kuli gendong pasar legi (studi kasus sektor informal kuli gendong di pasar …... · penghasilan...

108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar Legi Kota Surakarta Jawa Tengah) Oleh: WAHYU SARWONO PUTRO NIM K840705 SKRIPSI Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: others

Post on 01-Jan-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KULI GENDONG PASAR LEGI

(Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar Legi Kota Surakarta

Jawa Tengah)

Oleh:

WAHYU SARWONO PUTRO

NIM K840705

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, 20 Juli 2011

Pembimbing I

Drs. Basuki Haryono, M.Pd.

NIP. 195002251975011002

Pembimbing II

Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd.

NIP. 195308261980031005

Page 3: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. T. Widodo, M.Pd. ………………

Sekretaris : Dra. Siti Rochani, M.Pd. ……………...

Anggota I : Drs. Basuki Haryono, M.Pd. ………………

Anggota II : Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd. ………………

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

NIP. 19600727 198702 1 001

Page 4: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

ABSTRAK

WAHYU SARWONO PUTRO. K8407050, KULI GENDONG

PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong Pasar Legi Kota

Surakarta) Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sebelas Maret, Juli 2011.

Penelitian ini bertujuan: 1) untuk mengetahui alasan orang-orang

menjadi kuli gendong di pasar Legi dipilih sebagai salah satu matapencaharian

bagi masyarakat, 2) untuk mengetahui eksistensi kuli gendong sebagai orang tua,

anggota SPTI, dan anggota masyarakat, 3) untuk mengetahui pemanfaatan

penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi.

Penelitian ini menggunakan menggunakan metode kualitatif eksplanatif

dengan strategi studi kasus tunggal. Sumber data dalam penelitian ini dari; 1)

informan, yaitu pengurus SPTI dan anggota (kuli gendong), 2) tempat dan

peristiwa di pasar Legi Kota Surakarta. Teknik cuplikan dengan menggunakan

purposive dengan teknik snowball. Sedangkan dalam mengumpulkan data

menggunakan teknik pengumpulan data observasi berperan pasif dan wawancara

mendalam (indepth interviewing). Triangulasi data dan triangulasi metode

digunakan dalam teknik validitas data. Untuk teknik analisis data menggunakan

teknik interaktif yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data

(collecting data), reduksi data (reduction), sajian data (display), dan penarikan

kesimpulan/verifikasi data.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) latar belakang

orang-orang menjadi kuli gendong yang merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi orang-orang migrasi ke kota; (a) faktor pendorong (berasal dari

daerah asal); ketidakberdayaan kuli gendong, minimnya keterampilan yang

dimiliki , tidak adanya lapangan pekerjaan di desa (daerah asal), (b) faktor penarik

(daerah tujuan); pekerjaan yang tidak mengikat dan diharapakn penghasilan lebih

besar daripada pekerjaan semula (buruh pabrik atau buruh tani), (c) faktor fasilitas

(transportasi yang mudah diakses), (d) faktor nilai (nilai kemanusiaan dan

perjuangan hidup), 2) eksistensi kuli gendong sebagai; (a) orang tua, (b) anggota

masyarakat, (c) anggota SPTI, 3) pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari

hasil kerja kuli gendong di pasar Legi; (a) penghasilan sebagai kuli gendong rata-

rata mereka mendapatkan penghasilan penghasilan bersih sekitar Rp 29.000,-

hingga Rp 39.000,- untuk kuli gendong laki-laki setiap harinya. Sedangkan untuk

kuli gendong yang perempuan rata-rata memiliki penghasilan bersih setiap hari

Rp 9.000,- hingga Rp 24.000,- (b) pemanfaatan penghasilan, digunakan untuk

mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan minum setiap hari, untuk

membeli pakaian, biaya menyekolahkan anak, biaya transportasi, tempat tinggal

atau rumah.

Page 5: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRACT

WAHYU SARWONO PUTRO. K8407050. CARRYING PORTERS

OF LEGI MARKET (Case Study Of Porters Carrying as Informal Sector In

Legi Market of Surakarta City) Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training

and Education, Sebelas Maret University, July 2011.

This study aims: (1) to learn why people become carrying porters in the

market Legi selected as one of the livelihood for the people, (2) to determine the

existence of carrying porters as a parent, a member of SPTI, and community

members, (3) to knows the use of income derived from the work of carrying

porters in Legi market.

This study uses qualitative methods explanative with a single case study

strategy. Sources of data in this study are: (1) informants; chairman and members

of SPTI, (2) places and events in the market Legi Surakarta city. Sample

thecnique by using purposive and by snowball. While collecting data using

observation data collection techniques play a passive role and in-depth interviews.

Triangulation of data and triangulation methods used in data validation

techniques. For data analysis techniques using interactive techniques that include

four components, namely data collection, data reduction, data presentation

(display), and drawing conclusions / verification data.

Based on this research can be concluded that 1) the background of the

people to be porters carrying who are all factors which affects people migrating

into the city (a) the push factors (pushed from the come from area); carrying

porters powerlessness, lack of skills possessed, the lack of jobs in the village (area

of origin), (b) pull factors (destination); work that is not binding and hopefull

larger income than the original work (factory workers or farm laborers), (c)

facilities factors (transportation is easily accessible), 2) the existence of porters

carrying as: (a) parents, (b) members community, (c) a member of SPTI, 3) use of

income derived from work in the market porters carrying Legi (a) income as

carrying porters on average they netto income of Rp 29.000,- until Rp 39.000,-

/day, for male porters carry every day. As for the carrying poter the women have

an average netto income of Rp 9.000,- until Rp 24.000,- /day, (b) use of income,

used to meet the needs of daily living such as eating and drinking every day, to

buy clothes, the cost of sending children to school, transportation, shelter or home.

Page 6: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

(Q.S. Al-Am Nasyrah: 9)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka

mengubah nasib yang ada pada diri mereka sendiri.

(Q.S. Ar Ra’adu: 11)

Dimana ada kemauan, disitu ada jalan

(Anonim)

Page 7: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai wujud syukur, cinta, bakti, dan terima

kasihku teruntuk:

1. Allah SWT atas segala nikmat dan anugerah yang diberikan pada

hamba.

2. Bapakku Sukimin dan Ibuku Sarjinem tercinta, yang selalu memberi

doa dan kasih sayang untukku menikmati hidup.

3. Bapak-ibu dosen Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS

atas bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada peneliti selama di

bangku kuliah..

4. FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamaterku tercinta.

Page 8: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iii

ABSTRAK …………………………………………………………….. iv

ABSTRACT ……..…………………………………………………….. v

MOTTO ……………………………………………………………….. vi

PERSEMBAHAN ……………………………………………………... vii

DAFTAR ISI ………………………………………………………….. viii

KATA PENGANTAR ………………………………………………… xi

DAFTAR TABEL …………………………………………………….. xiii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….. xv

I. PENDAHULUAN …………………………………………….. 1

A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1

B. Perumusan Masalah ……………………………………….. 7

C. Tujuan Penelitian ………………………………………...... 7

D. Manfaat Penelitian………….………………………………. 8

II. LANDASAN TEORI …………………………………………. 9

A. Tinjauan Pustaka …………………………………………… 9

1. Konsep Kebudayaan ……………………………………. 9

a) Pengertian Kebudayaan …………………………….. 9

b) Wujud Kebudayaan ………………………………… 11

c) Unsur-unsur Kebudayaan ………………………….. 13

2. Konsep Mata Pencaharian ……………………………… 15

a) Pengertian Mata Pencaharian ……..……………….. 15

b) Jenis Mata Pencaharian …………………………….. 16

Page 9: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

3. Konsep Sektor Informal ………………………………… 18

a) Pengertian Sektor Informal …...……………………. 18

b) Ciri-ciri Sektor Informal …………………………… 19

c) Bidang-bidang Sektor Informal ……………………. 22

d) Munculnya Sektor Informal di Kota ……………….. 24

4. Kuli Gendong di Pasar Legi sebagai

Sektor Informal …………………………………………. 26

a. Pengertian Kuli Gendong ………………………….. 27

b. Kuli Gendong Merupakan Kegiatan

Sektor Informal ……………………………………. 27

c. Migrasi ke Kota Menjadi Kuli Gendong …………... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ……………………………… 33

C. Kerangka Berpikir ………………………………………...... 35

III. METODE PENELITIAN ………………………………………. 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………… 38

B. Bentuk dan Strategi Penelitian …………………………….... 39

C. Sumber Data ……………………………………………….. 41

D. Teknik Cuplikan .....................……………………………… 43

E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………..... 44

F. Validitas Data ……………………………………………..... 46

G. Analisis Data ……………………………………………...... 47

H. Prosedur Penelitian …………………………………………. 49

IV. HASIL PENELITIAN …………………………………………. 50

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ………………………………... 50

1. Gambaran Umum Pasar Legi …………………………. 50

2. Gambaran Umum Kuli Gendong di Pasar Legi ………. 53

3. Gambaran Umum Serikat Pekerja Transport Indonesia

(SPTI) Unit Pasar Legi ………………………………... 55

Page 10: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

B. Deskripsi Hasil Penelitian ………………………………….. 57

1. Latar Belakang Orang-orang Menjadi Kuli Gendong …. 59

2. Eksistensi Kuli Gendong sebagai Orang Tua,

Anggota asyarakat, dan Anggota SPTI ……………….. 64

3. Pemanfaatan Penghasilan yang Diperoleh dari Hasil

Kerja Kuli Gendong Pasar Legi ……………………….. 68

C. Temuan Hasil Studi yang Dihubungkan

dengan Teori ………………………………………………. 71

V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ……………………. 85

A. Simpulan ………………………………………………….. 85

B. Implikasi ………………………………………………….. 90

C. Saran ………………………………………………………. 91

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 92

LAMPIRAN ………………………………………………………….... 94

Page 11: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di lingkungan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menghadapi banyak hambatan.

Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka hambatan-hambatan tersebut

dapat peneliti atasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuan, peneliti menyampaikan

terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Drs. M. H. Sukarno, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Basuki Haryono, M.Pd, Pembimbing I yang telah memberikan

semangat, bimbingan, dorongan, pengarahan, dan saran-saran dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd., Pembimbing II yang telah memberikan

semangat, bimbingan, dorongan, pengarahan dan saran-saran dalam

penulisan skripsi ini.

6. Dra. Siti Chotidjah, M.Pd., pembimbing akademik yang telah memberikan

dorongan dalam menyelesaikan kewajiban akademis.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Soiologi Antropologi

FKIP UNS yang selama ini telah membimbing dan memberikan ilmu dan

pengethuan kepada peneliti selama di bangku kuliah.

8. Bapak Wagiman selaku Ketua SPTI unit Pasar Legi atas bantuannya.

Page 12: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

9. Ayah dan Ibun tercinta, terima kasih atas bimbingan, do’a dan

dukungannya selama ini.

10. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih tak terhingga peneliti ucapkan, atas segala kebaikan,

dukungan, dan doa pada peneliti, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan.

Peneliti berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang terkait khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta bagi

yang berkepentingan. Disamping itu peneliti juga mengharapkan adanya saran dan

kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini.

Surakarta, Juli 2011

Peneliti

Page 13: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel.1. Waktu Penelitian ……………………………………………....... 38

Page 14: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah

tujuan serta rintangam ………………………………………. 30

Gambar 2. Skema Kerangka Berfikir …………………………………… 35

Gambar 3. Model Analisis Interaktif ……………………………………. 48

Gambar 4. Keadaan pasar Legi Nampak depan samping ……………….. 51

Gambar 5. Kuli gendong sedang bekerja ………………………………….

Gambar 6. Kartu Tanda Anggota (KTA) SPTI …………………………. 54

Gambar 7. Kantor SPTI unit pasar Legi …………………………………. 55

Gambar 8. Ketua SPTI menunjukkan seragam anggota SPTI …………... 70

Page 15: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Field note …………………………………………………………… 95

2. Interview Guide …………………………………………………….. 120

3. Denah Gedung Pasar Legi ………………………………………….. 123

4. Peta Lokasi Pasar Legi ……………………………………………… 124

5. Foto kegiatan penelitian …………………………………………….. 125

6. Surat ijin menyusun skripsi kepada PD I ……………………………. 126

7. Surat ijin menyusun skripsi kepada Rektor UNS ……………………. 127

8. SK Dekan FKIP tentang Ijin Penyusunan Skripsi …………………… 128

9. Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Dinas Pasar Kota Surakarta …... 129

10. Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Kepala Pasal Legi …………….. 130

11. Surat Permohonan Ijin Penelitian ke Ketua SPTI Pasar Legi ………... 131

12. Daftar kelompok kerja kuli gendong pasar Legi ………………….... 132

13. Surat keterangan penelitian dar SPTI Pasar Legi ………………….... 133

Page 16: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KULI GENDONG PASAR LEGI

(Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar Legi Surakarta

Jawa Tengah)

SKRIPSI

Oleh:

WAHYU SARWONO PUTRO

NIM K8407050

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 17: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap negara memiliki karakteristik tertentu untuk mendefinisikan

tingkat ekonomi mereka. Perekonomian pada mayoritas negara berkembang

bahkan dibeberapa negara maju dicirikan dari tingginya pertumbuhan penduduk

dan banyaknya penduduk yang bekerja di sektor informal, melimpahnya sumber

daya alam dan kurangnya modal, industri skala kecil, penggunaan teknologi

sederhana, dan lain sebagainya. Sementara itu negara maju diidentikkan dengan

kurangnya sumber daya alam, banyaknya ketersediaan modal, industri skala besar,

penggunaan teknologi tinggi dalam kegiatannya.

Negara berkembang termasuk Indonesia memiliki banyak karakteristik

yang menunjukkan tingkat perekonomiannya. Kehidupan sosial ekonomi

dibeberapa daerah di Indonesia pada dewasa ini telah mengalami perubahan.

Salah satunya ditandai dengan semakin beragam serta banyaknya aktivitas

ekonomi baik di sektor formal maupun sektor informal. Salah satu jenis pekerjaan

yang banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia adalah sektor informal.

Banyaknya keberadaan sektor informal ini didorong oleh tingkat urbanisasi yang

cukup tinggi di perkotaan sehingga membuat sektor informal menjadi salah satu

pilihan pekerjaan.

Baik sektor formal dan informal sama-sama mendukung pertumbuhan

perekonomian dalam suatu daerah bahkan dalam suatu negara. Kedua sektor

tersebut memiliki peran masing-masing dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.

Sektor formal dikuasai oleh kapital dimana usahanya teratur, berbadan hukum

(ijin usaha), dan ter-audit. Sementara sektor informal lebih bersifat fleksibel,

bebas, tanpa ikatan yang tegas, serta lebih merambah sebagian besar kalangan

masyarakat, baik marginal maupun urban.

Menurut Keith Hart dalam Manning dan Effendi (1996: 78), “Perbedaan

kesempatan memperoleh penghasilan antara sektor formal dan informal pada

Page 18: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

pokoknya didasarkan atas perbedaan pendapatan dari gaji dan pendapatan dari

usaha sendiri”. Sektor informal yang muncul tidak berdasarkan struktur

permintaan yang efektif dan produktif, akan tetapi muncul karena tidak

seimbangnya struktur kapitalisme pada saat ini. Dengan demikian pemberdayaan

ekonomi kerakyatan yang diarahkan pada upaya peningkatan pertumbuhan

ekonomi individu - individu tingkat bawah seperti pedagang kecil, industri mikro

dan sebagainya dilakukan dalam upaya untuk menegakkan sistem ekonomi yang

berlandaskan kerakyatan, kemartabatan dan kemandirian.

Sistem perekonomian yang diharapkan dapat membawa perkembangan

kehidupan yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan para masyarakat. Sistem

perekonomian yang diharapkan berpihak pada rakyat justru terkadang tidak

berpihak pada rakyat kecil. Dalam hal ini adalah masyarakat lapisan bawah

terutama para pedagang, petani, dan kuli. Harga-harga kebutuhan pokok yang

semakin lama semakin tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat terutama rakyat

kecil. Mulai dari harga sembako yang melonjak, BBM, listrik, biaya pendidikan,

biaya kesehatan, dan lain sebagainya. Belum lagi biaya air PDAM pun tak luput

dari kenaikan tarif bagi masyarakat perkotaan.

Sama halnya yang terjadi di kota Surakarta (juga disebut kota Solo atau

Sala) adalah nama salah satu kota di provinsi Jawa Tengah Indonesia. Sisi timur

kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong,

Bengawan Solo. Kota Surakarta memiliki semboyan BERSERI yang merupakan

akronim dari Bersih, Sehat, Rapi dan Indah. Selain itu Solo juga memiliki

slogan pariwisata “Solo the Spirit of Java” yang diharapkan bisa membangun

pandangan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Keramahan dan kesopan

santunan warganya menjadi pelengkap citra bahwa Surakarta merupakan kota

yang berbudaya tinggi.

Selain dalam hal budaya, sisi lain yang menarik adalah perekonomian

dimana banyak terdapat pasar-pasar sentral yang berada di wilayah Kota

Surakarta, diantaranya yaitu; pasar Klewer yang merupakan pusat tekstil dan

batik, pasar Kembang yang merupakan pusat bunga hias dan bunga rangkai, pasar

Page 19: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Gedhe yang merupakan pusat alat dan bahan kebutuhan sehari-hari, dan pasar

Legi yang merupakan pusat penjualan dan pembelian hasil bumi.

Sebelum berbicara mengenai pasar yang ada di Kota Surakarta lebih

lanjut, kita berbicara terlebih dahulu apa itu pasar. Menurut Everes dan Korff

terjemahan Zulfahmi (2002: 217) “pasar merupakan memperjual-belikan barang-

barang dan tempat produksi serta memproduksi makna dan sekaligus menjadi

simbol kehidupan urban”. Dalam pengertian ini, pasar selain memilki peran

utama sebagai sarana jual beli atau tempat memperjual-belikan barang-barang

sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat sehari-hari, baik kebutuhan pangan,

sandang, peralatan, perlengkapan rumah tangga, dan lain sebagainya.

Pasar juga merupakan penciptaan makna dan simbol kehidupan urban,

maksudnya bahwa pasar dengan adanya pasar dapat menandakan dan

mempresentasikan kehidupan urban yang lekat dengan aktifitas ekonomi yang

kompleks, dan pola konsumsi masyarakat perkotaan. Sebagaimana pusat

konsumsi kolektif memproduksi barang atau jasa tidak secara individual,

melainkan secara kolektif sehingga apabila sebuah kota sudah tergolong ke dalam

kota yang kapitalistik, maka akan sering terjadi konflik - konflik akibat perebutan

konsumsi kolektif. Konsumsi kolektif terjadi di lapisan bawah masyarakat

perkotaan, mereka melakukan konsumsi kolektifnya dalam sektor informal,

konsumsi mereka ditandai dengan adanya penggunaan barang-barang bekas untuk

perumahan, serta pembuatan dan pemasaran bahan-bahan makanan dan barang-

barang lain untuk konsusmsi langsung. Kondisi demikian merupakan tipe

ekonomi bazar yang identik dengan tipikal ekonomi informal.

Berbeda di masyarakat rural, sebagian besar mencukupi kebutuhannya

dengan produksi sendiri dan subsisten. Namun tidak sedikit pula di daerah

tersebut sudah berdiri pasar-pasar meskipun tidak permanen. Pasar merupakan

pusat pertemuan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, baik pedagang

pembeli berekumpul dalam satu tempat. Di pasar merupakan tempat bertemunya

segala lapisan masyarakat, di mana para petani menjual hasil taninya ke pasar dan

tengkulak membeli dagangan maupun sebaliknya untuk segala macam komoditi

Page 20: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

maupun kebutuhan, sesama pedagang, sampai perangkat pemerintah setempat.

Hal yang demikian merupakan salah satu sektor informal di masyarakat.

Damsar (2002: 83), “pasar merupakan salah satu lembaga yang paling

penting dalam institusi ekonomi. Di dalam pasar banyak terdapat fenomena

ekonomi. Fenomena itu tercermin dengan adanya aktivitas yang dilakukan oleh

para pedagang dan pembeli serta para tenaga kerja di dalamnya”. Pasar selain

merupakan salah satu lembaga yang penting dalam institusi ekonomi, juga

menyatakan bahwa pasar juga terdapat banyak fenomena ekonomi. Banyak terjadi

kegiatan ekonomi yang merupakan fenomena ekonomi yang dapat ditemukan di

pasar, pembelian, penjualan, tawar-menawar harga, serta karyawan yang bekerja

dalam pasar, kuli gendong yang bekerja menawarkan jasa angkut barang

dagangan, atau bahkan tukang becak menawarkan jasa dan bersiap di depan pintu

pasar.

Di dalam kehidupan pasar terjadi proses pendistribusian barang-barang

dari orang satu ke orang lainnya, baik dari penjual ke pembeli, atau sebaliknya.

Bila membicarakan proses pendistribusian dan pengangkutan barang-barang di

pasar tradisonal, maka tidak terlepas dari penyedia jasa angkut. Penyedia jasa

yang terdapat di pasar Legi yaitu dengan bantuan kuli gendong. Disebut kuli

gendong karena mengangkut barang bawaan dengan menggendong, ada pula

yang memanggul barang - barang dagangan pedagang atau pembelian oleh

pengunjung, seperti; sembako, buah-buahan, sayur-mayur, bumbu masak, rempah

- rempah, dan sebagainya. Hal ini terjadi setiap hari di pasar Legi. Pasar Legi

merupakan sebuah pasar yang merupakan pusat perdagangan hasil bumi. Pasar

Legi berada di jalan S. Parman No. 23 Kelurahan Stabelaan Kecamatan Banjarsari

Kota Surakarta. Pasar Legi dibatasi oleh stasiun kereta api Solo Balapan di

sebelah utara, samping barat kantor penyiaran Radio Republik Indonesia (RRI)

Surakarta, sebelah selatan keraton Mangkunegaran, dan sebelah timur kompleks

pertokoan Widuran dan monument Juang 45 atau monument Banjarsari.

Dalam keseharian kuli gendong pasar Legi menawarkan jasa gendongnya

kepada siapa saja yang ada di pasar dari dini hari sampai larut malam tiba waktu

untuk beristirahat. Bekerja keras berharap untuk memenuhi kebutuhan dengan

Page 21: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

harapan memperbaiki tingkat kehidupan,daripada di rumah atau di daerah asal

sebagai pengangguran atau buruh tani yang menggarap lahan milik orang lain.

Namun tidak sedikit dari mereka yang harus rela menerima konsekuensinya,

mereka rela meninggalkan anak, istri, ataupun suami di rumah yang jauh demi

bekerja sebagai kuli gendong. Selain hal tersebut ada persyaratan pula untuk

menjadi kuli panggul di pasar Legi, yaitu dengan menjadi anggota organisasi atau

paguyuban yang khusus sebagai mengorganisasi para kuli gendong yaitu dalam

Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI).

Pekerjaan sebagai kuli gendong merupakan kegiatan sektor informal,

yang terkoordinasi, karena dengan adanya organisasi Serikat Pekerja Transport

Indonesia (SPTI) yang mengkoordinasi kuli-kuli gendong tersebut. Koordinasi

yang dimaksud meliputi pembagaian wilayah maupun lokasi kerja di pasar,

penyediaan Kartu Tanda Anggota (KTA) kuli gendong pasar Legi, penyediaan

kaos atribut bagi kuli gendong yang tertera nama dan bagian wilayah kerja

masing-masing, dan melakukan penarikan iuran kepada tiap kuli gendong

perbulan. Namun bagi kuli gendong laki-laki masih ditambah lagi biaya untuk

membeli keanggotaan bagi kuli gendong yang ingin berhenti hingga puluhan juta

rupiah.

