generasi karena memberikan efek terhadap

anak-anak mereka. Tatkala anak-anak miskin itu berusia enam atau tujuh tahun,

mereka biasanya menyerap nilai-nilai dan sikap-sikap dasar subbudaya mereka,

bukanlah terdorong berani mengambil resiko untuk mengubah kondisi kehidupan

mereka, atau meraih kesempatan. (1970:69).

3. 2. 3 Psikologis Anak dalam Keluarga Kuli bangunan

Bagi seorang anak, hidup dalam keadaan ekonomi yang kekurangan bukanlah

hal yang baik, antara keterbatasan dan kekurangan terkadang membuiat mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 100: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

menjadi liar dan berupaya sedari dini bagaimana caranya menghasilkan uang.

Pemikiran anak dalam keluarga kuli bangunan di bentuk oleh keadaan untuk berfikir

praktis tentang uang, dan cara menghasilkannya.. Kesulitan mereka akan tampak

lewat gejala-gejala psikologis seperti, menangis, sulit tidur, dan sulit berkonsentrasi

terkadang merasa bersalah dan bertanya-tanya, apakah mereka penyebab kesusahan

mereka karena menjadi anak yang nakal. Sebagaian mereka juga merasakan gejala-

gejala psikologis tersebut di atas ketika kedua orangtua bertengkar mengenai

masalah ekonomi.

Mengenai permasalahan yang ingin dituliskan, dalam hal ini penulis

memfokuskan menggali informasi dari anak Bapak Gimang yang dimana menurut

penulis pada saat penelitian mengalami perasaan yang begitu Gunda saat harus

memilih antara bekerja atau bersekolah.

Berikut hasil wawancara dengan anak kandung bapak Gimang :

M adalah anak pertama dari 3 bersaudara, saat ini M juga bekerja

sebagai kuli banguan (kernet). M adalah seorang laki-laki dengan tinggi kurang lebih

167 cm dan berkulit putih namun agak gelap. Pada saat bertemu dengan penulis, M

terlihat menerima kedatangan peneliti dengan senyuman yang tertampak di

wajahnya. M terlihat bugar dan siap untuk diwawancarai oleh penulis. Penulis

menjelaskan maksud dan tujuan wawancara tersebut dan penulis juga meminta ulang

kesediaan M untuk menjadi subjek penelitian.

Dari hasil wawancara, didapatkan bahwa M memiliki kepribadian tidak

terlalu terbuka tapi juga bukan tipe yang tertutup, hal ini dapat dilihat dari

keseharian M yang memiliki cukup banyak teman dan juga hubungan yang terbuka

dengan keluarganya, dalam menghadapi masalah M cenderung berbagi masalah

Universitas Sumatera Utara

Page 101: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

dengan orang sekitarnya seperti orangtua, teman, dan saudara. Namun untuk

masalah pribadi M tidak pernah berbagi dengan orangtuanya.

M merupakan anak pertama dari tiga saudara, adiknya yang perempuan saat

ini sedang bekerja sebagai pegawai toko dan yang paling kecil sedang duduk di

bangku SMP. M tidak terlalu dekat dengan ayahnya, M lebih dekat dengan ibunya.

seperti pada kebanyakan remaja sering kali M melakukan hal-hal yang tidak disukai

ayahnya. Setiap kali ayah M marah, dia hanya akan diam dan berusaha untuktidak

mengulangi kesalahannya. Ayah M juga akan mulai membaik ketika M sudah

menyadari kesalahnnya dan berlaku lebih baik. Walaupun M tidak terlalu dekat

dengan ayahnya tapi dia cukup sering cerita atau curhat mengenai hal-hal yang dia

alami pada saat dulu sekolah atau apa yang dia rasakan hari itu. M tidak pernah

menceritakan masalah pribadinya yang berhubungan dengan asmara kepada ayahnya.

Dilihat dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa komunikasi antara M dengan

ayahnya terjalin tidak begitu baik dan tidak sering.

M merupakan anak yang rajin pergi keluar rumah untuk bermain

bersama teman-temannya. Ayah M tidak terlalu mengekang M pergi apalagi saat

malam hari. M juga mengatakan kondisi fisik ayah M saat ini. Menurutnya kondisi

ayanhnya dengan umur yang sudah termasuk tua dan dengan pekerjaan seperti itu,

ayahnya tidak dalam keadaan yang benar-benar sehat. Menurut penuturan M, sang

ayah kerap sekali menderita sakit Meriang ketika pulang bekerja.. M merasa dirinya

benar-benar harus menjadi penganti ayahnya sebagai tulang punggung keluarga.

Namun ada saat dimana M kehilangan kesadaraan akan dirinya yang di

anggap menjadi tulang punggung keluarga. Saat-saat seperti itu terjadi dimana ketika

para kuli bangunan di kelurahan Aek Paing sulit mendapatkan pekerjaan.Ketika

Universitas Sumatera Utara

Page 102: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

perasaan kehilangan kesadaran itu muncul, ia kerap kali mabuk-mabukan bersama

teman-temannya dan tak jarang mencuri sawit milik PTPN III yang memang

tertanam luas di sepanjang jalan Kelurahan Aek Paing. Dalam keadaan yang seperti

itu, memang banyak pemuda-pemuda di kelurahan Aek Paing yang berprilaku sama

seperti apa yang dilakukan M.Mendapatkan dukungan dari teman-teman yang

sesame pengangguran, dan tak jarang keluarga merasa acuh tak acuh membuat M

dan pemuda-pemuda lainnya sudah merasa biasa untuk melakukan hal-hal seperti itu.

Bagi M dukungan dan larangan bagi anak-anak sepertinya sangat mereka butuhkan

dari orangtua. Saat merekia meilih bekerja dari pada sekolah untuk membantu

memenuhi kebutuhan hidup, harusnya ada apresiasi dari orangtua dengan keputusan

M dan anak-anak lainnya yang seperti M.menurut M, para orangtua mereka

menganggap hal itu sudah biasa karena saat orangtua mereka dulu seumuran M,

mereka juga melakukan hal yang seperti M lakukan. Seiring berjalannya waktu, M

kembali menyadari posisi dia sebagai anakpertama laki-laki dalam keluarga yang

harus membimbing adiknya danmenjaga dan terus memberi semangat kepada adik-

adiknya.

Kemudian kesadaraan itu kembali lagi dan M kembali pada kehidupan

normalnya. Seperti itulah siklus kehidupan dan psikologis anak-anak keluarga kuli

bangunan yang sama seperti M.

Kemudian penulis juga menggali informasi tentang perasaan anak laki-laki

yang paling kecil dari ibu Ina, dalam hal ini sebenarnya penulis ingin sekali

mendapatkan informasi dari semua anak beliau, tetapi karena anak beliau yang laki-

laki merupakan orang yang tertutup semenjak penulis mengenalnya dari sekolah

dulu, sehingga informasi hanya penulis dapatkan dari anak ibu Ina yang yang ketiga,

Universitas Sumatera Utara

Page 103: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Berikut hasil wawancara dengan anak ketiga ibu Ina,

Agung adalah anak ketiga dari Ibu Ina. Saat ini Agun sedang menempuh

studinya di salah satu SMP di Rantauprapat. Agung merupakan pribadi yang tidak

terlalu banyak bicara dan kalem. Sehari-hari disibukkan dengan sekolah dan juga

bermain-main dengan teman-temannya dan game online. Kebiasaan Agung setiap

malam minggu adalah bermain game online.Agung mengaku kedua orangtuanya

tidak melarang kegiatan yang dilakukannya ini. Menurut Agung, kedua orangtuanya

jarang sekali berkomunikasi dengannya, walaupun satu rumah dan berjumpa setiap

hari. Memang, penulis mengakui sendiri bahwa ada semacam kekakuan bagi anak

laki-laki dalam keluarga kuli bangunan untuk bersendagurau dengan orangtua baik

ibu ataupun ayah.

Setiap kali Agung merasakan kesepian dan bosan, dia akan pergi berm,ain

dengan teman-temannya atau bermain game online di warnet. Agung juga

menuturkan hal yang sama dialami olehnya dan juga teman-temannya. Saat

berkumpul dengan teman-temannya, Agung mengaku mereka sering curhat satu

sama lain untuk menceritakan unek-unek yang sungkan mereka ceritakan dengan

orangtua mereka masing-masing. Disini penulis melihat, ada hubungan komunikasi

yang kurang baik antara orangtua dengan anak mereka juga yang masih remaja

(seumuran agung).

Dari hasil wawancara dengan sejumlah informan di atas maka penulis dapat

menarik kesimpulan bahwa keadaan hunbungan keluarga dalam keluarga kuli kasar

bangunan terjalin tidak begitu harmonis. Dapat dilihat dengan kecendrungan seorang

oyah yang jarang sekali berkomunikasi dengan anak-anaknya, terutama kepada anak

laki-lakinya. Hal ini bisa saja menimbulkan gejala psikis terhadap sang anak dimana

Universitas Sumatera Utara

Page 104: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

ia tidak mendapatkan support dari sang ayah secara moril. Mengenai kenakalan-

kenakalan remaja yang sudah penulis jelaskan diatas, seorang ayah dalam keluarga

kuli bangunan juga tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang di lakukan anak-

anaknya diluar rumah. yang penting bagi seorang ayah dalam keluarga kuli kasar

bangunan ini adalah bagaimana caranya agar tidak kekurangan dan mampu

memenuhi kebutuhan finansial keluarga.

Dalam hal pendidikan, tanpaknya seperti apa yang telah kita lihat pada

wawncara dengan beberapa informan di atas, kedua orangtua khususnya sang ayah

tidak begitu memaksakan anaknya untuak memiliki pendidikan yang tinggi dan

bagus. Yang terpenting dalam keluarga kuli kasar bangunan ini adalah anaknya

sudah bisa baca dan tulis. Dari beberapa wawancara dengan informan, penulis juga

mendapatkan beberapa pengakuan kalau sebenarnya bagi beberapa ibu dalam

keluarga kuli kasar bangunan sangat ingin melihat anaknya memiliki pendidikan

yang tinggi dan bagus. Namun terkadang keinginan itu hanya tersimpan dalam

hatinya karena tak kuasa menentang kehendak sang suami.

3.3 Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Ekonomi Orangtua Terhadap Pola Asuh

Anak.

Pola asuh terhadap anak dalam keluarga yang satu dengan yang lainnya

berbeda-beda.Sa’aadiyyah (1998) mengemukakan bahwa pola pengasuhan anak

dalam sebuah keluarga dipengaruhi oleh umur Kepala Keluarga (KK) dan istri, usia

saat menikah, status pekerjaan istri, jenis pekerjaan utama, besarnya keluarga,

pendapatan keluarga, usia anak, jenis kelamin anak dan nomor urut anak dalam

keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (1991) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan

Universitas Sumatera Utara

Page 105: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

orangtua akan berpengaruh terhadap cara, pola dan kerangka berfikir, persepsi,

pemahaman dan kepribadian orangtua tersebut yang secara langsung atau tidak akan

mempengaruhi pola komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan

keluarga.

Dalam keluarga kuli kasar bangunan dalam penelitian penulis, orang tua

memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Di wilayah kelurahan Aek Paing, rata-rata

pendidikan orang tua dalam keluarga kuli kasar bangunan hanya sampai pada tingkat

SD (Sekolah Dasar) dan hanya sebagian kecil saja yang sampai menamatkan

pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Hal ini menjadikan kedekatan

emosional dan komunikasi antara orang tua dan anak menjadi kurang baik (seperti

yang penulis kemukakan pada bab III sebelumnya). Sehingga anak akan sangat

mudah terpengaruh dalam lingkungan yang di huni banyak pengangguran. Anak

akan enggan bercerita kepada orang tuanya ketika dirinya mendapatkan masalah di

luar. Mendapatkan pengalam baru yang bersifat negatif seperti berjudi, mabuk-

mabukan bermain game online dan sebagainya.

3.3.1 Pandangan Keluarga Kuli Kasar Terhadap Pendidikan di Kelurahan Aek

Paing.

Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang dan

tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian

pula anak-anak mereka akan menjadi maju pula pendidikannya dibanding orang tua

mereka. Maju mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan

dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan.Pada umumnya masyarakat

tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 106: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan kalau sekolah kebanyakan putus di

tengah jalan.

Golongan orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan

penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-

kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah golongan orang tua itu mempunyai

pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat sehingga sukar untuk mengadakan

perubahan-perubahan yang nyata dan membuka wawasan yang lebih luas.

Sementara hasil wawancara peneliti dengan bapak Abdurrachman Wahid

selaku informan dan tokoh masyarakat:

”Menurut saya pendidikan belakangan ini sudah menjadi hal yang

sangat penting, Karena dengan pendidikan masyarakat dapat

meningkatkan taraf hidup mereka.Karena mereka sudah mendapatkan

bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari.Tetapi karena kebiasaan-

kebiasaan wariskan turun temurun makanya banyak masyarakat yang

tidak memilih bersekolah karena membantu bekerja. (wawancara pada

Sabtu tanggal 15 April 2017).

Dari hasil wawancara peneliti dengan bapak Abdurrachman, beliau

mengatakan bahwa pendidikan itu sangat penting bagi anak-anak untuk

meningkatkan taraf hidup dikemudian hari karena dengan pendidikan

mereka mendapat bekal ilmu-ilmu yang mereka pelajari.

Selanjutnya peneliti mewawancarai ibu Qomaruddin yang merupakan

Kepala Sekolah :

“Pendidikan sangat penting buat kehidupan, saya sebagai pendidik

hanya memberikan pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup

mereka, namun bagi orang tua di kelurahan Aek Paing ini khususnya

bagi orang tua yang berprofesi sebagai Kuli bangunan sulit untuk

merubah pandangan mereka untuk mementingkan pendidikan, mereka

lebih memilih untuk mencari uang”. (wawancara pada Sabtu tanggal 15

April 2017)

Universitas Sumatera Utara

Page 107: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Pendidikan sangat penting bagi anak-anak kuli itulah yang dikatakan

oleh ibu Qomar, tetapi karena pandangan orang tua khususnya yang bermata

pencaharian kuli bangunan yang kurang mementingkan pendidikan.

Sedangkan menurut bapak Segarsono selaku kepala lingkungan

mengungkapkan :

“Pendidikan buat anak-anak itu buat saya sangat penting, di

kelurahan aek Paing, banyak anak-anak tidak melanjutkan

sekolah.mereka lebih memilih untuk bekerja sebagian besar mereka

adalah murid yang putus di SLTP. Mereka bekerja adalah dengan

alasan untuk membantu orang tua.Anak laki-laki biasanya bekerja

sebagai buruh bangunan, sedangkan anak perempuan kebanyakan

menjadi penjaga kantin, dan warung-warung nasi, dan lain sebagainya.

(wawancara pada Sabtu tanggal 15 April 2017).

Senada dengan perkataan bapa Abdurrachman dan Ibu Qomar, bapak

Segarsono memandang bahwa pendidikan itu sangat penting.Karena

berbagai alasan maka banyak anak putus sekolah atau tidak melanjutkan

sekolah lagi di kelurahan Aek Paing.

Selanjutnya peneliti juga melakukan wawancara kepada orang tua

yang anaknya putus sekolah dan berprofesi sebagai Kuli, bapak Gimang

mengungkapakan:

“Pendidikan kami tidak perlu tinggi-tinggi, kalau mampu untuk bekerja,

langsung kami hadapkan untuk bekerja. Yang penting bisa mencari

uang, apalagi kami seorang kuli kalau bukan anak-anak kami siapa lagi

yang akan membantu untuk memberi uang kepada mereka kecuali

mereka sendiri. .(hasil wawancara pada Minggu 16 April 2017)

Pandangan tentang pendidikan yang tidak perlu tinggi-tinggi dan

kurang mementingkan pendidikan itulah yang disampaikan oleh bapa

Gimang.

Universitas Sumatera Utara

Page 108: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Sementara menurut ibu Prihatin :

“Anak-anak cukup sekolah sampai bisa baca tulis karena pada akhirnya

kakankan akan dihadapkan pada lapangan pekerjaan.Selain itu anak-

anak harus diajarkan pendidikan bertahan hidup agar mereka dapat

cukup makan memenuhi kebutuhannya, dan yang terpenting anak-anak

perempuan harus belajar dalam lingkungan rumah tangga seperti

memasak. (wawancara pada Minggu tanggal 16 April 2017 ).

Ibu Prihatin juga mengatakan hal yang sama, beliau kurang

mementingkan sekolah anak-anak meraka, anak-anak cukup bisa membaca

dan menulis saja.

Sedangkan ibu Mesni mengungkapkan :

“Ya pendidikan itu penting, namun karena sudah keadaan kami seperti

ini, jadi terpaksa anak kami berhenti sekolah. (wawancara pada Minggu

tanggal 16 April 2017).

Ibu Mesni juga menambahkan :

“Anak-anak sekolah cukup sampai dia bisa bekerja terlebih lagi anak

perempuan, karena pada akhirnya akan menikah sehingga akan menjadi

tanggung jawab suami.(wawancara pada Minggi tanggal 16 April 2017).

Orang tua juga memiliki pandangan bahwa pendidikan itu penting, itulah yang

disampaikan oleh ibu mesni, namun karena keadaan yang membuat mereka

memutuskan untuk berhenti sekolah, khusus untuk anak perempuan lebih memilih

untuk menikah.

Peneliti juga menanyakan kepada anak-anak yang putus sekolah, M

mengungkapkan :

“Saya merasa pendidikan itu biasa saja, cukup lulus SD atau SMP

sudah bisa membantu orang tua cari uang. (wawancara pada Minggu

tanggal 16 April 2017).

Dari hasil wawancara kepada anak kuli yang putus sekolah, M mengatakan

bahwa pendiikan itu tidak terlalu penting, dia lebih memilih untuk mencari uang.

Universitas Sumatera Utara

Page 109: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Dari temuan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, keluarga kuli mempunyai

pandangan bahwa pendidikan kurang begitu penting dan hanya memilih pendidikan

yang seperlunya saja, mereka lebih memilih untuk bekerja dari pada meneruskan

sekolah.Kemudian ada juga keluarga kuli yang memiliki pandangan bahwa

pendidikan itu sangat penting namun karena banyak faktor yang mempengaruhi

maka banyak anak-anak mereka yang putus sekolah.

3.3.2. Latar Belakang Rendahnya Tingkat Pendidikan di Kelurahan Aek

Paing

Dalam pembahasan ini akan diuraikan temuan hasil penelitian yang telah

dilakukan di lapangan membahas tentang latar belakang rendahnya tingkat

pendidikan di keluarga kuli bangunan kelurahan Aek Paing, Kec Rantau Utara Kab

Labuhanbatu, sumatera Utara. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa latar

belakang rendahnya tingkat pendidikan adalah karena masalah kurangnya biaya,

kebudayaan yang mereka miliki, dan kurangnya mementingkan Pendidikan.

Banyak anak-anak putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah di kelurahan

Aek Paing.Mereka beranggapan bahwa sekolah hanya cukup bisa membaca dan

menulis saja. Mengingat kemampuan membaca dan menulis sudah dicapai pada

sekolah dasar maka orang tua kadang kadang telah menganggap tidak perlu anaknya

bersekolah sampai tamat SMP atau SMA. Apalagi kalau mengingat kondisi

pekerjaan yang ada di daerah mereka. Kemampuan berproduksi antara yang tamat

SMP dan yang hanya sampai tamat SMA misalnya tidak banyak berbeda, oleh sebab

itu, wajarlah kalau bukti-bukti yang ada menunjukkan sebagian orang tua yang tidak

mampu melanjutkan pendidikan anaknya ke sekolah lanjutan, percaya bahwa tidak

ada gunanya mengeluarkan biaya untuk pendidikan yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Page 110: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Putus sekolah/tidak melanjutkan sekolah lagi di Kelurahan Aek Paing

khusususnya pada keluarga kuli bangunan tidak hanya merupakan masalah

pendidikan tetapi juga sebagai masalah sosial dan ekonomi.Berbagai faktor sosial

ekonomi (maupun budaya) dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat putus

sekolah.Di samping itu putus sekolah kelihatannya agak terselubung, karena mereka

langsung dimanfaatkan sebagai tenaga kerja, mereka langsung menjadi pekerja

keluarga. Kalau mereka sudah jenuh dengan bidang ini atau memang di daerahnya

tidak ada lapangan pekerjaan lain maka mereka cenderung lari ke kota untuk mencari

pekerjaan.

Putus sekolah/tidak melanjutkan sekolah lagi bagi keluarga kuli, tidak hanya

berasal dari keluarga kuli miskin yang tidak mampu, tetapi tidak jarang juga berasal

dari keluarga kuli menengah.Hal ini banyak disebabkan oleh faktor ekonomi.

Adapun sebab-sebab putus sekolah/tidak melanjutkan sekolah lagi di kelurahan Aek

Paing adalah :

1. Faktor pertama yang menyebabkan anak tidak dan putus sekolah adalah

faktor ekonomi.

Keluarga kuli di kelurahan Aek Paing banyak mengatakan biaya yang

kurang menyebabkan mereka putus sekolah. Senada dengan pendapat Candra

(2010 : 4) putus sekolah disebabkan ketidakmampuan keluarga si anak untuk

membiayai segala proses yang dibutuhkan selama menempuh pendidikan atau

sekolah dalam jenjang tertentu walaupun pemerintah telah mencanangkan

wajib belajar 9 tahun, namun belum berimplikasi secara maksimal terhadap

penurunan jumlah anak yang tidak dan putus sekolah. Selain itu, program

Universitas Sumatera Utara

Page 111: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

pendidikan gratis yang telah dilaksanakan belum tersosialisasi hingga ke level

bawah.

Konsep gratis belum jelas saasaran pembiayaannya oleh sekolah sehingga

masih dianggap sebagai beban bagi keluarga yang kurang mampu.Sebab, selain

biaya yang dikeluarkan selama sekolah anak harus mengeluarkan biaya untuk

pakaian sekolah, uang daftar, buku dan alat tulis lainnya serta biaya

transportasi atau akomodasi bagi siswa yang jauh dari sekolah.Hal-hal tersebut

masih dianggap sebagai beban oleh orang tua sehingga membuat mereka

enggan untuk menyekolahkan anaknya.Selain itu, mata pencaharian orang tua

anak tidak dan putus sekolah sebagian besar kuli bangunan.

Sejalan juga dengan pendapat Nico (2012) kurangnya pendapatan

keluarga menyebabkan orang tua terpaksa bekerja keras mencukupi kebutuhan

pokok sehari-hari, sehingga pendidikan anak kurang terperhatikan dengan baik

dan bahkan membantu orang tua bekerja, karena dianggap meringankan beban

orang tua anak di ajak ikut orang tua ke tempat kerja yang jauh dan

meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama.

Penyebabkan orang tua kurang pendapatan karena proyek pembangunan

sangat minim, dan kekalahan mereka dari kuli-kuli yang berasal dari daerah

kisaran dan Medan yang masih bisa di bayar jauh lebih murah dari kuli

setempat, hal ini menjadikan kuli-kuli di daerah Rantauprapat umumnya dan

kelurahan Aek Paing khususnya lebih sering menganggur dari pada bekerja.

2. Putus/tidak melanjut sekolah karena rendahnya atau kurangnya minat anak

untuk bersekolah.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Anak-anak kuli putus sekolah di kelurahan Aek Paing mengatakan bahwa

keinginan atau minat dia untuk sekolah memang kurang. Sejalan dengan yang

dikatakan oleh Candra (2010 : 4) bahwa rendahnya minat anak dapat

disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang, jarak antara tempat tinggal

anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang, dan pengaruh

lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang dapat disebabkan oleh pengaruh

lingkungan misalnya tingkat pendidikan masyarakat rendah yang diikuti oleh

rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan.Adapula anak putus

sekolah karena malas untuk pergi ke sekolah karena merasa minder, tidak dapat

bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak

mampu membayar kewajiban biaya sekolah.Ketidakmampuan ekonomi

keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah

psikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam

pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah peranan lingkungan.