Hidup di pasar yang jauh dari keluarga yang dicintai, dan mau tak mau

tidur di kontrakan atau los pasar yang ada, ataupun dilaju bagi yang bertempat

tinggal tidak begitu jauh merupakan pilihan yang dijalani oleh para kuli panggul.

Hal ini merupakan dampak lain dari bekerja sebagai kuli gendong. Apalagi

dihadapkan dengan perekonomian sekarang ini, seseorang dituntut lebih keras

dalam mencari penghasilan. Bila kita melihat tentang peluang kerja di sektor

formal, permintaan tenaga kerja yang diminati dalam sektor formal adalah tenaga

kerja berpendidikan, memililki keterampilan, dan berpengalaman, selain itu juga

batasan umur bagi pelamar pekerjaan, ini merupakan hal-hal yang disyaratkan

oleh instansi atau perusahaan yang membuka lapangan pekerjaan.

Syarat-syarat demikian yang menjadi hambatan lain bagi orang-orang

yang telah bekerja sebagai kuli gendong untuk berusaha mendapatkan pekerjaan

yang lebih baik dan penghasilan rutin karena menjadi karyawan. Dilihat dari

Page 22: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

pendidikan, tidak perlu tingkat pendidikan yang tinggi untuk bekerja sebagai kuli

gendong, karena yang diperlukan adalah badan sehat dan kuatan untuk

menggendong beban berat dari satu tempat ke tempat lain, dan kesabaran untuk

menanti dan menawarkan jasa gendong terhadap penjual atau pembeli di pasar

Legi. Berbicara mengenai penghasilan, sebagai kuli gendong memiliki

penghasilan yang sah.

Menurut Keith Hart dalam Manning dan Effendi (1996: 79) “kesempatan

memperoleh penghasilan yang sah terdiri atas;

a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder; pertanian, perkebunan yang

berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.

b. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar; perumahan,

transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lain-lain.

c. Distribusi kecil-kecilan; pedagang kaki lima, pedagang pasar,

pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.

d. Transaksi pribadi; pinjam-meminjam, pengemis.

e. Jasa yang lain; pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang

sampah, dan lain-lain.

Dari pendapat Hart di atas dapat diketahui bahwa penghasilan dari kuli gendong

termasuk ke dalam penghasilan jasa, dimana kuli gendong menjual jasa gendong

mereka kepada orang lain di pasar.

Ketidakberdayaan kuli gendong dalam hal pendidikan ini

dilatarbelakangi oleh rendahnya pendidikan yang “dikenyam” oleh orang-orang

yang bekerja sebagai kuli gendong. Masa kecil yang tidak dapat bersekolah atau

putus sekolah merupakan hal biasa, hal ini yang menyebabkan mereka tidak

memiliki kesempatan untuk memperoleh berbagai aset yang lebih baik semisal

pekerjaan, penghasilan, fasilitas, pelayanan masyarakat, dan sebagainya. Dengan

menjadi kuli gendonglah mereka dapat menyambung hidup baik bagi dirinya

maupun menghidupi keluarganya.

Kehidupan yang dijalani sebagai kuli panggul diharapkan tidak terjadi

pada anak-anak mereka. Oleh sebab itu sebagai orangtua, mereka menyekolahkan

anak-anak mereka dan memotivasi mereka untuk giat belajar agar mendapatkan

kehidupan yang lebih baik daripada orangtua mereka. Dengan demikian para

orangtua yang bekerja sebagai kuli gendong memperhatikan masa depan anaknya

Page 23: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

dengan menyekolahkan anak-anak mereka agar tidak menjadi seperti orang

tuanya, dengan harapan memilki kehidupan yang lebih baik..

Meskipun setiap hari mereka harus lebih bekerja lebih keras lagi, dan rela

bermukim di kompleks pasar Legi setiap hari, selainitu juga menjalin hubungan

baik dengan sesama kuli gendong, kordinator SPTI, petugas pasar, pedagang, dan

pembeli di pasar. Hal-hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengkaji

lebih dalam mengenai kuli gendong Pasar Legi dalam sebuah penelitian yang

berjudul “Kuli Gendong Pasar Legi (Studi Kasus Kuli Gendong Sektor

Informal di Pasar Legi Kota Surakarta)”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa menjadi kuli gendong di pasar Legi dipilih sebagai salah satu mata

pencaharian bagi masyarakat?

2. Bagaimana eksistensi kuli gendong sebagai orang tua, anggota SPTI, dan

anggota masyarakat?

3. Bagaimana pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli

gendong pasar Legi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan peneliti dalam penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui alasan orang-orang menjadi kuli gendong di pasar Legi

dipilih sebagai salah satu matapencaharian bagi masyarakat.

2. Untuk mengetahui eksistensi kuli gendong sebagai orang tua, anggota SPTI,

dan anggota masyarakat?.

3. Untuk mengetahui pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja

kuli gendong pasar Legi.

Page 24: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pada pembelajaran mata

pelajaran Sosiologi kelas XI Semester 1 dalam Standar Kompetensi 1.

Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik dan

mobilitas sosial, tepatnya dalam Kompetensi Dasar 1.3 Menganalisis

struktur sosial dengan mobilitas sosial.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pada pembelajaran mata

pelajaran Antropologi kelas XI Semester 1 dalam Standar Kompetensi

2. Menganalisis unsur-unsur proses dinamika dan pewarisan budaya

dalam rangka integrasi nasional, tepatnya dalam Kompetensi Dasar 2.1

Mendeskripsikan unsur-unsur budaya, dan 2.2 Mendeskripsikan

hubungan antara unsur-unsur kebudayaan.

c. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan dan menambah

wawasan, pengalaman, referensi, dan pengetahuan bagi pengembangan

ilmu-ilmu sosial khususnya dalam kaitannya Sosiologi Ekonomi.

d. Mampu mendorong adanya penelitian sejenis serta bisa digunakan

sebagai acuan dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian diharapkan dapat memberikan acuan kepada Pemerintah Kota

Surakarta dalam pengelolaan pasar dan kuli gendong di pasar Legi

Surakarta.

b. Dapat memberikan gambaran terkait mengenai sektor informal dan

kehidupan kuli panggul di pasar Legi Kota Surakarta.

Page 25: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Penelitian yang akan dilaksanakan bertujuan untuk menerangkan

fenomena sosial yang dijadikan pusat penelitian, untuk menerangkan fenomena

tersebut perlu mengkaji pustaka. Dari pustaka terdapat konsep dan teori yang

dapat digunakan sebagai pedoman bagi peneliti untuk mengungkapkan

permasalahan dan mencoba menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian.

Adapun fungsi utama dalam pemilihan teori yang tepat adalah memberi landasan

dan acuan agar peneliti tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Sehingga peneliti mendapat penjelasan tentang fenomena yang

diangkat, dapat melakukan analisis data dan prediksi kesimpulan. Adapun konsep

dan teori yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai

berikut;

1. Konsep Kebudayaan

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan memiliki cipta, rasa, dan

karsa sehingga menjadi makhluk yang sempurna ciptaan Allah SWT. Dengan hal

tersebut menjadikan manusia lebih dibandingkan makhluk yang lain. Dengan

kelebihan inilah manusia merupakan makhluk yang beradab.

Berbicara mengenai manusia, tidak terlepas pula kita berbicara mengenai

kebudayaan. Di kehidupan sehari-hari, orang sering membicarakan tentang

kebudayaan. Di dalam kehidupan sehari-hari orang tidak akan mungkin tidak

berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap orang yang melihat,

mempergunakan, dan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan. Namun

apakah yang dimaksud dengan kebudayaan itu sendiri, berikut penjelasannya;

a. Pengertian Kebudayaan

Pengertian kebudayaan meliputi bidang yang luas seolah - olah tidak

ada batasannya. Dengan demikian sukar sekali untuk mendapatkan batasan

untuk mendapatkan pembatasan pengertian atau definisi yang tegas dan

Page 26: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

terinci yang mencakup segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam

pengertian tersebut. dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering

diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Akan tetapi

apabila istilah kebudayaan diartikan menurut ilmu-ilmu sosial, maka kesenian

merupakan salah satu bagian saja dari kebudayaan.

Dua antropolog terkemuka yaitu Merville J. Herskovits dan

Bronislaw Malinowski dalam Soekanto (2002: 171), mengemukakan bahwa

Cultural Determination berarti segala sesuatu terdapat dalam masyarakat

ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu.

Kemudian Herskovits mengungkapkan bahwa kebudayaan merupakan super-

organic, karena kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi

tetap hidup terus. Walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat

silih berganti disebabkan kelahiran dan kematian.

Menurut Soerjono Soekanto (2002: 172), kata “kebudayaan” berasal

dari (bahasa Sansekerta) “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak kata

“buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal

yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Adapun istilah “culture” yang

merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan,

berasal dari kata Latin “colere”. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu

mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu “colere” kemudian

“culture”, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk

mengolah dan mengubah alam.

Seorang antropolog lain, yaitu E.B.Tylor (1871) dalam Soekanto

(2002: 172) pernah mencoba memberikan definisi mengenai kebudayaan

sebagai berikut (terjemahannya); “Kebudayaan adalah kompleks yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat,

dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan

oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

Dengan kata lain kebudayaan mencakup kesemuanya yang

didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku

Page 27: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir,

akan sangat tertarik oleh obyek-obyek kebudayaan seperti rumah, sandang,

jalan, alat komunikasi dan sebagainya. Seorang sosiolog mau tidak mau harus

menaruh perhatian juga pada hal tersebut. akan tetapi dia juga akan

memperhatikan perilaku sosial, yaitu pola-pola perilaku yang membentuk

struktur sosial masyarakat. Jelas bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi

oleh peralatan yang dihasilkannya serta ilmu pengetahuan yang dimilki atau

didapatkannya.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto (2002:

173) merumuskan bahwa kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, cipta

masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan

kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan

oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya

dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa

kebudayaan merupakan apa yang diwariskan turun temurun dari generasi ke

generasi berupa semua hasil karya, rasa, cipta masyarakat yaitu yang

kompleks, mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

adat-istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan

yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

b. Wujud Kebudayaan

Kebudayaan bukan hanya sesuatu yang kasat mata, yang berupa

bahasa, adat-istiadat, alat-alat, maupun bangunan yang menjadi bukti suatu

peradaban, namun juga bewujud ide, gagasan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Koentjaraningrat (1987: 2) yang menyatakan bahwa kebudayaan itu

mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu;

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peratruran, dan sebagainya,

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan

berpola dari manusia dalam masyarakat,

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

(artifact).

Page 28: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan betuk-bentuk atau wujud kebudayaan;

1) kebudayaan yang berwujud ide. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau

difoto, berada di dalam kepala-kepala, atau dengan kata lain dalam alam

pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu

hidup. Jika warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka itu dalam

tulisan, maka kebudayaan ide sering berada dalam karangan, buku-buku hasil

karya para penulis warga yang bersangkutan. Sekarang ini kebudayaan ide

juga dapat tersimpan dalam tape recorder, arsip, kartu memori (memory

card), recorder digital, dan lain sebagianya.

Kebudayaan ide ini dapat kita sebut adat, tata kelakuan, atau secara

singkat dalam arti khusus atau adat-istiadat dalam bentuk jamaknya. Sebutan

tata kelakuan tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan ide itu biasanya juga

berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali dan memberi

arah kepada tingkah laku dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam

fungsi itu, secara lebih khusus lagi adat terdiri dari beberapa lapisan, yaitu

dari yang paling abstrak dan luas, sampai yang paling konkret dan terbatas.

Lapisan yang paling abstrak misalnya sistem nilai budaya. Lapisan yang

kedua, yaitu sistem norma-norma adalah lebih konkret lagi. Sedangkan

peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktifitas aktifitas sehari-hari

dalam kehidupan masyarakat (misal; sopan-santun), merupakan lapisan adat-

istiadat yang paling konkret tetapi terbatas ruang lingkupnya. 2) kebudayaan

berwujud sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.

sistem sosial ini berisi tentang aktifitas-aktifitas individu-individu yang

berinteraksi (berhubungan antara satu dengan yang lain dalam kurun waktu

tertentu yang mengikuti pola-pola tertentu menurut adat tata kelakuan).

Sebagai rangkaian dalam suatu aktifitas individu-individu dalam

suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling

kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi. 3) kebudayaan

fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas, perbuatan, dan karya

individu-individu dalam sauatu masyarakat, maka sifatnya paling konkret,

Page 29: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.

Berbentuk benda-benda yang amat besar seperti pabrik, stasiun; ada benda-

benda yang amat kompleks seperti suatu computer berkapasitas tinggi: atau

benda-benda besar dan bergerak seperti bus, pesawat: ada benda yang besar

dan indah seperti masjid, candi; atau pula benda-benda kecil seperti kain

batik; atau yang lebih kecil lagi kancing baju batik.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari

tentu tidak terpisah antara satu sama lain. Kebudayaan ide dan adat-istiadat

memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan

ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda

kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu

lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari

lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya,

bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya.

Dalam hal ini kegiatan sebagai kuli gendong termasuk ke dalam

wujud kebudayaan yang kedua, yaitu kebudayaan berwujud sistem sosial,

mengenai kelakuan berpola dari individu-individu yang berada di dalam

pasar Legi. Dalam hal ini tentang aktifitas-aktifitas individu-individu sebagai

kuli gendong yang berinteraksi baik sesama kuli gendong, koordinator SPTI,

pedagang, pembeli di pasar, maupun keluarga dan masyarakat tempat asal

mereka.

c. Unsur-Unsur Kebudayaan

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-

kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah

kemasyarakatan dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk agama, ideologi,

kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa

manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya, cipta

merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup

di masyarakat dan antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu-ilmu

pengetahuan. Cipta merupakan teori murni, maupun yang telah disusun untuk

Page 30: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

langsung diamalakan dalam kehidupan masyarakat. Rasa dan cinta

dinamakan pula ke budayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture).

Semua karya, rasa dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang

menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagaian besar

atau seluruh masyarakat.

Kebudayaan setiap masyarakat itu sendiri terbentuk oleh beberapa

unsur-unsur yang merupakan bagian dari satu kebulatan yang bersifat sebagai

satu kesatuan. Beberapa unsur kebudayaan diklasifikasikan ke dalam unsur-

unsur pokok atau besar kebudayaan yang lazim disebut dengan cultural

universal, yang merupakan unsur-unsur yang pasti bisa ditemukan di semua

kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam kehidupan masyarakat pedesaan

yang kecil terpencil maupun di dalam masyarakat perkotaan yang besar dan

kompleks.

C. Khluchon dalam Soekanto (2002: 176) dalam sebuah karyanya

yang berjudul Universal Categories of Culture, dimana berisi inti

pendapat para sarjana dalam karyanya menunjuk tujuh unsur

kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu;

1. peralatan dan perlengkapan hidup manusia,

2. mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi,

3. sistem kemasyarakatan,

4. bahasa (lisan maupun tertulis)

5. kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya)

6. sistem pengetahuan,

7. religi (kepercayaan).

Unsur-unsur universal tersebut masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam

sub-unsur-unsurnya (unsur-unsur yang lebih kecil). Unsur yang pertama yaitu

peralatan dan perlengkapan hidup manusia, hal ini dapat dijabarkan lagi

menjadi pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat

produksi, alat tansportasi dan lain sebagainya. Yang kedua, mata pencaharian

hidup dan sistem-sistem ekonomi dijabarkan lagi menjadi pertanian,

peternakan, buruh/kuli, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya.

Unsur yang ketiga sistem kemasyarakatan dapat dikerucutkan lagi menjadi

sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan.

Page 31: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Unsur yang keempat adalah bahasa baik berupa lisan maupun

tertulis, setiap masyarakat baik dalam suku, bangsa, maupun negara memiliki

sistem bahasa yang dimiliki oleh masing-masing, dan dengan bahasa mereka

dapat berkomunikasi antara individu satu dengan yang lain, kelompok

masyarakat satu dengan yang lain, disini bahasa berguna sebagai pengantar

komunikasi. Selanjutnya unsur yang kelima adalah kesenian, unsur ini

menyangkut tentang keindahan, dimana kesenian dapat dijabarkan lagi

menjadi unsur seni yang lain, berupa seni rupa, seni suara, seni gerak dan

sebagainya. Selain kesenian, suatu kebudayaan dapat diperkuat dengan

unsur sistem pengetahuan, dimana dengan unsur ini dapat digunakan sebagai

tolok ukur peradaban suatu masyarakat. Dan unsur yang terakhir adalah

religi atau sistem kepercayaan, dalam unsur ini masyarakat dari kebudayaan

yang bersangkutan memiliki kepercayaan terhadap kekuatan besar yang

menciptakan dan mengatur, baik kepercayaan animisme, dinamisme,

maupun agama yang mempercayai adanya tuhan. Demikian tujuh unsur

kebudayaan universal memang mencakup kebudayaan manusia secara

keseluruhan.

Kemudian jika dilihat dari unsur-unsur kebudayaan di atas, manusia

berusaha untuk bertahan hidup dengan mencukupi kebutuhan-kebutuhan

hidup, usaha manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup memiliki kaitan

dengan sistem mata pencaharian. Karena manusia berusaha untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan untuk dapat melanjutkan kehidupan dengan bekerja

sebagai sumber mata pencaharian atau pekerjaan.

2. Konsep Mata Pencaharian

a. Pengertian Mata Pencaharian

Untuk mencukupi kebutuhan agar dapat bertahan hidup, manusia

akan berusaha untuk mendapatkan pemenuh kebutuhan, salah satunya dengan

memiliki mata pencaharian, dimana mata pencaharian bisa juga dikatakan

dengan pekerjaan. Misalnya masyarakat pedesaan yang identik dengan

bidang agraris, keadaan alam yang mendukung untuk menjadi petani.

Page 32: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Berbeda lagi untuk masyarakat pesisir (pantai), keadaan geografis yang

menjadikan mereka nelayan untuk melaut dan mencari ikan.

Dua hal tersebut di atas merupakan contoh mata pencaharian, namun

secara definisi dalam arti luas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2007), “mata pencaharian merupakan pekerjaan atau pencaharian utama

(yang dikerjakan untuk biaya hidup sehari-hari)”. Dari definisi tersebut, dapat

dikatakan bahwa mata pencaharian merupakan pekerjaan yang utama,

sehingga jika seseorang memiliki suatu pekerjaan atau beberepa pekerjaan,

yang bisa disebut mata pencaharian adalah pekerjaan yang utama. Istilah

pekerjaan dalam arti sempit, digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang

menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini

sering dianggap sinonim dengan profesi. Mata pencaharian merupakan hal

yang sangat melekat bagi individu, terutama dalam keluarga mata

pencaharian orangtua sangat berperan penting dalam kelanjutan hidup baik

anggota-anggota keluarga, maupun orang tua dalam keluarga tersebut.

b. Jenis Mata Pencaharian

Dari berbagai macam mata pencaharian atau pekerjaan mulai dari

penyemir sepatu, tukang becak, kuli gendong, sampai pengusaha, anggota

legislatif bahkan pejabat negara merupakan bagian dari macam-macam

pekerjaan, namun dari banyaknya pekerjaan tersebut dapat dibagi menjadi

dua bagian besar, yaitu;

1) Sektor Formal

Sektor formal merupakan salah satu jenis usaha yang resmi, ada ijin atau

berbadan hukum, membutuhkan modal besar, memiliki aturan/tata tertib

yang jelas, jumlah pekerja berpendidikan dan memilki keahlian, serta

jumlah pekerja tetap dan digaji, memiliki batasan waktu kerja yang jelas,

dan menggunakan teknologi dalam usahanya.

Contoh pekerjaan dalam sektor formal; a) seseorang yang bekerja sebagai

PNS, dimana untuk menjadi PNS seseorang dituntut memiliki jenjang

pendidikan tertentu, mengikuti seleksi masuk yang ketat yang diadakan

Page 33: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

oleh dinas setempat, bekerja dengan ikatan dinas, jam dan hari kerja

jelas, digaji setiap bulan lengkap lengkap dengan tunjangan dan

mendapat dana pensiun jika sudah tidak bekerja, memilki tata tertib/ kode

etik yang jelas, dan lain sebagainya, b) karyawan pabrik, untuk menjadi

karyawan pabrik seseorang melamar di lowongan pekerjaan, melalui

beberapa tes, dan membutuhkan syarat-syarat tertentu baik berupa

pendidikan, pengalaman kerja di bidang-bidang tertentu dan keahlian

khusus.

2) Sektor Informal

Sedangkan sektor informal merupakan sektor kebalikan dari sektor

formal, dimana tidak perlu ijin dalam melaksanakan kegiatan usaha,

modal relatif kecil, tidak ada aturan yang jelas, tidak memerlukan

pendidikan yang tinggi, tanpa batasan waktu kerja yang jelas , serta tidak

menggunakan terknologi ataupun menggunakan teknologi sederhana.

Contoh pekerjaan dalam sektor informal: a) pedagang kaki lima,

merupakan contoh sektor informal yang kerap mendapat perhatian besar

karena keberadaannya terutama di kota-kota besar, tanpa perlu

pendidikan tinggi untuk menjadi pedagang kakai lima, melainkan

keterampilan yang di dapat dari bekerja pada orang lain, dan diterapkan

untuk usaha sendiri, biasanya menempati trotoar jalan, pinggir-pinggir

jalan, dengan modal tidak besar dan relatif kecil seseorang dapat menjadi

pedagang kaki lima, tidak ada ijin yang kuat mengatur berdirinya

pedagang kaki lima, kebanyakan pekerjanya adalah anggota keluarga

sendiri dan tidak ada aturan kerja yang jelas, dan tempat bekerja

(berjualan) bersifat sementara (non-permanen) hal ini dikarenakan

mereka menempati tempat-tempat umum, b) kuli gendong (buruh

gendong), merupakan salah satu contoh usaha sektor informal yang tanpa

mempergunakan modal uang, namun menggunakan modal yang utama

yaitu kekuatan atau tenaga untuk menggendong bawaan, namun jika

sudah masuk dalam satu wadah paguyuban yang mengoordinasi, maka

juga dikenakan iuran sosial.

Page 34: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

3. Konsep Sektor Informal

a. Pengertian Sektor Informal

Tadjudin Noer Effendi (1995: 74) memberikan pengertian tentang

sektor informal, yaitu sektor yang diartikan sebagai “pekerja yang berusaha

sendiri tanpa buruh, berusaha sendiri dengan buruh tak tetap, atau dibantu

tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar”. Ini memberikan definisi bahwa

sektor informal merupakan suatu jenis usaha mandiri, atau usaha keluarga,

tanpa adanya aturan yang tidak tetap.

Dipak Mazmundar dalam Manning dan Effendi (1996: 12)

memberikan definisi mengenai sektor informal, “sektor informal sebagai

pasaran tenaga kerja yang tak dilindungi salah satu aspek penting perbedaan

antara sektor informal dan formal sering dipengaruhi oleh jam kerja yang

tidak tetap dalam jangka waktu tertentu.”

Jean Breman dalam Manning dan Effendi (1996: 139), tanpa

memberikan batasan ilmiah yang jelas tetapi membedakan sektor informal

dan formal yang menunjuk pada suatu sektor ekonomi masing-masing

dengan konsistensi dan dinamika strukturnya sendiri.. Sektor formal

digunakan dalam pengertian pekerjaan yang permanen, meliputi;

1) sejumlah pekerjaan yang saling berhubungan yang merupakan

bagian dari suatu struktur pekerjaan dan terjalin dan amat

terorganisir,

2) pekerjaan secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian,

3) syarat-syarat pekerja dilindungi oleh hukum.