Kemudian Nico (2012) juga mengatakan yang menyebabkan anak putus

sekolah bukan hanya disebabkan lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga

datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau

melanjutkan sekolah.

Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu

pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang

baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga minat anak untuk

bersekolah kurang perhatian sebagaimana mestinya, adapun yang

menyebabkan anak kurang berminat untuk bersekolah adalah anak kurang

mendapat perhatian dari orang tua terutama tentang pendidikannya, juga karena

Universitas Sumatera Utara

Page 113: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kurangnya orang-orang terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak

kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk

sekolah sangat kurang.

3. Faktor ketiga adalah kurangnya perhatian orang tua.

Orang tua di kelurahan Aek Paing banyak yang meminta anaknya untuk

membantu orang tua mencari uang atau bekerja dan kurangnya perhatian orang

tua untuk menyekolahkan anaknya. Senada dengan pendapat Candra (2010 : 4)

mengatakan rendahnya perhatian orang tua terhadap anak dapat disebabkan

karena kondisi ekonomi atau rendahnya pendapataan orang tua si anak

sehingga perhatian orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk

memenuhi keperluan keluarga.Jumlah anak yang tidak/putus sekolah karena

rendahnya kurangnya perhatian orang tua sangatlah banyak. Dalam keluarga

miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan

hidup anak, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti

pelajaran.Menurut Nico (2012) Pendapatan keluarga yang serba kekurangan

juga menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak karena setiap

harinya hanya memikirkan bagaimana caranya agar keperluan keluarga bisa

terpenuhi, apalagi kalau harus meninggalkan keluarga untuk berusaha

menempuh waktu berbulan-bulan bahkan kalau sampai tahunan, hal ini tentu

pendidikan anak menjadi terabaikan.

4. Faktor keempat adalah kendala budaya untuk sekolah.

Keluarga kuli di kelurahan Aek Paing mempunyai budaya yang

beranggapan bahwa sekolah kurang begitu penting dan menyekolahkan anak

hanya cukup bisa membaca dan menulis. Sejalan dengan pendapat Candra

Universitas Sumatera Utara

Page 114: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

(2010 : 5) kendala budaya yang dimaksudkan adalah pandangan masyarakat

yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Pandangan banyak anak

banyak rezeki membuat masyarakat Jawa di pedesaan lebih banyak

mengarahkan anaknya yang masih usia sekolah diarahkan untuk membantu

orang tua dalam mencari nafkah.

Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang

tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula,

demikian pula anak-anak mereka akan menjadi maju pula pendidikannya

dibanding orang tua mereka. Maju mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan

negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang

dilaksanakan. Pada umumnya masyarakat tradisional mereka kurang

memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-anak

mereka tidak sekolah dan kalu sekolah kebanyakan putus di tengah jalan.

3.4 Nilai anak Bagi keluarga Kuli Kasar Bangunan.

Anggapan bahwa anak atau keturunan merupakan bagian yang sangat

penting dari tujuan sebuah pernikahan tersebut menimbulkan pendapat dalam

masyarakat, bahwa citra sebuah keluarga tanpa anak akan menjadi suatu hal yang

dapat memunculkan pergunjingan. Bahkan akan mengurangi kebahagiaan individu

tersebut dan menyebabkan penderitaan batin. Semaksimal mungkin keluarga

berusaha untuk mendapatkan anak atau keturunan. Berbagai upaya dilakukan baik

dengan pengobatan medis maupun dengan berbagai rmacam terapi dari dunia

kedokteran seperti pemakaian obat penyubur kandungan, bahkanseiring dengan

berkembangnya zaman untuk mendapatkan keturunan dengan cara

Universitas Sumatera Utara

Page 115: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

cloning dan inseminasi buatan (bayi tabung), pengobatan alternatif dan lain

sebagainya.

Apabila anak sudah lahir maka kehadiran anak ditengah keluarga

akanmemberikan dampak yang baik buat ayah dan ibu, karena akan menambah

rasatanggung jawab terhadap keluarga dengan adanya kehadiran anak. Peran

sebagaiorang tua dimulai ketika anak hadir di tengah kehidupan pasangan suami

istri.Seperti yang diungkapkan oleh Kartono (1992) justru dengan kehadiran

dankalahiran anak tersebut nantinya, akan semakin membuat matang fungsi

keayahan

dan semakin matang pula fungsi keibuan. Senada dengan hal itu Chugani

&Woyne (Nugroho, 2003) menyatakan bahwa “orang tua mungkin tidak dapat

berbuat banyak untuk mengubah apa yang terjadi sebelum anak dilahirkan, tetapi

orang tua dapat mengubah apa yang terjadi sesudah anak lahir”.Anak

dianggap penting oleh keluarga dan diharapkan kehadirannya.Berbagai usaha

dilakukan orang tua untuk mendapatkan anak tersebut, makasetelah anak lahir

sepantasnya orang tua merawat dan mendidik buah hatinya.Solihin (2002)

berpendapat bahwa tugas utama setiap orang tua adalah: (a)memberikan fasilitas bagi

perkembangan anak dan (b) membantu memperlancarperkembangan anak menurut

irama dan temponya sendiri-sendiri.Dalam rangka memenuhi tumbuh kembang buah

hatinya tersebut makaorang tua mengikhtiarkan segala daya upaya dengan cara

bekerja untuk memenuhikebutuhan anak. Kamerman dan Kahn (Santrock, 2002)

menyatakan bahwakebijakan keluarga dapat dibagi ke dalam kebijakan yang dapat

menolong peranorang tua sebagai pencari nafkah dan kebijakan yang berkonsentrasi

pada peranorang tua dalam pengasuhan dan perawatan. Kebijakan keluarga sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 116: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

pencarinafkah mendukung keluarga sebagai suatu unit ekonomi yang aktif, baik

denganmempertahankan penghasilan minimal tertentu dalam keluarga atau

denganmemberi perawatan dan pengasuhan terhadap anak-anak ketika orang tua

bekerja.

Kebijakan keluarga tentang pengasuhan dan perawatan berfokus pada

kehidupaninternal keluarga, dengan cara meningkatkan fungsi keluarga yang positif

danpengembangan serta kesejahteraan anggota keluarga secara individual. Orangtua

dengan kebijakan-kebijakan tersebut dalam keluarga berusahasemaksimal mungkin

untuk memenuhi kebutuhan anak-anak dengan bekerjakeras. Ratnawati (2000)

berpendapat bahwa kebanyakan orang tua mempunyaituntutan yang tinggi dan

terkesan tidak realistis. Orang tua menuntut dirinyamenjadi orang tua yang dapat

memenuhi semua keinginan anaknya, memberikankasih sayang, bekerja keras untuk

memenuhi kebutuhan anak dan sebagainya.

Tuntutan yang berlebihan itu malah menghambat tugasnya sebagai orang

tua.Disisi lain, dalam keluarga modern seperti ini umumnya kedua orang tua

bekerja.Dampak dari krisis moneter salah satunya adalah bertambahnya kebutuhan

yangtidak dapat terpenuhi, karena harga semakin meningkat. Salah satu cara

untukmemenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan menambah penghasilan.

Perubahansosial turut mengubah pola pengasuhan orang tua. Dahulu ibu yang

dirumah, ayahbekerja, maka sekarang keduanya bekerja (Serambi Indonesia, Edisi: 7

juni 2008).Seperti yang dijelaskan oleh Hoffman (Santrock, 2002) bahwa ibu-ibu

bekerjaadalah suatu bagian dari kehidupan modern. Hal itu bukan suatu aspek

kehidupanyang menyimpang dari kebiasaan, tetapi suatu tanggapan terhadap

perubahan-perubahansosial.Tanggapan terhadap perubahan sosial tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 117: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

menyebabkan ibu-ibubekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga.

Jumlah keluarga dimanakedua orang tua bekerja menjadi bertambah.

Gambaran di atas hampir sama dengan apa yang penulis temukan pada

keluarga kuli kasar bangunan di kelurahan Aek Paing. Tuntutan untuk memenuhi

kebutuhan anak menyebabkan beberapa di antara orangtua perempuan (ibu) dalam

keluarga kuli memilih ikut bekerja membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Disini

penulis mengamati yang terjadi di dalam keluarga kuli kasar bangunan adalah bahwa

tugas utama memberikan kasih-sayang dalam bentuk perhatian telah di gantikan

posisinya lebih kearah pemenuhan kebutuhan materi. Orangtua terlihat cenderung

mengabaikan kebutuhan moril anak, anak kurang mendapatkan perhatian yang lebih

intens dari kedua orangtuanya khususnya ibu. Seperti apa yang di ungkapkan oleh

ibu sumi :

“saya mengakui bahwa memang kami sebagai orangtua kurang

memperhatikan anak. Yang terpenting bagi kami adalah bagaimana supaya kami

bisa tetap memenuhi kebutuhan dan tidak sampai berhutang”.

Disini penulis menyaksikan sendiri hampir setiap hari ibu Sumi ketika setelah

pulang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, hal yang pertama iya tanyakan

kepada anak-anaknya adalah “udah makan apa belum ?”. kemudian setelah itu

beliau beristirahat sebentar dan langsung membuat kacang goreng untuk di jual.

Sementara anak bungsu beliau sedang asik berkeliaran di luar rumah tanpa ada

pengawasan dari beliau. Anak bungsunya hanya akan di suruh masuk dan tidur siang

jika beliau mendengar anaknya itu menangis atau berkelahi dengan teman

sepermainannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 118: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Konsekuensinya bagi orang tua yang keduanya bekerja adalah setiap orangtua

sering menyangka dengan dipenuhinya kebutuhan biologis, fisik, kesehatan,dan

materi sudah cukup bagi anak. Shochib (dalam Harian Kompas, 1998)menyatakan

bahwa orang tua cenderung hanya memberikan kebutuhan materikepada anak,

sehingga anak menjadi pribadi yang tidak lengkap. Orang tuaberusaha dengan segala

daya upaya melalui kerja keras. Kedua orang tua yangbekerja mempunyai dampak

positif dan negatif terhadap anak. Menurut Santrock(2002) bahwa seorang ibu yang

bekerja purna waktu di luar rumah dapatberpengaruh positif dan negatif bagi anak,

tidak ada indikasi bahwa pengaruhjangka panjang sama sekali negatif.

Dampak positif yang muncul dari orang tua yang keduanya bekerja

yaitukebutuhan anak lebih terpenuhi dari segi materi seperti rumah tinggal

yangnyaman, mainan yang mahal, baju yang bagus untuk anak, kendaraan

untukmengantar jemput dari sekolah dan menyekolahkan anak ditempat favorit

dananak juga lebih mandiri. Menurut psikolog Adelar (dalam Ratnawati,

2000)bahwa sisi positif meninggalkan anak adalah anak menjadi cepat

mandiridibandingkan dengan anak yang terus-menerus dibantu. Anak-anak yang

biasaditinggal orang tua menjadi terbiasa memenuhi kebutuhannya sendiri dan

belajarmencari kesibukan sendiri. Ditambah lagi anak menjadi terbiasa

memegangtanggung jawab.Padahal dengan waktu yang banyak tersita untuk bekerja

tersebut dapatmenimbulkan dampak negatif juga yaitu semakin sedikit waktu yang

tersisa untukmemenuhi kebutuhan sosial dan pengajaran bagi anak, anak kurang

perhatian,sehingga anak kurang dekat dengan orang tua. Ratnawati (2000)

menyatakanbahwa di sisi lain, kalau anak terus dibiarkan sendirian, ada dampak

Universitas Sumatera Utara

Page 119: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kehilanganyang bisa terjadi. Yang paling mungkin adalah kehilangan teman

berbincang-bincangserta tidak ada respon dari orang yang lebih dewasa.