Dari pengertian dan ciri-ciri sektor informal yang telah dijelaskan di atas

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, sektor informal adalah suatu unit

usaha dengan pola kegiatan tidak teratur baik waktu, modal, maupun

penerimaannya, hampir tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan dari

pemerintah, modal dan pendapatan relatif kecil, peralatan dan perlengkapan

yang dipergunakan sangat sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus

dalam menjalankan kegiatannya, dan pada umumnya satuan usaha

mempekerjakan tenaga kerja yang sedikit dari lingkungannya, berhubungan

denga keluarga, mudah berganti ke profesi yang lain. Selain itu sektor

Page 35: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

informal merupakan unit kerja yang mampu menciptakan lapangan kerja,

kesempatan kerja, dan memilki daya serap tinggi bagi angkatan kerja.

Sektor informal lebih difokuskan pada aspek-aspek ekonomi, aspek

sosial, dan budaya. Aspek ekonomi misalnya penggunaan modal yang rendah,

pendapatan yang rendah dan skala usaha yang relatif kecil. Aspek sosial

diantaranya meliputi tingkat pendidikan yang rendah, berasal dari kalangan

ekonomi lemah. Sedangkan dari aspek budaya diantaranya kecenderungan

untuk beroperasi di luar sistem regulasi, penggunaan teknologi sederhana,

tidak terikat oleh waktu kerja. Dengan cara pandang tersebut terhadap sektor

informal tentunya lebih menitikberatkan pada suatu proses yang dinamis dan

bersifat kompleks.

b. Ciri-ciri Sektor Informal

Sektor informal memiliki “cara kerja” yang memiliki ciri-ciri

tertentu, yang membedakan sektor informal dengan sektor formal, dan

memiliki karakteritik tertentu sebagai sektor informal.

Menurut Effendi (1995: 74) ciri-ciri mengenai sektor informal

adalah sebagai berikut;

1) kegiatan usaha tidak terorganisir secara baik, karena timbulnya

unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan

yang tersedia di sektor formal,

2) pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha,

3) pola kegiatan berusaha tidak beraturan baik dalam arti lokasi

maupun jam kerja,

4) pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai pada sektor ini,

5) unit usaha mudah keluar masuk dari subsektor ke lain subsektor,

6) teknologi yang digunakan bersifat tradisional,

7) modal dan putaran usaha relatif kecil,

8) untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal

karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman

sambil bekerja,

9) pada umumnya unit usaha termasuk ke dalam golongan yang

mengerjakan sendiri usahanya dan kalau mengerjakannya, buruh

berasal dari keluarga,

10) sumber danaa modal biasanya dari tabungan sendiri atau dari

lembaga keuangan tidak resmi,

Page 36: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

11) hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan

kota atau desa yang berpenghasilan rendah tetapi kadang-kadang

juga berpenghasilan menengah.

Pendapat Effendi di atas telah dapat mempresentasikan pendapat-pendapat

dari tokoh-tokoh lain mengenai ciri-ciri sektor informal. Dari hal-hal

tersebut dapat dijelaskan bahwa kegiatan sektor informal merupakan usaha

tidak terorganisir secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak

mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal,

misalnya pedagang kaki lima tidak ada lembaga yang mengikat dan

mengoordinasi secara langsung, melainkan dikoordinasi secara swadaya

oleh para pedagang kaki lima itu sendiri dalam sebuah paguyuban atau

komunitas. Berbeda dengan sektor informal, misalkan PNS, ada organisasi

yang konkret yang mengatur dan mengoordinasi terdapat fasilitas-fasilitas

yang dapat dipergunakan, baik kantor, tempat kerja, akomodasi, alat

transportasi dan lain sebagainya

Apabila dilihat dari ijin usaha pada umumnya unit usaha dalam

sektor informal tidak mempunyai ijin usaha. Jika dalam sektor informal

perlu ijin dalam usahanya, contoh membuka pabrik rokok, dokter membuka

praktek, dan sebagainya. Untuk usaha dalam sektor informal dilaksanakan

dalam lingkup kecil, tidak resmi, dan bersifat bebas siapa saja bisa masuk di

dalamnya. Dengan kata lain siapa saja dapat membuka usaha dalam sektor

informal. Bahkan ada usaha dalam sektor informal yang justru melanggar

hukum dan penghasilan yang tidak sah, seperti copet, penadah barang

curian, lintah darat, dan lain sebagainya.

Pola kegiatan berusaha tidak beraturan baik dalam arti lokasi

maupun jam kerja. Maksudnya adalah lokasi atau tempat yang digunakan

untuk usaha tidak pasti, berpindah-pindah antara satu tempat ke tempat lain,

misal pedagang keliling, dan pedagang asongan. Selain itu tidak ada rentang

jam kerja yang jelas pula, kapan harus mulai kerja dan kapan harus selesai

kerja. Hal ini dikarenakan usaha besifat fleksibel yang disesuaikan dengan

situasi dan kondisi.

Page 37: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan

ekonomi lemah tidak sampai pada sektor ini. Terkadang terjadi demikian,

karena tidak adanya peraturan/ UU yang jelas menyangkut keberadaan

usaha sektor informal, tidak adanya “tangan panjang” dari pemerintah yang

langsung berhubungan dengan usaha tersebut, dan ketiadaan data yang jelas

mengenai keberadaan dari usaha sektor informal tersebut sehubungan

dengan pola kegiatan berusaha tidak beraturan baik lokasi maupun jam

kerja, sehingga kebijakan dari pemerintah baik aturan maupun bantuan tidak

sampai pada sektor ini.

Dalam sektor informal, unit usaha mudah keluar masuk dari

subsektor ke lain subsektor. Tidak adanya batasan dan keterikatan dalam

satu subsektor, karena usaha ini milik pribadi dan bebas dalam menetukan

jenis usaha apa yang akan dilaksanakan. Perpindahan ini sah-sah saja dalam

sector informal. Misal kegiatan primer dan sekunder seperti pertanian

perkebunan yang pindah ke sektor jasa yang lain, seperti kuli gendong.

Teknologi yang digunakan dalam kegiatan sektor informal bersifat

tradisional. Berbeda dengan sektor formal, menggunakan teknologi yang

tinggi, sophisticated (canggih), dan mahal, berupa alat-alat berat,

komputerisasi, dan lain sebagainya. Untuk sektor informal dalam

kegiatannya hanya menggunakan teknologi sederhana, murah, dan dapat

dibuat sendiri, berupa alat-alat sederhana. Misalnya pedagang kaki lima

dengan menggunakan gerobak, pedagang asongan dengan kotak atau box

dagangan, kuli gendong dengan selendang dan kekuatan badannya untuk

mengangkat barang.

Jika dilihat dari segi permodalan, modal dan putaran usaha dalam

kegiatan sektor informal relatif kecil, karena jenis usaha juga relatif

sederhana, hasil produksi hanya sanggup mencukupi kebutuhan untuk

sekitar atau domestik. Sumber dana modal biasanya dari tabungan sendiri

atau dari lembaga keuangan tidak resmi, misal dari potang (Jawa), yaitu

tukang kredit atau lintah darat yang setiap hari memungut angsuran dari

hutang tersebut.

Page 38: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal

karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman sambil

bekerja. Cukup dengan kemauan untuk bekerja dan lama-kelamaan

pengalaman serta pengetahuan tentang pekerjaannya dapat didapatkan oleh

yang seseorang dalam proses ia bekerja (otodidak), misal tukang cukur dan

penyemir sepatu, penjual es potong. Berbeda dengan kegiatan sektor formal

yang membutuhkan pendidikan formal, bahkan sampai pendidikan yang

tinggi dan disertai keterampilan atau kecakapan khusus khusus untuk

bekerja dalam sekor formal, misal untuk menjadi perawat, menjadi manajer

perusahaan.

Suatu usaha dikatakan usaha sektor informal juga dilihat dapat

dilihat bahwa pada umumnya unit usaha termasuk ke dalam golongan yang

mengerjakan sendiri usahanya dan kalau mengerjakannya, buruh berasal

dari keluarga, ada beberapa yang juga termasuk subsisten. Sedangkan hasil

produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan kota atau desa

yang berpenghasilan rendah tetapi kadang-kadang juga berpenghasilan

menengah.

c. Bidang-bidang Sektor Informal

Bidang yang ada dalam sektor informal cukup luas. Sektor ini

sangat luas baik di tingkat daerah maupun di desa-desa dan daerah

perkotaan. Sektor informal yang lahir diperkotaan merupakan hasil dari

urbanisasi yang mana perpindahan ini untuk mencari penghasilan. Perkotaan

yang persaingannya sangat ketat dan kadang tidak mendapat pekerjaan

maka para urban ini membuka lapangan pekerjaan baru dalam perkotaan

yaitu yang disebut sektor informal.

Menurut Keith Hart dalam Manning dan Tadjudin (1996:79-80)

“bidang-bidang dalam sektor informal yang ditinjau dari

pendapatan yang sah dan tidak sah sebagai berikut:

1) Sektor informal dengan penghasilan sah

a) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder: pertanian,

perkebunan yang berorientasi ke pasar, kontraktor

bangunan dan kegiatan yang berhubungan dengannya,

Page 39: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

pengrajin usaha sendiri, pembuat sepatu, penjahit,

pengusaha bir dan alkohol.

b) Usaha tersier dengan modal yang relatif besar:

perumahan, transportasi, usaha kepentingan umum,

spekulasi barang-barang dagangan, kegiatan sewa-

menyewa.

c) Distribusi kecil-kecilan: pedagang pasar, pedagang

kelontong, pedagang kaki lima, pengusaha makanan jadi,

pelayan bar, pengangkut barang, agen atau komisi, dan

penyalur.

d) Jasa yang lain: pemusik, pengusaha binatu, penyemir

sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, juru potret,

pekerja reparasi kendaraan maupun reparasi lainnya,

makelar dan perantara.

e) Transaksi pribadi: arus uang dan barang pemberian

maupun semacamnya, pinjam-meminjam, pengemis.

2) Sektor informal dengan penghasilan tidak sah

Kegiatan-kegiatan sektor informal tidak hanya yang

berkategorikan kegiatan sah, namun juga adapula kegiatan

yang tidak sah. Sektor kegiatan informal yang tidak sah

antara lain:

a) Jasa, merupakan kegiatan dan perdagangan gelap pada

umumnya penadah barang curian, lintah darat, pedagang

obat bius, pelacur, mucikari, penyelundupan, suap-

menyuap, berbagai macam korupsi politik, perlindungan

kejahatan.

b) Transaksi, sebagai contohnya adalah pencurian kecil,

pencurian besar, pemalsuan uang dan penipuan.

Berdasarkan penjelasan mengenai bidang-bidang sektor informal

diatas maka,dapat disimpulkan bahwa kuli gendong pasar Legi Surakarta

dapat dikategorikan sebagai kegiatan informal dengan penghasilan sah. Hal

ini dapat dilahat dari jenis usaha yang dilakukan oleh para kuli gendong.

Jenis kuli gendong adalah menjual jasa mereka. Kuli gendong pasar Legi

dikatakan sebagai sektor informal yang berpenghasilan sah karena tidak

melanggar aturan-aturan hukum, atau tidak melakukan tindakan

mengganggu para pembeli dan pedagang di dalam pasar.

Page 40: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

d. Munculnya Sektor Informal di Kota

Tadjudin Noer Effendi (1995: 73) menyatakan bahwa “sektor

informal tidak dapat keberadaannya di dalam pembangunan”. Kehadiran

sektor informal dipandang sebagai gejala transisi dalam proses

pembangunan di negara berkembang. Sektor informal harus dilalui dalam

menuju tahapan modern, selain itu juga merupakan gejala adanya

ketidakseimbangan kebijakan pembangunan.

Konsep informal muncul dalam keterlibatan pakar-pakar

internasional dalam perencanaan pembangunan dunia ketiga, gejala ini

muncul setelah kelahiran negara maju dan berakhirnya perang dunia kedua.

Pada waktu itu muncul gagasan di tingkat internasional maupun nasional

untuk mendapatkan laju pertumbuhan ekonomi pada negara-negara yang

dimaksud. Jean Breman dalam Manning dan Effendi (1996: 138)

menyatakan “sektor informal pertama kali diungkapkan oleh Keith Hart

pada tahun 1971 dengan menggambarkan sektor informal senbagai bagian

dari angkatan kerja yang tidak terorganisir.” Keith Hart merupakan seorang

antropolog Inggris yang pertama kali menyatakan gagasan sektor informal.

Meskipun sudah berlangsung selama lebih dari tiga puluh tahun

sejak gagasan mengenai sektor informal dicetuskan oleh Hart hingga kini

perdebatan sektor informal masih juga belum mencapai kesepakatan.

Pembahasan mengenai kegiatan-kegiatan sektor informal selama ini

umumnya terfokus secara ekslusif pada konteks kontemporernya yang

diantaranya membahas tingkat penghasilan pedagang, jumlah tenaga kerja,

latar belakang sosial ekonomi dan sebagainya. Namun hanya sedikit yang

membahas apa yang melatar belakangi kegiatan di sektor informal ini

muncul. Sehingga peneliti merasa perlu untuk memberikan ulasan mengenai

latar belakang munculnya kegiatan sektor informal ini yang dikaji beberapa

ahli.

Tumbuhnya sektor informal disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya, perpindahan penduduk yang dapat menyebabkan semakin

sempitnya peluang kerja tempat yang didatangi. Seperti yang diungkapkan

Page 41: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

oleh Rachbini dan Hamid (1994: 13), “perbedaan tingkat upah serta

kesempatan kerja di desa dan di kota merupakan faktor yang menstimulasi

angkatan kerja untuk pindah ke kota”. Masyarakat umumnya menganggap

di kota lebih mudah untuk mencari pekerjaan dan lebih menghasilkan uang.

Padahal dengan perpindahan mereka ke kota mengakibatkan semakin sempit

pula lapangan pekerjaan yang ada dan pada akhirnya membuka lahan

pekerjaan baru di sektor informal.

Selain itu tumbuhnya sektor informal juga disebabkan kesenjangan

kapasitas keahlian dan tuntutan kerja formal yang modern. Sektor formal

menuntut keahlian tinggi dari pekerjanya namun hal tersebut tidak

diimbangi oleh keahlian yang dimililki para angkatan kerja. Menurut Mc

Gee dalam Rachbini dan Hamid (1994: 26) “Sektor informal tumbuh karena

perpindahan, dan penggunaan teknologi modern yang tidak selektif, yang

berarti tidak memperhitungkan manfaat sosialnya, akan menciptakan sektor

informal”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan

menggunakan teknologi modern berarti banyak manusia yang tergantikan

oleh teknologi yang berat kurang dibutuhkannya tenaga manusia di sektor

formal. Akibatnya banyak sektor informal yang tumbuh karena kurang

dibutuhkannya tenaga manusia di sektor formal. Karena sempitnya lahan

pekerjaan, serta kurang dibutuhkan tenaga kerja manusia sehingga

mengakibatkan munculnya pengangguran. Faktor tumbuhnya sektor

informal juga disebabkan karena adanya pengangguran. Di sini sektor

imformal berfungsi untuk mempertahankan hidup.

Kota sebagai suatu pemusatan penduduk di dalam wilayah yang

sempit memilki masalah fundamental dalam pemenuhan kebutuhan pokok

penduduk-penduduknya, maka kota sebagai pusat konsumsi kolektif

memproduksi barang atau jasa tidak secara individual, melainkan secara

kolektif sehingga apabila sebuah kota sudah tergolong ke dalam kota yang

kapitalistik, maka akan sering terjadi konflik-konflik akibat perebutan

konsumsi kolektif. Konsumsi kolektif terjadi di lapisan bawah masyarakat

perkotaan, mereka melakukan konsumsi kolektifnya dalam sektor informal,

Page 42: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

konsumsi mereka ditandai dengan adanya penggunaan barang-barang bekas

untuk perumahan, serta pembuatan dan pemasaran bahan-bahan makanan

dan barang-barang lain untuk konsusmsi langsung.

Sektor informal sebagai identitas problematika perkotaan

berkembang di berbagai bidang meliputi bidang industri, perdagangan, jasa,

dan sebagainya. Profesi-profesi sektor informal di kota seperti pedagang

kaki lima, pedagang asongan, kuli gendong, penyemir sepatu, pelacur,

portir, pengemis, pengamen, pengemudi becak, tukang parkir, dan lain

sebagainya. Mereka merupakan pedagang kecil, pekerja yang tidak terikat

dan tidak terampil dengan pendapatan yang relatif rendah dan tidak tetap.

Keberadaan sektor ekonomi informal di perkotaan sangat mudah

dijumpai dan dikenali di trotoar-trotoar, alun-alun kota, dan dekat pusat

keramaian kota serta ruang-ruang publik di perkotaan. Keberadan pedagang

sektor informal ini muncul dan berkembang karena memangg kehadiran

mereka merupakan sebuah response atas kondisi yang ada. Pedagang sektor

informal merupakan sebuah pilihan dari ketidakberdayaan akan kondisi ini

kemunculannya bahkan tidak dikehendaki oleh pelakunya sendiri itu. Saat

ini jumlah pekerjaan informal menggelembung sedemikian besar bahkan

hampir menyamai jumlah mereka yang bekerja di sektor formal.

4. Kuli Gendong sebagai Kegiatan Sektor Informal

Di dalam kehidupan pasar terjadi proses pendistribusian barang-barang

dari orang satu ke orang lainnya, baik dari penjual ke pembeli, atau sebaliknya.

Bila membicarakan proses pendistribusian dan pengangkutan barang-barang di

pasar tradisonal, maka tidak terlepas dari penyedia jasa angkut. Penyedia jasa

yang terdapat di pasar Legi yaitu dengan bantuan kuli gendong. Disebut kuli

gendong karena mengangkut barang bawaan dengan menggendong, ada pula

yang memanggul barang - barang dagangan pedagang atau pembelian oleh

pengunjung, seperti; sembako, buah-buahan, sayur-mayur, bumbu masak, rempah

-rempah, dan sebagainya.

Page 43: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

a. Pengertian Kuli Gendong

Secara umum kuli adalah orang yang bekerja dengan mengandalkan

kekuatan fisiknya atau buruh kasar yang menerima upah dari jasa

mengangkut barang (www.wikipedia.com). Pekerjaan ini dilakukan oleh laki-

laki dan perempuan. Untuk kuli perempuan sering disebut dengan kuli

gendong, sedangkan untuk kuli laki- laki sering disebut kuli panggul. Kuli

adalah sebuah profesi yang bergerak di bidang jasa (www.kbbi.com).

Buruh berbeda dengan pekerja. Pengertian pekerja lebih menunjuk

pada proses dan bersifat mandiri. Bisa saja pekerja itu bekerja untuk dirinya

dan menggaji dirinya sendiri pula. Contoh pekerja ini antara lain petani,

nelayan, dokter yang dalam prosesnya pekerja memperoleh nilai tambah dari

proses penciptaan nilai tambah yang mereka buat sendiri. Istilah tenaga kerja

di populerkan oleh pemerintah orde baru, untuk mengganti kata buruh yang

mereka anggap kekiri-kirian dan radikal.

Pengertian tenaga kerja mempunyai makna yang sangat luas yang

bersifat umum dan terkadang rancu dengan istilah angkatan kerja. Buruh saat

ini identik dengan pekerja level bawah. Orang yang bekerja dengan

mengandalkan kekuatan fisiknya atau pekerja kasar (seperti membongkar

muatan kapal, mengangkut barang dari stasiun satu tempat ke tempat lain).

b. Kuli Gendong Merupakan kegiatan sektor informal

Pekerjaan sebagai kuli gendong Pasar Legi memenuhi ciri-ciri

daripada sektor informal

Menurut Effendi (1995: 74) ciri-ciri mengenai sektor informal adalah

sebagai berikut;

1) kegiatan usaha tidak terorganisir secara baik, karena timbulnya

unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang

tersedia di sektor formal,

2) pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha,

3) pola kegiatan berusaha tidak beraturan baik dalam arti lokasi

maupun jam kerja,

4) pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan

ekonomi lemah tidak sampai pada sektor ini,

5) unit usaha mudah keluar masuk dari subsektor ke lain subsektor,

6) teknologi yang digunakan bersifat tradisional,

Page 44: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

7) modal dan putaran usaha relatif kecil,

8) untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal

karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman

sambil bekerja,

9) pada umumnya unit usaha termasuk ke dalam golongan yang

mengerjakan sendiri usahanya dan kalau mengerjakannya, buruh

berasal dari keluarga,

10) sumber danaa modal biasanya dari tabungan sendiri atau dari

lembaga keuangan tidak resmi,

11) hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan

kota atau desa yang berpenghasilan rendah tetapi kadang-kadang

juga berpenghasilan menengah.

Dari ciri-ciri di atas kegiatan kuli gendong juga memenuhi ciri-ciri tersebut;

1) bahwa kegiatan kegiatan kuli gendong merupakan usaha tidak

terorganisir secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan

fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal, tidak ada lembaga

yang mengikat dan mengoordinasi secara langsung, melainkan dikoordinasi

secara swadaya oleh para kuli gendong itu sendiri dalam sebuah paguyuban,

komunitas, atau serikat yang bernama Serikat Pekerja Transport Indonesia

(SPTI). 2) Apabila dilihat dari ijin usaha pada umumnya unit usaha dalam

sektor informal tidak mempunyai ijin usaha, pekerjaan ini tidak resmi, dan

bersifat bebas siapa saja bisa masuk menjadi kuli gendong namun untuk

menjadi kuli gendong di pasar Legi bagi perempuan dan hanya dikenakan

biaya iuran perbulan. 3) Pola kegiatan berusaha tidak beraturan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja. Hal ini dikarenakan usaha besifat fleksibel

yang disesuaikan dengan banyaknya pedagang atau pembeli yang meminta

memindahkan barang di pasar. 4) Pada umumnya kebijakan pemerintah

untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai pada sektor ini.

Terkadang terjadi demikian, karena tidak adanya peraturan/ UU yang jelas

menyangkut keberadaan dari kuli gendong, tidak adanya. 5) Tanpa

menggunakan teknologi tinggi namun kuli gendong hanya menggunakan

selendang dan kekuatan badannya untuk mengangkat dan memindahkan

barang-barang di pasar. 6) Jika dilihat dari segi permodalan, tidak

mempergunakan modal finansial yang besar bagi kuli gendong, cukup

Page 45: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

membayar iuran perbulan sudah mendapat KTA, iuran kaos seragam,

namun berbeda bagi yang laki-laki juga ditambah membeli keanggotaan kuli

gendong yang akan digantikan hingga jutaan rupiah. 7) Untuk menjadi kuli

gendong tidak diperlukan pendidikan formal karena yang dipergunakan

untuk bekerja adalah tenaga dan kondisi badan.

c. Migrasi ke kota menjadi kuli gendong

Secara sederhana migrasi didefenisikan sebagai aktivitas

perpindahan. Sedangkan secara formal, migrasi didefenisikan sebagai

perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke

tempat lain yang melampaui batas politik/ negara ataupun batas

administrasi/batas bagian suatu negara. Bila melampaui batas negara maka

disebut dengan migrasi internasional (migrasi internasional). Sedangkan

migrasi dalam negeri merupakan perpindahan penduduk yang terjadi dalam

batas wilayah suatu negara, baik antar daerah ataupun antar propinsi.

Pindahnya penduduk ke suatu daerah tujuan disebut dengan migrasi masuk.

Sedangkan perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah disebut dengan

migrasi keluar (www.depnaker.go.id).

Orang-orang rela ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih

baik daripada daerah asal. Namun karena keterbatasan-keterbatasan yang

mereka miliki sehingga menghambat mereka untuk mendapatkan pekerjaan di

sektor formal akhirnya mereka memilih bekerja sebaagai kuli gendong.