Dari hasil pengamatan penulis selama melakukan penelitian ini, hampir

semua keluarga kuli kasar bangunan menunjukan sikap kasih dan saying serta

perhatian hanya kepada anak-anak mereka yang berumur di bawah 10 Tahun. Anak-

anak di atas 10 tahun cenderung di biarkan, dan kalau anak-anaknya itu meminta,

barulah orangtua merespon. Bentuk pemberian kasih-sayang dan perhatian kepada

anak-anaknya secara umum di wujudkan dalam bentuk pemberian materi. Seperti

membelikan mainan, membelikan jajanan apa yang anaknya inginkan, dan lain

sebagainya.

Orangtua dalam keluarga kuli ini memiliki pandangan yang berbeda dari

kebanyakan orangtua lainnya mengenai kasih-sayang terhadap anak. Khususnya

dalam masalah pendidikan anak. Jika pada keluarga batak ada istilah biar rumah

gubuk asalkan anak sekolah tinggi, namun pada keluarga kuli Jawa ini tidak

demikian. Orangtua dalam keluarga kuli ini tidak terlalu memprioritaskan pendidikan

bagi anak-anaknya. Seperti yang terjadi pada salah satu keluarga kuli di kelurahan

Aek Paing. Ibu Sumi mengatakan suaminya sempat melarang anak sulungnya untuk

kuliah di Medan. Namun anaknya tetap kukuh untuk kuliah, alhasil suaminya

memberikan penawaran kepada anaknya itu untuk membelikannya sepeda motor asal

anaknya tidak berangkat kuliah di Medan. Menurut penuturan dari beberapa

informan mengenai kurangnya dukungan orangtua terhadap pendidikan anak, penulis

menemukan adanya sebuah ketakutan dari segi financial bahwa para orangtua ini

tidak akan sanggup membiayai anak-anaknya yang berkuliah di kota Medan, dan

takut kalau-kalau nantinya anak-anak mereka itu putus sekolah di tengah jalan. Dari

Universitas Sumatera Utara

Page 120: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

apa yang di sampaikan ibu Sumi di atas, penulis mendapatkan suatu gambaran bahwa

pada masyarakat kelurahan Aek Paing memang ada terbentuk pola pemikiran

bahwaorang lain akan bangga kepada mereka jika anaknya telah bekerja dan

memiliki kendaraan sendiri, bukan bersekolah.

Universitas Sumatera Utara

Page 121: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

BAB IV

ETOS KERJA BUDAYA KEMISKINAN DAN POLA ASUH

Pada sebagian masyarakat Jawa, terutama yang berprofesi sebagai buruh

bangunan, masalah ekonomi menjadi kendala yang penting dalam hidup mereka.

Masalah keadaan ekonomi mampu mempengaruhi hubungan antara orang tua dan

anak. Dengan kata lain, pola asuh adalah hal yang dapat di pengaruhi oleh nilai-nilai

dasar kehidupan manusia seperti yang di sebutkan oleh Kluckhohn. Menurut

Kluckhohn yang dikutip oleh Koentjaraningrat ada lima masalah dasar dalam

kehidupan manusia yang berkaitan dengan nilai budaya, yakni masalah yang

berkenaan dengan hakekat hidup, karya, waktu, alam dan hubungan antara manusia

(Koentjaraningrat, 1981:28) . Ini artinya, wujud kebudayaan suatu masyarakat yang

merupakan hasil dari tanggapan aktif terhadap lingkungan dalam arti luas tidak lepas

dari pendukungnya didalam memandang hidup, karya, waktu, alam dan hubungan

antar sesamanya. Pandangan inilah yang pada gilirannya mewarnai etos kerja dari

suatu masyarakat. Dalam masyarakat Jawa, lima nilai dasar dari Kluckhon ini di

pahami sebagai apa yang di sebut dengan falsafah orang Jawa. Dalam berfilosofi,

orang Jawa seringkali menggunakan unen-unen untuk menata hidup manusia.

Berikut beberapa dari sekian banyak falsafah yang menjadi pedoman hidup

orang Jawa.Urip Iku Urup yaitu hidup itu nyala, hidupitu hendaknya memberi

manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan

tentu akan lebih baik. Memayu Hayuning Bawana, yaitu manusia hidup di dunia

harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta

memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.Sura Dira Jaya Jayaningrat,

Lebur Dening Pangastuti, yaitu segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya

Universitas Sumatera Utara

Page 122: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.Ngluruk Tanpa Bala,

Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha, yaitu berjuang

tanpa perlu membawa massa. Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan.

Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan,kekayaan atau keturunan, kaya

tanpa didasari kebendaan.Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun

Kelangan, yaitu jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri. Jangan

sedih manakala kehilangan sesuatu.Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja

Aleman , yaitu jangan mudah terheran-heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah

terkejut-kejut, jangan mudah ngambeg, jangan manja. Aja Ketungkul Marang

Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman, yaitu, janganlah terobsesi atau

terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan

duniawi.Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilakta, yaitu jangan

merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak

celaka.Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo, yaitu jangan

tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; jangan berfikir mendua agar

tidak kendor niat dan kendor semangat.Aja Adigang, Adigung, Adiguna, yaitu jangan

sok kuasa, sok besar, sok sakti (sumber: sabdalangit.wordpress.com).

Berikut ini lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang berkaitan

dengan nilai budaya pada keluarga kuli di kelurahan Aek Paing :

1. Hakekat Hidup

Pada dasarnya, hakekat hidup keluarga kuli kasar bangunan tidak terlalu

jauh berbeda dengan hakekat hidup masyarakat jawa pada umumnya. Secara

umum mereka masih memegang dan menjalankan falsafah jawa sepertiMemayu

Universitas Sumatera Utara

Page 123: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Hayuning Bawana, yaitu manusia hidup di dunia harus mengusahakan

keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara

murka, serakah dan tamak.Sura Dira Jaya Jayaningrat, Lebur Dening

Pangastuti, yaitu segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa

dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar, Datan Serik Lamun

Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan, yaitu jangan gampang sakit hati

manakala musibah menimpa diri. Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.Aja

Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman , yaitu jangan mudah

terheran-heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah terkejut-kejut, jangan

mudah ngambeg, jangan manja. Dan lain sebagainya.

2. Karya.

Dalam keluarga kuli kasar bangunan, bekerja dengan ikhlas dan tulus

adalah sebuah karya yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi

mereka, bekerja bukan hanya soal menghasilkan uang, walaupun hal ini adalah

tujuan utama dalam bekerja. Namun di sisi lain, bekerja juga merupakan suatu

rutinitas yang harus mereka lakukan agar hidup menjadi berkah, badan menjadi

sehat dan juga bekerja juga merupakan salah satu kewajiban ibadah yang harus

mereka lakukan dalam pertanggung jawabaan di hadapan Allah SWT nantinya.

Seperti halnya yang di sampaikan oleh salah satu informan yaitu bapak Ponidi :

“Hidup itu memang bukan hanya tentang mencari uang (bekerja), tapi

bekerjalah demi untuk tetap hidup dan jangan hidup jika tidak mau bekerja”

3. Waktu

Dalam kehidupan keluarga kuli kasar bangunan, waktu merupakan hal yang

sangat berharga, hampir sejalan dengan sebuah pribahasa yang mengatakan

Universitas Sumatera Utara

Page 124: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

“waktu adalah uang”. Seperti itu lah yang dituturkan oleh bapak Riadi, salah

satu informan dalam penelitian ini. Bagi keluarga kuli, tidak ada waktu untuk

tenang-tenang atau berdiam diri, tidak ada waktu untuk meratapi nasib yang

terjadi, waktu harus di gunakan sebaik mungkin untk terus bekerja, bekerja, dan

bekerja. Selagi masih ada kesempatan untuk bekerja, maka kesempatan itu harus

di manfaatkan sebaik mungkin, karena, kita tidak tau kedepannya kita akann

dapat kesempatan itu lagi atau tidak.

4. Alam

Dalam kehidupan keluarga kuli kasar bangunan, alam adalah teman hidup

selain sesame manusia. Bagi mereka, merusak alam sama dengan merusak

kehidupan. Alam memberikan feedback yang berbanding lurus dengan apa yang

dilakukan manusia, jika perlakuan manusianya baik, maka alam juga akan

memberikan feedback yang baik pula, begitu juga dengan sebaliknya.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melakukan penelitian ini, memang

tampak terlihat rata-rata masyarakat kelurahan Aek paing begitu memelihara

alam sekitar lingkungan mereka. Halk ini tampak dengan banyaknya tanaman-

tanaman obat-obatan, pepohonan hijau, dan bunga-bunga yang mereka Tanami

masing-masing di area sekitar rumah mereka.

5. Hubungan Manusia dengan Manusia

Berkaitan hubungan manusia dengan manusia, keluarga kuli kasar bangunan

masih teguh melandaskan masalah ini pada falsafah kesukuan mereka, yaitu

falsafah Jawa. Ada beberapa falsafah yang masih bisa kita lihat dengan mudah

pada masyarakat ini beberapa di antaranya yaitu, Sura Dira Jaya Jayaningrat,

Lebur Dening Pangastuti, yaitu segala sifat keras hati, picik, angkara murka,

Universitas Sumatera Utara

Page 125: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.Ngluruk Tanpa

Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha,

yaitu berjuang tanpa perlu membawa massa. Menang tanpa merendahkan atau

mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan,

kekuatan,kekayaan atau keturunan, kaya tanpa didasari kebendaan.Datan Serik

Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan, yaitu jangan gampang sakit

hati manakala musibah menimpa diri. Jangan sedih manakala kehilangan

sesuatu.Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman , yaitu jangan

mudah terheran-heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah terkejut-kejut,

jangan mudah ngambeg, jangan manja.

4.1 Etos Kerja dan Budaya kemiskinan

Budaya/Etos kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup

sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang

dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku,

cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. Dalam

keluarga kuli kasar bangunan masyarakat Jawa, mengenai etos kerja tidak dapat

dipisahkan dari agama dan budaya Jawa yang mereka anut. Disini penulis akan

mngemukakan sedikit mengenai etos kerja dalam Islam karena seluruh keluarga kuli

bangunan di kelurahan Aek Paing beragama Islam.

Meminjam pisau analisis Geertz (1983)tentang varian Abangan, Santri,dan

Priyayi maka tradisi dan kepercayaan kuli Jawa ini lebih cocok diklasifikasikan

dalam varian Islam abangan. Sebagai Islam abangan, mereka teramat longgar dalam

menyarikan ajaran dan menjalankan syariat Islam. Longgarnya praktik menjalankan

Universitas Sumatera Utara

Page 126: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

syariat Islam dapat diindikasikan dari berbagai aktivitas sosial serta tingkah laku

sehari-hari. Dari hasil obserevasi penulis, kebanyakan kepala keluarga dari keluarga

kuli kasar bangunan dapat dikatakan sangat jarang sekali Shalatdi masjid, dan rata-

rata anak-anak mereka khususnya yang laki-laki yang sudah menginjak masa remaja

dan juga dewasa juga melakukan hal yang sama. Pengawa- san mengenai kewajiban-

kewajiban terhadap syariat agama tampaknya luput sebagaitanggungjawab orangtua

di dalam keluarga. Seperti apa yang di ungkapkan oleh M anak dari keluarga bapak

Gimang dan ibu Mesni :

“saya bukan tidak mau shalat, tapi belum dapat hidayah.

Karena sudah kebiasaan tidak shalat dari kecil sih, makanya

sampai udah sebesar ini jadi kebawa. Memang orangtua saya

tidak pernah marah kalau kami semua (anak-anaknya) tidak ada

yang shalat, ya paling merepet sedikit, abis itu udah, gitu aja.

Lagian bapak juga jarang shalat, kek mana anaknya mau shalat

orang bapaknya aja enggak shalat. (wawancara tanggal 28 Mei

2017)

Rata-rata kuli bangunan sebenarnya memiliki semangat kerja tinggi, tetapi

etika kerja yang difahami tidak sesuai dengan ajaran Al Quran dan Hadits Nabi.