Meskipun sedikit perhatian dari pemerintah namun mereka bekerja keras

mencukupi segala kebutuhan keluarga, menyekolahkan anak bahkan ada anak

dari beberapa kuli gendong yang kuliah diperguruan tinggi, dapat berbagi

lokasi kerja dengan sesama kuli gendong yang lain, ikut bergabung dalam

organisasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) Unit Cabang Pasar

Legi dan tertib dalam membayar iuran perbulan dan bahkan bagi kuli

gendong yang laki-laki membeli keanggotaan kuli gendong yang akan

berhenti/ pensiun hingga puluhan juta rupiah.

Page 46: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Jika kita berbicara daerah asal orang-orang yang menjadi kuli

gendong, kita akan berbicara mengenai perpindahan mereka (migrasi),

tepatnya urbanisasi dari daerah asal ke kota Surakarta. Ada hal-hal yang

mempengaruhi seseorang melakukan migrasi, atau yang sering kita sebut

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi.

Menurut Everett S. Lee dalam Widodo (2011: 102) “ada empat

faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk

melakukan migrasi, yaitu:

1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal

2. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan

3. Rintangan-rintangan yang menghambat

4. Faktor-faktor pribadi

Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1

Rintangan

Daerah Asal Daerah Tujuan

Gambar 1. Faktor-faktor yang terdapat di Daerah Asal dan

Daerah Tujuan serta Rintangan

Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menahan

seseorang untuk tidak meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk

pindah ke daerah tersebut (+), dan ada pula faktor-faktor yang memaksa

mereka untuk meninggalkan daerah tersebut (-). Selain itu ada pula faktor-

faktor yang tidak mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi (o).

Diantara keempat faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang

sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk migrasi. Penilaian

positif atau negatif terhadap suatu daerah tergantung kepada individu itu

sendiri.

Jika dikaitkan dengan migrasi penduduk ke kota Surakarta yang

menjadi kuli gendong di pasar Legi, ada beberapa hal yang mempengaruhi

o+ o - + o-

- + - o + - o

+ - o - o - o

- o - + o -

+ o + - o + -

+ o - + - o +

o - + o + - o

+ o + - o

Page 47: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

kenapa masyarakat berpindah ke pasar Legi kota Surakarta yang menjadi kuli

gendong. Faktor-faktor tersebut adalah;

1) Faktor pendorong (daerah asal)

Dalam setiap kegiatan manusia maka akan selalu diiringi dengan

dorongan atau motif yang mendasari mereka melakukan kegiatan tersebut.

Dorongan atau motif ini akan sangat dipengaruhi beberapa faktor

pendorong (push factor), misalalnya adalah aspek ekonomi, sosial, bahkan

aspek psikologis.

Rendahnya upah tenaga kerja di sektor pertaian dan semakin

langkanya lahan-lahan pertanian di pedesaan, maka banyak tenaga kerja

yang memelih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor non

pertanian. Dari proporsi tenaga kerja yang mencari nafkah di berbagai

sektor dalam pembangunan ekonomi, ternyata dari tahun ke tahun

penyediaan kesempatan kerja sektor pertanian semakin menurun,

sedangkan pada sektor non pertanian menunjukkan kenaikan.

Dipak Mazumdar dalam Manning dan Efendi (1996: 113)

menjelaskan mengenai faktor dominan yang menjadi pendorong seseorang

memasuki sektor informal perkotaan adalah faktor ekonomi. Dorongan

dalam faktor ini meliputi 3 hal yaitu:

a) adanya ketimpangan pembangunan antara desa dan kota

b) imbas dari terpusat dan terkonsentrasinya pembangunan

yakni menimbulkan kemiskinan di desa.

c) perubahan persepsi angkatan kerja yang ada di desa.

Adanya ketimpangan pembangunan antara desa dan kota. Sehingga

berbagai sumber-sumber skonomi dan sasaran perekonomian terpusat dan

terkonsentrasi di kota dibandingkan di desa. Imbas dari terpusat dan

terkonsentrasinya pembangunan yakni menimbulkan kemiskinan di desa.

Sehingga pembangunan perekonomian di desa kurang diperhatikan

menjadikan lapangan pekerjaan tidak dapat menutup jumlah angkatan

kerja yang ada di desa. Oleh karena itu mereka melakukan urbanisasi ke

kota-kota besar dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan. Perubahan

persepsi angkatan kerja yang ada di desa. Adanya perubahan persepsi,

Page 48: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

motivasi, dan sikap terhadap sektor pertanian yang ada di desa. Mereka

menganggap bahwa pekerjaan di sektor pertanian kurang begitu

menjanjikan sehingga mereka cenderung memilai pekerjaan non pertanian,

salah satunya adalah pekerjaan di sektor informal.

2) Faktor penarik (daerah tujuan)

Besarnya jumlah pendatang untuk menetap pada suatu daerah

dipengaruhi besarnya faktor penarik (pull factor). Yaitu hal-hal yang

menjadi daya tarik kepada calon pendatang untuk datang ke tempat tujuan.

Semakin maju kondisi sosial ekonomi suatu daerah akan menciptakan

berbagai faktor penarik, seperti; a) adanya anggapan orang desa bawah di

kota banyak pekerjaan dan penghasilan yang besar, b) di kota lebih banyak

kesempatan untuk mendirikan perusahaan, industri, dan usaha lain, c)

peredaran uang di kota lebih cepat dan lebih besar, d) sarana pendidikan di

kota lebih banyak dan mudah didapat, e) kota merupakan tempat yang

lebih menguntungkan untuk mengembangkan bakat, f) kota dianggap

mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan tempat pergaulan

dengan segala lapisan masyarakat.

3) Faktor fasilitas yang mendukung

Adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung perpindahan masyarakat dari

daerah asal para kuli gendong ke daerah tujuan yaitu pasar Legi kota

Surakarta. Faktor-fakltor tersebuta antara lain; a) lowongan kerja banyak,

b) pelayanan masyarakat yang lengkap, seperti kesehatan, keamanan, dan

sebagainya, c) transportasi yang lengkap dan mudah diakses,

mempermudah masyarakat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, d)

komunikasi dengan menggunakan alat-alat komunikasi yang canggih.

4) Faktor nilai

Merupakan faktor yang berupa nilai-nilai yang menjadi dorongan dalam

bekerja sebagai kuli gendong di pasar Legi.

Page 49: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai kuli gendong pasar Legi sebagai sektor informal

memilki banyak kaitan terhadap penelitian-penelitian lain yang relevan mengenai

kuli gendong maupun studi kasus mengenai sektor informal. Salah satunya adalah

penelitian dari Heni, 2010, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul penelitian “PERAN KULI

PANGGUL DI PASAR KLEWER SURAKARTA DALAM PENDIDIKAN

FORMAL ANAK TINGKAT SMA”. Penelitian ini berusaha mengungkapkan

peranan kuli panggul sebagai orang tua (ayah ibu) bagi anak-anaknya dalam

pendidikan formal anak-anaknya pada taraf SMA.

Dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa para kuli panggul di Pasar

Klewer ini sudah bernaung dalam suatu paguyupan. Penghasilan setiap hari

mungkin kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi kalau sudah memiliki

anak yang bersekolah. Dengan upah yang tidak terlalu bisa mencukupi semua

kebutuhan hidup, orang tua pasti akan berjuang keras untuk memberikan apapun

yang terbaik untuk anaknya.

Oleh karena itu peran keluarga terutama orang tua (ayah dan ibu)

mempunyai arti yang sangat penting terutama dalam pendidikan anak. Karena

keluarga merupakan guru atau contoh yang nantinya bakal ditiru oleh anak-

anaknya kelak, selain keluarga lingkungan juga ikut berperan. Mungkin kalau

masih usia anak-anak tidak terlalu berpengaruh akan tetapi jika sudah usia remaja

dan dewasa sudah lain ceritanya. Tidak ada orang tua yang mau anaknya bernasib

sama dengan dirinya. Orang tua menginginkan anaknya bisa bersekolah

setinggitinginya agar dapat meraih mimpi atau cita-cita yang diharapkan.

Ayah dan ibu berkewajiban untuk memberikan pendidikan terbaik

kepada anak-anaknya, namun pendidikan di rumah biasanya dibebankan pada ibu

karena lebih berperan penting dalam mengasuh anak disbanding dengan ayah.

Tetapi pendidikan adalah tanggung jawab kedua orang tua tidak bisa dibebankan

kepada salah satu pihak. Namun tidak semua orangtua memiliki kebiasaan dan

pola pendidikan yang sama dalam mendidik anak-anaknya, memiliki kesamaan

dalam mengambil keputusan dan sikap, sehingga orang tua kurang dan tidak

Page 50: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

memperhatikan anak karena kesibukannya mencari nafkah guna mencukupi

kebutuhan hidup. Setiap orang tua berjuang keras demi membiayai pendidikan

anaknya, walaupun tahu biaya pendidikan jaman sekarang ini tidaklah murah.

Page 51: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

C. Kerangka Berfikir

Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir

Kuli Gendong

Pasar Legi

Kebutuhan Dasar

1. Pangan,

2. Sandang,

3. Papan,

4. Kesehatan

Ketimpangan

pembangunan

antara desa dan

kota.

Terbatasnya

lapangan

pekerjaan di

daerah asal/desa

dll

Adanya anggapan orang

desa bawah di kota

banyak pekerjaan dan

penghasilan yang besar.

Di kota lebih banyak

kesempatan untuk

mendirikan perusahaan,

industri, dan lain-lain.

Peredaran uang di kota

lebih cepat dan lebih

besar.

dll

Pendidikan Anak

Migrasi

Faktor Pendorong

Daerah Asal

(Push Factor)

Faktor Penarik Daerah

Tujuan

(Pull Factor)

Faktor Fasilitas

(Facility Factor)

Komunikasi

Transportasi Pelayanan

masyarakat

dll

Kehidupan Sosial

Masyarakat

Faktor Nilai

(Value

Factor)

Kemanusiaan

Perjuangan

hidup

dll.

Page 52: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Dari skema kerangka berpikir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut;

keadaan-keadaan di daerah asal yang mendorong penduduknya melakukan

urbanisasi, hal ini di sebut faktor-faktor pendorong (push factor), faktor- faktor

penarik (pull factor), kemudian faktor fasilitas (facility factor) yang

mempermudah dalam akses untuk melakukan urbanisasi, dan faktor nilai (value

faktor) merupakan faktor dari aspek kemanusiaan. Hal-hal diatas mempengaruhi

masyarakat untuk melakukan urbanisasi ke kota-kota besar, dalam hal ini adalah

Kota Surakarta. Karena di kota terdapat banyak pabrik, pusat perbelanjaan, dan

pasar serta sektor formal yang lain maka dengan jalan “hijrah” ke kota berharap

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik (sektor formal), berpengasilan lebih besar

daripada di daerah asal untuk mencukupi segala macam kebutuhan hidup keluarga

di rumah.

Namun bila dilihat tentang peluang kerja di sektor formal, permintaan

tenaga kerja yang diminati dalam sektor formal adalah tenaga kerja

berpendidikan, memililki keterampilan, dan berpengalaman, selain itu juga

batasan umur bagi pelamar pekerjaan, ini merupakan hal-hal yang disyaratkan

oleh instansi atau perusahaan yang membuka lapangan pekerjaan. Syarat-syarat

demikian yang menjadi hambatan lain bagi orang-orang yang berasal dari daerah

yang biasanya berasal dari perekonomian lemah.

Ketidakberdayaan kuli panggul dalam hal pendidikan ini dilatarbelakangi

oleh rendahnya pendidikan yang “dikenyam” oleh orang-orang yang bekerja

sebagai kuli gendong. Masa kecil yang tidak dapat bersekolah atau putus sekolah

merupakan hal biasa yang menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan untuk

memperoleh berbagai aset yang lebih baik semisal pekerjaan, penghasilan,

fasilitas, dan sebagainya.

Kehidupan yang dijalani oleh kuli panggul sebagai orangtua diharapkan

tidak terjadi pada anak-anak mereka, oleh sebab itu mereka menyekolahkan anak-

anak mereka dan memotivasi mereka untuk giat belajar agar mendapatkan

kehidupan yang lebih baik daripada orangtua mereka. Dengan demikian para

orangtua yang bekerja sebagai kuli gendong memperhatikan masa depan anaknya

Page 53: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

dengan menyekolahkan anak-anak mereka. Selain sebagai orang tua, mereka juga

memilki kewajiban memenuhi kebutuhan dasar keluarga, berinteraksi terhadap

lingkungan soaial masyarakat daerah rasal, dan tentunya menjalin hubungan baik

dengan sesama kuli gendong, kordinator SPTI, petugas pasar, pedagang, dan

pembeli di pasar Legi.

Page 54: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu unsur yang penting dalam

melakukan suatu penelitian. Menurut H.B.Sutopo (2002: 5), “Metode penelitian

merupakan bentuk dan strategi penelitian yang digunakan untuk memahami

berbagai aspek penelitian atau pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan

aktifitas penelitian”.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian mengenai kuli gendong yang dilihat dari aspek informal ini

dilakukan di pasar Legi yang berada di jalan S. Parman No. 23 Kelurahan

Stabelaan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Lokasi ini dipilih karena di

pasar ini terdapat kuli gendong dalam jumlah yang banyak, baik laki-laki maupun

perempuan. Selain itu lokasi ini dipilih karena tidak terlalu jauh dengan domisili

peneliti sehingga dirasa mudah dijangkau dan lebih cepat dalam proses

pengambilan data. Proses ricek dapat dilakukan dengan cepat dan mudah,

sehingga validitas data dapat dicapai.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu lima bulan, mulai dari bulan

Pebruari sampai dengan bulan Juli 2011.

Tabel Waktu Penelitian

N

o

Kegiatan Bulan

Peb’11 Mar’11 Apr’11 Mei’11 Jun’11 Jul’11

1. Penyusunan proposal

2. Perijinan

3. Pengumpulan data

4. Analisis data

5. Penyusunan laporan

Tabel.1. Waktu Penelitian

Page 55: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ilmiah, metode penelitian dapat dibedakan menjadi

penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang

dikutip Lexy J. Moleong (2007: 4), ”Metode kualitatif merupakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.

Sedangkan menurut Kirk dan Miller yang dikutip Lexy J. Moleong

(2007: 4), “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan

sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik

dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya”. Denzin dan Lincoln yang

dikutip Lexy J. Moleong (2007: 5), menyatakan bahwa “Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan

fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode

yang ada”.

Dalam penelitian kualitatif, terdapat tiga macam strategi pendekatan,

yaitu eksplanatif, eksploratif dan deskriptif. Penelitian eksploratif bertujuan untuk

menemukan hal-hal baru, sedangkan penelitian eksplanatif bertujuan menjelaskan

suatu pegangan atau patokan untuk pembuktian suatu pendapat, dan penelitian

deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan data

dengan kata atau uraian dan penjelasan.

Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif eksplanatif. Jenis

penelitian ini akan mampu menjelaskan secara rinci dan mendalam mengenai

kejadian atau potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi, apa adanya di

lapangan studinya, menjelaskan fakta-fakta yang tampak dilapangan studinya.

2. Strategi Penelitian

Menurut H.B.Sutopo (2002: 112), ”Strategi penelitian digunakan untuk

mengumpulkan dan menganalisis data sehingga dapat menjelaskan bagaimana

tujuan penelitian akan dicapai dan bagaimana masalah akan dikaji dan dipecahkan

Page 56: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

untuk dipahami”. Sedangkan menurut Robert K. Yin terjemahan M. Djauzi

Mudzakir (2006: 1), “Strategi penelitian kualitatif dibagi menjadi lima, yaitu:

Metode studi kasus, metode eksperimen, metode survei, metode historis dan

metode analisis informasi dokumenter”.

Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

studi kasus. Menurut Robert K.Yin terjemahan M. Djauzi Mudzakir (2006: 18),

”Studi kasus merupakan suatu cara penelitian terhadap masalah empiris dengan

mengikuti rangkaian prosedur yang telah dispesifikasikan sebelumnya”. Studi

kasus menyelidiki fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata,

dengan ketentuan batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan

tegas dan memanfaatkan multisumber bukti.

Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok dengan

pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan bagaimana atau mengapa

dan peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa

yang akan diselidiki dan fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer

(masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Menurut Robert K. Yin terjemahan

M. Djauzi Mudzakir (2006: 28), menjelaskan mengenai desain penelitian;

”Desain penelitian adalah suatu rencana yang membimbing peneliti

dalam proses pengumpulan, analisis dan intepretasi observasi. Ia

merupakan suatu model pembuktian logis yang memungkinkan peneliti

untuk mengambil inferensi mengenai hubungan kausal antarvariabel di

dalam suatu penelitian. Desain penelitian juga menentukan ranah

kemungkinan generalisasi terhadap situasi-situasi yang berbeda”.

Desain penelitian studi kasus dibedakan menjadi dua macam menurut Robert K.

Yin terjemahan M. Djauzi Mudzakir (2006: 28), yaitu:

a) Desain kasus tunggal

Kasus-kasus tunggal merupakan desain umum bagi

penyelenggaraan studi kasus. Syarat penyelenggaraan studi kasus

tunggal adalah kasus tersebut mengetengahkan suatu uji penting

mengenai teori yang ada; merupakan peristiwa yang langka / unik

dan berkaitan dengan tujuan penyingkapan.

Tahap penting dalam pendesainan dan penyelenggaraan

kasus tunggal adalah menentukan unit analisis. Terdapat beberapa

keterkaitan dengan sub – subunit analisisnya, agar desain yang lebih

kompleks atau terpancang, dapat berkembang. Subunit seringkali

dapat menambah peluang-peluang signifikansi bagi analisis yang

Page 57: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

lebih luas, yang mengembangkan bagian-bagian kasus tunggal yang

bersangkutan.

b) Desain multikasus

Menurut Robert K. Yin terjemahan M. Djauzi Mudzakir

(2006) menyatakan bahwa penggunaan desain multikasus mengikuti

logica replica, bukan replika sampling dan pemilihan kasus harus

hati-hati. Kasus-kasus tersebut harus memiliki hasil yang sama

(replika literal) atau hasil yang bertentangan (replika teoritis) dengan

yang diprediksikan secara eksplisit pada awal penelitiannya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini termasuk penelitian

kualitatif eksplanatif dengan menggunakan metode penelitian studi kasus

tunggal. Menurut H.B.Sutopo (2002: 112), “penelitian studi kasus tunggal

terarah pada satu karakteristik karena hanya dilakukan pada satu sasaran (satu

lokasi atau satu subjek)”. Permasalahan atau fokus penelitian sudah

ditentukan sebelum peneliti menggali permasalahan di lapangan. Dalam

penelitian ini, permasalahan sudah terfokus pada kuli gendong sebagai

kegiatan sektor informal di pasar Legi Kota Surakarta.

C. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip Lexy J. Moleong (2007: 157)

”Sumber data utama dalam peneltian kualitatif adalah kata-kata, tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Sedangkan

menurut HB.Sutopo (2002 : 49) bahwa ” Sumber data kualitatif dapat berupa

manusia, tingkah laku, dokumen dan arsip serta berbagai benda lain”. Karena data

kulaitatif merupakan data yang abstrak, dimana yang digali adalah apa yang ada

dalam alam pikiran manusia, yang terwujud pula dalam tingkah laku dan

didukung oleh lingkungan sekitar maka perlu beberapa sumber bukti yang dapat

dijadikan fokus pengumpulan data.

Menurut Robert K. Yin terjemahan M. Djauzi Mudzakir (2006: 103-

118), enam sumber bukti yang dapat dijadikan fokus bagi pengumpulan

data studi kasus adalah:

1. Dokumentasi

2. Rekaman arsip

3. Hasil wawancara

Page 58: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

4. Observasi langsung

5. Observasi partisipan

6. Perangkat fisik

Dari berbagai sumber data tersebut beragam informasi dapat digali untuk

menjawab dan memahami masalah yang telah dirumuskan. Adapun sumber data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan informan

atau narasumber, observasi langsung tempat dan permasalahan.

1. Informan

Lexy J.Moleong (2007: 132), menyatakan bahwa ”Informan adalah orang

yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar

penelitian”. Seorang informan dapat memberikan pandangan tentang objek

penelitian. Menurut H.B.Sutopo (2002: 50), “Informan adalah individu yang

mempunyai beragam posisi dan memiliki akses informasi yang sesuai dengan

kebutuhan peneliti”. Posisi yang beragam tersebut menyebabkan perbedaan

kelengkapan informasi yang dimiliki dan diperoleh.

Dengan sumber informan ini, peneliti akan memperoleh informasi yang

berupa pernyataan, kata-kata, pendapat atau pandangan mengenai objek

penelitian. Dari sekian banyak pengurus dan anggota SPTI di pasar Legi, peneliti

akan mengambil seorang yang mengetahui secara keseluruhan tentang kuli

gendong pasar Legi (key informan) yaitu Ketua SPTI Cabang Unit pasar Legi,

kemudian berlanjut ke anggota SPTI yatu para kuli gendong secara langsung, dan

pihak-pihak yang akan ditemui pada siklus alur pemilihan informan. Hal tersebut

dipilih karena dari informan-informan tersebut akan mewakili populasi kuli

panggul di Pasar Legi.

2. Tempat dan Permasalahan

Tempat dan peristiwa dapat dimanfaatkan oleh peneliti sebagai salah satu

sumber data. Peristiwa atau aktifitas dapat digali secara cermat dari kondisi suatu

lokasi untuk mengkaji dan memperoleh informasi yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian, baik berupa peristiwa atau perilaku yang terjadi dan

Page 59: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

berkaitan dengan sikap dan pandangan seseorang. Tempat dan peristiwa ini terdiri

dari lingkungan tempat tinggal penduduk dan peristiwa-peristiwa atau kejadian-

kejadian yang menunjukkan adanya sutau kondisi atau situasi objek penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tempat atau lokasi penelitian di pasar

Legi, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta dan permasalahan yang diteliti adalah

moral ekonomi kuli gendong pasar Legi.

D. Teknik Cuplikan

Menurut H.B.Sutopo (2002: 55), “Teknik cuplikan merupakan suatu

bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang

mengarah pada seleksi”. Teknik cuplikan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik purposive dengan teknik snowball. Dalam purposive, peneliti

memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan secara

mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Menurut

Basuki Haryono (2008: 31) menyatakan bahwa, “ teknik purposive dipandang

lebih mampu mengangkat kelengkapan dan kedalaman data dalam melengkapi

realitas yang tidak tunggal.”

Menurut Patton yang dikutip H.B.Sutopo (2002: 56), “Dalam pelaksanaan

pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan

dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data”. Dengan kata lain, metode

pengambilan cuplikan yang digunakan adalah teknik informasi kunci (key

informan) yaitu peneliti mengambil orang-orang kunci untuk dijadikan sebagai

sumber data.

Teknik purposive dalam penelitian ini adalah peneliti tidak menjadikan

semua orang sebagai informan, tetapi peneliti memilih informan yang dipandang

mengerti dan cukup memahami tentang objek penelitian serta orang-orang yang

dapat diajak bekerja sama seperti orang yang bersikap terbuka dalam menjawab

semua pertanyaan yang diajukan peneliti. Dalam hal ini, sebagai informan kunci

adalah ketua paguyupan Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) wilayah Pasar

Page 60: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Legi. Karena ketua paguyupan SPTI adalah orang yang paling tahu kondisi dan

berbagai hal mengenai kuli panggul yang ada di Pasar Legi Kota Surakarta.