Longgarnya pemahaman nilai agama dan tatanan etika yang dianut inilah kiranya

yang membentuk sifat dan karakter kuli cenderung “permisif, foya-foya dan boros.

Kurang adanya keseimbangan antara nafsu pemenuhan duniawi dengan praktek

ajaran agama. Hal ini bisa di buktikan dengan keadaan keluarga kuli di kelurahan

Aek Paing, seperti mabuk-mabukan selepas gajian yang dilakukan oleh para pemuda-

pemudanya, berbelanja hal-hal yang tidak perlu oleh beberapa orangtua, dan lain

sebagainya.Peneliti menyaksikan langsung pada salah satu keluarga kuli kasar

bangunan yang juga merupakan informan dalam penelitian ini. Ketika mereka baru

tiba di rumah dengan barang-barang bawaan yang bisa di katakan cukup banyak, ada

Universitas Sumatera Utara

Page 127: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

barang-barang keperluan rumah tangga, mainan anak-anak, dan banyak sekali

makanan dan buah-buahan. Berikut hasil penuturan ibu Sumi mengenai hal tersebut :

“Bapaknya baru dapat balen (Keuntungan) dari proyek

perumnas yang tempo hari nak pandu ikut kesana. Karena sudah

janji dengan si Puspa dan Dila untuk membelikan buah dan

mainan boneka. Saya juga tempo hari sudah bilang ke bapaknya

bahwa Ricecooker di dapur sudah rusak. Jadi mumpung lagi ada

uang lebih, kami belikan lah keperluan-keperluan seperti yang

anak lihat ini.(wawancara tanggal 27 Mei 2017)

Rendahnya pemahaman agama dan kepatuhan terhadap perintah agama

menjadikan mereka salah menafsirkan ajaran-ajaran Islam, seperti pasrah akan

keadaan karena suatu keadaan atau nasib datangnya dari Allah dan akan kembali

kepadaNya. Sejalan dengan apa yang di tuturkan informan kepada peneliti mengenai

hal tersebut, menurut bapak Gimang :

“bagi saya, hidup semata-mata bukan soal kaya dan serba

berkecukupan. Tapi hidup lebih ke bagaimana cara kita

menikmati dan mensyukuri apa yang telah ada. Menjadi kaya

juga tidak pernah di wajibkan dalam ajaran apapun dan dalam

Undang-Undang 1945. Saya menikmati hidup kami seperti ini, ya

walaupun terkadang keadaan susah juga menjadi masalah,

namun menurut saya itulah letak kenikmatannya. Namanya juga

hidup, ya harus punya masalah, kalau tidak mau punya masalah

mending tidak usah hidup, iya kan ?. masalah dalam hidup itu

bumbu-bumnya lah di ibaratkan. Kalau kita makan sayur tidak

pakai bumbu kan kurang sedap. (wawancara tanggal 26 Mei

2017)

Sama halnya juga dengan apa yang di kemukakan oleh bapak Ponidi :

“Kami bukan malas bekerja, anak lihat saja sendiri, kan

sudah pernah ikut bapak kerja toh ?, pasti anak tahu bagaimana

kami bekerja. Maslahnya kenapa masih susah begini ya kembali ke

pribadi masing-masing. Kalau saya sih berfikirannya mungkin

belum di izinkan Allah untuk hidup dalam kelebihan. Lah wong

begini saja sering lupa dan malas untuk bersujud kok, konpon lagi

kalau kaya. Tapi untungnya keluarga saya mengerti, istri dan

anak-anak saya. Istri saya tidak pernah iri dengan tetangga

sebelah yang sering gonta-gantii emas (kalung dan gelang), sering

gonta-ganti kereta (sepeda motor). Begitu juga dengan anak-anak

Universitas Sumatera Utara

Page 128: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

saya, mereka tidak pernah menuntut untuk di belikan sesuatau.

Kalau mereka ingin, ya mereka cari uang sendiri. Anak-anak saya

itu memang anak-anak yang budiman. (wawancara tanggal 26 Mei

2017)

Pemahaman ini menjadikan keluarga kuli terkesan menerima keadaan dan

cenderung tidak memikirkan trobosan untuk keluar dari keadaan miskin yang mereka

alami.Keadaan miskin yang dialami secara terus-menerus bahkan turun-temurun

dimaknai sebagai cobaan dari Allah dan atas pemahaman perintah agama mereka

memilih menerima (terkesan pasrah) dan bersyukur masih bisa bertahan hidup

sampai sekarang.Seperti apa yang diungkapkan oleh bapak Riadi :

“Saya kira untuk memikirkan harta dalam hidup itu terlalu

naif, banyak hal yang bisa kita lakukan walau dengan hidup

seadanya. Ada rezeki hari ini ya di syukuri, kalu tidak ada ya

besok di cari. Semudah itu jika kita memaknai hidup atas dasar

kepasrahan terhadap takdir Allah. Jika hari ini kamu susah, ya

terima. Mungkin itu pelajaran dari Allah agar kamu tau

bagaimana caranya bekerja dan menghasilkan uang. Jika

kemudian kamu kaya, syukuri, karena bisa jadi itu tidak

selamanya. Pada akhirnya, tujuan kamu hidup bukan semata-

mata mencari harta atau kekayaan. Tapi bagaimana hidup ketika

kamu mampu bersabar dalam susah, dan bersyukur dalam

kaya.(wawancara tanggal 26 Mei 2017)

Menegenai etos kerja berdasarkan suku Jawa,bagi masyarakat Jawa kelas

bawah yang tinggal di pedesaan atau di perkotaan jarang memikirkan hakikat kerja

dan usaha, termasuk juga pada masyarakat jawa di kelurahan aek paing.Mereka

hanya tahu bahwa mereka harus terus berikhtiar dan bekerja. Bagi mereka bekerja itu

merupakan suatu keharusan untuk mempertahankan hidup karena itu di kalangan

masyarakat kelas bawah dikenal dengan falsafah “ Ngupaya upa” yang artinya

bekerja hanya untuk mendapatkan makan. Sebaliknya masyarakat kelas menengah

Universitas Sumatera Utara

Page 129: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

dan masyarakat kelas atas telah memilki tujuan dan hakekat kerja, sehingga segala

usaha yang dijalankan selalu dihubungkan dengan hasil yang diharapkan. Falsafah

yang banyak dipahami oleh mereka adalah “jer basuki nawa beya” artinya bekerja

merupakan segala sesuatu dicita-citakan dan harus disertai dengan usaha yang

sungguh-sungguh. Falsafah lain yang sering dihubungkan dengan hakekat kerja

adalah “sepi ing pamrih rame ing gawe”. Falsafah ini mengandung arti bahwa setiap

orang mau menolong orang lain tanpa mengharapkan pujian dan imbalan

materi.(Margaret. P. Guatama 2003:17)

Mengenai etos kerja suku Jawa yang terkenal ulet dan rajin, hal ini di buktikan

dengan jam kerja perhari yang dilakukan para kuli kasar di kelurahan Aek Paing.

Para Kuli kasar di kelurahan Aek Paing bekerja selama 9 (sembilan) sampai 10

(sepuluh) jam/hari. Hal ini berarti para kuli kasar bangunan di kelurahan Aek Paing

bekerja di atas jam kerja normal pada setiap harinya. Pembuktian lainnya dapat

dilihat dari hari kerja yang dilakukan para pekerja bangunan setiap pekannya.

Dalam satu pekan (minggu).Dalam satu pekan (minggu) para pekerja kuli

bangunan di kelurahan Aek Paing bekerja selama 6 (enam) hari dari 7 (tujuh) hari

yang tersedia.Terkadang mereka juga harus lembur di hari minggu untuk

menyiapkan target pekerjaan agar tidak molor pada waktu yang telah ditetapkan.Ini

juga berarti bahwa para pekerja kuli bangunan di kelurahan Aek Paing bekerja di atas

hari normal orang-orang lain bekerja.

Sejalan dengan apa yang di ungkapkan Margaret P. Gutama di atas, meskipun

dengan semnagat kerja yang seperti ini, para pekerja kuli bangunan masih tetap

tergolong dalam kategori miskin atau berada dalam taraf ekonomi rendah karena

mereka (para pekerja kuli kasar bangunan) tidak memiliki tujuan dan hakekat kerja.

Universitas Sumatera Utara

Page 130: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Mereka hanya bekerja untuk keperluan sandang, pangan dan papan. Mereka tidak

bekerja untuk tujuan meningkatkan taraf hidup dan menigkatkan keadaan ekonomi.

Para kuli kasar bangunan cenderung bekerja hanya untuk lepas makan, jika di rasa

cukup, maka tidak kerja, jika uang sudah mulai menipis, maka bekerja lagi.Seperti

apa yang di ungkapkan oleh bapak Gimang :

“Saya bekerja tidak tentu, kadang sebulan penuh, kadang

dalam satu bulan hanya kerja 2 minggu yang penting masih bisa

untuk makan dan biaya keperluan lain untuk anak-anak.

Namanya juga bangunan (pekerja kuli bangunan) ya memang

begini, tidak tentu kerjanya, kadang sampai panjang, 3 (tiga)

sampai 5 (lima) bulan terus-terusan kerja. Kalau seperti ini

berarti besar proyeknya, seperti membangun sekolah atau

komplek perumnas. Tapi kadang-kadang seperti yang saya bilang

tadi, cuman 2 minggu. Kadang kalau seperti proyek yang sampai

5 (lima) bulan itu, ketika sudah selesai proyeknya dan dapat

balen (keuntungan), bisa sampai 2 (dua) atau 3 (tiga) minggu

saya tidak kerja. Ya saya di rumah saja. Lah wong uangnya

masih banyak, hehehe. (wawancara tanggal 26 Mei 2017)

Sejalan dengan apa yang di sampaikan oleh bapak Ponidi :

“Bangunan itu capek kerjanya, kadang saya juga sering

sakit 2 (dua) sampai 3 (tiga) hari. Makanya wajar kalau orang-

orang bangunan (para pekerja kuli) 3 (tiga) minggu kerja 1 (satu)

minggu nggak kerja. Saya juga sering begitu. Apalagi kalau

sudah merantau/manda.

Kadang sampai 2 (dua), 3 (tiga) bulan gak pulang. Itu

selama 2 (dua), 3 (tiga) bulan full kerjanya, nonstop tanpa libur

satu hari pun. Kalau merantau/manda memang biasa kayak gitu,

untuk mempercepat waktu pekerjaan, semakin lama disana kan

semakin banyak keluar biaya, ya seperti makan, untuk cuci baju,

belum lagi rokok, pulsa ya macamlah. Belum lagi kalau di daerah

perantauan itu harga apapun jadi mahal-mahal. Kayak pula yang

10 ribu aja harganya bisa jadi 15 ribu. Kalau uda kerja nonstop

gitu, begitu pulang (kerumah) ya bisa sampai 2 (dua) minggu gak

kerja. Karena harus istirahatin badan dulu, kadang uda dua

minggu pun capeknya masih belum hilang juga. Di tambah lagi

memang tidak ada beban, karena persediaan uang masih cukup.

Kalau uang sudah mulai menipis, baru terpaksa, mau gak mau

harus cari kerja lagi. (wawancara tanggal 26 Mei 2017)

Universitas Sumatera Utara

Page 131: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Namun tidak serta-merta keadaan miskin kehidupan kuli kasar bangunan ini di

dasari oleh etos kerja yang seperti di jelaskan di atas. Lebih jauh lagi, ada beberapa

faktor eksternal yang juga turut mengambil peran terhadap keadaan kehidupan

keluarga kuli kasar bangunan yang tergolong miskin.