Penelitian ini menggunakan juga menggunakan teknik cuplikan snowball,

karena setelah mendapatkan data dari key informan data akan dicari dengan

petunjuk atau arahan dari key informan atau informan 1 untuk menanyakan hal-hal

yang lebih diketahui pihak lain, yaitu, imforman1, informan 2, informan 3,

informan 4, dan seterusnya sehingga data jenuh.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk menggali data atau informasi dari sumber data

yang brupa tempat atau lokasi, peristiwa, benda dan rekaman gambar baik

langsumng maupun tidak langsung.

Menurut Spradley yang dikutip H.B.Sutopo (2002: 65), “Observasi dapat

dibagi menjadi observasi tak berperan dan observasi berperan yang

terdiri dari berperan pasif, berperan aktif dan berperan penuh”.

a) Observasi tak berperan

Kehadiran peneltii dalam observasi ini tidak diketahui oleh subjek

yang diteliti. Observasi ini dapat dilakukan dengan jarak jauh untuk

mengamati perilaku seseorang atau sekelompok orang di suatu lokasi

tertentu dengan memilih tempat khusus yang berada dilokasi tetapi

di luar perhatian kelompok yang diamati.

b) Observasi berperan

Observasi ini dilakukan dengan mendatangi suatu lokasi atau

peristiwa sehingga kehadirannya diketahui oleh pihak yang diamati.

1) Observasi berperan pasif

Observasi dapat dilakukan secara langsung dengan mengadakan

pencatatan secara sistematis tentang keadaan yang sebenarnya

dari objek yang diteliti.

2) Observasi berperan aktif

Peneliti memainkan berbagai peran yang memungkinkan berada

dalam situasi yang berkaitan dengan penelitiannya. Peneliti

tidak hanya berperan dalam bentuk dialog yang mengarah pada

pendalaman dan kelengkapan data, juga dapat mengarahkan

peristiwa yang sedang dipelajari demi kemantapan data.

3) Observasi berperan penuh

Peneliti memiliki peran dalam lokasi studinya sehingga benar-

benar terlibat dalam suatu kegiatan yang ditelitinya dan peran

Page 61: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

peneliti tiak bersifat sementara sehingga peneliti tidak hanya

mengamati, tetapi bisa berbuat sesuatu, berbicara dan

sebagainya.

Dari pendapat tersebut, penelitian ini peneliti menggunakan teknik

observasi berperan pasif. Peneliti datang ke lokasi penelitian yaitu di Pasar Legi,

Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta untuk melihat dan mengamati situasi dan

kondisi yang ada untuk mendapatkan kebenaran dan melihat kenyataan yang

terjadi.

2. Wawancara mendalam (Indepth Interview)

Menurut H.B.Sutopo (2002: 58-59), “Secara umum, teknik wawancara

dibedakan menjadi teknik wawancara terstruktur dan wawancara yang tidak

terstruktur yang disebut wawancara mendalam”. Wawancara terstruktur

merupakan jenis wawancara yan terfokus dan pertanyaannya telah disiapkan oleh

peneliti secara pasti. Menurut Patton yang dikutip H.B.Sutopo (2002: 184),

“Wawancara mendalam adalah wawancara yang bersifat lentur dan terbuka, tidak

berstruktur ketat, tidak dalam suasana formal dan dapat dilakukan berulang kali”.

Menurut H. B. Sutopo (2002: 59), “Wawancara dalam penelitian

kualitatif pada umumnya dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang

open-ended dan mengarah pada kedalaman informasi, dilakukan dengan

cara yang tidak secara formal, terstruktur, untuk menggali pandangan

subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk

menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan

mendalam”.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

mendalam karena dalam wawancara ini pertanyaan yang diajukan dapat semakin

rinci dan mendalam serta dapat mengorek kejujuran informan untuk mendapatkan

informasi yang sebenarnya. Dari sekian banyak pengurus dan anggota SPTI di

pasar Legi, peneliti akan mengambil seorang yang mengetahui secara keseluruhan

tentang kuli gendong pasar Legi (key informan) yaitu Ketua SPTI Cabang Unit

pasar Legi, kemudian berlanjut ke anggota SPTI yatu para kuli gendong secara

langsung, dan pihak-pihak yang akan ditemui pada siklus alur pemilihan

Page 62: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

informan. Hal tersebut dipilih karena dari informan-informan tersebut akan

mewakili populasi kuli panggul di Pasar Legi.

F. Validitas Data

Data yang telah dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian ini

harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya untuk menjamin dan

mengembangkan kesahihan data. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa

cara untuk pengembangan validitas data penelitian, antara lain teknik trianggulasi.

Menurut Lexy J.Moleong (2007: 330), “Trianggulasi merupakan teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data

itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.

Sedangkan menurut Patton yang dikutip H.B Sutopo (2002:78), menyatakan

bahwa “Ada 4 macam teknik trianggulasi yaitu: (1) trianggulasi data (data

triangulation), (2) trianggulasi peneliti (investigator triangulation), (3) trianggulasi

metodologi (methodological triangulation) dan (4) trianggulasi teoretis

(theoretical triangulation).

Trianggulasi data juga disebut tringgulasi sumber. Trianggulasi data ini

digunakan untuk memperoleh data yang sejenis dari sember data yang berbeda-

beda. Trianggulasi metodologi dilakukan dengan menggunakan metode atau

teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data yang sama atau

sejenis. Trianggulasi peneliti merupakan hasil penelitian data atau simpulan

mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya dapat diuji validitasnya dari

beberapa peneliti. Trianggulasi teori yaitu dalam membahas permasalahan yang

dikaji peneliti menguraikan perspektif dari beberapa teori.

Adapun validitas data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

trianggulasi data dan trianggulasi metodologi. Dengan trianggulasi data peneliti

memperoleh data dari narasumber yang berbeda-beda posisinya dengan teknik

wawancara mendalam sehingga informasi dari nara sumber yang satu dapat

dibandingkan dengan informasi dari nara sumber yang lain. Trianggulasi ini juga

diterapkan dengan cara menggali informasi dari hasil pengamatan dan dari sumber

Page 63: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan

dengan data yang dimaksudkan peneliti.

Trianggulasi metode dilakukan dengan menggunakan metode atau teknik

pengumpulan data yang berbeda untukk mendapatkan data yang sama atau sejenis

yaitu dengan teknik pengamatan langsung (observasi), teknik wawancara

mendalam (in-dept interview) dan teknik analisis dokumen.

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data

model interaktif yang memiliki tiga komponen, yaitu pemilihan data, penyajian

data dan penarikan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya masing-masing tahap

(termasuk proses pengumpulan data) dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

Data yang di dapat berwujud kata-kata yang dikumpulkan dalam aneka

cara yaitu observasi, wawancara mendalam serta data dokumentasi, kemudian

data yang diperoleh melalui pencatatan di lapangan dianalisa melalui tiga jalur

kegiatan yaitu pemilihan data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Data-

data tersebut diperoleh dari wawancara para informan selaku kuli panggul di Pasar

Legi Surakarta.

2. Pemilihan data atau reduksi data

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul catatan-

catatan tertulis di lapangan (field note). Pemilihan data sudah dimulai sejak

peneliti mengambil keputusan dan menyatakan bahwa tentang kerangka kerja

konseptual, tentang pemilihan kasus, pertanyaan yang diajukan dan tentang tata

cara pengumpulan data yang dipakai pada saat pengumpulan data berlangsung.

Pemilihan data berlangsung terus-menerus selama penelitian kualitatif

berlangsung dan merupakan bagian dari analisis. Reduksi data dilakukan agar

data-data yang diperoleh dapat sejalan dengan masalah yang akan penulis sajikan.

Page 64: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Sehingga akan terjadi pengurangan data yang tidak sesuai dengan permasalahan

yang akan diteliti.

3. Penyajian Data

Penyajian data meliputi berbagai jenis gambar atau skema, jaringan kerja,

keberkaitan kegiatan dan tabel yang dapat membantu satu per satu informasi yang

memungkinkan kesimpulan dapat dilakukan. Hal ini merupakan kegiatan yang

dirancang untuk menyusun secara sistematik agar mudah dilihat dan dimenerti

sebagai informasi yang lengkap dan saling mendukung.

4. Penarikan Kesimpulan

Merupakan proses konklusi yang terjadi selama pengumpulan data dari

awal sampai proses pengumpulan data selesai. Untuk lebih jelasnya, proses

analisis interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

Gambar.3. Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2002: 96)

Pengumpulan

data

Penyajian data

Penarikan

kesimpulan

Reduksi

data

Page 65: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan suatu proses tahapan/langkah-langkah

penelitian yang dimulai dari persiapan sampai dengan pembuatan laporan.

1. Persiapan

a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing

b. Mengumpulkan bahan atau sumber materi penelitian

c. Menyusun proposal penelitian

d. Menyiapkan instrument penelitian atau alat observasi.

2. Pengumpulan Data (Observasi)

a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi langsung, wawancara

mendalam dan analisis dokumen.

b. Membuat field note.

c. Memilih dan mengatur data sesuai kebutuhan.

3. Analisis Data

a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dengan proposal penelitian.

b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di- recheck-kan

dengan temuan di lapangan.

c. Melakukan verifikasi, pengayaan dan pendalaman data.

d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.

4. Penyusunan Laporan Penelitian

a. Penyusunan laporan awal.

b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan

orang yang memahami penelitian tersebut.

c. Melakukan perbaikan laporan dan disusun sebagai laporan akhir.

d. Perbanyakan laporan sesuai dengan kebutuhan.

Page 66: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Pasar Legi

a) Sejarah Perkembangan Pasar Legi

Pasar Legi didirikan pada masa pemerintahan Mangkunegoro I

(Pangeran Samber Nyawa). Berdasarkan foto-foto yang terpajang di dinding

kantor pasar Legi dapat dilihat perjalananan sejarah pasar Legi. Pasar yang

menghadap ke arah barat ini pada tahun 1930 masih berupa pasar yang masih

sangat tradisional dimana para pedagang membuka dasaran di tanah terbuka

atau dengan kata lain masih terdiri dari para pedagang oprokan, yaitu

pedagang yang menggelar dagangannya diatas alas gelaran atau lesehan.

Dibawah pengelolaan Mangkunegaran I, pada tahun 1935 berdiri

sebuah bangunan pasar permanen tersusun dari tembok berwarna putih yang

bila dilihat dari samping mirip sebuah benteng. Mulai saat itu pasar ini mulai

terus berkembang. Namun pasar Legi baru mengalami pemugaran pada tahun

1992 oleh pemerintah kota Surakarta, sehingga menjadi wujud pasar Legi

dengan 2 lantai seperti sekarang. Pasar Legi kemudian dibagi menjadi 6 blok,

terdiri dari 146 kios, 1016 los, dan 570 pedagang oprokan (gelaran atau

lesehan).

b) Letak Geografis Pasar Legi

Pasar Legi terletak di jalan S. Parman No. 23 Kelurahan Stabelaan

Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Pasar Legi mempunyai luas

wilayahnya sekitar 16.640 𝑚2. Wilayah pasar Legi dibatasi oleh perempatan

Gilingan di sebelah utara, samping barat kantor penyiaran Radio Republik

Indonesia (RRI) Cabang Surakarta, sebelah selatan keraton Mangkunegaran,

dan sebelah timur dibatasi oleh monumen Juang 45 atau monumen Banjarsari

dan kompleks pertokoan Widuran.

Page 67: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Gambar 4. Keadaan pasar legi nampak depan samping

c) Pasar Legi merupakan pusat perdagangan hasil bumi

Pasar Legi merupakan sebuah pasar yang merupakan pusat

perdagangan hasil bumi, Laboratorium UCYD FISIP UNS menyebutkan

bahwa pasar Legi merupakan pusat perdagangan hasil bumi terbesar di Jawa

Tengah. Dengan omzet 10 milyar/hari, bahkan hingga 15 milyar lebih pada

hari-hari tertentu. Pasar Legi merupakan salah satu penopang utama

perekonomian kota Surakarta saat ini dipandang dari sirkulasi uang yang

beredar di pasar.

Meskipun dikenal sebagai pasar hasil bumi, namun kita bisa

menemui beberapa pedagang pakaian dan kelontong, juga barang-barang

hasil pabrik yang berhubungan dengan bumbu, seperti gula, vetsin, dan lain-

lain. Pasar Legi juga merupakan tempat transit bagi pasar-pasar lain seperti

pasar Gedhe. Perbedaannya jika di pasar Legi buah-buahan dan sayuran

belum disortir, sedangkan di pasar Gedhe sudah disortir berdasarkan kualitas

sehingga harganya lebih mahal dari pasar Legi.

Hasil bumi yang dijual di pasar Legi tidak hanya berasal dari daerah

sekitar Solo saja seperti Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, dan Klaten.

Namun juga berasal dari berbagai daerah lain di luar karesidenan Surakarta.

Seperti ikan dari Banjarmasin, Bagansiapi-api dan Nusa Tenggara, sayur dari

Kopeng Salatiga dan Dieng, garam dari Madura, Jeruk dari Bali, dan lain-

lain. Di pasar Legi sebagian pedagang menjual dagangannya dalam partai

besar kepada pedagang untuk kulakan, namun kita masih dilayani oleh

Page 68: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

beberapa pedagang yang menjual dagangannya secara eceran. Untuk

mendapatkan barang yang murah kita harus pandai-pandai menawar sebelum

membeli, seperti halnya proses jual beli di pasar-pasar lain di wilayah

Surakarta baik kota maupun karesidenan.

d) Pasar Legi merupakan “pasar yang tak pernah tidur”

Pasar Legi mulai dibuka dan beroperasi dari pukul 06.00 WIB

sampai pukul 18.00 WIB atau selama 12 jam, namun dalam kenyataannya

pasar ini tidak pernah tidur, maksudnya adalah pasar ini tetap beroperasi

selama 24 jam. Terdapat rutinitas rutinitas unik disini, setiap sore sekitar

pukul 15.00 WIB ketika pasar didalam bangunan utama sudah mulai

berbenah untuk kukut (tutup), berdatangan para pedagang malam yang

membuka dasaran di bagain luar bangunan utama, ada yang memang khusus

pedagang malam ada juga yang siang hari berdagang di dalam bangunan dan

malam hari berdagang di bagian luar bangunan membawa dagangannya ke

luar dan berdagang sampai pagi. Hal ini mengakibatkan padagang yang ada

dibagian dalam bangunan pada malam hari hanya tinggal beberapa saja.

Inilah yang menyebabkan mengapa pasar Legi ini tidak pernah tidur. Dengan

omset yang disebutkan di depan (minimal 10 milyar rupiah per hari) maka

tidak mengherankan apabila terdapat banyak sekali bank-bank yang

beroperasi di sekitar bangunan utama pasar Legi, seperti; BII, BRI, BCA,

Bank Bali, Maspion, Bank Buana, Bank CIMB Niaga, Bank Mayapada, Bank

NISP, Lippobank, Bank Bukopin, dan beberapa BPR.

e) Keaparatan Pasar

Untuk keaparatan sendiri di kantor pasar terdapat 24 orang yang

bertugas di pasar Legi, terdiri dari 16 orang laki-laki dan 8 orang perempuan.

Dari 24 orang tersebut baru 9 orang yang diangkat sebagai pegawai negeri

sipil dan kesemuanya adalah laki-laki. Yang memprihatinkan, 7 orang dari

PNS tersebut berpendidikan SD, sedangkan 1 orang lulusan STM, dan yang 1

Page 69: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

lagi berpendidikan Sarjana hukum, yaitu kepala pasar Legi. Para PNS rata-

rata sudah lebih dari 40 tahun.

f) Paguyuban di Pasar Legi

Kompleknya ragam kehidupan di Pasar Legi juga sedikit banyak

menandakan adanya berbagai masalah yang timbul sebagai gejala normal

dalam setiap interaksi sosial. Pasar Legi selain memilki aktifitas perdagangan,

juga memiliki aktifitas komunitas sesama profesi atau sejenis. Yang berwujud

paguyuban-paguyuban. Paguyuban tersebut antara lain yaitu SPTI (Serikat

Pekerja Transport Indonesia) yang berperan dalam menjembatani komunikasi

kuli gendong, kemudian ada IKAPPAGI (Ikatan Keluarga Pedagang Pasar

Legi) yang berperan dalam menjembatani komunikasi pedagang, SATIB

(Satuan Ketertiban) sebagai satuan keamanan pasar, selain itu paguyuban lain

seperti di kalangan para pengemudi becak terdapat Paguyuban Pengemudi

Becak Solo (PPBS) unit Pasar Legi, paguyuban umat muslim KAMUS

(Keluarga Muslim), serta paguyuban rohani lainnya.

2. Gambaran Umum Kuli Gendong di Pasar Legi

Di dalam kehidupan pasar terjadi proses pendistribusian barang-barang

dari orang satu ke orang lainnya, baik dari penjual ke pembeli, atau sebaliknya.

Bila membicarakan proses pendistribusian dan pengangkutan barang-barang di

pasar tradisonal, maka tidak terlepas dari penyedia jasa angkut. Penyedia jasa

yang terdapat di pasar Legi yaitu dengan bantuan kuli gendong. Disebut kuli

gendong karena mengangkut barang bawaan dengan menggendong, ada pula

yang memanggul barang - barang dagangan pedagang atau pembelian oleh

pengunjung, seperti; sembako, buah-buahan, sayur-mayur, bumbu masak, rempah

- rempah, dan sebagainya. Hal ini terjadi setiap hari di pasar Legi.

Page 70: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

..

Gambar 5. Seorang kuli gendong sedang bekerja

Dalam keseharian kuli gendong pasar Legi menawarkan jasa gendongnya

kepada siapa saja yang ada di pasar dari dini hari sampai larut malam tiba waktu

untuk beristirahat. Bekerja keras berharap untuk memenuhi kebutuhan dengan

harapan memperbaiki tingkat kehidupan,daripada di rumah atau di daerah asal

sebagai pengangguran atau buruh tani yang menggarap lahan milik orang lain.

Namun tidak sedikit dari mereka yang harus rela menerima konsekuensinya,

mereka rela meninggalkan anak, istri, ataupun suami di rumah yang jauh demi

bekerja sebagai kuli gendong. Selain hal tersebut ada persyaratan pula untuk

menjadi kuli panggul di pasar Legi, yaitu dengan menjadi anggota organisasi atau

paguyuban yang khusus sebagai mengorganisasi para kuli gendong yaitu dalam

Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) untuk mendapatkan Kartu Tanda

Anggota (KTA) SPTI sehingga dapat bekerja sebagai kuli gendong di pasar Legi.

Gambar 6. Kartu Tanda Anggota (KTA) SPTI

Page 71: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

3. Gambaran Umum Serikat Pekerja Transport (SPTI)

Unit Pasar Legi

Dari banyaknya kuli gendong yang bekerja di pasar Legi, maka

dibentuklah semacam paguyuban yang mewadahi dan menaungi kuli-kuli

gendong yaitu dengan terbentuknya Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI)

yang mengkoordinasi kuli-kuli gendong tersebut. SPTI tidak hanya ada di pasar

Legi, namun setiap pasar besar atau pasar di kota-kota besar di Indonesia hampir

semuanya terdapat SPTI. Paguyuban ini beranggotakan kuli-kuli gendong yang

bekerja dalam satu lingkup wilayah, yakni pasar Legi, misal di pasar Gedhe dan

pasar Klewer juga ada SPTI dan sekretariat atau kantornya masing-masing

Gambar 7. Kantor SPTI Unit Pasar Legi

a) Sekretariat SPTI unit Pasar Legi

Untuk di pasar Legi, kantor atau sekretariat SPTI berada di lantai

atas bangunan baru bagian selatan, tepat di pojok tenggara bangunan terdapat

satu ruang yang digunakan sebagai kantor SPTI, berhimpitan samping barat

dengan kantor salah satu BPR yang ada di pasar Legi, samping timur kantor

adalah mushola, dan bagian dengannya adalah los pedagang rempah-rempah

dan pedagang makanan, yang menyediakan hidangan-hidangan kuli gendong,

Pekerjaan sebagai kuli gendong merupakan kegiatan sektor

informal, yang terkoordinasi. Koordinasi yang dimaksud meliputi

pembagaian wilayah maupun lokasi kerja di pasar, penyediaan Kartu Tanda

Anggota (KTA) kuli gendong pasar Legi, penyediaan kaos atribut bagi kuli

Page 72: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

gendong yang tertera nama dan bagian wilayah kerja masing-masing, dan

melakukan penarikan iuran kepada tiap kuli gendong perbulan.

Paguyuban yang dipimpin oleh seorang ketua, yaitu Pak Wagiman

dan dibantu oleh seorang sekretaris Pak Suratmin ini berperan menjembatani

komunikasi antara kuli gendong dengan ketua kelompok (mandor), Dewan

Pimpinan Cabang (DPC), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Dinas Pasar,

serta membina rasa kebersamaan dan kekeluargaan sesama kuli gendong.

b) Pembagian Kelompok Kerja Kuli Gendong SPTI Pasar Legi

Dalam SPTI wilayah kerja dibagi menjadi 18 kelompok, masing-

masing kelompok dipimpin oleh ketua kelompok. Pembagian wilayah kerja

tersebut berdasarkan langganan masing-masing yang masih dalam lingkup

pasar. Setiap ketua kelompok wajib dan bertanggungjawab atas anggota

dibawahnya.

c) Pengurus SPTI Pasar Legi

SPTI Pasar Legi Surakarta baru saja melakukan pemilihan pengurus

yang baru. Pemilihan dilakukan setiap 3 tahun sekali dengan melalui

pemungutan suara (demokrasi). Adapun orang yang berhak memilih adalah

perwakilan dari masing-masing 18 kelompok dan perwakilan dari DPC yang

berkantor di Pasar Gedhe. Jumlah peserta yang memenuhi syarat untuk

melakukan pemungutan suara adalah jika telah mencapai 70-80 orang.

Berikut ini adalah susunan kepengurusan SPTI yang baru periode 2010-2013.

Ketua : Wagiman

Wakil Ketua : Margono

Sekretaris : 1. Suratmin Wito Suseno

2. Budi Waluyo

Bendahara : 1. Warjito

2. Giyono

Humas : 1. Kardi

2. Ngadimin

Page 73: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Pada deskripsi hasil penelitian ini merupakan gambaran yang didasarkan

pada penemuan data yang dikaitkan pada rumusan masalah penelitian yaitu

alasan atau latar belakang orang-orang menjadi kuli gendong di pasar Legi

dipilih sebagai salah satu mata pencaharian bagi masyarakat, bagaimana eksistensi

kuli gendong sebagai orang tua, anggota masyarakat, dan anggota SPTI, serta

bagaimana pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong

pasar Legi. Terdapat 8 informan yang bersedia diwawancarai untuk memberikan

gambaran yaitu 2 orang pengurus SPTI Pak Wagiman, Pak Suratmin, dan 6 orang

kuli gendong yaitu Bu Ngatiyah, Pak Rohamdi, Pak Warsono, Bu Sukinah, Bu

Saminem, dan Bu Situm. Dari jawaban informan-informan tersebut diharapkan

dapat memberikan gambaran tentang persoalan yang diangkat dalam penelitian.

Sistem perekonomian yang diharapkan dapat membawa perkembangan

kehidupan yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan para masyarakat. Sistem

perekonomian yang diharapkan berpihak pada rakyat justru terkadang tidak

berpihak pada rakyat kecil. Dalam hal ini adalah masyarakat lapisan bawah

terutama para pedagang, petani, dan kuli. Harga-harga kebutuhan pokok yang

semakin lama semakin tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat terutama rakyat

kecil. Mulai dari harga sembako yang melonjak, BBM, listrik, biaya pendidikan,

biaya kesehatan, dan lain sebagainya. Belum lagi biaya air PDAM pun tak luput

dari kenaikan tarif bagi masyarakat perkotaan.