Dari hasil penelitian, penulis mengungkapkan beberapa temuan yang dapat

menjadi alasan mengenai keadaan statis kemiskinan yang di alami para keluarga kuli

bangunan di kelurahan aek paing sebagai berikut :

1. Keterbatasan proyek pembangunan di Kabupaten Labuhanbatu yang

menyebabkan para pekerja bangunan di kabupaten Labuhanbatu umumnya dan

di kelurahan Aek Paing khusunya sulit mendapatkan pekerjaan.Selain itu,

keadaan ekonomi masyarakat Labuhanbatu yang rata-rata tergolong ekonomi

menengah kebawah membuat proyek-proyek pembangunan seperti rumah, toko

dan bangunan lainnya terbilang jarang muncul. Hal ini membuat para pekerja

bangunan menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan mengingat pekerjaan

mereka yang berkecimpung dalam bidang pembangunan.

Hal ini di kemukakan oleh salah satu informan bernama bapak Ponidi :

“Di Ranto (Rantauprapat) ini, payah kali kerjaan kek gini

(kuli bangunan). Kamu lihat lah setiap pagi di depan gang sana,

banyak bapak-bapak duduk-duduk itu kan ?. itu bukan karena

orang tiu hobi kombur (ngobrol), tapi gak betah dirumah karena

istrinya merepet (mengoceh) aja dia gak kerja-kerja. Jadi di

situlah tempat orang-orang bangunan (pekerja kuli) mencari

informasi mengenai kerjaan.

Di Ranto (Rantauprapat) ini payah kali kerjaan karena

proyek dari bupati payah kali turun. Udah berapa kali ganti

bupati pun yang di bangun cuman kalau gak jalan, jembatan

sama puskesmas. Jarang kali proyek besar, hampir gak pernah

pun. Udah gitu pun kalau paling ada ya perumnas lah, kalau gak

orang cina bangun ruko, atau orang-orang kyak kita gini

Universitas Sumatera Utara

Page 132: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

ngerenop (renovasi) rumah atau bangun rumah

biasa.(wawancara tanggal 26 Mei 2017)

2. Kurangnya skill dan pengetahuan serta modal usaha di bidang lain membuat

para pekerja bangunan di Aek Paing tidak bisa beralih ke profesi lain yang lebih

menjanjikan ketimbang menjadi kuli bangunan. Keterbelakangan pendidikan,

informasi serta pengetahuan dan keahlian menjadikan para buruh bangunan di

kelurahan Aek Paing sangat tidak mungkin untuk beralih profesi ke yang lain.

Mereka hanya bisa pasarah dan menunggu datangnya pekerjaan karena tidak ada

hal lain yang bisa mereka lakukan selain menjadi buruh kasar bangunan.

Seperti apa yang di sampaikan oleh bapak Abdurrachman selaku tokoh

masyarakat di likngkungan Aek Paing ini yang juga merupakan pensiunan

pegawai negri sipil :

“Orang bangunan (pekerja kuli bangunan) disini memang

susah juga untuk nyari kerjaan. Udah gitupun, mereka enggak

punya keahlian di bidang lain untuk beralih profesi semisal jadi

tukang pangkas, sopir, atau berjualan. Kalau untuk jualan susah

juga sih, modal mereka juga gak ada. Pendidikannya rendah sih,

jadi wawasannya kurang, kurang bijak gitu untuk melihat

peluang usaha-usaha lain. Lagian memang kampung ini pun

orang-orangnya lamban dapat informasi, males gitu. Orang

kalau nonton tv pun yang di lihat cuman acara dangdut, india,

kalau gak sinetron tukan bubur naik haji. Malas nonton-nonton

berita, paling-paling mentok nonton berita itupun berita

olahraga.(wawancara tanggal 26 Mei 2017)

Penulis juga sempat mengklarifikasi pendapat yang disampaikan oleh bapak

Abdurrachman tersebut dengan beberapa informan yang termasuk dalam

kelompok kuli kasar bangunan. Namun hal ini juga sejalan dengan apa yang di

sampaikan oleh bapak Riadi :

“Kalau saya mau kerja apalagi selain kerja bangunan (kuli

bangunan), wong saya juga gak punya keahlian lain selain

Universitas Sumatera Utara

Page 133: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

masang batu, mlaster dan masang keramik. Kalau mau jualan,

jualan apa lah coba ?, modal pun gak ada”.

“Kalau mau cari informasi tentang kerjaan pun ya dari mulut

ke mulut. Mau baca koran, korannya gak ada, nonton tv ya paling

acara dangdut aja, itupun kalau gak kalah sam istri yang nonton

sinetron. Paling nonton berita pagilah, berita

olahraga”.(wawancara tanggal 26 Mei 2017)

3. Kalah bersaing dengan pekerja bangunan yang berasal dari kota Kisaran dan

kota Medan yang masih bersediah di bayar lebih murah di bandingkan dengan

kuli-kuli lokal. Walaupun jika dilihat kualitas pekerjaan kuli-kuli lokal jauh

lebih baik di banding dengan kuli-kuli luar kota. Namun para pemborong atau

pemilik proyek cenderung lebih memilih kuli-kuli dengan bayaran murah atas

alasan dapat menekan budget. Dari hasil analisis penulis, mahalnya ongkos atau

biaya pembayaran kuli-kuli lokal di karenakan biaya kehidupan mereka yang

juga semakin meningkat. Hal ini sesual dengan penuturan salah satu informan

penulis yang bernama bapak Pawiro :

“Memang susah orang-orang bangunan disini sekarang

nyari kerja. Udalah proyeknya kecil-kecilan, eh malah di tambah

lagi perantau-perantau dari kisaran sama medan. Sekarang uda

banyak pemborong-pemborong di Ranto ini pake tukang dan

kernet orang-orang itu. Memang murah sih bayarannya, cuman

kalog masalah hasil, kualitas dan kerapiannya jauh lebih bagus

tukang-tukang disini ketimbang orang itu.

Hal serupa juga hampir sam di kemukakan oleh beberapa

informan lain seperti bapak Gimang, bapak Riadi, M, bapak dan juga

bapak Ponidi. Pendapat yang selaras ini memungkinkan terjadi

karena memang perasaan yang gerah dengan mulai maraknya

kehadiran tukang-tukang bangunan dari kota Kisaran dan Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 134: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Biaya hidup di daerah labuhanbatu tidaklah murah, harga-harga sembako dan

harga-harga barang-barang lainnya sangat tidak jauh berbeda dengan yang sering kita

lihat di Jakarta melalui televisi. Sedangkan jika pekerja dari luar kota seperti Kisaran

dan Medan, mereka manda di sini. Biaya makan dan kehidupan selama mereka

bekerja disini juga ditanggung oleh pemborongnya. Dan mereka juga bersedia makan

seadanya. Maka sebab itulah para kuli-kuli dari luar kota masih bersedia di bayar

lebih murah di bandingkan dengan kuli-kuli lokal itu sendiri.

Alasan-alasan di atas adalah hasil temuan penulis yang juga turut

menyebabkan para keluarga kuli kasar bangunan di kelurahan Aek Paing masih tetap

dalam keadaan ekonomi yang rendah dan kekurangan. Dengan hal ini, berakibat pada

polah asuh terhadap anak-anak seperti apa yang telah di jelaskan di atas. Tidak hanya

mengenai perhatian dan hubungan komunikasi, keadaan ini juga berpengaruh besar

terhadap tingkat pendidikan anak di keluarga kuli kasar bangunan di kelurahan Aek

Paing.

Prinsip hidup keluarga yang di dasari etos kerja pada keluarga kuli kasar

bangunan juga mendasari apa yang telihat pada tulisan ini. Keadaan ekonomi dan

kehidupan kuli kasar bangunan yang terkesan “begitu-begitu saja” di dasari oleh

pemahaman yang kurang atas tafsiran perintah Tuhan melalui Al-Quran menjadikan

kuli kasar bangunan di kelurahan Aek Paing terkesan pasrah dan menerima keadaan

seperti itu atas dasar takdir dari yang Maha Kuasa.

4. 2 Etos Kerja Budaya Kemiskinan dan Polah asuh.

Dalam pola asuh keluarga kuli kasar bangunan masyarakat Jawa di kelurahan

Aek Paing, etos kerja dan budaya kemiskinan memiliki pengaruh tersendiri

Universitas Sumatera Utara

Page 135: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

terghadap pola asuh yang di terapkan oleh orangtua dalam keluarga kuli kasar

bangunan masyarakat Jawa di kelurahan aek Paing. Pengaruh terhadap pola asuh

yang di terapkan oleh orangtua dalam keluarga kuli kasar bangunan berimbas pada

kepribadian dan psikologis anak. Anak-anak dari keluarga kuli kasar bangunan

cenderung memperhatikan dan mengamalkan apa yang ia lihat dan pahami dari

keadaan hidup dan prilaku orangtuanya.

4.2.1 Pengaruh Etos Kerja dan Budaya Kemiskinan dan Pola Asuh

Seperti apa yang telah di jelaskan pada bab IV awal, bahwa etos kerja

masyarakat Jawa tidak memiliki tujuan dan hakekat kerja. Hal ini menyebabkan para

keluarga kuli kasar bangunan hanya bekerja untuk keperluan sandang, pangan dan

papan. Mereka tidak bekerja untuk tujuan meningkatkan taraf hidup dan

menigkatkan keadaan ekonomi.

Para kuli kasar bangunan cenderung bekerja hanya untuk lepas makan, jika di

rasa cukup, maka tidak kerja, jika uang sudah mulai menipis, maka bekerja lagi.

Keadaan seperti ini menyebabkan tingkat ekonomi keluarga kuli kasar bangunan

cenderung statis atau tetap berada dalam kategori miskin dalam waktu yang sangat

panjang, bahkan turun-temurun. Keadaan miskin yang cenderung terus menerus ini

membentuk pola pengasuhan yang cenderung seperti apa yang di ungkapkan Martin

& Colbert dalam Karlinawati silalahi (2010) yaitu pola pengasuhan Liberal. Pola

asuh liberal/ permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak

untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Pelaksanaan pola asuh

permisif atau dikenal pula dengan pola asuh serba membiarkan dan orangtua yang

bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta

memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. Pola

Universitas Sumatera Utara

Page 136: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

pengasuhan ini terlihat dengan adanya kebebasan yang berlebihan tidak sesuai untuk

perkembangan anak, yang dapat mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang lebih

agresifdan impulsif, Martin & Colbert dalam Karlinawati Silalahi, (2010). Anak dari

pola pengasuhan seperti ini tidak dapat mengontrol diri sendiri, tidak mau patuh, dan

lain sebagainya.

Hal yang hampir sejalan di lakukan oleh para orangtua dalam keluarga kuli

kasar bangunan seperti apa yang di gambarkan pada model pola asuh

Liberal/permisif. Seperti apa yang telah penulis uraikan pada bab III, para orangtua

dalam keluarga kuli kasar bangunan cenderung membiarkan anak melakukan

kegiatan apapun. Anak menjadi tidak terkontrol karena bertindak sesuka hati dalam

pengawasan lemah yang dilakukan orangtua.

Orangtua dalam keluarga kuli kasar bangunan hanya akan mengambil sikap

tegas jika si anak telah melampaui batas kenakalannya. Namun hal ini berlaku untuk

anak-anak mereka pada usia dibawah masa remaja. Ketika menjelang dewasa,

orangtua dalam keluarga kuli kasar bangunan telah membiarkan anak-anak mereka

melakukan hal apa saja dan bertanggungjawab atas akibat apa yang telah mereka

perbuat. Hal-hal seperti ini mereka lakukan kerena paksaan melakuakan pekerjaan

sebagai buruh bangunan yang melelahkan sehingga tidak memiliki waktu untuk

berkomunikasi dengan anak demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Kemiskinan

mengambil peranan penting dalam pembentukan pola asuh terhadap anak pada

keluarga kuli kasar bangunan. Berikut penuturan ibu Sumi :

“Kami jadi sering lupa untuk mengontrol anak-anak kami,

apalagi yang sedang bersekolah, karena sibuk cari uang dan saat

malam telah kelelahan, kami tidak sempat dan tidak pernah

memeriksa nilai, PR, atau bahkan sekedar bercerita menyakan

bagaimana tadi di sekolah ?.hal itu hampir tidak pernah kami

Universitas Sumatera Utara

Page 137: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

lakukan sekarang, saya rasa sudah ada 5 Tahun lebih saya tidak

pernah mengecek anak saya yang sedang berswekolah ketika malam

hari dirumah. Dan si anak pun hanya melapor kalau ada

pembayaran atau meminta uang untuk biaya yang tadi di

informasikan di sekolah.

Seirama dengan ibu sumi, bapak Gimang juga menuturkan hal yang hampir

sama. berikut penuturan bapak Gimang :

“Komunikasi dengan anak saya terbilang jarang, karena saya

seringan diluar rumah untuk mencari nafkah,. Tetapi saya bisa

mengerti tentang kebutuhannya. Tapi dalam suatu kesempatan saya

juga memperhatikan dan memberi kesempatan pada anak saya untuk

mengungkapkan pendapatnya dan keinginannya meskipun hal ini bisa

terbilang jarang sekali, dan saya juga sesekali memberikan nasihat

untuknya agar menjadi seorang yang mandiri, jangan menyusahkan

keluarga dan membuat malu keluarga. ”

Anak-anak dalam keluarga kuli kasar bangunan meresa lebih senang berada di

luar rumah dengan teman-temannya di karenakan hubungan komunikasi yang dingin

antara orangtua dan anak, khususnya ayah dengan anak-anaknya. Sejalan dengan apa

yang di kemukakan oleh Agung (anak dari keluarga ibu Ina dan bapak Riadi) kepada

penulis :

“Kedua orangtuanya tidak melarang kegiatan yang saya

lakukan ini (bermain game online). Kedua orangtua saya jarang

sekali berkomunikasi dengan saya, walaupun satu rumah dan

berjumpa setiap hari(disini penulis mengakui sendiri bahwa ada

semacam kekakuan bagi anak laki-laki dalam keluarga kuli

bangunan untuk bersendagurau dengan orangtua baik ibu ataupun

ayah).Setiap kali saya merasakan kesepian dan bosan, saya akan

pergi bermain dengan teman-teman saya atau bermain game online

di warnet.Teman-teman saya juga sama dengan saya. Saat

berkumpul dengan teman-teman, saya sering mendengar mereka

sering curhat satu sama lain untuk menceritakan unek-unek yang

sungkan mereka ceritakan dengan orangtua mereka masing-masing.

Disini penulis melihat, ada hubungan komunikasi yang kurang baik antara

orangtua dengan anak mereka, khususnya antara ayah dengan lanak laki-laki. Seperti

Universitas Sumatera Utara

Page 138: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

apa yang di kemukakan oleh anak laki-laki dari keluarga bapak Gimang dan ibu

Mesni yang telah menginjak usia dewasa ini :

Aku adalah orang yang rajin pergi keluar rumah untuk

bermain bersama teman-teman. Ayah tidak terlalu mengekangaku

pergi apalagi saat malam hari. Kondisi fisik ayah saat ini dengan

umur yang sudah termasuk tua dan dengan pekerjaan seperti itu,

ayahnya tidak dalam keadaan yang benar-benar sehat. Ayah kerap

sekali menderita sakit Meriang ketika pulang bekerja.. Aku jadi merasa

diriku benar-benar harus menjadi penganti ayahnya sebagai tulang

punggung keluarga.

Namun ada saat dimana aku kehilangan kesadaraan akan diriku

yang di anggap menjadi tulang punggung keluarga. Saat-saat seperti

itu terjadi dimana ketika para kuli bangunan di kelurahan Aek Paing

sulit mendapatkan pekerjaan.Ketika perasaan kehilangan kesadaran

itu muncul, akukerap kali mabuk-mabukan bersama teman-temanku

dan tak jarang mencuri sawit milik PTPN III yang memang tertanam

luas di sepanjang jalan Kelurahan Aek Paing. Dalam keadaan yang

seperti itu, memang banyak pemuda-pemuda di kelurahan Aek Paing

yang berprilaku sama seperti apa yang kulakukan .Mendapatkan

dukungan dari teman-teman yang sesame pengangguran, dan tak

jarang keluarga merasa acuh tak acuh membuat ku dan pemuda-

pemuda lainnya sudah merasa biasa untuk melakukan hal-hal seperti

itu.

Bagi ku dukungan dan larangan bagi anak-anak sepertiku sangat

kami butuhkan dari orangtua. Saat merekia meilih bekerja dari pada

sekolah untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup, harusnya ada

apresiasi dari orangtua dengan keputusan ku dan anak-anak lainnya

yang seperti ku.menurutku, para orangtua mereka menganggap hal itu

sudah biasa karena saat orangtua mereka dulu seumuran ku, mereka

juga melakukan hal yang seperti yang ku lakukan. Seiring berjalannya

waktu, akukembali menyadari posisi ku sebagai anakpertama laki-laki

dalam keluarga yang harus membimbing adik-adiku danmenjaga dan

terus memberi semangat kepada mereka. Kemudian kesadaraan itu

kembali lagi danakukembali pada kehidupan normalku.

Seperti itulah siklus kehidupan dan psikologis anak-anak keluarga kuli

bangunan yang sama seperti M. banyak dari mereka yang pada akhirnya

melampiaskan kekesalan dan maslah-masalah yang mereka alami dalam hidup

dengan melakukan hal-hal negatif seperti mabuk-mabukan dan mencuri. Hal ini di

dasari oleh tidak adanya fungsi orangtua sebagai tempat bersandar dan mengaduh

Universitas Sumatera Utara

Page 139: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

serta meminta solusi.

Meskipun pola pengasuhan terbagi beberapa model pola pengasuhan, tetapi

pembagian ini bukan merupakan hal yang kaku atau baku, tidak ada orangtua yang

sempurna. Orangtua adalah manusia yang bereaksi berbeda diberbagai situasi,

tergantung pada perasaan dan lingkungan mereka. Menurut Martin & Colbert dalam

(Karlinawati Silalahi, 2010) pola pengasuhan disimpulkan dari reaksi mereka

disebagian situasi.

Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa betapa kemiskinan

memberikan pengaruh yang besar terhadap penduk pengasuhan orangtua terhadap

anak pada keluarga kuli kasar bangunan. Keadaan kemiskinan memaksa para

orangtua bekerja dan hal itu menyebabkan mereka tidak memiliki waktu dengan anak

untuk menjalin hubungan komunikas yang baik serta memberikan perhatian-

perhatian dan dukungan-dukungan moril bagi anak-anak mereka.

Pada keluarga kuli kasar bangunan masyarakat Jawa di kelurahan Aek Paing,

penulis memasukkan etos kerja keluarga kuli kasar bangunan dalam pandangan etos

kerja Islam. Dengan meminjam analisis dari Cliford Geerzt (1983), tentang varian

Abangan, Santri,dan Priyayi maka tradisi dan kepercayaan kuli Jawa ini lebih cocok

diklasifikasikan dalam varian Islam abangan. Sebagai Islam abangan, mereka teramat

longgar dalam menyarikan ajaran dan menjalankan syariat Islam.

Kelonggaran dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam ini sebagaimana telah di

kemukakan pada bab IV awal, tentang pelaksanaan shalat di kalangan kuli kasar

bangunan, membuat anak-anak dalam keluarga kuli kasar bangunan sulit menyerap

bahkan tidak mengetahui nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam ajaran islam itu

sendiri. Sehingga prilaku dalam menanggapi masalaha pribadi yang ada, anak-anak

Universitas Sumatera Utara

Page 140: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

dalam keluarga kuli kasar bangunan yang telah menginjak usia remaja sampai

dewasa dapat di tandai dengan melakukan hal-hal negatif atau menyimpang seperti

bermain game online, mabuk-mabukan, mencuri dan lain sebagainya. Hal ini sangat

jelas seperti apa yang di kemukakan oleh Frendy (anak ke 2 dari keluarga ibu Sumi

dan bapak Ponidi) :

“jujur saya sangat jarang sekali ke masjid, jangankan untuk hal-

hal seperti Tadarus di bulan puasa, untuk Sahalat lima waktu itu pun

bisa di hitung jumlahnya. Paling ke masjid cuman 1 minggu sekali,

untuk shalat jumat. Karena malu sama kawan kalau tidak shalat jumat.

Mengenai kenakalan-kenakalan remaja disini, tidak munafik saya juga

melakukannya, ya seperti bermain game online, saya paling suka itu,

berjudi, begadang sampai pagi, dan macam lah. Tapi saya tidak untuk

mabuk-mabukan. Bukan karena takut dosa, ya tidak shalat juga uda

berdosakan ?, tapi karena saya tidak suka bau dan rasa minuman keras

itu

Hal ini sejalan dengan apa yang di katakan M anak dari keluarga bapak

Gimang dan ibu mesni pada sub bab di atas, hal-hal negatif seperti mabuk-mabukan,

game online, berjudi dan lain sebagainya sudah menjadi hal-hal yang sangat akrab

dengan kalangan remaja di kelurahan Aek Paing, khusunya pada keluarga kuli kasar

bangunan. Kelumrahan ini juga di akui oleh bapak Abdurrachman selaku tokoh

masyarakat di kelurahan Aek Paing, iya membenarkan hal apa yang telah penulis

sampaikan di atas. Berikut penuturan dari beliau :

“Disini, kalau mabuk-mabukan, mencuri sawit PTPN III, judi dan

lain sebagainya sudah biasa di lakukan oleh bocah-bocah tanggung itu

(kalangan remaja), namun mereka tidak pernah meresahkan

masyarakat, orangtuanya saja tidak resah dan tidak melarang, kami

bisa apa ?. asal jangan menggangu keluarga saya saja. Kalau sampai

mengganggu, akan saya aduhkan ke polisi, biar tau rasa.

Seperti yang telah di tuturkan bapak Abdurrachman, keadaan biasa ini tidak

serta-merta terbuka dan dapat dilihat semua orang. Para remaja yang terbiasa

melakukan hal-hal negatif tersebut negatif seperti mabuk-mabukan, game online,

Universitas Sumatera Utara

Page 141: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

berjudi dan lain sebagainya, tidak melakukan hal-hal ini di tempat umum atau di

tempat yang mudah di lihat orang lain. Mereka kebanyakan melakukannya pada saat

larut malam, sekitar pukul 00.00 wib. Sesuai dengan penuturan salah satu pemuda

yang juga merupakan anak dari pekerja kuli bangunan yang orangtuanya tidak

penulis jadikan informan. Berikut penuturannya :

“memang disini yang kek-kek gitu uda biasa (negatif seperti

mabuk-mabukan, game online, berjudi dan lain sebagainya), tapi anak-

anak sini pande, orang itu kek-kek gitu waktu malam-malam, kalau uda

jam 12 malam kan disini uda sunyi, barulah orang itu beraksi, ya ntah

itu nyolong, mabuk, judi, macamlah, abang pun kadang-kadang ikut

juga.

Dalam hal kemiskinan, budaya yang terus menerus di serap anak-anak pada

keluarga kuli kasar bangunan, seperti apa yang di kemukakan Oscar Lewis dalam

bukunya “Lima Keluarga Miskin’, membuat pola fikir anak-anak dalam hal

pendidikan menjadi berubah orientasi. Anak-anak menjadi malas belajar dan ingin

segera lulus atau berhenti sekolah untuk segera bekerja dan mampu menghasilkan

uang. Bukan hanya itu, budaya kemiskinan yang terus menerus di serap oleh anak-

anak mereka secara tidak langsung mempengaruhi pola pemikiran sang anak. Ke-

inginan bersekolah yang tinggi dan tidak adanya keinginan untuk keluar dari keadaan

juga menjadi salah satu faktor yang kuat terhadap gambaran kemiskinan keluarga

kuli kasar bangunan di wilayah keluarahan Aek Paing.

Tingkat ekonomi orang tua menjadikan seorang anak mendapatkan pola asuh

yang tidak sesuai sehingga si anak mengalami masalah-masalah seperti terjerumus

kedalam prilaku negatif dan rendahnya keinginan belajar dan lain sebagainya. Pola

asuh yang tidak sesuai di sini seperti apa yang di kemukakan pada sub bab di atas.