Manusia berusaha untuk bertahan hidup dengan mencukupi kebutuhan-

kebutuhan hidup, usaha dan upaya manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup

memiliki kaitan dengan sistem mata pencaharian. Karena manusia berusaha untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk dapat melanjutkan kehidupan dengan

bekerja sebagai sumber mata pencaharian atau pekerjaan. Begitu pula dengan apa

yang terjadi di pasar Legi kota Surakarta, berbagai upaya dan usaha untuk

mencukupi kebutuhan hidup mereka membuka usaha dagang baik pedagang besar

maupun oprokan, jasa angkut kendaraan (motor, mobil, truk), ada yang menjadi

Page 74: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

berupaya menjadi penarik becak, dan bahkan memilih bekerja menjadi kuli

gendong.

Mereka rela pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik

daripada daerah asal. Namun karena keterbatasan-keterbatasan yang mereka

miliki sehingga menghambat mereka untuk mendapatkan pekerjaan di sektor

formal akhirnya mereka memilih bekerja sebagai kuli gendong. Meskipun sedikit

perhatian dari pemerintah namun mereka bekerja keras mencukupi segala

kebutuhan keluarga, menyekolahkan anak bahkan ada anak dari beberapa kuli

gendong yang kuliah diperguruan tinggi, dapat berbagi lokasi kerja dengan

sesama kuli gendong yang lain, ikut bergabung dalam organisasi Serikat Pekerja

Transport Indonesia (SPTI) Unit Cabang Pasar Legi dan tertib dalam membayar

iuran perbulan dan bahkan bagi kuli gendong yang laki-laki membeli keanggotaan

kuli gendong yang akan berhenti/ pensiun hingga puluhan juta rupiah.

Kegiatan kuli gendong di pasar Legi dapat dikatakan sebagai kegiatan

dalam sektor informal, karena kegiatan kuli gendong memenuhi ciri-ciri; 1) bahwa

kegiatan kegiatan kuli gendong merupakan usaha tidak terorganisir secara baik,

karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan

yang tersedia di sektor formal, tidak ada lembaga yang mengikat dan

mengkoordinasi secara langsung, melainkan dikoordinasi secara swadaya oleh

para kuli gendong itu sendiri dalam sebuah paguyuban, komunitas, atau serikat

yang bernama Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI). 2) Apabila dilihat dari

ijin usaha pada umumnya unit usaha dalam sektor informal tidak mempunyai ijin

usaha, pekerjaan ini tidak resmi, dan bersifat “bebas namun terbatas”, maksudnya

siapa saja bisa masuk menjadi kuli gendong menggantikan kuli gendong yang

akan keluar atau berhenti. 3) Pola kegiatan berusaha tidak beraturan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja. Hal ini dikarenakan usaha besifat fleksibel yang

disesuaikan dengan banyaknya pedagang atau pembeli yang meminta

memindahkan barang di pasar. 4) Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk

membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai pada sektor ini. Terkadang

terjadi demikian, karena tidak adanya peraturan/ UU yang jelas menyangkut

keberadaan dari kuli gendong, tidak adanya. 5) Tanpa menggunakan teknologi

Page 75: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

tinggi namun kuli gendong hanya menggunakan selendang dan kekuatan

badannya untuk mengangkat dan memindahkan barang-barang di pasar. 6) Jika

dilihat dari segi permodalan, tidak mempergunakan modal finansial yang besar

bagi kuli gendong, cukup membayar iuran perbulan sudah mendapat KTA, iuran

kaos seragam, namun berbeda bagi yang laki-laki juga ditambah membeli

keanggotaan kuli gendong yang akan digantikan hingga jutaan rupiah. 7) Untuk

menjadi kuli gendong tidak diperlukan pendidikan formal karena yang

dipergunakan untuk bekerja adalah tenaga dan kondisi badan.

1. Latar Belakang Orang-orang Menjadi Kuli Gendong

Dalam keseharian kuli gendong pasar Legi menawarkan jasa gendongnya

kepada siapa saja yang ada di pasar dari dini hari sampai larut malam tiba waktu

untuk beristirahat. Bekerja keras berharap untuk memenuhi kebutuhan dengan

harapan memperbaiki tingkat kehidupan lebih baik. Hidup di pasar yang jauh dari

keluarga yang dicintai, dan mau tak mau tidur di kontrakan atau los pasar yang

ada, ataupun dilaju bagi yang bertempat tinggal tidak begitu jauh merupakan

pilihan yang dijalani oleh para kuli panggul. Hal ini merupakan dampak lain dari

bekerja sebagai kuli gendong. Apalagi dihadapkan dengan perekonomian

sekarang ini, seseorang dituntut lebih keras dalam mencari penghasilan. Bila kita

melihat tentang peluang kerja di sektor formal, permintaan tenaga kerja yang

diminati dalam sektor formal adalah tenaga kerja berpendidikan, memililki

keterampilan, dan berpengalaman, selain itu juga batasan umur bagi pelamar

pekerjaan, ini merupakan hal-hal yang disyaratkan oleh instansi atau perusahaan

yang membuka lapangan pekerjaan.

Syarat-syarat demikian yang menjadi hambatan lain bagi orang-orang

yang telah bekerja sebagai kuli gendong untuk berusaha mendapatkan pekerjaan

yang lebih baik dan penghasilan rutin dan dapat mencukupi kebutuhan pokok.

a) Ketidakberdayaan kuli gendong

1) Rendahnya pendidikan pendidikan yang “dikenyam”

Ketidakberdayaan kuli gendong dalam hal pendidikan ini

dilatarbelakangi oleh rendahnya pendidikan yang “dikenyam” oleh orang-

Page 76: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

orang yang bekerja sebagai kuli gendong. Masa kecil yang tidak dapat

bersekolah atau putus sekolah merupakan hal biasa, hal ini yang

menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh

berbagai aset yang lebih baik semisal pekerjaan, penghasilan, fasilitas,

pelayanan masyarakat, dan sebagainya. Mayoritas pekerja kuli gendong

ini tidak pernah mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan

menengah atas hanya lulus SMP dan bahkan yang berasal dari desa-desa

tidak pernah bersekolah dengan latar belakang ekonomi lemah tidak

mampu untuk bersekolah pada waktu mereka masih muda. Hal ini

diungkapkan pula oleh Bu Saminem,

“kagem maem saben dinten mawon sampun Alhamdulillah Mas,

jaman riyin uripe rekoso. Moboten gadah kepinginan kagem

sekolah” (untuk makan setiap hari saja sudah Alhamdulillah

Mas, jaman dulu hidup susah. Tidak punya keinginan untuk

sekolah). (W/Saminem/21/7/2011)

Dari latar belakang inilah yang menjadikan orang-orang

memilih untuk mencari pekerjaan yang sekiranya tidak memerlukan

syarat-syarat pendidikan, pekerjaan yang bebas dan yang jelas halal.

Tidak perlu tingkat pendidikan yang tinggi untuk bekerja sebagai kuli

gendong, karena yang diperlukan adalah badan sehat dan kuatan untuk

menggendong beban berat dari satu tempat ke tempat lain, dan kesabaran

untuk menanti dan menawarkan jasa gendong terhadap penjual atau

pembeli di pasar Legi.

2) Minimnya keterampilan yang dimiliki

Selain rendahnya pendidikan yang didapat oleh para kuli

gendong di waktu muda, minimnya keterampilan yang dimiliki juga

semakin mendorong untuk menjadi kuli gendong. Hal ini juga dinyatakan

oleh Pak Rohmadi,

“Lha ajeng pripun mas, sagede geh nayambut damel ngoten

niku, mboten gadah ketrampilan. Paling-paling menawi prei

ngoten ten griyo dados tani. Sekedik-sekedik geh gadah sabin

lha urip ten dusun mas” (Lha mau bagaimana lagi mas, bisanya

juga bekerja demikian, tidak mempunyai keterampilan. Paling-

paling kalau di rumah jadi petani. Meskipun sedikit juga

Page 77: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

memiliki sawah berhubung hidup di desa). (W/Rohmadi/20/

7/2011)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan kuli gendong yang lain,

yang menyatakan tidak memiliki keterampilan. Dan jika tidak bekerja

menjadi kuli gendong di pasar Legi mungkin hanya menjadi ibu rumah

tangga, menganggur, atau menjadi buruh tani saja karena tidak memiliki

sawah sendiri. Berbeda bagi mereka yang memiliki sawah sendiri, paling

tidak ada yang diharapkan sebagai penghasilan.

b) Tidak adanya lapangan pekerjaan di desa (daerah asal)

Sebagian besar kuli gendong berasal dari daerah-daerah di luar kota

Surakarta, dan domisili mereka juga bukan dari kota dari masing-masing

melainkan di kawasan pedesaan, dimana belum begitu banyak jenis usaha

yang berdiri disana, apalagi untuk sektor formal yang berdiri. Dan jika

adapun, membutuhkan karyawan yang berpendidikan serta berketerampilan

ditambah lagi sekarang dibutuhkan yang berpengalaman.

Jika hanya mengandalkan sektor pertanian, tidak semua angkatan

kerja dapat terserap. Apalagi ditambah tidak semua memiliki sawah, paling-

paling juga menjadi buruh tani, seperti yang diungkapkan Bu Saminem,

”Lha menawi mboten buruh geh mboten saged nyambut damel, lha

mboten gadah sabin kok Mas” (Kalau tidak jadi buruh tani ya tidak

bisa bekerja, karena tidak memiliki sawah sendiri).

(W/Saminem/21/7/2011)

Ketiadaan atau minimnya lapangan pekerjaan di desa memaksa

penduduk desa untuk pergi ke kota mengadu nasib, mencari pekerjaan. Jiksa

terus berada di rumah sulit mendapatkan penghasilan, mengingat di daerah

asal para kuli gendong mayoritas penduduknya bertani. Dan jika tidak musim

tandur (tanam) dan panen maka tidak ada penghasilan bagi buruh tani.

c) Fasilitas transportasi yang mendukung akses ke kota

Kemjuan dan pembanguan di daerah yang lambat laun semakin

berkembang, selain pembanguan jalan di daerah-daerah baik dari pemerintah

Page 78: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

maupun swadaya masyarakat sendiri juga bermanfaat bagi masyarakat itu

sendiri. Dengan dibukanya jalan-jalan, akses transportasi bisa masuk ke

daerah-daerah bahkan di daerah terpencil pun. Hal ini mendorong pengadaan

alat transportasi yang memperlancar aktifitas masyarakat. Adanya fasilitas

sarana transportasi yang mempermudah akses mobilitas dan migrasi. Hal ini

dimanfaatkan oleh masyarakat yang di daerah asal tidak memiliki pekerjaan

untuk menuju ke daerah lain demi mencari sebuah pekerjaan atau pengasilan

yang lebih baik.

Mudahnya akses jangkauan dari satu daerah ke daerah lain, dari

desa ke kota, atau yang lain dengan menggunakan sarana transportasi umum

yang murah seperti bus atau angkot, semakin mendukung penduduk desa

untuk pergi bekerja ke kota Surakarta, dalam kaitannya adalah ke pasar Legi

menjadi kuli gendong. Hal ini sesuai pernyataan Bu Ngatiyah yang

menggunakan angkot dari tempat tinggalnya di Ngemplak Mojosongo cukup

dengan membayar Rp 2.000,- beliau dapat diantar ke pasar Legi, pulang pun

juga menggunakan angkot dengan kode jurusan yang sama yaitu 07. Hal ini

juga didukung penuturan Bu Sukinah yang setiap hari melaju ke pasar Legi

dari rumahnya di Kalioso,

“Naming tigang ewu men mpun saged dugi Solo, mangkat mulih

geh naming nemewu ngangge bis ngangge bis utawi angkutan”

(Hanya dengan ongkos tiga ribu sudah bisa sampai Solo, pulang

pergi ya cuma enam ribu dengan naik bus atau angkot).

(W/Sukinah/21/7/2011)

Akses yang cepat karena adanya sarana transportasi yang mudah dan murah

untuk dijangkau oleh semua kalangan merupakan fasilitas yang mendukung

untuk memilih bekerja ke Solo.

Dengan adanya sarana transportasi yang mendukung, menjadikan

jam kerja para kuli gendong juga lumayan lama, sekitar pukul 5 pagi atau

pukul 6 pagi mereka yang melaju sudah sampai di pasar Legi dan siap

bekerja. Dan selesai menggendong untuk pulang sekitar pukul 4 sore mereka

sudah pulang dengan jasa bus atau angkot yang ada, seperti yang dipaparkan

oleh Pak Rohmadi, Pak Warsono, Bu Sukinah, dan Bu Saminem.

Page 79: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Sedangkan bagi mereka yang mempunyai motor, seperti Pak

Wagiman yang setiap hari ke kantor SPTI datang dan pergi tanpa ada

kekhawatiran untuk mematok jam menunggu bus. Namun tidak sedikit dari

mereka yang harus rela meninggalkan anak, istri, ataupun suami di rumahnya

yang relatif jauh jaraknya dari pasar Legi hanya demi bekerja sebagai kuli

gendong. Seperti yang dialami oleh Bu Situm, yang tidak seperti rekan-

rekannya setiap hari melaju dari rumah. Bu Situm memilih untuk menginap

di pasar Legi dikarenakan jarak rumah yang cukup jauh dan harus oper bus

berkali-kali sehingga biaya untuk transport juga tambah mahal. Beliau

memilih pulang dua minggu sekali kalau mendapat penghasilan lebih, jika

pasar sedang sepi beliau mengumpulkan uang terlebih dahulu dan baru

pulang tiga minggu sekali bahkan pernah sebulan sekali baru pulang.

d) Pekerjaan yang tidak mengikat dan diharapakn penghasilan lebih besar

daripada buruh pabrik

Salah satu alasan lagi yang menjadi alasan mengapa orang-orang

yang keluar dari pabrik lebih memilih bekerja sebagai kuli gendong di Pasar

Legi. Situasi kerja yang terikat dan tidak bebas, menjadikan seseorang

menjadi tertekan dan tidak betah dalam bekerja, apalagi upah atau gaji tidak

sesuai yang diharapkan. Hal ini yang dialami pula sebagian para kuli gendong

yang semula bekerja sebagai buruh pabrik. Ada yang berpendapat bahwa

menjadi kuli gendong lebih baik daripada menjadi karyawan pabrik yang

berpenghasilan sedikit selain itu sebagai kuli gendong menjadi memiliki

kebebasan untuk bekerja, hal yang sama diungkapkan Pak Wagiman,

“Lha menawi wonten pabrik, artane sekedhik mas, mboten bebas

kedah mlebet terus, asring ngantos dalu, nanging nggeh mboten

angsal bayaran lemburan. Benten menawi dados kuli mas, ajeng

mlebet mboten mlebet mboten enten ingkang dukani, nanging geh

menawi mboten kerjo terus lha anak bojo dipakani menapa?” (Kalau

bekerja di pabrik uang yang didapatkan sedikit mas, tidak bebas dan

harus setiap hari masuk terus, sering sampai malam, namun juga

dapat uang bayaran lemburan. Beda kalau menjadi kuli gendong,

mau masuk kerja atau tidak masuk kerja tidak ada yang memarahi,

Page 80: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

tapi kalau tidak kerja terus anak istri mau diberi makan apa?).

(W/Wagiman/20/07/2011)

Hal senada juga diungkapkan oleh Bu Ngatiyah, beliau menuturkan bahwa 10

tahun yang lalu beliau bersama dengan suami bekerja menjadi buruh pabrik.

Namun dengan penghasilan yang sedikit, dirasa kebutuhan-kebutuhan tidak

tercukupi, maka mereka berdua keluar dari pekerjaan tersebut

“menawi ten pabrik naming angsal gaji sedoso ngantos kalih welas

ewu sedinten” (kalau di pabrik hanya mendapatkan gaji sepuluh

sampai dua belas ribu). (W/Ngatiyah/20/7/2011)

Dengan penghasilan yang relatif kecil dan status kerja terikat menjadikan

buruh pabrik keluar dari pekerjaannya dan mencoba berusaha mendapat

pekerjaan yang dirasa mencukupi, bebas dan tidak terikat namun

penghasilannya dapat diharapakan.

2. Eksistensi Kuli Gendong sebagai Orang tua, Anggota Masyarakat, dan

Anggota SPTI

Hidup di pasar yang jauh dari keluarga yang dicintai, dan mau tak mau

tidur di kontrakan atau los pasar yang ada, ataupun dilaju bagi yang bertempat

tinggal tidak begitu jauh merupakan pilihan yang dijalani oleh para kuli panggul.

Hal ini merupakan dampak lain dari bekerja sebagai kuli gendong. Apalagi

dihadapkan dengan perekonomian sekarang ini, seseorang dituntut lebih keras

dalam mencari penghasilan.

a) Kuli Gendong sebagai Orang tua

Sebagai orangtua berusaha memnuhi segala kebutuhan yang ada di

dalam keluarganya, baik kebutuhan pokok berupa sandang, pangan papan,

kesehatan, kebutuhan anak-anak yang bersekolah, maupun kebutuhan sosial

masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka. Kuli gendong merupakan

pekerjaan di pasar, namun juga memiliki peran sebagai orang tua di rumah.

Jika sudah di rumah mereka kembali ke peran mereka sebagai orang tua dari

anak-anaknya.

Page 81: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Merekalah yang mendidik anak-anaknya, dengan kata lain orang tua

merupakan pendidik paling pertama dan paling utama bagi anak-anaknya.

Baru setelah cukup umur sang anak diikutkan pembelajaran formal di

sekolah. Sudah sewajarnya mereka menginginkan anak-anak mereka lebih

baik dari kedua orang tuanya. Dan dari sini munculah motivasi orang tua

untuk menyekolahkan anak dengan harapan anak mereka memiliki kehidupan

kelak yang lebih baik dan sukses tidak seperti kedua orangtuanya yang

sebagai kuli gendong.

Hal ini dibuktikan dengan pengakuan para informan yang telah

memiliki anak-anak yang disekolahkan. Seperti yang diutarakan oleh Pak

Wagiman yang memiliki 4 orang anak yang disekolahkan semua. Anak yang

pertama dan kedua disekolahkan hingga ke jenjang perguruan tinggi, anak

yang ketiga lulus SMA, serta yang terakhir masih duduk di bangku SMA.

Dari anak yang pertama sampai ketiga sudah bekerja dan hidup mandiri

bersama keluarga masing-masing. Hal ini juga didukung oleh pernyataan

yang sama dari ketujuh informan, yang berniat menyekolahkan anak-anaknya

demi masa depan mereka lebih baik dibandingkan orang tuanya, terutama Pak

Warsono dan Pak Rohmadi memiliki anak yang masih kecil-kecil.

b) Kuli Gendong sebagai Anggota Masyarakat

Selain bekerja dan dibutuhkan oleh keluarga di rumah, kuli gendong

juga merupakan bagian dari anggota masyarakat. Meskipun hampir sebagian

besar waktu dihabiskan di pasar Legi untuk bekerja dari pukul 6 pagi hari

sampai pukul 4 sore. Mereka tetap mejadi bagian dari masyarakat di pasar

maupun masyarakat di daerah tempat asalnya. Jika di sekitar tempat tinggal

ada kegiatan desa atau ada yang mempunyai hajatan para kuli gendong juga

akan meluangkan waktu pulang untuk datang dan membantu acara yang ada

di sekitar tempat tinggalnya. Hal ini samap dengan yang diutarakan Pak

Rohmadi, jika ada kegiatan di sekitar tempat tinggal baik ada tetangga yang

mempunyai hajatan, atau gotong-royong bila diberitahu atau dijawab (Jawa)

maka tidak berangkat ke pasar Legi, namun jika ada kegiatan di lingkungan

Page 82: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

sekitar dan beliau tidak di beritahu atau dijawab (Jawa), Pak Rohmadi juga

tetap bekerja.

Hal yang sama diungkapkan pula oleh Bu Sukinah, jika di sekitar

rumah ada yang punya hajat, kesripahan (kematian), atau ada kegiatan lain

beliau menyempatkan diri untuk datang, dan tidak berangkat kerja.

“gesang niku mboten piyambak to Mas, menawi dipun jaluki tulung

tangga teparo geh saged mboten saged geh dipun lakoni, mbok bilih

sanes wekdhal kula gadahi kaperluan geh betahaken pitulungan sing

cedhak-cedhak, napa maleh ten dusun kados kula niki” (hidup itu

tidak sendirian mas, kalau dimintai tolong tetangga kanan-kiri ya

bisa tidak bisa harus dilaksanakan, mungkin dilain waktu saya punya

keperluan juga membutuhkan bantuan orang-orang di sekitar rumah,

apalagi hidup di desa seperti saya ini) (W/Sukinah/21/7/2011)

Selain bekerja Bu Sukinah juga merupakan bagian dari masyarakat, sehingga

beliau mau menyempatkan waktu untuk tidak berangkat ke pasar demi

keperluan di tempat tinggalnya.

c) Kuli Gendong sebagai Anggota SPTI

Di dalam kehidupan pasar terjadi proses pendistribusian barang-

barang dari orang satu ke orang lainnya, baik dari penjual ke pembeli, atau

sebaliknya. Bila membicarakan proses pendistribusian dan pengangkutan

barang-barang di pasar tradisonal, maka tidak terlepas dari penyedia jasa

angkut. Penyedia jasa yang terdapat di pasar Legi yaitu dengan bantuan kuli

gendong. Disebut kuli gendong karena mengangkut barang bawaan dengan

menggendong, ada pula yang memanggul barang - barang dagangan

pedagang atau pembelian oleh pengunjung, seperti; sembako, buah-buahan,

sayur-mayur, bumbu masak, rempah - rempah, dan sebagainya.

Dalam keseharian kuli gendong pasar Legi menawarkan jasa

gendongnya kepada siapa saja yang ada di pasar dari dini hari sampai larut

malam tiba waktu untuk beristirahat. Bekerja keras berharap untuk memenuhi

kebutuhan dengan harapan memperbaiki tingkat kehidupan,daripada di rumah

atau di daerah asal sebagai pengangguran atau buruh tani yang menggarap

lahan milik orang lain. Namun tidak sedikit dari mereka yang harus rela

Page 83: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

menerima konsekuensinya, mereka rela meninggalkan anak, istri, ataupun

suami di rumah yang jauh demi bekerja sebagai kuli gendong. Selain hal

tersebut ada persyaratan pula untuk menjadi kuli panggul di pasar Legi, yaitu

dengan menjadi anggota organisasi atau paguyuban yang khusus sebagai

mengorganisasi para kuli gendong yaitu dalam Serikat Pekerja Transport

Indonesia (SPTI) untuk mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) dapat

bekerja sebagai kuli gendong di pasar Legi. Selain itu mendapatakan kaos

seragam SPTI dengan mengganti biaya pembuatan sebagai atribut anggota

SPTI pada waktu kerja. Karena dengan mengenakan seragam tersebut dan

dapat diketahui identitas serta di bagian mana kuli tersebut bekerja, dan

bekerja dengan siapa.

Sebagai makhluk sosial, pada kodratinya membutuhkan orang lain

untuk tetap bertahan hidup. Hal ini juga dapat dilihat bahwa seorang kuli

gendong membutuhkan para pelanggan atau pengguna jasa mereka,

membutuhkan seorang ketua kelompok, mandor, atau juragan dalam

mendapatkan peekerjaan, membutuhkan SPTI untuk ijin kerja di pasar Legi.

Begitu pula sebaliknya para pedagang membutuhkan jasa para kuli untuk

membawa barang-barang bawaannya, para mandor, juragan dan SPTI

membutuhkan pemasukan dari koordinasi kuli-kuli gendong tersebut.