Anak mendapatkan pola asuh yang cenderung di biarkan, tanpa pengawasan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 142: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

tanpa dukungan moril dari orangtua. Orangtua hanya memprioritaskan kebutuhan

materil dari si anak.

Keadaan ekonomi yang miskin membuat para orangtua dalam keluarga kuli

bangunan hanya memprioritaskan kepada kebutuhan materil. Para orangtua

cenderung melalaikan kewajiban lain seperti membimbing anak dalam masa

perkembangan anak. Hal ini menjadikan kedekatan emosional dan komunikasi antara

orangtua dan anak menjadi kurang baik. Sehingga anak akan sangat mudah

terpengaruh dalam lingkungan yang di huni banyak pengangguran. Anak akan

enggan bercerita kepada orangtuanya ketika dirinya mendapatkan masalah diluar.

Dari penagruh kemiskinan, penulis menitik beratkan pada akibat terbesarnya

yaitu dalam pendidikan anak. Anak-anak di bawah usia remaja sangat rentan

mengalami masalah di sekolah di akibatkan oleh keadaan ekonomi keluarga. Anak-

anak juga cenderung bersikap apatis terhadap masalah yang mereka alami. Hal ini di

sebabkan karena luputnya mereka dari ajaran-ajaran nilai-nilai universal yang tidak

di ajarkan orangtua kepada anak di dalam keluarga.

Dalam menghadapi masalah, anak cenderung menutup diri, bersikap menjadi

penbenci, dan cenderung menyalahkan keadaan. banyak kasus-kasus mengenai

maslah yang di hadapi oleh anak dari keluarga kuli kasar bangunan yang mereka

hadapi di sekolah, seperti merasa minder, susah membeli buku, tidak mau bersekolah

lagi akrena malu di panggil ke kantor kareena belum membayar uang sekolah, dan

masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang hampir sama.

Mengenai permasalahan ini, penulis sangat sulit mendapatkan data dari

informan. Para informan cenderung tertutup untuk bercerita mengenai permasalahan

ini. Data-data seperti yang penulis sampaikan ini penulis sedikit dapatkan dari salah

Universitas Sumatera Utara

Page 143: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

satu pegawai swasta yang juga merupakan jiran tetangga informan yang tidak ingin

disebutkan namanya. Berukut penuturan beliau :

“Kalau dalam keluarga orang-orang ini (keluarga kuli bangunan),

anaknya rata-rata malas sekolah, bukan karena bodoh atau gak mau,

tapi karena malu di sekolah, minder gitu. Apalagi kalau namanya di

panggil pakai mic karena belum bayar uang sekolah, pasti besoknya

anak itu tidak mau lagi berangkat ke sekolah.

Berdasarkan analis penulis, dari hasil observasi dan wawancara yang telah

dilakukan selama penelitian, keadaan psikologi seperti ini di sebabkan oleh

pengasuhan orangtua yang kurang tepat, hubungan komunikasi yang kurang baik dan

lingkungan sekolah yang kurang menghargai.

Keadaan seperti ini tidak semata-mata di sebabkan oleh ekonomi keluarga yang

pas-pasan, meskipun dalam beberapa hal memiliki pengaruh yang cukup besar, pola

asuh yang kurang tepat dapat kita lihat dari cara orangtua menyikapi kesalahan anak,

seperti yang telah di kemukakan di atas, sosialisasi nilai-nilai universal dan

keagamaan yang kurang, sikap berlebihan dalam hal konsumsi ketika memiliki uang

lebih, dan kurang adanya dorongan semangat terhadap anak untuk maju dalam

bidang pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 144: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada bab-bab

sebelumnya, akhirnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Menjadi kuli kasar bangunan merupakan salah satu kegiatan ekonomi

sektor informal yang sudah lama ada dan masih bertahan hingga saat ini.

Oleh karena itu, hampir di setiap kelurahan bahkan lingkungan masih

banyak kita temui para pekerja kuli bangunan dan kuli bangunan

merupakan pekerjaan dengan jumlah terbanyak di wilayah Kelurahan Aek

Paing.

2. Hampir 100% para pekerja kuli kasar bangunan di wilayah keluraha Aek

Paing beragama Islam dan bersuku Jawa, meskipun secara keseluruhan

mereka adalah Jawa peranakan atau orang Jawa yang lahir di Sumatera.

3. Tingkat pendidikan orangtua dari keluarga kuli kasar bangunan di wilayah

Kelurahan Aek Paing sangat rendah yaitu hanya selesai sampai tingkat

pendidikan SD (sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama).

4. Ketidak harmonisan hubungan antar anggota keluarga terutama antara

ayah dan anak di karenakan keadaan miskin sehingga sang ayah berusaha

sekuat tenaga memenuhi kebutuhan keluarga dan tak jarang mengabaikan

perkembangan anak-anaknya.

5. Keadaan ekonomi yang tergolong dalam kategori miskin yang telah lama

memebelenggu menjadikan budaya kemiskinan yang terus menerus

diserap oleh anak-anak dalam keluarga kuli kasar bangunan di wilayah

Universitas Sumatera Utara

Page 145: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kelurahan Aek Paing sehingga menjadikan mereka enggan dan terkesan

pasrah untuk keluar dari keadaan tersebut.

6. Pemahaman yang kurang terhadap ajaran agama pada keluarga kuli kasar

bangunan menjadikan etos kerja keluarga kuli kasar bangunan di

kelurahan Aek Paing tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.

7. Adanya faktor-faktor lain seperti minimnya proyek pembangunan,

kurangnya skill, adanya pesaing dan lain-lain juga turut membantu

keluarga kuli kasar bangunan di kelurahan Aek Paing tetap berada dalam

keadaan ekonomi yang tergolong dalam kategori miskin.

5.2 Saran

Dengan memperhatikan hal-hal yang terdapat dalam kesimpulan di atas,

maka ada beberapa saran yang penulis ingin sampaikan yaitu sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat yang ingin mencoba berkecimpung dalam kegiatan

ekonomi sektor informal, tentu harus terus berupaya berinovasi agar

tidak terlindas roda perekonomian yang kian menyengsarakan.

Dengan berinovasi dan memperbanyak serta melatih skill maka kita

mampu untuk bersaing dengan orang lain di dunia pekerjaan..

2. Menjadi kuli kasar bangunan adalah profesi terbanyak yang ada di

kelurahan Aek Paing. Oleh karena itu, bagi pemerintah terkait,

sebaiknya mampu melihat kebutuhan yang mereka butuhkan dan

mampu mengadakan kegiatan pemberdayaan kepada para keluarga

kuli kasar bangunan tersebut, agar Selain berguna untuk kelangsungan

hidup masyarakat, juga dapat membantu mereka keluar dari jeratan

Universitas Sumatera Utara

Page 146: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

kemiskinan dan menjadi masyarakat yang lebih kreatif serta inovatif

dengan adanya trobosan-trobosan baru.

3. Pendidikan juga menjadi penting bagi setiap orang, bukan hanya

untuk orang-orang yang berkecukupan, namun terlebih lagi untuk

orang-orang yang kurang mampu. Jangan takut untuk mengambil

resiko besar ini, karena pemerintah juga telah banyak mengeluarkan

program-program beasiswa bagi masyarakat yang berprestasi dan

yang kurang mampu.

4. Bagi orangtua, pemenuhan kebutuhan anak secara materil bukan lah

satu-satunya tugas atau kewajiban orangtua terhadap anak. Tidak

kalah pentingnya komunikasi yang baik serta pengawasan dan

pengarahan terhadap anak juga menjadi sesuatu yang juga tak kalah

pentingnya dan sangat dibutuhkan oleh anak dalam masa

perkembangannya menuju tahap dewasa.

Universitas Sumatera Utara

Page 147: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

DAFTAR PUSTAKA

Alfiasari, . Pengasuhan : Peran Strategis Orangtua dan Komunitas. Bogor: IPB

Press, 2008

Baumrind, Diana. Psikologi Perkembangan Anak. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.. 1994.

Dharma,2013. AnalisisPenyebabAnakPutusSekolah.(Online).

(http://dir.groups.yahoo.com/group/Kasih-DhrmaPeduli/Message/us,

diakses28 Juni 2017).

Geertz, Clifford.Abangan, Santri dan Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.Jakarta:

Pustaka Jaya, 1983.

Geertz, H. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu

sosial & FIS UI, 1992.

Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perjembangan Anak dan Remaja. Jakarta:

BPKGunung Muria. 2002.

Gunarsa. Singgih dan Ny. SD. Gunarsa. Psikologi Praktis Anak Remaja dan

Keluarga.Jakarta : BPK Gunung Muria. 1991.

Gutama, P. Margaret. Budaya Jawa dan Masyarakat Modern. Jakarta: BPPT, 2003.

Hastuti Dwi. Pengasuhan : Teori, prinsip dan Aplikasinya. Bogor : IPB. 2008.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi.Rev.ed. Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2009.

_____________.Pengantar Antropologi Jilid II. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005.

_____________. Manusia dan Kebudayaan indonesia. Djakarta: Djambatan, 1983.

Lewis. Oscar. Kisah Lima Keluarga.Penerjemah : Rochmulyati Hamzah. Jakarta :

Yayasan Obor Indonesia, 1988.

Nico Selim, 2012, Hal- Hal yang Menyebabkan Anak Putus

Sekolah (Online). (http://www.oke-belajar-

bersama.blogspot.com/2012/10/hal-hal-yang-menyebabkan anak putus

sekolah, diakses 18 Maret 2013).

Pikunas.Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humaniora.1976.

Saifuddin. Achmad. Catatan Reflektif Antropologi Sosial Budaya. Jakarta : Kencana

Prenada Media Group. 2005

Santrock, J. W. Masa Perkembangan Anak.Jakarta: salemba humanika, 2011.

Silalahi, Karlinawati dan Meinarno, Eko. A. (2010). Keluarga Indonesia: Aspek dan

Dinamika Zaman. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Spock, Benyamin. Membina Watak Anak. Gunung Jati. 1992

Spradley, James P. Silalahi, Karlinawati. Metode etnografi. Yogyakarta: Tiara

Wicana. 2007.

Sunarto H,Hartono Agung B. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Rineka Cipta.

2006.

Susono. M 2001. Etika Jawa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Sumber lain:

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhan Batu, 2015.

Universitas Sumatera Utara

Page 148: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

https://labuhanbatu.go.id/m/ (Diakses pada tanggal 07 Juni 2017, pukul 19.50

WIB).

www.Liputan6.com/tag/kenakalanremaja (Diakses pada tanggal 12April 2017, pukul 19.50 WIB).

www.kompas.com/kasus/kenakalan/remaja (Diakses pada tanggal 12April 2017, pukul 19.50 WIB)

Skripsi/Tesis/Jurnal/Artikel:

Hernawati, “Nilai Anak dan Pola Pengasuhan Berdasarkan Gender Pada anak Usia 2-3 Tahun di Kota Bogor..

Sa’adiyyah, Nino Yahya, “Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola

pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak (Studi kasus pada

Etnik jawa dan Minang)”..

Universitas Sumatera Utara

Page 149: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

LAMPIRAN

Gambar.2

Sumber : Dokumen Pribadi penulis

Keterangan : Ibu Sumi dan anaknya yang ke empat sedang membuat

kacang goreng.

Gambar.3

Sumber : Dokumen Pribadi penulis

Keterangan : M dan Bapak Riadi sedang mengayak pasir.

Gambar.4

Universitas Sumatera Utara

Page 150: POLA ASUH PADA KELUARGA KULI KASAR BANGUNAN …

Sumber : Dokumen Pribadi penulis

Keterangan : Bapak Ponidi sedang memasang batu bata.

Gambar.5

Sumber : Dokumen Pribadi penulis

Keterangan : Pondok tempat berkumpul para buruh sebelum berangkat

bekerja

Universitas Sumatera Utara