Gambar 8. Ketua SPTI menunjukkan seragam anggota SPTI

unit pasar Legi kepada peneliti

Page 84: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

3. Pemanfaatan Penghasilan yang Diperoleh dari Hasil Kerja

Kuli Gendong Pasar Legi

Melihat etos kerja dan semangat kerja keras kuli gendong yang tinggi tak

heran penghasilan mereka relatif tinggi namun mungkin tidak sepadan dengan

tenaga dan kerja keras yang mereka lakukan. Untuk kuli gendong yang laki-laki

penghasilannya lebih besar daripada kuli gendong laki-laki dibandingkan dengan

kuli gendong yang perempuan. Faktor kekuatan fisik dan kemampuan

mengangkat barang yang membedakan dengan sendiri penghasilan mereka Untuk

kuli gendong laki-laki bertugas bongkar muat barang menuju atau dari mobil pick

up atau truk dengan muatan yang lebih banyak dan berkali-kali seperti beras,

garam, kelapa, sayur-mayur dan lain-lain. Sedangkan untuk kuli gendong yang

perempuan menggendong barang bawaan namun dalam permintaan yang relative

kecil, misal jeruk satu becak dipindahkan satu kelompok. Sebenarnya mereka

bekerja juga sama beratnya baik laki-laki maupun perempuan, tidak sedikit pula

yang perempuan ikut bongkar muat barang-barang dari truk menuju ke dalam

pasar, bahkan sampai naik ke lantai atas.

a) Penghasilan sebagai kuli gendong

Dari pekerjaan demikian rata-rata mereka mendapatkan penghasilan

sebesar Rp 40.000/hari hingga Rp 50,000,-/hari, untuk kuli gendong laki-laki

setiap harinya.

“Saben dinten nggih kula roto-roto angsal seket“ (Setiap hari rata-

rata saya dapat lima puluh ribu) (W/Rohmadi/20/7/2011)

“roto-roto kulo angsal arto sedinten niku benten kalih Pak Rohamdi,

luwih sekedik paling-paling nggih naming sekawan doso ewu” (rata-

rata saya dapat uang sehari berbeda dengan Pak Rohmadi, lebih

sedikit sekitar empat puluh ribu) (W/Warsono/20/7/2011)

Untuk upah dari pelanggan tidak dibayarkan langsung ke kuli

gendong yang bersangkutan, namun dibayarkan ke mandor yang

mengkoordinasi dari masing-masing kelompok. Sebelum pada akhirnya

diberikan kepada kuli gendong yang bersangkutan berdasarkan frekuensi

gendongan, dan masih dipotong sebesar Rp 5.000,-/orang dalam sekali

Page 85: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

bongkaran untuk mandor dan sebagian iuran perbulan ke SPTI. Dari

penghasilan rata-rata Rp 40.000/hari hingga Rp 50,000,-/hari diluramgi

ongkos Mandor Rp 5.000,- dan transport tiap hari Rp 6.000,- (PP) menjadi Rp

29.000,- hingga Rp 39.000,- per hari.

Sedangkan untuk kuli gendong yang perempuan rata-rata memiliki

penghasilan sebesar Rp 15.000,-/hari hingga Rp 30.000,-/hari. Meskipun

penghasilan mereka dibilang lebih sedikit dibandingkan kuli gendong laki-

laki namun penghasilan mereka sudah “lepas”, maksudnya upah langsung

diterima dari pengguna jasa atau pelanggan tanpa potongan untuk mandor

atau juragan Dari penghasilan masing-masing dipotong iuran perbulan Rp

2.000,- yang dibayarkan ke SPTI. Belum untuk transport bagi yang laju Rp

6.000,- (PP), sehingga penghasilan bersih setiap hari rata-rata Rp 9.000,-

hingga Rp 24.000,- per hari.

b) Pemanfaatan Penghasilan

Penghasilan tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup

sehari-hari seperti makan minum setiap hari, untuk membeli pakaian terutama

jika hari raya Idul fitri tiba bagi mereka yang memilki anak yang masih kecil

atau cucu yang masih kecil jika masih ada sisa uang untuk membelikan

sesuatu pada anak atau cucunya yang masih kecil, biaya transportasi setiap

hari bagi yang melaju, kemudian kebutuhan akan tempat tinggal atau rumah.

Jika yang setiap hari melaju mereka tidak ada masalah mengenai biaya tempat

tinggal, namun jika ada yang menginap di kos-kosan atau dikontrakan, juga

harus memikirkan biaya sewa setiap bulannya. Seperti yang dialami oleh Bu

Ngatiyah (Bu Sembloh) harus menabung setiap hari untuk membayar biaya

sewa kost sebesar uang Rp 75.000,-/bulan. Selain itu bagi yang melaju,

penghasilan mereka berkurang untuk biaya transportasi pulang-pergi dari

rumah menuju pasar Legi setiap harinya. Seperti yang dialami oleh Pak

Rohmadi, Pak Warsono, Bu Ngatiyah, Bu Sukinah, dan Bu Saminem yang

setiap hari melaju. Sehingga setiap hari pulang-pergi menghabiskan uang

sebesar Rp 6.000,- untuk biaya ongkos transport (bus/angkot).

Page 86: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Selain untuk kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas yang mereka juga

memperhatikan pada pendidikan anak-anak. sehingga demi anak sekolah

uang sebesar berapapun akan dicarikan meskipun penghasilan yang tidak

mencukupi, sampai-sampai mencari hutang pun tak jadi masalah.

Page 87: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

C. Temuan Hasil Studi yang Dihubungkan dengan Kajian Teori

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap subjek penelitian

mengenai kuli gendong pasar Legi sebagai sektor informal dengan hasil temuan

sebagian besar adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan kuli gendong merupakan wujud dan bagian dari unsur-unsur

kebudayaan

2. Kegiatan kuli gendong merupakan kegiatan sektor informal

3. Latar belakang orang-orang menjadi kuli gendong yang merupakan

faktor-faktor yang mempengaruhi orang-orang migrasi ke kota

a) Ketidakberdayaan kuli gendong

1) Rendahnya pendidikan pendidikan yang “dikenyam”

2) Minimnya keterampilan yang dimiliki

b) Tidak adanya lapangan pekerjaan di desa (daerah asal)

c) Fasilitas transportasi yang mendukung akses ke kota

d) Pekerjaan yang tidak mengikat dan diharapakn penghasilan lebih besar

daripada buruh pabrik

4. Eksistensi kuli gendong sebagai orang tua, anggota masyarakat, dan

anggota SPTI

a) Kuli Gendong sebagai Orang tua

b) Kuli Gendong sebagai Anggota Masyarakat

c) Kuli Gendong sebagai Anggota SPTI

5. Pemanfaatan penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong

pasar Legi

a) Penghasilan sebagai kuli gendong

b) Pemanfaatan Penghasilan

Berdasarkan hasil temuan di atas dapat dimasukkan dalam pembahasan

teori sebagai berikut:

1. Kegiatan kuli gendong merupakan wujud dan bagian dari unsur-unsur

kebudayaan

Page 88: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Menurut pendapat Koentjaraningrat (1987: 2) yang menyatakan

bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu;

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peratruran, dan sebagainya,

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan

berpola dari manusia dalam masyarakat,

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

(artifact).

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan betuk-bentuk atau wujud kebudayaan;

1) kebudayaan yang berwujud ide. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau

difoto, berada di dalam kepala-kepala, atau dengan kata lain dalam alam

pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu

hidup. 2) kebudayaan berwujud sistem sosial, mengenai kelakuan berpola

dari manusia itu sendiri. sistem sosial ini berisi tentang aktifitas-aktifitas

individu-individu yang berinteraksi (berhubungan antara satu dengan yang

lain dalam kurun waktu tertentu yang mengikuti pola-pola tertentu menurut

adat tata kelakuan). Sebagai rangkaian dalam suatu aktifitas individu-

individu dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat konkret,

terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan

didokumentasi. 3) kebudayaan fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari

aktifitas, perbuatan, dan karya individu-individu dalam sauatu masyarakat,

maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang

dapat diraba, dilihat, dan difoto.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari

tentu tidak terpisah antara satu sama lain. Kebudayaan ide dan adat-istiadat

memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan

ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda

kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu

lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari

lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya,

bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya.

Page 89: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Kegiatan sebagai kuli gendong jika dilihat dari pendapat di atas

termasuk ke dalam wujud kebudayaan yang kedua, yaitu kebudayaan

berwujud sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari individu-individu

yang berada di dalam pasar Legi. Dalam hal ini tentang aktifitas-aktifitas

individu-individu sebagai kuli gendong yang berinteraksi baik sesama kuli

gendong, koordinator SPTI, pedagang, pembeli di pasar, maupun keluarga

dan masyarakat tempat asal mereka.

Kebudayaan setiap masyarakat itu sendiri terbentuk oleh beberapa

unsur-unsur yang merupakan bagian dari satu kebulatan yang bersifat sebagai

satu kesatuan. Beberapa unsur kebudayaan diklasifikasikan ke dalam unsur-

unsur pokok atau besar kebudayaan yang lazim disebut dengan cultural

universal, yang merupakan unsur-unsur yang pasti bisa ditemukan di semua

kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam kehidupan masyarakat pedesaan

yang kecil terpencil maupun di dalam masyarakat perkotaan yang besar dan

kompleks.

C. Khluchon dalam Soekanto (2002: 176) diamana sebuah karyanya

yang berjudul Universal Categories of Culture, dimana berisi inti

pendapat para sarjana dalam karyanya menunjuk tujuh unsur

kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu;

1. peralatan dan perlengkapan hidup manusia,

2. mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi,

3. sistem kemasyarakatan,

4. bahasa (lisan maupun tertulis)

5. kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya)

6. sistem pengetahuan,

7. religi (kepercayaan).

Unsur-unsur universal tersebut masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam

sub-unsur-unsurnya (unsur-unsur yang lebih kecil). Unsur yang pertama yaitu

peralatan dan perlengkapan hidup manusia, hal ini dapat dijabarkan lagi

menjadi pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat

produksi, alat tansportasi dan lain sebagainya. Yang kedua, mata pencaharian

hidup dan sistem-sistem ekonomi dijabarkan lagi menjadi pertanian,

peternakan, buruh/kuli, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya.

Page 90: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Unsur yang ketiga sistem kemasyarakatan dapat dikerucutkan lagi menjadi

sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan.

Unsur yang keempat adalah bahasa baik berupa lisan maupun

tertulis, setiap masyarakat baik dalam suku, bangsa, maupun negara memiliki

sistem bahasa yang dimiliki oleh masing-masing, dan dengan bahasa mereka

dapat berkomunikasi antara individu satu dengan yang lain, kelompok

masyarakat satu dengan yang lain, disini bahasa berguna sebagai pengantar

komunikasi. Selanjutnya unsur yang kelima adalah kesenian, unsur ini

menyangkut tentang keindahan, dimana kesenian dapat dijabarkan lagi

menjadi unsur seni yang lain, berupa seni rupa, seni suara, seni gerak dan

sebagainya. Selain kesenian, suatu kebudayaan dapat diperkuat dengan

unsur sistem pengetahuan, dimana dengan unsur ini dapat digunakan sebagai

tolok ukur peradaban suatu masyarakat. Unsur yang terakhir adalah religi

atau sistem kepercayaan, dalam unsur ini masyarakat dari kebudayaan yang

bersangkutan memiliki kepercayaan terhadap kekuatan besar yang

menciptakan dan mengatur, baik kepercayaan animisme, dinamisme,

maupun agama yang mempercayai adanya tuhan. Demikian tujuh unsur

kebudayaan universal memang mencakup kebudayaan manusia secara

keseluruhan.

Jika dilihat dari unsur-unsur kebudayaan di atas, manusia berusaha

untuk bertahan hidup dengan mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup, usaha

manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup memiliki kaitan dengan sistem

mata pencaharian. Karena manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan untuk dapat melanjutkan kehidupan dengan bekerja sebagai

sumber mata pencaharian atau pekerjaan salah satunya adalah sebagai kuli

gendong. Oleh sebab itu kegiatan kuli gendong merupakan bagian dari

unsur-unsur kebudayaan yaitu sebagai sistem mata pencaharian.

Page 91: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

2. Kegiatan kuli gendong merupakan kegiatan sektor informal

Dalam sektor informal memiliki “cara kerja” yang memiliki ciri-ciri

tertentu, yang membedakan sektor informal dengan sektor formal, dan

memiliki karakteritik tertentu sebagai sektor informal.

Menurut Effendi (1995: 74) ciri-ciri mengenai sektor informal

adalah sebagai berikut;

1) kegiatan usaha tidak terorganisir secara baik, karena timbulnya

unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan

yang tersedia di sektor formal,

2) pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha,

3) pola kegiatan berusaha tidak beraturan baik dalam arti lokasi

maupun jam kerja,

4) pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai pada sektor ini,

5) unit usaha mudah keluar masuk dari subsektor ke lain subsektor,

6) teknologi yang digunakan bersifat tradisional,

7) modal dan putaran usaha relatif kecil,

8) untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal

karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman

sambil bekerja,

9) pada umumnya unit usaha termasuk ke dalam golongan yang

mengerjakan sendiri usahanya dan kalau mengerjakannya, buruh

berasal dari keluarga,

10) sumber danaa modal biasanya dari tabungan sendiri atau dari

lembaga keuangan tidak resmi,

11) hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan

kota atau desa yang berpenghasilan rendah tetapi kadang-kadang

juga berpenghasilan menengah.

Dari ciri-ciri di atas kegiatan kuli gendong juga memenuhi ciri-ciri tersebut;

1) bahwa kegiatan kegiatan kuli gendong merupakan usaha tidak

terorganisir secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan

fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal, tidak ada lembaga

yang mengikat dan mengoordinasi secara langsung, melainkan dikoordinasi

secara swadaya oleh para kuli gendong itu sendiri dalam sebuah paguyuban,

komunitas, atau serikat yang bernama Serikat Pekerja Transport Indonesia

(SPTI). 2) Apabila dilihat dari ijin usaha pada umumnya unit usaha dalam

sektor informal tidak mempunyai ijin usaha, pekerjaan ini tidak resmi, dan

bersifat bebas siapa saja bisa masuk menjadi kuli gendong namun untuk

Page 92: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

menjadi kuli gendong di pasar Legi bagi perempuan dan hanya dikenakan

biaya iuran perbulan. 3) Pola kegiatan berusaha tidak beraturan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja. Hal ini dikarenakan usaha besifat fleksibel

yang disesuaikan dengan banyaknya pedagang atau pembeli yang meminta

memindahkan barang di pasar. 4) Pada umumnya kebijakan pemerintah

untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai pada sektor ini.

Terkadang terjadi demikian, karena tidak adanya peraturan/ UU yang jelas

menyangkut keberadaan dari kuli gendong, tidak adanya. 5) Tanpa

menggunakan teknologi tinggi namun kuli gendong hanya menggunakan

selendang dan kekuatan badannya untuk mengangkat dan memindahkan

barang-barang di pasar. 6) Jika dilihat dari segi permodalan, tidak

mempergunakan modal finansial yang besar bagi kuli gendong, cukup

membayar iuran perbulan sudah mendapat KTA, iuran kaos seragam,

namun berbeda bagi yang laki-laki juga ditambah membeli keanggotaan kuli

gendong yang akan digantikan hingga jutaan rupiah. 7) Untuk menjadi kuli

gendong tidak diperlukan pendidikan formal karena yang dipergunakan

untuk bekerja adalah tenaga dan kondisi badan. Dari pemaparan tersebut

dapat dikatakan bahwa kegiatan kuli gendong sebagaian besar memenuhi

ciri-ciri kegiatan sektor informal.

3. Latar belakang orang-orang menjadi kuli gendong yang merupakan

faktor-faktor yang mempengaruhi orang-orang migrasi ke kota

Orang-orang migrasi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang

lebih baik daripada daerah asal. Namun karena keterbatasan-keterbatasan

yang mereka miliki sehingga menghambat mereka untuk mendapatkan

pekerjaan di sektor formal akhirnya mereka memilih bekerja sebaagai kuli

gendong. Meskipun sedikit perhatian dari pemerintah namun mereka bekerja

keras mencukupi segala kebutuhan keluarga, menyekolahkan anak bahkan

ada anak dari beberapa kuli gendong yang kuliah diperguruan tinggi, dapat

berbagi lokasi kerja dengan sesama kuli gendong yang lain, ikut bergabung

dalam organisasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) Unit Cabang

Page 93: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Pasar Legi dan tertib dalam membayar iuran perbulan dan bahkan bagi kuli

gendong yang laki-laki membeli keanggotaan kuli gendong yang akan

berhenti/ pensiun hingga puluhan juta rupiah.

Jika kita berbicara daerah asal orang-orang yang menjadi kuli

gendong, kita akan berbicara mengenai perpindahan mereka (migrasi),

tepatnya urbanisasi dari daerah asal ke kota Surakarta. Ada hal-hal yang

mempengaruhi seseorang melakukan migrasi, atau yang sering kita sebut

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi.

Menurut Everett S. Lee dalam Widodo (2011: 102) “ada empat

faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk

melakukan migrasi, yaitu:

1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal

2. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan

3. Rintangan-rintangan yang menghambat

4. Faktor-faktor pribadi

Dari data-data yang ditemukan dalam penelitian dapat dapat diambil

faktor-faktor yang mempengaruhi orang-orang melakukan migrasi ke kota

Surakarta tepatnya di pasar Legi, yaitu faktor pendorong (berasal dari daerah

asal), faktor penarik (daerah tujuan), faktor fasilitas (akses transportasi), dan

faktor nilai yang ada dalam melakukan migrasi.

a) Faktor pendorong (berasal dari daerah asal)

1) Ketidakberdayaan kuli gendong

Ketidakberdayaan kuli gendong dalam hal pendidikan ini

dilatarbelakangi oleh rendahnya pendidikan yang “dikenyam” oleh

orang-orang yang bekerja sebagai kuli gendong. Masa kecil yang

tidak dapat bersekolah atau putus sekolah merupakan hal biasa, hal

ini yang menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan untuk

memperoleh berbagai aset yang lebih baik semisal pekerjaan,

penghasilan, fasilitas, pelayanan masyarakat, dan sebagainya.

Mayoritas pekerja kuli gendong ini tidak pernah mendapatkan

kesempatan menempuh pendidikan menengah atas hanya lulus SMP

dan bahkan yang berasal dari desa-desa tidak pernah bersekolah

Page 94: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mampu untuk

bersekolah pada waktu mereka masih muda.

Dari latar belakang inilah yang menjadikan orang-orang

memilih untuk mencari pekerjaan yang sekiranya tidak memerlukan

syarat-syarat pendidikan, pekerjaan yang bebas dan yang jelas halal.

Tidak perlu tingkat pendidikan yang tinggi untuk bekerja sebagai

kuli gendong, karena yang diperlukan adalah badan sehat dan kuatan

untuk menggendong beban berat dari satu tempat ke tempat lain, dan

kesabaran untuk menanti dan menawarkan jasa gendong terhadap

penjual atau pembeli di pasar Legi.

2) Minimnya keterampilan yang dimiliki

Selain rendahnya pendidikan yang didapat oleh para kuli

gendong di waktu muda, minimnya keterampilan yang dimiliki juga

semakin mendorong untuk menjadi kuli gendong. Hal demikian

diakui oleh semua informan yang mebyatakan pernyataan yang sama

bahwa tidak memiliki keterampilan. Dan jika tidak bekerja menjadi

kuli gendong di pasar Legi mungkin hanya menjadi ibu rumah

tangga, menganggur, atau menjadi buruh tani saja karena tidak

memiliki sawah sendiri. Berbeda bagi mereka yang memiliki sawah

sendiri, paling tidak ada yang diharapkan sebagai penghasilan.

3) Tidak adanya lapangan pekerjaan di desa (daerah asal)

Sebagian besar kuli gendong berasal dari daerah-daerah di

luar kota Surakarta, dan domisili mereka juga bukan dari kota dari

masing-masing melainkan di kawasan pedesaan, dimana belum

begitu banyak jenis usaha yang berdiri disana, apalagi untuk sektor

formal yang berdiri. Dan jika adapun, membutuhkan karyawan yang

berpendidikan serta berketerampilan ditambah lagi sekarang

dibutuhkan yang berpengalaman.

Jika hanya mengandalkan sektor pertanian, tidak semua

angkatan kerja dapat terserap. Apalagi ditambah tidak semua

memiliki sawah, paling-paling juga menjadi buruh tani. Ketiadaan

Page 95: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

atau minimnya lapangan pekerjaan di desa memaksa penduduk desa

untuk pergi ke kota mengadu nasib, mencari pekerjaan. Jiksa terus

berada di rumah sulit mendapatkan penghasilan, mengingat di daerah

asal para kuli gendong mayoritas penduduknya bertani. Dan jika

tidak musim tandur (tanam) dan panen maka tidak ada penghasilan

bagi buruh tani.

b) Faktor penarik (daerah tujuan); pekerjaan yang tidak mengikat dan

diharapakn penghasilan lebih besar daripada pekerjaan semula (buruh

pabrik atau buruh tani)

Salah satu alasan lagi yang menjadi alasan mengapa orang-

orang yang keluar dari pabrik lebih memilih bekerja sebagai kuli gendong

di Pasar Legi. Situasi kerja yang terikat dan tidak bebas, menjadikan

seseorang menjadi tertekan dan tidak betah dalam bekerja, apalagi upah

atau gaji tidak sesuai yang diharapkan. Hal ini yang dialami pula sebagian

para kuli gendong yang semula bekerja sebagai buruh pabrik atau buruh

tani. Dengan penghasilan yang relatif kecil dan status kerja terikat

menjadikan buruh pabrik keluar dari pekerjaannya dan mencoba berusaha

mendapat pekerjaan yang dirasa mencukupi, bebas dan tidak terikat namun

penghasilannya dapat diharapakan.

Semula menjadi buruh tani yang mendapatkan penghasilan pada

musim-musim tertentu, itupun tidak sesuai yang diharapkan. Pada

akhirnya mereka memilih pergi ke kota berharap mendapat penghasilan

yang rutin dan lebih besar daripada buruh tani. Adanya pendapat bahwa

menjadi kuli gendong lebih baik daripada menjadi karyawan pabrik yang

berpenghasilan sedikit selain itu sebagai kuli gendong menjadi memiliki

kebebasan untuk bekerja dengan harapan berpenghasilan lebih mereka

menuju ke kota Surakarta tepanya pasar Legi menjadi kuli gendong,

berharap mendapat penghasilan yang lebih besar dan di dapat setiap hari

c) Faktor fasilitas (transportasi yang mudah diakses)

Page 96: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Kemajuan dan pembanguan di daerah yang lambat laun semakin

berkembang, selain pembanguan jalan di daerah-daerah baik dari

pemerintah maupun swadaya masyarakat sendiri juga bermanfaat bagi

masyarakat itu sendiri. Dengan dibukanya jalan-jalan, akses transportasi

bisa masuk ke daerah-daerah bahkan di daerah terpencil pun. Hal ini

mendorong pengadaan alat transportasi yang memperlancar aktifitas

masyarakat. Adanya fasilitas sarana transportasi yang mempermudah akses

mobilitas dan migrasi. Hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat yang di

daerah asal tidak memiliki pekerjaan untuk menuju ke daerah lain demi

mencari sebuah pekerjaan atau pengasilan yang lebih baik.

Mudahnya akses jangkauan dari satu daerah ke daerah lain, dari

desa ke kota, atau yang lain dengan menggunakan sarana transportasi

umum yang murah seperti bus atau angkot, semakin mendukung penduduk

desa untuk pergi bekerja ke kota Surakarta, dalam kaitannya adalah ke

pasar Legi menjadi kuli gendong. Dengan menggunakan angkot dari

tempat tinggalnya di dalam lingkup kota Surakarta sendiri cukup dengan

membayar Rp 2.000,- sampai Rp 5.000,- sekali jalan sudah dapat menuju

ke pasar Legi.

Kemudian untuk yang rumahnya jauh atau di luar kota Surakarta,

akses sarana transportasi yang cepat, mudah, dan murah untuk dijangkau

oleh semua kalangan merupakan fasilitas yang mendukung untuk memilih

bekerja ke Solo. Dengan adanya sarana transportasi yang mendukung,

menjadikan jam kerja para kuli gendong juga lumayan lama, sekitar pukul

5 pagi atau pukul 6 pagi para kuli gendong yang melaju sudah sampai di

pasar Legi dan siap bekerja. Selesai menggendong untuk pulang sekitar

pukul 4 sore mereka sudah pulang dengan jasa bus atau angkot yang ada.

d) Faktor Nilai

Dari sudut pandang nilai, terdapat hal-hal yang mendorong orang-

orang bekerja sebagai kuli gendong, yakni nilai kemanusiaan dan nilai

perjuangan hidup. Hal ini dihadapkan pada eksistensi kuli gendong sebagai

Page 97: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

orang tua, anggota masyarakat, dan anggota SPTI. Bekerja merupakan

sebuah tuntutan hidup, dimana seseorang memilki kewajiban untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan.

Selain itu, nilai kemanusiaan yang ada pada pengguna jasa kuli

gendong, unsur kemanusiaan yang muncul apakah sampai hati

menggunakan jasa kuli gendong terutama yang sudah berusia senja dengan

upah hanya Rp 1.000,-.

4. Eksistensi Kuli Gendong sebagai Orang tua, Anggota Masyarakat, dan

Anggota SPTI

a) Kuli Gendong sebagai Orang tua

Sebagai orangtua berusaha memnuhi segala kebutuhan yang ada

di dalam keluarganya, baik kebutuhan pokok berupa sandang, pangan

papan, kesehatan, kebutuhan anak-anak yang bersekolah, maupun

kebutuhan sosial masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka. Kuli

gendong merupakan pekerjaan di pasar, namun juga memiliki peran

sebagai orang tua di rumah. Jika sudah di rumah mereka kembali ke

peran mereka sebagai orang tua dari anak-anaknya.

Merekalah yang mendidik anak-anaknya, dengan kata lain orang

tua merupakan pendidik paling pertama dan paling utama bagi anak-

anaknya. Baru setelah cukup umur sang anak diikutkan pembelajaran

formal di sekolah. Sudah sewajarnya mereka menginginkan anak-anak

mereka lebih baik dari kedua orang tuanya. Dan dari sini munculah

motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak dengan harapan anak

mereka memiliki kehidupan kelak yang lebih baik dan sukses tidak

seperti kedua orangtuanya yang sebagai kuli gendong.

b) Kuli Gendong sebagai Anggota Masyarakat

Selain bekerja dan dibutuhkan oleh keluarga di rumah, kuli

gendong juga merupakan bagian dari anggota masyarakat. Meskipun

hampir sebagian besar waktu dihabiskan di pasar Legi untuk bekerja dari

Page 98: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

pukul 6 pagi hari sampai pukul 4 sore. Mereka tetap mejadi bagian dari

masyarakat di pasar maupun masyarakat di daerah tempat asalnya. Jika di

sekitar tempat tinggal ada kegiatan desa atau ada yang mempunyai

hajatan para kuli gendong juga akan meluangkan waktu pulang untuk

datang dan membantu acara yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Selain

bekerja kuli gendong juga merupakan bagian dari masyarakat, sehingga

mereka mau menyempatkan waktu untuk tidak berangkat ke pasar demi

keperluan di tempat tinggalnya.

c) Kuli Gendong sebagai Anggota SPTI

Dalam keseharian kuli gendong pasar Legi menawarkan jasa

gendongnya kepada siapa saja yang ada di pasar dari dini hari sampai

larut malam tiba waktu untuk beristirahat. Bekerja keras berharap untuk

memenuhi kebutuhan dengan harapan memperbaiki tingkat

kehidupan,daripada di rumah atau di daerah asal sebagai pengangguran

atau buruh tani yang menggarap lahan milik orang lain. Namun tidak

sedikit dari mereka yang harus rela menerima konsekuensinya, mereka

rela meninggalkan anak, istri, ataupun suami di rumah yang jauh demi

bekerja sebagai kuli gendong. Selain hal tersebut ada persyaratan pula

untuk menjadi kuli panggul di pasar Legi, yaitu dengan menjadi anggota

organisasi atau paguyuban yang khusus sebagai mengorganisasi para kuli

gendong yaitu dalam Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) untuk

mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) dapat bekerja sebagai kuli

gendong di pasar Legi. Selain itu mendapatakan kaos seragam SPTI

dengan mengganti biaya pembuatan sebagai atribut anggota SPTI pada

waktu kerja. Karena dengan mengenakan seragam tersebut dan dapat

diketahui identitas serta di bagian mana kuli tersebut bekerja, dan bekerja

dengan siapa.

Sebagai makhluk sosial, pada kodratinya membutuhkan orang

lain untuk tetap bertahan hidup. Hal ini juga dapat dilihat bahwa seorang

kuli gendong membutuhkan para pelanggan atau pengguna jasa mereka,

membutuhkan seorang ketua kelompok, mandor, atau juragan dalam

Page 99: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

mendapatkan peekerjaan, membutuhkan SPTI untuk ijin kerja di pasar

Legi. Begitu pula sebaliknya para pedagang membutuhkan jasa para kuli

untuk membawa barang-barang bawaannya, para mandor, juragan dan

SPTI membutuhkan pemasukan dari koordinasi kuli-kuli gendong

tersebut.

5. Pemanfaatan Penghasilan yang Diperoleh dari Hasil Kerja Kuli

Gendong Pasar Legi

a) Penghasilan sebagai kuli gendong

Penghasilan yang didapatkan dalam satu kali gendong untuk

kuli gendong perempuan sekitar Rp 2.000,-, namun jua ada yang hanya

memberi Rp 1.000,- bagi mereka yang terkadang kurang menghargai

kerja keras kuli gendong. Namun untuk kuli gendong laki-laki tidak

dihitung per gendongan namun per bongkaran muatan barang. Untuk

upah dari pelanggan tidak dibayarkan langsung ke kuli gendong laki-laki,

namun dibayarkan ke mandor yang mengkoordinasi dari masing-masing

kelompok. Sebelum pada akhirnya diberikan kepada kuli gendong yang

bersangkutan berdasarkan frekuensi gendongan, dan masih dipotong

sebesar Rp 5.000,-/orang dalam sekali bongkaran untuk mandor dan

sebagian iuran perbulan ke SPTI. Dari penghasilan rata-rata Rp

40.000/hari hingga Rp 50,000,-/hari dikuramgi ongkos Mandor Rp

5.000,- dan transport tiap hari Rp 6.000,- (PP) menjadi Rp 29.000,-

hingga Rp 39.000,- per hari.

Sedangkan untuk kuli gendong yang perempuan rata-rata

memiliki penghasilan sebesar Rp 15.000,-/hari hingga Rp 30.000,-/hari.

Meskipun penghasilan mereka dibilang lebih sedikit dibandingkan kuli

gendong laki-laki namun penghasilan mereka sudah “lepas”, maksudnya

upah langsung diterima dari pengguna jasa atau pelanggan tanpa

potongan untuk mandor atau juragan Dari penghasilan masing-masing

dipotong iuran perbulan Rp 2.000,- yang dibayarkan ke SPTI. Belum

Page 100: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

untuk transport bagi yang laju Rp 6.000,- (PP), sehingga penghasilan

bersih setiap hari rata-rata Rp 9.000,- hingga Rp 24.000,- per hari.

c) Pemanfaatan Penghasilan

Penghasilan tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan

hidup sehari-hari seperti makan minum setiap hari, untuk membeli

pakaian terutama jika hari raya Idul fitri tiba bagi mereka yang memilki

anak yang masih kecil atau cucu yang masih kecil jika masih ada sisa

uang untuk membelikan sesuatu pada anak atau cucunya yang masih

kecil, biaya transportasi setiap hari bagi yang melaju, kemudian

kebutuhan akan tempat tinggal atau rumah. Jika yang setiap hari melaju

mereka tidak ada masalah mengenai biaya tempat tinggal, namun jika ada

yang menginap di kos-kosan atau dikontrakan, juga harus memikirkan

biaya sewa setiap bulannya.

Selain itu bagi yang melaju, penghasilan mereka berkurang

untuk biaya transportasi pulang-pergi dari rumah menuju pasar Legi

setiap harinya. Seperti yang dialami oleh Pak Rohmadi, Pak Warsono, Bu

Ngatiyah, Bu Sukinah, dan Bu Saminem yang setiap hari melaju dengan

membayar ongkos Rp 3.000,- sekali jalan berangkat dan Rp 3.000, untuk

transport pulang. Sehingga setiap hari pulang-pergi menghabiskan uang

sebesar Rp 6.000,- untuk biaya ongkos transport (bus/angkot). Selain

untuk kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas mereka juga memperhatikan

pada pendidikan anak-anak, sehingga demi anak sekolah uang sebesar

berapapun akan dicarikan meskipun penghasilan tidak mencukupi,

sampai-sampai mencari hutang pun tak jadi masalah.

Page 101: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan sajian data dan pembahasan terhadap hasil penelitian

tentang studi kasus kuli gendong sebagai sektor informal di pasar Legi, peneliti

dapat mengambil simpulan sebagai berikut:

1. Latar belakang orang-orang menjadi kuli gendong yang merupakan

faktor-faktor yang mempengaruhi orang-orang migrasi ke kota

a) Faktor pendorong (berasal dari daerah asal)

1) Ketidakberdayaan kuli gendong

Kuli gendong termasuk kelompok marginal atau miskin

yang ditandai dengan ketidakberdayaan dalam segala aspek,

termasuk dalam hal pendidikan. Berpendidikan rendah atau bahkan

tidak berpendidikan atau tidak lulus SD/ MI. Masa kecil yang tidak

dapat bersekolah atau putus sekolah merupakan hal biasa, hal ini

yang menyebabkan orang tua mereka tidak memiliki kesempatan

untuk memperoleh berbagai aset yang lebih baik semisal pekerjaan,

penghasilan, fasilitas, pelayanan masyarakat, dan sebagainya.

Mayoritas pekerja kuli gendong ini tidak pernah mendapatkan

kesempatan menempuh pendidikan menengah atas hanya lulus SMP

dan bahkan yang berasal dari desa-desa tidak pernah bersekolah

dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mampu untuk

bersekolah pada waktu mereka masih muda.

2) Minimnya keterampilan yang dimiliki

Para kuli gendong selain memiliki pendidikan rendah, yang

didapat oleh para kuli gendong di waktu muda, minimnya

keterampilan yang dimiliki juga semakin mendorong untuk menjadi

kuli gendong. Hal demikian diakui oleh semua informan yang

mebyatakan pernyataan yang sama bahwa tidak memiliki

Page 102: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

keterampilan. Dan jika tidak bekerja menjadi kuli gendong di pasar

Legi mungkin hanya menjadi ibu rumah tangga, menganggur, atau

menjadi buruh tani saja karena tidak memiliki sawah sendiri.

Disamping termasuk ke dalam kelompok marginal, mereka

juga tidak memiliki sawah hal ini menjadikan mereka beradu nasib

ke kota tanpa bekal untuk bertahan hidup. Sehingga dengan terpaksa

mereka masuk ke dalam sektor informal sebagai kuli gendong.

Sebab, pekerjaan tersebut tidak membutuhkan keterampilan tertentu

kecuali tenaga yang kuat dan badan sehat.

3) Tidak adanya lapangan pekerjaan di desa (daerah asal)

Sebagian besar kuli gendong berasal dari daerah-daerah di

luar kota Surakarta, dan domisili mereka juga bukan dari kota dari

masing-masing melainkan di kawasan pedesaan, dimana belum

begitu banyak jenis usaha yang berdiri disana, apalagi untuk sektor

formal yang berdiri. Jika hanya mengandalkan sektor pertanian,

tidak semua angkatan kerja dapat terserap. Apalagi ditambah tidak

semua memiliki sawah, paling-paling juga menjadi buruh tani.

Ketiadaan atau minimnya lapangan pekerjaan di desa memaksa

penduduk desa untuk pergi ke kota mengadu nasib, mencari

pekerjaan. Jiksa terus berada di rumah sulit mendapatkan

penghasilan, mengingat di daerah asal para kuli gendong mayoritas

penduduknya bertani. Dan jika tidak musim tandur (tanam) dan

panen maka tidak ada penghasilan bagi buruh tani.

b) Faktor penarik (daerah tujuan)

Pekerjaan yang tidak mengikat dan diharapakn penghasilan lebih

besar daripada pekerjaan semula (buruh pabrik atau buruh tani). Para kuli

gendong mengadu nasib ke kota karena menurut anggapan mereka daerah

perkotaan tersedia berbagai jenis lapangan kerja dan peluang untuk

bekerja. Maka, mereka berduyun-duyun ke kota dalam rangka untuk

bekerja karena di kota dianggap lebih menjanjikan dibandingkan desa

Page 103: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

tempat tinggal mereka. Namun anggapan itu tidak semuanya benar karena

datang ke kota tanpa mempunyai bekal yang cukup sehingga satu-satunya

pekerjaan yang bisa dimasuki adalah sebagai buruh kasar yaitu kuli

gendong.

c) Faktor fasilitas (transportasi yang mudah diakses)

Mudahnya akses jangkauan dari satu daerah ke daerah lain, dari desa ke

kota, atau yang lain dengan menggunakan sarana transportasi umum yang

murah seperti bus atau angkot, semakin mendukung penduduk desa untuk

pergi bekerja ke kota Surakarta, dalam kaitannya adalah ke pasar Legi

menjadi kuli gendong. Dengan baiaya yang relative terjangkau dan dekat

denganjalan raya sehingga lebih mudah untuk mengakses sarana

transportasi.

d) Faktor nilai

Adanya nilai kemanusiaan yang muncul dalam bekerja untuk memenuhi

kebutuhan dan merupakan wujud perjuangan hidup. Dimana seorang kuli

gendong dituntut peranannya sebagai orang tua, anggota masyarakat, dan

anggota SPTI. Selain itu, adanya rasa kemanusiaan bagi pengguna jasa

kuli gendong di pasar Legi, apabila yang dimintai jasa gendong adalah kuli

gendongt yang sudah tua.

2. Eksistensi Kuli Gendong sebagai Orang tua, Anggota Masyarakat, dan

Anggota SPTI

a) Kuli Gendong sebagai Orang tua

Selaku orangtua berusaha memnuhi segala kebutuhan yang ada

di dalam keluarganya, baik kebutuhan pokok berupa sandang, pangan

papan, kesehatan, kebutuhan anak-anak yang bersekolah, maupun

kebutuhan sosial masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka.Merekalah

yang mendidik anak-anaknya, dengan kata lain orang tua merupakan

pendidik paling pertama dan paling utama bagi anak-anaknya. Baru

Page 104: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

setelah cukup umur sang anak diikutkan pembelajaran formal di sekolah.

Sudah sewajarnya mereka menginginkan anak-anak mereka lebih baik

dari kedua orang tuanya. Dan dari sini munculah motivasi orang tua

untuk menyekolahkan anak dengan harapan anak mereka memiliki

kehidupan kelak yang lebih baik dan sukses tidak seperti kedua

orangtuanya yang sebagai kuli gendong.

b) Kuli Gendong sebagai Anggota Masyarakat

Bekerja dan dibutuhkan oleh keluarga di rumah, kuli gendong

juga merupakan bagian dari anggota masyarakat. Meskipun hampir

sebagian besar waktu dihabiskan di pasar Legi untuk bekerja dari pukul 6

pagi hari sampai pukul 4 sore. Mereka tetap mejadi bagian dari

masyarakat di pasar maupun masyarakat di daerah tempat asalnya. Jika di

sekitar tempat tinggal ada kegiatan desa atau ada yang mempunyai

hajatan para kuli gendong juga akan meluangkan waktu untuk pulang

atau tidak berangkat ke pasar demi datang dan membantu acara yang ada

di sekitar tempat tinggalnya.

c) Kuli Gendong sebagai Anggota SPTI

Menjadi kuli gendong dan dapat bekerja di pasar Legi ada

persyaratan yang harus dilaksanakan, yaitu dengan menjadi anggota

organisasi atau paguyuban yang khusus sebagai mengorganisasi para kuli

gendong yaitu dalam Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) untuk

mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) dapat bekerja sebagai kuli

gendong di pasar Legi. Selain itu mendapatakan kaos seragam SPTI

dengan mengganti biaya pembuatan sebagai atribut anggota SPTI pada

waktu kerja. Karena dengan mengenakan seragam tersebut dan dapat

diketahui identitas serta di bagian mana kuli tersebut bekerja, dan bekerja

dengan siapa.

Page 105: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

3. Pemanfaatan Penghasilan yang Diperoleh dari Hasil Kerja Kuli

Gendong Pasar Legi

a) Penghasilan sebagai kuli gendong

Cirri pekerja sektor informal (buruh gendong) yaitu waktu kerja

dalam jumlah jam kerja yang panjang dengan tingkat penghasilan yang

rendah. Hal ini terjadi pada para kuli gendong pasar Legi dengan sekali

menggendong didapatkan upah Rp 2.000,- dalam sekali gendong. Jumlah

kuli gendong 675 orang dalam satu pasar membuat saling berebut untuk

bisa menjual jasa “menggendong barang-barang belanjaan” akibatnya

pendapatan mereka juga terbatas.

Mereka mulai kerja dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 17.00

WIB (selama 11 jam) pendapatan mereka rata-rata kuli gendong laki-laki

mendapatkan penghasilan sebesar Rp 40.000/hari hingga Rp 50,000,-

/hari, dan untuk kuli gendong yang perempuan rata-rata memiliki

penghasilan sebesar Rp 15.000,-/hari hingga Rp 30.000,-/hari.

Penghasilan tersebut masih dikurangi potongan mandor (kuli

gendong laki-laki), iuran perbulan, makan, rokok, transportasi. Sehingga

berpenghasilan bersih Rp 25.000,- hingga Rp 35.000,- untuk kuli

gendong laki-laki dan Rp Rp 10.000,- hingga Rp 25.000,- untuk kuli

gendong perempuan. Belum lagi biaya untuk yang tinggal dikontrakan

atau kost perbulannya harus mengumpulkan uang tiap hari.

b) Pemanfaatan Penghasilan

Penghasilan tersebut digunakan untuk menopang keluarga,

karena pekerjaan utama keluarga adalah dari pekerjaan tersebut. Yaitu

untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan minum

setiap hari, untuk membeli pakaian, biaya transportasi setiap hari bagi

yang melaju, kemudian kebutuhan akan tempat tinggal atau rumah. Jika

yang setiap hari melaju mereka tidak ada masalah mengenai biaya tempat

tinggal, namun jika ada yang menginap di kos-kosan atau dikontrakan,

juga harus memikirkan biaya sewa setiap bulannya.

Page 106: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan data di atas dapat dikaji implikasi teoritis dan

implikasi praktis, yaitu;

4. Implikasi Teoritis

1) Dari hasil temuan di atas penelitian ini menggunakan bagian teori

migrasi Everett S. Lee, menurut pendapatnya ada empat faktor yang

menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi,

yaitu; faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, faktor-faktor yang

terdapat di daerah tujuan, rintangan-rintangan yang menghambat, dan

faktor-faktor pribadi.

Dari data-data yang ditemukan dalam penelitian dapat dapat diambil

faktor-faktor yang mempengaruhi orang-orang melakukan migrasi ke

kota Surakarta tepatnya di pasar Legi, yaitu; (1) faktor pendorong

(berasal dari daerah asal); ketidakberdayaan kuli gendong baik

pendidikan rendah, minimnya keterampilan yang dimiliki, dan tidak

adanya lapangan pekerjaan di desa (daerah asal), (2) faktor penarik

(daerah tujuan); pekerjaan yang tidak mengikat dan diharapakn

penghasilan lebih besar daripada pekerjaan semula (buruh pabrik atau

buruh tani), (3) faktor fasilitas (transportasi yang mudah diakses). (4)

faktor nilai.

2) Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pada pembelajaran mata

pelajaran Sosiologi kelas XI Semester 1 dalam Standar Kompetensi 1.

Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik dan

mobilitas sosial, tepatnya dalam Kompetensi Dasar 1.3 Menganalisis

struktur sosial dengan mobilitas sosial.

3) Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pada pembelajaran mata

pelajaran Antropologi kelas XI Semester 1 dalam Standar Kompetensi

2. Menganalisis unsur-unsur proses dinamika dan pewarisan budaya

dalam rangka integrasi nasional, tepatnya dalam Kompetensi Dasar 2.1

Mendeskripsikan unsur-unsur budaya, dan 2.2 Mendeskripsikan

hubungan antara unsur-unsur kebudayaan.

Page 107: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

5. Implikasi Praktis

Penelitian diharapkan dapat memberikan acuan kepada Pemerintah

Kota Sursakarta dalam pengelolaan pasar dan kuli gendong di pasar Legi

Surakarta, dan dapat memberikan gambaran terkait mengenai sektor informal

dan kehidupan kuli panggul di pasar Legi Kota Surakarta.

C. Saran

Berdasarkan temuan data di lapangan dan simpulan penelitian ini, maka

beberapa saran yang bisa penulis kemukakanadalah sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Kota Surakarta

Pemerintah Kota Surakarta dengan melaui Dinas Pasar hendaknya

selain para pedagang juga memperhatikan keberadaan daripada jenis uasaha-

usaha lain di pasar Legi terutama kuli gendong, sektor yang sangat jarang

mendapat perhatian selama ini. Sehubungan pasar Legi merupakan tempat

mencari nafkah ribuan orang, sehingga diharapkan dapat mendukung

kesejahteraan segala elemen yang bekerja di dalamnya.

2. Bagi Pengelola Pasar Legi

Bagi pengelola pasar Legi diharapkan hendaknya mengembangkan

pasar, agar semua kalangan masyarakat merasa nyaman dan mau untuk

berbelanja ke pasar Legi, mengingat arus globalisasi yang berdampak pada

modernisasi sehingga bermunculan lokasi-lokasi yang menjadi pusat-pusat

perbelanjaan seperti mall, plasa, dan toko swalayan yang dikhawatirkan dapat

menggeser pasar-pasar yang ada di kawasan kota Surakarta terutama pasar

Legi.

3. Bagi Pengurus SPTI Pasar Legi

SPTI di pasar Legi sudah cukup lancar dalam pengelolaannya, akan

tetapi hendaknya pengurus SPTI lebih melakukan pendekatan kepada setiap

kuli gendong sebagai anggota daripada paguyuban ini. Mungkin dengan

Page 108: KULI GENDONG PASAR LEGI (Studi Kasus Sektor Informal Kuli Gendong di Pasar …... · penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja kuli gendong pasar Legi. Penelitian ini menggunakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

pertemuan dengan masing-masing kelompok kerja sebulan sekali, sehingga

dapat lebih dekat dengan anggota, dan anggota merasa terayomi dengan

adanya SPTI.

4. Bagi Kuli Gendong Pasar Legi

Bagi para kuli gendong pasar Legi, hendaknya jika memiliki suatu

saran, usul, maupun permasalahan bisa disampaikan ke kantor secara

langung, bisa dengan meminta pihak terkait untuk mengadakan pertemuan

sebulan sekali dalam satu kelompok, maupun seluruh kelompok kerja

meskipun perwakilan dari masing-masing. Sehingga ada komunikasi yang

aktif dalam SPTI, baik antara anggota ke anggota, anggota ke ketua

kelompok, anggota ke pengurus SPTI dan atau sebaliknya. Sehingga semua

pihak merasa diuntungkan dalam bekerja.